8 2.1. Kajian Teori
2.1.1. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Kunandar (2014:62), menyatakan bahwa “hasil belajar merupakan
kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing siswa yang berupa kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor”. Kemampuan kognitif berkaitan dengan pengetahuan siswa. Sedangkan Dahar (2011:118) menyatakan bahwa “hasil belajar dikatakan juga sebagai kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh
siswa baik itu kemampuan kognitif, afektif maupun kemampuan psikomotorik setelah siswa selesai dalam melakukan kegiatan pembelajaran”. Kemampuan afektif berkaitan dengan sikap yang ditunjukkan siswa dalam kegiatan belajar
mengajar. Kemampuan psikomotor berkaitan dengan keterampilan siswa. Ketiga
kemampuan tersebut harus dipenuhi oleh masing-masing siswa terlebih lagi dalam
pembelajaran kurikulum 2013. Selanjutnya Mahyaeny (2016:41), menambahkan “hasil belajar merupakan penilaian dalam pendidikan mengenai perkembangan dan kemajuan dari siswa yang berkaitan dengan penguasaan materi pembelajaran yang diberikan kepada mereka”. Hasil belajar yang baik tidak akan dicapai selama tidak melakukan kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat dikaji bahwa hasil belajar
merupakan suatu perubahan kemampuan yang berupa perubahan tingkah laku
dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan, serta analisis yang terjadi
pada siswa setelah siswa melewati proses pembelajaran. Hasil belajar dijadikan
sebagai tolok ukur keberhasilan siswa yang dinyatakan dalam penilaian yang
terdiri dari 3 aspek, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Siswa
dikatakan berhasil dalam belajar jika siswa dapat memahami materi yang
pembelajarannya. Hasil belajar yang baik akan diperoleh siswa jika siswa
benar-benar serius untuk belajar. Susanto (2013:5), menyatakan “hasil belajar menjadi
tolok ukur dalam tingkat keberhasilan siswa setelah mempelajari materi yang dinyatakan dalam skor nilai”.
Hasil belajar dapat diperoleh setelah siswa melalui proses pembelajaran.
Mahyaeny (2016:41), mengemukakan hasil belajar yang baik tidak akan diperoleh
siswa jika dia tidak melakukan kegiatan belajar. Hasil belajar akan meningkat jika
disertai dengan usaha yang maksimal.
Berdasarkan uraian kajian hasil belajar diatas maka yang dimaksud dengan
hasil belajar merupakan hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar, karena
kegiatan belajar merupakan proses sedangkan hasil belajar merupakan hasil yang
dicapai seseorang setelah melalui proses belajar dengan lebih dulu mengadakan
evaluasi dari proses belajar yang sudah dilakukan. Hasil belajar diukur dalam tiga
ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar menjadi penting dalam
pembelajaran karena dengan adanya hasil belajar dapat menjadi tolok ukur dalam
keberhasilan pembelajaran yang sudah dilakukan. Suatu pembelajaran dikatakan
berhasil jika materi yang diberikan dapat dikuasai oleh siswa begitu juga
sebaliknya, pembelajaran dikatakan tidak berhasil jika materi yang disampaikan
tidak dapat dikuasai oleh siswa. oleh karena itu diharapkan guru
Penelitian ini menitikberatkan pada hasil belajar dalam 3 ranah yaitu
kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar kognitif berkaitan dengan
penguasaan materi pembelajaran yang sudah disampaikan, kemudian hasil belajar
afektif berkaitan dengan sikap siswa selama mengikuti proses kegiatan belajar
mengajar, dan psikomotorik berkaitan dengan unjuk kerja dari siswa selama
mengikuti proses belajar dengan menerapkan model Discovery Learning. Dalam penelitian ini hasil belajar pembelajaran tematik merujuk pada pencapaian hasil
belajar yang diukur dengan tugas-tugas yang harus dijawab atau diselesaikan oleh
siswa dengan tujuan untuk mengukur kemajuan belajar dengan tes dalam bentuk
b. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, tetapi dapat dibedakan
menjadi 2 golongan, yaitu faktor Internal merupakan faktor yang berasal dari
dalam diri siswa itu sendiri, dan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal
dari luar diri siswa, yang meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor
lingkungan masyarakat.
Pendapat tersebut diperkuat oleh pendapat dari Pingge dan Wangid
(2016:150), yang menyatakan “hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
faktor dari dalam diri siswa (internal) dan faktor dari luar diri siswa (eksternal)”.
Faktor internal meliputi kemampuan intelektual, motivasi, kematangan untuk
belajar, usia, jenis kelamin, kebiasaan belajar dan kemampuan dalam
penginderaan. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor yang berkaitan dengan
proses kegiatan pembelajaran, yaitu: guru, kualitas pembelajaran, instrumen, serta
lingkungan baik itu lingkungan sosial maupun lingkungan alam.
Berdasarkan dua pendapat yang sudah dipaparkan dapat dikaji bahwa hasil
belajar secara umum dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa,
contohnya faktor jasmaniah, psikologi, kelelahan, usia, jenis kelamin, dan
kebiasaan belajar. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar
diri, contohnya guru, kualitas pembelajaran instrumen, lingkungan baik
lingkungan sosial maupun lingkungan alam.
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa, misalnya pada saat siswa merasa lelah, sakit, atau belajar yang tidak
sesuai dengan bakatnya maka hasil belajar yang diperoleh siswa akan cenderung
turun dibandingkan dengan siswa yang dalam kondisi sehat, dan belajar sesuai
denngan bakatnya.
Faktor yang berasal dari luar diri siswa juga berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa. Siswa tentunya aan merasa nyaman belajar dalam keadaan yang
kondusif serta lingkungan sosial yang mendukung. Guru juga memiliki peran
dengan lingkungan belajar serta nyaman dengan cara mengajar guru bukan tidak
mungkin hasil belajar siswa akan tinggi.
2.1.2 Berpikir Kritis
a. Pengertian Berpikir Kritis
Proses berpikir kritis dapat juga dikatakan sebagai suatu proses berpikir
dan cara berpikir secara teratur dan sistematis untuk dapat memahami informasi
secara lebih mendalam, sehingga dapat membangun sebuah keyakinan tentang
kebenaran suatu informasi yang didapatkan secara lebih mendalam. Susanto
(2013:121), menyatakan “berpikir kritis adalah suatu kegiatan berpikir tentang ide
atau gagasan yang berkaitan dengan konsep atau permasalahan”. Sedangkan
pendapat dari Johnson (2007:185), “berpikir kritis adalah kemampuan dalam
mengatakan suatu ide atau gagasan secara percaya diri, dan gagasan tersebut
disertai dengan alasan dan bukti yang dapat dibuktikan kebenarannya”. Pendapat
tersebut kembali diperkuat oleh Susanto (2013:122), bahwa “berpikir kritis adalah
kemampuan berpikir tingkat tinggi yang meliputi menganalisis, mengenal
permasalahan, dan pemecahan masalah, menyimpulkan serta mengevaluasi”. Dari
beberapa pendapat para ahli tersebut dapat dikaji bahwa berpikir kritis merupakan
kemampuan berpikir tingkat tinggi tentang ide atau gagasan yang berkaitan
dengan konsep atau permasalahan.
Berdasarkan uraian kajian berpikir kritis diatas dapat peneliti paparkan
bahwa berpikir kritis merupakan kemampuan untuk berpikir dalam level yang
kompeks dan menggunakan proses analisis dan evaluasi. Kemampuan berpikir
kritis menjadi penting bagi siswa dikarenakan hal ini akan diperlukan dalam
kegiatan pembelajaran serta dalam kehidupan di masyarakat. Kemampuan
berpikir kritis perlu dikembangkan melalui proses pembelajaran, namun tidak
semua proses pembelajaran akan secara otomatis mengembangkan kemampuan
berpikir kritis siswa. Hanya proses pembelajaran yang dalam kegiatannya
melakukan diskusi, banyak memberikan kesempatan siswa untuk berpendapat,
mendorong kerjasama dalam mengkaji dan menemukan pengetahuan yang akan
maka diperlukan suatu model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa. Selain itu diperlukan suatu pembelajaran yang
bermakna selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini akan membantu siswa
dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Dalam
penelitian tindakan kelas ini siswa dituntut untuk mampu dalam berpikir kritis
melalui kegiatan pembelajarannya. Kemampuan berpikir kritis siswa akan terlihat
dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa selama kegiatan pembelajaran
berlangsung, kemudian juga akan terlihat dari jawaban-jawaban siswa dari lembar
kerja yang telah disispkan oleh guru. Terlebih dalam penelitian ini menerapkan
model pembelajaran Discovery Learning, dimana dalam kegiatannya lebih menekankan kepada penemuan. Hal tersebut tentunya akan sangat membantu
siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya. Kemampuan berpikir
kritis menjadi penting bagi siswa dikarenakan dengan adanya kemampuan
berpikir kritis siswa diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan yang
dihadapinya baik itu dalam pembelajaran maupun dalam kehidupan
sehari-harinya.
b. Indikator Berpikir Kritis
Menurut Mufahroyin (2009:88), ada dua belas indikator berpikir kritis
yang dikelompokkan ke dalam lima aspek, yang disajikan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Bertanya jawab terkait dengan penjelasan 2. Membangun ketrampilan dasar Mempertimbangkan apakah sumber yang digunakan dapat dipercaya ataukah tidak Mengobservasi dan mempertimbangkan suatu
laporan dari hasil observasi
3. Menyimpulkan Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi Membuat dan menentukan hasil pertimbangan 4. Memberikan penjelasan lebih
lanjut
Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi dalam tiga dimensi
Mengidentifikasi asumsi 5. Mengatur strategi dan taktik Menentukan suatu tindakan
Achmad (2007:52), mengungkapkan bahwa ada 5 indikator yang
sistematis dalam berpikir kritis, yaitu: 1) ketrampilan menganalisis, 2)
ketrampilan mensintesis, 3) ketrampilan mengenal dan memecahkan masalah, 4)
ketrampilan menyimpulkan, 5) ketrampilan mengevaluasi dan menilai. Kemudian
Suyono dan Harianto (2011:87), menambahkan bahwa berpikir kritis terdiri dari
delapan indikator, yaitu:
1. Mengidentifikasi fokus masalah, pertanyaan dan kesimpulan
2. Menganalisis argumen
3. Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi atau tantangan
4. Mengidentifikasi istilah keputusan dan menangani sesuai dengan alasan
5. Mengamati serta menilai hasildari laporan observasi
6. Menyimpulkan serta menilai suatu keputusan
7. Mempertimbangkan alasan tanpa membiarkan ketidaksepakatan atau
keraguan yang mengganggu pemikiran
8. Mengintegrasikan kemampuan lain dan disposisi dalam membuatdan
mempertahankan keputusan.
Berdasarkan pendapat dari para ahli mengenai indikator berpikir kritis
yang sudah dipaparkan sebelumnya, peneliti mengkaji beberapa kesamaan dari
indikator-indikator berpikir kritis yang sudah dipaparkan sebelumnya. Dari
indikator-indikator tersebut peneliti memilih 4 indikator sebagai fokus dari
penelitian yang dilakukan. Ke-4 indikator tersebut yaitu: 1) memfokuskan
pertanyaan; 2) menganalisis argumen; 3) mengobservasi dan mempertimbangkan
laporan hasil observasi; 4) menuliskan kesimpulan.
2.1.3 Tematik Terintegratif
a. Pengertian Pembelajaran Tematik Integratif
Pelaksanaan pembelajaran di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI)
dilakukan dengan pendekatan pembelajaran tematik-terintegrasi mulai dari kelas
dan Kesehatan (PJOK) sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri untuk kelas IV,
V, dan VI.
Pembelajaran tematik menurut Nurdin, dkk (2010:303), adalah “suatu
pembelajaran tepadu dengan menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata
pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa”.
Sedangkan menurut Trianto (2011:149), “pembelajaran tematik adalah
pembelajaran yang melintasi batas-batas mata pelajaran untuk berfokus pada
permasalahan kehidupan yang komperhensif atau dapat pula disebut dengan studi
luas yang menggabungkan berbagai bagian kurikulum ke dalam hubungan yang
bermakna”. Selanjutnya, Trianto (2011:157) menambahkan bahwa penerapan
pembelajaran tematik di sekolah dasar sangat membantu, karena sesuai dengan
tingkat perkembangan pada peserta didik yang masih melihat segala sesuatu
secara menyeluruh atau holistik. Dengan demikian, siswa akan mendapatkan
kebulatan dan keutuhan pengetahuan.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli yang telah dipaparkan dapat
dikaji bahwa pembelajaran tematik terintegrasi atau dikenal dengan pembelajaran
tematik terpadu merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang
mengaitkan berbagai kompetensi dari beberapa mata pelajaran ke dalam
tema-tema. Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran itu siswa akan mendapatkan
pengetahuan dan ketrampilan secara menyeluruh sehingga pembelajaran menjadi
bermakna bagi siswa. Bermakna dalam hal ini mempunyai pengertian bahwa
siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui belajar dari
pengalaman sehari-hari siswa dan menghubungkannya dengan kosep lain yang
sudah mereka pahami. Pembelajaran tematik lebih menekankan kepada
keterlibatan siswa sehingga, siswa akan belajar secara aktif dalam kegiatan
belajar. Siswa juga akan mendapatkan pengalaman langsung serta siswa akan
terbiasa untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang akan
dipelajarinya.
Berdasarkan uraian kajian mengenai tematik terintegratif tersebut dapat
peneliti sampaikan bahwa pembelajaran tematik dapat memudahkan siswa dalam
sehingga menjadikan siswa menjadi lebih bersemangat dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran, karena materi yang dipelajari dalam pembelajaran tematik
merupakan materi yang sifatnya nyata atau kontekstual sehingga dapat
mengembangkan kemampuan siswa dalam tema tertentu. Dalam implementasinya
pembelajaran tematik ini memiliki karakteristik pembelajaran yang lebih aktif dan
menyenangkan bagi siswa, sehingga diperlukan strategi serta model pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran tematik tersebut. Evaluasi dalam
pembelajaran tematik lebih difokuskan kepada evaluasi proses dan hasil. Evaluasi
proses dapat diperoleh melalui observasi guru dari keterlibatan siswa terhadap
kegiatan belajar selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan evaluasi
hasil dapat dilihat pada tingkat pemahaman siswa terhadap substansi materi
pembelajaran yang sudah diterima oleh siswa.
b. Tujuan Pembelajaran Tematik Terintegratif
Tujuan dari pembelajaran tematik terpadu ini bukan hanya untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang diharapkan, melainkan siswa juga dapat: (1)
meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajari secara bermakna, (2)
mengembangkan ketrampilan untuk menemukan, mengolah, serta memanfaatkan
informasi yang ada, (3) menumbuhkan dan mengembangan sikap posotif, serta
nilai luhur yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, (4) menumbuhkan
dan mengembangkan berbagai ketrampilan sosial seperti, toleransi, komunikasi,
dan menghargai pendapat orang lain, (5) meningkatkan minat siswa dalam belajar,
(6) dan memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
Menurut Permendikbud No 20 tahun 2016 tentang Standar Kompetensi
Lulusan (SKL), Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah
digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar
penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana
dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. Standar Kompetensi
Lulusan merupakan seperangkat kompetensi lulusan yang dibakukan dan
diwujudkan dengan hasil belajar siswa. SKL terdiri atas kriteria kualifikasi
belajarnya di satuan pendidikan tertentu. Dalam kurikulum 2013 ini untuk dapat
mencapai SKL haruslah memiliki tingkat kemampuan yang disebut juga dengan
Kompetensi Inti (KI).
Kompetensi inti dalam Kurikulum 2013 merupakan tingkat kemampuan
untuk dapat mencapai SKL yang harus dimiliki siswa dalam setiap tingkat kelas
(Permendikbud no 24, 2016). KI bukan untuk diajarkan kepada siswa melainkan
untuk dibentuk melalui kegiatan pembelajaran yang relevan. KI dirumuskan
dalam 4 Kompetensi Dasar (KD) yaitu, kompetensi sikap spiritual, kompetensi
sikap sosial, kompetensi, pengetahuan, dan yang terakhir kompetensi ketrampilan.
Kompetensi inti Kurikulum 2013 kelas 4 (Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan 2013) disajikan dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Kompetensi Inti Kurikulum 2013 Kelas 4 Semester 2
Sumber: Buku guru tematik kelas 4 tema 7 revisi 2016 (2016:vii)
Pencapaian KI memerlukan Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi Dasar
(KD) merupakan kemampuan serta materi pembelajaran minimal yang harus
dicapai oleh siswa dalam suatu mata pelajaran. Kompetensi dasar pada kurikulum
2013 berisi kemampuan dan materi pembelajaran untuk suatu mata pelajaran pada
masing-masing satuan pendidikan tertentu yang mengacu pada kompetensi inti
(Permendikbud no 24 th 2016). KD pembelajaran tematik kelas 4 tema 7 sub tema
1 tersaji dalam Tabel 2.3.
KOMPETENSI INTI
1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun,peduli dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru dan tetangga.
3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengan, melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di seolah.
Tabel 2.3
Pemetaan KD Pembelajaran Tematik Kelas 4 Tema 7 Sub Tema 1
Pembelajaran KD
dalam tulisan dengan bahasa
sendiri.
IPS 3.2 Mengidentifikasi keragaman sosial, ekonomi, budaya,
etnis, dan agama di provinsi
setempat sebagai identitas bangsa Indonesia serta hubungannya dengan karakteristik ruang. 4.2 Menyajikan hasil identifikasi mengenai keragaman sosial, ekonomi, budaya, etnis, dan agama di provinsi setempat sebagai identitas bangsa Indonesia; serta hubungannya dengan karakteristik ruang
SBdP 3.2 Mengetahui tanda tempo dan tinggi rendah nada. 4.2 Menyanyikan lagu dengan memerhatikan tempo dan tinggi rendah nada.
IPA 3.3 Mengidentifikasi macammacam gaya, antara lain: gaya otot, gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, dan gaya gesekan.
4.3 Mendemonstrasikan manfaat gaya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya gaya otot, gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, dan gaya gesekan.
PPKn 1.4 Mensyukuri berbagai bentuk keragaman suku bangsa, sosial, dan budaya di Indonesia yang terikat persatuan dan kesatuan sebagai anugerah Tuhan Yang
Maha Esa.
2.4 Menampilkan sikap kerja sama dalam berbagai bentuk keragaman suku bangsa, sosial, dan budaya di Indonesia yang terikat persatuan dan kesatuan. 3.4 Mengidentifikasi berbagai bentuk keragaman suku bangsa, sosial, dan budaya di Indonesia yang terikat
persatuan dan kesatuan.
4.4 Menyajikan berbagai bentuk keragaman suku bangsa, sosial, dan budaya di Indonesia yang terikat persatuan dan kesatuan.
Sumber: Buku guru tematik kelas 4 tema 7 revisi 2016 (2016:01)
Rumusan KD dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik dari
siswa, kemampuan awal, serta ciri dari mata pelajaran yang akan dibelajarkan.
KD dikelompokkan menjadi empat, yaitu: (1) kelompok 1: merupakan kelompok
KD sikap spiritual, menjabarkan KI-1, (2) kelompok 2 merupakan kelompok KD
menjabarkan 3, (4) kelompok 4 merupakan KD ketrampilan, menjabarkan
KI-4.
Pembelajaran tematik integratif kelas 4 semester 2 terdiri dari 4 tema dan
13 subtema. Tema dan subtema dari pembelajaran tematik integratif kelas 4 tersaji
dalam Tabel 2.4.
Tabel 2.4
Tema dan Sub Tema Kelas 4 Semester 2
Tema Subtema
6 Cita-citaku 1 Aku dan Cita-citaku 2 Hebatnya Cita-citaku
3 Giat berusaha Meraih Cita-cita 7 Indahnya Keragaman di
Negeriku
1 Keragaman Suku Bangsa dan Agama di Negeriku
2 Indahnya Keragaman Budaya Negeriku 3 Indahnya Persatuan dan Kesatuan Negeriku 8 Daerah Tempat Tinggalku 1 Lingkungan Tempat Tinggalku
2 Keunikan Daerah Tempat Tinggalku 3 Bangga TerhadapDaerah Tempat Tinggalku 9 Kayanya Negeriku 1 Kekayaan Sumber Energi di Indonesia
2 Pemanfaatan Kekayaan Alam di Indonesia 3 Pelestarian Kekayaan Sumber Daya Alam di Indonesia
4 Kegiatan Berbasis Proyek
Sumber: Buku Guru dan siswa SD/MI tematik kelas 4 tema 7 revisi 2016 (2016)
2.1.4 Model Pembelajaran Discovery Learning a. Pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning
Masrida, dkk yang diadopsi dalam Hosnan (2016:85), menyatakan “pembelajaran Discovery Learning adalah suatu model pembelajaran yang dapat mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelediki
sendiri, maka hasil yang akan diperoleh siswa dapat bertahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan oleh siswa”. Melalui cara belajar menemukan, siswa akan dapat berpikir analisis dengan menemukan sendiri jawaban dari
permasalahan yang dihadapinya. Pendapat lain diungkapkan oleh Muhammad
(2016:51), ia berpendapat bahwa Discovery Learning adalah suatu proses dalam belajar yang di dalamnya dipaparkan konsep dalam bentuk jadi, namun siswa
konsepnya. Selanjutnya Kadri (2015:30), menambahkan bahwa model
pembelajaran Discovery Learning lebih menekankan kepada pentingnya pemahaman struktur, atau ide-ide yang penting terhadap suatu disiplin ilmu
melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Yupita dan Tjipto (2013:4), menyatakan “Discovery Learning merupakan suatu model yang menekankan kepada pentingnya pemahaman konsep dalam satu pembelajaran melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran”.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat dikaji bahwa model
pembelajaran Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang menuntut untuk siswa ikut berperan aktif selama kegiatan pembelajaran
berlangsung, kemudian dalam model pembelajaran ini siswa juga menemukan
sendiri konsep pengetahuannya. Dengan model belajar seperti itu siswa tidak akan
mudah lupa dengan apa yang sudah dipelajarinya. Apa yang sudah ia temukan
akan selalu teringat dalam pikirannya.
Siswa didorong untuk dapat belajar sendiri melalui keterlibatan aktif,
namun hal ini bukan berarti guru menghentikan dalam memberikan bimbingan
kepada siswa setelah suatu permasalahan diberikan kepada siswa. Hanya saja
bimbingan yang diberikan guru kepada siswa lebih dikurangi porsinya, siswa
diberikan rangsangan yang lebih besar untuk dapat belajar sendiri yaitu dengan
kegiatan praktek atau percobaan. Sehingga pemahaman siswa terhadap suatu
konsep akan lebih bertahan lama karena siswa menemukan sendiri informasinya.
Tabel 2.5
Langakah-Langkah Model Pembelajaran Discovery Learning
Fase ke-
Indikator Aktifitas / kegiatan guru
1 Stimulation
(stimulasi/pemberian rangsangan)
Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lain yang mengarah kepada persiapan siswa dalam pemecahan masalah.
2 Problem Statement (pernyataan
/identifikasi masalah)
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan identifikasi terhadap sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan materi yang akan dipelajari, kemudian salah satu masalah dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.
3 Data Collection (pengumpulan
data)
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin yang berguna untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis
4 Data Processing (pengolahan data)
Mengolah data dari informasi yang yang telah dikumpulkan siswa baik informasi yang diperoleh melalui wawancara, observasi, dsb kemudian ditafsirkan
5 Verification (pembuktian) Siswa melakukan pemeriksaan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yan sudah ditetapkan dengan temuan siswa dari Data Processing 6 Generalization (menarik
kesimpulan/ generalisasi)
Menarik sebuah kesimpulan
Sumber: Nurrohmi,Utaya,Utomo (2017:1309)
Model Discovery Learning merupakan suatu model dimana dalam kegiatannya
akan mengembangkan cara belajar siswa aktif. Berdasarkan langkah-langkah model
Discovery Learning yang sebelumnya telah dipaparkan dapat terlihat bahwa dalam
kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model Discovery Learning siswa akan
menemukan serta menyelidiki sendiri konsep yang nantinya akan dipelajari. Hasil yang
diperoleh siswaberdasarkan kegiatan penyelidikan dan penemuan akan tahan lama dalam
ingatan sehingga tidak akan mudah untuk dilupakan siswa. Dengan menggunakan
model Discovery Learning siswa belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang
memecahkan problema yang dihadapi sendiri dan kebiasaan ini akan ditransfer
dalam kehidupan nyata.
c. Kelebihan Model Pembelajaran Discovery Learning
Kelebihan model pembelajaran Discovery Learning menurut Kemendikbud tahun 2013 adalah sebagai berikut:
1) Membatu siswa dalam memperbaiki dan meningkatkan ketrampilan serta
proses-proses kognitif.
2) Memungkinkan siswa berkembang dengan lebih cepat sesuai dengan
kemampuannya sendiri.
3) Dapat meningkatkan tingkat penghargaan kepada siswa, hal ini dikarenakan
siswa akan lebih sering terlibat dalam proses diskusi.
4) Menimbulkan rasa senang kepada siswa, dikarenakan keberhasilan siswa
dalam melakukan penyelidikan terhadap permasalahan.
5) Membantu siswa dalam menghilangkan keragu-raguan karena mengarah pada
kebenaran yang pasti.
d. Komponen Model Pembelajaran Discovery Learning
Menurut Joyce, Weil dan Calhoun (2009:104-106), dalam bukunya
Models Of Teaching dipaparkan bahwa suatu model pembelajaran tersusun atas beberapa komponen, yang terdiri dari sintaks, komponen prinsip reaksi atau peran
guru, komponen sistem sosial, komponen daya dukung yang berupa sarana
prasarana dalam mendukung tercapainya pelaksanaan model, serta dampak
instruksional yang berupa hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai, dan yang terakhir adalah dampak pengiring sebagai akibat dari
tercapainya suasana belajar dalam model yang diterapkan. Komponen-komponen
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Sintaks
Suatu model pembelajaran memiliki sintak atau langkah-langkah dalam
penerapannya di kegiatan pembelajaran mulai dari awal kegiatan sampai akhir
Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan), kemudian Problem Statement (pernyataan /identifikasi masalah), dilanjutkan dengan Data Collection (pengumpulan data), Data Processing (pengolahan data), serta Verification
(pembuktian), dan langkah yang terakhir adalah Generalization (menarik
kesimpulan/ generalisai).
2) Prinsip Reaksi
Merupakan pola kegiatan yang memberikan gambaran bagaimana seorang
guru seharusnya melihat dan memperlakukan siswa dalam kegiatan pembelajaran,
termasuk bagaimana guru memberikan respon terhadap siswanya. Dalam model
pembelajaran Discovery Learning ini guru berperan sebagai fasilitator, guru memberikan pertanyaan yang membawa siswa untuk menghadapi permasalahan
dan menemukan sendiri jawabandari permasalahannya. Guru membagi siswa
dalam kelompok secara adil tidak membeda-bedakan, saat diskusi kelompok guru
berkeliling memantau proses diskusi kelompok dan membimbing kelompok yang
kesulitan. Guru memberikan penjelasan untuk mengklarifikasi penemuan siswa,
dan guru memberikan kesimpulan.
3) Sistem Sosial
Sistem sosial yang terdapat dalam model pembelajaran Discovery Learning ini adalah adanya kerjasama kelompok antar siswa. Pembentukan kelompok berdasarkan perbedaan pengetahuan, jenis kelamin, dan ras sehingga
memungkinkan siswa untuk belajar menerima perbedaan yang ada di lingkungan
sekitarnya. Peran guru bisasebagai sumber belajar, bisa juga berperan sebagai
teman sebaya yang sedang memberikan penjelasan kepada anggota kelompok.
4) Daya Dukung
Daya dukung berupa sistem pendukung terhadap kondisi-kondisi yang
diperlukan untuk mendukung terlaksananya kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran tertentu, dalam hal ini erat kaitannya dengan
sistem sarana dan prasarana. Dalam model pembelajaran Discovery Learning ini bahan pendukung yang diperlukan antara lain adanya bahan ajar untuk siswa,
harus mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebelum
kegiatan pembelajaran dimulai.
5) Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Dampak instruksional berupa hasil belajar siswa setelah selesai melakukan
kegiatan pembelajaran. Dampak instruksional yang diharapkan setelah siswa
belajar dengan model pembelajaran Discovery Learning ini adalah siswa dapat menemukan sendiri pengetahuannya tanpa harus selalu bergantung kepada guru
sebagai sumber belajarnya. Dampak pengiring merupakan hasil belajar lain yang
dihasilkan dalam kegiatan pembelajaran sebagai akibat dari kemampuan lain yang
dialami siswa di luar dari arahan guru.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian sebelumnya tentang model pembelajaran Discovery Learning dapat dilihat sebagai berikut:
Penelitian yang dilakukan oleh Sochibin, Dwijananti, Marwoto (2009,
96-101), penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui peningkatan terhadap
pemahaman konsep serta untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan
ketrampilan berpikir kritis siswa kelas IV SDN Sekeran 01 Gunungpati Semarang
pada materi IPA pokok bahasan air dan sifatnya. Jenis penelitian yang dilakukan
merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Hasil
penelitian menunjukkan dengan menerapkan model Discovery Learning presentase ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 81,82%, kemudian
mengalami peningkatan di siklus II menjadi 88,64%. Sedangkan untuk
ketrampilan berpikir kritis pada siklus I mencapai presentase ketuntasan sebesar
59,09% setelah dilakukan tindakan pada siklus II meningkat menjadi 83,36%.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Utami (2017, 483-490). Tujuan dari
dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses pembelajaran
kooperatif Discovery Learning pada mata pelajaran IPA dalam kaitannya untuk meningkatkan ketrampilan berpikir kritis dan pemahaman konsep siswa kelas 6
SDN 2 Blitar. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan
yaitu berupa peningkatan ketrampilan bepikir kritis dan hasil belajar siswa. Hasil
dari penelitian ini yaitu: 1) perlu diterapkannya model pembelajaran Discovery Learning pada mata pelajaran IPA sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran; 2) Discovery Learning dapat meningkatkan ketrampilan berpikir kritis serta pemahaman konsep siswa mata pelajaran IPA; 3) strategi Discovery Learning mudah diterapkan dalam IPA karena sangat mirip dengan Saintifik metode dalam Kurikulum 2013.
Penelitian yang dilakukan oleh Yupita dan Tjipto S (2013, 1-9). Pada
Penelitian ini lebih terfokus kepada peningkatan hasil belajar siswa dengan
menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam 3 siklus. Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Surabaya dengan jumlah 36 orang
siswa. Pada siklus pertama diperoleh hasil 63,89 %, pada siklus kedua mengalami
peningkatan menjadi 77,77% dan pada siklus ke-tiga kembali mengalami
peningkatan menjadi 94.44%. dapat disimpulkan dari ke-tiga siklus yang
dilakukan selama penelitian bahwa penggunaan model pembelajaran Discovery Learning mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Rosarina, Sudin dan Sujana
(2016, 371-380), dengan jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian
tindakan kelas. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk
meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 dengan menerapkan model Discovery Learning pada mata pelajaran IPA materi wujud benda di SDN Gudang Kopi I Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang. Penelitian tindakan kelas
kelas yang dilakukan terdiri dari 3 siklus dengan jumlah siswa keseluruhan 27
siswa. Peningkatan hasil belajar dapat terlihat dari persentase ketuntasan dalam
setiap siklus. Dalam siklus I berdasarkan hasil tes siswa yang dinyatakan tuntas
berjumlah 7 siswa (26,92%), siklus II menjadi 17 siswa (65,38%), dan siklus III
siswa yang dinyatakan tuntas ada 23 siswa (88,46%).
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dapat
ini dapat dilihat dari adanya peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir
kritis siswa dari pra siklus, siklus I, dan siklus II. Dari ke-4 penelitian yang telah
dilakukan satu diantaranya membahas tentang kemampuan berpikir kritis, dua
diantaranya membahas peningkatan hasil belajar, dan satu diantaranya lagi
membahas kemampuan berpikir kritis dan peningkatan hasil belajar, sesuai
dengan penelitian terbaru yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu tentang
peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis. Penelitian ini berbeda
dengan penelitian yang terdahulu terutama dalam penggunaan media
pembelajarannya. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan media yang
berupa benda konkret yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Media
tersebut berupa plastisin, bola, mobil mainan, magnet. Dalam pembelajaran
dengan menggunakan media-media tersebut diharapkan siswa dapat lebih
memahami apa yang dipelajari karena dalam kegiatan pembelajaran yang
dilakukan siswa diajak untuk melakukan suatu percobaan dan pengamatan secara
langsung. Hal ini tentu sangan sesuai dengan model pembelajaran Discovery Learning yang pada dasarnya memberikan kegiatan pembelajaran dengan menemukan.
2.3 Kerangka Pikir
Pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran harus disertai dengan aspek-aspek belajar, diantarnya adalah
tujuan, materi pembelajaran, siswa dan juga guru. Dalam pembelajaran tematik,
pembelajaran yang aktif, bermakna dan berdasarkan pengalaman langsung
sangatlah dibutuhkan dalam penguasaan materi. Hal ini dikarenakan dalam
pembelajaran tematik siswa akan dihadapkan pada permasalahan-permasalahan
yang sifatnya konkrit dan ada dalam lingkungan sekitar siswa. Pembelajaran
tematik akan medorong siswa untuk lebih mengembangkan kemampuan
pikirnya agar siswa mampu untuk memahami materi secara lebih mendalam.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
Discovery Learning. Model Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan kepada penemuan. Diterapkannya model
pembelajaran Discovery Learning ini adalah dengan tujuan agar siswa terlibat secara langsung dalam proses belajar mengajar, sehingga siswa akan
termotivasi dan memiliki rasa ingin tahu terhadap materi pembelajaran
sehingga siswa dapat memperoleh pengetahuannya sendiri melalui pengalaman
langsung yang dialaminya. Dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning ini siswa akan melakukan penemuan terhadap apa yang sedang
dipelajarinya. Sehingga siswa akan lebih termotivasi dalam kegiatan
pembelajaran, yang mengakibatkan siswa tidak pasif saat proses belajar
mengajar berlangsung. Dengan siswa menemukan sendiri apa yang dipelajari
siswa akan lebih mudah dalam memahami dan mengingat materi. Melalui
penerapan model pembelajaran Discovery Learning diharapkan dapat membantu siswa dalam mengingkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil
belajar siswa.
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian, rumusan kajian pustaka, maka yang
menjadi hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan adalah:
1. Diduga penggunaan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas 4 SD Negeri Blotongan
02 Salatiga.
2. Diduga model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran tematik siswa kelas 4 SD Negeri Blotongan 02
Salatiga.
3. Diduga langkah-langkah dalam model Discovery Learning dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar pada pembelajaran