commit to user
ii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan panitia ujian skripsi
Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Pembimbing Skripsi
commit to user
iii
PENGESAHAN
Skripsi ini telah diuji dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Hari : Selasa
Tanggal : 16 November 2010
Panitia Ujian Skripsi
1. Ketua : Prof. Drs. H. Pawito, Ph. D. (………)
NIP. 19540805 198503 1 002
2. Sekretaris : Chatarina Heny Dwi S., S, Sos, M. Si. (………)
NIP. 19761222 200212 2 002
3. Penguji : Drs Subagyo, S. U. (………)
NIP. 19520917 198003 1 001
Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
commit to user
iv
MOTTO
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya yang tercipta dengan segenap daya ini teruntuk yang tercinta :
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, ucap syukur penulis atas terselesaikannya tulisan skripsi ini. Skripsi ini bukanlah sekedar suatu kewajiban, namun merupakan aktualisasi diri untuk dapat memahami tentang simbol-simbol dalam film yang didalamnya terkandung makna, yang mengandung pesan moral, berkaitan dengan fenomena masyarakat di sekeliling kita. Ucapan terima kasih tak terhingga penulis haturkan kepada semua pihak dibawah ini yang banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi, hanya Allah SWT sajalah yang sanggup membalas budi baiknya:
1. Drs. H. Supriyadi, S. U. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dra. Prahastiwi Utari, M. Si, Ph. D selaku Ketua Jurusan Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Subagyo, S.U. selaku pembimbing atas arahan dan kesabaran beliau
membimbing penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.
4. Bapak dan Ibu Sunaryo, atas semua perjuangan dan kepercayaan serta doa
yang tak henti-hentinya untuk ananda.
5. Teman Kom 03 seperjuangan
6. Pihak yang teramat banyak untuk disebutkan atas kesempatan yang
diberikan untuk memaknai arti kehidupan
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan sumbang saran agar skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang berkompeten.
Surakarta, November 2010
commit to user
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih tak terhingga untuk ALLAH SUBH’ANNALLAHU WA TA’ALA
yang telah memberiku hidup dan nikmat tak terhingga.
Sungkem kagem Ibuk Hesti Widyastuti, kagem Ibuk Hesti Widyastuti, kagem Ibuk Hesti
Widyastuti, kagem Bapak Sunaryo. Tak ada kata yang mampu melukiskan indahnya,
selain maaf dan terima kasih...
Paramita Widya Hapsari, suwun ya Dik.
Eka Septiana Wiyataningrum, terima kasih atas segala dukungan dan perhatiannya
Kawan-kawan Fosilkota
(Komunikasi Massa UNS angkatan 2003)
commit to user
viii
ABSTRAK
WIDHI ARYO NUGROHO, D0203139, KONFLIK BATIN NATHAN ALGREN (Analisis Semiotik tentang Konflik Batin pada Tokoh Nathan Algren dalam film “The Last Samurai”), halaman: 94
Film “The Last Samurai” produksi Warner Bros (2003) yang disutradarai oleh Edward Zwick adalah salah satu film yang sarat dengan makna nilai-nilai kehormatan dan pergolakan hati nurani seorang manusia dengan segala sifat-sifat alaminya.
Berlatarbelakang di Kepulauan Jepang pada masa berakhirnya Pemerintahan Tokugawa yang feodal, film ini mengambil sudut pandang dari seorang prajurit Amerika yang sinis dan pantang menyerah bernama Nathan Algren. Pada awalnya Algren merupakan bagian dari paket pelatihan prajurit Kekaisaran Jepang yang dikirim oleh Pemerintah Amerika.
Film ini dengan menarik menampilkan konflik batin yang dialami oleh tokoh utamanya, karena dia merasa semua tindakannya selama ini hanya didasarkan pada naluri keserakahan atasannya. Yaitu, sekadar memperoleh bayaran melimpah demi menumpas kaum samurai yang menjadi simbol karakter dan kebudayaan Bangsa Jepang. Dia ingin berbalik membantu perjuangan kaum samurai dan melawan prajurit Kekaisaran beserta persenjataannya yang didatangkan dari Amerika, negerinya sendiri.
Namun apabila dia menuruti kata hatinya tersebut, maka sudah pasti dia akan dianggap desersi dan dicap sebagai pengkhianat oleh negaranya. Meskipun pada akhirnya dia tetap mengambil keputusan berdasar kata hatinya, memerangi prajurit Kekaisaran dengan resiko kehilangan nyawanya.
Untuk menganalisis pesan ‘konflik batin’ dalam film tersebut, analisa semiotik adalah metode yang akan digunakan. Semiotik itu sendiri mempelajari tentang tanda, simbol atau lambang dan makna yang ada dalam suatu teks (teks yang dimaksud disini adalah teks dalam arti luas).
Studi semiotik digunakan untuk menganalisis adegan-adegan yang menampilkan ‘konflik batin Nathan Algren’ melalui tiga unit analisis penelitian yaitu, konflik antara komitmen profesional dan hati nurani, konflik antara rasa bersalah dan kehormatan, dan konflik antara keinginan dan tindakan.
commit to user
ix
commit to user
x
ABSTRACT
Widhi Aryo NUGROHO, D0203139, Nathan Algren INNER CONFLICT (Semiotic Analysis of Inner Conflict on Nathan Algren character in the movie "The Last Samurai"), pages: 94
The film "The Last Samurai" Warner Bros. (2003) directed by Edward Zwick is one of the film is loaded with significance values of honor and conscience of a human struggle with all its natural properties.
Background in the Japanese Islands during the end of the feudal Tokugawa government, this film takes the point of view of an American soldier and a fighter who cynically named Nathan Algren. At first Algren is part of the Imperial Japanese soldier training packages sent by U.S. Government.
This film with interesting displays the inner conflict experienced by the main character, because he felt all his actions so far just based on greed instinct superiors. That is, just getting paid abundantly for crushing the samurai who became a symbol of character and culture of the Japanese nation. He wanted to turn to help fight the samurai and fight the Empire soldiers and armaments were imported from America, his own country.
But when he followed his conscience, then surely he would be considered desertion and branded a traitor by his country. Although in the end he still took the decision based on his conscience, the Imperial combat soldiers with the risk of losing his life.
To analyze the message 'inner conflict' in the film, semiotic analysis is the method to be used. Semiotics itself to learn about the signs, symbols, or symbols and meanings that exist within a text (text that is meant here is the text in a broad sense).
Semiotic studies are used to analyze scenes featuring 'Nathan Algren inner conflict' through three units, namely the research analysis, the conflict between professional commitment and conscience, the conflict between guilt and honor, and the conflict between desire and action.
Scenes that show the signs that represent three units of the above analysis will be examined and analyzed to look for meaning, both denotation, connotation and myth analysis to later research concluded.
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
UCAPAN TERIMA KASIH ... vii
ABSTRAK ... viii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Kerangka Teori ... 8
E. Definisi Konseptual dan Konflik Batin ... 25
F. Metodologi Penelitian ... 30
F. 1. Jenis Penelitian ... 30
F. 2. Metode Penelitian ... 31
F. 3. Obyek Penelitian ... 31
commit to user
xii
F. 5. Analisis Data ... 33
BAB II. DATA-DATA FILM “THE LAST SAMURAI” A. Latar Belakang Pembuatan Film “The Last Samurai” ... 35
B. Ringkasan Singkat Film “The Last Samurai” ... 36
C. Produksi Film “The Last Samurai” ... 37
D. Tokoh-tokoh Penting dalam Film “The Last Samurai” ... 40
BAB III. SINOPSIS FILM “THE LAST SAMURAI” Sinopsis Film “The Last Samurai”... 45
BAB IV. ANALISIS DATA A. Kategorisasi Bahan Studi ... 57
B. Konflik antara komitmen profesional dan hati nurani ... 58
C. Konflik antara rasa bersalah dan kehormatan ... 68
D. Konflik antara keinginan dan tindakan ... 80
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 91
B. Saran ... 93
DAFTAR PUSTAKA ... 95
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan masyarakat modern dewasa ini hampir mustahil dilepaskan
dari media massa. Dengan segala perkembangannya yang dinamis, media massa
telah menjelma menjadi salah satu kebutuhan utama kita, yaitu sebagai saluran
informasi. Bahkan generasi media ini sering disebut sebagai “masyarakat
informasi” yang oleh McQuail diartikan sebagai:
Pada dasarnya masyarakat informasi (masyarakat pascaindustri) adalah masyarakat yang menilai informasi sebagai sumber daya, sarana produksi, dan produk utama yang paling berharga. Oleh karena itu, mayoritas tenaga kerjanya adalah pekerja informasi. Di samping itu, berdasarkan beberapa indikasi lainnya informasi mengandung nilai ekonomi dan sosial yang dominan. (Dennis McQuail, 1994: 75).
Dari paparan McQuail di atas tampak semakin jelas pula apabila memang
hampir tidak mungkin kita dapat mengabaikan peran media massa, apapun
bentuknya dan dengan fungsinya masing-masing. Televisi, surat kabar, internet,
radio, dan juga film adalah beberapa contoh media favorit masyarakat.
Media massa memiliki kemampuan sebagai penyampai pesan yang kuat
karena pesan dapat disampaikan ke banyak orang dengan jangkauan yang luas dan
secara bersamaan. Jadi, media massa merupakan alat yang sempurna untuk
menyampaikan informasi dan pesan yang berhubungan dengan kepentingan
Film sebagai media massa menyampaikan informasi dan pesan dengan
cara yang kreatif sekaligus unik. Oleh McQuail film dikatakan berperan sebagai
sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi
kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak, dan
sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum.
Alur cerita dan tokoh dalam sebuah film mampu menyentuh emosi
audiensnya. Film tidak hanya mengandalkan tampilan audio visual saja untuk
menyampaikan pesan sebagai proses komunikasi, namun melalui alur,karakter
pemain serta jalinan cerita yang terkait dari awal hingga akhir seakan membuat
penontonnya terpukau sehingga rela menghabiskan waktunya selama dua sampai
tiga jam di depan layar untuk menonton film tersebut.
Adegan di dalam film dapat membuat penontonnya tertawa ataupun
menangis. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila efek film yang cukup
dramatis itulah, film juga dapat dijadikan sebagai alat propaganda yang efektif.
Politisi-politisi di beberapa negara tercatat pernah menggunakan film untuk
“mencuci otak” rakyatnya, seperti yang dilakukan oleh Menteri Propaganda NAZI
Jerman, Joseph Gobbels.
Film mampu memberikan beragam informasi dan membuat kita mampu
memandang suatu masalah dari sudut pandang yang baru, kita akan merasakan
apa yang dirasakan dan apa yang dilihat oleh tokoh yang digambarkan atau
diperankan di dalam film. Hal ini membuat kita lebih mengerti tentang
kebudayaan, nilai-nilai dan kehidupan masyarakat lain yang mungkin belum
Dalam perkembangannya sekarang, film sudah lebih bersifat komersial.
Dengan didukung kemajuan teknologi, hampir semua fantasi para pembuatnya
dapat diterjemahkan secara nyata lewat gambar-gambar dan efek-efek yang
dinamis. Dibandingkan awal kemunculannya pada akhir abad 19, tampilan dan
teknik pembuatan film yang masih sangat sederhana.
Proses pembuatan film dapat menghabiskan waktu yang cukup lama dan
biaya tidak sedikit. Kerjasama amat dibutuhkan dari berbagai tenaga ahli seperti
sutradara, aktor atau aktris, kamerawan, editor, penulis skrip atau skenario dan
masih banyak keahlian lainnya untuk menghasilkan sebuah film yang layak untuk
ditonton.
Hollywood sebagai kiblat produksi film-film di Amerika Serikat bahkan
dunia tidak segan-segan mengeluarkan dana hingga ratusan juta dollar hanya
untuk memproduksi sebuah film saja. Dengan didukung kreativitas tim promosi
yang handal, bukan tidak mungkin sebuah film dapat mendatangkan keuntungan
yang berlipat dari modal awalnya.
Film-film yang menempati urutan teratas dalam “box office” seperti
Titanic, The Dark Knight, Harry Potter merupakan salah satu contoh film dengan
catatan keuntungan berlipat tersebut. Oleh karena itu para kreator film papan atas
tidak akan setengah-setengah apabila mengerjakan sebuah produksi film.
Bukan saja dari sisi produksi yang berkembang, penyajian film sekarang
juga semakin praktis. Kita tidak perlu antri dan datang ke bioskop untuk
DVD yang dapat kita nikmati di rumah. Selain itu kita juga lebih bebas untuk
memilih film apa yang ingin kita tonton.
Meskipun tujuan utama sebagian produksi film sekarang adalah untuk
mendapatkan keuntungan, namun masih banyak pula film-film sukses yang juga
mengemban misi untuk memberikan informasi yang mendidik dan menanamkan
nilai-nilai positif pada audiensnya, karena sebagai media massa film juga
mengemban misi pendidikan dan sosial budaya. Jadi sebuah film juga dapat
menjadi sarana pendidikan dan pewarisan budaya. Seperti film hasil karya
sutradara Edward Zwick “The Last Samurai” yang kaya akan pesan moral dan
nilai-nilai kemanusiaan di dalamnya.
The Last Samurai bercerita tentang penemuan jati diri dan kebenaran yang
terpendam dalam diri seorang bernama Nathan Algren yang diperankan oleh Tom
Cruise, semasa Restorasi Meiji. Nathan Algren sendiri merupakan mantan Kapten
pasukan kavaleri Union semasa perang bangsa Amerika Serikat melawan kaum
Indian.
Di tengah usaha Kekaisaran Jepang dalam memodernkan angkatan
perangnya, ada beberapa panglima perang Jepang konservatif yang
menentangnya. Para panglima inilah yang kemudian oleh perdana menteri
diperangi untuk ditumpas. Dengan bantuan batalyon asing dari Amerika, pihak
Jepang menekan dan mendesak para panglima dan pengikutnya untuk menyerah.
Dan bisa ditebak, Nathan Algren adalah termasuk di dalam batalyon asing
tersebut. Ia ditugaskan oleh atasannya untuk melatih pasukan Jepang pimpinan
Dalam suatu pertempuran, Nathan Algren, veteran perang yang disewa
sebagai penasehat militer untuk bertugas melatih Imperial Army, tertangkap dan
menjadi tawanan salah satu panglima Jepang konservatif. Dari sinilah sang
mantan kapten ini mengetahui bahwa perjuangan para panglima konservatif dan
para samurai ini adalah perjuangan yang mulia untuk mempertahankan supremasi
tahta sang kaisar, namun karena hasutan sang perdana menteri membuat kaisar
menganggap para panglima ini memberontak atas tahtanya. Di sana Nathan yang
dikejar-kejar rasa bersalah atas tindakan masa lalunya menemukan tempat
berteduh dan tujuan hidup baru. Secara bertahap ia mengikuti cara hidup samurai
yang disiplin dan murni. Sampai pada keputusannya berpihak pada samurai.
Dalam perjalanan yang mengubahnya hingga dia rela untuk berkorban
sedemikian besar, banyak konflik batin yang dialami oleh Nathan Algren hingga
akhirnya dia menyadari bahwa nilai-nilai kehormatan sangat dipegang teguh oleh
para samurai yang dianggap sebagai musuh perdana menteri. Kaum samurai
menganggap hubungan Jepang dengan bangsa-bangsa asing tidak selalu
menyejahterakan rakyat Jepang itu sendiri. Nilai kehormatan lebih berharga
daripada menjalani kehidupan modern meniru persis bangsa asing. Cara film ini
menampilkan konflik batin yang dialami Algren tersebut sangat menarik untuk
diteliti.
Kekuatan lain yang dimiliki oleh film ini adalah penggunaan kata-kata
filosofi leluhur bangsa Jepang dan juga pesan nonverbal melalui gambar, suara,
makna yang dalam dan menyentuh, walaupun terkadang memerlukan pemikiran
lebih untuk memahaminya secara utuh.
Di pertengahan Era Shogun Tokugawa (1603-1868), bangsa Jepang
diajarkan bahwa pekerjaan harus dianggap sebagai pengalaman religius, dan
bahwa pekerjaan adalah sarana menuju kebutuhan spiritual (Boye de Mente,
2009: 193). Karena berhubungan dengan kegiatan spiritual, maka tidak ada istilah
setengah-setengah bagi bangsa Jepang di dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
Edward Zwick, sang sutradara amat cerdas dan jeli dalam mengemas
setiap adegan yang ditampilkan. Dia cukup berani mengekspos karakter bangsa
Jepang yang amat menjunjung tinggi kehormatan, terlebih pada zaman menjelang
restorasi Meiji. Beberapa ambilan gambar menunjukkan betapa bangsa Jepang
sangat serius dalam menekuni pekerjaan sesuai keahliannya. Seperti contohnya
ditayangkan adegan beberapa orang bocah yang berlatih ilmu pedang
menggunakan tiruan pedang yang terbuat dari kayu.
Salah satu karakter unik dari kelas samurai Jepang adalah tingginya harga
diri mereka, yang diekspresikan baik secara verbal maupun fisik, yang oleh
masyarakat Barat umumnya diasosiasikan dengan tindak tanduk khas para raja
dan ratu serta anggota keluarga kerajaan lainnya. (Boye de Mente, 2009: 129).
Film “The Last Samurai” ini antara lain juga pernah diteliti dengan
menggunakan pendekatan dan teori yang berbeda seperti misalnya Analisis Isi
Budaya Modern dan Budaya Lokal Jepang oleh mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Malang yang bernama Yogo Prasetyo pada tahun 2008. Dalam
membawa dampak negatif sehingga memicu sebuah pertentangan yang dapat
meruntuhkan sebuah peradaban. Masuknya sebuah budaya modern atau budaya
baru terhadap budaya lokal merupakan sebuah proses komunikasi dimana
perpaduan dari keduanya akan menimbulkan sebuah aturan baru dengan ditandai
adanya pergeseran budaya lokal atau pertentangan budaya lokal terhadap budaya
yang masuk (modern) karena dianggap tidak sesuai dengan kaidah-kaidah budaya
lokal.
Sedangkan penulis sendiri memilih menggunakan analisis semiotik karena
analisis tersebut sangat cocok untuk diterapkan pada film ini dalam menggali
makna-makna yang disampaikan oleh film tersebut. Film ini mencoba
menyampaikan betapa luhur dan pentingnya nilai kehormatan, terlebih
kehormatan yang menyangkut tradisi-tradisi yang telah ditanamkan secara turun
temurun oleh nenek moyang sebuah bangsa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka
yang merupakan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
“Konflik batin apa yang dialami oleh tokoh Nathan Algren dalam film The
Last Samurai”
C.
Tujuan PenelitianDari rumusan masalah di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
“Untuk mengatahui konflik batin apa yang dialami tokoh Nathan Algren
dalam film The Last Samurai baik yang melalui gambar, dialog, tulisan maupun
suara.”
D. Kerangka Teori
Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, maka tidak salah
jika komunikasi merupakan aspek terpenting dalam kehidupan manusia. Kita
butuh untuk selalu berinteraksi dengan orang lain melalui komunikasi baik secara
verbal maupun non verbal. Karena pentingnya komunikasi telah menjadi disiplin
ilmu pengetahuan tersendiri dan dipelajari oleh banyak pihak.
Kata komunikasi itu sendiri berasal dari kata communicatio dengan kata
dasar communis yang artinya sama. Dari pengertian tersebut Onong Uchjana
Effendi menyimpulkan bahwa komunikasi berlangsung, hanya jika diantara
orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut mempunyai
kesamaan makna mengenai hal yang dikomunikasikan.
Dan kemudian Ia mendefinisikan istilah komunikasi tersebut ke dalam
kalimat sebagai berikut:
“Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang
kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, dan
perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media.”
(Onong Uchjana Effendi, 1981: 6)
Sebagai suatu proses komunikasi mempunyai beberapa unsur yang oleh
populer di dunia komunikasi yaitu “Who Says What in Which Channel to Whom
With What Effects”
Dalam kalimat tersebut Lasswell mencoba menjelaskan proses komunikasi
dengan pertanyaan-pertanyaan siapa sumber pesannya (komunikator), mengatakan
apa (pesan atau message), melalui saluran apa (media komunikasi, baik secara
langsung maupun tak langsung), kepada siapa (komunikan), dengan efek apa
sebagai hasil dari penyampaian pesan tadi (umpan balik atau feed back).
Komunikasi itu sendiri dikategorikan menjadi beberapa jenis mulai dari
komunikasi intrapersonal, komunikasi interpersonal, komunikasi publik,
kelompok dan sebagainya. Semua jenis komunikasi tersebut mempunyai
karakteristik dan sifatnya sendiri-sendiri. Namun dari sekian jenis kategori dan
jenis komunikasi yang paling banyak mendapatkan perhatian dan dipelajari oleh
berbagai kalangan adalah komunikasi massa.
Komunikasi massa adalah salah satu dari banyak jenis komunikasi, yang
membuatnya istimewa adalah bahwa komunikasi tersebut ditujukan kepada
khalayak massa yang jumlahnya banyak dan anonim secara serentak melalui
media tertentu, jadi dalam proses ini tidak ada tatap muka secara langsung antara
komunikator dan komunikan.
Ada banyak sekali definisi komunikasi massa, salah satunya terdapat
dalam buku dinamika komunikasi yang mendefinisikan komunikasi massa sebagai
penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa
“yang abstrak” yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh si penyampai pesan.
Di dalam buku itu disebutkan bahwa keuntungan komunikasi dengan
menggunakan media massa adalah bahwa media massa menimbulkan
keserempakan (simultaneity); artinya suatu pesan dapat diterima oleh komunikan
yang jumlahnya relatif banyak, ratusan ribu, jutaan, bahkan ratusan juta pada saat
yang sama secara bersama-sama. (Onong Uchjana Effendi, 1981: 12).
Karena sifatnya yang massif dan daya jangkaunya yang amat luas itulah
komunikasi massa banyak diteliti oleh para ahli komunikasi untuk mencoba
mengukur seberapa besar dampak yang ditimbulkannya dan sejauh mana media
massa dapat mempengaruhi pemikiran dan tindakan masyarakat.
Sampai saat ini masih terdapat kontroversi dan perdebatan tentang efek
media massa, karena seiring dengan perkembangan teknologi media massa juga
berkembang hingga mencapai tahap dimana masyarakat modern sudah tidak dapat
dilepaskan lagi dari keberadaan media massa. Kita mendapatkan terpaan dari
media massa setiap hari dari mulai bangun hingga kembali tidur.
Kemunculan media massa dimulai dari era media cetak yang merupakan
media komunikasi massa yang pertama di dunia, baik percetakan buku, selebaran,
pengumuman hingga yang paling populer sekarang ini yaitu surat kabar.
Setelah media cetak, perkembangan teknologi akhirnya memungkinkan
komunikasi massa melalui bentuk audio visual seperti film, walaupun dalam awal
kemunculannya film masih berupa media visual tanpa suara.
Setelah film muncul media lain yang paling populer sekarang ini yaitu
ini segera menjadi favorit masyarakat. Sekarang ini hampir semua rumah tidak
ada yang tidak memiliki televisi atau radio.
Meskipun di awal kemunculannya media elektronik tersebut diprediksi
akan mematikan media lain yang muncul terlebih dahulu seperti media cetak
(koran, majalah, tabloid dan sebagainya) karena kecepatannya dalam
menyampaikan informasi, namun prediksi itu tidak terbukti. Sampai saat ini
walaupun kita sudah memiliki radio dan televisi di rumah, kita masih tetap
berkangganan ataupun membaca koran dan menonton film di bioskop.
Hal itu disebabkan masing-masing media massa memang mempunyai
fungsi dan keunggulannya masing-masing. Memang media elektronik dapat
memberikan kita informasi lebih cepat akan tetapi apabila kita ingin mengetahui
sebuah peristiwa secara detail dan menyeluruh, maka kita akan cenderung memiih
media cetak.
Selain itu walaupun televisi dan surat kabar memberikan informasi yang
sama, televisi menghadirkan gambar yang lebih menarik sedangkan surat kabar
memiliki sifat portable atau dapat dibawa kemana-mana secara praktis, jadi dapat
diambil kesimpulan bahwa masing-masing wujud media massa baik cetak
maupun elektronik memiliki keunggulannya sendiri sehingga tidak akan
ditinggalkan oleh khalayaknya.
Demikian juga dengan film, hingga sekarang media tersebut tetap bertahan
dan bahkan berkembang dengan pesat. Sebagai media massa, film mampu
menyalurkan pesan secara efektif dan dibandingkan media lain film cenderung
Kita mungkin akan membaca koran atau menonton televisi sambil
berdiskusi, menerima telepon atau melakukan kegiatan lainnya, namun ketika kita
berada di dalam gedung bioskop pada umumnya perhatian kita akan tercurah
penuh pada film yang ditayangkan dari awal hingga akhir.
Selain itu McQuail juga menyebutkan unsur-unsur dalam film memiliki
kelebihan dalam segi kemampuannya menjangkau sekian banyak orang dalam
waktu cepat dan kemampuannya memanipulasi kenyatan yang tampak dengan
pesan fotografis, tanpa kehilangan kredibilitas. (Dennis McQuail, 1994: 14)
Berbagai keunggulan film di atas menyebabkan film dijadikan sebagai alat
propaganda pada awal kemunculannya. Film dijadikan media untuk
mempengaruhi dan memperoleh simpati serta dukungan masyarakat. Namun
dewasa ini tujuan film lebih banyak untuk mendapatkan laba. Industri film
semakin berkembang, seperti pusat perfilman Hollywwod yang sudah banyak
memproduksi film berskala internasional yang mampu menarik penonton hingga
milyaran dan juga berkontribusi memberikan jutaan lapangan pekerjaan
mengingat setiap kru film memiliki masing-masing pos yang memerlukan
keahlian khusus.
Untuk mengkomunikasikan dengan baik pesan yang ingin disampaikan
oleh sebuah film, maka diperlukan ketelitian dan kerjasama yang baik antara
orang-orang yang ahli dalam masing-masing bidang perfilman, seperti sutradara,
aktor atau aktris, kamerawan, tim editor, penata artistik, penulis skenario, penata
Walaupun pada umumnya tujuan pembuatan film adalah sekadar hiburan
bagi penontonnya, namun sebagai media massa, film juga dapat dimanfaatkan
untuk menyiarkan informasi, mendidik dan mempengaruhi dengan cara
menghibur, sehingga pesan yang disampaikan akan lebih diterima dan diingat
oleh audiensnya.
Bersama-sama, semua kru yang terlibat dalam proses pembuatan sebuah
film mencoba mengkomunikasikan pesan yang akan disampaikan melalui film
tersebut tidak hanya menggunakan bahasa verbal tetapi juga melalui komunikasi
non verbal. Hal ini belum tentu dapat kita temukan dalam media lain.
Film lebih variatif dalam sarana menyampaikan pesan dibanding media
lain, sebuah film dapat menyimbolkan pesannya dalam dialog, narasi dan tulisan
sebagai bentuk pesan verbal. Sedangkan perilaku karakter atau tokoh,
ekspresinya, penampilan, pencahayaan, sudut pengambilan gambar, musik latar,
warna, dan tanda atau simbol lain yang memiliki arti tertentu merupakan sarana
komunikasi non verbal dari sebuah film.
Mungkin masih ada yang kurang memperhatikan pesan non verbal ini
sebagai pesan yang ingin disampaikan oleh sebuah film, karena pesan yang
disampaikan melalui bahasa verbal dalam sebuah film maupun dalam kehidupan
sehari-hari memang dianggap oleh sebagian orang sebagai komunikasi yang lebih
mudah dimengerti.
Padahal tidak hanya kalimat atau tulisan saja yang berpengaruh dalam
suatu proses komunikasi, segala yang kita lakukan adalah bentuk komunikasi.
dengarkan dan film yang kita tonton merupakan komunikasi dan itu semua
menunjukkan siapa kita serta membentuk persepsi sikap dan perilaku orang lain
kepada kita.
Komunikasi nonverbal tidak dapat diabaikan agar pesan yang diterima
sama dengan apa yang dimaksudkan untuk disampaikan dan mencegah terjadinya
kesalahpahaman atau misscomunication.
Sesunguhnya bahasa non verbal juga merupakan bagian yang penting
dalam proses penyampaian pesan sebuah film, dan tidak kalah penting dengan
bahasa verbal yang ada, terutama karena film menggunakan media visual dan
audio, jadi kita menerima pesan dari apa yang kita lihat dan apa yang kita dengar.
Jadi ekspresi, tingkah laku dan gaya berpakaian karakter dalam sebuah
film juga menyampaikan pesan. Untuk menunjukkan kesedihan misalnya, akan
lebih efektif menggunakan adegan aktor atau aktris dengan mimik wajah sedih
ataupun menangis daripada sekedar kata “aku sedang sedih”. Bahasa verbal dan
non verbal dalam sebuah film akan saling melengkapi, keduanya menguatkan
maksud pesan yang ingin disampaikan.
Sebagai sebuah proses komunikasi, film menggunakan tanda atau sign
untuk menyampaikan maksudnya. Karena kita berkomunikasi dengan tanda.
Bahasa, ekspresi dan intonasi adalah tanda. Untuk mengkomunikasikan pemikiran
kita, kita membutuhkan tanda untuk membuat orang lain mengerti, baik itu berupa
suara, tulisan, gambar gerakan atau tanda-tanda lain. Jadi bisa dikatakan bahwa
kita tidak mungkin akan dapat berkomunikasi tanpa tanda. Bahkan kita berpikir
memikirkan atau membayangkan tentang suatu objek yang tidak hadir saat kita
memikirkannya.
Karena itu semua proses komunikasi menggunakan tanda, terutama dalam
bidang media massa. Dalam bukunya Analisis Teks Media, Alex Sobur
menyimpulkan berdasarkan sifat dan fakta bahwa pekerjaan media massa adalah
menceritakan peristiwa-peristiwa, maka seluruh isi media adalah realitas yang
telah dikonstruksikan (constructed reality) (Alex Sobur, 2001: 88). Jadi media
massa menghadirkan peristiwa itu kembali kepada audiensnya melalui tanda dan
simbol, seperti penjelasan Becker berikut ini:
“Peristiwa tidak bisa menunjukkan... agar bisa dipahami peristiwa harus dijadikan bentuk-bentuk simbolis... si komunikator mempunyai pilihan kode-kode atau kumpulan simbol. Pilihan tersebut akan mempengaruhi makna peristiwa bagi penerimanya. Karena setiap bahasa, setiap simbol, hadir bersamaan dengan ideologi, pilihan atas seperangkat simbol, sengaja atau tidak, merupakan pilihan atas ideologi” (Alex Sobur, 2001: 93)
Karena berupa tanda dan simbol maka dimungkinkan adanya persepsi
yang berbeda-beda pada setiap orang tentang pemaknaan yang diberikan terhadap
simbol yang ditampilkan dalam media massa tersebut. Perbedaan pengalaman,
pengetahuan atau latar belakang budaya dapat membuat makna yang
berbeda-beda pada satu simbol yang sama.
Karena pentingnya peran tanda dalam dunia komunikasi maka segala hal
tentang tanda perlu dipelajari secara serius. Dan untuk memaknai tanda dan
simbol yang ada pada media massa diperlukan pengetahuan dan perhatian yang
cukup. Semiotik memandang pesan, termasuk media massa sebagai konstruksi
maka akan terbentuk makna (meaning). Jadi semiotik merupakan alat yang tepat
untuk mempelajari dan memaknai isi media massa termasuk film.
Dalam sebuah film terhimpun berbagai macam bentuk pesan yang
berwujud dialog, mimik wajah, gerak tubuh, dan model ambilan gambar.
Pesan-pesan tersebut haruslah sampai pada penontonnya secara sempurna demi
terjalinnya komunikasi yang ideal. Neil Cohn dalam penelitiannya yang berjudul
A Visual Lexicon menyimpulkan bahwa:
’In sum, like spoken language, visual language contains a variety of sizes of “lexical items” that combine across several levels of grammar to create meaningful units and constructions. This approach to visual language has strived to avoid stating that graphic structures are likened to surface features of verbal language, instead attempting to note the functional similarities in base structure within each respective system.”
Singkatnya, seperti bahasa lisan, bahasa visual berisi berbagai ukuran dari
"item leksikal" yang menggabungkan di beberapa tingkat tata bahasa untuk
membuat unit berarti dan konstruksi. Pendekatan untuk bahasa visual telah
diupayakan untuk menghindari pernyataan bahwa struktur grafis disamakan ke
permukaan fitur bahasa verbal, bukannya mencoba untuk mencatat kesamaan
fungsional dalam struktur dasar dalam setiap sistem yang bersangkutan. (Neil
Cohn, 2007; dalam The Public Journal of Semiotics I(1), January 2007, pp.
35-56).
Kata semiotik (semiotics) berasal dari bahasa yunani semeion yang lazim
diartikan sebagai a sign by which something is known (suatu tanda dimana sesuatu
dibuat atas dasar kesepakatan bersama atau konvensi sosial yang terbangun
sebelumnya, jadi tanda tersebut dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.
Banyak pengertian tentang semiotik yang diberikan oleh para ahli dan
filsafat komunikasi, salah satu yang paling populer diantaranya adalah definisi
Charles Saunders Pierce. Ia mendefinisikan semiotik sebagai hubungan antara
sebuah tanda (sign), objek (object) dan pengertian (meaning). Tanda mewakili
objek, atau konsep dalam pikiran seorang interpreter. Dan Pierce menyebut
kehadiran kembali suatu objek melalui suatu tanda sebagai interpretant. Definisi
di atas dapat digambarkan melalui bagan berikut ini:
Elemen Makna Pierce
Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990, hlm. 42
dalam Drs. Alex Sobur, MSi, Analisis Teks Media, 2001. Hlm. 11
Drs. Alex Sobur menyebutkan semiotik sebagai suatu model dari ilmu
pengetahuan sosial memahami dunia sebagai suatu sistem hubungan yang
memiliki unit dasar yang disebut dengan tanda. (Alex Sobur, 2001: 87).
Sign
Berkenaan dengan studi semiotik, pada dasarnya pusat perhatian
pendekatan semiotik adalah pada tanda. Menurut John Fiske, terdapat tiga area
penting dalam studi semiotik, yaitu
Tanda itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda,
seperti cara mengantarkan makna serta cara menghubungkannya dengan orang
yang menggunakannya. Tanda adalah buatan manusia dan hanya bisa dimengerti
oleh orang-orang yang menggunakannya.
Kode atau sistem dimana lambang-lambang disusun. Studi ini meliputi
bagaimana beragam kode yang berbeda dibangun untuk mempertemukan dengan
kebutuhan masyarakat dalam sebuah kebudayaan. Kebudayaan dimana kode dan
lambang itu beroperasi. (Alex Sobur, 2001: 94)
Tokoh semiotik yang lain, Ferdinand de Saussure, menyumbangkan salah
satu pemikiran penting dalam studi semiotik. Ia mempunyai sebuah pandangan
tentang tanda, dalam konteks komunikasi manusia ia membedakan antara signifier
(penanda) dan signified (petanda).
Ia menyebutkan bahwa signifier adalah bunyi atau coretan yang bermakna,
sedangkan signified adalah gambaran mental, pikiran atau konsep. Sedangkan
signification adalah upaya dalam memberi makna. (Alex Sobur, 2001: 125)
Dalam hubungan antara signifier dan signification ada tiga hal utama yang perlu
diketahui tentang ikon, indeks, dan simbol, yaitu:
Ikon adalah tanda yang memunculkan kembali benda atau realitas yang
Indeks adalah tanda yang kehadirannya menunjukkan adanya hubungan
dengan yang ditandai, misalnya asap adalah indeks dari api.
Simbol adalah sebuah tanda dimana hubungan antara signifier dan
signified semata-mata adalah masalah konvensi, kesepakatan atau peraturan.
(Alex Sobur, 2001: 126)
Proses pemaknaan sebagai hasil dari interaksi antara signifier dan signified
tersebut oleh Roland Barthes dibagi menjadi dua tahap yaitu first order sebagai
pemaknaan denotatif atau pemaknaan sederhana yang seragam, serta tahap kedua
yaitu pemaknaan tambahan atau konotatif. Untuk menggabarkan uraian tersebut,
bagan signifikasi dua tahap Barthes adalah model yang tepat.
Signifikasi Dua Tahap Barthes
Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990, hlm. 88
dalam Alex Sobur, M.Si, Analisis Teks Media, 2001. Hlm 127
first order second
reality signs cultur
Kedua tahap proses pemaknaan tersebut merupakan salah satu perhatian
utama dalam semiotik yaitu tentang makna denotasi (denotation) atau yang paling
sering disebut sebagai arti penunjukan dan konotasi (connotation) atau arti
tambahan. Melalui gambar di atas, Barthes menjelaskan signifikasi tahap pertama
merupakan hubungan antara penanda dengan petanda di dalam sebuah tanda
terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi (sistem
pemaknaan tingkat pertama), yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi
adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi atau sistem
pemaknaan tahap kedua.
Denotasi adalah penunjukan terhadap suatu objek atau tanda. Denotasi
menunjukkan arti literatur atau yang eksplisit dari kata-kata atau tanda yang lain.
Makna denotasi dari suatu tanda biasanya sama pada semua orang yang terlibat
dalam komunikasi tersebut. (Alex Sobur, 2001: 127)
Setiap individu sangat mungkin membuat interpretasi tanda (makna) yang
berbeda dan bervariasi, hal inilah yang disebut makna konotasi atau makna
tambahan. Makna konotasi melibatkan pengalaman, perasaan, dan penilaian yang
subyektif untuk memaknai suatu tanda yang terkadang berbeda pada tiap-tiap
orang. Konotasi mengarah pada simbol-simbol dan hal-hal yang melibatkan faktor
emosional.
Contohnya saat kita melihat sebuah lambang dari perusahaan otomotif
Mercedes-Benz, arti denotatifnya merupakan kendaraan buatan Jerman bersimbol
orang maupun barang semata. Akan tetapi jika diartikan seara konotatif akan
terbentuk beberapa makna lain yang melibatkan perasaan dan emosi.
Misalnya lambang Mercedes-Benz, apalagi di negara berkembang seperti
Indonesia dihubungkan dengan kendaraan berstandar keamanan dan kenyamanan
tinggi sekaligus memiliki tingkat keamanan prima bagi para penumpangnya. Serta
bagi sebagian besar orang Mercedes-Benz juga dapat dianggap sebagai kendaraan
bergengsi yang menandakan gaya hidup kaum menengah ke atas serta status
sosial ekonomi yang tinggi.
Lain lagi di negara asalnya, Jerman, mungkin kendaraan dengan merk
Mercedes-Benz hanya dimaknai dan dianggap sebagai alat transportasi
pengangkut barang atau jasa saja. Bukan kendaraan mewah nan mahal seperti di
Indonesia.
Fokus atau inti dari pendekatan semiologi adalah teks. Namun teks yang
dimaksudkan disini bukan hanya berupa tulisan saja. Teks yang dimaksud di sini
adalah teks dalam arti luas, jadi semua yang memiliki sistem tanda tersendiri
dapat disebut sebagai teks, termasuk juga bahasa non verbal dalam film.
Semiologi berusaha menggali hakikat sistem tanda yang beranjak keluar
kaidah tata bahasa dan sintaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit,
tersembunyi, dan bergantung pada kebudayaan. (Alex Sobur, 2001: 126). Jadi
dapat dikatakan bahwa analisa semiotik bertujuan untuk menemukan atau
mengungkapkan makna dari tanda-tanda termasuk makna yang tersembunyi di
Pesan yang disampaikan oleh media massa sering menimbulkan beragam
makna yang bervariasi di benak audiens, terlebih bagi media massa yang memiliki
audiens dengan jangkauan luas dan latar belakang yang berbeda-beda. Hal
tersebut memungkinkan pemaknaan pemaknaan yang berbeda-beda pula terutama
terhadap makna konotatif.
Oleh karena itu semiotik merupakan analisa yang tepat untuk digunakan
sebagai alat untuk menganalisa dan memahami makna dari tanda dan simbol
dalam media massa, terutama makna yang tersembunyi.
Penelitian tentang studi media dengan menggunakan analisis semiotik
antara lain dilakukan oleh Pamela Nilan dengan judul Applying Semiotic Analysis
to Social Data in Media Studies.penelitian ini adalah penelitian tentang
penggunaan analisis semiotik dalam studi media dan komunikasi. Dalam jurnal
penelitian ini disebutkan bahwa:
”We can learn a great deal about the ‘effects’ of media by asking people about
media effects, and treating their responses in the same critical way that we have previously treated media texts. In short, semiotic analysis of social data relevant to media studies can reveal how knowledge as power brings human subjects into
certain relations with each other through engagement with the media.”
Kita bisa belajar banyak tentang 'efek' media dengan menanyakan orang
tentang efek media, dan memperlakukan respon mereka dengan cara yang kritis
yang sama yang kita miliki sebelumnya memperlakukan teks media. Singkatnya,
analisis semiotik data sosial yang relevan dengan kajian media dapat
mengungkapkan bagaimana pengetahuan sebagai kekuatan membawa subyek
dengan media. (Pamela Nilan: 2007; dalam Jurnal Komunikasi Massa Vol. 1, No.
1, Juli 2007, 60-74)
Media massa termasuk film sering mempunyai makna tambahan atau
makna konotatif dalam tanda dan simbol yang dirangkainya. Seperti contohnya
dalam film The Last Samurai ada adegan dimana ketika Kaisar Meiji Jepang
sebagai pemimpin tertinggi dan dianggap sebagai keturunan dewa matahari
menanyakan perihal suku Indian Amerika kepada rombongan pejuang dari
Amerika yang menghadapnya.
Ketika itu Sang Kaisar bertanya secara khusus kepada Nathan Algren
apakah suku Indian Amerika merupakan musuh yang sangat berani dan selalu
melakukan ritual terlebih dahulu sebelum berperang termasuk memakai atribut
bulu elang dan melukis wajah. Algren hanya menjawab jika suku Indian Amerika
yang pernah dia perangi adalah suku yang sangat pemberani.
Pada adegan lainnya diperlihatkan potongan rekaman masa lalu Algren
ketika dia dan pasukan kavalerinya berperang dengan suku Indian Amerika
tersebut, yaitu dimana dia dan pasukannya memburu suku Indian dari satu tempat
ke tempat lainnya secara brutal dan berkesinambungan dan juga bahkan mereka
juga mengincar anak-anak dan wanita. Hal inilah sebenarnya yang menjadikan
Algren tidak dapat tidur dengan nyenyak. Peperangan dengan suku Indian adalah
mimpi buruknya.
Kemudian ada juga adegan dimana disaat Algren terluka, dia dirawat oleh
Taka, istri dari seorang samurai yang mati di tangan Algren pada pertempuran
berduka dia tetap ikhlas merawat Algren sepenuh hati hingga sembuh karena
bagaimanapun Algren adalah tamu di rumahnya.
Apabila dimaknai secara sekilas, adegan-adegan tadi hanya merupakan
sebuah alur maju dalam film The Last Samurai yang membentuk sebuah
rangkaian utuh sebuah cerita. Namun jika dipandang dari sudut semiotik yang
mencari makna dibalik tanda, beberapa adegan itu dapat menggambarkan betapa
film ini ingin menunjukkan bahwa sisi manusia Algren mengalami pertentangan
hebat. Di dalam hatinya berkecamuk rasa bersalah pada Taka sekaligus
pertanyaan mengapa Taka mau merawatnya, juga kemarahan pada komandan
pasukannya yang tak mengenal belas kasihan semasa berperang dengan suku
Indian. Tindakannya di masa lalu itu selalu menjadi pemicu rasa bersalahnya yang
amat besar.
Algren mengalami tekanan emosional yang amat berat dari
keikutsertaannya dalam perang tersebut. Mimpi buruk yang selalu menyertainya
seakan tidak bisa disembuhkan, dan apabila seseorang memiliki tekanan
emosional berlebih maka akan cenderung menginginkan kehadiran orang lain
yang dapat menjadi teman sejatinya. Algren menemukannya dalam perilaku tulus
kaum samurai yang menawannya.
Dalam ilmu komunikasi kita berkata, pesan diberi makna berlainan oleh
orang yang berbeda. Words don’t mean; people mean. Kata-kata tidak mempunyai
makna; oranglah yang memberi makna (Jalaluddin Rakhmat, 2004: 49). Film ini
memberikan kesan mendalam bahwa tokoh utamanya sangat dipengaruhi oleh
keputusan yang amat penting pada adegan klimaks. Dimana Algren berubah pihak
untuk mendukung penuh perjuangan kaum samurai.
Beberapa adegan yang disebutkan tadi hanyalah sebagian kecil dari
banyak tanda dan simbol yang ada dalam film The Last Samurai yang juga
menyampaikan pesan moral yang tidak kalah penting, tentang betapa berharganya
nilai kehormatan. Apalagi di tengah-tengah kehidupan yang serba materialistis
dan ambisi pribadi untuk memperoleh kekuasaan dengan cara kejam bahkan
kotor.
E. Definisi Konseptual dan Konflik Batin
E.1. Definisi Konseptual
E.1.1 Konflik Batin
Konflik dapat dimengerti sebagai pertentangan antara dua hal. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia konflik diartikan sebagai percekcokan,
perselisihan, pertentangan. Ketegangan atau pertentangan dalam sebuah cerita
rekaan atau drama (pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri
satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh dan sebagainya). Sedangkan batin
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang tersembunyi atau
sesuatu yang mengenai jiwa.
Konflik batin yang akan dibahas di sini adalah konflik batin yang terjadi
pada Nathan Algren, tokoh utama dalam film The Last Samurai. Dalam dirinya
terjadi konflik batin ketika dia memutuskan untuk bergabung dengan kaum
dahulu. Algren sempat untuk ragu, karena selain dia pernah terikat kontrak pada
pasukan Kekaisaran, maka sudah pasti cap pengkhianat akan melekat padanya.
E.1.2 Film
Film dalam kamus komunikasi diartikan sebagai media komunikasi yang
bersifat visual atau-audio visualuntuk menyampaikan suatu pesan kepada
sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu. (Onong Uchjana
Effendi, 1981: 134)
Film merupakan salah satu jenis media massa yang digemari dan
mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat dan akan menjadi obyek
penelitian semiotik yang sempurna karena film sangat kaya akan tanda-tanda dan
simbolisme pesan yang menarik untuk digali dan diteliti.
E.1.3 The Last Samurai
The Last Samurai adalah film drama aksi petualangan produksi Warner
Bros Pictures yang disutradarai oleh Edward Zwick. Film yang dirilis pada bulan
Desember tahun 2003 ini memperoleh beberapa penghargaan, antara lain 4
nominasi Oscar dan 3 kategori nominasi Golden Globe pada tahun 2004.
Dibintangi antara lain oleh Tom Cruise sebagai Nathan Algren, Ken Watanabe
sebagai Katsumoto, Tony Goldwyn sebagai Kolonel Bagley, dan Masato Harada
sebagai Omura.
Film ini menceritakan tentang mantan pejuang perang sipil Amerika
menumpas pemberontakan para kaum samurai di Jepang. Akan tetapi setelah
Algren menjadi tawanan dan merasakan hidup bersama para samurai itu dia
menjadi berbalik untuk memihak kaum samurai dan ikut berjuang berperang
bersama melawan penguasa beserta bala tentaranya.
Sentuhan cinta juga diselipkan dalam film ini yaitu antara Nathan Algren
dan janda samurai adik dari Katsumoto yaitu Taka, kisah cinta yang tersembunyi
karena saking halusnya sehingga hanya tertampil demikian samar namun dapat
dirasakan getaran asmara pada kedua orang ini.
Akhirnya prajurit samurai dibawah pimpinan duo Katsumoto dan Nathan
Algren melakukan penyerangan dengan jumlah pasukan yang sangat tidak
seimbang yang walaupun tidak memenangkan pertempuranh namun semangat dan
kehormatan prajurit samurai tidak terpadamkan, terbukti waktu adegan kematian
Katsumoto para tentara Jepang dan komandannya memberi penghormatan untuk
yang terakhir kali pada Sang Samurai terakhir itu.
E.2.1 Konflik Batin
The Last Samurai mengisahkan tentang Nathan Algren, seorang kapten
pasukan Amerika dalam perang sipil, sebagai pahlawan yang sangat berjasa dalam
berbagai perang dengan banyak bintang jasa. Kapten Nathan Algren ditugaskan
ke Jepang sebagai pelatih bayaran pasukan bersenjata Kerajaan Jepang dan
berperang untuk membasmi para samurai yang dianggap sebagai pemberontak
Samurai merupakan kelompok komunitas bangsa Jepang pada era
pemerintahan Tokugawa yang mendedikasikan seluruh hidupnya pada nilai
kesetiaan dan kehormatan serta harga diri dengan sangat tinggi. Bahkan mereka
rela mati untuk membela semua itu. Idealisme dalam mempertahankan
kebudayaan Jepang menimbulkan peperangan antara para samurai melawan pihak
Kekaisaran Jepang sendiri yang dibantu oleh pemerintah barat dengan dalih
hubungan saling menguntungkan termasuk jual beli alat-alat persenjataan modern
buatan negara-negara barat.
Ketika mengalami kekalahan dalam pertempurannya melawan samurai,
Algren menjadi tawanan dan melihat berbagai pola kehidupan yang sangat
berbeda dalam budaya kehidupan masyarakat samurai. Antara lain tingginya nilai
kemanusiaan, religi, kesetiakawanan sosial, keramahan, sopan santun dan
pengorbanan tanpa pamrih. Semuanya itu dilihat dan dirasakan Algren sendiri
dalam kehidupan sehari-hari kaum samurai itu. Diselamatkan oleh musuh
besarnya dan seorang pemimpin samurai bernama Katsumoto hingga mereka bisa
saling belajar, memahami dan akhirnya bersahabat, juga dari kehidupan
keseharian sebuah keluarga yang dia bunuh dalam peperangan dalam sebuah desa
samurai yang sangat tradisional tapi penuh harmoni dan keramahan, dia
menemukan keseimbangan hidup yang tinggi hingga akhirnya Nathan Algren
memutuskan untuk berpihak kepada para samurai.
Banyak sekali konflik batin yang dialami oleh Nathan Algren selama
a. Konflik antara komitmen profesional dan hati nurani.
Tokoh utama dalam film ini, Nathan Algren pada mulanya digambarkan
sebagai seorang laki-laki khas Amerika pada umumnya, pemberani, skeptis dan
sedikit hedonis. Hal ini terlihat antara lain dalam adegan ketika dia ditawari
kontrak kerja sama untuk melatih pasukan Kekaisaran Jepang. Tanpa rasa
sungkan sedikitpun Algren mengajukan penawaran harga jasanya hampir dua kali
lipat pada seorang utusan Jepang. Akan tetapi jauh di dalam hatinya, sebenarnya
dia menyesal ketika kontrak itu kemudian disepakati. Trauma dan mimpi buruk
masa lalu ketika berperang dengan suku Indian akan semakin mengganggu
tidurnya. Namun, hal itu tak menyurutkan niatnya untuk tetap berangkat
meninggalkan negerinya menyeberangi samudera menuju kepulauan Jepang,
sebuah negara yang sedang dalam masa transisi pemerintahan. Tempat yang kelak
akan mengubah jalan hidupnya dan di tempat itulah pada akhir cerita
digambarkan Algren menemukan kedamaian yang selama ini ia cari.
b. Konflik antara rasa bersalah dan kehormatan
Berubahnya pendirian Nathan Algren untuk kemudian berpihak kepada
kaum samurai tidak terjadi seketika. Akan tetapi melalui proses dan banyak
pertentangan dalam hatinya, antara lain ketika dia mengetahui ritual harakiri atau
bunuh diri ala samurai yang tidak dapat menanggung rasa malu akibat kalah
dalam pertempuran. Juga dia merasa bahwa kekalahan itu merupakan
kesalahannya semata akibat pasukan yang dipimpinnya belum siap sepenuhnya
Menteri Jepang yang menyewanya memaksa untuk segera melacak keberadaan
para samurai dan menghadapinya untuk kemudian mengalahkannya.
Kedua atasan Algren tersebut bersikeras para samurai yang hanya
bersenjatakan pedang, tombak, dan panah akan mudah dikalahkan oleh batalyon
bersenjata api. Algren yang mengetahui ketidaksiapan pasukan yang dilatihnya
gagal meyakinkan kedua orang itu untuk menunda konfrontasi terlebih dahulu.
c. Antara keinginan dan tindakan
Dalam film ini diperlihatkan dimana keinginan Algren untuk menjauhi
segala hal yang berhubungan dengan peperangan setelah dia dibebaskan oleh
Katsumoto dan berusaha untuk menolak kontrak baru yang disodorkan oleh
Omura kepadanya. Isi kontrak itu menyatakan bahwa Algren harus kembali aktif
memimpin pasukan kerajaan melawan dan membasmi para samurai. Sudah jelas
dia menolak, akan tetapi Algren pun sadar, mengabaikan kontrak berarti cepat
atau lambat nyawanya akan menjadi taruhan. Omura tidak mungkin membiarkan
Algren hidup karena secara tidak langsung akan menghambat tujuan akhir Omura
itu sendiri, memenangkan hati Sang Kaisar dan memperkuat kekuasaannya.
F. Metodologi Penelitian
F.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang
menekankan pada interpretasi, dan metode ini juga lebih mendekatkan peneliti
kepada objek yang dikaji. (H. B. Sutopo, 2002: 49)
Penelitian kualitatif mengumpulkan data berupa kata-kata, kalimat atau
gambar yang memiliki arti lebih dari sekedar angka ataupun frekuensi. Jadi di
dalam penelitian kualitatif semua teknik pengumpulan data kualitas pelaksanaan
sangat tergantung pada penelitinya sebagai alat pengumpulan data utama. Oleh
karena itu sikap kritis dan terbuka sangat penting dalam penelitian ini.
Sesuatu yang diperoleh dengan susah payah akan dipandang lebih
bermakna daripada sesuatu yang sama tetapi diperoleh dengan cara yang lebih
mudah. Dan karena makna adalah perhatian utama dalam penelitian kualitatif
maka kajiannya lebih menekankan pada proses daripada produknya.
F. 2 Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini adalah observasi, yaitu teknik yang digunakan
untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi,
dan benda serta rekaman gambar. (H. B. Sutopo, 2002: 64). Observasi dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara menonton film The Last Samurai dan
mengumpulkan data-data tentang film tersebut dari berbagai sumber misalnya
internet dan buku yang kemudian diinterpretasikan menggunakan teori-teori
semiotik untuk menarik kesimpulan.
Obyek yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini adalah film
berjudul The Last Samurai produksi Warner Bros Pictures. yang berdurasi 154
menit, yang disutradarai oleh Edward Zwick serta John Logan sebagai penulis
ceritanya.
Yang dijadikan fokus utama dalam penelitian ini dibagi menjadi dua
kategori, yaitu:
1. Verbal atau Sound Source
Yang termasuk dalam kategori ini adalah dialog, narasi, tulisan, dan suara
termasuk backsound yang akan memberi efek dan membantu memahami makna
ataupun mengandung pesan-pesan moral di dalamnya.
2. Non Verbal atau Visual Image
Yang termasuk dalam kategori ini adalah semua yang ditampilkan dalam
sebuah frame, yaitu isi dan muatan dari shot atau ambilan gambar atau juga
adegan dalam film ini. Yang dimaksud di sini antara lain komposisi visual, warna,
sudut pengambilan gambar, setting atau background, sistem pencahayaan atau
lighting, dan lain-lain.
F.4 Teknik Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian semiotika ini adalah
data-data yang sifatnya kualitatif, dapat berupa kalimat, gambar dan data-data-data-data lain yang
mempunyai arti lebih dari hanya sekedar angka. Jadi teknik pengumpulan data
Studi dokumenter dilakukan dengan mengklasifikasikan bahan-bahan
tertulis yang dibutuhkan dan berhubungan dengan rumusan masalah penelitian
yang telah dilakukan. Studi dokumenter juga dilakukan dengan mengumpulkan
data-data dari artikel koran, majalah, buku-buku juga data-data dari internet yang
relevan dengan penelitian ini.
F.5 Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
semiotika. Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang tidak menggunakan
perhitungan kuantitatif sebagai dasar penelitian, semiotika digunakan untuk
menganalisa makna dari tanda-tanda yang ada dari teks atau pesan komunikasi
dalam film The Last Samurai ini.
Data-data yang diperoleh dari keseluruhan proses penelitian ini kemudian
dicatat dan disusun untuk dianalisa. Proses analisis itu sendiri dilakukan dengan
mengelompokkan data yaitu adegan-adegan dalam film The Last Samurai menjadi
beberapa kategori sesuai dengan tema penelitian. Data-data tersebut kemudian
dianalisis dengan menggunakan analisis semiotik untuk mencari makna dari
tanda-tanda yang menyampaikan pesan-pesan pertentangan batin tokoh utama
yang ada dalam film ini.
Untuk menganalisis isi atau pesan dari dalam film The Last Samurai ini
ada beberapa tahapan yang akan dilakukan, proses dari awal penelitian hingga
penarikan kesimpulan, yaitu:
Tidak semua adegan akan dikaji dalam penelitian ini, karena hanya adegan
yang mempresentasikan pesan pertentangan batin tokoh utama saja yang akan
dianalisa. Pemilihan adegan ini akan didasarkan pada topik dan masalah
penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya baik dari tanda-tanda verbal
maupun nonverbal yang ada.
2. Menganalisa adegan kunci
Setiap adegan dibangun atas beberapa shot atau ambilan gambar dan untuk
lebih mempertajam analisis maka akan dilihat shot-shot dalam adegan yang
menunjukkan tanda-tanda atau simbol-simbol yang mempresentasikan
pesan-pesan pertentangan batin tokoh utama dalam film.
3. Menarik kesimpulan
Kesimpulan umum dalam penelitian ini akan ditarik dari hasil analisis data
commit to user
35BAB II
DATA-DATA FILM THE LAST SAMURAI
A. Latar Belakang Pembuatan Film The Last Samurai
The Last Samurai merupakan kisah perlawanan kaum Samurai terhadap
simbol-simbol modernisasi kebudayaan negara-negara barat yang perlahan
mempengaruhi dan masuk ke dalam Kekaisaran Jepang pada akhir abad ke-19.
Film ini termasuk dalam kategori film drama atau film perang yang disutradarai
oleh Edward Zwick, ia juga sekaligus bertindak sebagai penulis skenario dan
produser untuk film ini. The Last Samurai merupakan film yang kisahnya
berdasarkan naskah cerita yang ditulis John Logan, bersama dengan Zwick.
Pada mulanya, film ini merupakan proyek yang dirintis oleh seorang
penulis yang juga sutradara bernama Vincent Ward. Proyek pembuatan film ini
telah diusahakan selama hampir 4 tahun lamanya, dan setelah mencoba untuk
bekerjasama dengan beberapa sutradara antara lain Coppola dan Weir, akhirnya ia
tertarik untuk bekerjasama dengan Edward Zwick. Film mulai digarap bersama
Zwick, dan lokasi pembuatan adalah negara asal Vincent Ward yaitu Selandia
Baru.
Selandia Baru memang menjadi pilihan favorit lokasi syuting film
produksi Hollywood yang bertemakan kolosal. Hal ini kiranya dapat dimaklumi
karena secara geografis Selandia Baru memiliki bentukan alam yang hijau,
berbukit-bukit, memiliki udara bersih serta luas sehingga sangat mendukung
B. Ringkasan Singkat Film The Last Samurai
Kapten Nathan Algren yang diperankan oleh Tom Cruise adalah mantan
anggota Angkatan Darat Amerika Serikat berpangkat kapten sekaligus sebagai
pecandu alkohol, dia merasa sangat kecewa juga trauma pada masa lalunya, yaitu
pembantaian terhadap penduduk asli Amerika termasuk wanita dan anak-anak
selama Perang Indian. Dalam tahun-tahun berikutnya mengikuti dinas militer,
Algren menjadi seorang duta iklan sebuah perusahaan senjata api, hal ini
merupakan pengalaman yang membuat mentalnya semakin limbung pasca trauma
yang dialaminya. Tidak sabar melihat Algren terus berkubang di dalam alkohol,
membuat koleganya semasa perang sipil, Zebulon Gant (diperankan oleh Billy
Connolly) mengajaknya untuk bekerja sebagai instruktur pelatih tentara negara
asing, tentara Kekaisaran Jepang.
Sebagai negara yang baru saja membuka diri terhadap hubungan
internasional ketika itu, Jepang sedang giat-giatnya membangun armada
kekaisaran yang tangguh dan modern. Usaha itu jelas terlihat dari maraknya
perdagangan senjata antara Jepang dan Amerika Serikat. Tidak hanya itu pun
Kekaisaran Jepang juga mendatangkan para ahli strategi perang untuk melatih
anggota militer yang notabene berasal dari warga kelas petani yang belum pernah
sekalipun memegang senjata. Dan Nathan Algren adalah salah satunya. Dia
berada di bawah pengawasan Omura (Masato Harada), seorang menteri
Di tengah usaha Kekaisaran Jepang dalam memodernkan angkatan
perangnya, ada beberapa panglima perang jepang konservatif yang menentangnya.
Para panglima inilah yang kemudian oleh menteri diperangi untuk ditumpas.
Dengan bantuan batalyon asing dari Amerika, pihak Jepang menekan dan
mendesak para panglima dan pengikutnya untuk menyerah.
Dalam suatu pertempuran, Algren tertangkap dan menjadi tawanan salah
satu panglima jepang konservatif. Dari sinilah sang mantan kapten ini mengetahui
bahwa perjuangan para panglima konservatif dan para samurai ini adalah
perjuangan yang mulia untuk mempertahankan supremasi tahta Sang Kaisar,
namun karena hasutan sang perdana menteri membuat Kaisar menganggap para
panglima ini memberontak atas tahtanya. Di sana Algren yang dikejar-kejar rasa
bersalah atas tindakan masa lalunya menemukan tempat berteduh dan tujuan
hidup baru. Secara bertahap ia mengikuti cara hidup samurai yang disiplin dan
murni. Sampai pada akhirnya memutuskan untuk berganti sisi dan berpihak pada
samurai.
C. Produksi Film The Last Samurai
1. Keterangan Film
Sutradara : Edward Zwick
Penulis : John Logan
Edward Zwick
Durasi : 154 menit
Genre : Aksi / Petualangan / Sejarah / Perang / Drama
Aspek Rasio : 2.35 : 1
Tagline : In the face of an enemy, in the Heart of One Man, Lies the
Soul of a Warrior
Penata Musik : Hans Zimmer
Sinematografi : John Toll (Director of Photography)
Editing Film : Victor Dubois
Steven Rosenblum
Penata Kostum : Ngila Dickson
Dekorasi : Gretchen Rau
Penata Artistik : Lilly Kilvert
Christopher Burian-Mohr
Jess Gonchor
Kim Sinclair
Produser : Tom Cruise
Tom Engelman
Marshall Herskovitz
Scott Kroopf
Paula Wagner
Edward Zwick
Produser Eksekutif : Michael Doven
Ted Field
Charles Mulvehill
Richard Solomon
Vincent Ward
Waktu Rilis : 5 Desember 2003 (Amerika Serikat)
Penghargaan yang diperoleh dalam Academy Award (4 nominasi Piala Oscar):
Best Actor in a Supporting Role : Ken Watanabe
Best Art Direction-Set Decoration : Lilly Kilvert (Art Director)
Gretchen Rau (Set Decorator)
Best Costume Design : Ngila Dickson
Best Sound Mixing : Andy Nelson
Anna Behlmer
Jeff Wexler
2. Para Pemeran dalam Film The Last Samurai
Ken Watanabe ... Katsumoto Moritsugu
Tom Cruise ... Nathan Algren
William Atherton ... Winchester Rep
Chad Lindberg ... Winchester Rep Assistant
Ray Godshall Sr. ... Convention Hall Attendee
Billy Connolly ... Zebulon Gant
Tony Goldwyn ... Colonel Bagley
Masato Harada ... Omura
Masashi Odate ... Omura's Companion
John Koyama ... Omura's Bodyguard
Timothy Spall ... Simon Graham
Shichinosuke Nakamura ... Emperor Meiji
Togo Igawa ... General Hasegawa
Satoshi Nikaido ... N.C.O.
Shintaro Wada ... Young Recruit
Shin Koyamada ... Nobutada
Koyuki ... Taka
Sosuke Ikematsu ... Higen
Aoi Minato ... Magojiro
Seizo Fukumoto ... Silent Samurai
Shoji Yoshihara ... Sword Master
Kosaburo Nomura IV ... Kyogen Player #1
Takashi Noguchi ... Kyogen Player #2
Noguchi Takayuki ... Kyogen Player #3
Sven Toorvald ... Omura's Secretary
Scott Wilson ... Ambassador Swanbeck
Yuki Matsuzaki ... Soldier in Street #1
Mitsuyuki Oishi ... Soldier in Street #2
Jiro Wada ... Soldier in Street #3
Hiroshi Watanabe ... Guard
Yusuke Myochin ... Sword Master's Assistant
Hiroaki Amano ... Samurai Ensemble
Kenta Daibo ... Samurai Ensemble
Koji Fujii ... Samurai Ensemble
Makoto Hashiba ... Samurai Ensemble
Shimpei Horinouchi ... Samurai Ensemble
Takashi Kora ... Samurai Ensemble
Shane Kosugi ... Samurai Ensemble
Takeshi Maya ... Samurai Ensemble
Seiji Mori ... Samurai Ensemble
Lee Murayama ... Samurai Ensemble
Takeru Shimizu ... Samurai Ensemble
Shinji Suzuki ... Samurai Ensemble
Hisao Takeda ... Samurai Ensemble
Ryoichiro Yonekura ... Samurai Ensemble
Ryoichi Noguchi ... Samurai Ensemble
3. Proses Produksi Film The Last Samurai
The Last Samurai (2003) adalah salah satu karya brilian Edward Zwick
yang amat layak diganjar dengan 4 penghargaan nominasi Oscar. Seperti film
karya Zwick yang lain, detail petikan peristiwa sejarah sangat kental dalam film
D. Tokoh-tokoh Penting dalam Film The Last Samurai
1. Katsumoto
Adalah seorang panglima pemimpin kaum samurai yang amat disegani
oleh bawahannya dan memiliki pendirian kuat bahwasannya dia memberontak
bukanlah untuk melawan Sang Kaisar akan tetapi justru bentuk pengabdiannya
yang paling tinggi sebagai seorang samurai sejati. Dia ingin menunjukkan kepada
Kaisar apabila Jepang menjalin hubungan dengan bangsa barat tanpa
memperhatikan hak-hak rakyat dapat mengakibatkan kewibawaan Kaisar merosot
dan Jepang dapat dengan mudah didikte oleh bangsa-bangsa barat.
Katsumoto berpendapat Sang Kaisar telah dipengaruhi oleh Omura, Si
Perdana Menteri kepercayaan Kaisar yang hanya memiliki tujuan memperkaya
diri dan memperoleh kekuasaan dengan cara licik. Keteguhan hatinya untuk tetap
mewujudkan jalan hidup dan kepemimpinan ala samurai mendapat pertentangan
hebat dari musuh-musuh politiknya. Sampai akhir film diceritakan, Katsumoto
rela mengorbankan nyawanya bagi Kekaisaran asalkan Sang Kaisar mengerti niat
baiknya memakmurkan Jepang tanpa menindas rakyat.
Tokoh ini diperankan oleh Ken Watanabe, seorang aktor Hollywood
keturunan Jepang yang juga pernah membintangi sederet film ternama lainnya.
Perannya di film ini dibawakan dengan sangat baik hingga Ken mendapatkan
penghargaan Nominasi Piala Oscar tahun 2004 sebagai Aktor Pendukung Pria
2. Nathan Algren
Merupakan tokoh utama dalam film ini. Seorang mantan pejuang Amerika
semasa Perang Indian berpangkat Kapten dan sangat fokus ketika menjalankan
setiap tugas dalam hidupnya. Algren selalu mengalami mimpi buruk di setiap
tidurnya dikarenakan perbuatannya di masa lalu. Dia merasa bertanggung jawab
penuh ketika ikut membantai suku-suku Indian di Amerika termasuk wanita dan
anak-anak.
Diposisikan sebagai pelatih bayaran Tentara Kekaisaran Jepang untuk
menumpas pemberontakan kaum samurai yang tersisa namun pada akhirnya
berbalik mendukung penuh perjuangan kaum samurai setelah sempat menjadi
tawanan perang. Semasa ditawan, Algren mendapati sesuatu yang unik dan khas
dalam setiap perilaku sehari-hari kaum samurai tersebut. Nilai-nilai kehormatan
dan prinsip yang dipegang teguh oleh Katsumoto membuka mata hatinya bahwa
kaum samurai itu berperang sebagai wujud nyata pelayanannya kepada Kaisar.
Tokoh ini diperankan oleh aktor tenar Hollywood, Tom Cruise. Dalam
film ini Cruise berperan sangat baik dan mampu membentuk karakternya terlihat
nyata. Keseriusannya membawakan tokoh Nathan Algren membuatnya
mendapatkan penghargaan Nominasi Aktor Drama Terbaik pada Golden Globe
tahun 2003.
3. Omura
Tokoh antagonis dalam film, dia adalah Perdana Menteri Kaisar yang