• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan Apendisitis 01.docx (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Asuhan Keperawatan Apendisitis 01.docx (1)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai seorang manusia tentunya kita menginginkan tubuh yang sehat dan kuat. Tubuh yang sehat dan kuat akan memberikan kemudahan dalam memberikan kemudahan dalam melakukan berbagai macam aktivitas yang vital bagi setiap orang. Aktivitas yang dilakukan tentunya mendukung proses kehidupan dan interaksi antar manusia yang satu dan yang lainnya.

Setiap detik dunia mengalami perubahan dalam berbagai aspek kehidupan seperti kemajuan teknologi, perubahan gaya hidup, politik, budaya, ekonomi, dan ilmu pengetahuan. Semua itu mengarah kepada penyeragaman, kita dapat melihat polahidup, ekonomi, budaya, dan teknologi yang mirip disetiap negara.

Pola hidup tidak sehat tentu tidak benar dan harus dihindari, pengetahuan tentang penyakit dan makanan menjadi prioritas utama untuk menanamkan pola hidup sehat. Salah satu penyakit yang timbul adalah apendisitis.

Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).

Penjelasan selanjutnya akan di bahas pada bab pembahasan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi apendisitis? 2. Apa definisi dari apendisitis?

(2)

6. Bagaimana penatalaksanaan apendisitis? 7. Apa komplikasi apendisitis?

8. Bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan apendisitis?

1.3. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum :

Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Asuhan Keperawatan pada penyakit Apendisitis.

2. Tujuan Khusus :

Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :  Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi apendisitis  Untuk memahami definisi dari apendisitis

 Mengetahui etiologi apendisitis

 Dapat mengetahui manifestasi klinik apendisitis  Memahami patofisiologi apendisitis

 Mengetahui penatalaksanaan apendisitis  Mengetahui komplikasi apendisitis

(3)

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Anatomi dan Fisiologi Appendix

Appendix vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex caecum, tetapi seiring pertumbuhan dan distensi caecum. Posisi apendiks terletak posteromedial caecum. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen dan posisinya bervariasi. Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.

Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.

(4)

2.2 Definisi

Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada di umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa terjadi pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, apendiks itu bisa pecah.

(5)

2.3. Etiologi

Appendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-faktor prediposisi yang menyertai. Faktor tersering yang muncul adalah obtruksi lumen.

1. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :

a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak. b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.

c. Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll. d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya

2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus 3. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun

(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.

4. Tergantung pada bentuk appendiks. 5. Appendik yang terlalu panjang. 6. Appendiks yang pendek.

7. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks. 8. Kelainan katup di pangkal appendiks.

2.4. Manifestasi Klinik

Nyeri terasa pada abdomen kuadran kanan bawah menembus kebelakang (kepunggung) dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai.

(6)

Palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar, distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitikdan kondisi klien memburuk.

2.5. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obst tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.

Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikutiganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.

Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.

Omentum pada anak-anak lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi. Sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

2.6. Penatalaksanaan

(7)

dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah. 1. Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik

dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirah baring dan dipuasakan

2. Tindakan operatif : appendiktomi

3. Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.

2.7. Komplikasi

1. Perforasi dengan pembentukan abses 2. Peritonitis generalisata

(8)

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian 1. Data demografi

Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.

2. Riwayat kesehatan a) Keluhan utama

Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah. b) Riwayat kesehatan sekarang

Pasien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang menembus kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam tinggi

c) Riwayat kesehatan dahulu

Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon. d) Riwayat kesehatan keluarga

Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama. 3. Pemeriksaan fisik ROS (review of system)

a) Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai, konjungtiva anemis.

b) Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD >110/70mmHg; hipertermi.

c) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.

d) Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan.

e) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancar

f) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses perjalanan penyakit

(9)

h) Abdomen : terdapat nyeri tekan, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi abdomen.

4. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan olah raga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.

b) Pola nutrisi dan metabolisme

Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat pembatasan intake makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali normal.

c) Pola Eliminasi

Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.

d) Pola aktifitas

Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan.

e) Pola sensorik dan kognitif

Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.

f) Pola Tidur dan Istirahat

Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.

g) Pola Persepsi dan konsep diri

Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.

(10)

Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat. penderita mengalami emosi yang tidak stabil.

i) Pola Reproduksi seksual

Adanya larangan untuk berhubungan seksual setelah pembedahan selama beberapa waktu.

j) Pola penanggulangan stress

Sebelum MRS : klien kalau setres mengalihkan pada hal lain. Sesudah MRS : klien kalau stress murung sendiri, menutup diri k) Pola tata nilai dan kepercayaan

Sebelum MRS : klien rutin beribadah, dan tepat waktu. Sesudah MRS : klien biasanya tidak tepat waktu beribadah. 5. Pemeriksaan diagnostik

a) Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut

b) Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan

c) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi

d) Pemeriksaan Laboratorium

§ Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml § Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.

3.2. Diagnosa Keperawatan

ANALISA DATA

NO DATA PENUNJANG MASALAH ETIOLOGI

(11)

Ø P : nyeri karena adanya perangsangan

Ø Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk Ø Terdapat luka insisi bedah

Resiko terjadi

4 DS : Pasien dan keluarga

mgatakan tidak

mengetahui tentang proses

(12)

penyakit dan

1. Ganggan rasa nyaman (nyeri) b/d adanya perangsangan pada epigastrium 2. Post-op :

3. Resiko terjadi infeksi b/d diskontinuitas jaringan sekunder terhadap luka insisi bedah

4. Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan pascaoperasi sekunder terhadap proses penyembuhan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri pasien dapat berkurang

KH : Nyeri hilang, skala 0-3, pasien tampak rileks, mampu tidur/ istirahat selama 7-9 jam dalam sehari

INTERVENSI RASIONAL

Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10)

(13)

karakteristik nyeri, menunjukkan terjadinya abses/peritonitis.

Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler

Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang

Dorong ambulasi dini Merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen

Berikan aktifitas hiburan Meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping Kolaborasi pemberian analgetik Menghilangkan dan mengurangi

nyeri

2. Dx kep. 2 : Resiko terjadi infeksi b/d diskontinuitas jaringan sekunder terhadap luka insisi bedah

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi

KH : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, drainase purulen, tidak ada eritema dan tidak ada demam. Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor ) luka bersih dan kering

INTERVENSI RASIONAL

Awasi TTV. Perhatikan demam menggigil, berkeringat, perubahan mental.

Dugaan adanya infeksi/ terjadinya sepsis, abses

Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic

Menurunkan risiko penyebaran bakteri

Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka

Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi

Berikan informasi yang tepat pada pasien/ keluarga pasien

Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas

(14)

organisme (pada infeksi yang ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya

3. Dx kep 3 : Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan pascaoperasi sekunder terhadap proses penyembuhan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan

KH : Tidak ada tanda-tanda dehidrasi : membran mukosa lembab, turgor kulit baik (< 2 detik), TTV stabil (TD : 110/70-120/80 mmHg; RR : 16-20x/menit; N : 60-100x/menit; S : 36,5- 37,50 C), haluaran urin adekuat.

INTERVENSI RASIONAL

Observasi TTV Tanda yang membantu

mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler

Observasi membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler

Indikator keadekuatan intake cairan dan elektrolit

Awasi intake dan output, catat warna urine/konsentrasi, berat jenis

Penurunan pengeluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/kebutuhan cairan meningkat

Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus dan, gerakan usus

Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan per oral

Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai, dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi

Menurunkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan

4. Dx kep. 4 : Kurang pengetahuan b/d tidak mengenal informasi tentang kebutuhan pengobatan/ perawatan pasca pebedahan

(15)

KH : Berpartisipasi dalam program pengobatan

INTERVENSI RASIONAL

Kaji ulang pembatasan aktifitas pascaoperasi

Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah

Anjurkan menggunakan laksatif/ pelembek feses ringan bila perlu dan hindari enema

Membantu kembali ke fungsi usus, mencegah mengejan saat defekasi

Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi, dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan/pengikat

(16)

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Appendix vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex caecum, tetapi seiring pertumbuhan dan distensi caecum. Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.

Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).

Appendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-faktor prediposisi yang menyertai. Faktor tersering yang muncul adalah obtruksi lumen.

1. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :

a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak. b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.

c. Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll. d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya

(17)

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obst tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.

Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikutiganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.

Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.

Komplikasinya :

1. Perforasi dengan pembentukan abses 2. Peritonitis generalisata

3. Pieloflebitis dan abses hati (jarang terjadi)

Cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan apendisitis meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

4.2. Saran

(18)

utama untuk menanamkan pola hidup sehat. Salah satu penyakit yang timbul pada sistem pencernaan adalah apendisitis.

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia Anderson. 2005. PATOFISIOLOGI : konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC.

R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa

Keperawatan. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan

dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC.

Sloane, Ethel. 2004. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC.

______, 2007, apendisitis, terdapat pada:www. harnawatiarjwordpress.com diakses tanggal 1 Juni 2008.

______http://nursingbegin.com/askep-apendisitis/

Referensi

Dokumen terkait

Pembicaraan mengenai akuntansi Islam haruslah dipahami sebagai sebuah alat yang memiliki orientasi sosial. Sebab akuntansi Islam tidak hanya sebagai alat untuk

Untuk dapat melakukan pengelolaan secara efektif terhadap kawasan mangrove di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan, maka diperlukan informasi dasar terkait luas hutan mangrove,

Burung yang paling sering dijumpai di kawasan Mangrove Center Tuban adalah walet sapi (Collocalia esculenta) dengan nilai kelimpahan sebesar 20,93%.. Walet sapi dapat

Faktor yang memiliki hubungan yang bermakna secara statistik terhadap kejadian filariasis yaitu: Akses pelayanan kesehatan yang meliputi: jarak dan waktu tempuh ke RS, PKM,

Bogdan dan Taylor, dalam Moleong (2007:248) menyebutkan bahwa “analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan bekerja dengan data, mengorganisasi data,

kepemimpinan transformasional kepada para bawahan. Apabila pemimpin gagal memberikan pemahaman kepada bawahannya tentang arah kebijakan, keberanian untuk mendobrak

48 Berdasarkan hasil plot terlihat bahwa pertumbuhan rumput laut Gracilaria gigas dapat dimodelkan secara logistik dengan menggunakan model pertumbuhan logistik

Bursa Efek Indonesia mulai awal tahun 2007 telah memberikan kesempatan untuk memperdagangkan ETF (Exchange Traded Fund) di Pasar Modal Indonesia. Instrumen ini merupakan