• Tidak ada hasil yang ditemukan

sumber hukum islam dan ruang lingkupnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "sumber hukum islam dan ruang lingkupnya"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Kelompok 1 Anggota

1. Diah Wulan Nahrini

2. Lita Arofu

3. Neneng Mulyani

4. Novi Yulianti

5. Yusup Baihaqi

6. Quraish shahab

7. Zahrina

Program Studi Teknologi Pangan

AKNECAkademi Komunitas Negeri Cianjur

PDD POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG

(2)

Sumber Hukum Islam dan Ruang

Lingkupnya

Sumber Hukum Islam

A. Pengertian

Kata “sumber“ dalam hukum fih adalahh

terjemahan dari kata mashdar yang jamaknya adalah mashadir, yang dapat diartikan suatu wadah yang dalam wadah tersebut dapat ditemukan atau ditimba norma hukum.

Secara Etimologi ( bahasa )

Istilah hukum Islam sendiri terdiri dari dua suku kata yang berasal dari bahasa Arab yakni kata hukum dan kata Islam. Kata hukum berarti ketentuan dan ketetapan. Sedangkan kata Islam terdapat dalam Al-Qur’an, yakni kata benda yang berasal dari kata kerja “salima” selanjutnya menjadi Islam yang berarti kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, atau penyerahan (diri) dan kepatuhan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum Islam secara etimologis adalah segala macam ketentuan atau ketetapan mengenai sesuatu hal di mana ketentuan itu telah diatur dan ditetapkan oleh Agama Islam.

Secara Terminologi ( istilah )

Hukum menurut ajaran Islam antara lain dikemukakan oleh Abdurraf, hukum adalah peraturan-peraturan yang terdiri dari ketentuan-ketentuan, suruhan dan larangan, yang menimbulkan kewajiban dan atau hak.

Jadi, yang dimaksud Sumber Hukum Islam adalah al Quran dan Sunnah Rasul yang merupakan seperangkat aturan tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam.

Disimpulkan h

(3)

B. Tujuan Hukum Islam

Secara umum tujuan penciptaan dan penetapan hukum oleh Allah SWT adalah untuk kepentingan, kemaslahatan dan kebahagiaan manusia seluruhnya baik di dunia maupun di akhirat.

Menurut Abu Zahra, terdapat tiga sasaran utama dari tujuan penetapan hukum Islam, yaitu pensucian jiwa, penegakan keadilan, dan perwujudan kemaslahatan (Mohammad Daud Ali, 2007, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, PT. Rajagrafndo, Jakarta, hlm. 21).

Tujuan dari hukum Islam tidak terbatas dari segi material semata, tetapi jauh ke depan memperhatikan segala segi, material, immaterial, individu, masyarakat, dan kemanusiaan pada umumnya

Hal ini dapat dilihat pada segi ibadah dan muamalah, disamping itu tujuan dari hukum Islam adalah untukh

1. Membersihkan jiwa dan taiarrub (mendekat) dengan Tuhannya, 2. Kepentingan jasmani,

3. Kebaikan individu masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya, dunia dan

akhirat.

Untuk mencapai tujuan tersebut, hukum Islam menentukan aturan yaituh

 Menolak bahaya harus didahulukan daripada mengambil manfaat,

 Kemaslahatan umum harus didahulukan dari kemaslahatan khusus,

 Kesulitan akan dapat membawa kepada adanya kemudahan,  Keadaan darurat dapat memperbolehkan hal yang dilarang,

tidak ada bahaya yang membahayakan, dan

 Islam tidak mengenal prinsip tujuan membenarkan cara.

Sedangkan menurut Mohammad Daud Ali (Mohammad Daud Ali, op.cit, hlm.6 ), tujuan hukum Islam dapat dilihat dari dua segi yaitu

(4)

b. dan dari segi manusia yang menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam

PENJELASAN

a. Dari segi Pembuat Hukum Islam yakni Allah SWT dn Rosul-Nya - Untuk memenuhi keperluan hidup manusia yang bersifat

Primer (kebutuhan yang harus dilindungi dan dipelihara sebaik-baiknya agar kemaslahatan hidup manusia terwujud yang terdiri dari Agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta),

Sekunder (kebutuhan yang dibutuhkan untuk mencapai kebutuhan primer seperti kemerdekaan dan persamaan), dan

Tersier (kebutuhan selain kebutuhan primer dan sekunder seperti sandang, pangan, dan papan);

- Untuk ditaati dan dilaksanakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari;

Agar ditaati dan dilaksanakan dengan baik dan benar, manusia wajib meningkatkan kemampuannya untuk memahami ushul fiih (dasar pembentukan dan pemahaman hukum Islam sebagai metodeloginya).

b. Dari segi manusia yang menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam - tujuan hukum Islam adalah untuk mencapai kehidupan yang

bahagia dan sejahtera dengan cara mengambil yang bermanfaat, mencegah dan menolak yang mudharat bagi kehidupan.

- Dalam hal kewarisan, tujuan sistem kewarisan Islam yang sesuai dengan tujuan hukum Islam adalah agar terhindar dari kesalahan dalam pembagian warisan yang dapat mengakibatkan pertikaian karena harta warisan dan terciptanya pembagian warisan yang adil serta diridhai Allah.

C. Macam-macam Sumber Hukum Islam

Para ulama sepakat bahwa, Sumber Hukum Islam ada tiga, yaitu; a. Al Quran,

(5)

Landasan hukumnya adalah h Al Quran surat an- Nisa (4) h59

Artinyah

”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah ( al Quran ) dan Rasul ( Sunnah ) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.

Ayat di atas mengandung pengertian a.lh

1. Perintah mentaati Allah berarti perintah menjalankan hukum yang terdapat dalam al Quran.

2. Perintah mentaati Rasul berarti perintah mengamalkan apa yang disampaikan Rasul dalam Sunnahnya.

3. Perintah mentaati ulil amri berarti perintah mengamalkan hukum yang ditemukan berdasarkan ijma.

4. Perintah mengembalikan sesuatu yang diperselisihkan hukumnya kepada Allah dan Rasul. Berarti perintah mengamalkan hukum yang ditemukan melalui iiyas yang merupakan hasil dari ijma ( Ijtihad Ulama)

Penjelasan :

a. Al-qur’an

Al-Qur’an adalah kitab suci agama islam merupakan kumpulan wahyu Ilahi yang disampaikan kepada nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat jibril untuk mengatur hidup dan kehidupan umat Islam pada khususnya dan umat manusia pada umumnya.

(6)

Etimologi

Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur'an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang".

Kata Al-Qur'an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah

yang artinya:

“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur'an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.

Terminologi

 Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:

“Kalam Allah yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”.

 Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:

"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad penutup para nabi dan rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril

dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara

mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"

Namun demikian ada pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, dan tidak termasuk Al-Qur’an.

a.2 Fungsi dan Tujuan Turunnya al Qur`an

(7)

1. Sebagai petunjuk ( hudan ) bagi umat manusia.

2. Sebagai rahmat atau keberuntungan dari Allah dalam bentuk kasih sayang-Nya untuk umat manusia.

3. Sebagai pembeda ( furion ) antara yang baik dan buruk, halal haram, salah benar, dan sebagainya.

4. Sebagai pengajaran yang akan mengajarkan dan membimbing umat dalam kehidupan untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.

5. Sebagai berita gembira ( busyro) bagi orang yang telah berbuat

baik kepada Allah dan semua manusia.

6. Sebagai penjelasan ( tibyan ) atau yang menjelaskan ( mubin )

terhadap sesuatu yang disampaikan Allah.

7. Sebagai pembenar ( mushaddii ) terhadap kitab yang sebelumnya ( Taurat, Zabur, Injil ) sebelum adanya perubahan terhadap isi kitab tersebut.

8. Sebagai cahaya yang akan menerangi kehidupan manusia menuju jalan

keselamatan.

9. Sebagai tafsil, yaitu memberi penjelasan secara rinci sehingga dapat dilaksanakan sesuai yang dikehendaki Allah.

10. Sebagai syifau al shudur, yaitu obat rtohani yang sakit. 11. Sebagai hakim, yaitu sumber kebijaksanaan.

b. Sunnah

b.1 Pengertian sunnah Secara etimologi

Sunnah (Arabh sunnah, artinya "arus yang lancar dan mudah" atau "jalur aliran langsung") dalam Islam mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara rasulullah menjalani hidupnya atau garis-garis perjuangan (tradisi) yang dilaksanakan oleh rasulullah.

Secara istilah / terminologi

(8)

Sunnah merupakan sumber hukum kedua dalam Islam, setelah Al-Quran. Narasi atau informasi yang disampaikan oleh para sahabat tentang sikap, tindakan, ucapan dan cara rasulullah disebut sebagai hadits. Sunnah yang diperintahkan oleh Allah disebut sunnatullah (hukum alam).

Hadist atau sunnah adalah segala apa yang datangnya dari Nabi Muhammad, baik berupa segala perkataan yang telah diucapkan, perbuatan yang pernah dilakukan pada masa hidupnya ataupun segala hal yang dibiarkan berlaku.

b.2 Macam-Macam Sunnah :

1. Sunnah Qauliyah, yaitu

ucapan Nabi yang didengar sahabat beliau dan disampaikannya kepada kepada orang lain. Namun ucapan Nabi ini bukan wahyu al Qur`an. Untuk membedakan sunnah dan wahyu al Qur`an yang sama-sama lahir dari lisan Nabi adalah dengan cara, antara lainh

 Bila wahyu al Qur`an selalu mendapat perhatian khusus dari Nabi dan menyuruh orang lain untuk menghafal dan menuliskannya serta mengurutkannya sesuai petunjuk Allah. Sedangkan sunnah tidak, bahkan Nabi melarang menuliskannya karena khawatir tercampur dengan al Qur`an.

 Penukilan alQur`an selalu dalam bentuk mutawatir, sedangkan sunnah pada umumnya diriwayatkan secara perorangan.

 Penukilan al Qur`an selalu dalam bentuk penukilan lafaz dengan arti sesuai dengan teks aslinya seperti yang didengar dari Nabi. Sedangkan sunnah dinukilkan secara ma`nawi ( disampaikan dengan redaksi dan ibarat yang berbeda walau maksudnya sama ).

 Bila yang diucapkan Nabi al Qur`an mempunyai daya pesona / mu`jizat, sedangkan bila sunnah tidak.

2. Sunnah Fi`liyah, yaitu

Perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW yang dilihat atau diketahui oleh sahabat, kemudian disampaikan kepada orang laindengan ucapannya.

Para ulama membagi perbuatan Nabi ke dalam tiga bentuk h

(9)

hukum untuk diikuti dan ada yang berpendapat tidak mempunyai daya hukum untuk diikuti.

- PerbuatanNabi yang memiliki petunjuk yang menjelaskan bahwa perbuatan tersebut khusus untuk Nabi.

- Perbuatan dan tingkah laku Nabi yang berhubungan dengan penjelasan hukum.

- Perbuatan Nabi yang diketahui merupakan penjelasan hukum untuk umat dan menjadi dalil hukum yang harus diikuti oleh umat.

3. Sunnah Taiririyah, yaitu

perbuatan seorang sahabat atau ucapannya yang dilakukan dihadapan Nabi atau sepengetahuan Nabi, tetapi tidak ditanggapi atau dicegah oleh Nabi. Keadaan diamnya Nabi dibedakan pada dua bentuk h

- Nabi mengetahui perbuata itu pernah dibenci dan dilarang ileh Nabi. Diamnya Nabi dapat berarti perbuatan itu tidak boleh dilakukan atau boleh dilakukan ( pencabutan larangan ).

- Nabi belum pernah melarang perbuatan itusebelumnya dan tidak diketahui pula haramnya. Diamnya Nabi menunjukan hukumnya adalah ibahah ( meniadakan keberatan untuk diperbuat ).

c. Ijma ( Ijtihad Ulama )

c.1 Pengertian Ijma Secara Etimologi

Ijmak atau Ijma' (Arabh) adalah kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi.

Secara Terminologi

Ijma adalah penyesuaian paham atau pendapat di antara para ulama mujtahid pada suatu masa tertentu untuk menentukan hukum suatu masalah yang belum ada ketentuan hukumnya.

c.2 Unsur-unsur Ijma'

(10)

2. Suatu kesepakatan yang dilakukan haruslah dinyatakan secara jelas.

3. Yang melakukan kesepakatan tersebut adalah mujtahid.

4. Kesepakatan tersebut terjadi setelah wafatnya Rasulullah.

5. Yang disepakati itu adalah hukum syara' mengenai suatu masalah/peristiwa hukum tertentu.

Ijma' umat terbagi menjadi dua:

1. Ijma' Qauli, yaitu suatu ijma' di mana para ulama' mengeluarkan pendapatnya dengan lisan ataupun tulisan yang menerangkan persetujuannya atas pendapat mujtahid lain di masanya.

2. Ijma' Sukuti, yaitu suatu ijma' di mana para ulama' diam, tidak mengatakan pendapatnya. Diam di sini dianggap menyetujui. Menurut Imam Hanafi kedua macam ijma' tersebut adalah ijma' yang sebenarnya. Menurut Imam Syafi'i hanya ijma' yang pertama saja yang disebut ijma' yang sebenarnya.

Sandaran ijma'

Ijma' tidak dipandang sah, kecuali apabila ada sandaran, sebab ijma' bukan merupakan dalil yang berdiri sendiri.

Sandaran tersebut dapat berupa dalil qath'i yaitu Qur'an dan Hadits mutawatir, juga dapat berupa dalil zhanni yaitu Hadits ahad dan qiyas

d. Qiyas

d.1 Pengertian qiyas

Menurut Etimologi Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan

Menurut Termonologi Qiyas artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama.

Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya

(11)

1. Al-ashl (pokok)

Al-ashl ialah sesuatu yang telah ditetapkan ketentuan hukumnya berdasarkan nash, baik berupa Quran maupun Sunnah.

Mengenai rukun ini, para ulama menetapkan beberapa persyaratan sebagai berikut:

 Al-ashl tidak mansukh. Artinya hukum syara' yang akan menjadi sumber pengqiyasan itu masih berlaku pada masa hidup

Rasulullah. Apabila telah dihapuskan ketentuan hukumnya, maka ia tidak dapat menjadi al-ashl.

 Hukum syara'. Persyaratan ini sangat jelas dan mutlak, sebab yang hendak ditemukan ketentuan hukumnya melalui qiyas adalah hukum syara', bukan ketentuan hukum yang lain.

 Bukan hukum yang dikecualikan. Jika al-ashl tersebut merupakan pengecualian, maka tidak dapat menjadi wadah qiyas.

2. Al-far'u (cabang)

Al-far'u ialah masalah yang hendak diqiyaskan yang tidak ada ketentuan nash yang menetapkan hukumnya.

Mengenai rukun ini, para ulama menetapkan beberapa persyaratan sebagai berikut:

 Sebelum diqiyaskan tidak pernah ada nash lain yang menentukan hukumnya.

 Ada kesamaan antara 'illah yang terdapat dalam al-ashl dan yang terdapat dalam al-far'u.

 Tidak terdapat dalil qath'i yang kandungannya berlawanan dengan al-far'u.  Hukum yang terdapat dalam al-ashl bersifat sama dengan hukum yang terdapat

dalam al-far'u.

3.Hukum Ashl

(12)

1. Hukum tersebut adalah hukum syara', bukan yang berkaitan dengan hukum aqliyyah atau adiyyah dan/atau lughawiyah.

2. 'Illah hukum tersebut dapat ditemukan, bukan hukum yang tidak dapat dipahami 'illahnya.

3. Hukum ashl tidak termasuk dalam kelompok yang menjadi khushshiyyah

Rasulullah.

4. Hukum ashl tetap berlaku setelah waftnya Rasulullah, bukan ketentuan hukum yang sudah dibatalkan.

4.'Illah

'Illah adalah suatu sifat yang nyata dan berlaku setiap kali suatu peristiwa terjadi, dan sejalan dengan tujuan penetapan hukum dari suatu peristiwa hukum.

Mengenai rukun ini, agar dianggap sah sebagai 'illah, para ulama menetapkan beberapa persyaratan sebagai berikut:

1. Zhahir, yaitu 'illah mestilah suatu sifat yang jelas dan nyata, dapat disaksikan dan dapat dibedakan dengan sifat serta keadaan yang lain.

2. 'Illah harus mengandung hikmah yang sesuai dengan kaitan hukum dan tujuan hukum. Dalam hal ini, tujuan hukum adalah jelas, yaitu kemaslahatan mukallaf di

dunia dan akhirat, yaitu melahirkan manfaat atau menghindarkan kemudharatan.

3. Mundhabithah, yaitu 'illah mestilah sesuatu yang dapat diukur dan jelas batasnya.

4. Mula'im wa munasib, yaitu suatu 'illah harus memiliki kelayakan dan memiliki hubungan yang sesuai antara hukum dan sifat uang dipandang sebagai 'illah.

5. Muta'addiyah, yaitu suatu sifat yang terdapat bukan hanya pada peristiwa yang ada nash hukumnya, tetapi juga terdapat pada peristiwa-peristiwa lain yang hendak ditetapkan hukumnya.

Ruang lingkup hukum Islam

(13)

1) hukum yang berkaitan dengan persoalan ibadah, dan

2) hukum yang berkaitan dengan persoalan kemasyarakatan.

Hal ini akan diuraikan sebagai berikut|

1) Hukum ibadah adalah hukum yang mengatur hubungan manusia denganTuhannya, yaitu iman, shalat, zakat, puasa,

dan haji.

2) Hukum kemasyarakatan, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya yang memuath

muamalah, munakahat, dan ukubat.

a. Muamalah mengatur tentang harta benda (hak, obligasi, kontrak, seperti jual beli, sewa menyewa, pembelian, pinjaman, titipan, pengalihan utang, syarikat dagang, dan lain-lain).

b. Munakahat, yaitu hukum yang mengatur tentang perkawinan dan perceraian serta akibatnya seperti iddah, nasab, nafkah, hak curatele, waris, dan lain-lain.

Hukum dimaksud biasa disebut hukum keluarga dalam bahasa Arab disebut Al-Ahwal Al-Syakhsiyah. Cakupan hukum dimaksud biasa disebut hukum perdata.

c. Ukubat atau Jinayat, yaitu hukum yang mengatur tentang pidana seperti mencuri, berzina, mabuk, menuduh berzina, pembunuhan serta akibat-akibatnya. Selain bagian-bagian tersebut, ada bagian lain yaitu (a) mukhasamat, (b) siyar, (c) ahkam as-sulthaniyah. Hal ini akan dijelaskan sebagai berikuth

- Mukhasamat, yaiu hukum yang mengatur tentang peradilanh pengaduan dan pembuktian, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan hukum acara perdata dan hukum acara pidana

(14)

- Ahkam As-Sulthaniyah, yaitu hukum yang membicarakan persoalan hubungan dengan kepala negara, kementerian,

gubernur, tentara, dan pajak.

Kalau bagian-bagian hukum Islam itu disusun menurut sistematika hukum eks Barat yang membedakan antara hukum perdata dengan hukum publik seperti yang diuraikan pada pembagian hukum menurut daya kerjanya, maka susunan hukum muamalah dalam arti luas adalah sebagai berikuth

Hukum perdata (Islam) adalah

(1) munakahat (mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian, serta akibat-akibatnya); (2) wirasah (mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan, serta pembagian warisan). Hukum waris ini sering disebut hukum faraid;

(3) muamalah dalam arti khusus mengatur masalah kebendaan, hak-hak atas`benda, tata hubungan manusia dengan soal jual beli, sewa menyewa, perserikatan, dan sebagainya.

Hukum publik (Islam) adalah

(4) jinayat (memuat aturan-aturan mengenai perbuatan yang diancam hukuman pidana);

(5) al-ahkam as-sulthaniyah (membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan kepala negara, pemerintahan, tentara, pajak, dan sebagainya);

(6) siyar (mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk Agama, dan negara lain);

(7) mukhamasat (mengatur soal peradilan, kehakiman, dan tata hukum acara).

Daftar Pustaka:

http://dimensilmu.blogspot.com/2013/07/hukum-islam-dan-ruang-lingkupnya.html

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Pokok pembahasan utama yang perlu diketahui dalam memahami ilmu kognitif dan perkembangannya yaitu terkait dengan bagaimana keadaan awal dari ilmu kognitif itu sendiri, pikiran

Seluruh dosen dan staf Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, yang secara tidak langsung telah banyak membantu penulis

Keindahan batik karya ketiga ini terletak pada hasil stilisasi elang Jawa pada saat terbang, bentuk awan yang menggambarkan sebuah awan dan penambahan motif

Hampir seluruh masyarakat Bali memiliki pengalaman takut kepada Barong Bali karena wajah dari kedua topeng yang menyeramkan dan tidak dapat arahan bahwa Barong Baik dan Jahat

Said Abdul Fattah Syukur, Perang Salib; “Adalah merupakan gerakan spectakuler dari pihak Eropa Barat dengan misi imperialisme murni, yang ditujukan kepada

Sering dijumpai penggunaan lahan tidak sesuai dengan kaidah penataan ruang wilayah, seperti pengembangan permukiman yang tidak diikuti dengan sistem penataan jalan dan

Dari pernyataan diatas, secara garis besar dapat disimpulkan adanya kriteria lain dalam penyediaan infrastruktur pencegahan dan penanggulangan bencana kebakaran di

yang khusus agar anak tidak minder ketika melihat temannya yang sudah mahir membaca al-quran disinilah pentingnya dorongan dan motivasi yang diberikan kepada keluarga dan