• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tesis Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tesis Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh"

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

Tesis

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Dalam Bidang Pengkajian Islam

Konsentrasi Tafsir Hadis

Oleh:

FAHIMA ABD. GANI

NIM. 99.2.00.1.05.01.0125

O l e h :

Sekolah Pascasarjana

Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah

J A K A R T A

(2)

ii

Yang bertanda tangan di bawah ini:

N a m a : Fahima Abd. Gani

N I M : 99.2.00.1.05.01.0125

Tempat/Tgl Lahir : Ternate, 24 Oktober 1964

Alamat : Jln. Pemuda, Kel. Toboleu, Ternate

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis berjudul: “KONSEP AL-SU’AL

DALAM AL-QUR’AN” adalah benar karya asli saya, kecuali kutipan-kutipan yang

disebutkan sumbernya. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya

sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya yang dapat berakibat gelar kesarjanaan

saya dibatalkan.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 2 Maret 2007

(3)

iii

Tesis dengan judul: “KONSEP AL-SU’AL DALAM AL-QUR’AN”

yang ditulis oleh: Fahima Abd. Gani, Nomor Pokok: 99.2.00.1.05.01.0125

Konsentrasi Tafsir-Hadis, Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, telah diperbaiki sesuai dengan saran-saran

Tim Penguji dalam sidang ujian Tesis pada hari Jum’at, 19 Januari 2007.

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, M.A. Prof. Dr. H. Suwito, MA.

(4)

iv

Tesis dengan judul: “KONSEP AL-SU’AL DALAM AL-QUR’AN”

yang ditulis oleh: Fahima Abd. Gani, Nomor Pokok: 99.2.00.1.05.01.0125

Konsentrasi Tafsir-Hadis, Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, telah diujikan dalam sidang Munaqasyah

pada hari Jum’at, 19 Januari 2007 dan telah diperbaiki sesuai dengan saran dan

masukan Tim Penguji.

TIM PENGUJI

Pimpinan Sidang/Penguji, Pembimbing/Penguji,

Prof. Dr. H. Suwito, MA. Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA.

Tanggal: Tanggal:

Penguji, Penguji,

Prof. Dr. Azis Fachrurrozi, MA. Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, MA.

(5)

v

I. KONSONAN

= ‘

= DH

=

B

=

TH

=

T

=

ZH

=

TS

=

=

J

=

GH

=

H

=

F

=

KH

=

Q

=

D

=

K

=

DZ

=

L

=

R

=

M

=

Z

=

N

=

S

=

W

=

SY

=

H

=

SH

=

Y

=

AH/AT

II. VOKAL PENDEK III. VOKAL PANJANG

َ

= a

َ

=

â

ِ

=

i

ِ

=

î

ُ

= u

= û

IV. DIFTONG V. PEMBAURAN

__

= au

ﻝﺍ

=

al

_

=

ai

ﺶﻟﺍ

=

al-Sy

(6)

vi

ed. : Edisi

HR : Hadits Riwayat

h : halaman

Q.S. : al-Qur’ân Surat

ra. : Radhiya Allah ’anhu

saw. : Shalla Allah ‘alaihi wa Sallam

SWT. : Subhanahu wa Ta’âla

Tp. : Tanpa Penerbit

(7)

vii

ﺣﺮﱠﻟﺍ

ﹺﻦﻤﺣﺮﱠﻟﺍ

ﻪﻠﹼﻟﺍ

ﹺﻢــﺴﹺﺑ

ﹺﻢﻴــ

Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat

Allah SWT. yang telah menurunkan al-Qur’ân sebagai pedoman dan pelajaran

kepada manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia. Shalawat serta salam

semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. yang telah berhasil

mengimplementasikan seruan-seruan Ilahiyah ke dalam kehidupan realitas

sehari-hari baik yang bersifat legislasi hukum maupun tatanan sosial,

norma-norma kehidupan yang bersifat individu, kemasyarakatan dan bahkan negara.

Selanjutnya, dalam penyelesaian tesis yang berjudul Konsep al-Su’al

dalam Al-Qur’an” tentunya tidak terlepas dari dukungan dan bantuan moril

maupun materiil dari berbagai pihak baik secara perorangan maupun lembaga,

langsung atau tidak, mulai dari perencanaan, penelitian, penyusunan sampai

pada tahap perampungan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan

dan terima kasih setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu

terselesaikannya tesis ini, khususnya kepada:

1. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan

Direktur Program Pascasarjana yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis dalam melanjutkan pendidikan jenjang strata dua, program magister

pada lembaga yang Bapak pimpin.

2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya MA. selaku pembimbing I dan Bapak

Prof. Dr. Suwito MA. selaku pembimbing II yang telah banyak

memberikan kesempatan dan peluang waktu dalam memberikan

(8)

viii

penuh baik moril maupun materiil, serta nasihat-nasihatnya yang tak

terhingga dan tanpa pamrih sedikitpun sehingga penulisan tesis ini dapat

diselesaikan.

4. Untuk Ayah dan Ibu tercinta yang telah mengarahkan dan memberikan

wejangan-wejangan serta dukungan penuh yang dapat memberikan

dorongan kuat kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

5. Untuk putra-putraku tercinta, Muhammad Fadli, Faris, Zulkarnain,

Muhammad Shabri, dan Ahmad Khaidar yang telah banyak memberikan

inspirasi dan dorongan kuat sehingga memberikan motivasi kepada penulis

dalam penyusunan tesis ini menjadi kenyataan.

6. Kepada rekan-rekan yang telah banyak membantu terselesaikannya tesis

ini, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas segala kontribusi dan

bantuannya.

Akhirnya, penulis mengharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi

penulis dan bagi umat Islam dalam menambah wawasan ilmu pengetahuan.

Demikian,

Wabillah al-Taufiq wa al-Hidâyah, wa al-Salâmu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Maret 2007

(9)

ix

B. Identifikasi Penggunaan Makna Sa’ala (Bertanya) serta Perubahan Tashrifnya dalam al-Qur’ân ………

C. Penanya dalam al-Qur’ân ………..

D. Term-term yang Identik dengan Pengertian bertanya …….

E. Perbedaan Antara Bertanya dengan Meminta Fatwa …….

JENIS-JENIS PERTANYAAN (AL-SU’AL) DALAM

AL-QUR’ÂN ………

A. Pertanyaan Tentang Hukum ………

1.Legislasi Infak dan penerimanya ………

2.Legislasi Perang di Bulan Haram ………..

3.Hukum Minuman Beralkohol, Khamar dan Judi ……..

4.Hukum Pengelolaan Harta anak-anak Yatim ………….

(10)

x

BAB IV

BAB V

7.Hukum Pembagian Harta Rampasan Perang ………….

B. Pertanyaan Berkenaan dengan Dekatnya Allah …………

C. Pertanyaan Tentang Hari Kiamat ………..

D. Pertanyaan Tentang Tokoh ……….

E. Bentuk Pertanyaan yang Dibenarkan dalam al-Qur’ân ….

ANALISIS TENTANG AL-SU’AL DALAM AL-QUR’ÂN.

A. Motivasi dan Tujuan Bertanya ………

1.Bertanya Karena tidak Tahu ………..

2.Bertanya Karena Ingkar ……….

3.Bertanya Karena Menguji Ilmu Pengetahuan Nabi ……

B. Metode Bertanya Dalam Al-Qur’an ………

1.Bertanya Pada Ahlinya ………..

2.Tidak Berlenihan Dalam Bertanya ………..

C. Etika Menjawab ………..

1.Mengarahkan Penanya Pada Hal yang Berfaedah …….

(11)

xi

Makna Penggunaan Sa’ala dalam al-Qur’ân ditinjau dari aspek

pendidikan merupakan salah satu tema yang menarik yang belum mendapatkan perhatian serius di kalangan para pakar pendidikan dalam melakukan penelitian dan kajian konsep metode pendidikan dalam al-Qur’ân. Ia terkait dengan kegiatan aktifitas pendidikan baik secara individual maupun berkelompok yang tercermin dalam kegiatan tanya jawab antar ummat Islam

atau non-muslim dengan nabi Muhammad saw.

Sebagai konsep metode pendidikan, al-Qur’ân telah meletakkan dasar-dasar tatanan bertanya dan menjawab terhadap materi yang ditanyakan serta aturan main etika bertanya dan menjawab sebagaimana dicontohkan nabi Muhammad saw. Saat memberikan jawaban-jawaban yang diperlukan.

Penulis melakukan penelitian dan kajian terhadap ayat-ayat al-Qur’ân yang memiliki kaitan erat dengan metode pendidikan melalui berbagai bahan pustaka dan karya ilmiah yang membahas tentang ayat-ayat tersebut. Sebelum melakukan analisa terhadap konsep metode pendidikan yang tersirat dalam ayat-ayat al-Qur’ân yang memiliki relevansi dengan tesis, penulis lebih dulu memaparkan latar belakang turunnya ayat-ayat tersebut dan menggali kandungan arti yang terdapat di dalam ayat-ayat itu.

Menarik bagi penulis bahwa al-Qur’ân mempunyai konsep metode pendidikan dalam banyak ayat al-Qur’ân yang secara redaksional mengguanakan kata al-Suâl. Al-Qur’ân bahkan menempatkan nilai-nilai moral dan etika dalam melontarkan sebuah pertanyaan dan dalam memberikan jawaban, bahkan al-Qur’ân memandang perlu memberikan suatu jawaban dengan cara menggunakan dalil perbuatan bukan ucapan yang diberikan. Aspek-aspek pendidikan dalam al-Qur’ân dapat penulis kemukakan seperti ditemukannya bentuk-bentuk pertanyaan yang diajukan kepada Rasul dan sekaligus jawaban-jawabannya yang terkait dengan pokok permasalahannya, walaupun pertanyaan dan bentuk jawaban masih bersifat global akan tetapi arahan tersebut amat berharga kehidupan ummat Islam dalam bidang pendidikan.

(12)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’ân adalah kitab yang diturunkan oleh Allah SWT. kepada Nabi

Muhammad saw., melalui perantaraan Malaikat Jibril, yang oleh ummat Islam

dijadikannya sebagai kitab suci, yang berfungsi sebagai pedoman hidup, baik

mengenai aqidah, syari‘at, muamalat maupun berkaitan dengan

persoalan-persoalan kehidupan lainnya. Ia menghimpun semua aturan yang termuat

dalam kitab-kitab sebelumnya, serta menambah dan menyempurnakan

aturan-aturannya.

Di antara tujuan utama diturunkannya al-Qur’ân adalah untuk menjadi

pedoman manusia dalam mengatur hidup dan kehidupan mereka agar

memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.1 Allah SWT. menyebutkan

fungsi al-Qur’an itu dalam berbagai ayat, diantaranya: al-kitâb (

ﺏﺎﺘﻜﻟﺍ

) yang

berarti “kitab2, buku” hudan (

ﻯﺪﻫ

) yang berarti “petunjuk”3 , al-furqân4

1

Al-Zarqani menyebutkan tiga maksud utama diturunkan Al-Qur’ân yaitu petunjuk bagi manusia dan jin, pendukung kebenaran Nabi Muhammad saw., dan agar makhluk beribadah kepada Allah dengan membacanya. Muhammad Abd. al-‘Azim al-Zarqaniy, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum al-Qur’ân, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1988), Juz II, h.124

2

QS. al-Baqarah [2]: 2

ﲔﻘﺘﻤﹾﻠﻟﻯﺪﻫﻪﻴﻓﺐﻳﺭﺎﹶﻟﺏﺎﺘﻜﹾﻟﺍﻚﻟﹶﺫ

Artinya: Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.

3

QS. Al-Naml [27]: 2

ﲔﹺﻨﻣﺆﻤﹾﻠﻟﻯﺮﺸﺑﻭﻯﺪﻫ

Artinya: Untuk menjadi petunjuk dan berita gembira untuk orang-orang yang beriman. 4

QS. al-Furqan [25]: 1

(13)

ﻥﺎﻗﺮﻔﻟ

(

) yang berarti “pembeda” antara yang hak dan yang batil dan antara

yang baik dan yang buruk, rahmat (

ﺔﲪﺭ

) yang berarti “rahmah”5, dzikir (

ﺮﻛﺫ

)

yang berarti “peringatan”6, syifâ’ (

ﺀﺎﻔﺷ

) yang berarti “penawar hati”7,

maw’izhah (

ﺔﻈﻋﻮﻣ

) yang berarti “pelajaran”8 dan tibyân (

ﺎﻧﺎﻴﺒﺗ

) yang berarti

“penjelasan” bagi segala sesuatu9.

Artinya: Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.

5

QS. al-A’raf [7]: 52

ﻜﹺﺑﻢﻫﺎﻨﹾﺌﹺﺟﺪﹶﻘﹶﻟﻭ ﹶﻥﻮﻨﻣﺆﻳﹴﻡﻮﹶﻘﻟﹰﺔﻤﺣﺭﻭﻯﺪﻫﹴﻢﹾﻠﻋﻰﹶﻠﻋﻩﺎﻨﹾﻠﺼﹶﻓﹴﺏﺎﺘ

Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Qur'an) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman).

6

QS. al-Anbiya’ [21]: 50

ﹶﻥﻭﺮﻜﻨﻣﻪﹶﻟﻢﺘﻧﹶﺄﹶﻓﹶﺃﻩﺎﻨﹾﻟﺰﻧﹶﺃﻙﺭﺎﺒﻣﺮﹾﻛﺫﺍﹶﺬﻫﻭ

Artinya: Dan Al Qur'an ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah

yang telah Kami turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya?).

7

QS. al-Isra’ [17]: 82

ﺍﺭﺎﺴﺧﺎﱠﻟﹺﺇﲔﻤﻟﺎﱠﻈﻟﺍﺪﻳﹺﺰﻳﺎﹶﻟﻭﲔﹺﻨﻣﺆﻤﹾﻠﻟﺔﻤﺣﺭﻭﹲ ٌﺀﺎﹶﻔﺷﻮﻫﺎﻣﻥﺍَﺀﺮﹸﻘﹾﻟﺍﻦﻣﹸﻝﺰﻨﻧﻭ

Artinya: (Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian).

(14)

Pada dasarnya, al-Qur’ân merupakan buku petunjuk dan keagamaan,

namun pembicaraan dan kandungan isinya tidak terbatas pada bidang

keagamaan saja, tetapi meliputi berbagai macam persoalan.10

Kompleksitas pembicaraan dan kandungan isi al-Qur’ân dapat dijadikan

bukti bahwa al-Qur’ân adalah kitab keagamaan yang berdimensi banyak dan

berwawasan luas.11 Meskipun demikian, al-Qur’ân sangat jarang menyajikan

sesuatu masalah secara terinci dan detail. Pembicaraan al-Qur’ân pada

umumnya bersifat global, parsial dan seringkali menampilkan suatu masalah

dalam prinsip-prinsip pokok saja. Al-Qur’ân dalam membicarakan suatu

masalah tidak tersusun secara sistematis, seperti yang dikenal dalam

buku-buku ilmu pengetahuan yang dikarang oleh manusia.

Walaupun al-Qur’ân tampil tidak memenuhi nilai sistematika ilmiah

jika dibandingkan dengan kitab, atau buku-buku karangan manusia, namun

al-Qur’ân memiliki nilai keunggulan yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab atau

buku-buku karangan manusia. Mulai dari redaksi sampai makna yang

dikandungnya tidak berubah sedikit pun, dan tidak ada antitesis baru yang

semisal dengan al-Qur’ân. Al-Qur’ân tetap utuh baik redaksional maupun

makna atau arti yang sesungguhnya. Hal sesuai dengan jaminan Allah yang

terdapat dalam firmannya:

10

Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam Al-Qur’ân: Suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsir Tematik, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 4.

11

(15)

ﹶﻥﻮﹸﻈﻓﺎ

ﹶﻟ

ﻪﹶﻟ

ﺎﻧﹺ

ﻭ

ﺮﹾﻛ

ﺬﻟﺍ

ﺎﻨﹾﻟﺰﻧ

ﻦ

ﻧ

ﺎﻧﹺ

Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan

sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.12 (QS. Al-Hijr

[15]: 9)

Demikianlah Allah menjamin keotntikan al-Qur’an, jaminan yang

diberikan atas dasar kemahakuasaan dan kemahatahuan-Nya, serta berkat

upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk-makhluknya, terutama oleh

manusia. Dengan jaminan ayat di atas setiap muslim percaya bahwa apa

yang dibaca, dan didengarnya sebagai al-Qur’an tidak berbeda sedikitpun

dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah Saw. dan didenganr serta

dibaca oleh sahabat nabi Saw.13 Hal ini menunjukkan bahwa al-Qur’ân

memiliki kandungan makna atau rahasia yang cakupannya sangat luas, dan

untuk memahami dengan baik dan jelas memerlukan kajian yang

komprehensif berdasarkan kaidah-kaidah serta metodologi yang kuat.

Kecenderungan setiap orang untuk mempelajari al-Qur’ân

menggambarkan bahwa al-Qur’ân senantiasa aktual untuk dipedomani.

Al-Qur’ân teruji keabsahannya sejak empat belas abad yang silam sampai

dengan saat ini.

Rasyid Ridha menyatakan bahwa sekiranya al-Qur’ân disusun

menurut bab dan pasal secara sistimatis seperti yang terdapat dalam

buku-buku ilmu pengetahuan, maka al-Qur’ân sudah lama menjadi usang dan

12

Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian al-Qur’an selama-lamanya.

13

(16)

ketinggalan zaman, justru dalam sistematika yang unik itulah yang

menyalahi sistematika ilmu pengetahuan, terletak keistimewaan dan

kekuatan al-Qur’ân.14

Sebagaimana diketahui bahwa al-Qur’ân membahas berbagai

cakupan persoalan, al-Qur’ân tidak terfokus pada satu persoalan saja, tetapi

meliputi berbagai dimensi kehidupan manusia. Mulai dari persoalan

aqîdah, syarî’ah, mu’âmalah sampai pada dunia pengetahuan secara

umum, yang kesemuanya dijelaskan secara global sehingga membutuhkan

kajian-kajian intensif dan terkonsentrasi pada bidangnya masing-masing.

Al-Qur’ân sesugguhnya menjadi landasan dan petunjuk terutama bagi

ummat Islam, dalam rangka mencari atau mendudukkan sebuah

permalasahan karena ia adalah sumber kebenaran dari sebuah pengetahuan.

Ia menjadi petunjuk baik dalam konteks ummat manusia pada umumnya

ataupun petunjuk khususnya bagi ummat Islam. Sebagaimana ditemukan di

dalam al-Qur’ân itu sendiri dengan kata-kata “hudan li al-Nâs15 dan hudan

li al-Muttaqîn”, 16 tentunya disinilah menggambarkan atau mencerminkan

bahwa al-Qur’ân tidak saja berbicara masalah-masalah yang berkaitan

dengan aqidah dan syari’ah saja, akan tetapi al-Qur’ân juga menjelaskan

berbagai macam cakupan permasalahannya. Baik kandungan yang

14

Rasyid Rida, Al-Wahy Al-Muhammadiy, (Tt, Al-Maktab Al-Islâmiy, Tth), h. 142-143 15

QS. Al-Baqarah: 185 16

(17)

terungkap dalam bentuk global (garis besar saja) ataupun penjelasan yang

bersifat jelas bahkan didapati pula penjelasan yang bersifat teknis.

Salah satu dari sekian permasalahan yang ditemukan dalam al-Qur’ân

adalah konsep-konsep bertanya yang mengandung aspek pendidikan,

al-Qur’ân dalam menyampaikan materi pendidikan, menawarkan berbagai

pendekatan dan metode. Salah satu di antaranya yaitu metode bertanya,

yakni di dalam al-Qur’an terdapat bentuk-bentuk pertanyaan yang ditujukan

kepada Rasul dan sekaligus jawaban-jawabannya yang berkaitan dengan

pokok permasalahan tersebut, walaupun pertanyaan dan bentuk jawaban itu

masih bersifat global, dengan maksud mengarahkan perhatian manusia

kepadanya dan kepada uslub al-Qur’ân, disamping menunjukkan

kandungannya berupa hukum, hikmah dan makna yang memberikan

pengaruh baik, dan arahan berharga terhadap kehidupan orang mukmin,

baik yang bersifat khusus maupun umum.

Manusia memiliki naluri ingin tahu. Akan tetapi dia juga memiliki

keterbatasan. Akalnya tidak mampu mengetahui segala sesuatu. Agama

sama sekali tidak melarang seseorang untuk bertanya. Banyak pertanyaan

para sahabat Nabi saw. yang dijawab oleh al-Qur’ân, demikian juga oleh

Nabi Muhammad saw. bahkan al-Qur’ân memerintahkan agar bertanya

kepada yang mengetahui.17

17

(18)

Perintah bertanya dengan menggunakan kata Kata “is-alû

(

ﺍﻮﻟﺎ

)

yang artinya tanyakanlah bisa diartikan dengan:18

1. Bertanya biasa seperti bertanya yang kita kenal sehari-hari.

2. Bertanya jawab/dialog atau tukar pikiran dan mengadakan diskusi

dengan orang-orang yang sudah ahli.

3. Belajar kepada orang yang sudah ahli.

4. Meneliti dan mempelajari pikiran-pikiran para ahli ilmu yang tidak

mungkin bisa bertemu secara langsung karena sudah meninggal, jauh

tempatnya, atau karena sebab-sebab lainnya.

Akan tetapi al-Qur’ân juga melarang bentuk pertanyaan, yang jika

dijawab akan menyusahkan dan berdampak negatif bila didengar seperti

terdapat dalam Q.S. al-Mâ´idah [5]: 101

Ada juga pertanyaan yang tidak mampu dicerna jawabannya oleh

penanya. Dalam hal semacam ini pertanyaan itu sebaiknya tidak dijawab

atau bahkan tidak perlu ditanyakan. Seperti antara lain terdapat pada Q.S.

al-Isrâ’ [17] : 85

Materi pertanyaan di dalam al-Qur’ân yang diajukan kepada

Rasulullah saw. jika ditinjau dari pembatasan yang ditanyakan atau arah

pertanyaan itu bermacam-macam. Di antara pertanyaan itu ada yang terbatas

dan jelas, seperti pertanyaan tentang bulan haram dan ada pula pertanyaan

18

(19)

yang tersembunyi dan baru diketahui dari jawabannya. Seperti pertanyaan

tentang khamar, anak-anak yatim dan haid.

Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti

ayat-ayat al-Qur’ân yang mengungkapkan tentang pertanyaan. Dengan

kajian dan penelitian itu, akan ditemukan bagaimana sesungguhnya makna

al-Su’al dalam al-Qur’ân dan metode bertanya menurut al-Qur’an.

B. Rumusan dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas dan

sesuai dengan judul penelitian ini, yakni Konsep al-Su’al dalam al-Qur’ân,

(kajian tematik tentang metode bertanya menurut al-Qur’an) maka kajian di

dalamnya akan dikonsentrasikan pada pembahasan metode tanya-jawab

yang diungkapkan dalam al-Qur’ân. Adapun permasalahan pokok yang

akan diangkat ialah bagaimana metode bertanya menurut al-Qur’ân? Agar

pembahasan dapat terarah, permasalahan pokok ini dijabarkan kepada

beberapa sub masalah sebagai berikut:

1. Apakah hakekat al-Su’al menurut al-Qur’ân.?

2. Bagaimanakah bentuk-bentuk Pertanyaan dalam al-Qur’an

3. Bagaimana Metode bertanya dan menjawab menurut al-Qur’ân.?

Pembahasan terhadap permasalahan yang dikemukakan di atas

dibatasi pada tinjauan secara cermat terhadap konsepsi Tanya-jawab dalam

(20)

berbicara sendiri tentang bertanya Kajian ini akan dirinci kepada apa,

bagaimana dan untuk apa pertanyaan itu menurut al-Qur’ân. Dengan

demikian pembahasan tesis ini berpijak pada pemikiran filosofis yang

meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi, pertanyaan serta posisinya

sebagai metode bertanya menurut al-Qur’ân. Dengan batasan seperti ini,

pembahasan yang dilakukan berusaha merumuskan konsep bertanya yang

dapat dipahami dari ungkapan al-Qur’ân.

Hadits-hadits yang membicarakan tentang al-su’al terutama yang

membahas tentang asbab al nuzul dari al-su tidak diabaikan, karena hadis

pada dasarnya tidak bisa dipisahkan dengan al-Qur’ân. Paling tidak

hadis-hadis itu akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan ataupun pelengkap

pembahasan untuk memperoleh kajian yang lebih utuh dan konperhensip.

C. Tujuan Penelitian

Terkait dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini dilakukan

dengan tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui dengan jelas hakekat al-Su’al dalam al-Qur’ân.

2. Mengetahui beberapa bentuk pertanyaan dan tujuan bertanya dalam

al-Qur’an

3. Mengetahui Metode dan etika bertanya serta menjawab menurut

(21)

D. Kajian Kepustakaan

Dalam tulisan ini, yang menjadi inti pembahasan adalah kajian tentang

al-Su’al dalam al-Qur’an yang yang dibatasi pada hakekat pertanyaan,

bentuk pertanyaan serta metode bertanya dan ertika yanya jawab. Kajian ini

diangkat setelah menelusuri tulisan-tulisan sebelumnya dansetelah diteliti,

belum ada penelitian ilmiah yang secara khusus mengkaji masalah

pertanyaan dalam al-Quran dengan kajian yang menyeluruh, terutama

posisinya sebagai metode bertanya dalam al-Qur’ân, dengan menggunakan

metode tafsir maudhu’i. Kajian dan penelitian yang satu-satunya pernah

diangkat oleh Muhammad Syahnan adalah Istifham dalam al-Qur’an yang

mengkaji dari segi ilmu ma’ani bukan dari segi konsep bertanya dan

metode. Dengan demikian penelitian ini bukanlah pengulangan dari kajian

peneliti lain. Penelitian ini diharapkan menghasilkan pemikiran baru

tentang al-sual menurut al-Qur’ân dan kaitannya dengan metode bertanya

menurut al-Qur’ân yang belum diungkapkan oleh penulis-penulis lain.

E. Metode Penelitian.

Penelitian ini bersifat kepustakaan yakni semua bahan informasi yang

dibutuhkan bersumber dari bahan pustaka. Karena obyek penelitian ini

berupa ayat-ayat al-Quran yang terhimpun dalam beberapa surat dan

(22)

ilmu tafsir dengan metode “maudu’i” (pendekatan tematik), yaitu suatu

metode tafsir yang berusaha mencari ayat-ayat al-Qur’ân tentang suatu

masalah tertentu dengan jalan menghimpun seluruh ayat dimaksud, lalu

menganalisisnya lewat ilmu-ilmu bantu yang relevan dengan masalah yang

dibahas, untuk kemudian melahirkan konsep yang utuh dari al-Qur’ân

tentang masalah tersebut.19 Yang secara operasionalnya meliputi

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menetapkan Al-Su’al sebagai tema.

2. Menghimpun ayat-ayat al-Quran yang relevan dengan pertanyaan.

3. Memberikan uraian dan penjelasan dengan mengemukakan pendapat

para mufassir. Serta menggunakan lmu bantu yang relevan dengan

masalah yang dibahas, dengan memahami sebab turunnya dan munasabat

ayat.

Untuk kesempurnaan informasi digunakan rujukan utama dari

berbagai kitab tafsir antara lain: Tafsir Al-Quran Al-Azhim.20 Karya Ismail

bin Anwar bin Katsir, Tasir Al-Maraghi, karya Ahmad Mustafa

al-Maraghi, Tafsir al-Qur’ân al-Karim al-Syahir bi al-Tafsir al-Manar, karya

Syeikh Muhammad Rasyid Rida, Shafwat at-Tafsir karya Muhammad Ali

19

Abd. al-Hay al-Farmawiy, Al-Bidayat fi Tafsir al-Mauduiy, (Mesir: Maktabah al-Jumhuriyah, 1977), h. 52

20

Tafsir ini merupakan salah satu kitab tafsir yang terkenal dan termasuk tafsir bi al-ma’tsur, yaitu tafsir yang merujuk pada penafsiran al-Quran dengan ayat Al-Quran atau penafsiran al-Quran dengan al-Hadits melalui penuturan para sahabat.Lihat M. Qurash Shihab,

Metode Penyusunan Tafsir yang Berorientasi pada Sastra dan Kemasyarakatan, (Ujung Pandang:

(23)

al-Sabuni, , al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj,

karya Wahbah al-Zuhaeli, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian

al-Qur’ân karya M. Quraish Shihab, serta kitab tafsir lainnya akan dijadikan

acuan dalam penelitian ini, dan untuk memudahkan pelacakan ayat-ayat

al-Quran dipergunakan al-Mu’jam al Mufahras li Al-fadz al-Quran al-Karim

karya Muhammad Fuad Abdul al-Baqi. Al-Zarkasyi, Burhan fi Ulum

Al-Qur’ân,

Untuk mengetahui maksud kata-kata dan istilah tertentu dari

ayat-ayat al-Quran, digunakan kitab Mu’jam al-Mufradat li al-fadz al-Quran,

karya al-Raghib Al-Asfahani dan Mu’jam Muqayis al-Lughah, karya Abi

Al-Husain Ahmad Ibnu Faris Ibn Zakariya, serta kamus bahasa arab seperti:

Lisan al-Arab Susunan Ibnu Manshur al-Anshari. Demikian pula

karya-karya Tafsir seperti “Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir” karya al-Imam al-Jalil

al-Hafid Imaduddin Ismail Bin Katsir, dan “Tafsir Al-Qur’ân Hakim

al-Syahir Bitafsir al-Manar” karya Syeikh Abdul Rasid Rida, serta “At-Tafsir

al-Munir Fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj” karya Prof. Dr.

Wahbah al-Zuhaeli, dan “Ahkam Al-Qur’ân” karya Abu Bakar Muhammad

Bin Abdullah Ibn Al-Arabi. Jalaluddin As-Suyuti As Syafi’I, Al-Itqan fi

Ulum Al-Qur’ân,

Untuk kesempurnaan informasi, meskipun yang menjadi dasar

(24)

menggunakan buku-buku penunjang sebagai pelengkap berkenaan dengan

pembahasan sepanjang pendekatan itu relevan dengan masalah yang

dibahas.

F. Sitematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan secara keseluruhan, tesis ini dibagi ke

dalam lima bab sebagai berikut ;

BAB I : Pendahuluan yang meliputi, latar belakang masalah, rumusan

dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, dan

metodologi penelitian serta sistematika penelitian.

BAB II : Pengungkapan al-su’al dalam al-Qur’ân terdiri dari; pengertian

al-su’al, identifikasi penggunaan makna

ﻝﺄ

(bertanya) dan

segala perubahan tashrifnya dalam Qur’an, Penanya dalam

al-Qur’ân, term-term yang identik dengan makna al-su’al, serta

peebedaan antara bertanya dan meminta fatwa.

BAB III: Jenis-jenis pertanyaan dalam al-Qur’ân yang meliputi pertanyaan

tentang hukum yang terdiri dari legislasi infak dan penerimanya,

legislasi perang di bulan haram, hukum minuman beralkohol,

khamar dan judi, hukum pengelolaan harta anak-anak yatim hukum

wanita yang sedang haidh hukum penentuan makanan yang halal,

dan hukum Pembagian harta rampasan perang. Demikian juga

(25)

kiamat, serta pertanyaan tentang tokoh sejarah dan bentuk

bertanya yang dibenarkan dalam al-Qur’ân.

BAB IV: Analisis tentang al-su’al dalam al-Qur’ân yang meliputi motivasi

dan tujuan bertanya, yang terdiri dari bertanya karena tidak tahu,

bertanya karena ingkar dan bertanya karena menguji pengetahuan

Nabi. Metode bertanya yang terdiri dari bertanya kepada ahlinya,

dan tidak berlebihan dalam bertanya. Etika menjawab terdiri dari

menjawab dengan ilmu pengetahuan, mengarahkan penanya pada

hal yang berfaedah, dan menjawab dengan dalil perbuatan.

(26)

15

PENGUNGKAPAN AL-SU’AL DALAM AL-QUR’ÂN

A. Pengertian al-Su’al

Secara etimologi, kata su’al berasal dari kata dasar sa’ala yas-alu

su-alan mas’alatan

ﺔﻟﺎﺴﻣﻭ

ﺍﺆ

-

ﻝﺎﺴﻳ

-

ﻝﺎ

(bentuk fi’il madhi mujarrad atau

verbal lampau simpel aktif) yang ikut wazan fa’ala, yang berakar dari tiga

huruf yaitu s-a-l, yakni kata kerja tiga huruf ( Fi’il tzulatzi ) Ibn al-Mandhur,

dalam kitabnya Lisan al-Arab menyatan bahwa kata sa’ala ini dapat memiliki

beberapa pengertian yaitu : (a) “meminta” seperti

ﺎﻣ

ﻪﺘ

ﻟﺄ

yang berarti saya

meminta harta kepadanya1. (b) memohon” seprti pada ayat

ﻗﺍﻭ

ﺏﺍﺬﻌﺑ

ﻞﺋ

ﻝﺄ

yakni “Seorang peminta telah memohon kedatangan azab yang bakal

terjadi“ (Q.S. al-Ma’arij : 1 ). (c) bertanya atau “menanyakan sesuatu”, Yakni

jika kata tersebut disertai dengan bentuk preposisi “an” yang berkedudukan

sebagai huruf Jar seperti pada ayat

ﻲ

ﻨﻋ

ﻱﺩﺎﺒﻋ

ﻚﹶﻟﹶﺄ

ﺍﹶﺫﹺ

ﻭ

dan apabila

hambaku bertanya tentang aku …” (QS. Al-Baqarah [2]: 186).2

Dari akar kata tersebut lahirlah banyak arti jika mengalami perubahan

tashrif yang berbeda-beda, seperti kata

ﻞﺋ

ﺎﺴﻟﺍ

yang berarti yang bertanya,

pengemis, dan peminta-minta seperti disebut dalam Qur’an surat

al-Dhuha ayat 10

ﻨﺗ

ﻞﺋ

ﺎﺴﻟﺍ

ﺎﻣﺍﻭ

(dan terhadap orang yang meminta-minta

maka janganlah kamu menghardiknya) Dan surat al-Dzariyat ayat 19

ﻡﻭﺮ

ﺍﻭ

ﻞﺋ

ﺎﺴﻠﻟ

ﺍﻮﻣﺍ

(Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk

1

Ibn al-Manzhur, Lisan al-Arab, Jild 4, (Kairo: Dar al-Qahirah, 2003), h. 544. 2

(27)

orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian).

Dari kata dasar ini lahir pula kata

ﺔﻴ

ﻟﺆﺴ

yang berarti tanggung jawab atau

responsibelitas, adapun

ﻝﻮ

ﺌﺴ

berarti yang ditanya atau diminta

pertanggung jawaban.3 Seperti pada surat al-Isra ayat 36

ﺮﺼﺒﹾﻟﺍﻭ

ﻤﺴﻟﺍ

ﱠﻥﹺ

ﺴﻣ

ﻪﻨﻋ

ﹶﻥﺎﹶﻛ

ﻚﺌﹶﻟﻭﹸ

ﱡﻞ

ﹸﻛ

ﺩﺍﺆﹸﻔﹾﻟﺍﻭ

ﺎﹰﻟﻮﹸﺌ

(… Sesungguhnya pendengaran,

penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya)

Sedang

ﺔﻠﺌﺴ

berarti problematika atau issu. Perubahan dalam kata kerja,

baik menjadi bentuk kata kerja lampau, sekarang atau yang akan datang,

maupun bentuk kata kerja perintah, pengertian kata

ﻝﺎ

tidak merubah arti

sebagaimana sediakala.

Menurut Al-Asfahaniy, Kata sa’ala (

ﻝﺄ

) dan segala perubahan

tashrifnya mempunyai pengertian meminta dan bertanya . yakni meminta

ilmu pengetahuan atau apa yang membutuhkan pengetahuan, dan meminta

harta atau apa yang membutuhkan harta. Meminta pengetahuan (bertanya)

jawabannya pada lidah dan tangan sebagai wakil dengan menulis atau

memberikan isyarat, sedangkan meminta harta jawaban pada tangan dan

lidah yang mewakilinya baik dalam bentuk janji atau dengan jawaban

menolak.4

3

Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), Cet. ke-25, h. 600.

4

(28)

Kata sa’ala dan segala tashrifnya jika merupakan permintaan harta

maka lazimnya diungkapkan bendanya langsung atau dengan kata depan

min5 seperti di dalam firman Allah:

ﻦﻫﻮﹸﻟﹶﺄ

ﺎﹶﻓ

ﺎﻋﺎﺘﻣ

ﻦﻫﻮﻤﺘﹾﻟﹶﺄ

ﺍﹶﺫﹺ

ﻭ

ﻦﻣ

ﹴﺏﺎ

ﺣ

ِﺀﺍﺭﻭ

Artinya:“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir”. (Q.S. al-Ahzab

Artinya: “Dan mintalah kepada Allah dari sebagian karunia-Nya”. (Q.S. Al-Nisâ’ [4]: 32).

Kata sa’ala dengan segala tashrifnya jika merupakan permintaan

pengetahuan (pertanyaan) maka redaksinya membutuhkan obyek yang

kedua (maf’ul ats-tsani) kadang kadang dengan menyebut bendanya dan

kadang-kadang diantarai dengan huruf jar. Seperti kata “sa’altuhu kaza”

(saya bertanya kepadanya begini ) atau sa’altuhu an kazaa (saya bertanya

kepadanya tentang ini). Wa bi kazaa. Biasanya kata depan (huruf jar) ‘an

lebih banyak digunakan.6 Hal ini sejalan dengan kaedah kebahasaan, yaitu

kata:

(

ﻝﺎﺴﻳ

)

yas-alu disertai dengan huruf preposisi

(

ﻦﻋ

)

‘an maka ia

berartibertanya, seperti pertanyaan tentang ruh,7 pertanyaan tentang kisah

Dzulqarnain8, pertanyaan tentang peperangan9 dan pertanyaan tentang

5

Al-Ragib al-Ashfahaniy, Mu’jam Mufradat Alfaz al-Qur’ân, h. 225 6

Al-Ragib al-Asfahaniy, Mu’jam Mufradat Alfaz al-Qur’ân, h. 225 7

QS, al-Isrâ [17]: 85

ﻲﺑﺭﹺﺮﻣﹶﺃﻦﻣﺡﻭﺮﻟﺍﹺﻞﹸﻗﹺﺡﻭﺮﻟﺍﹺﻦﻋﻚﻧﻮﹸﻟﹶﺄﺴﻳﻭ

Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku,

8

QS. Al-Kahfi [18]: 83

(29)

kedekatan Allah dengan hambanya10 sedangkan bila tanpa ‘an maka ia

Artinya:“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku”.

(Q.S. al-Baqarah [2]: 186).

Mencermati penjelasan makna kata sa’ala dan segala tashrifanya

tersebut, penulis menarik kesimpulan bahwa kata kerja sa’ala baik berupa fi’il

madhi, (Kata kerja masa lalu ) mudhari’( Kata kerja masa sekarang ) maupun

amar (Kata Kerja perintah ) baik yang positif maupun negatif yang terdapat

dalam al-Qur’an menggunakan tiga pengertian sebagai berikut :

1. Meminta

Penggunaan pengertian meminta pada kata

ﻝﺄ

sa’ala dan segala

tasrifnya dalam al-Qur’an dapat ditemukan pada 39 ayat dalam surah yang

berbeda-beda yakni pada surah al-Ma’arij : 1 dan 25, surah al-Nisa : 153 dan 1,

surah Baqarah : 61 dan 108 serta 119 dan 134, 141, 177, 273, surah

al-Dzariyaat : 19, surah al-Dhuha : 10, surah al-An’am : 90, surah yunus : 72,

Artinya: Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulqarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya".

9

QS, al- Anfâl [8]: 1.

ﹺﻝﻮﺳﺮﻟﺍﻭﻪﱠﻠﻟﹸﻝﺎﹶﻔﻧﹶﺄﹾﻟﺍﹺﻞﹸﻗﹺﻝﺎﹶﻔﻧﹶﺄﹾﻟﺍﹺﻦﻋﻚﻧﻮﹸﻟﹶﺄﺴﻳ

Artinya: Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul.

10

Q.S. al-Baqarah [2]: 186

ﻋﻱﺩﺎﺒﻋﻚﹶﻟﹶﺄﺳﺍﹶﺫﹺﺇﻭ

ﺐﻳﹺﺮﹶﻗﻲﻧﹺﺈﹶﻓﻲﻨ

Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.

11

(30)

surah Huud : 29 dan 51, surah al-Furqan : 57, surah al-Syu’ara : 109, 127, 145,

164, 180, surah Shad : 86 dan 24, surah al-Syuura : 23, surah Yusuf : 104,

surah al-Thuur : 40, surah al-Qalam : 46, surah al-Rahman : 29, surah Thaha :

36 dan 132, surah al-Mu’minun : 72, surah al-Ahzab : 14, surah Saba : 47,

surah Yasin : 21, surah Muhammad : 36 dan 37, surah al-Mumtahanah : 10.

dalam bentuk kata jadian yang berfariatif, ada yang berbentuk kata kerja masa

lampau positif dan negatif, masa sekarang positif dan negatif, kata kerja

imferatif, kata pelaku, serta bentuk kata jadian (Isim ) seperti misalnya pada

beberapa contoh berikut :

1. Bentuk kata kerja masa lampau positif dan negatif.

a. kata

ﹲﻞ

ﺎ

ﹶﻝﹶﺄ

artinya seorang peminta telah meminta.12

Ibnu Katsir memberikan penafsiran bahwa orang non muslim (kafir)

meminta segera diturunkannya azab (siksaan) kepada mereka di dunia bukan di

hari kemudian. Mereka bahkan mengatakan wahai Tuhan jika kebenaran ini

datang dari-Mu, maka hujanilah kami dari langit berupa batu atau

datangkanlah siksaan yang pedih kepada kami.13

b. kata

ﻢﺘﹾﻟﹶﺄ

yang berarti kamu minta.14

Artinya : “ Seseorang Telah meminta kedatangan azab yang akan menimpa” .

13

Imad al-Din abi al-Fida ismail Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, (Beirut: Muassasat al-Kutub al-Tsaqarat, t.th.), h. 547

(31)

Imam Muhammad al-Razy dalam tafsirnya menyebutkan bahwa

motifasi permintaan yang melatar belakangi kaum nabi Musa terdiri dari empat

motivasi yaitu : (1) mereka merasa hanya mengkonsumsi satu jenis makanan

selama empat puluh tahun lamanya sehingga menghendaki jenis makanan lain.

(2) dapat pula mereka tidak terbiasa mengkonsumsi makanan tersebut

melainkan jenis makanan lain. (3) Oleh karena mereka merasa bosan dengan

makanan yang itu-itu saja sehingga meminta jenis makanan lain yang terdapat

di daerah lain. (4) Mereka menganggap bahwa mengkonsumsi satu jenis

makanan saja dapat mengurangi nafsu birahi dan memperlemah alat

pencernaan.15 Permintaan inilah mendapat jawaban dari nabi Musa agar

mereka pergi ke suatu kota agar mendapatkan apa yang diminta.

c. Kata

ﻢﹸﻜﺘﹾﻟﹶﺄ

seperti dalam kalimat

ﹴﺮﺟﹶ

ﻦﻣ

ﻢﹸﻜﺘﹾﻟﹶﺄ

ﺎﻤﹶﻓ

(aku tidak meminta (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mintalah untuk kami kepada Tuhanmu, agar dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya”. Musa berkata: “Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik ? pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta”. Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) Karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) Karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.

15

Imam Muhammad bin al-Husain Fakhruddin al-Razi, Tafsir Al-Kabir, jilid II, (Kairo: Dar al-Fikr, t.th.), h. 106

16

QS. Q.S. Yunus [10]: 72

ﻠﺴﻤﹾﻟﺍﻦﻣ ﹶﻥﻮﹸﻛﹶﺃﹾﻥﹶﺃﺕﺮﻣﹸﺃﻭﻪﱠﻠﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋﺎﱠﻟﹺﺇﻱﹺﺮﺟﹶﺃﹾﻥﹺﺇﹴﺮﺟﹶﺃﻦﻣ ﻢﹸﻜﺘﹾﻟﹶﺄﺳﺎﻤﹶﻓﻢﺘﻴﱠﻟﻮﺗﹾﻥﹺﺈﹶﻓ ﲔﻤ

(32)

Dalam menafsirkan ayat ini syeikh Ali Al-Sabuniy menyebutkan bahwa

jika kalian (non muslim penduduk Mekkah) tidak menghiraukan nasihat dan

peringatanku (Nabi Nuh), semata-mata bukan karena hanya meminta imbalan

dari kalian. Nasihat dan peringatan diberikan karena kesesatan kalian

menempuh jalan sesat17

Kata yang sama pada ayat yang lain menjelaskan tentang Rasulullah

Saw. tidak meminta upah kepada mereka tetapi yang diminta Rasulullah Saw.

Sebagai upah ialah agar mereka beriman kepada Allah dan iman itu ialah buat

kebaikan 18

Dalam menafsirkan ayat tersebut al-Thabari menuliskan Sesungguhnya

Saya (Nabi Muhammad) tidak meminta kepada kalian imbalan, sehingga

kalian dapat mengira bahwa ajakan atau himbauan Saya ini semata mata untuk

mendapatkan uang dari kalian. 19

d. Kata

ﻮﹸﻠﺌ

artinya mereka diminta 20

17

Muhammad Ali al-Sabuni, Shafwat at-Tafsir jilid I, h 592 18 Upahku hanyalah dari Allah, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu".

19

Ibnu Jarir Al-Thabari Jami’ Al-Bayanfî Tafsir al-Qur’ân Beirut: Dar al-Tiba’ah jilid 12, h. 22 Q.S. Saba’ [34]: 47

ﺪﻴﹺﻬﺷٍﺀﻲﺷ ﱢﻞﹸﻛﻰﹶﻠﻋﻮﻫﻭﻪﱠﻠﻟﺍﻰﹶﻠﻋﺎﱠﻟﹺﺇﻱﹺﺮﺟﹶﺃﹾﻥﹺﺇﻢﹸﻜﹶﻟﻮﻬﹶﻓﹴﺮﺟﹶﺃﻦﻣﻢﹸﻜﺘﹾﻟﹶﺄﺳﺎﻣﹾﻞﹸﻗ

Artinya: Katakanlah: "Upah apapun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk kamu. Upahku hanyalah dari Allah, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu".

20

Q.S. al-Ahzâb [33]: 14

ﺍﲑِﺴﻳ ﺎﱠﻟﹺﺇﺎﻬﹺﺑﺍﻮﹸﺜﺒﹶﻠﺗﺎﻣﻭﺎﻫﻮﺗﺂﹶﻟﹶﺔﻨﺘﻔﹾﻟﺍ ﺍﻮﹸﻠﺌﺳﻢﹸﺛﺎﻫﹺﺭﺎﹶﻄﹾﻗﹶﺃﻦﻣﻢﹺﻬﻴﹶﻠﻋﺖﹶﻠﺧﺩﻮﹶﻟﻭ

(33)

Pengertian kata

ﺍﻮﹸﻠﺌ

ﻢﹸ

pada ayat di atas ialah

ﺍﻮﺒﻠ

ﻢﹸ

emudian

mereka diminta, agar menjadi non muslim dan memerangi ummat islam,

mereka segera mengabulkan permintaan21

Hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya cukup jelas yakni

berbicara tentang orang-orang yanmg meminta izin untuk kembali ke

Medinah dengan dalih rumah mereka tidak terjaga. Isi hati mereka dibuka

oleh Allah Swt. dengan menyatakan: Kalau misalnya, kota mereka yakni

Yatsrib atau rumah-rumah mereka diserang dari segala penjuru, kemudian

diminta kepada mereka satu fitnah yakni keluar dari islam atau menyerah

niscaya mereka mengerjakannya dan mereka tidak akan menundanya

kecuali sebentar yakni sekadar waktu untuk menjawab permintaan itu.22

f. Surah Ibrahim : 34

ﻦﻣ

ﻢﹸﻛﺎﺗﺍَﺀﻭ

ﺭﺎﱠﻔﹶﻛ

ﻡﻮﹸﻠﹶﻈﹶﻟ

ﹶﻥﺎﺴﻧﹺ

ﹾﻟﺍ

ﱠﻥﹺ

ﺎﻫﻮﺼ

ﺗ

ﺎﹶﻟ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﹶﺔﻤﻌﹺﻧ

ﺍﻭ

ﺪﻌﺗ

ﹾﻥﹺ

ﻭ

ﻩﻮﻤﺘﹾﻟﹶﺄ

ﺎﻣ

ﱢﻞ

ﹸﻛ

Artinya: “ Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala

apa yang kamu minta kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah) “.(Q.S. Ibrahim [14: 34).

2. Bentuk kata kerja masa kini dan akan datang

a. Kata

ﻚﹸﻟﹶﺄﺴﻳ

yang artinya meminta kepadamu23

21

Muhammad Ali al-Sabuni, Shafwat at-Tafsir jilid II h. 515 22

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol.11, h. 234 23

(34)

Dalam ayat ini diuraikan keburukan kelompok yang bermaksud

memisahkan antara Allah dan Rasul-Nya, antara lain dengan menyebut

beberapa permintaan mereka, yaitu bahwa ahl al-kitab, orang Yahudi,

meminta kepadamu wahai Muhammad agar engkau bermohon kepada Allah

sehingga menurunkan kepada mereka secara khusus, kalau perlu dengan

menyebut nama mereka, Sebuah kitab dari langit yang dibawa oleh para

malaikat dan mereka ikut menyaksikannya.24

Permintaan mereka agar Rasulullah Saw. bermohon kepada Allah agar

menurunkan kepada orang-orang Yahudi satu kitab yang khusus yang mereka

lihar secara nyata turun dari langit, merupakan salah satu bentuk dari

Artinya: Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata: "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata". Maka mereka disambar petir karena kezalimannya, dan mereka menyembah anak sapi, sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami ma`afkan (mereka) dari yang demikian. Dan telah Kami

Artinya: Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al Qur'an)". Al Qur'an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala ummat.

QS. Al-Syuura [42]: 23

ﻰﺑﺮﹸﻘﹾﻟﺍﻲﻓﹶﺓﺩﻮﻤﹾﻟﺍﺎﱠﻟﹺﺇﺍﺮﺟﹶﺃﻪﻴﹶﻠﻋﻢﹸﻜﹸﻟﹶﺄﺳﹶﺃﺎﹶﻟﹾﻞﹸﻗ

Artinya: Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan".

(35)

Dalam QS. Al-An’am [6]: 90, QS. Al-Syuura [42]: 23, dan QS. Shaad

[38]:86 Allah Swt. menegaskan bahwa Nabi Muhammad Saw. tidak meminta

upah, bukannya sebagai bantahan atas tuduhan semacam itu, tetapi untuk

menggaris bawahi bahwa ajakan beliau semata-mata untuk kepentingan

ummat. Kalimat ini didahului dengan kata “qul” dimaksudkan untuk

menggaris bawahi pentingnya kandungan pernyataan itu.26

Pernyataan semacam ini adalah pernyataan para nabi kepada kaumnya

sejak Nabi Nuh as.27. Ayat ini menegaskan bahwa nabi Nuh membantah dalih

kaumnya yang menyatakan bahwa beliau berbohong dan bermaksud meraih

kekayaan dan kekuasaan kaumnya dan beliau tidak meminta upah dari

kaumnya dan menyatakan bahwa upahnya hanya dari Allah Swt. Persoalan ini

juga terdapat pada kisah nabi Hud as. 28 Dalam ayat ini nabi Hud as.

Mengingatkan bahwa peringatan beliau adalah tulus tanpa pamrih dengan

menyatakan bahwa “aku tidak pernah meminta kepada kamu sekarang dan

ﹸﻜﹸﻟﹶﺄﺳﹶﺃﺎﻣﹾﻞﹸﻗ ﲔﻔﱢﻠﹶﻜﺘﻤﹾﻟﺍ ﻦﻣﺎﻧﹶﺃﺎﻣﻭ ﹴﺮﺟﹶﺃﻦﻣﻪﻴﹶﻠﻋﻢ

Artinya: Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu

atas da`wahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan.

26

(36)

akan dating atas seruanku ini sedikit upahpun, upahku yang kuharapkan

al-Nisa : 32, surah Huud : 46 dan 47, surah Ibrahim : 34, dan surah al-Furqan :

16. Beberapa contoh dapat penulis sebutkan sebagai berikut :

a. Surah al-Nisâ’ : 32 Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. (Q.S. al-Nisâ’ [4]: 32).

(37)

Artinya: “Allah berfirman: "Hai Nuh, Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), Sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan." (Q.S. Huud [11]: 46).

c. Surah al-Furqan : 16

ﺎﹰﻟﻮﹸﺌﺴﻣ

ﺍﺪﻋﻭ

ﻚ

ﺑﺭ

ﻰﹶﻠﻋ

ﹶﻥﺎﹶﻛ

ﻦﻳﺪﻟﺎ

ﹶﻥﻭُﺀﺎﺸﻳ

ﺎﻣ

ﺎ

ﻴﻓ

ﻢ

ﹶﻟ

Artinya: “Bagi mereka di dalam surga itu apa yang mereka kehendaki, sedang mereka kekal (di dalamnya). (hal itu) adalah janji dari

Tuhanmu yang patut dimohonkan (kepada-Nya) “.(Q.S. al-Furqân

[25]: 16).

3. Bertanya atau Menanyakan

Penggunaan arti bertanya pada kata

ﻝﺄ

dan semua tashrifanya dalam

al-Qur’an terdapat pada 58 ayat yang tersebar pada surah yang bewrbeda-beda,

antara lain terdapat pada :

a. Surah al-Mâ’idah : 102

ﹺﺑ

ﺍﻮ

ﺒ

ﻢﹸ

ﻢﹸﻜﻠﺒﹶﻗ

ﻦﻣ

ﻡﻮﹶﻗ

ﺎ

ﹶﻟﹶﺄ

ﺪﹶﻗ

ﻦﻳﹺﺮﻓﺎﹶﻛ

ﺎ

Artinya: “Sesungguhnya Telah ada segolongsn manusia sebelum kamu menanyakan hal-hal yang serupa itu (kepada nabi mereka),

(38)

c. Surah al-Baqarah : 186

ﺘﺴﻴﹾﻠﹶﻓ

ﻥﺎﻋﺩ

ﺍﹶﺫﹺ

ﹺﻉﺍﺪﻟﺍ

ﹶﺓﻮﻋﺩ

ﺐﻴﹺﺟﹸ

ﺐﻳﹺﺮﹶﻗ

ﻲ

ﻧﹺ

ﹶﻓ

ﻲ

ﻨﻋ

ﻱﺩﺎﺒﻋ

ﻚﹶﻟﹶﺄ

ﺍﹶﺫﹺ

ﻭ

ﹺﺑ

ﺍﻮﻨﻣﺆﻴﹾﻟﻭ

ﻟ

ﺍﻮﺒﻴ

ﹶﻥﻭﺪﺷﺮﻳ

ﻢ

ﱠﻠﻌﹶﻟ

Artinya: “ Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku,

Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku,

agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Q.S. al-Baqarah

[2]: 186).

d. Surah al-Kahfi: 76

ﹶﻠﺑ

ﺪﹶﻗ

ﹺﻨﺒﺣﺎﺼﺗ

ﺎﹶﻠﹶﻓ

ﺎﻫﺪﻌﺑ

ٍ

ﺀ

ﺷ

ﻦﻋ

ﻚﺘﹾﻟﹶﺄ

ﹾﻥﹺ

ﹶﻝﺎﹶﻗ

ﺍﺭﹾﺬﻋ

ﻲ

ﻧﺪﹶﻟ

ﻦﻣ

Artinya:“Musa berkata: "Jika Aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, Maka janganlah kamu memperbolehkan Aku menyertaimu, Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku". (Q.S. al-Kahfi [18]: 76).

Makna

ﻝﺄ

yang memiliki tiga kegunaan arti pada kata kerjanya

sebagaimana penulis jelaskan pada poin-poin diatas dapat berubah maknanya

sejalan dengan perubahan tashrifnya. Perubahan makna ini dapat ditemukan

jika kata kerja tersebut berubah menjadi kata pelaku ( Isim fa’il ) yang berarti

orang faqir31, kata benda berbentuk objek (Isim maf’ul) yang berarti

tanggungjawab atau responsibilitas32, Pengertian tersebut juga dapat ditemukan

pada beberapa ayat berikut :

a. Surah al-Dzâriyât : 19

ﹺﻡﻭﺮ

ﻤﹾﻟﺍﻭ

ﺎﺴﻠﻟ

ﻖ

ﺣ

ﻢﹺ

ﻟﺍﻮﻣﹶ

ﻓﻭ

31

Ibn Manzhur, Lisan al-Arab, Dar al-Qahirah, Jilid ke-4, hal, 544, th, 2003. 32

(39)

Artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang

meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian “.(Q.S.

al-Dzâriyât [51]: 19).

b. Surah al-Dhuhaa : 10

ﺮ

ﻨﺗ

ﺎﹶﻠﹶﻓ

ﺎﺴﻟﺍ

ﺎﻣﹶ

ﻭ

Artinya: “Dan terhadap pengemis , janganlah kamu menghardiknya”. (Q.S. al-Dhuhâ [93]: 10).

B. Identifikasi Penggunaan Makna

ﻝﺄ

(Bertanya) Dan Segala

Perubahan Tashrifnya Dalam al-Qur’an .

Dalam mengungkap penggunaan arti bertanya pada kata

ﻝﺄ

dan segala

perubahan tashrifnya, penulis menemukan berbagai jenis bentuk perubahan

dari akar kata bentuk isytiqaq ( kata jadianya )nya dalam Al-Qur’ân. Dari segi

perubahan tashrif dalam konterks ilmu sharaf, kata

ﻝﺄ

pada Al-Qur’ân

menggunakan lima kata jadian (isytiqaq), yaitu fi’l madi (kata yang menunjuk

waktu lampau), fi’l mudari’ (kata yang menunjuk waktu kini atau akan

datang), fi’l amr (kata kerja yag menunjukkan perintah), ism al-fa’il (kata

benda yang mengandung arti pelaku), ism maf’ul (kata benda yang megandung

arti yang disifati) dan ism masdar (verbal noun-nama kerja). Dari akar kata

s-a-l (sa-as-a-la) dengan perubahan kata atau tashrifnya dapat di jumpai das-a-lam As-a-l-

(40)

delapan belas ayat yang terangkum dalam empat puluh tujuh surat,33 dengan

makna yan tidak sama.

Kata

ﻝﺄ

dalam Al-Qur’ân dengan pengertian bertanya dalam berbagai

bentuknya yang berpariatif seperti kata kerja bentuk lampau aktifnya (

ﻝﺄ

)

terulang-ulang sebanyak 49 tempat dan terdapat pada 2 tempat yaitu pada

surah al-Ma’idah : 102 dan surah al-Muluk : 8, adapun yang didahului dengan

huruf preposisi sebanyak 6 kali seperti pada surah Taubah : 65, surah

Ankabut : 63, surah Luqman : 25, dan surah Zumar : 38, serta surah

al-Zukhruf : 9 dan 87. Sedang Fi’il mudari’

(

ﻝﺎﺴﻳ

)

dengan segala perubahan

tashrifnya baik aktif maupun pasif terulang-ulang sebanyak 54 kali yakni pada

surah al-Baqarah : 189, 215, 217, 218, 219, 220, 222, surah al-Maidah : 4 dan

101, surah Anfal : 1, surah A’raf : 6, 187, surah Naziat : 42, surah

al-Dzariyat : 12 dan 21, surah al-Qiyamah : 6, surah al-Isra : 85, surah al-kahfi :

83 dan 19 serta 70, surah Toha : 105, surah al-Ma’arij : 10, surah al-Hijr : 92,

surah al-Nahl : 56 dan 93, surah al-Takatsur : 8, surah al-Mu’minun : 101,

surah al-Qashas : 66. Adapun kata kerja imferatif atau fi’il Amar terdapat

sebanyak 12 ayat, sementara kata sa’ala yang berbentuk isim Fa’il terdapat

pada 1 ayat .

Untuk dapat mengetahui secara jelas gambaran tentang bentuk kata

kerja

ﻝﺄ

dan segala perubahan tashrifnya yang menggunakan makna bertanya

dalam al-Qur’ân dapat diberikan rincian sebagai berikut:

33

(41)

1. Kata

ﻝﺄ

dengan bentuk kata kerja aktif berupa Fi’il madhi terdapat pada

dua ayat:

a. Surah al-Mâidah: 102

ﻦﻳﹺﺮﻓﺎﹶﻛ

ﺎ

ﹺﺑ

ﺍﻮ

ﺒ

ﻢﹸ

ﻢﹸﻜﻠﺒﹶﻗ

ﻦﻣ

ﻡﻮﹶﻗ

ﺎ

ﹶﻟﹶﺄ

ﺪﹶﻗ

Artinya:“Sesungguhnya Telah ada segolongsn manusia sebelum kamu menanyakan hal-hal yang serupa itu (kepada nabi mereka),

Kemudian mereka tidak percaya kepadanya”. (Q.S. al-Mâ’idah

[5]: 102).

b. Surah al-Mulk: 8

ﻓ

ﻘﹾﻟﹸ

ﺎﻤﱠﻠﹸﻛ

ﻴ

ﹾﻟﺍ

ﻦﻣ

ﺰﻴﻤﺗ

ﺩﺎﹶﻜﺗ

ﺮﻳﺬﻧ

ﻢﹸﻜﺗﹾﺄﻳ

ﻢﹶﻟﹶ

ﺎ

ﺘﻧﺰ

ﻢ

ﹶﻟﹶﺄ

ﺝﻮﹶﻓ

ﺎ

Artinya: “Hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?" (Q.S. al-Mulk [67]: 8).

(42)

Artinya:“Dan Sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", Katakanlah: "Segala puji bagi Allah",

tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya). (Q.S.

al-Ankabut [29]: 63).

c. Surah Luqman : 25

ﹾﻟﺍ

ﹸﻗ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻦﹸﻟﻮﹸﻘﻴﹶﻟ

ﺽﺭﹶﺄﹾﻟﺍﻭ

ﺕﺍﻮﻤﺴﻟﺍ

ﹶﻠ

ﻦﻣ

ﻢ

ﺘﹾﻟﹶﺄ

ﻦﺌﹶﻟﻭ

ﺎﹶﻟ

ﻢﻫﺮﹶ

ﹾﻛﹶ

ﺑ

ﻪﱠﻠﻟ

ﺪﻤ

ﹶﻥﻮﻤﹶﻠﻌﻳ

Artinya: “Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka:

"Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" tentu mereka akan menjawab: "Allah". Katakanlah: "Segala puji bagi Allah";

tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui”. (Q.S. Luqman

[31]: 25).

Artinya: “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri. (Q.S. al-Zumar [39]: 38).

e. Surah al-Zukhruf : 9

(43)

Artinya: “Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka akan menjawab: "Semuanya diciptakan oleh yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui". (Q.S. al-Zukhruf [43]: 9).

f. Surah al-Zukhruf : 87

ﹾﻟﹶﺄ

ﻦﺌﹶﻟﻭ

ﹶﻥﻮﹸﻜﹶﻓﺆﻳ

ﻰﻧﹶﺄﹶﻓ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻦﹸﻟﻮﹸﻘﻴﹶﻟ

ﻢ

ﹶﻘﹶﻠ

ﻦﻣ

ﻢ

ﺘ

Artinya: “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari

menyembah Allah)?, (Q.S. al-Zukhruf [43]: 87).

3. Kata

ﻝﺄ

dengan bentuk Mudhari’Yas’alu (

ﻝﺄﺴﻳ

) dengan berbagai

menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu

Artinya: “Dan tidak ada seorang teman akrabpun menanyakan

temannya”. (Q.S. al-Ma‘ârij [70]: 10).

a. Surah al-A’raf : 6

(44)

Artinya: “Maka Sesungguhnya kami akan menanyai umat-umat yang Telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan Sesungguhnya kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami). (Q.S. al-A‘râf

Artinya: “Dan mereka sediakan untuk berhala-berhala yang mereka tiada mengetahui (kekuasaannya), satu bahagian dari rezki yang Telah kami berikan kepada mereka. demi Allah,

Artinya: “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya dia menjadikan kamu

satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang Telah kamu kerjakan. (Q.S. al-Nahl [16]: 93).

g. Surah-Takatsur: 8

ﹺﻢﻴﻌﻨﻟﺍ

ﹺﻦﻋ

ﺬﺌﻣﻮﻳ

ﻦﹸﻟﹶﺄﺴﺘﹶﻟ

ﻢﹸ

Artinya: “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang

kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu). (Q.S.

al-Takâtsur [102]: 8).

Referensi

Dokumen terkait

Juga dengan penelitian Usman (2003) yang menganalisa rasio keuangan dalam memprediksi perubahan laba pada bank-bank di Indonesia, yang dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

Dalam penelitian ini, lingkup objek penelitian yang ditetapkan penulis sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti adalah mengenai pajak tangguhan, tax to book ratio ,

Nama Unit Kerja: Institut Seni Budaya Indonesia Bandung1. No Jenis Seleksi Ruang Gedung

Program Penataan Peraturan Perundang­Undangan Jumlah Produks Hukum Daerah yang di Proses Perda 26 SETDA

[r]

Kemampuan tersebut tentu tidak dapat dicapai oleh siswa dengan menggunakan buku teks geografi yang didominasi oleh fakta dan konsep.. Oleh karena itu, disarankan

Berdasarkan tabel IV.9 diatas, hubungan antara persepsi kegunaan (PU) dengan sikap menggunakan multi use taster III (ATU) adalah signifikan yaitu sebesar 0,214

Dilaksanakan pada tanggal 4 oktober 2016 bertempat di ruang pertemuan kantor diskominfo provinsi Kaltim, di hadiri oleh 40 orang terdiri dari unsur Badan Publik / PPID