• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Karakteristik Badan Hukum Rumah Sakit di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Karakteristik Badan Hukum Rumah Sakit di Indonesia"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu serta teknologi

kedokteran, Rumah Sakit telah berkembang dari suatu lembaga kemanusian,

keagamaan, dan sosial yang murni, menjadi suatu lembaga yang lebih mengarah

dan lebih berorientasi kepada “bisnis”, terlebih setelah para pemodal diperbolehkan

untuk mendirikan Rumah Sakit di bawah badan hukum yang bertujuan mencari laba

(profit). Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

kedokteran, banyak sekali hal yang dapat dilakukan Rumah Sakit untuk menolong

seorang pasien.1 Rumah Sakit merupakan suatu lembaga yang padat modal, padat

karya, dan padat ilmu serta teknologi, di mana untuk mencapai efisiensi dan

efektivitas yang tinggi, diperlukan profesionalisme yang andal dalam hal

pengelolaan lembaga bisnis yang modern.

Perkembangan Rumah Sakit di Indonesia sangat pesat dari waktu ke waktu,

di mulai pada tahun 1626 yang didirikan oleh Vereenigde Oostindische Compagnie

(VOC) dan dikembangkan pula oleh tentara Inggris pada zaman Raffles yang

ditujukan untuk melayani anggota militer beserta keluarganya secara gratis

termasuk masyarakat pribumi yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Hal ini

1

(2)

dikembangkan pula oleh kelompok agama yang ingin mendirikan Rumah Sakit.

Semakin maju suatu negara, semakin pesat pula tuntutan fasilitas yang dibutuhkan

oleh masyarakat Indonesia. Salah satu fasilitas yang di butuhkan oleh masyarakat

Indonesia yaitu dalam aspek kesehatan. Fasilitas kesehatan merupakan hal dasar dan

pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat baik itu masyarakat menengah ke atas

maupun menengah ke bawah.

Pada tahun 2015, Rumah Sakit di Indonesia sebanyak 2.488 Rumah Sakit

yang terbagi menjadi Rumah Sakit Publik dan Rumah Sakit Privat. Rumah Sakit

publik di Indonesia dikelola oleh Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi,

Pemerintah Kabupaten/Kota, TNI/POLRI, kementerian lain serta swasta non profit

(organisasi keagamaan dan organisasi sosial). Jumlah Rumah Sakit publik di

Indonesia sampai dengan tahun 2015 sebanyak 1.593 Rumah Sakit, yang terdiri

dari 1.341 Rumah Sakit Umum (RSU) dan 252 Rumah Sakit Khusus (RSK).

Berbeda dengan Rumah Sakit publik, Rumah Sakit privat dikelola oleh Badan

Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta (Perorangan, Perusahaan dan Swasta

lainnya). Pada tahun 2015 terdapat 895 Rumah Sakit privat di Indonesia, yang

terdiri dari 608 RSU dan 287 RSK. Jumlah Rumah Sakit publik maupun privat

menunjukkan peningkatan pada kurun waktu 2013 sampai dengan 2014, dan

sedikit mengalami penurunan pada tahun 2015 untuk Rumah Sakit publik

sedangkan meningkat untuk Rumah Sakit privat pada setiap tahunnya sesuai dengan

(3)

Tabel 1. PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT MENURUT KEPEMILIKAN DI INDONESIA TAHUN 2013-2015

NO Pengelola / Kepemilikan 2013 2014 2015

1 Publik

Kemkes dan Pemda 676 687 713

TNI / Polri 159 169 167

Kementrian Lain 3 7 8

Swasta Non 724 736 705

Jumlah Rumah Sakit Publik 1.562 1.599 1.593

2 Privat

BUMN 67 67 62

SWASTA 599 740 833

Jumlah Rumah Sakit Privat 666 807 895

Total Rumah Sakit 2.228 2.406 2.488

Sumber: Ditjen Pelayanan Kesehatan, Kemenkes RI, 2016

Perkembangan Rumah Sakit di Indonesia, khususnya di sektor swasta,

berjalan sangat pesat, terutama setelah Pemerintah melakukan deregulasi dalam

kebijakan kesehatan. Rumah Sakit swasta menunjukan pertambahan yang lebih

pesat dibandingkan Rumah Sakit BUMN. Perkembangan Rumah Sakit di Indonesia

dari sisi pertumbuhan jumlahnya di Indonesia terus meningkat dalam kurun waktu

beberapa tahun terakhir. Industri Rumah Sakit mengalami perkembangan cukup

(4)

mendukung iklim investasi dan menciptakan kondisi bisnis dan jasa Rumah Sakit

yang lebih baik.

Dunia kesehatan khususnya Rumah Sakit mempunyai tata cara dalam

pelayanannya. Tata pelayanan yang sudah diatur secara ketat dalam regulasi oleh

negara, dan selalu diawasi dalam pelaksanaannya oleh Dinas Kesehatan, Dewan

Pengawas Rumah Sakit yang ada pada setiap Rumah Sakit, maupun Badan

Penyelenggara Rumah Sakit. Sedangkan untuk operasional pelaksanaan regulasi

tersebut, setiap Rumah Sakit mempunyai tertib administratif yang berbeda-beda

menurut ketentuan masing-masing Rumah Sakit yang bersifat internal. Ketentuan

Rumah Sakit di Indonesia tidak terlepas dengan ketentukan peraturan

perundang-undangan.

Rumah Sakit yang akan menerima pasien harus mengetahui bentuk

tanggung jawab apa yang harus diterima dan diembannya serta batas

pertanggungjawaban tersebut pada dokter sebagai pelaksana medis, Rumah Sakit cq

direktur Rumah Sakit atau badan hukum pengelola Rumah Sakit. Pada intinya

Rumah Sakit harus menaati peraturan perundang-undangan di Indonesia agar

masyarakat yang menjadi pasien di Rumah Sakit tidak ditelantarkan dan tidak

dipersulit untuk mendapat perawatan medis yang seharusnya.

Ada kasus di beberapa Rumah Sakit, di mana masyarakat harus mengantri

berjam-jam untuk mendapatkan pelayanan dari Rumah Sakit tersebut. Namun,

mereka harus pulang dengan sia-sia, karena mereka tidak mendapatkan perawatan

apapun. Mereka ditolak oleh pihak Rumah Sakit karena ada sebuah peraturan

(5)

administrasi agar dapat memperoleh pelayanan Rumah Sakit. Maksudnya, para

pasien harus membayar biaya administrasi dan jaminan terlebih dahulu sebelum

mendapatkan perawatan medis. Masyarakat pergi ke Rumah Sakit dengan tujuan

untuk mendapatkan perawatan medis dan penyembuhan dari penyakit yang diderita.

Kondisi tersebut, pada era BPJS dewasa ini jaminan dan pembayaran uang

administrasi seperti ini tidak perlu dilakukan lagi.

Walaupun dalam tataran praktis, masih terdapat pelanggaran-pelanggaran

yang dilakukan oleh Rumah Sakit sehingga pasien yang dalam kondisi kritis dan

harus segera ditangani oleh dokter, namun pihak Rumah Sakit menolak karena

mereka tidak dapat membayar biaya administrasi terlebih dahulu, bahkan

meyebabkan pasien meninggal dunia. Disamping itu juga masih terdapat Rumah

Sakit khususnya penyelenggaraan badan hukum swasta yang melayani penerimaan

calon pasien yang membutuhkan perawatan medis pertama seperti halnya korban

tabrakan, melahirkan dan lain - lain harus dipersulit dengan adanya administrasi

Rumah Sakit tersebut. Calon pasien yang seharusnya mendapatkan perawatan medis

pertama dan cepat, harus sibuk dengan administrasi yang harus dipenuhi calon

pasien. Sebagai contoh adalah kasus Debora, bayi berusia empat bulan itu dimulai

sejak ia meninggal pada Minggu (3/9). Sebelumnya, Debora mengalami batuk

berdahak dan sesak nafas, semalam sebelumnya. Orang tuanya pun, Henny Silalahi

dan Rudianto Simanjorang membawa Debora ke Rumah Sakit Mitra Keluarga,

Kalideres, Jakarta Barat. Debora pun tiba di Instalasi gawat darurat (IGD) Rumah

Sakit tersebut. Namun, karena kondisinya yang memburuk, Debora dinyatakan

(6)

bisa masuk ke ruang tersebut, uang muka Rp19,8 juta harus disediakan. Kartu BPJS

Kesehatan yang dimiliki tidak bisa digunakan karena Rumah Sakit swasta itu tidak

punya kerja sama. Orang tua Debora kemudian berusaha mencari Rumah Sakit yang

bekerja sama dengan BPJS agar anaknya bisa dirawat ke ruang PICU. Namun

ruangan yang dinilai bisa menyelematkan nyawa anaknya itu tak kunjung

didapatkan. Sekitar 6 jam di IGD, Debora tak bisa diselamatkan. Ia dinyatakan

meninggal sekitar pukul 10.00 WIB.2 Dari kisah bayi Debora seharusnya Rumah

Sakit mengerti manakah yang harus didahulukan dalam pelayanan kesehatan.

Rumah sakit harus mementingkan keselamatan pasien atau lebih mementingkan

administrasi dan keuntungan Rumah Sakit belaka.

Fenomena yang terjadi di Indonesia banyak masyarakat kurang mampu

mengalami kesulitan dalam pembayaran administrasi Rumah Sakit. Hal itu dapat

memberatkan masyarakat, karena disatu sisi masyarakat kurang mampu

membutuhkan pelayanan medis pertama dan penanganan cepat dari Rumah Sakit.

Faktanya masih terdapat Rumah Sakit yang mengutamakan pembayaran

administrasi diutamakan dari pada pelayanan medis. Menurut kode etik rumah sakit,

rumah sakit memiliki kewajiban untuk memberikan pertolongan (emergency) tanpa

mengharuskan pembayaran uang muka terlebih dahulu.3

2

Mesha Mediani, Kasus Bayi Debora Ironi Rumah Sakit, 11 September 2017,

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170911070536-20-240829/ylki-kasus-bayi-debora-ironi-rumah-sakit/, dikunjungi pada 20 September 2017 pukul 17.00 WIB.

3

(7)

Setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang

jelas tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat ( 1 ) yang

berbunyi “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,

dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan.” Sebagai bentuk pemenuhan hak atas kesehatan, pemerintah

memberikan jalan bagi pihak swasta yang ingin berpartisipasi dalam memberikan

pelayanan publik dibidang kesehatan. Salah satunya adalah dengan mendirikan

Rumah Sakit.

Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

dijelaskan bahwa “Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.” Dari

penjelasan tersebut Rumah Sakit meruapakan bagian integral dari satu organisasi

sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan kesehatan paripurna,

kuratif, dan preventif kepada masyarakat, serta pelayanan rawat jalan yang

diberikannya guna menjangkau keluarga di rumah. Rumah sakit juga merupakan

pusat pendidikan dan latihan tenaga kesehatan serta pusat penelitian bio-medik.4

Pengaturan mengenai pendirian dan penyelenggaraan bentuk badan hukum

yang diperbolehkan menyelenggaran Rumah Sakit berdasarkan Bab II Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 menurut:

Pasal 2

4

(8)

Rumah Sakit dapat didirikan dan diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta.

Pasal 3

(1) Rumah Sakit yang didirikan dan diselenggarakan oleh Pemerintah merupakan unit pelaksana teknis dari instansi Pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kesehatan ataupun instansi Pemerintah lainnya.

(2) Instansi Pemerintah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Kepolisian, Tentara Nasional Indonesia, kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian.

(3) Unit pelaksana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan berdasarkan pengelolaan keuangan badan layanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 4

Rumah Sakit yang didirikan dan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah harus merupakan unit pelaksana teknis daerah atau lembaga teknis daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 5

(1) Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan.

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Rumah Sakit publik yang diselenggarakan oleh badan hukum yang bersifat nirlaba.

(3) Sifat nirlaba sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuktikan dengan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik.

Dewasa ini, pendirian Rumah Sakit sudah diatur dengan peraturan

perundang-undangan terkait. Pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009

tentang Rumah Sakit ditegaskan bahwa “Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta

sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk badan hukum yang

kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan.” Pasal ini

menegaskan bahwa swasta yang mendirikan Rumah Sakit harus berbentuk badan

(9)

kata lain bidang kegiatan Rumah Sakit merupakan bidang kegiatan yang khusus

Rumah Sakit yang tidak bisa dicampur dengan bidang kegiatan lain. Alasan hukum

kenapa Rumah Sakit harus dalam bentuk badan hukum yang merupakan bidang atau

kegiatan khusus dari Yayasan atau Perseroan Terbatas tersendiri, ditegaskan dalam

Penjelasan Pasal 7 ayat (4) yaitu : “Kegiatan usaha hanya bergerak di bidang

perumahsakitan dimaksudkan untuk melindungi usaha rumah sakit agar terhindar

dari risiko akibat kegiatan usaha lain yang dimiliki oleh badan hukum pemilik

Rumah Sakit.”

Substansi dari Pasal ini dapat ditafsirkan bahwa Rumah Sakit swasta yang

didirikan dengan maksud nirlaba, maka badan hukum penyelenggaraannya harus

Yayasan, sedangkan untuk mengelola Rumah Sakit swasta dengan maksud mencari

untung (laba) badan hukumnya berbentuk Perseroan Terbatas.

Dalam suatu badan hukum struktur organisasi5 pada Rumah Sakit menjadi

penting. Struktur organisasi menunjukkan adanya pembagian kerja dan

menunjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda

tersebut diintegrasikan (koordinasi). Selain dari pada itu, struktur organisasi juga

menunjukkan spesialisasi-spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian

laporan. Struktur organisasi mencerminkan distribusi tanggung jawab, otoritas dan

akuntabilitas (pertaggungjawaban) seluruh organisasi. Seperti halnya perusahaan

dalam mencapai seluruh tujuannya dengan membangun tujuan yang dapat diukur

5

(10)

secara keuangan untuk unit-unit operasionalnya.6 Untuk mencapai berbagai tujuan dari Rumah Sakit, maka pengelolaan Rumah Sakit harus sesuai dengan prinsip

manajemen. Hal ini telah diterapkan dalam manajemen kesehatan. Manajemen

kesehatan adalah penerapan manajemen umum dalam sistem pelayanan kesehatan

masyarakat sehingga menjadi objek atau sasaran manajemen adalah sistem

pelayanan kesehatan masyarakat.7

Dalam praktik penyelenggaraan Rumah Sakit menunjukkan adanya

pergeseran orientasi pelayanan Rumah Sakit antara bentuk kelembagaan dengan

manajemen8 pengelolaannya, artinya Rumah Sakit dengan bentuk kelembagaan

Yayasan dikelola dengan manajemen Perusahaan layaknya manajemen Perseroan

Terbatas. Berdasarkan kenyatan tersebut ada dilema didalam pengelolaan Rumah

Sakit, pada satu sisi harus dikelola dengan mendasarkan pada badan hukum Yayasan

yang bersifat sosial dan tidak bertujuan mencari keuntungan semata namun boleh

mendapat keuntungan, sementara itu pada sisi yang lain dengan adanya kebutuhan

perawatan modern dan tenaga profesional, pengelolaan Rumah Sakit harus

dilakukan untuk memperoleh keutungan. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan,

6

Arfan Ikhsan dan Ida Bagus Agung Dharmanegara, Akuntansi Dan Manajemen Keuangan Rumah Sakit, Cet. Ke-1, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hal. 22.

7

Notoatmodjo dalam Dedi Alamsyah, Manajemen Pelayanan Kesehatan, Nulia Medika, Yogyakarta, 2011, hal. 21.

8

(11)

pengelolaan Rumah Sakit harus menentukan pilihan bentuk kelembagaan. Ada dua

pilihan bentuk kelembagaan dalam pengelolaan Rumah Sakit, yaitu:9

1) Rumah Sakit Yayasan, yaitu Rumah Sakit yang berdirinya merupakan

perbuatan hukum sepihak dari Yayasan dan Rumah Sakit ini merupakan unit

usaha Yayasan, oleh karena itu semua kebijakan dalam pengelolaan Rumah Sakit

berada pada organ Yayasan, sehingga antara Yayasan dengan Rumah Sakit

merupakan satu kesatuan manajemen;

2) Rumah Sakit berbentuk Perseroan Terbatas yang didirikan pemodal, yaitu

Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta secara mandiri. Dasar hukum pemerintah

dalam pemberian ijin pendirian Rumah Sakit berbentuk Perseroan Terbatas oleh

pemodal dapat menggunakan ketentuan PMDN dan PMA atau langsung

menggunakan ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas.

Dari pemilihan bentuk kelembagaan tersebut badan hukum merupakan

subjek hukum yang pengertian pokoknya yaitu manusia dan segala sesuatu yang

berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat yang demikian itu oleh hukum diakui

sebagai pendukung hak dan kewajiban. Yayasan sebagai badan hukum telah

diterima dalam suatu Yurisprudensi tahun 1882. Hoge Raad yang merupakan badan

peradilan tertinggi di Negara Belanda berpendirian bahwa Yayasan sebagai badan

hukum adalah sah menurut hukum dan karenanya dapat didirikan.10 Yayasan adalah

badan hukum yang kekayaannya terdiri dari kekayaan yang dipisahkan dan

9

Sularto, Tinjauan Hukum Bentuk Kelembagaan Rumah Sakit, Mimbar Hukum, Jogjakarta, 27-28 Februari 2002, hal. 132.

10

(12)

diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan

kemanusiaan. Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang

pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan atau

ikut serta dalam suatu badan usaha.11

Rumah Sakit - Rumah Sakit yang badan pengelolanya berbentuk Yayasan

salah satunya adalah YAKKUM. Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum

(YAKKUM) merupakan sarana pelayanan kesehatan bagi penyembuhan yang

didirikan oleh Sinode Gereja-Gereja Kristen Jawa dan Gereja Kristen Indonesia

Jawa Tengah pada tanggal 1 Februari 1950. Organ dari YAKKUM terdiri atas

Pembina YAKKUM, Pengurus YAKKUM, dan Pengawas YAKKUM.12 Yayasan

merupakan bidang swasta, walaupun kebanyakan tujuan Yayasan ikut membantu

tercapainya tujuan pembangunan Negara, yaitu masyarakat yang adil dan makmur.

Sedangkan Perseroan adalah sebuah badan hukum, yang dibedakan dan

terpisah dari individu-individu yang mendirikan dan menjalankan organisasi

tersebut. Sebagai badan hukum, perseroan harus tunduk terhadap

ketentuan-ketentuan (undang-undang) yang berlaku di mana perusahaan tersebut didirikan,

termasuk ketentuan untuk membayar pajak atas laba yang dihasilkan organisasi.13

Maksud dan tujuan Perseroan menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa Perseroan harus mempunyai maksud dan

11

Indra Bastian, Akutansi Yayasan Dan Lembaga Publik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2007, hal. 1.

12

Yayasan Kristen Untuk Kesehatan Umum, http://www.yakkum.or.id/ dikunjungi pada tanggal 3 Juni 2017 pukul 13.40 WIB.

13

(13)

tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.14 Mengingat Rumah

Sakit yang akan didirikan bertujuan mendapatkan keuntungan, maka badan usaha

pengelola Rumah Sakit yang sesuai untuk tujuan tersebut adalah Perseroan Terbatas

(PT). Perseroan merupakan organisme yang mempunyai identitas hukum yang

terpisah dari anggotanya atau pemiliknya. Oleh karena itu, Perseroan adalah badan

hukum buatan melalui proses hukum, dengan demikian pada dasarnya bersifat fiktif.

Diminatinya Rumah Sakit yang dikelola oleh PT tidak terlepas dari karakteristik

yang dimiliki oleh PT, yaitu untuk memperoleh profit dan pertanggungjawaban

yang terbatas.15 Contoh Rumah Sakit berbentuk Perseroan adalah PT Siloam

International Hospitals. Bermula dari Rumah Sakit pertamanya di Lippo Village

pada tahun 1996, Perseroan telah berkembang menjadi grup Rumah Sakit terbesar

di Indonesia dengan 16 Rumah Sakit state-of-the-art, yang didukung oleh 1.500

dokter dan 6000 karyawan. Tahun 2013 sungguh merupakan tahun terobosan.

Perseroan telah tercatat di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 12 September 2013,

dengan kapitalisasi pasar sebesar USD 1 miliar.

14

M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Cet. Ke-1, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 60.

15

(14)

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berpijak pada uraian di atas, rumusan masalah yang menjadi fokus dari

penelitian ini adalah ;

1. Bagaimanakah badan hukum Rumah Sakit diatur dalam peraturan

perundang-undangan tentang Rumah Sakit?

2. Apakah karakteristik dari Rumah Sakit berdasarkan pilihan bentuk

hukumnya?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah ;

1. Untuk mengetahui secara komprehensif bagaimana badan hukum Rumah

Sakit yang diatur dalam perundang-undangan.

2. Untuk menggambarkan ciri pembeda dari badan hukum Rumah Sakit yang

berbentuk yayasan dengan Perseroan Terbatas (PT).

3. Untuk memahami perbedaan pengelolaan Rumah Sakit berdasarkan pilihan

bentuk hukumnya.

1.4. PEMBATASAN MASALAH

Pada penelitian skripsi ini, masalah hukum yang diangkat dibatasi pada

Rumah Sakit yang berbentuk hukum Perseroan Terbatas (PT) dan Yayasan. Penulis

(15)

hukum yang berbeda antara PT dengan Yayasan. Karakteristik tersebut dapat dilihat

dari badan hukum, filosofi, tujuan, dasar hukum, organ dan manajemen yang diatur

dalam setiap peraturan perundang-undangan.

1.5. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah ;

1. Dari segi teoritis adalah untuk memperjelas badan hukum Rumah Sakit yang

diatur dalam perundang-undangan beserta karakteristiknya.

2. Dari segi praktis akan mempermudah dan memberikan gambaran kepada

Pemilik Rumah Sakit dalam mengelola Rumah Sakit berdasarkan pilihan bentuk

hukumnya.

1.6. METODE PENELITIAN

Penelitian ini akan disusun menggunakan tipe penelitian yuridis normatif,

yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau

norma-norma dalam hukum positif.16 Dalam kaitannya dengan penelitian normatif,

penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan yaitu:17

1) Pendekatan perundang-undangan

16

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2006, hal. 295.

17 Ibid

(16)

Pendekatan perundang-undangan adalah suatu pendekatan yang

dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang berkaitan dengan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

2) Pendekatan konsep

Pendekatan konsep ini digunakan untuk memahami konsep-konsep

tentang badan hukum.

Data penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari

beberapa bahan hukum sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah Undang-Undang serta terdapat juga peraturan

perundang-undangan lain.18 Undang-Undang yang digunakan dalam penelitian

ini adalah:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

khususnya Pasal 28 H ayat (1);

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 131, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 2068);

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 5063);

18

(17)

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 5072);

Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Yayasan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2004 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4430);

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4756);

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan

Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 229,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 5942);

Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman Organisasi

Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 159);

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159 b Tahun 1998 tentang Rumah

Sakit;

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1045 Tahun 2006 tentang Pedoman

Organisasi Rumah Sakit;

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147 Tahun 2010 tentang Perizinan

Rumah Sakit;

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku

(18)

perumahsakitan, hukum perusahaan, dan hukum yayasan. Bahan hukum

sekunder lain dalam penelitian ini adalah jurnal hukum, jurnal ilmiah tentang

Rumah Sakit, makalah, dan laporan penelitian yang terkait hukum Rumah Sakit,

bentuk hukum penyelenggara Rumah Sakit, dan profil Rumah Sakit Yayasan

Kristen Untuk Kesehatan Umum, serta profil Rumah Sakit Siloam.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamus hukum

dalam Bahasa Inggris, yaitu “Black’s Law Dictionary” oleh A. Garner19 dan

kamus Bahasa Indonesia Modern.20

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengamati dan mempelajari

undang-undang tentang Rumah Sakit dan peraturan-peraturan lainnya serta literatur-literatur

yang berhubungan dengan bentuk badan hukum Rumah Sakit. Rumah Sakit yang

dipilih adalah Rumah Sakit YAKKUM dan Rumah Sakit Siloam. Penulis memilih

YAKKUM dan Siloam karena kedua Rumah Sakit ini dapat di buka mengenai profil

dari masing-masing Rumah Sakit secara mudah melalui internet dengan membuka

website Rumah Sakit tersebut. Selain itu kedua Rumah Sakit tersebut telah

berkembang secara pesat dan dikenal oleh kalangan masyarakat.

1.7. KERANGKA TEORI

19

Bryan A. Garner, ed., Black’s Law Dictionary Eighth Edition, Thomson West, Dallas, 2004.

20

(19)

1.7.1. Teori Badan Hukum

Dasar hukum bahwa badan hukum itu sebagai subjek hukum (pendukung

atau pembawa hak dan kewajiban di dalam hukum) ada beberapa teori

tentang badan hukum, yaitu:

a. Teori Fiksi (Frederich Carl von Savigny)

Teori ini hanya mengakui bahwa yang menjadi subjek hukum adalah

manusia, tetapi orang menghidupkannya, menciptakannya dalam bayangan

dimana badan hukum selaku subjek hukum diperhitungkan sama dengan

manusia. Untuk dapat mengemban fungsi subjek hukum, yaitu melakukan

perbuatan hukum, diserahkan kepada manusia sebagai wakil-wakilnya.21

b. Teori Organ (Otto von Gierke)

Badan hukum bukanlah sesuatu yang abstrak, tetapi benar-benar ada, badan

hukum bukanlah suatu kekayaan (hak) yang tidak bersubjek, tetapi suatu

organisme riil, yang hidup dan bekerja seperti manusia.22

c. Teori Harta Kekayaan dalam Jabatan (Holder dan Binder)

Untuk badan hukum, yang memiliki kehendak adalah pengurus. Pada badan

hukum semua hak tersebut diliputi oleh pengurus. Dalam jabatannya sebagai

21

Tri Budiyono, Hukum Perusahaan; Telaah Yuridis terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Griya Media, Salatiga, 2011, hal. 61-62.

22 Ibid

(20)

pengurus mereka adalah berhak, maka dari itu disebut ambtelijk vermogen

(harta kekayaan dalam jabatan).23

d. Teori Kekayaan Bersama (Rudolf von Jhering)

Badan hukum sebagai kumpulan manusia. Kepentingan badan hukum adalah

kepentingan dari seluruh anggota secara bersama-sama. Mereka bertanggung

jawab secara bersama-sama, harta kekayaan badan hukum itu adalah milik

(egindom) bersama seluruh anggota. Para anggota yang berhimpun adalah

suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi yang disebut badan hukum.

Oleh karenanya, badan hukum hanyalah suatu konstruksi hukum belaka, dan

hakikatnya merupakan sesuatu yang abstrak.24

e. Teori Kekayaan Bertujuan (A. Brinz)

Apa yang disebut hak-hak badan hukum sebenarnya adalah hak-hak tanpa

subjek hukum, oleh karena itu sebagai penggantinya adalah kekayaan yang

terkait pada suatu tujuan.25

f. Teori Kenyataan Yuridis (E. M. Meijers, Paul Scholten)

Badan hukum itu adalah suatu realita, konkret, riil walaupun tidak dapat

diraba, bukan khayal, tapi kenyataan yuridis hendaknya dalam

mempersamakan badan hukum dengan manusia hanya terbatas pada bidang

hukum saja.26

(21)

Status badan hukum biasanya digunakan dalam badan usaha dan

badan usaha tersebut di klasifikasikan menjadi dua yaitu badan usaha yang

tidak berbadan hukum dan badan usaha yang berbadan hukum. Dari

berbagai teori yang disebutkan di atas, teori tersebut merupakan suatu

konsep yang dimana membuat sebuah kerucut. Yang dimaksud kerucut

adalah setiap badan hukum harus memenuhi unsur-unsur yang ada dalam

teori-teori badan hukum. Hal ini harus dilakukan guna tidak ada lagi

kesesatan dalam penafsiran atau penggolongan dari badan hukum itu sendiri

dan tidak berbenturan dengan badan usaha yang tidak berbadan hukum.

Kesesatan yang dimaksud adalah apabila badan hukum yang berbentuk

Yayayan dikelola layaknya dalam Perseroan Terbatas.

1.7.2. Filosofi Rumah Sakit

Filantropi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai

cinta kasih (kederwawaan, menolong dan kesukarelaan) kepada sesasama.

Filantropi diambil dari bahasanYunani yang berasal dari kata philein dan

antrhopos. Kata philein berarti cinta dan antrhopos yang berarti manusia.

Dengan demikian, filantropi dapat diartikan sebagai tindakan seorang

mencintai manusia lain sehingga rela menyumbangkan waktu, uang dan

tenaganya demi orang lain. Istilah ini pada umumnya diberikan kepada

orang-orang kaya yang memberikan banyak dananya untuk amal. Meski

begitu pemahaman yang demikian sudah semakin ditinggalkan karena dalam

(22)

namun lebih kepada orang yang memiliki keinginan untuk melakukan

filantropi.27

Keramahan dan kesungguhan serta melayani dengan kasih

merupakan komitmen pendirian sebuah Rumah Sakit dengan berlandaskan

kemanusiaan, motivasi, jujur, integritas yang tinggi akan mampu

meningkatkan mutu pelayanan.

27

Gambar

tabel di bawah ini.
Tabel 1. PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT MENURUT KEPEMILIKAN DI INDONESIA TAHUN 2013-2015

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, data yang diperlukan diperoleh dari metode pengumpulan data, sebagai berikut: (1) penelitian kepustakaan – penelitian ini dilakukan dengan cara

bersalah dan tidak mau melakukan perbuatan tersebut. Semisal memberikan tugas yang lebih banyak dari siswa lain yang mana diharapkan agar mau belajar dan tidak

Selanjut nya, glukosa dapat digunakan sebagai bahan baku unt uk menghasilkan bahan kimia lain yang lebih mempunyai nilai ekonomis, sepert i xylit ol, 5-hidroksil met

Semua permohonan perjalanan tugas rasmi ke luar negara yang lengkap berserta dengan surat kelulusan pembentangan daripada BPPDP, mesti dikemukakan ke IPGM tidak

Pemodelan kemiskinan lainnya dilakukan oleh Yuniarti (2010), dengan melakukan pemodelan faktor-faktor yang mempengaruhi persentase penduduk miskin di Jawa Timur

Dengan menggunakan operasi perpangkatan max-min untuk matriks di atas, dapat ditentukan kapasitas maksimum lintasan antara dua buah titik dalam jaringan. Dapat pula disusun

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui permasalahan yang timbul pada pasien post partum dengan infeksi sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan

Kendala di lapangan adalah sangat sulitnya mencari singkapan pada daerah formasi pembawa batubara, oleh karena banyak keterdapatan batuan metasedimen yang mempunyai ciri-ciri