• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik Batin Nathan Algren (Analisis Semiotik Tentang Konflik Batin Pada Tokoh Nathan Algren Dalam Film “The Last Samurai”)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Konflik Batin Nathan Algren (Analisis Semiotik Tentang Konflik Batin Pada Tokoh Nathan Algren Dalam Film “The Last Samurai”)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

commit to user

ii 

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan panitia ujian skripsi

Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Pembimbing Skripsi

(3)

commit to user

iii 

PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi

Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Hari : Selasa

Tanggal : 16 November 2010

Panitia Ujian Skripsi

1. Ketua : Prof. Drs. H. Pawito, Ph. D. (………)

NIP. 19540805 198503 1 002

2. Sekretaris : Chatarina Heny Dwi S., S, Sos, M. Si. (………)

NIP. 19761222 200212 2 002

3. Penguji : Drs Subagyo, S. U. (………)

NIP. 19520917 198003 1 001

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

(4)

commit to user

iv 

MOTTO

(5)

commit to user

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya yang tercipta dengan segenap daya ini teruntuk yang tercinta :

(6)

commit to user

vi 

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, ucap syukur penulis atas terselesaikannya tulisan skripsi ini. Skripsi ini bukanlah sekedar suatu kewajiban, namun merupakan aktualisasi diri untuk dapat memahami tentang simbol-simbol dalam film yang didalamnya terkandung makna, yang mengandung pesan moral, berkaitan dengan fenomena masyarakat di sekeliling kita. Ucapan terima kasih tak terhingga penulis haturkan kepada semua pihak dibawah ini yang banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi, hanya Allah SWT sajalah yang sanggup membalas budi baiknya:

1. Drs. H. Supriyadi, S. U. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu

Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dra. Prahastiwi Utari, M. Si, Ph. D selaku Ketua Jurusan Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Subagyo, S.U. selaku pembimbing atas arahan dan kesabaran beliau

membimbing penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

4. Bapak dan Ibu Sunaryo, atas semua perjuangan dan kepercayaan serta doa

yang tak henti-hentinya untuk ananda.

5. Teman Kom 03 seperjuangan

6. Pihak yang teramat banyak untuk disebutkan atas kesempatan yang

diberikan untuk memaknai arti kehidupan

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan sumbang saran agar skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang berkompeten.

Surakarta, November 2010

(7)

commit to user

vii 

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih tak terhingga untuk ALLAH SUBH’ANNALLAHU WA TA’ALA

yang telah memberiku hidup dan nikmat tak terhingga.

Sungkem kagem Ibuk Hesti Widyastuti, kagem Ibuk Hesti Widyastuti, kagem Ibuk Hesti

Widyastuti, kagem Bapak Sunaryo. Tak ada kata yang mampu melukiskan indahnya,

selain maaf dan terima kasih...

Paramita Widya Hapsari, suwun ya Dik.

Eka Septiana Wiyataningrum, terima kasih atas segala dukungan dan perhatiannya

Kawan-kawan Fosilkota

(Komunikasi Massa UNS angkatan 2003)

(8)

commit to user

viii 

ABSTRAK

WIDHI ARYO NUGROHO, D0203139, KONFLIK BATIN NATHAN ALGREN (Analisis Semiotik tentang Konflik Batin pada Tokoh Nathan Algren dalam film “The Last Samurai”), halaman: 94

Film “The Last Samurai” produksi Warner Bros (2003) yang disutradarai oleh Edward Zwick adalah salah satu film yang sarat dengan makna nilai-nilai kehormatan dan pergolakan hati nurani seorang manusia dengan segala sifat-sifat alaminya.

Berlatarbelakang di Kepulauan Jepang pada masa berakhirnya Pemerintahan Tokugawa yang feodal, film ini mengambil sudut pandang dari seorang prajurit Amerika yang sinis dan pantang menyerah bernama Nathan Algren. Pada awalnya Algren merupakan bagian dari paket pelatihan prajurit Kekaisaran Jepang yang dikirim oleh Pemerintah Amerika.

Film ini dengan menarik menampilkan konflik batin yang dialami oleh tokoh utamanya, karena dia merasa semua tindakannya selama ini hanya didasarkan pada naluri keserakahan atasannya. Yaitu, sekadar memperoleh bayaran melimpah demi menumpas kaum samurai yang menjadi simbol karakter dan kebudayaan Bangsa Jepang. Dia ingin berbalik membantu perjuangan kaum samurai dan melawan prajurit Kekaisaran beserta persenjataannya yang didatangkan dari Amerika, negerinya sendiri.

Namun apabila dia menuruti kata hatinya tersebut, maka sudah pasti dia akan dianggap desersi dan dicap sebagai pengkhianat oleh negaranya. Meskipun pada akhirnya dia tetap mengambil keputusan berdasar kata hatinya, memerangi prajurit Kekaisaran dengan resiko kehilangan nyawanya.

Untuk menganalisis pesan ‘konflik batin’ dalam film tersebut, analisa semiotik adalah metode yang akan digunakan. Semiotik itu sendiri mempelajari tentang tanda, simbol atau lambang dan makna yang ada dalam suatu teks (teks yang dimaksud disini adalah teks dalam arti luas).

Studi semiotik digunakan untuk menganalisis adegan-adegan yang menampilkan ‘konflik batin Nathan Algren’ melalui tiga unit analisis penelitian yaitu, konflik antara komitmen profesional dan hati nurani, konflik antara rasa bersalah dan kehormatan, dan konflik antara keinginan dan tindakan.

(9)

commit to user

ix 

(10)

commit to user

ABSTRACT

Widhi Aryo NUGROHO, D0203139, Nathan Algren INNER CONFLICT (Semiotic Analysis of Inner Conflict on Nathan Algren character in the movie "The Last Samurai"), pages: 94

The film "The Last Samurai" Warner Bros. (2003) directed by Edward Zwick is one of the film is loaded with significance values of honor and conscience of a human struggle with all its natural properties.

Background in the Japanese Islands during the end of the feudal Tokugawa government, this film takes the point of view of an American soldier and a fighter who cynically named Nathan Algren. At first Algren is part of the Imperial Japanese soldier training packages sent by U.S. Government.

This film with interesting displays the inner conflict experienced by the main character, because he felt all his actions so far just based on greed instinct superiors. That is, just getting paid abundantly for crushing the samurai who became a symbol of character and culture of the Japanese nation. He wanted to turn to help fight the samurai and fight the Empire soldiers and armaments were imported from America, his own country.

But when he followed his conscience, then surely he would be considered desertion and branded a traitor by his country. Although in the end he still took the decision based on his conscience, the Imperial combat soldiers with the risk of losing his life.

To analyze the message 'inner conflict' in the film, semiotic analysis is the method to be used. Semiotics itself to learn about the signs, symbols, or symbols and meanings that exist within a text (text that is meant here is the text in a broad sense).

Semiotic studies are used to analyze scenes featuring 'Nathan Algren inner conflict' through three units, namely the research analysis, the conflict between professional commitment and conscience, the conflict between guilt and honor, and the conflict between desire and action.

Scenes that show the signs that represent three units of the above analysis will be examined and analyzed to look for meaning, both denotation, connotation and myth analysis to later research concluded.

(11)

commit to user

xi 

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

ABSTRAK ... viii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kerangka Teori ... 8

E. Definisi Konseptual dan Konflik Batin ... 25

F. Metodologi Penelitian ... 30

F. 1. Jenis Penelitian ... 30

F. 2. Metode Penelitian ... 31

F. 3. Obyek Penelitian ... 31

(12)

commit to user

xii 

F. 5. Analisis Data ... 33

BAB II. DATA-DATA FILM “THE LAST SAMURAI” A. Latar Belakang Pembuatan Film “The Last Samurai” ... 35

B. Ringkasan Singkat Film “The Last Samurai” ... 36

C. Produksi Film “The Last Samurai” ... 37

D. Tokoh-tokoh Penting dalam Film “The Last Samurai” ... 40

BAB III. SINOPSIS FILM “THE LAST SAMURAI” Sinopsis Film “The Last Samurai”... 45

BAB IV. ANALISIS DATA A. Kategorisasi Bahan Studi ... 57

B. Konflik antara komitmen profesional dan hati nurani ... 58

C. Konflik antara rasa bersalah dan kehormatan ... 68

D. Konflik antara keinginan dan tindakan ... 80

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(13)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan masyarakat modern dewasa ini hampir mustahil dilepaskan

dari media massa. Dengan segala perkembangannya yang dinamis, media massa

telah menjelma menjadi salah satu kebutuhan utama kita, yaitu sebagai saluran

informasi. Bahkan generasi media ini sering disebut sebagai “masyarakat

informasi” yang oleh McQuail diartikan sebagai:

Pada dasarnya masyarakat informasi (masyarakat pascaindustri) adalah masyarakat yang menilai informasi sebagai sumber daya, sarana produksi, dan produk utama yang paling berharga. Oleh karena itu, mayoritas tenaga kerjanya adalah pekerja informasi. Di samping itu, berdasarkan beberapa indikasi lainnya informasi mengandung nilai ekonomi dan sosial yang dominan. (Dennis McQuail, 1994: 75).

Dari paparan McQuail di atas tampak semakin jelas pula apabila memang

hampir tidak mungkin kita dapat mengabaikan peran media massa, apapun

bentuknya dan dengan fungsinya masing-masing. Televisi, surat kabar, internet,

radio, dan juga film adalah beberapa contoh media favorit masyarakat.

Media massa memiliki kemampuan sebagai penyampai pesan yang kuat

karena pesan dapat disampaikan ke banyak orang dengan jangkauan yang luas dan

secara bersamaan. Jadi, media massa merupakan alat yang sempurna untuk

menyampaikan informasi dan pesan yang berhubungan dengan kepentingan

(14)

Film sebagai media massa menyampaikan informasi dan pesan dengan

cara yang kreatif sekaligus unik. Oleh McQuail film dikatakan berperan sebagai

sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi

kebiasaan terdahulu serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak, dan

sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum.

Alur cerita dan tokoh dalam sebuah film mampu menyentuh emosi

audiensnya. Film tidak hanya mengandalkan tampilan audio visual saja untuk

menyampaikan pesan sebagai proses komunikasi, namun melalui alur,karakter

pemain serta jalinan cerita yang terkait dari awal hingga akhir seakan membuat

penontonnya terpukau sehingga rela menghabiskan waktunya selama dua sampai

tiga jam di depan layar untuk menonton film tersebut.

Adegan di dalam film dapat membuat penontonnya tertawa ataupun

menangis. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila efek film yang cukup

dramatis itulah, film juga dapat dijadikan sebagai alat propaganda yang efektif.

Politisi-politisi di beberapa negara tercatat pernah menggunakan film untuk

“mencuci otak” rakyatnya, seperti yang dilakukan oleh Menteri Propaganda NAZI

Jerman, Joseph Gobbels.

Film mampu memberikan beragam informasi dan membuat kita mampu

memandang suatu masalah dari sudut pandang yang baru, kita akan merasakan

apa yang dirasakan dan apa yang dilihat oleh tokoh yang digambarkan atau

diperankan di dalam film. Hal ini membuat kita lebih mengerti tentang

kebudayaan, nilai-nilai dan kehidupan masyarakat lain yang mungkin belum

(15)

Dalam perkembangannya sekarang, film sudah lebih bersifat komersial.

Dengan didukung kemajuan teknologi, hampir semua fantasi para pembuatnya

dapat diterjemahkan secara nyata lewat gambar-gambar dan efek-efek yang

dinamis. Dibandingkan awal kemunculannya pada akhir abad 19, tampilan dan

teknik pembuatan film yang masih sangat sederhana.

Proses pembuatan film dapat menghabiskan waktu yang cukup lama dan

biaya tidak sedikit. Kerjasama amat dibutuhkan dari berbagai tenaga ahli seperti

sutradara, aktor atau aktris, kamerawan, editor, penulis skrip atau skenario dan

masih banyak keahlian lainnya untuk menghasilkan sebuah film yang layak untuk

ditonton.

Hollywood sebagai kiblat produksi film-film di Amerika Serikat bahkan

dunia tidak segan-segan mengeluarkan dana hingga ratusan juta dollar hanya

untuk memproduksi sebuah film saja. Dengan didukung kreativitas tim promosi

yang handal, bukan tidak mungkin sebuah film dapat mendatangkan keuntungan

yang berlipat dari modal awalnya.

Film-film yang menempati urutan teratas dalam “box office” seperti

Titanic, The Dark Knight, Harry Potter merupakan salah satu contoh film dengan

catatan keuntungan berlipat tersebut. Oleh karena itu para kreator film papan atas

tidak akan setengah-setengah apabila mengerjakan sebuah produksi film.

Bukan saja dari sisi produksi yang berkembang, penyajian film sekarang

juga semakin praktis. Kita tidak perlu antri dan datang ke bioskop untuk

(16)

DVD yang dapat kita nikmati di rumah. Selain itu kita juga lebih bebas untuk

memilih film apa yang ingin kita tonton.

Meskipun tujuan utama sebagian produksi film sekarang adalah untuk

mendapatkan keuntungan, namun masih banyak pula film-film sukses yang juga

mengemban misi untuk memberikan informasi yang mendidik dan menanamkan

nilai-nilai positif pada audiensnya, karena sebagai media massa film juga

mengemban misi pendidikan dan sosial budaya. Jadi sebuah film juga dapat

menjadi sarana pendidikan dan pewarisan budaya. Seperti film hasil karya

sutradara Edward Zwick “The Last Samurai” yang kaya akan pesan moral dan

nilai-nilai kemanusiaan di dalamnya.

The Last Samurai bercerita tentang penemuan jati diri dan kebenaran yang

terpendam dalam diri seorang bernama Nathan Algren yang diperankan oleh Tom

Cruise, semasa Restorasi Meiji. Nathan Algren sendiri merupakan mantan Kapten

pasukan kavaleri Union semasa perang bangsa Amerika Serikat melawan kaum

Indian.

Di tengah usaha Kekaisaran Jepang dalam memodernkan angkatan

perangnya, ada beberapa panglima perang Jepang konservatif yang

menentangnya. Para panglima inilah yang kemudian oleh perdana menteri

diperangi untuk ditumpas. Dengan bantuan batalyon asing dari Amerika, pihak

Jepang menekan dan mendesak para panglima dan pengikutnya untuk menyerah.

Dan bisa ditebak, Nathan Algren adalah termasuk di dalam batalyon asing

tersebut. Ia ditugaskan oleh atasannya untuk melatih pasukan Jepang pimpinan

(17)

Dalam suatu pertempuran, Nathan Algren, veteran perang yang disewa

sebagai penasehat militer untuk bertugas melatih Imperial Army, tertangkap dan

menjadi tawanan salah satu panglima Jepang konservatif. Dari sinilah sang

mantan kapten ini mengetahui bahwa perjuangan para panglima konservatif dan

para samurai ini adalah perjuangan yang mulia untuk mempertahankan supremasi

tahta sang kaisar, namun karena hasutan sang perdana menteri membuat kaisar

menganggap para panglima ini memberontak atas tahtanya. Di sana Nathan yang

dikejar-kejar rasa bersalah atas tindakan masa lalunya menemukan tempat

berteduh dan tujuan hidup baru. Secara bertahap ia mengikuti cara hidup samurai

yang disiplin dan murni. Sampai pada keputusannya berpihak pada samurai.

Dalam perjalanan yang mengubahnya hingga dia rela untuk berkorban

sedemikian besar, banyak konflik batin yang dialami oleh Nathan Algren hingga

akhirnya dia menyadari bahwa nilai-nilai kehormatan sangat dipegang teguh oleh

para samurai yang dianggap sebagai musuh perdana menteri. Kaum samurai

menganggap hubungan Jepang dengan bangsa-bangsa asing tidak selalu

menyejahterakan rakyat Jepang itu sendiri. Nilai kehormatan lebih berharga

daripada menjalani kehidupan modern meniru persis bangsa asing. Cara film ini

menampilkan konflik batin yang dialami Algren tersebut sangat menarik untuk

diteliti.

Kekuatan lain yang dimiliki oleh film ini adalah penggunaan kata-kata

filosofi leluhur bangsa Jepang dan juga pesan nonverbal melalui gambar, suara,

(18)

makna yang dalam dan menyentuh, walaupun terkadang memerlukan pemikiran

lebih untuk memahaminya secara utuh.

Di pertengahan Era Shogun Tokugawa (1603-1868), bangsa Jepang

diajarkan bahwa pekerjaan harus dianggap sebagai pengalaman religius, dan

bahwa pekerjaan adalah sarana menuju kebutuhan spiritual (Boye de Mente,

2009: 193). Karena berhubungan dengan kegiatan spiritual, maka tidak ada istilah

setengah-setengah bagi bangsa Jepang di dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

Edward Zwick, sang sutradara amat cerdas dan jeli dalam mengemas

setiap adegan yang ditampilkan. Dia cukup berani mengekspos karakter bangsa

Jepang yang amat menjunjung tinggi kehormatan, terlebih pada zaman menjelang

restorasi Meiji. Beberapa ambilan gambar menunjukkan betapa bangsa Jepang

sangat serius dalam menekuni pekerjaan sesuai keahliannya. Seperti contohnya

ditayangkan adegan beberapa orang bocah yang berlatih ilmu pedang

menggunakan tiruan pedang yang terbuat dari kayu.

Salah satu karakter unik dari kelas samurai Jepang adalah tingginya harga

diri mereka, yang diekspresikan baik secara verbal maupun fisik, yang oleh

masyarakat Barat umumnya diasosiasikan dengan tindak tanduk khas para raja

dan ratu serta anggota keluarga kerajaan lainnya. (Boye de Mente, 2009: 129).

Film “The Last Samurai” ini antara lain juga pernah diteliti dengan

menggunakan pendekatan dan teori yang berbeda seperti misalnya Analisis Isi

Budaya Modern dan Budaya Lokal Jepang oleh mahasiswa Universitas

Muhammadiyah Malang yang bernama Yogo Prasetyo pada tahun 2008. Dalam

(19)

membawa dampak negatif sehingga memicu sebuah pertentangan yang dapat

meruntuhkan sebuah peradaban. Masuknya sebuah budaya modern atau budaya

baru terhadap budaya lokal merupakan sebuah proses komunikasi dimana

perpaduan dari keduanya akan menimbulkan sebuah aturan baru dengan ditandai

adanya pergeseran budaya lokal atau pertentangan budaya lokal terhadap budaya

yang masuk (modern) karena dianggap tidak sesuai dengan kaidah-kaidah budaya

lokal.

Sedangkan penulis sendiri memilih menggunakan analisis semiotik karena

analisis tersebut sangat cocok untuk diterapkan pada film ini dalam menggali

makna-makna yang disampaikan oleh film tersebut. Film ini mencoba

menyampaikan betapa luhur dan pentingnya nilai kehormatan, terlebih

kehormatan yang menyangkut tradisi-tradisi yang telah ditanamkan secara turun

temurun oleh nenek moyang sebuah bangsa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka

yang merupakan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

“Konflik batin apa yang dialami oleh tokoh Nathan Algren dalam film The

Last Samurai”

C.

Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari

(20)

“Untuk mengatahui konflik batin apa yang dialami tokoh Nathan Algren

dalam film The Last Samurai baik yang melalui gambar, dialog, tulisan maupun

suara.”

D. Kerangka Teori

Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, maka tidak salah

jika komunikasi merupakan aspek terpenting dalam kehidupan manusia. Kita

butuh untuk selalu berinteraksi dengan orang lain melalui komunikasi baik secara

verbal maupun non verbal. Karena pentingnya komunikasi telah menjadi disiplin

ilmu pengetahuan tersendiri dan dipelajari oleh banyak pihak.

Kata komunikasi itu sendiri berasal dari kata communicatio dengan kata

dasar communis yang artinya sama. Dari pengertian tersebut Onong Uchjana

Effendi menyimpulkan bahwa komunikasi berlangsung, hanya jika diantara

orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut mempunyai

kesamaan makna mengenai hal yang dikomunikasikan.

Dan kemudian Ia mendefinisikan istilah komunikasi tersebut ke dalam

kalimat sebagai berikut:

“Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang

kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, dan

perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media.”

(Onong Uchjana Effendi, 1981: 6)

Sebagai suatu proses komunikasi mempunyai beberapa unsur yang oleh

(21)

populer di dunia komunikasi yaitu “Who Says What in Which Channel to Whom

With What Effects

Dalam kalimat tersebut Lasswell mencoba menjelaskan proses komunikasi

dengan pertanyaan-pertanyaan siapa sumber pesannya (komunikator), mengatakan

apa (pesan atau message), melalui saluran apa (media komunikasi, baik secara

langsung maupun tak langsung), kepada siapa (komunikan), dengan efek apa

sebagai hasil dari penyampaian pesan tadi (umpan balik atau feed back).

Komunikasi itu sendiri dikategorikan menjadi beberapa jenis mulai dari

komunikasi intrapersonal, komunikasi interpersonal, komunikasi publik,

kelompok dan sebagainya. Semua jenis komunikasi tersebut mempunyai

karakteristik dan sifatnya sendiri-sendiri. Namun dari sekian jenis kategori dan

jenis komunikasi yang paling banyak mendapatkan perhatian dan dipelajari oleh

berbagai kalangan adalah komunikasi massa.

Komunikasi massa adalah salah satu dari banyak jenis komunikasi, yang

membuatnya istimewa adalah bahwa komunikasi tersebut ditujukan kepada

khalayak massa yang jumlahnya banyak dan anonim secara serentak melalui

media tertentu, jadi dalam proses ini tidak ada tatap muka secara langsung antara

komunikator dan komunikan.

Ada banyak sekali definisi komunikasi massa, salah satunya terdapat

dalam buku dinamika komunikasi yang mendefinisikan komunikasi massa sebagai

penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa

“yang abstrak” yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh si penyampai pesan.

(22)

Di dalam buku itu disebutkan bahwa keuntungan komunikasi dengan

menggunakan media massa adalah bahwa media massa menimbulkan

keserempakan (simultaneity); artinya suatu pesan dapat diterima oleh komunikan

yang jumlahnya relatif banyak, ratusan ribu, jutaan, bahkan ratusan juta pada saat

yang sama secara bersama-sama. (Onong Uchjana Effendi, 1981: 12).

Karena sifatnya yang massif dan daya jangkaunya yang amat luas itulah

komunikasi massa banyak diteliti oleh para ahli komunikasi untuk mencoba

mengukur seberapa besar dampak yang ditimbulkannya dan sejauh mana media

massa dapat mempengaruhi pemikiran dan tindakan masyarakat.

Sampai saat ini masih terdapat kontroversi dan perdebatan tentang efek

media massa, karena seiring dengan perkembangan teknologi media massa juga

berkembang hingga mencapai tahap dimana masyarakat modern sudah tidak dapat

dilepaskan lagi dari keberadaan media massa. Kita mendapatkan terpaan dari

media massa setiap hari dari mulai bangun hingga kembali tidur.

Kemunculan media massa dimulai dari era media cetak yang merupakan

media komunikasi massa yang pertama di dunia, baik percetakan buku, selebaran,

pengumuman hingga yang paling populer sekarang ini yaitu surat kabar.

Setelah media cetak, perkembangan teknologi akhirnya memungkinkan

komunikasi massa melalui bentuk audio visual seperti film, walaupun dalam awal

kemunculannya film masih berupa media visual tanpa suara.

Setelah film muncul media lain yang paling populer sekarang ini yaitu

(23)

ini segera menjadi favorit masyarakat. Sekarang ini hampir semua rumah tidak

ada yang tidak memiliki televisi atau radio.

Meskipun di awal kemunculannya media elektronik tersebut diprediksi

akan mematikan media lain yang muncul terlebih dahulu seperti media cetak

(koran, majalah, tabloid dan sebagainya) karena kecepatannya dalam

menyampaikan informasi, namun prediksi itu tidak terbukti. Sampai saat ini

walaupun kita sudah memiliki radio dan televisi di rumah, kita masih tetap

berkangganan ataupun membaca koran dan menonton film di bioskop.

Hal itu disebabkan masing-masing media massa memang mempunyai

fungsi dan keunggulannya masing-masing. Memang media elektronik dapat

memberikan kita informasi lebih cepat akan tetapi apabila kita ingin mengetahui

sebuah peristiwa secara detail dan menyeluruh, maka kita akan cenderung memiih

media cetak.

Selain itu walaupun televisi dan surat kabar memberikan informasi yang

sama, televisi menghadirkan gambar yang lebih menarik sedangkan surat kabar

memiliki sifat portable atau dapat dibawa kemana-mana secara praktis, jadi dapat

diambil kesimpulan bahwa masing-masing wujud media massa baik cetak

maupun elektronik memiliki keunggulannya sendiri sehingga tidak akan

ditinggalkan oleh khalayaknya.

Demikian juga dengan film, hingga sekarang media tersebut tetap bertahan

dan bahkan berkembang dengan pesat. Sebagai media massa, film mampu

menyalurkan pesan secara efektif dan dibandingkan media lain film cenderung

(24)

Kita mungkin akan membaca koran atau menonton televisi sambil

berdiskusi, menerima telepon atau melakukan kegiatan lainnya, namun ketika kita

berada di dalam gedung bioskop pada umumnya perhatian kita akan tercurah

penuh pada film yang ditayangkan dari awal hingga akhir.

Selain itu McQuail juga menyebutkan unsur-unsur dalam film memiliki

kelebihan dalam segi kemampuannya menjangkau sekian banyak orang dalam

waktu cepat dan kemampuannya memanipulasi kenyatan yang tampak dengan

pesan fotografis, tanpa kehilangan kredibilitas. (Dennis McQuail, 1994: 14)

Berbagai keunggulan film di atas menyebabkan film dijadikan sebagai alat

propaganda pada awal kemunculannya. Film dijadikan media untuk

mempengaruhi dan memperoleh simpati serta dukungan masyarakat. Namun

dewasa ini tujuan film lebih banyak untuk mendapatkan laba. Industri film

semakin berkembang, seperti pusat perfilman Hollywwod yang sudah banyak

memproduksi film berskala internasional yang mampu menarik penonton hingga

milyaran dan juga berkontribusi memberikan jutaan lapangan pekerjaan

mengingat setiap kru film memiliki masing-masing pos yang memerlukan

keahlian khusus.

Untuk mengkomunikasikan dengan baik pesan yang ingin disampaikan

oleh sebuah film, maka diperlukan ketelitian dan kerjasama yang baik antara

orang-orang yang ahli dalam masing-masing bidang perfilman, seperti sutradara,

aktor atau aktris, kamerawan, tim editor, penata artistik, penulis skenario, penata

(25)

Walaupun pada umumnya tujuan pembuatan film adalah sekadar hiburan

bagi penontonnya, namun sebagai media massa, film juga dapat dimanfaatkan

untuk menyiarkan informasi, mendidik dan mempengaruhi dengan cara

menghibur, sehingga pesan yang disampaikan akan lebih diterima dan diingat

oleh audiensnya.

Bersama-sama, semua kru yang terlibat dalam proses pembuatan sebuah

film mencoba mengkomunikasikan pesan yang akan disampaikan melalui film

tersebut tidak hanya menggunakan bahasa verbal tetapi juga melalui komunikasi

non verbal. Hal ini belum tentu dapat kita temukan dalam media lain.

Film lebih variatif dalam sarana menyampaikan pesan dibanding media

lain, sebuah film dapat menyimbolkan pesannya dalam dialog, narasi dan tulisan

sebagai bentuk pesan verbal. Sedangkan perilaku karakter atau tokoh,

ekspresinya, penampilan, pencahayaan, sudut pengambilan gambar, musik latar,

warna, dan tanda atau simbol lain yang memiliki arti tertentu merupakan sarana

komunikasi non verbal dari sebuah film.

Mungkin masih ada yang kurang memperhatikan pesan non verbal ini

sebagai pesan yang ingin disampaikan oleh sebuah film, karena pesan yang

disampaikan melalui bahasa verbal dalam sebuah film maupun dalam kehidupan

sehari-hari memang dianggap oleh sebagian orang sebagai komunikasi yang lebih

mudah dimengerti.

Padahal tidak hanya kalimat atau tulisan saja yang berpengaruh dalam

suatu proses komunikasi, segala yang kita lakukan adalah bentuk komunikasi.

(26)

dengarkan dan film yang kita tonton merupakan komunikasi dan itu semua

menunjukkan siapa kita serta membentuk persepsi sikap dan perilaku orang lain

kepada kita.

Komunikasi nonverbal tidak dapat diabaikan agar pesan yang diterima

sama dengan apa yang dimaksudkan untuk disampaikan dan mencegah terjadinya

kesalahpahaman atau misscomunication.

Sesunguhnya bahasa non verbal juga merupakan bagian yang penting

dalam proses penyampaian pesan sebuah film, dan tidak kalah penting dengan

bahasa verbal yang ada, terutama karena film menggunakan media visual dan

audio, jadi kita menerima pesan dari apa yang kita lihat dan apa yang kita dengar.

Jadi ekspresi, tingkah laku dan gaya berpakaian karakter dalam sebuah

film juga menyampaikan pesan. Untuk menunjukkan kesedihan misalnya, akan

lebih efektif menggunakan adegan aktor atau aktris dengan mimik wajah sedih

ataupun menangis daripada sekedar kata “aku sedang sedih”. Bahasa verbal dan

non verbal dalam sebuah film akan saling melengkapi, keduanya menguatkan

maksud pesan yang ingin disampaikan.

Sebagai sebuah proses komunikasi, film menggunakan tanda atau sign

untuk menyampaikan maksudnya. Karena kita berkomunikasi dengan tanda.

Bahasa, ekspresi dan intonasi adalah tanda. Untuk mengkomunikasikan pemikiran

kita, kita membutuhkan tanda untuk membuat orang lain mengerti, baik itu berupa

suara, tulisan, gambar gerakan atau tanda-tanda lain. Jadi bisa dikatakan bahwa

kita tidak mungkin akan dapat berkomunikasi tanpa tanda. Bahkan kita berpikir

(27)

memikirkan atau membayangkan tentang suatu objek yang tidak hadir saat kita

memikirkannya.

Karena itu semua proses komunikasi menggunakan tanda, terutama dalam

bidang media massa. Dalam bukunya Analisis Teks Media, Alex Sobur

menyimpulkan berdasarkan sifat dan fakta bahwa pekerjaan media massa adalah

menceritakan peristiwa-peristiwa, maka seluruh isi media adalah realitas yang

telah dikonstruksikan (constructed reality) (Alex Sobur, 2001: 88). Jadi media

massa menghadirkan peristiwa itu kembali kepada audiensnya melalui tanda dan

simbol, seperti penjelasan Becker berikut ini:

“Peristiwa tidak bisa menunjukkan... agar bisa dipahami peristiwa harus dijadikan bentuk-bentuk simbolis... si komunikator mempunyai pilihan kode-kode atau kumpulan simbol. Pilihan tersebut akan mempengaruhi makna peristiwa bagi penerimanya. Karena setiap bahasa, setiap simbol, hadir bersamaan dengan ideologi, pilihan atas seperangkat simbol, sengaja atau tidak, merupakan pilihan atas ideologi” (Alex Sobur, 2001: 93)

Karena berupa tanda dan simbol maka dimungkinkan adanya persepsi

yang berbeda-beda pada setiap orang tentang pemaknaan yang diberikan terhadap

simbol yang ditampilkan dalam media massa tersebut. Perbedaan pengalaman,

pengetahuan atau latar belakang budaya dapat membuat makna yang

berbeda-beda pada satu simbol yang sama.

Karena pentingnya peran tanda dalam dunia komunikasi maka segala hal

tentang tanda perlu dipelajari secara serius. Dan untuk memaknai tanda dan

simbol yang ada pada media massa diperlukan pengetahuan dan perhatian yang

cukup. Semiotik memandang pesan, termasuk media massa sebagai konstruksi

(28)

maka akan terbentuk makna (meaning). Jadi semiotik merupakan alat yang tepat

untuk mempelajari dan memaknai isi media massa termasuk film.

Dalam sebuah film terhimpun berbagai macam bentuk pesan yang

berwujud dialog, mimik wajah, gerak tubuh, dan model ambilan gambar.

Pesan-pesan tersebut haruslah sampai pada penontonnya secara sempurna demi

terjalinnya komunikasi yang ideal. Neil Cohn dalam penelitiannya yang berjudul

A Visual Lexicon menyimpulkan bahwa:

’In sum, like spoken language, visual language contains a variety of sizes of “lexical items” that combine across several levels of grammar to create meaningful units and constructions. This approach to visual language has strived to avoid stating that graphic structures are likened to surface features of verbal language, instead attempting to note the functional similarities in base structure within each respective system.”

Singkatnya, seperti bahasa lisan, bahasa visual berisi berbagai ukuran dari

"item leksikal" yang menggabungkan di beberapa tingkat tata bahasa untuk

membuat unit berarti dan konstruksi. Pendekatan untuk bahasa visual telah

diupayakan untuk menghindari pernyataan bahwa struktur grafis disamakan ke

permukaan fitur bahasa verbal, bukannya mencoba untuk mencatat kesamaan

fungsional dalam struktur dasar dalam setiap sistem yang bersangkutan. (Neil

Cohn, 2007; dalam The Public Journal of Semiotics I(1), January 2007, pp.

35-56).

Kata semiotik (semiotics) berasal dari bahasa yunani semeion yang lazim

diartikan sebagai a sign by which something is known (suatu tanda dimana sesuatu

(29)

dibuat atas dasar kesepakatan bersama atau konvensi sosial yang terbangun

sebelumnya, jadi tanda tersebut dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.

Banyak pengertian tentang semiotik yang diberikan oleh para ahli dan

filsafat komunikasi, salah satu yang paling populer diantaranya adalah definisi

Charles Saunders Pierce. Ia mendefinisikan semiotik sebagai hubungan antara

sebuah tanda (sign), objek (object) dan pengertian (meaning). Tanda mewakili

objek, atau konsep dalam pikiran seorang interpreter. Dan Pierce menyebut

kehadiran kembali suatu objek melalui suatu tanda sebagai interpretant. Definisi

di atas dapat digambarkan melalui bagan berikut ini:

Elemen Makna Pierce

Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990, hlm. 42

dalam Drs. Alex Sobur, MSi, Analisis Teks Media, 2001. Hlm. 11

Drs. Alex Sobur menyebutkan semiotik sebagai suatu model dari ilmu

pengetahuan sosial memahami dunia sebagai suatu sistem hubungan yang

memiliki unit dasar yang disebut dengan tanda. (Alex Sobur, 2001: 87).

Sign 

(30)

Berkenaan dengan studi semiotik, pada dasarnya pusat perhatian

pendekatan semiotik adalah pada tanda. Menurut John Fiske, terdapat tiga area

penting dalam studi semiotik, yaitu

Tanda itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda,

seperti cara mengantarkan makna serta cara menghubungkannya dengan orang

yang menggunakannya. Tanda adalah buatan manusia dan hanya bisa dimengerti

oleh orang-orang yang menggunakannya.

Kode atau sistem dimana lambang-lambang disusun. Studi ini meliputi

bagaimana beragam kode yang berbeda dibangun untuk mempertemukan dengan

kebutuhan masyarakat dalam sebuah kebudayaan. Kebudayaan dimana kode dan

lambang itu beroperasi. (Alex Sobur, 2001: 94)

Tokoh semiotik yang lain, Ferdinand de Saussure, menyumbangkan salah

satu pemikiran penting dalam studi semiotik. Ia mempunyai sebuah pandangan

tentang tanda, dalam konteks komunikasi manusia ia membedakan antara signifier

(penanda) dan signified (petanda).

Ia menyebutkan bahwa signifier adalah bunyi atau coretan yang bermakna,

sedangkan signified adalah gambaran mental, pikiran atau konsep. Sedangkan

signification adalah upaya dalam memberi makna. (Alex Sobur, 2001: 125)

Dalam hubungan antara signifier dan signification ada tiga hal utama yang perlu

diketahui tentang ikon, indeks, dan simbol, yaitu:

Ikon adalah tanda yang memunculkan kembali benda atau realitas yang

(31)

Indeks adalah tanda yang kehadirannya menunjukkan adanya hubungan

dengan yang ditandai, misalnya asap adalah indeks dari api.

Simbol adalah sebuah tanda dimana hubungan antara signifier dan

signified semata-mata adalah masalah konvensi, kesepakatan atau peraturan.

(Alex Sobur, 2001: 126)

Proses pemaknaan sebagai hasil dari interaksi antara signifier dan signified

tersebut oleh Roland Barthes dibagi menjadi dua tahap yaitu first order sebagai

pemaknaan denotatif atau pemaknaan sederhana yang seragam, serta tahap kedua

yaitu pemaknaan tambahan atau konotatif. Untuk menggabarkan uraian tersebut,

bagan signifikasi dua tahap Barthes adalah model yang tepat.

Signifikasi Dua Tahap Barthes

Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990, hlm. 88

dalam Alex Sobur, M.Si, Analisis Teks Media, 2001. Hlm 127

   

first order  second

reality  signs  cultur

(32)

Kedua tahap proses pemaknaan tersebut merupakan salah satu perhatian

utama dalam semiotik yaitu tentang makna denotasi (denotation) atau yang paling

sering disebut sebagai arti penunjukan dan konotasi (connotation) atau arti

tambahan. Melalui gambar di atas, Barthes menjelaskan signifikasi tahap pertama

merupakan hubungan antara penanda dengan petanda di dalam sebuah tanda

terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi (sistem

pemaknaan tingkat pertama), yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi

adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi atau sistem

pemaknaan tahap kedua.

Denotasi adalah penunjukan terhadap suatu objek atau tanda. Denotasi

menunjukkan arti literatur atau yang eksplisit dari kata-kata atau tanda yang lain.

Makna denotasi dari suatu tanda biasanya sama pada semua orang yang terlibat

dalam komunikasi tersebut. (Alex Sobur, 2001: 127)

Setiap individu sangat mungkin membuat interpretasi tanda (makna) yang

berbeda dan bervariasi, hal inilah yang disebut makna konotasi atau makna

tambahan. Makna konotasi melibatkan pengalaman, perasaan, dan penilaian yang

subyektif untuk memaknai suatu tanda yang terkadang berbeda pada tiap-tiap

orang. Konotasi mengarah pada simbol-simbol dan hal-hal yang melibatkan faktor

emosional.

Contohnya saat kita melihat sebuah lambang dari perusahaan otomotif

Mercedes-Benz, arti denotatifnya merupakan kendaraan buatan Jerman bersimbol

(33)

orang maupun barang semata. Akan tetapi jika diartikan seara konotatif akan

terbentuk beberapa makna lain yang melibatkan perasaan dan emosi.

Misalnya lambang Mercedes-Benz, apalagi di negara berkembang seperti

Indonesia dihubungkan dengan kendaraan berstandar keamanan dan kenyamanan

tinggi sekaligus memiliki tingkat keamanan prima bagi para penumpangnya. Serta

bagi sebagian besar orang Mercedes-Benz juga dapat dianggap sebagai kendaraan

bergengsi yang menandakan gaya hidup kaum menengah ke atas serta status

sosial ekonomi yang tinggi.

Lain lagi di negara asalnya, Jerman, mungkin kendaraan dengan merk

Mercedes-Benz hanya dimaknai dan dianggap sebagai alat transportasi

pengangkut barang atau jasa saja. Bukan kendaraan mewah nan mahal seperti di

Indonesia.

Fokus atau inti dari pendekatan semiologi adalah teks. Namun teks yang

dimaksudkan disini bukan hanya berupa tulisan saja. Teks yang dimaksud di sini

adalah teks dalam arti luas, jadi semua yang memiliki sistem tanda tersendiri

dapat disebut sebagai teks, termasuk juga bahasa non verbal dalam film.

Semiologi berusaha menggali hakikat sistem tanda yang beranjak keluar

kaidah tata bahasa dan sintaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit,

tersembunyi, dan bergantung pada kebudayaan. (Alex Sobur, 2001: 126). Jadi

dapat dikatakan bahwa analisa semiotik bertujuan untuk menemukan atau

mengungkapkan makna dari tanda-tanda termasuk makna yang tersembunyi di

(34)

Pesan yang disampaikan oleh media massa sering menimbulkan beragam

makna yang bervariasi di benak audiens, terlebih bagi media massa yang memiliki

audiens dengan jangkauan luas dan latar belakang yang berbeda-beda. Hal

tersebut memungkinkan pemaknaan pemaknaan yang berbeda-beda pula terutama

terhadap makna konotatif.

Oleh karena itu semiotik merupakan analisa yang tepat untuk digunakan

sebagai alat untuk menganalisa dan memahami makna dari tanda dan simbol

dalam media massa, terutama makna yang tersembunyi.

Penelitian tentang studi media dengan menggunakan analisis semiotik

antara lain dilakukan oleh Pamela Nilan dengan judul Applying Semiotic Analysis

to Social Data in Media Studies.penelitian ini adalah penelitian tentang

penggunaan analisis semiotik dalam studi media dan komunikasi. Dalam jurnal

penelitian ini disebutkan bahwa:

We can learn a great deal about the ‘effects’ of media by asking people about

media effects, and treating their responses in the same critical way that we have previously treated media texts. In short, semiotic analysis of social data relevant to media studies can reveal how knowledge as power brings human subjects into

certain relations with each other through engagement with the media.

Kita bisa belajar banyak tentang 'efek' media dengan menanyakan orang

tentang efek media, dan memperlakukan respon mereka dengan cara yang kritis

yang sama yang kita miliki sebelumnya memperlakukan teks media. Singkatnya,

analisis semiotik data sosial yang relevan dengan kajian media dapat

mengungkapkan bagaimana pengetahuan sebagai kekuatan membawa subyek

(35)

dengan media. (Pamela Nilan: 2007; dalam Jurnal Komunikasi Massa Vol. 1, No.

1, Juli 2007, 60-74)

Media massa termasuk film sering mempunyai makna tambahan atau

makna konotatif dalam tanda dan simbol yang dirangkainya. Seperti contohnya

dalam film The Last Samurai ada adegan dimana ketika Kaisar Meiji Jepang

sebagai pemimpin tertinggi dan dianggap sebagai keturunan dewa matahari

menanyakan perihal suku Indian Amerika kepada rombongan pejuang dari

Amerika yang menghadapnya.

Ketika itu Sang Kaisar bertanya secara khusus kepada Nathan Algren

apakah suku Indian Amerika merupakan musuh yang sangat berani dan selalu

melakukan ritual terlebih dahulu sebelum berperang termasuk memakai atribut

bulu elang dan melukis wajah. Algren hanya menjawab jika suku Indian Amerika

yang pernah dia perangi adalah suku yang sangat pemberani.

Pada adegan lainnya diperlihatkan potongan rekaman masa lalu Algren

ketika dia dan pasukan kavalerinya berperang dengan suku Indian Amerika

tersebut, yaitu dimana dia dan pasukannya memburu suku Indian dari satu tempat

ke tempat lainnya secara brutal dan berkesinambungan dan juga bahkan mereka

juga mengincar anak-anak dan wanita. Hal inilah sebenarnya yang menjadikan

Algren tidak dapat tidur dengan nyenyak. Peperangan dengan suku Indian adalah

mimpi buruknya.

Kemudian ada juga adegan dimana disaat Algren terluka, dia dirawat oleh

Taka, istri dari seorang samurai yang mati di tangan Algren pada pertempuran

(36)

berduka dia tetap ikhlas merawat Algren sepenuh hati hingga sembuh karena

bagaimanapun Algren adalah tamu di rumahnya.

Apabila dimaknai secara sekilas, adegan-adegan tadi hanya merupakan

sebuah alur maju dalam film The Last Samurai yang membentuk sebuah

rangkaian utuh sebuah cerita. Namun jika dipandang dari sudut semiotik yang

mencari makna dibalik tanda, beberapa adegan itu dapat menggambarkan betapa

film ini ingin menunjukkan bahwa sisi manusia Algren mengalami pertentangan

hebat. Di dalam hatinya berkecamuk rasa bersalah pada Taka sekaligus

pertanyaan mengapa Taka mau merawatnya, juga kemarahan pada komandan

pasukannya yang tak mengenal belas kasihan semasa berperang dengan suku

Indian. Tindakannya di masa lalu itu selalu menjadi pemicu rasa bersalahnya yang

amat besar.

Algren mengalami tekanan emosional yang amat berat dari

keikutsertaannya dalam perang tersebut. Mimpi buruk yang selalu menyertainya

seakan tidak bisa disembuhkan, dan apabila seseorang memiliki tekanan

emosional berlebih maka akan cenderung menginginkan kehadiran orang lain

yang dapat menjadi teman sejatinya. Algren menemukannya dalam perilaku tulus

kaum samurai yang menawannya.

Dalam ilmu komunikasi kita berkata, pesan diberi makna berlainan oleh

orang yang berbeda. Words don’t mean; people mean. Kata-kata tidak mempunyai

makna; oranglah yang memberi makna (Jalaluddin Rakhmat, 2004: 49). Film ini

memberikan kesan mendalam bahwa tokoh utamanya sangat dipengaruhi oleh

(37)

keputusan yang amat penting pada adegan klimaks. Dimana Algren berubah pihak

untuk mendukung penuh perjuangan kaum samurai.

Beberapa adegan yang disebutkan tadi hanyalah sebagian kecil dari

banyak tanda dan simbol yang ada dalam film The Last Samurai yang juga

menyampaikan pesan moral yang tidak kalah penting, tentang betapa berharganya

nilai kehormatan. Apalagi di tengah-tengah kehidupan yang serba materialistis

dan ambisi pribadi untuk memperoleh kekuasaan dengan cara kejam bahkan

kotor.

E. Definisi Konseptual dan Konflik Batin

E.1. Definisi Konseptual

E.1.1 Konflik Batin

Konflik dapat dimengerti sebagai pertentangan antara dua hal. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia konflik diartikan sebagai percekcokan,

perselisihan, pertentangan. Ketegangan atau pertentangan dalam sebuah cerita

rekaan atau drama (pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri

satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh dan sebagainya). Sedangkan batin

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang tersembunyi atau

sesuatu yang mengenai jiwa.

Konflik batin yang akan dibahas di sini adalah konflik batin yang terjadi

pada Nathan Algren, tokoh utama dalam film The Last Samurai. Dalam dirinya

terjadi konflik batin ketika dia memutuskan untuk bergabung dengan kaum

(38)

dahulu. Algren sempat untuk ragu, karena selain dia pernah terikat kontrak pada

pasukan Kekaisaran, maka sudah pasti cap pengkhianat akan melekat padanya.

E.1.2 Film

Film dalam kamus komunikasi diartikan sebagai media komunikasi yang

bersifat visual atau-audio visualuntuk menyampaikan suatu pesan kepada

sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu. (Onong Uchjana

Effendi, 1981: 134)

Film merupakan salah satu jenis media massa yang digemari dan

mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat dan akan menjadi obyek

penelitian semiotik yang sempurna karena film sangat kaya akan tanda-tanda dan

simbolisme pesan yang menarik untuk digali dan diteliti.

E.1.3 The Last Samurai

The Last Samurai adalah film drama aksi petualangan produksi Warner

Bros Pictures yang disutradarai oleh Edward Zwick. Film yang dirilis pada bulan

Desember tahun 2003 ini memperoleh beberapa penghargaan, antara lain 4

nominasi Oscar dan 3 kategori nominasi Golden Globe pada tahun 2004.

Dibintangi antara lain oleh Tom Cruise sebagai Nathan Algren, Ken Watanabe

sebagai Katsumoto, Tony Goldwyn sebagai Kolonel Bagley, dan Masato Harada

sebagai Omura.

Film ini menceritakan tentang mantan pejuang perang sipil Amerika

(39)

menumpas pemberontakan para kaum samurai di Jepang. Akan tetapi setelah

Algren menjadi tawanan dan merasakan hidup bersama para samurai itu dia

menjadi berbalik untuk memihak kaum samurai dan ikut berjuang berperang

bersama melawan penguasa beserta bala tentaranya.

Sentuhan cinta juga diselipkan dalam film ini yaitu antara Nathan Algren

dan janda samurai adik dari Katsumoto yaitu Taka, kisah cinta yang tersembunyi

karena saking halusnya sehingga hanya tertampil demikian samar namun dapat

dirasakan getaran asmara pada kedua orang ini.

Akhirnya prajurit samurai dibawah pimpinan duo Katsumoto dan Nathan

Algren melakukan penyerangan dengan jumlah pasukan yang sangat tidak

seimbang yang walaupun tidak memenangkan pertempuranh namun semangat dan

kehormatan prajurit samurai tidak terpadamkan, terbukti waktu adegan kematian

Katsumoto para tentara Jepang dan komandannya memberi penghormatan untuk

yang terakhir kali pada Sang Samurai terakhir itu.

E.2.1 Konflik Batin

The Last Samurai mengisahkan tentang Nathan Algren, seorang kapten

pasukan Amerika dalam perang sipil, sebagai pahlawan yang sangat berjasa dalam

berbagai perang dengan banyak bintang jasa. Kapten Nathan Algren ditugaskan

ke Jepang sebagai pelatih bayaran pasukan bersenjata Kerajaan Jepang dan

berperang untuk membasmi para samurai yang dianggap sebagai pemberontak

(40)

Samurai merupakan kelompok komunitas bangsa Jepang pada era

pemerintahan Tokugawa yang mendedikasikan seluruh hidupnya pada nilai

kesetiaan dan kehormatan serta harga diri dengan sangat tinggi. Bahkan mereka

rela mati untuk membela semua itu. Idealisme dalam mempertahankan

kebudayaan Jepang menimbulkan peperangan antara para samurai melawan pihak

Kekaisaran Jepang sendiri yang dibantu oleh pemerintah barat dengan dalih

hubungan saling menguntungkan termasuk jual beli alat-alat persenjataan modern

buatan negara-negara barat.

Ketika mengalami kekalahan dalam pertempurannya melawan samurai,

Algren menjadi tawanan dan melihat berbagai pola kehidupan yang sangat

berbeda dalam budaya kehidupan masyarakat samurai. Antara lain tingginya nilai

kemanusiaan, religi, kesetiakawanan sosial, keramahan, sopan santun dan

pengorbanan tanpa pamrih. Semuanya itu dilihat dan dirasakan Algren sendiri

dalam kehidupan sehari-hari kaum samurai itu. Diselamatkan oleh musuh

besarnya dan seorang pemimpin samurai bernama Katsumoto hingga mereka bisa

saling belajar, memahami dan akhirnya bersahabat, juga dari kehidupan

keseharian sebuah keluarga yang dia bunuh dalam peperangan dalam sebuah desa

samurai yang sangat tradisional tapi penuh harmoni dan keramahan, dia

menemukan keseimbangan hidup yang tinggi hingga akhirnya Nathan Algren

memutuskan untuk berpihak kepada para samurai.

Banyak sekali konflik batin yang dialami oleh Nathan Algren selama

(41)

a. Konflik antara komitmen profesional dan hati nurani.

Tokoh utama dalam film ini, Nathan Algren pada mulanya digambarkan

sebagai seorang laki-laki khas Amerika pada umumnya, pemberani, skeptis dan

sedikit hedonis. Hal ini terlihat antara lain dalam adegan ketika dia ditawari

kontrak kerja sama untuk melatih pasukan Kekaisaran Jepang. Tanpa rasa

sungkan sedikitpun Algren mengajukan penawaran harga jasanya hampir dua kali

lipat pada seorang utusan Jepang. Akan tetapi jauh di dalam hatinya, sebenarnya

dia menyesal ketika kontrak itu kemudian disepakati. Trauma dan mimpi buruk

masa lalu ketika berperang dengan suku Indian akan semakin mengganggu

tidurnya. Namun, hal itu tak menyurutkan niatnya untuk tetap berangkat

meninggalkan negerinya menyeberangi samudera menuju kepulauan Jepang,

sebuah negara yang sedang dalam masa transisi pemerintahan. Tempat yang kelak

akan mengubah jalan hidupnya dan di tempat itulah pada akhir cerita

digambarkan Algren menemukan kedamaian yang selama ini ia cari.

b. Konflik antara rasa bersalah dan kehormatan

Berubahnya pendirian Nathan Algren untuk kemudian berpihak kepada

kaum samurai tidak terjadi seketika. Akan tetapi melalui proses dan banyak

pertentangan dalam hatinya, antara lain ketika dia mengetahui ritual harakiri atau

bunuh diri ala samurai yang tidak dapat menanggung rasa malu akibat kalah

dalam pertempuran. Juga dia merasa bahwa kekalahan itu merupakan

kesalahannya semata akibat pasukan yang dipimpinnya belum siap sepenuhnya

(42)

Menteri Jepang yang menyewanya memaksa untuk segera melacak keberadaan

para samurai dan menghadapinya untuk kemudian mengalahkannya.

Kedua atasan Algren tersebut bersikeras para samurai yang hanya

bersenjatakan pedang, tombak, dan panah akan mudah dikalahkan oleh batalyon

bersenjata api. Algren yang mengetahui ketidaksiapan pasukan yang dilatihnya

gagal meyakinkan kedua orang itu untuk menunda konfrontasi terlebih dahulu.

c. Antara keinginan dan tindakan

Dalam film ini diperlihatkan dimana keinginan Algren untuk menjauhi

segala hal yang berhubungan dengan peperangan setelah dia dibebaskan oleh

Katsumoto dan berusaha untuk menolak kontrak baru yang disodorkan oleh

Omura kepadanya. Isi kontrak itu menyatakan bahwa Algren harus kembali aktif

memimpin pasukan kerajaan melawan dan membasmi para samurai. Sudah jelas

dia menolak, akan tetapi Algren pun sadar, mengabaikan kontrak berarti cepat

atau lambat nyawanya akan menjadi taruhan. Omura tidak mungkin membiarkan

Algren hidup karena secara tidak langsung akan menghambat tujuan akhir Omura

itu sendiri, memenangkan hati Sang Kaisar dan memperkuat kekuasaannya.

F. Metodologi Penelitian

F.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang

(43)

menekankan pada interpretasi, dan metode ini juga lebih mendekatkan peneliti

kepada objek yang dikaji. (H. B. Sutopo, 2002: 49)

Penelitian kualitatif mengumpulkan data berupa kata-kata, kalimat atau

gambar yang memiliki arti lebih dari sekedar angka ataupun frekuensi. Jadi di

dalam penelitian kualitatif semua teknik pengumpulan data kualitas pelaksanaan

sangat tergantung pada penelitinya sebagai alat pengumpulan data utama. Oleh

karena itu sikap kritis dan terbuka sangat penting dalam penelitian ini.

Sesuatu yang diperoleh dengan susah payah akan dipandang lebih

bermakna daripada sesuatu yang sama tetapi diperoleh dengan cara yang lebih

mudah. Dan karena makna adalah perhatian utama dalam penelitian kualitatif

maka kajiannya lebih menekankan pada proses daripada produknya.

F. 2 Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini adalah observasi, yaitu teknik yang digunakan

untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi,

dan benda serta rekaman gambar. (H. B. Sutopo, 2002: 64). Observasi dalam

penelitian ini dilakukan dengan cara menonton film The Last Samurai dan

mengumpulkan data-data tentang film tersebut dari berbagai sumber misalnya

internet dan buku yang kemudian diinterpretasikan menggunakan teori-teori

semiotik untuk menarik kesimpulan.

(44)

Obyek yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini adalah film

berjudul The Last Samurai produksi Warner Bros Pictures. yang berdurasi 154

menit, yang disutradarai oleh Edward Zwick serta John Logan sebagai penulis

ceritanya.

Yang dijadikan fokus utama dalam penelitian ini dibagi menjadi dua

kategori, yaitu:

1. Verbal atau Sound Source

Yang termasuk dalam kategori ini adalah dialog, narasi, tulisan, dan suara

termasuk backsound yang akan memberi efek dan membantu memahami makna

ataupun mengandung pesan-pesan moral di dalamnya.

2. Non Verbal atau Visual Image

Yang termasuk dalam kategori ini adalah semua yang ditampilkan dalam

sebuah frame, yaitu isi dan muatan dari shot atau ambilan gambar atau juga

adegan dalam film ini. Yang dimaksud di sini antara lain komposisi visual, warna,

sudut pengambilan gambar, setting atau background, sistem pencahayaan atau

lighting, dan lain-lain.

F.4 Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian semiotika ini adalah

data-data yang sifatnya kualitatif, dapat berupa kalimat, gambar dan data-data-data-data lain yang

mempunyai arti lebih dari hanya sekedar angka. Jadi teknik pengumpulan data

(45)

Studi dokumenter dilakukan dengan mengklasifikasikan bahan-bahan

tertulis yang dibutuhkan dan berhubungan dengan rumusan masalah penelitian

yang telah dilakukan. Studi dokumenter juga dilakukan dengan mengumpulkan

data-data dari artikel koran, majalah, buku-buku juga data-data dari internet yang

relevan dengan penelitian ini.

F.5 Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

semiotika. Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang tidak menggunakan

perhitungan kuantitatif sebagai dasar penelitian, semiotika digunakan untuk

menganalisa makna dari tanda-tanda yang ada dari teks atau pesan komunikasi

dalam film The Last Samurai ini.

Data-data yang diperoleh dari keseluruhan proses penelitian ini kemudian

dicatat dan disusun untuk dianalisa. Proses analisis itu sendiri dilakukan dengan

mengelompokkan data yaitu adegan-adegan dalam film The Last Samurai menjadi

beberapa kategori sesuai dengan tema penelitian. Data-data tersebut kemudian

dianalisis dengan menggunakan analisis semiotik untuk mencari makna dari

tanda-tanda yang menyampaikan pesan-pesan pertentangan batin tokoh utama

yang ada dalam film ini.

Untuk menganalisis isi atau pesan dari dalam film The Last Samurai ini

ada beberapa tahapan yang akan dilakukan, proses dari awal penelitian hingga

penarikan kesimpulan, yaitu:

(46)

Tidak semua adegan akan dikaji dalam penelitian ini, karena hanya adegan

yang mempresentasikan pesan pertentangan batin tokoh utama saja yang akan

dianalisa. Pemilihan adegan ini akan didasarkan pada topik dan masalah

penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya baik dari tanda-tanda verbal

maupun nonverbal yang ada.

2. Menganalisa adegan kunci

Setiap adegan dibangun atas beberapa shot atau ambilan gambar dan untuk

lebih mempertajam analisis maka akan dilihat shot-shot dalam adegan yang

menunjukkan tanda-tanda atau simbol-simbol yang mempresentasikan

pesan-pesan pertentangan batin tokoh utama dalam film.

3. Menarik kesimpulan

Kesimpulan umum dalam penelitian ini akan ditarik dari hasil analisis data

(47)

commit to user

35 

BAB II

DATA-DATA FILM THE LAST SAMURAI

A. Latar Belakang Pembuatan Film The Last Samurai

The Last Samurai merupakan kisah perlawanan kaum Samurai terhadap

simbol-simbol modernisasi kebudayaan negara-negara barat yang perlahan

mempengaruhi dan masuk ke dalam Kekaisaran Jepang pada akhir abad ke-19.

Film ini termasuk dalam kategori film drama atau film perang yang disutradarai

oleh Edward Zwick, ia juga sekaligus bertindak sebagai penulis skenario dan

produser untuk film ini. The Last Samurai merupakan film yang kisahnya

berdasarkan naskah cerita yang ditulis John Logan, bersama dengan Zwick.

Pada mulanya, film ini merupakan proyek yang dirintis oleh seorang

penulis yang juga sutradara bernama Vincent Ward. Proyek pembuatan film ini

telah diusahakan selama hampir 4 tahun lamanya, dan setelah mencoba untuk

bekerjasama dengan beberapa sutradara antara lain Coppola dan Weir, akhirnya ia

tertarik untuk bekerjasama dengan Edward Zwick. Film mulai digarap bersama

Zwick, dan lokasi pembuatan adalah negara asal Vincent Ward yaitu Selandia

Baru.

Selandia Baru memang menjadi pilihan favorit lokasi syuting film

produksi Hollywood yang bertemakan kolosal. Hal ini kiranya dapat dimaklumi

karena secara geografis Selandia Baru memiliki bentukan alam yang hijau,

berbukit-bukit, memiliki udara bersih serta luas sehingga sangat mendukung

(48)

B. Ringkasan Singkat Film The Last Samurai

Kapten Nathan Algren yang diperankan oleh Tom Cruise adalah mantan

anggota Angkatan Darat Amerika Serikat berpangkat kapten sekaligus sebagai

pecandu alkohol, dia merasa sangat kecewa juga trauma pada masa lalunya, yaitu

pembantaian terhadap penduduk asli Amerika termasuk wanita dan anak-anak

selama Perang Indian. Dalam tahun-tahun berikutnya mengikuti dinas militer,

Algren menjadi seorang duta iklan sebuah perusahaan senjata api, hal ini

merupakan pengalaman yang membuat mentalnya semakin limbung pasca trauma

yang dialaminya. Tidak sabar melihat Algren terus berkubang di dalam alkohol,

membuat koleganya semasa perang sipil, Zebulon Gant (diperankan oleh Billy

Connolly) mengajaknya untuk bekerja sebagai instruktur pelatih tentara negara

asing, tentara Kekaisaran Jepang.

Sebagai negara yang baru saja membuka diri terhadap hubungan

internasional ketika itu, Jepang sedang giat-giatnya membangun armada

kekaisaran yang tangguh dan modern. Usaha itu jelas terlihat dari maraknya

perdagangan senjata antara Jepang dan Amerika Serikat. Tidak hanya itu pun

Kekaisaran Jepang juga mendatangkan para ahli strategi perang untuk melatih

anggota militer yang notabene berasal dari warga kelas petani yang belum pernah

sekalipun memegang senjata. Dan Nathan Algren adalah salah satunya. Dia

berada di bawah pengawasan Omura (Masato Harada), seorang menteri

(49)

Di tengah usaha Kekaisaran Jepang dalam memodernkan angkatan

perangnya, ada beberapa panglima perang jepang konservatif yang menentangnya.

Para panglima inilah yang kemudian oleh menteri diperangi untuk ditumpas.

Dengan bantuan batalyon asing dari Amerika, pihak Jepang menekan dan

mendesak para panglima dan pengikutnya untuk menyerah.

Dalam suatu pertempuran, Algren tertangkap dan menjadi tawanan salah

satu panglima jepang konservatif. Dari sinilah sang mantan kapten ini mengetahui

bahwa perjuangan para panglima konservatif dan para samurai ini adalah

perjuangan yang mulia untuk mempertahankan supremasi tahta Sang Kaisar,

namun karena hasutan sang perdana menteri membuat Kaisar menganggap para

panglima ini memberontak atas tahtanya. Di sana Algren yang dikejar-kejar rasa

bersalah atas tindakan masa lalunya menemukan tempat berteduh dan tujuan

hidup baru. Secara bertahap ia mengikuti cara hidup samurai yang disiplin dan

murni. Sampai pada akhirnya memutuskan untuk berganti sisi dan berpihak pada

samurai.

C. Produksi Film The Last Samurai

1. Keterangan Film

Sutradara : Edward Zwick

Penulis : John Logan

Edward Zwick

Durasi : 154 menit

(50)

Genre : Aksi / Petualangan / Sejarah / Perang / Drama

Aspek Rasio : 2.35 : 1

Tagline : In the face of an enemy, in the Heart of One Man, Lies the

Soul of a Warrior

Penata Musik : Hans Zimmer

Sinematografi : John Toll (Director of Photography)

Editing Film : Victor Dubois

Steven Rosenblum

Penata Kostum : Ngila Dickson

Dekorasi : Gretchen Rau

Penata Artistik : Lilly Kilvert

Christopher Burian-Mohr

Jess Gonchor

Kim Sinclair

Produser : Tom Cruise

Tom Engelman

Marshall Herskovitz

Scott Kroopf

Paula Wagner

Edward Zwick

Produser Eksekutif : Michael Doven

Ted Field

(51)

Charles Mulvehill

Richard Solomon

Vincent Ward

Waktu Rilis : 5 Desember 2003 (Amerika Serikat)

Penghargaan yang diperoleh dalam Academy Award (4 nominasi Piala Oscar):

Best Actor in a Supporting Role : Ken Watanabe

Best Art Direction-Set Decoration : Lilly Kilvert (Art Director)

Gretchen Rau (Set Decorator)

Best Costume Design : Ngila Dickson

Best Sound Mixing : Andy Nelson

Anna Behlmer

Jeff Wexler

2. Para Pemeran dalam Film The Last Samurai

Ken Watanabe ... Katsumoto Moritsugu

Tom Cruise ... Nathan Algren

William Atherton ... Winchester Rep

Chad Lindberg ... Winchester Rep Assistant

Ray Godshall Sr. ... Convention Hall Attendee

Billy Connolly ... Zebulon Gant

Tony Goldwyn ... Colonel Bagley

Masato Harada ... Omura

Masashi Odate ... Omura's Companion

John Koyama ... Omura's Bodyguard

Timothy Spall ... Simon Graham

Shichinosuke Nakamura ... Emperor Meiji

Togo Igawa ... General Hasegawa

Satoshi Nikaido ... N.C.O.

Shintaro Wada ... Young Recruit

Shin Koyamada ... Nobutada

(52)

Koyuki ... Taka

Sosuke Ikematsu ... Higen

Aoi Minato ... Magojiro

Seizo Fukumoto ... Silent Samurai

Shoji Yoshihara ... Sword Master

Kosaburo Nomura IV ... Kyogen Player #1

Takashi Noguchi ... Kyogen Player #2

Noguchi Takayuki ... Kyogen Player #3

Sven Toorvald ... Omura's Secretary

Scott Wilson ... Ambassador Swanbeck

Yuki Matsuzaki ... Soldier in Street #1

Mitsuyuki Oishi ... Soldier in Street #2

Jiro Wada ... Soldier in Street #3

Hiroshi Watanabe ... Guard

Yusuke Myochin ... Sword Master's Assistant

Hiroaki Amano ... Samurai Ensemble

Kenta Daibo ... Samurai Ensemble

Koji Fujii ... Samurai Ensemble

Makoto Hashiba ... Samurai Ensemble

Shimpei Horinouchi ... Samurai Ensemble

Takashi Kora ... Samurai Ensemble

Shane Kosugi ... Samurai Ensemble

Takeshi Maya ... Samurai Ensemble

Seiji Mori ... Samurai Ensemble

Lee Murayama ... Samurai Ensemble

Takeru Shimizu ... Samurai Ensemble

Shinji Suzuki ... Samurai Ensemble

Hisao Takeda ... Samurai Ensemble

Ryoichiro Yonekura ... Samurai Ensemble

Ryoichi Noguchi ... Samurai Ensemble

3. Proses Produksi Film The Last Samurai

The Last Samurai (2003) adalah salah satu karya brilian Edward Zwick

yang amat layak diganjar dengan 4 penghargaan nominasi Oscar. Seperti film

karya Zwick yang lain, detail petikan peristiwa sejarah sangat kental dalam film

(53)

D. Tokoh-tokoh Penting dalam Film The Last Samurai

1. Katsumoto

Adalah seorang panglima pemimpin kaum samurai yang amat disegani

oleh bawahannya dan memiliki pendirian kuat bahwasannya dia memberontak

bukanlah untuk melawan Sang Kaisar akan tetapi justru bentuk pengabdiannya

yang paling tinggi sebagai seorang samurai sejati. Dia ingin menunjukkan kepada

Kaisar apabila Jepang menjalin hubungan dengan bangsa barat tanpa

memperhatikan hak-hak rakyat dapat mengakibatkan kewibawaan Kaisar merosot

dan Jepang dapat dengan mudah didikte oleh bangsa-bangsa barat.

Katsumoto berpendapat Sang Kaisar telah dipengaruhi oleh Omura, Si

Perdana Menteri kepercayaan Kaisar yang hanya memiliki tujuan memperkaya

diri dan memperoleh kekuasaan dengan cara licik. Keteguhan hatinya untuk tetap

mewujudkan jalan hidup dan kepemimpinan ala samurai mendapat pertentangan

hebat dari musuh-musuh politiknya. Sampai akhir film diceritakan, Katsumoto

rela mengorbankan nyawanya bagi Kekaisaran asalkan Sang Kaisar mengerti niat

baiknya memakmurkan Jepang tanpa menindas rakyat.

Tokoh ini diperankan oleh Ken Watanabe, seorang aktor Hollywood

keturunan Jepang yang juga pernah membintangi sederet film ternama lainnya.

Perannya di film ini dibawakan dengan sangat baik hingga Ken mendapatkan

penghargaan Nominasi Piala Oscar tahun 2004 sebagai Aktor Pendukung Pria

(54)

2. Nathan Algren

Merupakan tokoh utama dalam film ini. Seorang mantan pejuang Amerika

semasa Perang Indian berpangkat Kapten dan sangat fokus ketika menjalankan

setiap tugas dalam hidupnya. Algren selalu mengalami mimpi buruk di setiap

tidurnya dikarenakan perbuatannya di masa lalu. Dia merasa bertanggung jawab

penuh ketika ikut membantai suku-suku Indian di Amerika termasuk wanita dan

anak-anak.

Diposisikan sebagai pelatih bayaran Tentara Kekaisaran Jepang untuk

menumpas pemberontakan kaum samurai yang tersisa namun pada akhirnya

berbalik mendukung penuh perjuangan kaum samurai setelah sempat menjadi

tawanan perang. Semasa ditawan, Algren mendapati sesuatu yang unik dan khas

dalam setiap perilaku sehari-hari kaum samurai tersebut. Nilai-nilai kehormatan

dan prinsip yang dipegang teguh oleh Katsumoto membuka mata hatinya bahwa

kaum samurai itu berperang sebagai wujud nyata pelayanannya kepada Kaisar.

Tokoh ini diperankan oleh aktor tenar Hollywood, Tom Cruise. Dalam

film ini Cruise berperan sangat baik dan mampu membentuk karakternya terlihat

nyata. Keseriusannya membawakan tokoh Nathan Algren membuatnya

mendapatkan penghargaan Nominasi Aktor Drama Terbaik pada Golden Globe

tahun 2003.

3. Omura

Tokoh antagonis dalam film, dia adalah Perdana Menteri Kaisar yang

Gambar

gambar yang memiliki arti lebih dari sekedar angka ataupun frekuensi. Jadi di

Referensi

Dokumen terkait