• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wakaf Secara Umum - Studi Tentang Pengelolaan Wakaf Tunai pada LAZISWA Muhammadiyah Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wakaf Secara Umum - Studi Tentang Pengelolaan Wakaf Tunai pada LAZISWA Muhammadiyah Sumatera Utara"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wakaf Secara Umum

Menurut Imam Ghazali, tujuan syariat adalah memelihara kesejahteraan manusia yang mencakup perlindungan keimanan, kehidupan, akal, keturunan, dan harta benda mereka. Apa saja yang menjamin terlindungnya lima perkara ini adalah maslahat bagi manusia dan yang dikehendaki Allah SWT. (M. Umer Chapra, 2000: 1).

Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi Islam sebagai suatu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas di dalam kerangka syari‟ah Islam.

Dengan fitrahnya, ekonomi Islam merupakan satu sistem yang dapat mewujudkan keadilan ekonomi bagi seluruh umat (Veithzal Rivai & Andi Buchari, 2009: 1-2). Berdasarkan QS. Ar-Ra‟d (13) ayat 11, yang terjemahannya sebagai berikut: “…Allah sesungguhnya tidak mengubah keadaan suatu kaum

(masyarakat) sampai mereka mengubah (terlebih dahulu) apa yang ada pada diri mereka (sikap mental mereka).”

(2)

10 Menurut Rachmat Djatnika (1984), bagi pemilik harta benda ada kewajiban untuk membelanjakan menurut petunjuk Allah, yaitu nafkah keluarga, zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf (Imam Suhadi, 2002: 7). Adapun pengertian wakaf adalah ibadah atau pengabdian kepada Allah SWT., yang bermotif rasa cinta kasih kepada sesama manusia, membantu kepentingan orang lain dan kepentingan umum. Dengan mewakafkan sebagian harta bendanya, akan tercipta rasa solidaritas seseorang.

Menurut ilmu fiqih, kata wakaf diprediksikan telah sangat populer di kalangan umat Islam dan malah juga di kalangan non-muslim. Kata wakaf yang sudah menjadi bahasa Indonesia itu berasal dari kata kerja bahasa Arab waqafa

(fi‟il madhy), yaqifu (fi‟il mudhari), dan (waqfan isim mashdar) yang secara

etimologi (lughah, bahasa) berarti bediri, berhenti, berdiam di tempat, atau menahan. Sedangkan, menurut istilah syara‟ wakaf berarti menahan harta dan memberikan manfaatnya dijalan Allah.

(3)

11 Pada Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Pasal 215 ayat 4) menyebutkan bahwa, benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam.

Sebagai konsep sosial yang memiliki dimensi ibadah, wakaf juga disebut amal sadaqah jariyah, di mana pahala yang di dapat oleh wakif akan selalu mengalir selama harta tersebut masih ada dan bermanfaat. Dengan demikian, harta wakaf tersebut menjadi amanat Allah kepada orang atau badan hukum (sebagai nazhir) untuk mengurus dan mengelolanya (Fiqih Wakaf, 2006: 69). 2.1.1 Dasar Hukum Wakaf

Dasar hukum wakaf dalam firman Allah SWT:

1. Berdasarkan QS. Al-Baqarah (2) ayat 261, yang terjemahannya sebagai berikut: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang

menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

2. Berdasarkan QS. Ali Imran (3) ayat 92, yang terjemahannya sebagai berikut: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum

(4)

12 3. Berdasarkan QS. Al-Hajj (22) ayat 77, yang terjemahannya sebagai berikut:

“Hai orang-orang yang beriman rukuklah, sujudlah kamu, sembahlah tuhanmu dan perbuatan kebajikan supaya kamu mendapat keberuntungan.”

Hadist yang didasarkan menjadi hukum wakaf adalah:

1. Hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah yang terjemahannya sebagai berikut: “Apabila meninggal manusia maka terputuslah pahala dan segala

amalnya kecuali tiga macam yaitu, sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak yang shaleh yang selalu mendo‟akannya” (Hasballah Thaib, 2003: 4)

2. Hadist yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra., bahwa Umar bin Khattab mendapat sebidang tanah di Khaibar. Lalu ia menghadap Rasulullah SAW., “Ya Rasulullah! Saya memperoleh sebidang tanah di Khaibar dan saya belum

pernah mendapat harta lebih baik dari tanah di Khaibar itu. Oleh karena itu, saya mohon petunjukmu tentang apa yang sepatutnya saya lakukan pada tanah itu. Rasulullah bersabda: “Jika engkau mau, tahanlah zat (asal) bendanya dan sedekahkanlah hasilnya”. Umar menyedekahkannya dan mewasiatkan bahwa

(5)

13 2.1.2 Rukun Wakaf

Wakaf harus dilakukan dengan memenuhi rukun-rukunnya. Rukun wakaf dalam fiqih Islam ada empat, yaitu:

1. Orang yang melakukan perbuatan wakaf (al-wakif); 2. Harta benda yang diwakafkan (al-mauquf);

3. Tujuan atau tempat kemana harta diwakafkan (mauquf „alaih); 4. Pernyataan kehendaknya dari yang mewakafkan (sighat). 2.1.3 Syarat Wakaf

Adapun syarat-syarat yang berkaitan dengan yang mewakafkan (wakif) adalah sebagai berikut:

1. Pewakif mempunyai kecukupan bertindak sempurna untuk melakukan

tabarru‟, yaitu melepaskan hak milik tanpa imbalan materi. Orang yang

dikatakan cukup sempurna untuk melakukan tabarru‟ adalah orang yang telah baligh dan berakal sehat;

2. Pewakif tidak dalam keadaan terpaksa dan harus didasarkan kepada keikhlasan dan kerelaan berdasarkan kemauan ikhtiarnya. Unsur kerelaan sangatlah penting yang harus dimiliki pewakif;

3. Benda yang diwakafkan haruslah milik sah dari pewakif. Adapun syarat dari benda yang diwakafkan yaitu: 1. Benda yang diwakafkan mestilah milik sah pewakif; 2. Benda yang tahan lama dan dapat diambil manfaatnya;

(6)

14 4. Tidak sah mewakafkan benda-benda yang tidak boleh diperjual belikan

seperti barang tangguhan (jaminan, gadai, borg), anjing, babi atau benda-benda yang haram lainnya;

5. Kadar benda yang diwakafkan tidak boleh melebihi jumlah sepertiga harta yang berwakaf (wakif).

2.2Wakaf Tunai 2.2.1 Pengertian

Bertambahnya pengetahuan masyarakat terhadap institusi wakaf terbaru yakni wakaf tunai, menjadikan permintaan akan lembaga amiil yang dapat menaungi wakaf tunai ini semakin meningkat. Berdasarkan ilmu ekonomi dalam melihat peluang yang ada, para lembaga amiil yang berkecimpung dalam penghimpunan dana ummat berlomba-lomba menawarkan konsep berwakaf secara tunai, yakni wakaf yang dilaksanakan dengan membayarkan sejumlah uang (tunai) kepada nazhir oleh individu ataupun berkelompok.

(7)

15 Keunikan institusi wakaf dikarenakan wakaf merupakan salah satu ibadah yang memiliki dimensi hablumminallah dan hablumminannas. Manakala umat Islam berjamaah dalam kegiatan ekonomi, tentunya Allah SWT., akan memberikan rahmat-Nya. Dan jika kegiatan ekonomi dirahmati Allah SWT., tentunya akan berkah, berkeadilan dan melahirkan kesejahteraan umat.

Kenyataannya di masyarakat wakaf uang ini telah lama dipraktikkan, namun dalam akadnya tetap disebutkan wakaf tanah. Misalnya untuk pembelian tanah pertapakan pembangunan masjid seluas 1000 meter persegi dengan harga Rp. 100.000.000. kemudian tanah seluas 1000 meter tersebut dibagi menjadi 1000 kapling. Dengan demikian, diperoleh harga Rp. 100.000 per meternya. Selanjutnya dipasarkan kepada masyarakat luas untuk berwakaf tanah dengan cara per-meter dengan nilai yang dapat dijangkau, dan wakif membayar sesuai jumlah meter yang hendaknya diwakafkannya. Kenyataan tersebut, meskipun akadnya dilakukan dalam bentuk wakaf tanah, namun yang diberikan wakif dalam bentuk uang (Suhrawardi K Lubis, 2010: 103).

(8)

16 2.2.2 Dasar Hukum Wakaf Tunai

Wakaf uang atau tunai ini telah mendapat respons positif dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebelumnya pada tahun 2001, Prof. M. A Mannan, Ketua Social Investment Bank Ltd (SIBL) memberikan seminar di Indonesia mengenai wakaf uang. Akhirnya tanggal 11 Mei 2002 MUI mengeluarkan fatwa tentang di perbolehkannnya wakaf uang (waqf al-nuqud), dengan syarat nilai pokok wakaf wajib dijamin kelestariannya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui komisi fatwa mengeluarkan fatwa tentang wakaf uang yang berisi:

a. Wakaf uang (cash wakaf/waqf al-nuqud) adalah wakaf yang dilakukan oleh seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai;

b. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga; c. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh);

d. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar‟iy;

e. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

(9)

17 ia berkata Umar bin Khattab ra. kepada Nabi Muhammad saw., “saya mempunyai seratus sahan (tanah, kebun) di Khaibar belum pernah saya mendapat harta yang lebih saya kagumi melebihi tanah itu, saya bermaksud menyedekahkannya”. (H.R. al-Nasa‟i).

Selanjutnya, pendapat rapat Komisi Fatwa MUI pada hari Sabtu tanggal 11 Mei 2002 tentang perumusan definisi wakaf, yakni: menahan harta yang dapat diimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (misal: menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram). Keluarnya fatwa MUI ini disambut beragam oleh masyarakat. Perjuangan untuk membuat payung hukum kegiatan wakaf dalam bentuk undang-undang terus berlaku (Suhrawardi K Lubis, 2010: 107).

Akhirnya, pihak pemerintah Indonesia telah pula menetapkan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain mengatur bentuk benda wakaf, yaitu benda tidak bergerak, dan benda bergerak dan uang. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan yang terdapat dalam Pasal 28 s.d 31 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 dan Pasal 22 s.d 27 Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2006.

(10)

18 penyerahan harta benda wakaf (Pasal 29 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004). Selanjutnya Lembaga Keuangan Syariah atas nama nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang kepada Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya sertifikat wakaf uang (Pasal 30 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004).

Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 ditegaskan mengenai mekanisme wakaf terhadap benda bergerak berupa uang ini. Dalam peraturan ini ditegaskan bahwa wakaf uang yang diwakafkan adalah mata uang rupiah, jika uang yang akan diwakafkan masih dalam mata uang asing, harus dikonversi terlebih dahulu dalam mata uang rupiah (Pasal 22 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006).

Dan yang terbaru adalah Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009 Tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang, disebutkan bahwa masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas nazhir (Pasal 13 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009).

Bagi seorang wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk (Pasal 22 ayat (3) PeraturanPemerintah No. 42 Tahun 2006):

a. Hadir di Lembaga Keuangan Syari‟ah penerima wakaf uang (LKS -PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf uangnya;

(11)

19 d. Mengisi form pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai Akta

Ikrar Wakaf (AIW).

Di dalam hal wakif tidak hadir ke LKS-PWU maka wakif dapat menunjuk wakil atau kuasanya, dan wakil dari wakif tersebut dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada nazhir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dan selanjutnya nazhir menyerahkan ikrar wakaf (AIW) tersebut kepada LKS-PWU (Pasal 22 ayat 4 dan 5 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006). Beberapa pasal ketentuan peraturan perundang-undangan di atas memperlihatkan bahwa wakaf uang diakui dalam hukum positif di Indonesia. 2.2.3 Macam-macam Wakaf Tunai

Wakaf uang dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya sebagai berikut:

a. Wakaf uang secara langsung; wakaf uang langsung ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) wakaf permanen, dan (2) wakaf berjangka. Wakaf permanen, artinya, uangnya yang diserahkan wakif tersebut menjadi harta wakaf untuk selamanya. Dengan kata lain tidak dapat ditarik kembali oleh wakif. Wakaf berjangka, uang yang diserahkan wakif hanya bersifat sementara, setelah lewat waktu tertentu, uang dapat ditarik kembali oleh wakif. Dengan demikian, yang di-wakif-kan di sini adalah hasil investasinya saja, lazimnya wakaf berjangka nominalnya relatif besar.

(12)

20 diperoleh dari wakaf saham ini adalah dividen (keuntungan yang dibagikan perusahaan kepada pemegang saham, capital gain, yaitu keuntungan yang diperoleh dari selisih jual beli, dan manfaat non-materiil, yaitu lahirnya kekuasaan/hak suara dalam menetukan jalannya perusahaan.

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2006 juga menetapkan objek wakaf selain uang adalah obligasi syariah (dalam bentuk Obligasi Mudharabah, Obligasi Ijarah, dan Emisi Obligasi Syariah) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSB), SBSN ini dapat dalam bentuk SBSN Ijarah, SBSN Mudharabah, SBSN Musyarakah, SBSN Istishna, SBSN dua akad atau lebih. c. Wakaf takaful; wakaf dilaksanakan dengan pola asuransi takaful. Misalnya seseorang bermaksud berwakaf sebesar Rp. 100.000.000.- kemudian yang bersangkutan mengadakan akad dengan Perusahaan Asuransi Syariah, dengan ketentuan akan dibayar secara periodik selama 10 tahun. Seandainya sebelum waktu sepuluh tahun wakif meninggal dunia, pada saat itu perusahaan asuransi membayar wakaf sang wakif kepada nazhir yang ditunjuk wakif.

d. Wakaf pohon; wakaf pohon dilaksanakan dengan pola mewakafkan sejumlah tanaman pohon tertentu (pohon kelapa, pohon sawit, pohon karet, pohon jati dan lain-lain) kemudian uang hasil penjualan dari produksi tanaman tersebut dipergunakan untuk kemaslahatan umum.

2.3 Manajemen Pengelolaan Wakaf Tunai

(13)

21 itu, uang merupakan komoditas yang siap menghasilkan dan berguna untuk pengembangan aktivitas perekonomian yang lain. Oleh sebab itu, sama dengan komoditi yang lain, wakaf uang juga dipandang dapat menghasilkan sesuatu yang lebih banyak manfaatnya.

Secara ekonomi, wakaf uang sangat besar potensinya untuk dikembangkan, karena dengan model wakaf uang ini mempunyai daya jangkau serta mobilisasinya akan jauh lebih merata di tengah-tengah masyarakat dibandingkan dengan model wakaf tradisional (wakaf dalam bentuk tanah dan bangunan). Sebab, wakaf dalam bentuk tanah dan bangunan hanya dapat dilakukan oleh keluarga atau individu yang terbilang mampu (kaya) saja.

Selain itu, lembaga nazhir wakaf tunai harus dikelola dengan amanah, jujur, transparan, dan professional. Untuk mencapai semua itu diperlukan suatu manajemen yang baik di dalamnya sebagai proses dan fungsi manajemen, antara lain:

1. Perencanaan (planning), yaitu kagiatan menetapkan tujuan organisasi. 2. Pengorganisasian (organization), yaitu kegiatan mengkoordinir

sumberdaya, tugas, dan otoritas diantara anggota organisasi.

3. Pengarahan (leading), yaitu membuat arahan yang baik sehingga anggota organisasi tersebut dapat melaksanakan tugasnya guna mencapai tujuan organisasi.

(14)

22 Dalam konteks organisasi, perencanaan dapat diartikan sebagai menetapkan visi dan misi, menentukan tindakan serta mengkaji cara-cara terbaik yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan masa depan yang telah ditetapkan. Dalam Islam, konsep ini dibuat berdasarkan hasil pembelajaran dan musyawarah dengan orang-orang yang berkompeten dalam bidang ini, cermat serta luas wawasannya dalam menyelesaikan berbagai persoalan.

Pengorganisasian merupakan, penentuan pola peran pada suatu organisasi melalui penentuan kagiatan yang dibutuhkan guna tercapainya tujuan dan bagiannya dalam organisasi.

Kegiatan pengarahan tentu tidak lepas dari adanya tugas kepemimpinan. Secara umum, kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas tugas dari orang-orang dalam kelompok. Kepemimpinan dalam Islam bersifat pertengahan, selalu menjaga hak dan kewajiban individu serta masyarakat dengan prinsip keadilan, persamaan, tidak sewenang-wenang dan berbuat aniaya (Ahmad Ibrahim Abu Sinn, 2006: 155).

Pengawasan dalam ajaran Islam terbagi menjadi dua hal, yakni pengawasan yang berasal dari diri sendiri yang bersumber pada tauhid dan keimanan kepada Allah SWT, dan pengawasan yang dilakukan dari luar diri sendiri (Didin Hafidhudin & Hendi Tanjung, 2003: 156-157).

(15)

23 menggunakan manajemen yang professional yang melibatkan tiga pihak, yaitu pemberi wakaf (wakif), pengelola wakaf (nazhir), dan masyarakat yang diberi wakaf (mauquf „alaih).

Lingkup wakaf tunai menjanjikan kemanfaatan yang lebih maksimal, diperoleh dari sumber-sumber wakaf. Selain itu, pemanfaatan hasil pengelolaan wakaf tunai juga dapat memperluas jangkauan pemberi wakaf dan peningkatan produktivitas harta wakaf. Pengelolaan dana wakaf tunai sebagai alat untuk investasi menjadi menarik, karena manfaat atau keuntungan atas investasi tersebut dalam bentuk keuntungan yang akan dapat dinikmati oleh masyarakat di mana saja (baik lokal, regional maupun internasional). Hal ini dimungkinkan karena manfaat atas investasi tersebut berupa uang tunai (cash) yang dapat di alihkan kemana pun. Di sisi investasi atas dana wakaf tersebut dapat dilakukan dimana saja tanpa batas negara. Hal inilah yang di harapkan mampu meningkatkan keharmonisan antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin.

Wakaf tunai sangat relevan memberikan model mutual funding melalui mobilisasi dana abadi yang dikelola secara profesional yang amanah dalam fund management-nya di tengah keraguan terhadap pengelolaan wakaf serta kecemasan krisis investasi domestik dan syndrome capital flight (Departemen Agama, 2004: 142).

2.4 Penelitian Terdahulu

(16)

24 perkembangan wakaf tunai tersebut di antaranya diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, yaitu “Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia” dan “Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai” yaitu memuat

substansi yang perlu disosialisasikan kepada masyarakat dan lembaga-lembaga Islam yang mengelola wakaf atau memiliki kepentingan terhadap wakaf.

Seorang ekonom Islam yang sangat masyur di dunia, M. A. Mannan telah mengemukakan idenya yang luar biasa dalam upaya pengembangan wakaf tunai ke dalam sebuah buku “Sertifikat Wakaf Tunai Sebuah Inovasi Instrumen

Keuangan Islam.” Penerbitan Sertifikat Wakaf Tunai diharapkan dapat menjadi

sarana rekonstruksi sosial dan pembangunan, di mana mayoritas dapat ikut berpartisipasi.

Untuk mengetahui bagaimana cara mengembangkan wakaf dan pendanaannya dapat ditemukan dalam buku yang berjudul “Manajemen Wakaf Produktif” (DR. Mundzir Qahaf, 2005). Buku ini berisi kajian mengenai

bagaimana mengembangkan wakaf melalui pasal pengembangan wakaf dalam Undang-Undang Wakaf serta memberdayakan wakaf secara produktif.

Acuan tentang lembaga-lembaga sosial ekonomi Islam, termasuk wakaf, dapat berperan dalam menyelesaikan masalah kemiskinan yang sedang dihadapi bangsa, dapat ditemukan dalam buku “Wakaf & Pemberdayaan Umat”

(17)

25 Selanjutnya, telah ada beberapa kali dilakukan penelitian oleh para pakar hukum Islam dan juga para mahasiswa yang terjun dalam ilmu hukum Islam. Di antara hasil tersebut berupa skripsi, antara lain skripsi yang berjudul “Wakaf Uang Dalam Perspektif Hukum Islam” (Helmi Juniawan Fauzi, 2003).

Ada pula skripsi yang membahas mengenai wakaf tunai dengan judul “Studi Pengelolaan Wakaf Tunai Pada Lembaga Amil Zakat Di Kota Yogyakarta”

yang dibuat pada tahun 2008. Judul penelitian skripsi ini memang hampir sama dengan judul penelitian yang digunakan oleh penulis. Akan tetapi, dengan tidak bermaksud mengulang penelitian, sebab metode yang digunakan penulis adalah penelitian pada satu lembaga saja. Selain itu, dengan tahun dan tempat penelitian yang berbeda, maka skripsi penyusun dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Skripsi lain yang membahas pengelolaan wakaf tunai adalah skripsi yang berjudul “Pengelolaan Wakaf Tunai Menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Di Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia” (Yoyok Suhartini, 2006).

Skripsi ini membahas mengenai bagaimana mengelola dana wakaf tunai di Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia dengan menggunakan landasan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004.

(18)

26 2.5 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual Pengelolaan Wakaf Tunai pada LAZISWA Muhammadiyah Sumatera Utara

Berdasarkan kerangka konseptual diatas, penulis ingin menjelaskan mengenai awal mula berdirinya LAZISWA Muhammadiyah Sumatera Utara, selanjutnya bagaimana wakaf tunai yang ada di lembaga tersebut serta pengelolaan wakaf tunai pada LAZISWA Muhammadiyah Sumatera Utara dalam berbagai aspek seperti kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, dan sosial.

LAZISWA Muhammadiyah Sumatera Utara

Wakaf Tunai

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Pengelolaan Wakaf Tunai pada LAZISWA

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pemilihan jumlah lokasi stasiun penakar hujan pada suatu DAS untuk kepentingan analisis hidrologi yang dapat memberikan hasil dengan ketelitian semaksimal

Kelanjutan analisis untuk mengetahui genotype yang stabil digunakan biplot dan ditunjukkan bahwa hibrida silang tunggal MSQ.K1C0.61-1-1xMR14Q adalah hibrida yang stabil

“Pengaruh Pendidikan Ekonomi Keluarga Terhadap Perilaku Konsumsi Dimediasi Literasi Ekonomi dan Gaya Hidup pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang Angkatan

Sedangkan sampelnya adalah koleksi buku referensi penunjang perkuliahan makasiswa Program Studi Pendidikan Seni Rupa Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri

tetapi tetap dibatasi sikap profesionalisme dalam bekerja akan membuat suasana kerja yang mendukung produktivitas perusahaan tetap berjalan dengan suasana kekeluargaan, selain

Pendapat lainnya tentang penyebab munculnya radikalisme adalah 1) adanya ideologi fanatik, 2) kondisi sosial dan politik, 3) latar belakang pendidikan, 4) faktor budaya, dan

Kegiatan ini selain mencakup perkembangan kognitif anak dalam mebandingkan besar kecil wortel, membandingkan warna kulit wortel satu dengan yang lain, juga dapat melatih motoric

Produk nata de cassava terbaik dihasilkan pada konsentrasi sari singkong sebesar 25% dengan optimum lama fermentasi hari ke-13, dengan ketebalan tertinggi yaitu sebesar