• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN ALAT BANTU PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) DALAM PROSES PENYIDIKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGGUNAAN ALAT BANTU PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) DALAM PROSES PENYIDIKAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN ALAT BANTU PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) DALAM PROSES PENYIDIKAN

Jurnal

Oleh :

Dona Raisa Monica, S.H.,M.H. NIP. 198607022010122003 (Anggota)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENGGUNAAN ALAT BANTU PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) DALAM PROSES PENYIDIKAN

Oleh:

Dona Raisa Monica, S.H., M.H.

Lie detector adalah sebuah alat pendeteksi kebohongan yang mengukur perubahan fisiologis

seperti tekanan darah dan denyut jantung berdasarkan gagasan bahwa penipuan melibatkan unsur kecemasan. Adanya kegunaan alat lie detectortersebut, pada awalnya membantu Kepolisian untuk mengetahui kebohongan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan, sehingga Kepolisian bisa dengan mudah untuk mengetahui apakah pelaku kejahatan tersebut jujur atau tidak jujur atas pembicaraan yang telah dikatakannya. Akan tetapi, lama-kelamaan penggunaan alat lie

detectortersebut dirasakan semakin tidak efektif..Adapun permasalahan dalam penelitian ini

adalah bagaimanakah penggunaan alat bantu pendeteksi kebohongan(lie detector) dalam proses penyidikan dan apakah yang menjadi faktor penghambat penggunaan alat pendeteksi kebohongan (lie detector)dalam proses penyidikan.Pendekatan masalah dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris yang bersumber pada data primer dan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.Responden dalam penelitian ini adalah Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila dan penyidik polda Lampung serta analisis data secara kualitatif.Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Penggunaan alat bantu pendeteksi kebohongan(lie detector) dalam proses penyidikan adalah hasil pemeriksaan alat deteksi kebohongan atau lie detektor yang dilakukan oleh penyidik pada saat melakukan pemeriksaan kepada tersangka bukan menjadi alat bukti utama untuk menggali keterangan pelaku.Hasil dari alat pendeteksi kebohongan itu tidak dapat berdiri sendiri.Cara kerja lie

detector adalah dengan menempelkan atau memasang alat di tubuh seseorang dan mengajukan

(3)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kecanggihan teknologi semakin berkembang dengan pesat sehingga mempengaruhi kehidupan manusia.Teknologi informasi telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global.Keberadaan suatu ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai arti dan peranan yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan.Perkembangan teknologi dan informasi yang sedemikian cepatnya telah membawa dunia memasuki era yang baru, yang lebih cepat dari yang pernah dibayangkan sebelumnya.Perkembangan teknologi ini membawa perubahan dalam berbagai bidang kehidupan manusia, mulai dari kehidupan ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum.1

Tindak kriminal yang semakin meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh pemerintah, sehingga menyebabkan pemerintah sebagai pelayan dan pelindung masyarakat berusaha untuk menanggulangi meluasnya kejahatan, agar kejahatan tersebut dapat diminimalisir.Pelaku kejahatan seringkali tidak mengakui kejahatan yang telah dilakukanya. Hal tersebut melatarbelakangi diciptakannya alat untuk mendeteksi kebohongan.

Pada tahun 1902 muncul sebuah alat yang bernama lie detector yang merupakan alat yang pertama kali digunakan untuk mendeteksi kebohongan seorang tersangka.Lie detector digunakan untuk mengetes dan merekam aktivitas elektrik

1 Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika,

Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 56.

dari otak manusia. Lie Detector awalnya dipakai sebagai pendeteksi kebohongan oleh departemen kepolisian serta agen-agen rahasia Federal Bureau of Investigation (FBI) dan Central Intelligence Agency (CIA). Alat ini akan melacak perubahan psikologis pada tubuh jika seseorang berbohong dengan cara melihat perubahan tekanan darah, resistansi listrik pada kulit, adanya keringat yang berpeluh, serta kecepatan degup jantung dan pernapasan, yang akan direkam secara digital atau di atas kertas.

Lie detector sendiri akan menggunakan

teknik membaca dan memonitor respon tubuh ketika seorang menjawab iya atau tidak dari pertanyaan yang diajukan. Akurasi lie detector terbatas, hanya sekitar70%, sehingga orang yang berkata jujur dapat menunjukkan kemiripan perubahan dengan rasa gelisah yang muncul selama pengujian, sementara orang yang mahir berbohong dapat mempelajari bagaimana menyiasati pengujian lie

detector.Persoalan yang kerap muncul saat

menggunakan lie detector adalah mengukur tingkat kegelisahan seseorang, kebanyakan orang menjadi gelisah ketika menghadapi tes lie detector, dan pembohong yang mahir justru tidak gelisah saat merekamelakukan sebuah kebohongan.

Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) mulai mengenal alat pendeteksi kebohongan (lie detector) ketika pihak kepolisian mulaimenggunakanalat ini untuk memeriksa tersangka Ryan dalam kasus pembunuhan.Ketidakkonsistenan Ryan dalam memberikan keterangan-keterangan membuat polisi memutuskan untuk menggunakan alat pendeteksi kebohongan.Alat pendeteksi kebohongan

(lie detector) hanya menangkap

(4)

detak jantung, peningkatan suhu tubuh, penimbunan darah akibat pelebaran pembuluh darah pada bagian tubuh tertentu, dan penambahan tetesan keringat.

Teknologi sangat penting pada kegiatan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk hukum baru. Kehadirannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik sebagai langkah yang tepat untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan penyalahgunaan teknologi yang tidak terkendali sehingga bisa merugikan orang lain. Pemerintah perlu mendukung perkembangan dan kemajuan teknologi yang sedemikian pesat melalui infrastrukrur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan teknologi infomasi dapat dilakukan secara aman. Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan pembaharuan bagi hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia yang dapat memperluas informasi sebagai suatu alat bukti yangsah.

Selanjutnya pada Pasal 5 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, menyatakan bahwa :

“Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

Adapun salah satu caranya, yaitu dilakukan melalui sebuah proses penyidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian untuk membantu tugas Pemerintahan. Tindakan penyidikan dimaksudkan untuk mencari serta mengumpulkan alat bukti supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi

terang dan jelas, serta dapat menemukan dan menentukan siapa pelakunya, namun ketika Pelaku kejahatan sudah ditemui, seringkali pelaku tersebut tidak mengakui kejahatan yang telah dilakukannya. Semakin kompleksnya hal dalam penyidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian tersebut, maka dibutuhkan alat teknologi dan informasi yang dapat membantu penyidikan oleh pihak Kepolisian. Alat teknologi dan informasi untuk membantu penyidikan oleh Kepolisian itu, adalah berupa alat pendeteksi kebohongan atau sering disebut dengan lie detector.

Lie detector adalah sebuah alat pendeteksi

kebohongan yang mengukur perubahan fisiologis seperti tekanan darah dan denyut jantung berdasarkan gagasan bahwa penipuan melibatkan unsur kecemasan.Setiap upaya sadar penipuan oleh individu yang rasional spontan dan tak terkendali dapat menyebabkan respon fisiologis yang meliputi reaksi yang diukur melalui tekanan darah, denyut nadi dan pernapasan.

Adanya kegunaan alat lie detectortersebut, pada awalnya membantu Kepolisian untuk mengetahui kebohongan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan, sehingga Kepolisian bisa dengan mudah untuk mengetahui apakah pelaku kejahatan tersebut jujur atau tidak jujur atas pembicaraan yang telah dikatakannya. Akan tetapi, lama-kelamaan penggunaan alat lie detectortersebut dirasakan semakin tidak efektif. Ketidakefektifan tersebut dilihat dari kemampun seseorang yang mampu memanipulasi rasa kecemasannya melalui beberapa cara, diantaranya menelan obat penenang atau mengoleskan cairan penyerap keringat.2

2

(5)

menakar-penggunaan-alat-pendeteksi-Berdasarkan uraian tersebut diatas menimbulkan rasa ingin tahu kami untuk mengkaji lebih lanjut dalam bentuk

penelitian dengan judul “Penggunaan Alat

Bantu Pendeteksi Kebohongan (Lie

Detector)Dalam Proses Penyidikan”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah penggunaan alat bantu pendeteksi kebohongan (lie detector) dalam proses penyidikan?

b. Apakah yang menjadi faktor penghambat penggunaan alat bantu pendeteksi kebohongan(lie detector) dalam proses penyidikan?

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data adalah data primer melalui wawancara dengan penyidik dan dan dosen serta data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data dikumpulkan melalui studi pustaka dan studi lapangan kemudian dianalisis secara deskriptif analisis

II . HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHSAN

A.Penggunaan Alat Pendeteksi Kebohongan (Lie Detector) Dalam Proses Penyidikan

Manusia berbohong untuk berbagai alasan. Menurut ilmu psikologi berbohong merupakan alat pertahanan untuk menghindari masalah. Salah satu contoh para terdakwa korupsi atau criminal cendrung berbohong untuk menghindari erat

kebohongan-dalam-kasus-jis/0/, Diakses hari Jumat, 25 September 2016, Pukul 10.00 WIB

hukum. Alat pendeteksi kebohongan (lie

detector) atau yang biasa disebut polygraph

diciptakan oleh William Marston. Pada awalnya mesin lie detector mempunyai keluaran berbentuk jarum yang menulis grafik pada gulungan kertas diganti dengan monitor komputer3.

Penggunaan alat pendeteksi kebohongan

(Lie Detector) dilakukan karena kurangnya

saksi-saksi dan keterangan dari tersangka, penyidik dapa tmenggunakan alat pendeteksi kebohongan (Lie Detector)sebagaial tenatif, alasannya antara lain adalah:

1) Untuk menguji keterangan tersangka.

2) Untuk memberikan keyakinan kepada hakim pada proses persidangan.

Alat pendeteksi kebohongan (Lie Detector) pertama kali digunakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) pada tahun1994. Alat pendeteksi kebohongan (Lie

Detector) dipergunakan pada waktu proses

pemeriksaan tersangka yang dilakukan oleh penyidik kepolisian pada kasus penggelapan pajak.

Berdasarkan Hasil wawancara peneliti diketahui bahwa penggunaan alat pendeteksi kebohongan (l i e d e t e c t o r) oleh penyidik adalah untuk memastikan apakah tersangka berbohong atau tidak pada saat menjawab pertanyaan dari penyidik. Selain itu pula bermanfaat untuk mencari bukti-bukti dan temuan-temuan yang baru. Pencarian bukti-bukti merupakan bagian yang paling penting untuk membuktikan atau menyatakan bahwa seseorang telah melakukan suatu tindak pidana. Pada dasarnya pembuktian suatu perkara pidana telah dilakukan semenjak

3Asep Ridwan Murtado.Skripsi “Akurasi penggunaan polygraph sebagai alat bantu pembuktian menurut hokum acara peradilan agama”Rabu(27 September

(6)

diketahuinya atau adanya suatu peristiwa hukum, dan pengunaan alat pendeteksi kebohongan (Lie Detector) belum dapat dijadikan alat bukti dipersidangan, karena alat pendeteksi kebohongan (Lie Detector) hanya sebagai alat pelengkap dalam proses pemeriksa-an yang dilakukan oleh penyidik.4

Alat pendeteksi kebohongan (Lie Detector) secara umum dikaitkan dengan investigasi kriminal, meski demikian terdapat beberapa perusahaan swasta dan lembaga pemerintah yang sekarang menggunakan alat pendeteksi kebohongan (Lie Detector) pada proses seleksi calon pekerja. Lie Detector pada dasarnya adalah kombinasi alat-alat medis yang digunakan untuk memantau perubahan yang terjadi dalam tubuh. Alat pendeteksi kebohongan (Lie Detector) akan mencatat semua aktifitas tubuh seorang tersangka pada saat menjawab serangkaian pertanyaan yang diajukan oleh penyidik.5

Reaksi psikologis yang muncul ketika seseorang mengucapkan sesuatu, apapun itu, tanpa disadari akan mempengaruhi kerja organ tubuh, melalui sensor-sensor yang menempel di tubuh, penyelidik bisa menemukan apakah ada perubahan abnormal pada ketiga fungsi tubuh di atas. Hasilnya kemudian langsung tertera pada sebuah kertas grafis pemeriksaan melalui lie

detector umumnya berlangsung kurang lebih

dari 1,5 jam. Saat dilakukan tes dengan lie

detector, ada 4 sampai 6 sensor yang akan

dihubungkan ke tubuh. Terdapat pula alat sensor digital lain yang dihubungkan ke seluruh tubuh untuk mengetahui ada tidaknya perubahan psikologis ketika

4Hasil wawancara dengan Erna Dewi,S.H.M.H.Rabu 9

Agustus 2017(10.00 WIB)

5RifkiMedia,BagaimanaCaraKerjaLie

Detector,http://achtungpanzer.blogspot.com, Diaksespadatanggal 3 September, Pukul 18.10 WIB.

seseorang berbohong atau justru berkata jujur.

Berikut cara kerja lie detector untuk mendeteksi kebohongan, yakni:

1. Seseorang diharuskan duduk di bangku khusus dalam ruangan tertentu. Lalu, sensor-sensor mesin poligraf akan ditempelkan ke tubuh Anda.

Ada 3 sensor kabel yang biasa dipakai

dalam mendeteksi

kebohongan,diantaranya:

a. Sensor pneumograph, gunanya

untuk mendeteksi detak napas yang ditempel di dada dan perut. Sensor ini bekerja ketika ada kontraksi di otot dan udara di dalam tubuh;

b. Sensor Blood Pressure Cuff,

fungsinya untuk mendeteksi adanya perubahan tekanan darah dan detak jantung. Sensor kabel ini ditempelkan pada bagian lengan. Cara kerjanya dideteksi lewat suara denyut jantung atau aliran darah;

c. Sensor skin resistance, untuk

melihat dan mendeteksi keringat yang ada di tangan. Kabel sensor ini umumnya juga ditempelkan pada jari-jari tangan, sehingga tahu seberapa banyak keringat yang keluar ketika seseorang keadaan terpojok dan berbohong.

2. Penguji akan memberikan beberapa pertanyaan kepada teruji mengenai suatu topik, isu atau kasus yang ingin diketahui kebenarannya. Lalu, mereka akan membaca grafik tersebut dan mengetahui apakah ada reaksi yang tidak normal atau grafik yang naik turun. Setelah hasil grafik dibaca oleh penguji, hasil grafik tersebut akan digunakan sebagai penentu, apakah seseorang berbohong atau jujur.

(7)

tentu berlaku untuk semua kasus. Pasalnya, alat ini hanya memonitor dan menunjukkan reaksi perubahan psikologis ketika orang mengucapkan sesuatu. Gelagat fisik dan tanda-tanda aneh yang seringnya menandakan orang sedang berbohong, seperti gagap, berkeringat, atau gerak bola mata yang tidak fokus tidak selalu menjadi petunjuk kebohongan. Karakteristik ini mungkin saja menandakan orang sedang gugup, stres, atau merasa tidak nyaman dalam suatu kondisi tertentu, karena umumnya tiap orang punya gaya bicara yang beragam, belum lagi memperhitungkan kelihaian orang-orang untuk menutupi kebohongan. Lie detector adalah alat yang digunakan untuk mengukur kebohongan melalui tingkat emosi seseorang, kebohongan seseorang dapat terdeteksi melalui tingkat emosinya yang terlihat melalui pengukuran pada laju pernafasan, tekanan darah, frekuensi denyut nadi dan respon pada kulit.Mendeteksi kebohongan bukanlah tugas yang mudah, bahkan cenderung tidak bisa dilakukan dengan mata telanjang.

Selain itu mekanisme alat pendeketsi kebohongan (Lie Detector) adalah dengan mencatat dan merekam seluruh respon tubuh seorang tersangka yang diberi pertanyaan. Secara sederhana, seseorang yang berbohong, ucapan yang dikeluarkannya akan menghasilkan reaksi psikologis di dalam tubuh yang akan mempengaruhi kerja organ tubuh seperti jantung dan kulit, melalui sensor yang dihubungkan pada bagian tubuh atau organ tersebut dapat diketahui grafik perubahan fungsi organ tersebut diantaranya adalah grafik pernapasan, grafik detak jantung, grafik tekanan darah dan grafik keringat. Pemeriksaan dengan Lie Detector umumnya mencapai dua jam dengan tingkat keakuratan hingga 90% (persen). Satu paket alat pendeteksi kebohongan (Lie Detector)

terdiri atas monitor, software dan alat sensor digital lainnya yang dihubungkan keseluruh tubuh untuk mengetahui perubahan psikologi seorang tersangka saat berbicara jujur atau bohong. Proses pengujian alat pendeteksi kebohongan(Lie Detector) antara lain yaitu:

1. Seorang tersangka yang akan diuji dengan Lie Detector, duduk di bangku dan berada diruangan interogasi hanya ada dua orang, yaitu penguji (penyidik forensik) dan orang yang diuji (tersangka). 2. Beberapa sensor yang terhubung

dengan kabel-kabel pada Lie

Detector dipasang ditubuh seorang

yang akan diuji. Sensor-sensor tersebut antara lain yaitu:

a) Sensor Respiratory Rate

(Pneumograph )adalah

perangkat untuk merekam kecepatan dan kekuatan gerakan dada yang berfungsi untuk mendeteksi ritme nafas, ditempelkan pada bagian dada dan perut, bekerja ketika ada kontraksi di otot dan udara di dalam tabung.

b) Manset Tekanan Darah (Blood

Pressure Cuff), berfungsi untuk

mendeteksi perubahan tekanan darah dan detak jantung, ditempelkan pada bagian lengan atas, bekerja seiring dengan suara yang muncul dari denyut jantung atau aliran darah.

c) Galvanic Skin Resistance

(8)

berfungsi untuk mengukur kemampuan kulit yang menghantarkan listrik ketika kulit terhidrasi seperti keringat, dan semua data-data tercatat didalam grafik.

3. Penguji selanjutnya memberikan beberapa pertanyaan kepada tersangka, dan dengan jawabanya atau tidak.

4. Penguji akan membaca grafik untuk mengetahui reaksi yang normal dan yang tidak normal (fluktuatif) dari tersangka.

5. Penguji melakukan analisa dari hasil tes pengujian Lie Detector untuk mengetahui seorang tersangka berbohong atau jujur. Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dinyatakan bahwa:

1) Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/ atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

2) Informasi eletronik dan/ atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

3) Informasi eletronik dan/ atau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem eletronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.

4) Ketentuan mengenai informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik sebagaimana dengan dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

1) Surat yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan

2) Surat beserta dokumennya yang menurut undang‐undang harus dibuat dalam bentuk akta notaris atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Penjelasan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini membahas mengenai informasi elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, terkait dengan alat pendeteksi kebohongan (Lie Detector) yang dalam hal ini merupakan bagian dari sistem elektronik yang hasil pengujiannya dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah di pengadilan, pembuktian data elektronik pada hal ini adalah salah satu penyelesaian perkara untuk memberikan keyakinan pada hakim dalam memberi-kan sangsi kepada pelaku tindak pidana.

(9)

tulisan, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna. Alat pendeteksi kebohongan (Lie

Detector) pada hal ini dapat dikatakan

sebagai alat bukti yang sah menurut hukum acara yang berlaku di Indonesia apabila hasil pemeriksaan atas keabsahan dari tes alat pendeteksi kebohongan (Lie Detector) diberikan oleh seorang ahli atau keterangan ahli, yang dalam hal ini yaitu ahli laboratorium forensik komputer.

Sistem pembuktian dengan menggunakan teknologi informasi saat ini merupakan tantangan yang besar bagi seorang hakim karena hakim harus cermat dan tepat dalam menggunakan defenisi informasi dan transaksi elektronik yang dapat diterima sebagai alat bukti di persidangan, maka pada proses persidangan hakim harus berpegang pada Pasal 28 angka 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, menyatakan bahwa:

“Hakim wajib menggali, mengikuti, dan

memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam

masyarakat.”

Berdasarkan hasil penelitian dapat dianalisis bahwa hasil pemeriksaan alat deteksi kebohongan atau lie detector yang dilakukan oleh penyidik pada saat melakukan pemeriksaan kepada tersangka bukan menjadi alat bukti utama untuk menggali keterangan pelaku.Hasil dari alat pendeteksi kebohongan itu tidak dapat berdiri sendiri, namun ada dua elemen hukum pidana yang tidak dapat dideteksi alat pendeteksi kebohongan (lie detector), hasil pemeriksaan deteksi kebohongan itu tidak dapat mengetahui bukti perbuatan (akta serius) dan pikiran jahat (mens rea). Kemudian terkait surat penyidikan harus menguatkan pasal yang menjerat tersangka dan harus dimasukkan semuanya sesuai dengan surat perintah penyidikan

(Sprindik).Salah satu metode untuk membuktikan alat bukti barang bukti harus bersesuaian satu sama lain, apabila tidak bersesuaian, maka tidak boleh digabungkan.

Selanjutnya menurut peneliti bahwa berdasarkan hasil yang didapatkan keterangan bahwa cara kerja lie detector adalah dengan menempelkan atau memasang alat di tubuh seseorang dan mengajukan pertanyaan kepada orang yang diuji serta hasil dari tes tersebut akan tertulis di kertas photograph yang dapat dibaca atau diperiksa oleh ahlinya (dokter dan psikolog) serta penyidik, serta hasil pemeriksaan lie

detector harus disandingkan dengan alat

bukti lainnya untuk memperkuat proses penyidikan kepolisian.

B. Faktor Penghambat Penggunaan Alat Bantu Pendeteksi Kebohongan(Lie Detector) Dalam Proses Penyidikan Teori yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soejono Soekanto6

penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor.Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut,antara lain sebagai berikut :

1) Faktor hukum nya sendiri yaitu undang-undang;

2) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum; 3) Faktor sarana atau fasilitas yang

mendukung penegakan hukum; 4) Faktor masyarakat, yakni

lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau di terapkan 5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai

hasil karya, cipta, dan rasa yang di

(10)

dasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya, oleh karena merupakan esensi dari penegak hukum, juga merupakan tolak ukur dari pada efektivitas penegakan hukum.

Alat pendeteksi Kebohongan (Lie Detector) adalah sebuah alat yang mengukur perubahan fisiologis tubuh pada saat menjawab ya atau tidak atas beberapa pertanyaan yang diajukan. Asumsinya, bahwa seseorang yang berbohong akan mengalami beberapa perubahan fisiologis, dan seseorang yang tidak berbohong tidak terjadi perubah-an fisiologis. Keakuratan dari penggunaan alat pendeteksi kebohongan

(Lie Detector) pada seorang tersangka/

pelaku tindak-tindak pidana sangat rentan kebenarannya karena hanya melihat detak jantung, denyut nadi, serta perubahan fisik dan hasil dari tes Lie Detector dapat dimanipulasi dengan cara membuat kondisi tegang bagi orang yang akan diujikan kebohongan.7

Pada perkembangannya, alat pendeteksi kebohongan (Lie Detector) memiliki banyak kendala dalam penggunaannya. Persoalan yang kerap muncul saat penggunan Lie

Detector adalah mengukur tingkat

kegelisahan seseorang. Kebanyakan orang menjadi gelisah ketika menghadapi tes Lie

Detector, alasannya dikarenakan seseorang

yang di tes dengan Lie Detector mengalami rasa takut yang tinggi ketika menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang menjebak dari penyidik.

7YustiProbowatiRahayu,Lie

DetectorTidakPopularDalamPenangananKasus Korupsi,www.hukumonline.com,Diaksespada tanggal 3 September 2017,Pukul 18.30 WIB.

Lie detector dalam penggunaannya sangat

rentan kebenarannya. Karena melihat detak jantung dan denyut nadi akan berjalan secara normal. Namun apabila ia berbohong maka akan ada perubahan fisik dari detak jantung atau denyut nadi. Perubahan fisik itu bias terjadi tergantung keadaan disekitarnya. Misalnya apabila orang tersebut sedang tidak fit secara psikologi, mungkin karena tekanan disekitarnya, sehingga ia berdebar-debar. Selanjutnya ada beberapa pendapat yang menyatakan hasil dari lie detector bias dimanipulasi/terganggu akurasinya akibat beberapa kendala dianataranya kondisi

nervous (gugup), stress, lelah atau

sakit.Sealin itu pula kondisi dimana yang bersangkutan sudah amat terlatih menghadapi uji kebohongan, sehingga mampu meng-handle pertanyaan-pertanyaan yang menjebak. Dengan begitu hasil dari laat ui kebohongan ini bias saa menampilakan suatu pola yang tidak menunjukkan kalau orang tersebut berbohong.8

Keakuratan alat pendekteksi kebohongan

(Lie Detector) ini telah menjadi perdebatan

bagi para penegak hukum. Pada tahun 2003

National Academy of Sciences (NAS)

menerbitkan sebuah laporan berjudul

Polygraph dan Lie Detector, yang

menyatakan bahwa penggunaan alat pendeteksi kebohongan pada proses pemeriksaan tidak dapat dipercaya. Kajian-kajian ilmiah National Academy of Sciences menyimpulkan beberapa kendala dari alat pendeteksi kebohongan (Lie Detector) antara lain yaitu:

a) Pengujian alat pendeteksi kebohongan tidak dapat dilakukan berulang kali terhadap seorang tersangka/pelaku yang sama.

b) Kondisi seorang pelaku dengan tingkat kesadaran yang menurun dapat membuat alat pendeteksi

(11)

kebohongan tidak mampu mendeteksi secara efektif.

Kendala lain yang timbul dari penggunaan alat pendeksi kebohongan ialah pada proses pengujiannya. Menurut Reza Indra giriter dapat 2 (dua) kendala pada proses pengujian alat pendeteksi kebohongan (Lie Detector) antara lain yaitu:

a) Face negate ialah orang yang

bersalah diuji dengan Lie Detector merasa takut dan gugup, sehingga pengujian tersebut dianggap gagal dan orang tersebut divonis berbohong.

b) Fece positif ialah orang yang

bersalah diuji dengan Lie Detector tidak merasa takut dan gugup, sehingga pengujian tersebut dianggap berhasil dan orang tersebut divonis jujur.9

Berdasarkan hasil wawancara peneliti diketahui bahwa faktor penghambat dalam penggunaan alat lie detector adalah keterbatasan ahli dari aparatur penegak hukum (anggota polri) yang menguasai penggunaan dan pembacaan hasil dari tes kebohongan atau lie detector, dikarenakan berhubungan dengan bagian tubuh manusiayang memberikan sinyal berupa tangan gemetar, keluar keringat, jantung berdetak kencang setelah itu baru menyambung dengan berbagai peralatan untuk membuktikannya. Pengungkapan kasus yang membutuhkan pengakuan jujur maka harus diusulkan penggunaan lie detector.10

9Ridlwan Habib, Dosen yang Pelajari Alat

Pendeteksi Kebohongan, http://jambi

independent.co.id, Diakses pada tanggal 3 September 2017, Pukul 17.15 WIB.

10Hasil wawancara dengan Rabu 2 Agustus 2017

(11.00.WIB)

Proses pengujian alat pendeteksi kebohongan (Lie Detector) biasanya dipergunakan pada tindak pidana umum, misalnya pembunuhan, pemerkosaan, dan pencurian, alasannya dikarenakan tidak ada saksi-saksi lain dalam proses pemeriksaan. Pada tindak pidana khusus, misalnya korupsi, pengujian alat pendeteksi kebohongan (Lie Detector) juga dapat dipergunakan oleh penyidik, namun pada praktiknya alat pendeteksi kebohongan (Lie

Detector) jarang dipergunakan pada proses

pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik, dikarenakan pada kasus tindak pidana korupsi bukti-buktinya sudah mencukupi sehingga penggunaan alat pendeteksi kebohongan (Lie Detector) tidak diperlukan lagi oleh penyidik.

.

Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mengenai hasil test lie

detector dengan polygraph merupakan

sebuah instrumen yang dapat mengukur dan menyimpan berbagai respon psikologis seperti tekanan darah, detak jantung, kondisi kulit tubuh pada saat penyidik mengajukan sejumlah pertanyaan kepada tersangka. Namun dalam pelaksanaannya lebih sering dilakukan oleh seorang psikolog, dan hasil akhir untuk menilai tingkat kebohongan itu juga ditentukan oleh psikolog tadi. Polisi yang menangani kasus, biasanya akan menerima hasil yang sudah matang dari psikolog tersebut. Psikolog tentunya akan lebih memahami masalah kejiwaan, sehingga apabila pemeriksaan lie detector dilakukan oleh mereka, maka hasilnya akan lebih akurat dan obyektif.11

Petugas Kepolisian yang berbasiskan pendidikan atau keahlian psikolog, masih sangat sedikit dan harus terbagi dijajaran kepolisian dimulai dari Mabes Polri dan Kepolisian Daerah (Polda) itupun masih berkutat dengan tugas-tugas umum

(12)

kepolisian lainnya seperti tes penerimaan anggota polri, tes kenaikan pangkat, tes persenjataan, serta tes penempatan personil untuk bidang atau fungsi tugas kepolisian. Psikolog kepolisian yang khusus bekerja di bagian reserse kriminal baik umum maupun khusus untuk Polda Lampung dapat dikatakan tidak ada, jika terkait dengan pemeriksaan forensik kepolisian, masih harus berkoordinasi dengan laboratorium forensik kepolisian yang ada di Polda Sumatera Selatan yang membawahi seluruh jajaran kepolisian eks Polda Sumatera Bagian Selatan.

Kepolisian Daerah Polda Lampung saat ini selain berkoordinasi dengan laboratorium forensik kepolisian Polda Sumatera Selatan, juga memaksimalkan kerjasama dengan Universitas-Universitas yang ada di Provinsi Lampung, yang memiliki program studi atau jurusan psikologi agar bisa melatih anggota polri untuk memahami ilmu psikologi dasar agar bisa membantu tugas pokok dan fungsi kepolisian.

Alat tes kebohongan atau lie detector bisa mengungkap fakta sebenarnya. Sebab, kadang sulit bagi penyidik untuk melihat kebohongan seseorang jika orang tersebut pintar menyembunyikan fakta.Penggunaan teknologi lie detector sudah teruji mampu mengungkap kebohongan seseorang sebagai mekanisme pertahanan diri untuk menghindari masalah yang bersinggungan dengan hukum, untuk mendapatkan fakta yang lebih akurat, penyidik kepolisian perlu meminta bantuan dari para psikolog. Kerjasama dengan dokter atau psikolog akan sangat membantu menganalisa hasil kerja dari teknologi lie detector. Psikolog tentunya akan lebih memahami masalah kejiwaan, sehingga apabila pemeriksaan lie

detector dilakukan penyidik bersama

psikolog maka hasilnya akan lebih akurat dan obyektif. Mengungkap kebohongan

melalui lie detector, akan sangat membantu penyidik untuk menelusuri lalu lintas transaksi yang dilakukan oleh para pelaku. Saya yakin jika alat itu digunakan dan ada kerjasama dengan psikolog, maka pihak-pihak yang diduga terlibat akan ketahuan karena semua akan dianalisa melalui polygraph. Fitnah keji, kebohongan dan penipuan kerap melanda negeri ini.Ada banyak kasus yang tidak jelas kebenarannya, dan akhirnya kita tidak tahu siapa yang benar dan siapa yang salah.

Penliti menganalisis bahwa faktor penghambat penggunaan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) dalam proses penyidikan adalah masih sedikitnya penyidik yang ahli dalam psikologi dan bisa meggunakan alat tes kebohongan atau lie

detector serta membaca hasil pemeriksaan

untuk dijadikan analisa hasil yang membantu penyidikan dalam menentukan apa yang disampaikan tersangka benar atau tidak. Penggunaan lie detector sendiri berhubungan dengan tubuh manusia yang disambungkan dengan alat sensor terhubung komputer.Selain itu pula penghamabat lainnya ada tingkat akurasi yang kurang dari alat pendeteksi kebohongan tersebut yang dipengaruhi oleh beberapa alasan,baik dari kondisi tubuh si orang yang menggunakan karena gugup dll, maupun kemampuan si orang tersebut untuk memanipulasi jawaban-jawaban yang menjebak.

III. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(13)

tersangka bukan menjadi alat bukti utama untuk menggali keterangan pelaku.Hasil dari alat pendeteksi kebohongan itu tidak dapat berdiri sendiri, namun ada dua elemen hukum pidana yang tidak dapat dideteksi alat pendeteksi kebohongan(lie detecto)r, hasil pemeriksaan deteksi kebohongan itu tidak dapat mengetahui bukti perbuatan (akta serius) dan pikiran jahat

(mens rea), cara kerja lie detector adalah

dengan menempelkan atau memasang alat di tubuh seseorang dan mengajukan pertanyaan kepada orang yang diuji serta hasil dari tes tersebut akan tertulis di kertas photograph yang dapat dibaca atau diperiksa oleh ahlinya (dokter dan psikolog) serta penyidik, serta hasil pemeriksaan lie detector harus disandingkan dengan alat bukti lainnya untuk memperkuat proses penyidikan kepolisian.

2. Faktor yang menjadi penghambat penggunaan alat bantu pendeteksi kebohongan (lie detector) dalam proses penyidikan antara lain sebagai berikut:; a. Faktor aparat penegak hukum, yaitu

secara kuantitas masih terbatasnya jumlah penyidik dan secara kualitas sumber daya manusia yang ahli dalam psikologi,sehingga kurang menguasai penggunaan lie detector b. Faktor sarana dan prasarana, yaitu

tingkat akurasi yang kurang dari alat pendeteksi kebohongan tersebut yang dengan mudah dipengaruhi oleh beberapa alasan,baik dari kondisi tubuh si orang yang menggunakan karena gugup dll,penggunaan obat penenang yang dapat membantu mau si orang tersebut untuk memanipulasi jawaban-jawaban yang menjebak. c. Faktor masyarakat, yaitu kebiasaan

masyarakat untuk berlaku tidak jujur.

Saran dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut:

Pihak kepolisian diharapkan dapat menambah personil penyidik yang berbasiskan pendidikan atau keahlian psikolog agar dapat lebih menguasai penggunaan alat pendeteksi kebohongan (lie

detector).

DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, Agung. 2005. Tranformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta: Pembaruan.

Kurniawan. Moch Haikhal. 2008. Penggunaan Metode Sketsa Wajah Dalam Menemukan Pelaku Tindak

Pidana. Surakarta: Universitas

Muhamaddiyah Surakarta.

Lubis, dkk. 1987. Teori Organisasi (Suatu

Pendekatan Makro). Jakarta: Pusat

Antar Universitas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia.

Makarim, Edmon. 2003. Komplikasi Hukum

Telematika. Jakarta: Rajawali

Grapindo Persada.

Marpaung, Leden. 2009. Proses

Penanganan Perkara Pidana

(Penyelidikan dan Penyidikan).

Jakarta: Sinar Grafika.

Masriani, Yulies Tiena. 2004. Pengantar

Hukum Indonesia.Jakarta: Sinar

Grafika.

(14)

Prodjohamijojo, Martiman. 2004. Pengantar

Hukum Indonesia. Jakarta: Ghalia

Indonesia

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar

Penelitian Hukum. Bandung: UI

Press Alumni..

________________. 2008. Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Penegakan

Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.

Undang-undang terkait :

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tugas dan Kewenangan Polisi..

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Internet :

http://www.gresnews.com/berita/hukum/101 257-menakar-penggunaan-alat- pendeteksi-kebohongan-dalam-kasus-jis/0/.

Ika Abshita Dewi, Psikologi Pembelajaran Matematika,

Referensi

Dokumen terkait

4.1.3 Analisa tentang pengetahuan responden tehadap rangkaian VLAN selepas penggunaan alat bantu. Sejumlah yang memberi maklumbalas seperti dalam Rajah 10, terdapat 55%

PERBANDINGAN PENGGUNAAN MEDIA ALAT BANTU DAN TANPA PENGGUNAAN MEDIA ALAT BANTU TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ALAT BANTU REAKSI GERAKAN TANGAN BAGI KAUM DISABILITAS Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu.. EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ALAT

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh penggunaan alat bantu Smarter Spotter terhadap hasil belajar sikap kayang, peneliti mengemukakan saran

Telah dirancang alat bantu pendeteksi stress pada manusia dengan parameter fisiologis stress. Stress adalah respon umum terhadap adanya tuntutan pada tubuh. Tuntutan

Hasil analisis data diatas dapat disimpulan bahwa penggunaan alat bantu pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar lompat jauh gaya hang style pada peserta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1) Perbedaan pengaruh penggunaan alat bantu tali dan bantuan teman terhadap peningkatan keterampilan back handspring,

Oleh karena itu, hal yang membuat penasaran penulis adalah bagaimana implikasi yang ditimbulkan dari penggunaan alat bantu penerjemahan CAT Tools ini baik implikasi positif maupun