• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEMATIKA MAHASISWA PAI DALAM MEMPERSIAPKAN DIRI MENJADI GURU PAI STUDI NARASI MAHASISWA PAI SEMESTER (VI) TAHUN AKADEMIK 2016/2017 - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PROBLEMATIKA MAHASISWA PAI DALAM MEMPERSIAPKAN DIRI MENJADI GURU PAI STUDI NARASI MAHASISWA PAI SEMESTER (VI) TAHUN AKADEMIK 2016/2017 - Test Repository"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

PROBLEMATIKA MAHASISWA PAI

DALAM MEMPERSIAPKAN DIRI MENJADI GURU PAI

STUDI NARASI MAHASISWA PAI SEMESTER (VI)

TAHUN AKADEMIK 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh:

UMI FATHIMAH

111-12-164

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(2)
(3)

PROBLEMATIKA MAHASISWA PAI

DALAM MEMPERSIAPKAN DIRI MENJADI GURU PAI

STUDI NARASI MAHASISWA PAI SEMESTER (VI)

TAHUN AKADEMIK 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh:

UMI FATHIMAH

111-12-164

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO

“Tidak ada jalan bertabur bunga dalam menggapai cita dan cinta”













(8)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Ibuku (Ngaliyem) dan ayahku (Sariyono) yang sangat saya cintai, sebagai

wujud baktiku padanya yang senantiasa mencurahkan kasih sayang dan

doanya bagi penulis.

2. Saudaraku tersayang, Mu’arifin sekeluarga, yang selalu mendoakan dan

memberikan dukungan.

3. Ibu Dra. Ulfah Susilawati, M.SI yang selalu membimbing dan memotivasi

penulis.

4. K.H Nasafi M.Pd, dan bu Nyai Asfiah selaku orang tua keduaku di pondok

pesantren Nurul Asna Pulutan Salatiga.

5. Teman-teman PAI 2012 seperjuangan.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT. yang telah

melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayahnya, sehingga akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat yang wajib dipenuhi

guna memperoleh gelar kesarjanaan Pendidikan IAIN Salatiga.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita,

Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan

ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keislaman, sehingga dapat menjadi bekal

hidup kita di dunia dan di akhirat kelak.

Suatu kebanggaan tersendiri, jika tugas dapat terselesaikan dengan

sebaik-baiknya. Bagi penulis, penyusunan skripsi ini merupakan tugas yang tidak ringan.

Penulis banyak hambatan yang menghadang dalam proses penyususnan skripsi

ini, dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis sendiri. Kalaupun akhirnya

skripsi dapat terselesaikan, tentunya karena beberapa pihak yang membantu

penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Untuk itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang

telah memberikan bantuannya, khususnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

3. Ibu Rukhayati,M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI

4. Ibu Dra. Ulfah Susilawati, M.SI selaku dosen pembimbing yang telah

(10)

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam

penulisan skripsi ini.

5. Segenap bapak dan ibu dosen serta staf karyawan di lingkungan program studi

Pendidikan Agama Islam.

6. Teman seperjuangan, PAI 2016, yang selama ini telah berjuang bersama.

7. Sahabat-sahabat tercinta dan teman-teman ( Latifah, Indah, Ira, isma, Ulfa,

Mbak Leli, Abdin qiqi, Titik) dan teman-teman yang tidak bisa saya sebut satu

persatu.

8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

baik secara langsung maupun tidak langsung

Atas jasa mereka, penulis hanya dapat memohon doa semoga amal

mereka mendapat balasan yang lebih baik serta mendapat kesuksesan baik di

dunia maupun di akhirat.

Penulisan dalam hal ini juga mengharap kritik dan saran yang

membangun dari pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhirnya

penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada

umumnya.

Salatiga, 21 Maret2017

Penulis

Umi Fathimah

(11)

ABSTRAK

Fathimah, Umi. Problematika Mahasiswa PAI Dalam Mempersiapkan Diri Menjadi Guru PAI studi narasi mahasiswa PAI semester (VI) tahun akademik 2016/2017, Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Ulfah Susilowati, M.Si.

Kata kunci: Problematika, Pendidikan Agama Islam dan Guru PAI

Masalah dalam pendidikan adalah suatu hal yang lumrah terjadi pada semua peserta didik. Diantara masalah tersebut adalah yang terjadi pada mahasiswa PAI dalam mempersiapkan diri menjadi guru PAI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui macam-macam problematika yang dihadapi mahasiswa PAI dalam mempersiapkan diri menjadi guru PAI. Dan apa saja langkah-langkah yang ditempuh mahasiswa dalam mempersiapkan diri menjadi guru PAI.

Skripsi ini menggunakan metode kualititif naratif, yaitu penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek secara alamiah, dan menggunakan pendekatan naratif untuk menggambarkan secara sistematis mengenai fakta-fakta yang ditemukan dilapangan, foto, memo, dan dokumen resmi lainnya. Objek dari penelitian ini adalah sebagian mahasiswa IAIN Salatiga semester VI. Dan prosedur pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner, wawancara terstruktur dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan cara menelaah data yang ada, lalu mengadakan reduksi data, penyajian data, menarik kesimpulan dan tahap akhir dari analisis data ini adalah mengadakan keabsahan data dengan menggunakan ketekunan pengamatan trianggulasi.

Dari penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti, diperoleh hasil sebagai berikut: bahwa dari problematika yang bersifatinternal yang terdiri tiga hal yaitu: cita-cita/minat mahasiswa PAI bahwa sudah banyak mahasiswa PAI yang berminat atau bercita-cita untuk menjadi guru PAI dengan prosentase 92,32%, tetapi masih ada sebagian kecil dari mahasiswa kurang berminat menjadi guru PAI dengan prosentase 7,68%. Pengetahuan dasar keislaman, bahwa banyak dari mahasiswa PAI yang paham tentang pengetahuan dasar PAI dengan prosentase 89,02%, tetapi sebagian kecil dari mereka masih kurang paham, dengan prosentase 10,08%. Pengetahuan tentang PAI, dari hal ini dapat disimpulkan bahwa masih banyak dari mahasiswa kurang mengetahui tentang pengetahuan dasar PAI dengan prosentase 14,88%.

(12)

mahasiswa untuk menjadi guru dengan prosentase 90,4%, tetapi masih ada dari sebagian kecil yang kurang mendukung dengan prosentase 6,24%, bahkan ada dari sebagian mereka yang tidak mendukung dengan prosentase 3,36%.

(13)

DAFTAR ISI

SAMPUL... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN KELULUSAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi

MOTTO ... vii A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... .... 9

C.Tujuan Penelitian...9

D.Manfaat Penelitian ...9

E. Penegasan Istilah………...10

F. Metode Penelitian ...11

G.Sistematika Penelitian ...16

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Problematika Mahasiswa Dalam Lingkup Pendidikan 1. Pengertian Problematika…... 17

2. Berbagai Masalah Dalam Pendidikan……... 18

3. Ikhwal Masalah Pendidikan... 20

4. Lingkup Pendidikan... 26

(14)

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam...29

2. Tanggung Jawab Pendidikan Dalam Islam ...31

3. Fungsi Pendidikan Agama Islam ………...35

4. Tujuan Pendidikan Islam ………...36

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Problematika Mahasiswa Dalam Pendidikan Islam 1. Faktor Internal ...39

2. Faktor Eksternal... 42

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembelajaran PAI ………..43

E. Tugas Guru ...44

F. Kompetensi Profesionalisme Guru …………...………45

BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Lokasi dan Objek Penelitian 1. Identitas IAIN Salatiga ………...47

2. Sejarah Berdirinya IAIN Salatiga ………....48

3. Letak Geografis IAIN Salatiga ………51

4. Asas, Fungsi dan Tujuan ……….51

5. Visi dan Misi IAIN Salatiga ………...54

6. Program Pendidikan IAIN Salatiga ………55

7. Profil Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan ………..57

8. Profil Program Studi PAI ………59

B. Temuan Data Penelitian...63

1. Problematika yang bersifat Internal ……… 64

2. Problematika yang bersifat Ekstenal ………...68

3. Langkah-langkah yang Perlu Disiapkan Mahasiswa PAI …...71

BAB 1V PEMBAHASAN A. Problematika Mahasiswa PAI dalam Mempersiapkan Diri Menjadi Guru PAI ………...75

1. Problematika yang bersifat Internal ………75

(15)

B. Langkah-langkah yang dilakukan mahasiswa dalam

mempersiapkan diri menjadi guru PAI ……… 80 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...84

B. Saran ...86

DAFTAR PUSTAKA

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Data Mahasiswa IAIN Salatiga Tiga Tahun Terakhir

Tabel 3.2 Faktor cita-cita /minat

Tabel 3.3 Faktor Pengetahuan Dasar Keislaman

Tabel 3.4 Faktor Pengetahuan Tentang PAI

Tabel 3.5 Faktor Lingkungan Keluarga

Tabel 3.6 Faktor Lingkungan Masyarakat

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Pedoman Kuesioner

Lampiran 2 Lembar Pedoman Wawancara

Lampiran 3 Dokumentasi Kuesioner

Lampiran 4 Dokumentasi Wawancara

Lampiran 5 Lembar Konsultasi Skripsi

Lampiran 6 Surat Permohonan Ijin Penelitian

Lampiran 7 Nilai SKK Mahasiswa

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah menciptakan makhluk (manusia) yang dapat dididik dan dapat

mendidik, sehingga ia mampu menjadi kholifah di bumi, pendukung dan

pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah, berupa

bentuk atau wadah yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan

keterampilan yang dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya

sebagai makhluk yang mulia. Pikiran, perasaan dan kemampuannya

berbuat merupakan komponen dari fitrah itu (Daradjat, 2011:16).

Pendidikan Islam berarti pembentukan pribadi muslim. Isi pribadi

muslim itu adalah pengamalan sepenuhnya ajaran Allah dan RasulNya.

Tetapi pribadi muslim itu tidak akan tercapai atau terbina kecuali dengan

pengajaran dan pendidikan. Membina pribadi muslim adalah wajib. Dan

karena pribadi muslim tidak mungkin terwujud kecuali dengan pendidikan

maka pendidikan itupun menjadi wajib dalam pandangan Islam.

Dalam pasal 25 (4) Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005

tentang standar nasional pendidikan menjelaskan bahwa kompetensi

lulusan mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Ini berarti bahwa

pembelajaran dan penilaian harus mengembangkan kompetensi peserta

didik yang berhubungan dengan ranah afektif (sikap), kognitif

(19)

Dalam proses pendidikan pasti tidak lepas dari peran seorang guru,

guru berperan sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, penasehat, dan

lain sebagainya. Untuk menjadi seorang guru, seseorang haruslah

mempersiapkan diri dengan baik. Baik dalam hal pengetahuan,

keterampilan dan sikap. Supaya nantinya guru itu bisa digugu (dipatuhi)

dan ditiru ( diteladani). Karena guru adalah orang tua kedua bagi anak

didiknya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1991, guru

diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya)

mengajar. Kata guru dalam bahasa arab disebut mu’allim dan dalam

bahasa inggris disebut teacher itu memang memiliki arti sederhana, yakni

A person whose occurpation is teaching others. Yang artinya, guru ialah

sesorang yang pekerjaannya mengajar orang lain (Syah, 1995:223).

Mengajar dapat pula ditafsirkan bermacam-macam, misalnya:

a. Menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain

(bersifat kognitif)

b. Melatih keterampilan jasmani kepada orang lain (bersifat

psikomotor)

c. Menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (bersifat

afektif).

Sebab dalam perspektif psikologi pendidikan, mengajar pada

prinsipnya berarti proses perbuatan seseorang (guru) yang membuat orang

(20)

Perilaku ini meliputi tingkah laku, yang bersifat terbuka seperti

keterampilan membaca (ranah karsa), juga yang bersifat tertutup seperti

berpikir (ranah cipta) dan berperasaan ( ranah rasa).

Guru adalah pendidik professional, karenanya secara implisit ia telah

merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab

pendidikan yang terpikul di pundak orang tua. Hal itupun menunjukkan

pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada

sembarangan guru/ sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjadi

guru.

Jabatan profesional guru harus memenuhi kegiatan intelektual, karena

dalam proses mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat

didominasi kegiatan intelektual. Lebih lanjut dapat diamati bahwa jabatan

profesi guru mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan dari

orang awam, dan memungkinkan guru profesional disegani oleh siswa,

teman sejawat bahkan masyarakat sekitar karena kewibawaan,

kepandaiannya atau yang lainya. Guru yang professional pada intinya

adalah guru yang memiliki kompetensi dalam melakukan tugas pendidikan

dan penggajaran ( Asdikoh, 2013: 23)

Agama Islam sangat menghargai orang-orang yang berilmu

pengetahuan (guru/ulama), sehingga hanya mereka sajalah yang pantas

(21)

Firman Allah:

Artinya: ….niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang

beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu

pengetahuan beberapa derajat…. (Q.S. Al-Mujadalah:11).(Kitab

Suci Al-Qur’an dan Terjemahannya).

Guru dalam Islam sebagai pemegang jabatan professional membawa

misi ganda dalam waktu yang bersamaan, yaitu misi agama dan misi ilmu

pengetahuan. Misi agama menuntut guru untuk menyampaikan nilai-nilai

ajaran agama kepada anak didik, sehingga anak didik dapat menjalankan

kehidupan sesuai dengan norma-norma agama tersebut. Misi ilmu

pengetahuan menuntut guru menyampaikan ilmu sesuai dengan

perkembangan zaman.

Untuk menjadi seorang guru, mahasiswa harus mempersiapkan diri

dengan baik, agar selain menjadi guru mahasiswa juga akan menjadi

teladan bagi murid, dan cerminan bagi masyarakat. Karena sebagai guru

tidak hanya berperan sebagai pendidik saja, tetapi juga berperan sebagai

seorang pribadi dan pembimbing. Sebagai seorang pribadi, guru juga

(22)

pembimbing, guru harus bisa memahami keadaan siswa yang

dibimbingnya, maka dari itu sebagai seorang guru mahasiswa harus

mempersiapkan diri dari awal dan berusaha dengan baik.

Meskipun pada awalnya tidak semua mahasiswa PAI berasal dari

sekolah yang berbasis agama, ada yang dari sekolah umum atau kejuruan.

Maka dari itu pasti ada beberapa masalah dalam mempersiapkan diri untuk

menjadi seorang guru, baik dari segi afektif, kognitif, maupun

psikomotoriknya dan dari faktor internal dan eksternalnya.

Sebagai seorang calon guru, mahasiswa PAI harus mempunyai

fleksibilitas kognitif (keluwesan ranah cipta) yang merupakan kemampuan

pikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam

situasi tertentu. Kebalikannya adalah frigiditas kognitif atau kekakuan

ranah cipta yang ditandai dengan kekurangmampuan berpikir dan

bertindak yang sesuai dengan situasi yang dihadapi (Syah,1995:227).

Selain itu, guru juga harus mempunyai keterbukaan psikologis, guru yang

terbuka secara psikologi biasanya ditandai dengan kesediaannya yang

relative tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor

ekstern antara lain siswa, teman sejawat, dan lingkungan pendidikan

tempatnya ia bekerja. Ia mau menerima kritik dengan ikhlas. Disamping

itu ia juga memiliki empati (empathy), yakni respons afektif terhadap

pengalaman emosional dan perasaan tertentu orang lain. Keterbukaan

psikologis sangat penting bagi guru mengingat posisinya sebagai panutan

(23)

Mengajar yang baik bukan sekedar persoalan teknik-teknik dan

metedologi belajar saja. Untuk menjaga disiplin kelas, guru sering

bertindak otoriter, menjauhi siswa, bersikap dingin itu menyembunyikan

rasa takut kalau dianggap lemah. Sesungguhnya guru adalah makhluk

biasa. Guru sejati bukanlah makhluk yang berbeda dengan

siswa-siswanya. Ia bukan makhluk serba hebat. Ia harus dapat berpartisipasi di

dalam semua kegiatan yang dilakukan oleh siswa-siswanya dan yang dapat

mengembangkan rasa persahabatan secara pribadi dengan siswa-siswanya

dan tidak merasa kehilangan kehormatan karenanya. Rasa was-was, takut

dalam keadaan tertentu adalah wajar (Soemanto, 1990:221-222).

Kepribadian adalah unsur yang menentukan keakraban hubungan guru

dan anak didik. Kepribadian guru akan tercermin dalam sikap dan

perbuatannya dalam membina dan membimbing anak didik

(Djamarah,2000:41). Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh

terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya

manusia. Mengenai pentingnya kepribadian guru, seorang psikolog

terkemuka, Profesor doktor, Zakiah Darajat menegaskan.

Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).

Oleh karena itu, setiap calon guru dan guru professional sangat

(24)

dirinya yang diperlukan sebagai panutan para siswanya. Secara

konstitusional, guru hendaknya berkepribadian Pancasila dan UUD ’45

yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, di samping ia

harus memiliki kualifikasi (keahlian yang diperlukan) sebagai tenaga

pengajar.

Sebagai calon guru harus mempunyai kematangan kepribadian guru

baik dari segi kedewasaan atau kesehatan fisik dan psikis (Sukmadinata,

2011:254-255). Guru sebagai pribadi, pendidik, dan pembimbing, dituntut

memiliki kematangan atau kedewasaan pribadi serta kesehatan jasmani

dan rohani. Minimal ada tiga ciri kedewasaan. Pertama, orang yang telah

dewasa telah memiliki tujuan dan pedoman hidup (philosophy of life),

yaitu sekumpulan nilai yang ia yakini kebenarannya dan menjadi pegangan

dan pedoman hidupnya. Kedua, orang dewasa adalah orang yang mampu

melihat segala sesuatu secara objektif. Tidak banyak dipengaruhi

subjektifitas dirinya. Ketiga,orang dewasa adalah orang yang telah bisa

bertanggung jawab. Orang dewasa adalah orang yang telah memiliki

kemerdekaan, kebebasan; tetapi disisi lain dari kebebasan adalah tanggung

jawab.

Dari segi kesehatan fisik dan psikis, guru juga dituntut untuk memiliki

fisik dan mental yang sehat. Fisik yang sehat berarti terhindar dari

berbagai macam penyakit. Guru yang sakit bukan saja tidak mungkin

dapat melaksanakan tugas dengan baik, tetapi juga kemungkinan

(25)

berarti guru itu tidak boleh memiliki cacat badan yang menonjol yang

memungkinkan kurangnya penghargaan dari anak.

Kesehatan mental berarti guru terhindar dari berbagai bentuk gangguan

dan penyakit mental. Gangguan-gangguan mental yang diderita guru dapat

menganggu bahkan merusak interaksi pendidikan. Guru yang mengalami

gangguan mental tidak mungkin menciptakan hubungan yang hangat,

bersahabat, penuh kasih sayang, penuh pengertian dsb dengan para

siswanya. Belajar dari guru yang mengalami gangguan mental

memungkinkan siswa diperlakukan sebagai kambing hitam atau objek

kekesalan dan kejengkelannya. Kesehatan fisik dan mental mutlak

diperlukan dari orang-orang yang bekerja menjadi guru.

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga adalah satu-satunya

lembaga pendidikan Negeri di Salatiga. Institut ini menjadi pilihan para

mahasiswa yang ingin memperdalam ilmu agama Islam. Para

mahasiswanya tidak hanya berasal dari Salatiga saja, tetapi juga berasal

dari berbagai daerah, misalnya: Semarang, Boyolali, Magelang dan

Temanggung. Institut ini merupakan institut yang terkenal di kalangan

masyarakat dimana mampu menghasilkan output yang berprestasi dan

unggul. Keberhasilan IAIN tersebut, tidak terlepas dari kompetensi dosen

yang dimilikinya dan usaha para mahasiswanya.

Berdasarkan paparan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk

(26)

Diri Menjadi Guru PAI Studi Narasi Mahasiswa PAI Semester (VI) Tahun

Akademik 2016/2017”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, beberapa pokok

masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Bagaimana problematika mahasiswa PAI dalam mempersiapkan

diri menjadi guru PAI?

2. Langkah-langkah apa saja yang dilakukan mahasiswa PAI dalam

mempersiapkan diri menjadi guru PAI?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai macam masalah

yang di hadapi mahasiswa PAI, sebagai berikut:

1. Mengetahui bagaimana problematika mahasiswa PAI dalam

mempersiapkan diri menjadi guru PAI.

2. Mengetahui apa saja langkah-langkah yang dilakukan mahasiswa

PAI dalam mempersiapkan diri menjadi guru PAI.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas

(27)

guru PAI studi narasi mahasiswa PAI semester (VI) tahun ajaran

2016/2017, sehingga dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Guru PAI

a. Dapat meningkatkan kualitas diri.

b. Dapat mengatasi masalah yang di hadapi guru PAI.

2. Mahasiswa PAI

a. Dapat mempersiapkan diri menjadi guru PAI dengan baik dan

professional.

b. Dapat mengatasi berbagai problematika dalam mempersiapkan

diri menjadi guru PAI.

3. Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah rujukan dalam

menghadapi berbagai problematika mahasiswa PAI dalam

mempersiapkan diri menjadi guru PAI atau sebuah perbandingan

dalam penelitian selanjutnya.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami judul tersebut,

maka perlu dijelaskan maksud istilah yang dipakai. Adapun istilah-istilah

tersebut adalah sebagai berikut:

a. Problematika

Problematika adalah suatu masalah atau persoalan. Dalam Kamus

(28)

dipecahkan, yang menimbulkan masalah. Sedangkan masalah dalam

bahasa inggris disebut problem yang artinya “question to be solved or

decide”. Secara sederhana masalah berarti sesuatu yang masih

menimbulkan masalah dan belum terselesaikan.

b. Pendidikan Agama Islam (PAI)

Pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan pada perbaikan sikap

mental yang terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan sendiri

maupun orang lain. Di segi lainnya, pendidikan Islam tidak hanya bersifat

teoritis saja, tetapi juga praktis. Ajaran Islam tidak memisahkan antara

iman dan amal sholeh. Oleh karena itu, pendidikan Islam adalah sekaligus

pendidikan iman dan pendidikan amal (Djamarah,2000:27-28).

c. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor dari luar diri siswa. Faktor yang

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekitar siswa yang meliputi

lingkungan sosial dan lingkungan non-sosial (Syah, 1995:132).

d. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa, dalam

faktor ini ada dua aspek, yaitu aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah)

dan aspek psikologis (yang bersifat rohaniah).

F. Metode Penelitian

(29)

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, Sugiyono

menjelaskan penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang

digunakan untuk meneliti pada kondisi objek secara alamiah, dimana

penelitian adalah sebagai instrumen kunci (Sugiyono, 2008:9). Dan

menurut Moleong (2009: 4), penelitian kualitatif adalah prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.

Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan naratif

kualitatif untuk menggambarkan secara sistematis mengenai

fakta-fakta yang ditemukan di lapangan, foto, memo, dan dokumen resmi

lainnya yang berlaokasi di IAIN Salatiga.

2. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di IAIN Salatiga, yang tepatnya berada di

Jl. Tentara Pelajar No. 2 Salatiga 50721 Salatiga, Jawa Tengah,

Indonesia. Adapun strata pendidikan mencakup: Fakultas Tarbiyah:

Pendidikan Agama Islam (PAI), objek yang digunakan peneliti adalah

sebagian mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam semester VI.

3. Sampling

Sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel.

Sebutan untuk suatu sampel biasanya mengikuti teknik dan atau jenis

sampling yang digunakan. Dalam penelitian ini teknik atau jenis

(30)

sampling adalah pengambilan sampel secara random atau tanpa

pandang bulu (Hadi, 1981:75).

4. Prosedur pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam

penelitian ini adalah :

a. Angket

Angket (kuesioner) merupakan suatu cara atau metode

penelitian dengan menggunakan daftar pertanyaan yang harus

dijawab oleh orang-orang yang dikenai atau disebut responden

(Walgito, 1990: 35). Adapun yang menerima angket dalam

pengumpulan data ini adalah mahasiswa PAI di Institut Agama

Islam Negeri Salatiga. Metode ini digunakan untuk mendapatkan

data tentang problematika mahasiswa PAI dalam mempersiapkan

diri menjadi guru PAI.

b. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data

dengan jalan komunikasi, yaitu melalui kontak atau hubungan

pribadi antara pengumpul data atau pewawancara dengan sumber

data atau responden (Wirartha, 2006:37).

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau

variable yang berupa catatan, buku, dan sebagainya (Arikunto,

(31)

mengenai informasi sekolah yang meliputi struktur organisasi,

sarana dan prasarana, data guru dan siswa.

Metode dokumentasi tidak kalah penting dari metode-metode

lain. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal

atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,

majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya

(Arikunto, 1998:236).

5. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur

fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiono, 2011:102).

Instrument yang digunakan peneliti untuk mengetahui hubungan

problematika mahasiswa PAI dengan persiapan diri untuk menjadi

guru PAI adalah kuesioner dan wawancara terstruktur.

6. Teknik analisis data

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, perlu segera

digarap oleh peneliti. Di dalam buku lain sering disebut pengolahan

data. Ada yang menyebut data preparation, ada pula data analysis

(Arikunto,2010:278).

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam analisis data

meliputi klarifikasi data, penyaringan data, dan penyimpulan. Pada

tahap klarifikasi data dilakukan pengelompokan data berdasarkan

rumusan yang ditetapkan. Pada tahap penyaringan data dilakuan

(32)

dibuang. Pada tahap penyimpulan dilakukan penelaahan data yang

berguna dihubungkan dengan masalah penelitian yang dirumuskan.

Setelah data diperoleh secara utuh, seluruh data dianalisis secara

detail dan mendalam. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya

kesalahan dalam penyajian data dan untuk menjaga keutuhan

penelitian. Kemudian disajikan dalam bentuk laporan penelitian.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam penelitian metode analisis data yang digunakan yaitu

triangulasi (keabsahan), triangulasi adalah teknik pemeriksaan data

yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari data itu, untuk keperluan

pengecekan atau perbandingan terhadap data itu.

Triangulasi dengan sumber dan metode membandingkan dan

mengecek derajat kepercayaan suatu informasi yag diperoleh melalui

waktu dan alat yang berbeda. Dalam metode kualitatif hal ini dicapai

dengan jalan:

a. Membandingkan data hasil observasi dengan data hasil

wawancara.

b. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen

yang terkait.

c. Membandingkan apa yang dikatakan key person (informan)

(33)

G. Sistematika penulisan

Sistematika penulisan skripsi merupakan garis besar penyusunan untuk

mempermudah jalan pikiran pembaca dalam memahami secara

keseluruhan isi skripsi.

Bab I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang,

rumusan masalah, penegasan istilah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II merupakan pembahasan yang berisi tentang problematika

mahasiswa dalam lingkup pendidikan, problematika mahasiswa dalam

lingkup pendidikan Islam, faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya

problematika, faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran pendidikan

Islam.

Bab III merupakan paparan data dan temuan peneliti meliputi :

identitas sekolah, sejarah IAIN Salatiga, letak geografis, asas, fungsi,

tujuan, visi dan misi, program pendidikan, profil FTIK, profil jurusan PAI

IAIN Salatiga lebih khususnya program studi PAI dan temuan data

penelitian.

Bab IV merupakan analisis data mengenai problematika mahasiswa

PAI dalam mempersiapkan diri menjadi guru PAI.

(34)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Problematika Mahasiswa Dalam Lingkup Pendidikan

1. Pengertian problematika

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah problema atau

problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu “problematic” yang

artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam kamus bahasa

Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan, yang

menimbulkan permasalahan. Sedangkan masalah dalam bahasa inggris

disebut problem yang artinya “question to be solved or decide”.

Menurut Syukir yang dikutip oleh Maliyeh dalam tesisnya

menyebutkan bahwa problematika adalah suatu kesenjangan yang

mana antara harapan dan kenyataan yang diharapkan dapat

menyelesaikan atau dapat diperlukan

(http://digilib.uinsby.ac.id/4413/5/Bab%202.pdf).

Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa pengertian problematika adalah

suatu masalah yang belum terpecahkan baik dari faktor internal

maupun eksternal yang perlu diselesaikan atau dicari jalan keluar

permasalahannya.

(35)

Masalah belajar adalah kondisi yang dialami siswa dan

menghambat usaha dalam mencapai tujuan belajar. Hambatan tersebut

bisa datang lingkungan (ekstern) atau dapat juga datang dari dalam diri

sendiri (intern). Hambatan yang bersumber dari luar antara lain seperti

kurangnya perhatian orang tua. Hubungan dengan anggota keluarga

yang tidak harmonis, kurang sarana belajar, mempunyai konflik

dengan teman, gaya mengajar guru yang kurang menarik, teman

pergaulan yang kurang kondusif dan sebagainya (Sriyanti, 2011:126 ).

Empat hal yang menjadi kekeliruan guru dalam mengajar sehingga

menjadi masalah ketika terjadi pembelajaran (Hamruni, 2012:32).

Berikut analisis empat hal tersebut:

a. Guru tidak berusaha untuk mengetahui kemampuan awal siswa

Tampaknya banyak guru yang tidak melakukan diagnosis

tentang keadaan siswa, sehingga ia tidak mengetahui apakah siswa

sudah paham tentang materi yang akan dijelaskan, karena selain

siswa membaca buku yang menjadi rujukan guru, siswa pun

membaca buku lain yang relevan.

b. Guru tidak pernah mengajak siswa untuk berpikir

Mengajar bukan hanya menyampaikan materi pelajaran tetapi

melatih kemampuan siswa untuk berpikir, menggunakan struktur

kognitifnya secara penuh dan terarah. Mengajar adalah mengajak

(36)

siswa yang cerdas dan mampu memecahkan setiap persoalan yang

dihadapinya.

c. Guru tidak berusaha memperoleh umpan balik

Proses mengajar adalah proses yang bertujuan. Oleh sebab itu,

apa yang dilakukan oleh guru seharusnya mengarah pada

pencapaian tujuan. Oleh karena itu dalam setiap proses mengajar,

guru perlu mendapatkan umpan balik, apakah tujuan yang ingin

dicapai sudah dikuasai oleh siswa atau belum.

d. Guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan

menguasai pelajaran

Dalam era informasi sekarang ini telah terjadi perubahan

peranan guru. Guru bukan satu-satunya sumber belajar. Akan tetapi

lebih berperan sebagai pengelola pembelajaran.

Masalah-masalah tersebut tidak hanya dihadapi oleh para guru,

tetapi juga oleh para guru pemula. Situasi lingkungan kerja guru

cenderung banyak menimbulkan kendala bagi para guru pemula dalam

memulai melaksanakan tugas dalam lingkungan yang baru (Surya dkk,

2010:59).

(37)

Permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia masih

sangat banyak dan kompleks. Dari sederet permasalahan dalam dunia

pendidikan, dapat dirunut di antaranya sebagai berikut:

a. Banyak anak didik yang tidak memperoleh pendidikan yang

layak.

b. Banyak lulusan yang kurang mampu memiliki kompetensi.

c. Banyak lulusan yang tidak mampu bersaing di pasar global.

d. Sasaran pendidikan belum tercapai.

e. Wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun sampai

saat ini belum dapat menjadi wajar 12 tahun.

f. Peranan guru atau pendidik yang belum optimal.

g. Biaya pendidikan yang (dianggap) relatif mahal.

Permasalahan-permasalahan itu akan dipaparkan secara singkat

berikut solusi yang dapat diajukan. Mudah-mudahan hal ini dapat

menjadi langkah awal dalam mengatasi berbagai persoalan yang

tengah dihadapi dunia pendidikan kita.

1) Banyak Anak yang Tidak Memperoleh Pendidikan yang Layak

Untuk menjaring sebesar-besarnya anak-anak yang belum

mendapat kesempatan pendidikan formal, pemerintah pusat dan

pemerintah daerah dapat memberlakukan jam wajib belajar.

Waktu jam belajar diberlakukan tidak ada anak yang berada di

jalanan, demikian juga sanksi bagi orang tua anak yang tidak

(38)

2) Banyak Lulusan yang Kurang Memiliki Kompetensi

Masalah ini berhubungan dengan mutu pendidikan. Mutu

dapat ditingkatkan melalui beberapa komponen.

Penjelasan:

Input adalah masukan mentah yang berwujud siswa

baru yang akan memasuki lembaga pendidikan tertentu,

sesuai ketentuan yang diatur oleh lembaga tersebut,

kemudian dalam kurun waktu tertentu mereka diproses

(proses input).

Proses input, dimaksudkan proses kegiatan

pembelajaran. Dengan demikian yang melakukan proses

(pendidik) adalah orang yang telah memiliki kompetensi

dalam bidang pendidikan.

Output, lulusan atau keluaran dari suatu lembaga

pendidikan yang bermutu akan dinilai oleh pengguna

lulusan tersebut, sinergi atau relevan dengan pasar serta

sepadan dengan kebutuhan.

3) Mutu Guru Berbanding Lurus dengan Kualitas Pendidikan.

Secara hakiki, pendidikan dipandang bermutu diukur dari

kedudukannya untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan

INPUT PROSES

INPUT

(39)

memajukan kehidupan nasional. Pendidikan yang berhasil

adalah pendidikan yang mampu membentuk generasi muda

cerdas, berkarakter, bermoral, dan berkepribadian.

4) Profesionalisme Guru.

Guru professional adalah orang yang memiliki kemampuan

dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga ia

mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan

kemampuan yang maksimal (UU No. 14 tahun 2015).

5) Kompetensi Beberapa Aspek Penting dalam Profesionalisme

Guru.

Guru yang bermutu dan professional adalah guru-guru yang

memiliki kompetensi dari semua aspek, yaitu aspek pedagogik,

kepribadian, sosial dan professional sebagaimana yang

dipersyaratkan oleh UU.

Dalam pendidikan ada beberapa unsur yang terkait, di antaranya

seperti : anak didik/peserta didik, pendidik, tujuan pendidikan, meteri

dan alat pendidikan, serta lingkungan, atau situasi pendidikan.

Unsur-unsur tersebut saling mendukung dan melengkapi satu sama lain dalam

proses pendidikan (Surya dkk, 2010:25). Berikut ini dijelaskan secara

singkat unsur-unsur dalam proses pendidikan.

(40)

Anak didik atau peserta didik yaitu anak yang akan

diproses untuk menjadi dewasa, menjadi manusia yang

memiliki kepribadian dan watak bangsa yang diharapkan, yaitu

bangsa Indonesia yang memiliki kepribadian dan berakhlak

mulia. Agar berhasil dalam membawa anak ke arah

kedewasaan, tentunya pendidik atau orang dewasa harus

memahami karakteristik anak, seperti berikut ini:

1) Anak itu makhluk individu yang memiliki dunia tersendiri

yang tidak boleh disamakan dengan dunia orang dewasa.

2) Anak memiliki potensi untuk berkembang.

3) Anak memiliki minat dan bakat yang berbeda dengan yang

lainnya.

b. Pendidik.

Pendidik yaitu orang dewasa yang berperan untuk

mempengaruhi dan membawa anak didik ke arah manusia

sempurna, yaitu insan kamil. Oleh karena itu, pendidik harus

memiliki hal-hal yang meliputi : kewibawaan, kasih sayang,

komitmen, dan kejujuran.

1) Kewibawaan. Orang yang memiliki kewibawaan yaitu

orang yang dapat memengaruhi orang lain memalui sikap

dan tingkah laku yang mengandung kepemimpinan dan

(41)

2) Kasih sayang. Orang yang memiliki kasih sayang yaitu

orang yang penuh perasaan dengan cinta terhadap sesama.

3) Komitmen. Orang yang memiliki komitmen yaitu orang

yang mempunyai keterikatan secara penuh untuk

melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh.

4) Kejujuran. Orang yang ikhlas yaitu orang yang dalam

melakukan sesuatu didasari niat tanpa pamrih tulus hati.

c. Tujuan Pendidikan.

Pergaulan antara pendidik dan anak didik dalam rangka

mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu untuk membentuk

manusia sempurna yang memiliki kepribadian bangsa sesuai

dengan kaidah-kaidah yang menjadi harapan bangsa dan

masyarakat Indonesia, serta manusia yang memiliki akhlak

mulia dan berkualitas.

d. Materi dan Alat Pendidikan.

Materi adalah bahan ajar yang akan disampaikan kepada

anak didik agar dapat dikuasai dan dipahami. Supaya materi

dapat dipahami olek anak didik tentu saja harus menggunakan

alat atau metode dalam melakukan kumonikasi antara anak

didik dan pendidik.

Alat pendidikan adalah suatu upaya melalui komunikasi

(42)

pendidikan itu dapat tercapai. Alat-alat pendidikan dapat

dibedakan dari bermacam-macam segi.

1) Alat pendidikan yang positif dan negatif.

a) Positif, jika ditujukan agar anak mengerjakan

sesuatu yang baik, seperti contoh yang baik,

pembiasaan, perintah, pujian, dan ganjaran.

b) Negatif, jika tujuannya menjaga supaya anak didik

jangan mengerjakan sesuatu yang buruk, misalnya

larangan, celaan, peringatan, ancaman dan

hukuman.

2) Alat pendidikan preventif dan korektif

a) Preventif, jika maksudnya mencegah anak sebelum

ia melakukan sesuatu perbuatan yang tidak baik,

misalnya pembiasaan, perintah, pujian dan ganjaran.

b) Korektif, jika maksudnya memperbaiki, karena anak

telah melanggar ketertiban atau berbuat sesuatu

yang buruk, misalnya: celaan, ancaman, dan

hukuman.

3) Alat pendidikan yang sifatnya menyenangkan dan yang

tidak menyenangkan

a) Menyenangkan yaitu yang menimbulkan perasaan

senang pada anak-anak, misalnya: ganjaran dan

(43)

b) Tidak menyenangkan, maksudnya yang

menimbulkan perasaan tidak senang pada

anak-anak, misalnya: hukuman dan celaan. Hukuman

dalam pendidikan dapat diterapkan yang bersifat

mendidik, menpunyai nilai pendidikan, yang

bertujuan menghukum anak agar tidak mengulangi

keadaan seperti itu lagi.

e. Lingkungan dan Situasi Pendidikan

Keadaan tempat berlangsungnya proses pendidikan sangat

menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan, yaitu

suatu lingkungan yang nyaman sehingga proses pendidikan

tidak terganggu.

4. Lingkungan Pendidikan

Lingkungan juga mempengaruhi pendidikan seorang peserta didik.

Ada beberapa lingkungan di luar sekolah sebagai berikut:

a. Keluarga

Keluarga merupakan masyarakat alamiah yang pergaulan di

antara anggotanya bersifat khas. Dalam lingkungan ini terletak

dasar-dasar pendidikan dan pengalaman melalui rasa kasih

sayang yang penuh kecintaan, kebutuhan akan kewibawaan dan

nilai-nilai kepatuhan.

(44)

Asrama sebagai lingkungan pendidikan memiliki ciri-ciri

antara lain: sewaktu-waktu atau dalam waktu tertentu hubungan

anak dengan keluarganya menjadi terputus atau dengan sengaja

diputuskan dan untuk waktu tertentu pula anak-anak itu hidup

bersama anak-anak sebayanya.

c. Perkumpulan remaja

Pada umumnya anak-anak diatas umur 12 tahun

membutuhkan kumpulan-kumpulan atau organisasi-organisasi

yang dapat menyalurkan hasrat dan kegiatan yang meluap-luap

dalam diri mereka.

d. Lingkungan kerja

Peralihan dari lingkungan keluarga dan sekolah ke

lingkungan kerja memakan waktu yang lama. Lingkungan kerja

merupakan suatu lingkungan baru yang menuntut berbagai

penyesuaian. Dalam lingkungan itu mereka bergaul dengan

orang-orang dewasa lain yang berbeda dari yang pernah mereka

alami.

(45)

Di sekolah berkumpul anak-anak dengan umur yang hampir

sama, dengan taraf pengetahuan yang kurang lebih sederajat

dan secara sekaligus menerima pelajaran yang sama.

Ada perbedaan antara rumah dengan sekolah, baik dari segi

suasana, tanggung jawab maupun kebebasan dan pergaulan.

a) Suasana

Rumah adalah tempat anak lahir dan langsung menjadi

anggota baru dalam rumah tangga. Kelahirannya disambut

oleh orang tuanya dengan gembira dan malahan kerapkali

dirayakan dengan mengadakan selamatan. Sedangkan

sekolah tempat anak belajar. Ia berhadapan dengan guru

yang tidak dikenalnya.guru itu selalu berganti-ganti.

b) Tanggung jawab

Di rumah anak biasanya berbuat baik dan menjauhi

perbuatan-perbuatan buruk. Sedangkan di sekolah guru

merasa bertanggung jawab terutama terhadap pendidikan

otak murid-muridnya.

B. Problematika Mahasiswa Dalam Lingkup Pendidikan Islam

(46)

Pengertian pendidikan secara bahasa, maka kita harus melihat

kepada kata Arab karena ajaran Islam itu diturunkan dalam bahasa

tersebut.Kata “pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam

bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah” dengan kata kerja “rabba”. Kata

pengajaran” dalam bahasa Arabnya adalah “ta’lim” dengan kata

kerjanya “allama”. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya

Tarbiyah wa ta’lim” sedangkan “pendidikan Islam” dalam bahasa

Rabnya adalah “ Tarbiyah Islamiyah”.

Sedangkan secara istilah Pendidikan Agama Islam adalah

perubahan sikap dan tingkah laku sesuai dengan petunjuk ajaran Islam,

yang memerlukan usaha, kegiatan, cara, alat dan lingkungan yang

menunjang keberhasilannya. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan

Islam adalah pembentukan kepribadian muslim (Darajat, 2011:25-28).

Untuk memperoleh wawasan yang agak lengkap maka dalam

pembahasan ini akan membahas tentang pengertian pendidikan agama

Islam menurut beberapa pendapat (Darajat, 2011:86-88).

a. Pengertian Pendidikan Agama Islam Menurut KPPN (Komisi

Pembaharuan Pendidikan Nasional).

Pendidikan agama merupakan bagian pendidikan yang amat

penting yang berkenaan dengan aspek-aspek sikap dan nilai,

antara lain akhlak dan keagamaan. Oleh karena itu, pendidikan

agama juga menjadi tanggung jawab keluarga, masyarakat dan

(47)

b. Pengertian Pendidikan Agama Islam Menurut Ditbinpaisun

(Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah

Umum Negeri).

Pendidikan agama Islam adalah suatu usaha bimbingan dan

asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari

pendidikan dapat memahami apa yang terkandung di dalam

Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta

tujuannya dan pada akhirnya dapat mengamalkan serta

menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang dianutnya itu

sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan

keselamatan dunia dan akhiratnya kelak.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian Pendidikan

Agama Islam sebagai berikut:

1). Pendidikan Agama Islam ialah usaha berupa bimbingan dan

asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai

pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran

agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup

(way of life).

2). Pendidikan Agama Islam ialah pendidikan yang

dilaksanakan berdasar ajaran agama.

3). Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan melalui

ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan

(48)

pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan

ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara

menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai

suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan

hidup didunia maupun di akhirat kelak.

2. Tanggung Jawab Pendidikan Dalam Islam

Tanggung jawab dalam pendidikan tidak hanya dipegang oleh

guru, tetapi juga oleh pihak-pihak lain yang bersangkutan misalnya

orang tua dan masyarakat. Tanggung jawab pendidikan

diselenggarakan dengan kewajiban mendidik. Secara umum mendidik

ialah membantu anak didik di dalam perkembangan dari daya-dayanya

dan di dalam penetapan nilai-nilai. Bantuan atau bimbingan itu

dilakukan dalam pergaulan antara pendidik dan anak didik dalam

situasi pendidikan yang terdapat dalam lingkungan rumah tangga,

sekolah atau masyatakat (Direktorat jenderal PTAI, 1984:33).

Bimbingan itu adalah aktif dan pasif. Dikatakan “pasif”, artinya si

pendidik tidak mendahului “masa peka” akan tetapi menunggu dengan

seksama dan sabar. Bimbingan aktif terletak di dalam: (a)

pengembangan daya-daya yang sedang mengalami masa pekanya; (b)

pemberian pengetahuan dan percakapan yang penting untuk masa

depan si anak; dan (c) membangkitkan motif-motif yang dapat

(49)

Pemberi bimbingan ini dilakukan oleh orang tua dalam lingkungan

rumah tangga, para guru di lingkungan sekolah dan masyarakat.

a. Orang Tua

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi

anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula

menerima pendidikan. Pada umumnya pendidikan dalam

rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan

pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik melainkan

karena secara kodrati suasana dan strukturnya memberikan

kemungkinan alami membangun situasi pendidikan.

Orang tua atau ibu dan ayah memegang peranan yang

penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya.

Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di

sampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya dan

biasanya, seorang anak lebih cinta kepada ibunya, apabila ibu

itu menjalakan tugasnya dengan baik. Pengaruh ayah terhadap

anaknya besar pula. Di mata anaknya ia seorang yang tertinggi

gengsinya dan terpandai di antara orang-orang yang

dikenalnya. Cara ayah itu melakukan pekerjaannya sehari-hari

berpengaruh pada cara pekerjaan anaknya. Ayah merupakan

penolong utama, lebih-lebih bagi anak yang agak besar, baik

laki-laki atau perempuan, bila ia mau mendekati dan dapat

(50)

Karenanya tidaklah diragukan bahwa tanggung jawab

pendidikan secara mendasar terpikul pada orang tua. Apakah

tanggung jawab pendidikan itu diakuinya secara sadar atau

tidak, diterima dengan sepenuh hatinya atau tidak hal itu adalah

merupakan “fitrah” yang telah dikodratkan Allah SWT kepada

setiap orang tua. Mereka tidak bisa mengelakkan tanggung

jawab itu karena telah merupakan amanah Allah SWT. yang

dibebankan kepada mereka.

Tanggung jawab pendidikan Islam yang menjadi beban

orang tua sekurang-kurangnya harus dilaksanakan dalam

rangka :

1). Memelihara dan membesarkan anak. Ini adalah bentuk

yang paling sederhana dari tanggung jawab setiap orang tua

dan merupakan dorongan alami untuk mempertahankan

kelangsungan hidup manusia.

2). Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmaniah

maupun rohaniah, dari berbagai gangguan penyakit dan dari

penyelewengan kehidupan dari tujuan hidup yang sesuai

dengan falsafah hidup dan agama yang dianutnya.

3). Memberi pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak

memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan

(51)

4). Membahagiakan anak, baik dunia maupun akhirat,

sesuai dengan pandangan hidup dan tujuan hidup muslim.

b. Guru

Guru adalah pendidik profesional, karena secara implisit ia

telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian

tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang

tua. Mereka ini, tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah,

sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab

pendidikan anaknya kepada guru. Hal itupun menunjukkan

pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya

kepada sembarang guru/ sekolah karena tidak sembarang orang

dapat menjabat guru.

c. Masyarakat

Masyatakat turut serta memikul tanggung jawab

pendidikan. Secara sederhana masyatakat dapat diartikan

sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh

kesatuan negara, kebudayaan dan agama. Setiap masyarakat

mempunyai cita-cita, peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan

tertentu. Masyarakat, besar pengaruhnya dalam memberi arah

terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat

atau penguasa yang ada didalamnya. Bila anak telah besar

diharapkan menjadi anggota yang baik pula sebagai warga

(52)

Dengan demikian jelaslah bahwa tanggung jawab dalam

Islam bersifat perseorangan dan sosial sekaligus.

3. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam mempunyai beberapa fungsi antara lain

adalah:

a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan

peserta didik kepada Allah SWT. yang telah ditanamkan dalam

lingkungan keluarga.

b. Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari

kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial

dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran

agama Islam.

d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,

kekurangan-kekurangan,dan kelemahan-kelemahan peserta

didik dalam keyakinan, pemahaman, dan pengalaman ajaran

dalam kehidupan sehari-hari.

e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari

budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan

menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia

(53)

f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara

umum (alam nyata dan nirnyata), sistem dan fungsionalnya.

g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memilih

bakat khusus di bidang Agama Islam agar bakat tersebut dapat

berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk

dirinya sendiri dan bagi orang lain.

4. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam bertujuan untuk menumbuhkan dan

meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan

pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik

tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus

berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya, berbangsa dan

bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan

yang lebih tinggi (Majid,2014:16).

Tujuan pendidikan agama Islam di atas merupakan turunan dari

tujuan pendidikan nasional, suatu rumusan dalam UUSPN (UU No. 20

tahun 2003), yang berbunyi: “pendidikan nasional bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

(54)

Oleh karena itu, berbicara pendidikan agama Islam, baik makna

atau tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam

dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial.

Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai keberhasilan

hidup (hasanah) di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu

membuahkan kebaikan (hasanah) di akhirat kelak.

Ada beberapa tujuan pendidikan menurut Direktorat Jenderal

PTAI, sebagai berikut:

a. Tujuan umum

Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua

kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara

lain. Tujuan umum pendidikan Islam harus sejajar dengan

pandangan Islam pada manusia, yaitu mahluk Allah yang mulia

yang dengan akalnya, perasaannya, ilmunya, kebudayaannya,

pantas menjadi kholifah di bumi.

b. Tujuan akhir

Pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, maka

tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah

berakhir pula. Karena itulah pendidikan Islam itu berlaku

selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk,

mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan

pendidikan yang telah dicapai.

(55)

Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah

anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang

direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Pada

tujuan sementara bentuk insan kamil dengan pola taqwa sudah

kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana,

sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi

anak didik.

d. Tujuan operasional

Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai

dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Dalam tujuan

operasional ini lebih banyak dituntut dari anak didik suatu

kemampuan dan keterampilan tertentu. Sifat operasionalnya

lebih ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Problematika

Mahasiswa dalam Pendidikan Islam

1. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri siswa itu

sendiri. Faktor ini mempunyai dua aspek, yaitu: aspek fisiologis (yang

bersifat jasmaniah) dan aspek psikologis (yang bersifat

rohaniah).(Syah, 1995: 132).

(56)

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang

menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan

sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa

dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ-organ khusus siswa,

seperti kesehatan indera pendengaran dan indera penglihat,

juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap

infomasi dan pengetahuan. Akibat negatif selanjtunya adalah

terhambatnya information processing yang dilakukan oleh

sistem memori siswa tersebut.

b. Aspek Psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat

mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran

siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada

umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut:

a) tingkat kecerdasan/intelegensi siswa; b) sikap siswa; c) bakat

siswa; d) minat siswa; e) motivasi siswa.

1) Intelegensi Siswa

Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai

kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau

menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang

tepat. Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tak

dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat

(57)

2) Sikap Siswa

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif

berupa kecenderungn untuk mereaksi atau merespons

(response tendency) dengan cara yang relatif terhadap objek

orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun

negatif. Sikap (attitude) siswa yang positif, terutama kepada

guru dan mata pelajaran yang guru sajikan merupakan

pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut.

3) Bakat Siswa

Secara umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan

potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai

keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan

demikian, sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat

dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke

tingkat tertentu sesuai dengan kapaistas masing-masing.

4) Minat Siswa

Secara sedarhana, minat (interst) berarti kecenderungan

dan kegirahan yang tinggi atau keinginan yang besar

terhadap sesuatu. Namun terlepas dari masalah populer atau

tidak, minat seperti yang dipahami dan dipakai oleh orang

selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil

belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu.

(58)

Pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal

organisme (baik manusia maupun hewan) yang

mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam

perkembangan selanjutnya, motivasi dapat dibedakan

menjadi dua macam: 1) motivasi intrinsik; 2) motivasi

ekstrinsik.

Motivasi intrinsik siswa adalah perasaan menyenangi

materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut. Adapun

motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari

luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk

melakukan kegiatan belajar.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yag berasal dari luar diri siswa.

Yang terdiri dari dua faktor, yaitu: faktor lingkungan sosial dan faktor

lingkungan nonsosial (Syah, 1995:137).

a. Faktor lingkungan sosial

Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf

administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi

semangat belajar seorang siswa. Selanjutnya, yang termasuk

lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga juga

(59)

Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan

belajar ialah orang tua siswa iu sendiri. Sifat-sifat orang tua,

praktik pengolahan keluarga, ketengangan keluarga, dan demografi

keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi dampak baik

maupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai

oleh siswa.

b. Faktor lingkungan non-sosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non-sosial ialah

gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa

dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar

yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut

menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam

Menurut Muhaimin (2002:145), kondisi pembelajaran PAI adalah

faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan metode dalam

meningkatkan hasil pembelajaran PAI. Kondisi, metode dan hasil adalah

tiga komponen utama faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran

PAI, perinciannya sebagai berikut:

1. Kondisi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Kondisi pembelajaran PAI adalah semua faktor yang

(60)

perhatian kita adalah berusaha mengidentifakasi dan mendeskripsikan

faktor-faktor yang termasuk kondisi pembelajaran. Kendala

pembelajaran adalah keterbatasan sumber belajar yang ada,

keterbatasan alokasi waktu, dan keterbatasan dana yang tersedia.

2. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Metode pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi: (1) strategi

pengorganisasian, (2) strategi penyampaian, dan (3) strategi

pengelolaan pembelajaran. Dalam kaitannya dengan pembelajaran

PAI, strategi pengorganisasian adalah suatu metode yang

mengorganisasi isi bidang studi PAI yang dipilih untuk pembelajaran.

Strategi penyampaian pembelajaran PAI adalah metode-metode

penyampaian pembelajaran PAI yang dikembangkan untuk membuat

siswa dapat memproses dan menerima pelajaran PAI dengan mudah,

cepat, dan menyenangkan. Strategi pengelolaan pembelajaran adalah

metode untuk menata interaksi antara peserta didik dengan

komponen-komponen metode pembelajaran.

3. Hasil Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Hasil pembelajaran siswa dapat diklarifikasikan menjadi

keefektifan, efisiensi, dan daya tarik. Keefektifan pembelajaran dapat

diukur dengan kriteria: 1) kecermatan, 2) kecepatan untuk bekerja, 3)

kesesuaian, 4) kuantitas untuk bekerja, 5) kualitas hasil akhir, 6)

tingkat alih belajar, 7) tingkat retensi belajar. Sedangkan efisiensi

(61)

jumlah biaya yang dikeluarkan. Dan daya tarik pembelajaran biasa

diukur dengan mengamati kecenderungan peserta didik untuk

berkeinginan terus belajar.

E. Tugas Guru

Guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di

luar dinas, dalam bentuk pengabdian. Apabila kita kelompokkan terdapat

tiga jenis tugas guru yakni tugas dalam bidang profesi, tugas kemanusiaan

dan tugas dalam bidang kemasyarakatan. Guru harus dapat melaksanakan

tugas 1) Mengajar, 2) Mendidik, 3) Melatih para siswanya. Ketiga

kegiatan ini harus dapat dijadikan sebagai kebiasaan kerja mereka.

Tugas guru sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk

mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Tugas dan peran guru tidaklah terbatas di

dalam masyarakat bahkan guru pada hakekatnya merupakan komponen

strategis yan memiliki peran dalam menentukan gerak maju kehidupan

bangsa, semakin akurat para guru melaksanakan fungsinya, semakin

terjamin tercipta dan terbinanya persiapan dan keandalan seseorang

sebagai manusia pembangunan. Dengan kata lain, potret dan wajah diri

bangsa di masa depan tercermin dari potret diri para guru masa kini.

(62)

Pengertian dasar kompetensi (competency) adalah kemampuan atau

kecakapan. Padanan kata yang berasal dari bahasa Inggis ini cukup banyak

dan yang lebih relevan dengan pembahasan ini ialah kata proficiency dan

ability yang memiliki arti kurang lebih sama dengan kemampuan. Hanya,

proficiency lebih sering digunakan orang untuk menyatakan kemampuan

berperingkat tinggi (Syah, 1995:230).

Istilah “professional” (professional) aslinya adalah kata sifat dari kata

profession (pekerjaan) yang berarti sangat mampu melakukan pekerjaan.

Sebagai kata benda, professional kurang lebih berarti orang yang

melaksanakan sebuah profesi dengan menggunakan profesiensi sebagai

mata pencaharian.

Kompetensi profesionalisme guru ada tiga macam. Sebagai berikut:

1. Kompetensi kognitif guru

Kompetensi kognitif guru meliputi pengetahuan dan

keterampilan, kognitif guru atau ranah cipta dapat dikelompokkan

ke dalam dua kategori, yaitu: 1) kategori pengetahuan

kependidikan/keguruan; 2) kategori pengetahuan bidang studi yang

akan menjadi mata pelajaran yang akan diajarkan guru.

2. Kompetensi afektif guru

Kompetensi ranah afektif guru bersifat tertutup dan abstrak,

sehingga amat sukar untuk diidentifikasi. Kompetensi ranah ini

Gambar

TABEL 3.2
TABEL 3.4
NO TABEL 3.5 SKOR JAWABAN PROSENTASE
NO TABEL 3.6 SKOR JAWABAN PROSENTASE

Referensi

Dokumen terkait

Penumbuhkembangan perilaku hidup sehat pada siswa sekolah dasar melibatkan peran personil sekolah yang meliputi peran kepala sekolah sebagai leader dalam menciptakan

sinar skew (sinar yang dipandu di dalam inti serat optik tidak. melalui/melintasi sumbu serat optik), sama halnya

Penelitian ini akan menggunakan Skeletonema costatum dengan variasi perbedaan kepadatan sel inokulasi awal untuk diaplikasikan pada limbah batik dalam upaya

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan baik ditinjau dari segala aspek karena memang manusia tidak ada yang sempurna, dan diantara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada perbedaan prestasi belajar aspek pengetahuan dan keterampilan siswa menggunakan metode kooperatif tipe STAD dan tipe

adalah asuhan kebidanan kehamilan, persalinan, masa nifas, bayi baru lahira.

Dari tabel 5.9 dapat dilihat prediksi tepat terdiri dari empat perusahaan sampel diprediksi bangkrut pada kenyataannya perusahaan tersebut delisting dan empat perusahaan sampel

Hal ini bisa disebabkan mahasiswa tingkat I memiliki ketakutan lebih besar dibandingkan tingkat II jika mendapat hukuman dari Satuan Pengasuhan, karena mahasiswa tingkat I