• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN HASIL PENELITIAN PENGARUH ZONASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN HASIL PENELITIAN PENGARUH ZONASI"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN HASIL PENELITIAN

PENGARUH ZONASI MANGROVE TERHADAP KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI PANTAI BAMA TAMAN NASIONAL BALURAN

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Konservasi Sumber Daya Alam

Dosen Pengampu:

Ir. H. Mahmud Siregar, M.Si

Tim Peneliti:

Martha Alfiani 1113016100001 Ratih Aulia 1113016100012

Nurhasanah 1113016100019

Yolanda Mustika 1113016100022 Nuraida Achsani 1113016100026

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2016

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan penelitian yang berjudul “Pengaruh Zonasi Mangrove Terhadap Keanekaragaman Gastropoda di Pantai Bama Taman Nasional Baluran”, merupakan laporan akhir pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh kelompok VI, dan telah memenuhi ketentuan dan kriteria penulisan laporan akhir penelitian sebagaimana yang ditetapkan oleh dosen pengampu matakuliah Pengantar Konservasi Sumber Daya Alam (PKSDA) Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Syraif Hidyatullah Jakarta.

Jakarta, 27 Desember 2016

Koordinator Penelitian

Nuraida Achsani

NIM. 1113016100026

Mengetahui,

Pengampu Matakuliah PKSDA Dan Dosen Pembimbing

Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si NIP. 19540310 198803 1 001

Ketua Jurusan Prodi Pendidikan Biologi

Dr. Yanti Herlanti, M.Pd NIP. 19710119 200801 2 010

(3)

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Kami yang bertandatangan di bawah ini ; 1. Nama : Nuraida Achsani

1. Judul penetian “Pengaruh Zonasi Mangrove Terhadap Keanekaragaman

Gastropoda di Pantai Bama Taman Nasional Baluran” merupakan karya

orisinal kami.

2. Jika di kemudian hari ditemukan fakta bahwa judul, hasil atau bagian dari laporan penelitian kami merupakan karya orang lain dan/atau plagiasi, maka kami siap mendapatkan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk digunakan sebagaimana mestinya.

(4)

Ratih Aulia

NIM. 1113016100012

Yolanda Mustika

NIM. 1113016100022 ABSTRAK

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode transek plot. Plot yang digunakan berukuran 5x5 m2 dari sepanjang transek secara sistematis. Pencatatan data Gastropoda dilakukan dengan menghitung jumlah individu tiap jenis Gastropoda yang ditemukan di dalam masing-masing plot 5x5 m2. Deskripsi dilakukan di Laboratorium Biologi Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu juga dilakukan pengukuran data abiotik yang meliputi kelembaban, pH, dan Cahaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zona intertidal pantai Bama Taman Nasional Baluran memiliki kondisi lingkungan dengan rata-rata kelembaban air yaitu10%, pH 6,5-7,5 Cahaya (Ch) yaitu 200, dan ditemukan variasi substrat diantaranya yaitu pasir, batu, dan lumpur berpasir. Pada kondisi lingkungan tersebut, di zona intertidal pantai Bama Taman Nasional Baluran ditemukan 9 jenis Gastropoda dengan indeks keanekaragaman jenis (H’) yaitu sebesar 0,121-1,269 dan indeks keseragaman jenis (J’) sebesar 0,110- 0,915. Menurut Fachrul (2008), Nilai indeks keanekaragaman tersebut tergolong rendah, karena nilai H’= 1-2 menunjukkan tingkat keanekaragaman rendah. Sedangkan nilai indeks keseragaman jenis (J’) menurut Soegianto (1994) termasuk sedang, karena nilai J’= 0 menunjukkan tingkat keseragaman jenis rendah, dan nilai J’= 1 menunjukkan tingkat keseragaman tinggi.

Kata kunci : Zonasi, Mangrove, Keanekaragaman, Gastropoda, Pantai bama baluran

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji hanya bagi Allah semata yang telah memudahkan kami dalam menyelesaikan tugas ini dengan segala kemampuan yang Allah berikan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW yang semoga kita semua senantiasa selalu ada dijalan yang beliau telah ajarkan, yaitu jalan islam yang kaffah (menyeluruh) dalam semua sendi kehidupan yang kita arungi sampai akhir hayat kita nanti.

Dibuatnya makalah ini sesungguhnya merupakan salah satu langkah dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Pengantar Konservasi Sumber Daya Alam, laporan hasil penelitian ini sekaligus menjadi bukti atau bentuk kesungguhan kami dalam hal-hal yang berkaitan dengan mata kuliah tersebut. Laporan hasil penelitian ini tentang Pengaruh Zonasi Keanekaragaman Gastropoda di Hutan Manggrove Pantai Bama Taman Nasional Baluran. Dengan dibuatnya laporan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu wasilah atau perantara yang bermanfaat bagi para pembacanya.

Pada penulisan laporan hasil penelitian ini tidaklah lepas dari berbagai kekurangan dan tentunya masih banyak hal-hal yang perlu direvisi atau diperbaiki sekiranya terdapat kesalahan ataupun kekurangan, karenanya kritik dan saran yang membangun akan sangat berguna bagi penulis untuk kelangsungan penyempurnaan makalah selanjutnya.

Jakarta, Desember 2016

Peneliti

(6)

DAFTAR ISI A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 2

C. Pembatasan ... 3

D. Perumusan Masalah ... 3

E. Tujuan ... 3

F. Kegunaan (Manfaat) Penelitian ... 3

BAB II. KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritik ... 4

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 13

C. Kerangka Berpikir ... 14

D. Hipotesis Penelitian ... 15

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

B. Metode Penelitian ... 16

C. Populasi dan Sampel ... 16

D. Teknik Pengumpulan Data ... 16

E. Teknik Analisis Data ... 17

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 20

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 29

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel

1 Kondisi Habitat Mangrove ... 21 Tabel

2 Keanekaragaman Gastropoda ... 22 Tabel

3 Analisis Nilai Penting (INP) ... 26 Tabel

4 Kepadatan Individu pada setiap zona ... 28 Tabel

5

Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), Dominansi (C) Setiap Zona ... 28

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Zona A ... 20

Gambar 2 Zona B ... 20

Gambar 3 Zona C ... 21

Gambar 4 Keanekaragaman Spesies per Zona ... 22

Gambar 5 Littorina scaba ... 23

Gambar 6 Terebrli sulcata ... 23

Gambar 7 Latirus polygonus ... 24

Gambar 8 Monodonta labio ... 24

Gambar 9 Cymatium pileare ... 24

Gambar 10 Nerita undata ... 25

Gambar 11 Nerita plicats ... 25

Gambar 12 Engina zonalis ... 25

Gambar 13 Cypraea arabica ... 25

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir tropis atau sub-tropis yang sangat dinamis serta mempunyai produktivitas, nilai ekonomis, dan nilai ekologis yang tinggi

(Susetiono, 2005; Suwondo, 2006). Hutan mangrove sebagai daerah dengan produktivitas yang tinggi memberikan kontribusi besar terhadap detritus organik yang sangat penting sebagai sumber energi bagi biota yang hidup di sekitarnya (Suwondo, 2006). Di dalam hutan mangrove hidup berbagai jenis hewan dan tumbuhan mulai dari mikrobia, protozoa hingga yang berukuran besar seperti ikan, moluska, krustacea, reptil, burung (avifauna), dan mamalia. Krustacea dan moluska merupakan kelompok hewan yang dominan dalam ekosistem hutan mangrove (Hutchings dan Saenger, 1987 dalam Susetiono, 2005), dimana kelompok hewan-hewan tersebut mempunyai peran penting dalam membangun fungsi dan struktur dari mangrove itu sendiri (Lee, 1999 dalam Susetiono, 2005).

Hutan mangrove di Indonesia merupakan salah satu kawasan terluas di dunia dengan tingginya keanekaragaman hayati serta strukturnya yang paling bervariasi di dunia. Luas hutan mangrove di Indonesia diperkirakan sekitar 4,25 juta ha (sekitar 27 % luas hutan mangrove dunia) (Irwanto, 2006). Menurut Giesen (1993), hutan mangrove di Jawa Timur berkurang dari luasan 7.750 ha menjadi 500 ha dan kawasan mangrove yang tersisa diperkirakan kurang dari 1%. Untuk itu diperlukan upaya konservasi melalui upaya inventarisasi dan mengetahui kondisi keanekaragaman flora, fauna dan jasad renik maupun ekosistemnya (Rugayah dan Suhardjono, 2007).

(10)

Keberadaan organisme dalam hutan mangrove dapat memberikan gambaran mengenai kondisi fisik, kimia danbiologi dari suatu perairan tersebut. Salah satunya biota yang dapat digunakan sebagai parameter biologi dalam menentukan kondisi suatu perairan adalah hewan gastropoda.

Gastropoda adalah golongan invertebrata yang sebagian besar atau seluruh hidupnya berada di dasar perairan, bergerak secara lambat dengan ukuran lebih besar dari 1 mm (Parsons dkk. 1997:180). Perubahan lingkungan perairan baik fisika, kimia dan penambahan bahan pencemar dapat berpengaruh terhadap kelimpahan, komposisi dan tingkat keanekaragaman gastropoda tersebut (Wilhm 1975:377).

Gastropoda pada hutan mangrove berperan penting dalam dekomposisi serasah dan mineralisasi materi organik terutama yang bersifat herbivore dan detritivore dengan kata lain, gastropoda berkedudukan sebagai dekomposer. Kehadiran gastropoda sangat ditentukan oleh adanya vegetasi mangrove (Suwondo, dkk, 2006 dalam Sari, dkk, 2012).

Pemanfaatan mangrove yang mungkin sudah berlebihan oleh masyarakat, tentunya akan berpengaruh pada kehadiran gastropoda. Untuk itu, perlu diketahui komposisi dan keanekaragaman gastropoda ekosistem mangrove di wilayah hutan mangrove Pantai Bama, Taman Nasional Baluran, sehingga menjadi salah satu bentuk informasi dalam pengelolaan dan pelestarian ekosistem mangrove di wilayah tersebut.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat di identifikasi masalah-masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah keanekaragaman jenis anggota Kelas Gastropoda di Hutan Mangrove Taman Nasional Baluran ?

(11)

Gastropoda di Hutan Mangrove Taman Nasional Baluran ?

3. Bagaimanakah karakter substrat Gastropoda di Hutan Mangrove Taman Nasional Baluran ?

C. Pembatasan

Agar penelitian ini terarah dan tidak terlalu meluas, ruang lingkup masalah yang akan diteliti dibatasi pada keanekaragaman gastropoda dan morgologi gastropoda di setiap zona.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang diuraikan, maka rumusan masalah di penelitian ini “Pengaruh Zonasi Mangrove Terhadap Keanekaragaman Gastropoda di Pantai Bama Taman Nasional Baluran”.

E. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui keanekaragaman jenis anggota Kelas Gastropoda di Hutan Mangrove Taman Nasional Baluran.

2. Mengetahui karakter morfologi, setiap jenis anggota Kelas Gastropoda di Hutan Mangrove Taman Nasional Baluran.

F. Kegunaan (Manfaat) Penelitian

(12)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Zonasi Hutan Mangrove

Jenis-jenis tumbuhan di hutan bakau bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan fisik, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bias sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya. Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.

Menurut Suryono (2013), pembagian zonasi pertumbuhan sering dibagi berdasarkan daerah penggerangan dan jenis tumbuhan yang tumbuh pada daerah tersebut. Misalnya menurut daerah yang tergenang diklasifikasikan dalam 3 zonasi yaitu:

1. Zona proksimal adalah zona yang dekat dengan laut atau zona terdepan. Pada daerah ini biasanya ditemukan jenis-jenis Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, dan Sonneratia alba.

2. Zona middle adalah zona yang terletak diantara laut dan darat atau zona pertengahan. Biasanya ditemukan jenis-jenis: Sonneratia caseolaris, Bruguiera gymnorhiza, Avicennia marina, Avicennia officinalis dan Ceriops tagal.

(13)

Pongamia sp, Xylocarpus sp, Pandanus sp, dan Hibiscus tiliaceus.

2. Gastropoda

a. Anatomi dan Morfologi

Gastropoda adalah hewan dari filum Moluska yang bercangkang tunggal. Gastropoda berasal dari kata gastros artinya perut dan podos artinya kaki. Gastropoda berarti hewan yang berjalan dengan kaki perut. Kelas Gastropoda merupakan kelas terbesar dari Moluska. Lebih dari 75.000 jenis yang ada telah Diidentifikasi dan 15.000 jenis di antaranya dapat dilihat bentuk fosilnya (Ruppert & Barnes, 1994). Kelas Gastropoda sebagian besar mempunyai cangkang (rumah) dan berbentuk kerucut terpilin (spiral). Cangkang Gastropoda yang berputar kearah kanan searah dengan jarum jam disebut dekstral, sebaliknya bila cangkangnya berputar berlawanan arah dengan jarum jam disebut sinistral (Ruppert & Barnes, 1994). Namun ada pula Gastropoda yang tidak memiliki cangkang, sehingga sering disebut siput telanjang (vaginula). Hewan ini terdapat di laut dan ada pula yang hidup di darat (Rusyana, 2011). Struktur umum morfologi cangkang Gastropoda terdiri atas: protoconch/apex, whorl, axial sculpture, spiral sculpture, suture, posterior canal, aperture, columella, siphonal, outer lip, inner lip, dan operculum (Browning, 2013).

(14)

cara sendiri-sendiri dalam membentuk cangkangnya, sehingga cangkang tersebut tidak sama dengan cangkang Gastropoda dari jenis lainnya (Heryanto et al., 2003).

Pada saat Gastropoda aktif sebagian tubuhnya menjulur dari cangkangnya, yaitu bagian kepala, leher dan kaki perut. Pada bagian kepala Gastropoda terdapat mulut dan dua pasang tentakel, kemudian pada ujung tentakel yang lebih panjang terdapat mata, pada sisi sebelah kanan leher terdapat lubang genital, kaki perut merupakan otot yang kuat dan memiliki bentuk yang melebar pipih dan mengeluarkan lendir yang berfungsi untuk memudahkan pergerakan (Oemarjati & Wardhana, 1990). Gastropoda mempunyai tubuh yang asimetri dengan mantel yang terletak di bagian anterior, isi perutnya tergulung spiral ke arah posterior. Di dalam rongga mantel terdapat organ-organ diantaranya organ pencernaan, pernafasan, serta organ genitalis untuk reproduksi. Saluran pencernaan berupa mulut (terdapat lidah parut dan gigi radula), faring yang berotot, kerongkongan, lambung, usus, dan anus (Sutikno, 1995). Alat pernapasan Gastropoda darat berupa paru-paru (modifikasi dari rongga mantel yang kaya dengan kapiler darah) dan berupa insang pada Gastropoda laut. Gastropoda umumnya hermaprodit, tetapi untuk fertilisasi diperlukan spermatozoa dari individu lain, spermatozoa dari induk yang sama tidak dapat membuahi sel telur karena pematangan gamet tidak serentak (Rusyana, 2011). Makanan Gastropoda adalah tumbuhan air (baik yang masih segar maupun yang telah membusuk), sisa hewan, cacing air, dan ada pula yang memangsa jenis Gastropoda lainnya (Djajasasmita, 1999).

b. Klasifikasi

(15)

Prosobanchia, dan Pulmonata. Gastropoda anggota subkelas Prosobanchia dan Opisthonbranchia bernafas dengan menggunakan insang, sedangkan Gastropoda anggota subkelas Pulmonata bernafas dengan menggunakan paru-paru. Gastropoda anggota subkelas Prosobanchia dan Opisobranchia memiliki perbedaan pada letak insang. Insang Prosobanchia terletak pada bagian anterior sedangkan insang Opisthobranchia terletak pada bagian posterior (Pechenik, 1996).

1) Subkelas Prosobranchia

Subkelas Prosobranchia umumnya mempunyai cangkang berbentuk spiral, rongga mantel biasanya berada di anterior dekat kepala. Di dalam rongga mantel terdapat osphradia, ctenidia, kelenjar hypobranchial, anus, dan nephridiopores. Subkelas ini memiliki tentakel, cangkang tertutup oleh tumbuhan (herbivora), memiliki 26 famili (Brusca & Brusca, 2003). Insang primitif berjumlah satu atau dua buah yang tersusun dalam dua baris filamen, jantung beruang dua, metanephridia berjumlah dua buah. Beberapa dari ordo ini berbentuk simetri bilateral dengan sepasang ginjal, jantung dengan dua atrium (Verma, 2005). Mereka dapat ditemukan di laut dangkal yang bertemperatur hangat, menempel di permukaan karang di daerah pasang surut serta di muara sungai. Contoh ordo Archaeogastropoda adalah Haliotis, Trochus, Turbo, Nerita dan Acmaea (Dharma, 1988).

b) Ordo Mesogastropoda

(16)

Insangnya tersusun dalam satu baris filamen, jantung beruang satu, nefridium berjumlah satu buah, mulut dilengkapi dengan radula yang berjumlah tiga buah dalam satu baris. Hewan ini hidup di daerah hutan bakau atau pohon-pohon, karang-karang di tepi pantai, laut dangkal bertemperatur hangat, laut dalam, di balik koral, di atas hamparan pasir dan parasit pada binatang laut. Contoh ordo Mesogastropoda adalah Crepidula, Littorina, Campeloma, Pleurocera, Strombus, Charonia, dan Vermicularia (Dharma, 1988).

c) Ordo Neogastropoda

Ordo Neogastropoda memiliki 24 famili yang umumnya hidup di lautan (Brusca & Brusca, 2003). Insang hanya satu dan tersusun dalam satu baris filamen, nefridium berjumlah satu buah, mulut dilengkapi dengan radula yang berjumlah tujuh buah atau kurang dalam satu baris. Hewan ini hidup di daerah pasang surut beriklim tropis, pada batu karang yang bertemperatur panas, laut lepas pantai, laut dangkal dan laut yang berlumpur. Contoh ordo Neogastropoda adalah Murex, Conus, Colubraria, Hemifusus, dan Bagylonia (Dharma, 1988).

2) Subkelas Ophistobranchia

Anggota subkelas Ophistobranchia umumnya Gastropoda laut yang memiliki dua buah insang yang terletak di posterior, operculum umumnya tereduksi dan organ reproduksi berumah satu (Verma, 2005). Ophistobranchia memiliki tentakel 1-2 pasang, cangkang sangat tipis atau tidak ada, hermaprodit, dan memiliki lebih dari 100 famili (Brusca & Brusca, 2003). Dharma (1988), subkelas ini dibagi menjadi delapan ordo yaitu: a) Ordo Cephalaspidae

(17)

dilengkapi dengan rongga mantel, parapodia biasanya ada dan lebar. Contoh ordo Cephalaspidea adalah Bulla.

b) Ordo Anaspidea

Cangkang tereduksi atau jika ada terletak internal, kepala tanpa rongga mantel dan jika ada sangat kecil, rongga mantel pada sisi kanan menyempit dan tertutup oleh parapodia yang lebar. Contoh ordo Anaspidea adalah Aplysia.

c) Ordo Thecosomata

Cangkang berbentuk kerucut rongga mantel besar, parapodia lebar dan merupakan modifikasi dari kaki yang berfungsi sebagai alat renang, hewan berukuran mikroskopik dan bersifat planktonik. Contoh ordo Thecosomata adalah cavolinia.

d) Ordo Gymnosomata

Tanpa cangkang dan mantel, hewan berukuran mikroskopik dan bersifat planktonik. Misalnya Clione Cliopsis, Pneumoderma.

e) Ordo Notaspidea

Cangkang terletak internal dan sebagian eksternal, rongga mantel tidak ada, plicate gil satu buah, terletak disisi kanan. Contoh ordo Notaspidea adalah Umbraculum.

f) Ordo Acohilidiacea

Tubuh kecil diliputi spikula, tanpa cangkang, insang ataupun gigi, visceral mass besar dan memipih pada batas kaki. Contohnya Hedylopsis dan Microhedyle.

h) Ordo Sacoglossa

Radula dan cangkang mengalami modifikasi menjadi alat penusuk dan pengisap alga. Contoh ordo Sacoglossa adalah Berthelinia.

i) Ordo Nudibranchia

(18)

permukaan dorsal tubuh dilengkapi cerata berupa tonjolan dari kelenjar pencernaan. Contoh ordo Nudibranchia adalah Glossodoris.

3) Subkelas Pulmonata

Subkelas Pulmonata umumnya hidup di daratan sehingga sering disebut siput tanah (Brusca & Brusca, 2003). Anggota subkelas ini bernapas dengan paru-paru, cangkang berbentuk spiral, kepala dilengkapi dengan satu atau dua pasang tentakel, sepasang di antaranya mempunyai mata, rongga mantel terletak di anterior yang termodifikasi dan berfungsi sebagai paru-paru (Verma, 2005). Sub kelas ini dibagi menjadi dua ordo yaitu: a) Ordo Stylommatophora

Ordo Stylommatophora umumnya hidup di daratan, memiliki cangkang atau tidak bercangkang, spesies dari ordo ini ± 15.000 spesies (Brusca & Brusca, 2003). Tentakel berjumlah dua pasang, sepasang di antaranya mempunyai mata pada bagianujungnya (Dharma, 1988). Contoh anggota Ordo Stylommatophora adalah Achattina, Triodopsin dan Limax.

b) Ordo Basommatophora

Ordo Basommatophora umumya hidup di air tawar, tidak memiliki operculum, memiliki cangkang yang bervariasi dan spiral (Brusca & Brusca, 2003). Tentakel berjumlah dua pasang, sepasang di antaranya mempunyai mata. Contoh ordo Basomatophora adalah Physa (Dharma, 1988).

3. Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Habitat Gastropoda

(19)

salinitas, substrat dasaran, pH, dan kandungan bahan organik. Tiap Jenis Gastropoda memerlukan suatu kombinasi faktor abiotik yang optimum agar jenis tersebut dapat hidup, tumbuh, dan berkembang dengan baik (Ayunda, 2011). Parameter lingkungan yang mempengaruhi kehidupan Gastropoda antara lain yaitu:

a. Suhu

Perubahan suhu dapat mempengaruhi perubahan komposisi, kelimpahan dan keanekaragaman suatu perairan. Secara umum kisaran suhu untuk hidup aktif organisme laut dan air payau adalah 0-35ºC. Organisme yang mampu bertahan pada kisaran suhu yang luas disebut eurythermal, sedangkan organisme yang tahan pada kisaran suhu yang sempit disebut stenothermal (Supriharyono, 2000). Batasan suhu untuk kehidupan di ekosistem mangrove berkisar 20-40ºC (Barnes, 1978). Menurut Hutabarat & Evans (1985), Gastropoda dapat hidup dengan baik pada kisaran suhu 25-35ºC.

b. Salinitas

Salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan perkembangan hutan mangrove. Salinitas akan mempengaruhi penyebaran suatu organisme karena berkaitan dengan kemampuan organisme untuk dapat hidup pada suatu perairan dengan salinitas tertentu (Kustanti, 2011). Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal biota yang bersifat stenohaline dan euryhaline. Biota yang mampu hidup pada kisaran yang sempit disebut sebagai biota biota bersifat stenohaline dan sebaliknya biota yang mampuhidup pada kisaran luas disebut sebagai biota euryhaline. Hutan mangrove dapat tumbuh pada kisaran salinitas antara 1,9 o/oo-87 o/oo akan tetapi kisaran optimal bagi pertumbuhan mangrove adalah 30 o/oo-37 o/oo (Nybakken, 1992). Salinitas optimal bagi Moluska khususnya Gastropoda berkisar antara 26 o/oo-32 o/oo (Odum, 1993).

(20)

pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup disuatu perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang ada di dalamnya (Odum, 1993). Gastropoda umumnya membutuhkan pH antara 6 -8,5 untuk kelangsungan hidup dan reproduksi (Gasper, 1990 dalam Odum, 1993).

d. Substrat

Faktor utama yang menentukan penyebaran Gastropoda adalah substrat dasar perairan. Substrat dengan ukuran partikel yang besar dan kasar mengandung lebih sedikit bahan organik dibandingkan substrat dasaran yang halus. Hal tersebut dikarenakan bahan organik lebih mudah mengendap di substrat dengan partikel halus. Bahan organik merupakan salah satu penyusun sedimen yang berasal dari sisa tumbuhan dan hewan yang mati. Oleh karena itu, keadaan sedimen yang banyak mengandung lumpur, memiliki kandungan bahan organik yang tinggi sehingga merupakan habitat yang sesuai bagi Gastropoda (Bolam, dalam Ayunda, 2011).

B. Hasil Penelitian yang Relevan

(21)

Penelitian kedua yaitu dari Joko Swasono Adi, dkk yang berjudul Komposisi Jenis dan Pola Penyebaran Gastropoda Hutan Manggrove Blok Bedul Segoro Anak Tman Nasional Alas Purwo Banyuwangi menyebutkan bahwa Kelompok Gastropoda yang ditemukan terdiri 18 Famili dan terbagi menjadi 37 jenis. Keanekaragaman Gastropoda di Blok Bedul Segara Anak tersebut dalam Kategori keci H’ = 0,53. Hal ini disebabkan oleh adanya dominasi dari spesies tertentu yang tidak tersebar secara merata sehingga menyebabkan keanekaragamannya menjadi kecil.

C. Kerangka Pikir

Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem alamiah yang unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Fungsi ekologis ekosistem mangrove antara lain: pelindung pantai dari serangan angin, arus dan ombak dari laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), dan tempat pemijahan (spawning ground) bagi biota perairan (Printrakoon and Temkin, 2008: 75).

Makrozoobentos yang hidup di kawasan mangrove lebih didominasi oleh filum moluska yang diwakili oleh beberapa spesis gastropoda yang umumnya hidup menempel pada akar dan batang mangrove serta pada permukaan sedimen (Agard, et al., 1993 dalam Haryoardyantoro, dkk, 2013).

(22)

dan berbagai jenis keong. Molusaca merupakan kelompok hewab yang dominan dala ekosistem mangrove (Hutchings dan Saenger, 1987 dalam Susetiono, 2005), dimana kelompok hewan-hewan tersebut mempunyai peran penting dalam membangun fungsi dan struktur dari mangrove itu sendiri (Lee, 1999 dalam Susetiono, 2005).

Gastropoda pada hutan mangrove berperan penting dalam proses pemecahan serasah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dari materi organik terutama yang bersifat herbivora dan detrivor (Suwondo et.al., 2006). Menurut Kartawinata dkk. (1979), adanya perbedaan jenis substrat dan kemampuannya beradaptasi terhadap lingkungan menyebabkan Gastropoda menyebar secara menegak dan mendatar diperlukan kajian tentang Gastropoda sebagai salah satu kelas dari filum Moluska yang dominan pada ekosistem mangrove. Kajian tentang komunitas Gastropoda di dalam kawasan hutan mangrove pantai bama taman nasional baluran.

Tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui keanekaragaman jenis dan karakter morfologi setiap jenis dan karakter substrat anggota Kelas Gastropoda di Hutan Mangrove Pantai Bama Taman Nasional Baluran dan diharapkan dapat memberikan data dan informasi tentang keanekaragaman jenis anggota Kelas Gastropoda di Hutan Mangrove Taman Nasional Baluran sehingga dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara berkelanjutan, Sebagai informasi tambahan mengenai karakter-karakter morfologi jenis anggota Gastropoda yang dapat digunakan sebagai karakter pembeda antar takson sehingga dapat bermanfaat untuk kepentingan studi dan penelitian lanjutan.

Atas dasar hal tersebut di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian keanekaragaman Gastropoda di Hutan Mangrove Pantai Bama Taman Nasional Baluran.

(23)

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada Pengaruh Zonasi Mangrove Terhadap Keanekaragaman Gastropoda di Pantai Bama Taman Nasional Baluran”.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Waktu penelitian : 23 November - 25 November 2016

Tempat Penelitian : Hutan Mangrove dikawasan Pantai Bama, Taman Nasional Baluran

B. Metodologi Penelitian

(24)

meteran, kamera, tali rapia, patok, toples, formalin 40%, sarung tangan, sepatu booth, buku catatan buku panduan gastropoda, dan alat tulis.

C. Populasi dan Sampel

Pada penelitian ini populasi hutan Manggrove pantai Bama, Taman Nasional Baluran (TNB). Sedangkan sampelmya ada di dekat jembatan yang terletak didaerah kawasan hutan mangrove pantai bama, yaitu ada tiga zona seperti yang diterangkan pada metode penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan dilakukan untuk menentukan lokasi penelitian yang representatif berdasarkan kawaan hutan mangrove di pantai Bama, Baluran yang terdapat keragaman gastropoda.

2. Penentuan plot pengamatan

Plot pengamatan ditentukan pada kawasan hutan mangrove pantai Bama, Baluran dengan membuat 3 plot di zona yaang berbeda.

3. Pengamatan sample

Pengamatan dilakukan dengan mencatat morfologi dari setiap sample gastropda yang di temukan, mendokumentasikan, dan beberpa sample di awetkan didalam toples dengan menggunkan formalin 40%.

E. Teknik Analisis Data

1.Indeks Nilai Penting (INP)

Jumlah dari Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi Relatif (FR) dinyatakan sebagai Indeks Nilai Penting (INP).

Kerapatan = Jumlah individu satu spesies Total individu spesies Kerapatan Relatif = Kerapatan satu spesies

Total kerapatan

(25)

Jumlah titik keseluruhan Frekuensi relatif = Frekuensi satu spesies

Total frekuensi tiap spesies INP = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif

2. Kepadatan Moluska

Kepadatan moluska adalah jumlah individu per satuan luas area. Rumus untuk menghitung kepadatan individu adalah sebagai berikut:

D = Ni A Keterangan:

D = kepadatan moluska (ind/m2) Ni = jumlahindividu spesies moluska A = luas total (m2)

3.Keanekaragaman

Keanekaragaman jenis disebut juga keheterogenan jenis. Indeks keanekaragaman menunjukkan kekayaan spesies dalam suatu komunitas dan juga memperlihatkan keseimbangan dalam pembagian jumlah per individu per spesies. Indeks keanekaragaman dapat dihitung dengan indeks Shannon-Wienner (Maguran 1987) dengan persamaan:

H’ = -∑ Pi ln Pi Keterangan:

H’ = indeks keanekaragaman Pi = ni/N

ni = jumlah individu spesies ke-i N = jumlah individu total

Kriteria hasil keanekaragaman (H’) berdasarkan Shannon-Wiener (Krebs 1989) aalah:

(26)

4. Keseragaman

Perbandingan keanekaragaman dengan keanekaragaman maksimum dinyatakan sebgaia keseragaman komunitas. Indeks keseregaman adalah komposisi individu tiap spesies yang terdpaat dalam suatu komunitas. Indeks keseragaman (Magurran 1987), yaitu:

E = H’ Hmaks Keterangan:

E = indeks keseragaman H’ = indeks keanekaragaman Hmaks = ln S

S = jumlah spesies

5. Dominasi

Dominasi spesies tertentu dapat diketahui dengan menggunakan indeks dominansi Simpson (Magurran 1987), yaitu:

C = ∑ (Pi)2 Keterangan:

(27)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data 1. Zonasi

Gambar 1. Zona A (Basah)

Gambar 2. Zona B (Sedang)

(28)

Kondisi habitat mangrove dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Tabel Kondisi habitat mangrove

No Zon

a

Kondisi Habitat

Kelembaban (Rh) pH Cahaya(Cd)

1 A 10 % 6,5 200

2 B 10 % 6,5 200

3 C 10 % 7,5 200

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa kelembaban di ketiga zona sama yaitu 10%, sedangkan untuk Ph di zona A dan zona B sama yaitu 6,5, dan untuk cahaya ketiga zona tersebut juga sama yaitu 200 Cd.

2. Keanekaragaman gastropoda

Gambar 4. Keanekaragaman Spesies per Zona

(29)

Tabel 2. Tabel Keanekaragaman Gastropoda

No Nama Jenis Zona Jumlah Total

Individu

A B C

1 Littorina scaba 92 4 1 97

2 Terebralia sulcata 0 2 0 2

3 Latirus polygonus 1 0 0 1

4 Monodonta labio 1 0 0 1

5 Cymatium pileare 0 2 0 2

6 Nerita undata 0 1 0 1

7 Nerita plicats 0 0 1 1

8 Engina zonalis 0 0 33 33

9 Cypraea arabica 0 0 1 1

Jumlah total individu 94 9 36 139

Jumlah Total Spesies 3 4 4 9

(30)

tiga zona yang berbeda. Berdasarkan hal itu, zonasi mangrove mempengaruhi keanekaragaman gastropoda.

Gambar 5. Littorina scaba

Gambar 6. Terebrli sulcata

(31)

Gambar 8. Monodonta labio

Gambar 9. Cymatium pileare

Gambar 10. Nerita undata

(32)

Gambar 12. Engina zonalis

Gambar 13. Cypraea arabica

3. Analisis Nilai Penting (INP)

Jumlah dari Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi Relatif (FR) dinyatakan sebacgai Analisis Nilai Penting (INP).

Tabel 3. Tabel Analisis Nilai Penting (INP).

Analisis Nilai Penting (INP)

Jm

l Kerapatan

Kerapatan

relatif (%) Frekuensi

Frekuensi

relatif (%) INP Zon

a A

Littorina

scaba 92 0,98 97,8 0,93 93 190,8

Terebralia

sulcata 0 0 0 0 0 0

Latirus polygonus

(33)

Monodont

sulcata 2 0,22 22 0,33 33.6 55,6

Latirus

polygonus 0 0 0 0 0 0

Monodont

a labio 0 0 0 0 0 0

Cymatium

pileare 2 0,22 22 0,33 33.6 55,6

Nerita

undata 1 0,11 11 0,16 16,3 27,3

(34)

Monodont kepadatan tertinggi terdapat pada zona A yaitu 3,76 ind/m2 dan kepadatan terendah terdapat pada zona B yaitu 0,36 ind/m2 .

Tabel 4. Tabel Kepadatan individu (ind/m2) pada setiap zona

Zonasi Zona A Zona B Zona C

Kepadatan Individu

(ind/m2) 3,76 0,36 1,44

(35)

dominansi tertinggi berada pada stasiun A (0,941) dan terendah pada stasiun B (0,194).

Tabel 5. Tabel Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) setiap zona

Indeks Zona A Zona B Zona C

H’(Keanekaragaman

) 0,121 1,269 0,371

E (Keseragaman) 0,110 0,915 0,267

C (Dominansi) 0,941 0,194 0,841

B. Pembahasan Hasil Penelitian

(36)

Berdasarkan hasil Peneliti, Indeks nilai (NIP) tertinggi di zonasi yang didapatkan adalah jenis Littorina scaba. Yang ditemukan pada Zonasi A. Hal ini menggambarkan bahwa Littorina scaba memberikan peranan yang besar terhadap struktur komunitas molusca dari kelas Gastropoda di pantai Bama tersebut. Jenis ini ditemukan melimpah pada daerah pengamatan dengan karakteristik habitat perairan yang digenangi oleh air dengan kedalaman setengah meter. Kecuali daerah kekeringan. Indeks nilai (INP) terendah ditemukan pada 8 jenis kelas Gastropoda yaitu Terebralia sulcata, Latirus polygonus, Monodonta labio, Cymatium pileare, Nerita undata, Nerita plicats, Engina zonalis, Cypraea arabica. INP terendah menunjukkan bahwa jenis-jenis mempunyai peranan yang kecil terhadap struktur komunitas kelas Gastropoda di daerah pengamatan. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya penyebaran dan keberadaan jenis-jenis tersebut di setiap zonasi mangrove yang diteliti.

(37)

memungkinkan sangat sedikit suplai yang didukung untuk Gastropoda tersebut.

Keanekaragaman jenis pada suatu komunitas dikatakan tinggi jika disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan jenis yang sama atau hampir sama (Handayani, 2006). Seperti hasil yang telah didapatkan, bahwa keanekaragaman pada Zona B lebih tinggi dibandingkan zonasi lainnya. Tingginya nilai keanekaragaman tersebut karena kondisi habitat di lokasi ini selalu terendam air dan memiliki substrat yang bervariasi. Sedangkan keanekargaman terendah ditemukan pada Zona A yang ditandai dengan keberadaan jenis yang menempati daerah tersebut tidak banyak. Hal ini disebabkan oleh pengaruh substrat yang cenderung homogen. Berdasarkan Shannon-wiener (Krebs 1989) yang menyatakan bila H’ < 3,32 maka keanekargaman jenis dinilai rendah. Pada penelitian ini, hasil keanekaragaman pada setiap Zonasi yaitu Zona A (0,21), Zona B (1,269) dan Zona C (0,371). Heddy dan Kurniati (1996) menyatakan bahwa keanekaragaman rendah menandakan ekosistem mengalami tekanan atau kondisinya menurun.

Keseragaman tertinggi terdapat pada Zona B. Hal ini berarti bahwa jumlah individu yang termasuk dalam tiap-tiap spesies yang berada pada Zonasi tersebut jumlahnya cenderung seragam. Keseragaman yang tinggi terutama didukung oleh kesuburan habitat yang dapat mendukung kehidupan setiap spesies yang berada di tempat tersebut. Berbeda dengan Zona A yang memiliki keseragaman terendah dari Zona B dan C. Hal ini menyebabkan jumlah Gastropoda cenderung tidak seragam.

(38)

dalam pasir didaerah perairan. Deskripsi dari Familia Littorinidae ini memiliki cangkang tipis dengan spire mengerucut dan suture sederhana. Spiral ridge lemah menyilang dengan garis pertumbuhan axial. Aperture besar dan memucat. Body whorl membesar. Spire tingi dan tajam. Columella dan pinggiran bibir bagian dalam licin. Bagian luar skulpur dengan spiral striae dan garis pertumbuhan. Whorl jelas. Columella tanpa umbilicus. Warna dan pola gambar pudar dan berubah-ubah. Littorina scaba banyak ditemukan karena spesies ini merupakan golongan herbivor yang memakan mikro flora yang menempel pada batang bakau (pearson, 1986). Ketersediaan makanan yang melimpah menjadi salah satu faktor melimpahnya Littorina scaba. Selain itu, Littorina scaba dikenal telah beradaptasi untuk hidip pada batang mangrove dengan berbagai kondisi (Rosewater, 1970). Oleh karena itu salah satu fungsi hutan mangrove di pantai bama adalah penyedia makanan bagi jenis herbivora seperti Littorina scaba. Oleh karena itu, terjadinya dominasi dipengaruhi juga oleh keberadaan lamun dan karang yang dapat berfungsi sebagai tempat berlindung dan mencari makan, bila keberadaan vegetasi tersebut mulai menyusut atau sedikit, maka hanya jenis-jenis tertentu yang dapat bertahan (Cappenberg & Panggabean 2005). Berbeda dengan Zona B yang memiliki Indeks Dominasi terendah dari yang lainnya. Hal ini dikarenakan pertumbuhan spesies pada Zona tersebut tidak banyak.

(39)

saja; hutan mangrove ikutan (minor mangrove), yaitu magrove yang terdiri atas jenis-jenis campuran; dan tumbuhan asosiasi (associated plants), yaitu berbagai jenis tumbuhan yang berada di sekitar hutan mangrove yang kehidupannya sangat bergantung pada kadar garam, dan kelompok tumbuhan ini biasanya hidup di daerah yang hanya digenangi air laut pada saat pasang maksimum saja (Thomlinson 1986). Dari masing-masing Zonasi yang diteliti hanya 2 jenis manggrove yang diamati yaitu manggrove Rhizopora stylosa atau sejenis bakau- bakauan dengan bakau kayu api (Avicenia sp).

C. Keterbatasan Penelitian

(40)
(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa:

1. Hutan mangrove dapat dibagi menjadi tiga bagian (zona) berdasarkan substratnya yaitu:

a. Zona proksimal adalah zona yang dekat dengan laut atau zona terdepan. Pada daerah ini biasanya ditemukan jenis-jenis Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, dan Sonneratia alba.

b. Zona middle adalah zona yang terletak diantara laut dan darat atau zona pertengahan. Biasanya ditemukan jenis-jenis: Sonneratia caseolaris, Bruguiera gymnorhiza, Avicennia marina, Avicennia officinalis dan Ceriops tagal.

c. Zona distal adalah zona yang terjauh dari laut atau terbelakang. Pada daerah ini biasa ditemukan jenis-jenis Heriteria littoralis, Pongamia sp, Xylocarpus sp, Pandanus sp, dan Hibiscus tiliaceus.

2. Pada setiap zona ditemukan beberapa gastropoda yang sejenis, tetapi ada beberapa gastropoda yang hanya ditemukan di zona tertentu. Hal ini menyebabkan keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi gastropoda di Pantai Bama Baluran.

3. Zonasi berpengaruh terhadap keanekaragaman gastropoda di hutan manggrove pantai bama taman nasional baluran.

B. Implikasi

(42)

C. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui apa saja jenis gastropoda yang terdapat di Pantai Bama Baluran untuk penelitian dikemudian hari.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Agus Kusnadi, dkk. 2008. Moluska Padang Lamun Kepulauan Kei Kecil. LIPI Press : Jakarta

Chusing, D.H. and Walsh, R. 1976. Field Biology and Ecology. McGrew Hill Publishing Company Ltd. New Delhi.

Dharma, B. 1992. Siput dan Kerang Indonesia. Indonesian Shells II. Sarana Graha. Jakarta.

Dharma, B. 2005. Recent & Fossil Indonesian Shells. P. T. Ikrar Mandiri Abadi. Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.

Fajariyah, S. 1991. Komposisi dan Distribusi Moluska di Pantai Sukolilo Kabupaten Bangkalan. Jember:FKIP Universitas Jember.

Gibbons, B. 1992. Seashore Life of Britian and Europe. New Holland

Hawkes, Y. 1978. Invertebrate as Indicator of River Water Quality In: A James And I. Evinson (Eds.) Biological Indicator of Water Quality. John Wiley and Sons. Toronto.

Hutabarat, S. Dan Evans, S.M. 1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Handayani, E. A. 2006. Keanekaragaman Jenis Gastropoda Di Pantai Randusanga Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas MIPA. Universitas negeri Semarang.

Kordi. 2012. Jurus Jitu Pengelolaan Tambak Untuk Budidaya Perikanan Ekonomis. Yogyakarta. Andi Offset.

Krebs, C. J. 1989. Ecologycal Methodology. Harper Collins Publishers. New York.

Muniarti DC. 2010. Keanekaragaman Uca spp. dari Segara-anakan, Cilacap, Jawa Tengah Sebagai Pemakan Deoposit. Fauna Indonesia. 9(1): 19-23.

Mudjiman A., 1989. Udang Renik Air Asin (Artemia salina). Bharatara, Jakarta.

(44)

Noor, Y. R, M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor.

Nateewathana, A dan Tantichodok, P. 1984. Species Composition, Density and Biomass of Macrofauna of a Mangrove Forest at KoYao Yai, Southern Thailand In: E. Soepadmo, A.N. Rao, and D.J. Macintosh (Eds.), Asian Symposium on Mangrove Environment Research & Management. Kuala Lumpur 15-29 August 1980. University of Malaya and Unesco. Ardas SDN BHD. Kuala Lumpur. pp 258-270

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. Jakarta : PT. Gramedia.

Odum, E.P. 1993. Dasar – dasar Ekologi. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press

Parsons, T.R., M. Takahashi, & B.HRGRve. 1997. Biologycal oceanographic processes. 2nd ed. Pergamon Press, Oxford: ix + 332 hlm.

Susetiono. 2005. Krustacea dan Molluska Mangrove Delta Mahakam. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI: Jakarta.

Suwondo, Febrita E., Sumanti F. 2006. Struktur Komunitas Gastropoda Pada Hutan Mangrove Di Pulau Sipora Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat. Jurnal Biogenesis Vol. 2(1): 25-29 ISSN: 1829-5460.

Gambar

Gambar 1. Zona A (Basah)
Tabel 1. Tabel Kondisi habitat mangrove
Tabel 2. Tabel Keanekaragaman Gastropoda
Gambar 5. Littorina scaba
+5

Referensi

Dokumen terkait

Bagi pegawai yang di arahkan Bekerja Dari Rumah, Ketua PTj DIKEHENDAKI MELAKSANAKAN PERANCANGAN KERJA bersama pegawai masing- masing bagi memastikan semua kerja yang

Memori juga disebut dengan register yang terletak di dalam mikroprosesor dan digunakan untuk menyimpan informasi atau data yang akan digunakan dalam pelaksanaan program..

Parliament Panel Endorses Warjiyo as Bank Indonesia Governor Final reading on US Q4 GDP is up 2.9%.. Indonesia

S ecara garis besar sistem ko- m oditas ubijalar, ubi N agara dan ubi A labio ini terdiri dari subsistem industri pengolahan, subsistem konsum en dan subsistem distribusi/pem

Jika amplitudo pulsa magnet Pc3 memenuhi hubungan linear dengan kecepatan angin surya, maka ini dapat diartikan bahwa energi gelombang pulsa magnet Pc3 adalah

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tingkat patogenisitas bakteri yang diisolasi dari thallus yang terserang penyakit ice-ice dan mangkaji mekanisme transmisi

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah

Beberapa permasalahan yang sering terjadi yaitu adanya kesalahan atau kekeliruan dalam pencatatan ketika proses peminjaman sehingga saat dilakukan