• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH - Pengaruh Motivasi Berprestasi terhadap Serious Cyberloafing di PT. Pos Indonesia (Persero) Kantor Regional I Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH - Pengaruh Motivasi Berprestasi terhadap Serious Cyberloafing di PT. Pos Indonesia (Persero) Kantor Regional I Medan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Internet yang merupakan singkatan dari interconnection-networking,dapat diartikan sebagai jaringan kerja yang saling terhubung. Stevenson (2010) mendefinisikan internet sebagai jaringan komputer global yang menyediakan fasilitas informasi dan komunikasi, serta terdiri dari jaringan kerja yang berkaitan menggunakan protokol komunikasi yang terstandarisasi. Internet, dengan perantara komputer, memungkinkan interaksi antar individu di seluruh dunia tanpa batasan ruang dan waktu.

Berdasarkan pemaparan Kementerian Komunikasi dan Informatika (dalam Amarullah, 2014), saat ini terdapat 82 juta pengguna internet di Indonesia. Artinya, sekitar 30% dari total 253,609,643 jiwa penduduk Indonesia telah memanfaatkan fasilitas internet (Purnomo, 2014). Terjadi peningkatan sebanyak 5% dari tahun sebelumnya, dengan 63 juta pengguna internet dari total 251,160,124 jiwa penduduk Indonesia. Angka tersebut juga diperkirakan akan terus bertambah tiap tahunnya.

(2)

menyediakan wi-fi gratis (Ningtyas, 2014). Program “Internet Masuk Desa” turut mendorong penggunaan internet oleh seluruh lapisan rakyat Indonesia (Aditya, 2012).

Faktor krusial lain yang mampu meningkatkan angka pengguna internet secara global adalah semakin bervariasinya media yang dapat digunakan untuk mengakses internet. Selain komputer, saat ini ponsel biasa, smartphone, tablet, hingga TV digital dapat juga digunakan (Galih & Pratomo, 2011; Masyitoh, 2013). Smartphone menempati posisi teratas sebagai media yang paling banyak digunakan dalam mengakses internet di Indonesia (APJII, 2012).

Variasi juga ditemukan dalam profil pengguna internet. Berdasarkan data APJII (2012), pengguna internet tertinggi berasal dari kelompok usia 20-30 tahun dan disusul oleh kelompok usia 12-19 tahun, yaitu sebanyak 37,6% dan 20,8% pengguna internet. Sedangkan pengguna internet terendah diduduki oleh kelompok usia 55-65 tahun, yaitu sebanyak 5,6%.

Sejalan dengan data tersebut, APJII (2012) menyatakan bahwa sekitar 63,4% pengguna internet di Indonesia berasal dari kelompok pekerja white collar. Kalangan white collar mengacu pada pekerja sektor formal, yang meliputi tenaga profesional, tenaga kepemimpinan, ketatalaksanaan, tenaga tata usaha, dan sejenisnya. Pada studi tersebut juga dinyatakan bahwa karyawan mengakses internet di tempat kerja tidak hanya untuk urusan pekerjaan, namun juga untuk kepentingan pribadi. Hal ini merupakan fenomena yang sedang marak terjadi di lingkungan kerja dan tengah mendapatkan perhatian dari para peneliti, yaitu

(3)

Maxwell (2013) menjelaskan bahwa istilah tersebut pertama kali muncul pada pertengahan tahun sembilan puluhan. Dimana awalan kata cyber digunakan untuk menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan komputer dan internet, digabungkan dengan kata loaf, yang mana mengacu pada aksi menggunakan waktu untuk menghindari pekerjaan. Cyberloafing didefinisikansebagai kegiatan penyalahgunaan akses internet yang disediakan oleh perusahaan selama jam kerja berlangsung, untuk menjelajahi situs-situs yang tidak berkaitan dengan pekerjaan demi keuntungan pribadi, dan untuk memeriksa (termasuk menerima dan mengirim) pesan elektronik pribadi yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan (Lim, 2002).

Umumnya, karyawan menggunakan fasilitas internet perusahaan untuk mengunjungi situs yang tidak berkaitan dengan pekerjaan seperti, situs berita, situs hiburan, dan juga situs olahraga (Blanchard & Henle, 2008; Prasad, Lim, & Chen, 2010). Penggunaan internet perusahaan untuk mengunjungi situs dewasa dan berbelanja merupakan aktivitas cyberloafing yang paling jarang terjadi (Lim & Teo, 2005). Walau demikian, salah satu contoh nyata cyberloafing adalah ketika salah seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia tertangkap kamera jurnalis sedang mengakses video porno menggunakan tablet pada saat rapat paripurna DPR berlangsung (Simanjuntak, 2011).

Cyberloafing dapat memberikan efek negatif kepada perusahaan maupun

(4)

perusahaan (Beugré & Kim, 2006; Malachowski, 2005). Bahkan, Zyga (2013) menjelaskan hanya dengan godaan yang ditimbulkan internet, produktifitas karyawan dapat menurun. Karyawan mengolah informasi pengalih perhatian di tempat kerja melalui aktivitas menjelajah berbagai situs di internet, mengirim dan menerima pesan elektronik pribadi, yang mana mengurangi sumber daya kognitif untuk mengerjakan kewajibannya (Greenfield, 2009). Cyberloafing juga dapat membahayakan perusahaan dalam beberapa hal seperti: gangguan keamanan sistem perusahaan, virus, hacking, dan juga tanggung jawab hukum dalam bentuk fitnah (contoh: menyebarkan kebohongan tentang rekan kerja pada akun media sosial), pelecehan (contoh: menyebarkan lelucon berbau rasis), pelanggaran hak (contoh: mengunduh dokumen yang melanggar hak cipta), serta mempekerjakan lalai (contoh: karyawan yang meretas akun rekan kerja) (Bortolani & Favretto, 2009; Henle & Kedharnath, 2012). Selain itu, ketika karyawan dipecat karena kedapatan menggunakan internet untuk mengunjungi situs dewasa ataupun berjudi, perusahaan juga dapat dirugikan dalam bentuk biaya dan usaha untuk merekrut karyawan baru (Weatherbee, 2010).

(5)

ataupun akun pribadi, judi dan permainan online, serta mengunduh musik atau dokumen dari internet (Blanchard & Henle, 2008).

Berkaitan dengan pemaparan tersebut, serious cyberloafing dalam penelitian ini digolongkan kepada deviant behavior atau perilaku menyimpang (Norsilan, Omar, & Ahmad, 2014). Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Robinson dan Bennett (1995), telah mengembangkan tipe perilaku menyimpang pada lingkungan kerja, salah satunya adalah production deviance. Askew (2012) menjelaskan istilah tersebut sebagai perilaku karyawan yang secara sengaja melalaikan, menghindari, dan menelantarkan tugas, atau secara sengaja bekerja dalam kualitas yang rendah.

Perilaku manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, begitupula serious

cyberloafing (Lim & Teo, 2005; Schultz & Schultz, 1993). Dengan memahami

faktor pemicu serious cyberloafing, maka perusahaan dapat membuat kebijakan atau peraturan yang tepat sasaran (Askew, 2012; Blanchard & Henle, 2008). Blanchard dan Henle (2008) mencoba melihat peranan norma terhadap seirous

cyberloafing. Melalui penelitiannya ditemukan bahwa para pelaku serious

cyberloafing sesungguhnya mengetahui bahwa apa yang dilakukan salah dan sulit

untuk ditoleransi, namun hal tersebut tidak menghentikan mereka untuk melakukannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa serious cyberloafing lebih dipengaruhi oleh faktor internal dibandingkan eksternal.

Adapun faktor internal yang dimaksud adalah faktor kepribadian. Penelitian berikut menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi serious

(6)

diri (self-control)yang rendah, dan kegagalan dalam melakukan regulasi diri(

self-regulation) (Blanchard & Henle, 2008; Prasad dkk., 2012; Ugrin, Pearson, &

Odom, 2008).

Prasad dkk. (2012) yang melakukan penelitian terkait regulasi diri terhadap cyberloafing, menemukan bahwa karakteristik individual seperti

achievement orientation (orientasi berprestasi) merupakan variabel moderator

signifikan yang menjembatani hubungan antara regulasi diri dengan cyberloafing. Individu yang tinggi orientasi keberhasilannya memiliki tekad untuk mengejar tujuan mereka, merasakan urgensi yang lebih besar dalam mengejar tujuan mereka dan bersedia untuk menginvestasikan waktu dan usaha untuk mengejar tujuan mereka (Diehl, Semegon, & Schwarzer, 2006). Individu dengan karakteristik tersebut juga merupakan seseorang yang memiliki regulasi diri yang tinggi, dimana fokus yang mereka miliki dapat mengarahkan usaha mereka terhadap pemenuhan tujuan atau tuntutan, dan pada akhirnya melakukan lebih sedikit

cyberloafing dibandingkan dengan yang memiliki regulasi diri yang rendah

(Prasad dkk., 2012). Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Malhotra (2013) yang mana individu dengan achievement orientation yang tinggi sangat berfokus untuk mencapai tujuannya, sehingga tidak memanjakan diri dengan cyberloafing.

(7)

cyberloafing, merupakan perkembangan dari motivasi berpestasi (Kozlowski & Bell, 2006; Rozhkova, 2011).

Motivasi berprestasi selama beberapa dekade telah menjadi primadona dalam penelitian-penelitian, baik yang menyangkut dunia pekerjaan, edukasi, maupun perkembangan (Kenny, Walsh-Blair, Blustein, Bempechat, & Seltzer, 2010; Wigfield & Eccles, 2000; Zenzen, 2002). Motivasi berprestasi merupakan salah satu jenis motivasi utama yang relevan dengan dunia pekerjaan (Lahey, 2005; McClelland, 1987; Robbins, 2002). Motivasi berprestasi mengacu kepada kebutuhan atau dorongan dalam diri individu untuk dapat bersaing ataupun melampaui standar pribadi (McClelland, 1987).

(8)

McClelland (1987) menggambarkan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi memilih untuk bertanggung jawab secara personal terhadap performanya. Hal tersebut mendorong individu untuk menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas, dan selalu ingat akan tugas-tugasnya yang belum terselesaikan. Penyelesaian tugas merupakan prioritas utama yang membuat mereka sulit untuk menunda-nunda perkerjaan dengan melakukan hal-hal yang tidak berkaitan dengan usaha penyelesaian tugas.

Penelitian akan dilakukan pada PT. Pos Indonesia (Persero) atau yang biasa dikenal sebagai PT. Pos. Perusahaan ini merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bisnis komunikasi, logistik, keuangan, keagenan, serta filateli. PT. Pos melayani jutaan masyarakat Indonesia dari dalam maupun luar negeri.

Pelayanan pos ditunjang dengan hadirnya kantor-kantor cabang yang dapat dijangkau masyarakat di setiap daerah di Indonesia. Kantor Pos Regional I Medan yang terletak di Jalan Prof. H. M. Yamin, S.H. No. 44, Medan membawahi 19 kantor cabang yang tersebar dari Provinsi Aceh hingga Sumatera Utara. Hal tersebut memberikan beban kerja lebih bagi perusahaan untuk mampu memberikan pengawasan dan berkoordinasi dengan setiap kantor cabang. Setiap karyawan memiliki target kerja yang harus dicapai.

(9)

Pos hanya memberikan akses internet bebas terhadap beberapa karyawan yang dalam tugasnya membutuhkan fasilitas internet. Walau begitu, PT. Pos tidak membuat larangan ataupun himbauan tertulis mengenai gadget ataupun fasilitas internet yang dibawa oleh karyawan ke kantor.

Bergerak dari fenomena yang terjadi terkait peyalahgunaan internet pada saat jam kerja berlangsung, maka akan diteliti lebih lanjut mengenai pengaruh motivasi berprestasi mengenai serious cyberloafing.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang diangkat oleh peneliti adalah sebagai berikut:

Bagaimanakah pengaruh motivasi berprestasi terhadap serious

cyberloafing pada karyawan PT. Pos Indonesia (Persero) Kantor Regional I

Medan?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh dari motivasi berprestasi terhadap serious cyberloafing pada karyawan PT. Pos Indonesia (Persero) Kantor Regional I Medan.

D. MANFAAT PENELITIAN

(10)

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian empiris dan memperkaya temuan pada bidang Psikologi Industri Organisasi mengenai

serious cyberloafing di Indonesia dan kaitannya dengan motivasi berprestasi. Hal

ini terkait dengan keterbatasan dalam menemukan referensi maupun literatur ilmiah yang membahas topik serious cyberloafing di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada perusahaan mengenai tingkat serious cyberloafing yang terjadi di tempat kerja, tingkat motivasi berprestasi karyawan, serta kontribusi motivasi berprestasi terhadap serious cyberloafing.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah: Bab I - Pendahuluan

Pada bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan juga sistematika penulisan.

Bab II - Tinjauan Pustaka

Bab ini akan dimulai dari pemaparan berbagai teori terkait kedua variabel yang digunakan dalam penelitian, yakni motivasi berprestasi dan juga serious

cyberloafing. Bab ini akan ditutup dengan pemaparan dinamika pengaruh

(11)

Bab III - Metode Penelitian

Bab ini terdiri dari identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, alat ukur yang digunakan, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisa data.

Bab IV - Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini berisikan mengenai analisis data dan pembahasan yang berisikan gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian yang merupakan perbandingan hipotesis dengan teori-teori atau hasil penelitian terdahulu.

Bab V - Kesimpulan dan Saran

Referensi

Dokumen terkait

- Dosen menjelaskan materi tentang NDFA - Dosen sesekali melemparkan pertanyaan ke mahasiswa terkait materi yang sedang dibahas - Dosen menjawab pertanyaan yang diajukan oleh

• Bagian yang kedua adalah plato (dataran tinggi) yang terdiri atas Plato Arab di bagian timur Asia Barat serta Plato Dekkan di India. • Bagian yang ketiga merupakan dataran rendah

Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode dan teknik penelitian yang digunakan penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta yang berkaitan

28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

a) TTG bidang irigasi merupakan teknologi keirigasian yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sederhana, mudah dilaksanakan, murah biaya dan ramah lingkungan. b) Pelaksanaan

Kunci pas berfungsi untuk membuka/memasang baut/mur yang tidak terlalu kuat momen pengencangannya dan juga untuk melepas baut yang sudah dikendorkan dengan kunci

Iklan Baris Iklan Baris Mobil Dijual CHRYSLER DAIHATSU CHRYSLER NEON Th 2001 / 2002 Komplit Terawat Khusus Pengemar 50Jt Pas Tj.. Pe- rum Pdk Maharta

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara penguasaan konsep fisika siswa dengan penalaran formal tinggi dan siswa dengan penalaran formal rendah yang belajar dengan model