BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Puskesmas
2.1.1 Konsep Dasar Puskesmas
Pengertian Puskesmas menurut Depkes (2004) adalah unit pelaksana teknis
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
1. Unit Pelaksana Teknis
Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD),
puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama
serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
2. Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa
Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
3. Penanggungjawab Penyelenggaraan
Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan
kesehatan diwilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan
kemampuannya.
4. Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi
apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka
tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan
keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas
tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
2.1.2. Visi dan Misi
Visi pembangunan kesehatan yang di selenggarakan oleh puskesmas adalah
tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan
Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai
melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan
dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah:
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat
berserta lingkungannya.
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarkan oleh puskesmas adalah
mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010. Fungsi
puskesmas adalah :
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan
pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah
kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.
2. Pusat pemberdayaan masyarakat.
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,
keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan,
dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat,
berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk
pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau
3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi:
a. Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi
(private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan
kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan
untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat.
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik
(public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain
promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,
perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana,
kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
2.1.3 Upaya dan Azas Penyelenggaraan
Visi pembangunan kesehatan dapat tercapai melalui puskesmas, yakni
bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional
merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut
dikelompokkan menjadi dua yakni:
1. Upaya Kesehatan Wajib
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan
komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi
untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini
harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia.
Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:
a. Upaya Promosi Kesehatan
b. Upaya Kesehatan Lingkungan
c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
d. Upaya Perbaikan Gizi
e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
f. Upaya Pengobatan
2. Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang
Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok
puskesmas yang telah ada, yakni:
a. Upaya Kesehatan Sekolah
b. Upaya Kesehatan Olah Raga
c. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
d. Upaya Kesehatan Kerja
e. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
f. Upaya Kesehatan Jiwa
g. Upaya Kesehatan Mata
h. Upaya Kesehatan Usia Lanjut
i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional
Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan
harus menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. Azas
penyelenggaraan puskesmas tersebut dikembangkan dari ketiga fungsi puskesmas.
Dasar pemikirannya adalah pentingnya menerapkan prinsip dasar dari setiap fungsi
puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya puskesmas, baik upaya kesehatan
wajib maupun upaya kesehatan pengembangan.
2.1.4 Rawat Jalan
Rawat Jalan dalam Trimurthy (2008) adalah salah satu unit kerja di
puskesmas yang melayani pasien yang berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam
jalan merupakan salah satu dari 6 (enam) program pokok di Puskesmas. Hampir
seluruh institusi kesehatan (Rumah Sakit Pusat, Rumah Sakit Daerah dan Puskesmas)
berusaha untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan terhadap pasien.
Tenaga pelayanan pada unit rawat jalan adalah tenaga yang langsung
berhubungan dengan pasien. Adapun tenaga yang langsung berhubungan dengan
pasien yaitu : 1) Tenaga administrasi (non medis) yang memberikan pelayanan
penerimaan pendaftaran dan pembayaran, 2) Tenaga keperawatan (paramedis)
sebagai mitra dokter dalam memberikan pelayanan pemeriksaan/pengobatan,
3) Tenaga dokter (medis) pada masing-masing poliklinik (Donabedian, 1988).
Pelayanan rawat jalan yang bermutu merupakan hal yang penting karena
persepsi tentang kualitas pelayanan suatu institusi kesehatan terbentuk saat
kunjungan pasien. Persepsi pasien yang buruk terhadap pelayanan akan sangat
mempengaruhi keputusan dalam kunjungan berikutnya. Memberikan pelayanan yang
baik/bermutu pada pelayanan rawat jalan akan meningkatkan jumlah kunjungan yang
pada akhirnya akan meningkatkan jumlah pendapatan puskesmas.
2.2 Kepuasan Pasien
2.2.1 Pemasaran, Jasa dan Pelanggan
Pemasaran menurut Majaro dalam Supriyanto dan Ernawati (2010) adalah
sebagai satu fungsi manajemen yang bertanggung jawab untuk identifikasi, antisipasi
untuk memuaskan kebutuhan pelanggan. Tujuan pemasaran adalah menawarkan
produk/jasa tersebut dan esensi pemasaran yaitu tukar menukar yang saling
memuaskan.
Jasa menurut Kotler (2005), sebagai setiap tindakan atau kegiatan yang dapat
ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud
dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Produk jasa memiliki karakteristik
yang berbeda dengan barang (produk fisik). Kotler (2005), menyatakan bahwa ada
empat karakteristik pokok jasa yang membedakannya dengan barang, yaitu :
1. Tidak berwujud (Intangibility), yaitu jasa yang bersifat intangible artinya tidak
dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar ataupun dicium sebelum dibeli. Seseorang
tidak dapat menilai hasil dari jasa sebelum membeli jasa tersebut terlebih dahulu.
pelanggan akan melihat dari tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, simbol
dan harganya untuk mencari bukti dari kualitas jasa yang diinginkan tersebut.
Tugas penyedia jasa adalah memberikan bukti-bukti fisik untuk mewujudkan
sesuatu yang abstrak.
2. Tidak terpisahkan (Inseparability), umumnya jasa dijual terlebih dahulu
kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan dimana penyedia jasa
juga merupakan bagian dari jasa tersebut, baik penyedia maupun pelanggan akan
mempengaruhi hasil dari jasa tersebut.
3. Bervariasi (Variability), yaitu jasa bersifat sangat variabel karena merupakan
nonstandardized output yang berarti bahwa terdiri dari banyak variasi bentuk,
dihasilkan. Pembeli jasa seringkali meminta pendapat dari orang lain sebelum
memutuskan untuk memilih penyedia jasa.
4. Mudah lenyap (Perishabilility), yaitu jasa merupakan komoditas yang tidak tahan
lama dan tidak dapat disimpan, bila permintaan terhadap jasa bersifat konstan
sehingga bila tidak digunakan maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja.
Menurut Rangkuti (2006), sukses suatu industri jasa tergantung pada sejauh
mana perusahaan mampu mengelola ketiga aspek berikut :
1. Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan.
2. Kemampuan perusahaan, membuat karyawan mampu memenuhi janji tersebut.
3. Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut kepada pelanggan.
Ketiga aspek tersebut dikenal sebagai segitiga jasa, dimana sisi segitiga
mewakili setiap aspek. Kegagalan di satu sisi menyebabkan segitiga roboh, artinya,
industri jasa tersebut gagal, dengan demikian pembahasan industri jasa harus
meliputi perusahaan, karyawan serta pelanggan. Status dan peran perusahaan,
karyawan serta pelanggan adalah sebagai berikut :
External marketing Menetapkankan janji mengenai
produk/jasa yang akan disampaikan
Internal marketing Membuat agar produk/jasa yang disampaikan sesuai dengan yang
dijanjikan
Interactive marketing Menyampaikan produk/jasa
sesuai dengan yang telah dijanjikan
Pelanggan
Karyawan Manajemen
Pelanggan menurut konsep pemasaran dikelompokkan atas pelanggan
eksternal (pasien, keluarga pasien) dan pelanggan internal (karyawan, manajemen).
Pelanggan adalah seseorang yang membeli produk/jasa.
2.2.2 Kepuasan Pelanggan
Kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa Latin “satis” yang
mempunyai arti cukup baik, memadai dan “facto” berarti melakukan atau membuat,
sehingga secara sederhana kepuasan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan
sesuatu (Wardani, 2004). Kotler (2003), kepuasan adalah sebagai perasaan senang
atau kecewa seseorang yang dialami setelah membandingkan antara persepsi kinerja
atau hasil suatu produk dengan harapan-harapannya.
Kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan menurut Donabedian (1988) adalah
respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (discofirmation) yang dirasakan
antara harapan yang sebelumnya dan jasa yang dirasakan oleh pelanggan. Kepuasan
konsumen adalah tingkatan perasaan konsumen setelah membandingkan dengan
harapannya. Seorang pelanggan jika merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh
jasa pelayanan sangat besar kemungkinannya untuk menjadi pelanggan dalam waktu
yang lama (Umar, 1996).
Pasien adalah pengguna jasa perusahaan dalam industri jasa kesehatan.
Berdasarkan dari defenisi diatas maka kepuasan pasien dapat diartikan bahwa
keadaan yang dirasakan seseorang atas kebutuhan pelayanan kesehatan yang bermutu
(Umar, 1996). Keluhan adalah salah satu indikator atau gejala dan tanda adanya
ketidakpuasan layanan kepada pasien, baik itu pelayanan dokter, perawat atau
pelayanan administrasi. Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator kualitas
pelayanan yang diberikan dan kepuasan pasien adalah salah satu modal untuk
mendapatkan pasien lebih banyak dan mendapatkan pasien yang loyal/setia.
Menurut Supriyanto dan Ernawati (2010), memiliki pasien loyal akan
meningkatkan daya jual institusi pelayanan kesehatan serta kemampuannya untuk
berlaba (profitabilitas meningkat). Meningkatnya profitabilitas institusi pelayanan
(puskesmas) akan menjadi subsidi silang untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan
imbalan yang diberikan kepada seluruh sumber daya manusia di institusi pelayanan
kesehatan akan meningkat pula. Kesejahteraan meningkat, gairah tenaga kesehatan
akan meningkat pula termasuk kemauan untuk meningkatkan kepuasa pasien dan
kinerja akan semakin meningkat dimana pelayanan kepada pasien menjadi lebih
baik, oleh karena itu kepuasan pasien merupakan asset berharga.
Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting
dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap
kebutuhan pasien, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak
pelayanan terhadap populasi sasaran (Triatmojo, 2006). Penilaian pelanggan
terhadap produk/jasa pelayanan kesehatan dibedakan menjadi penilaian kualitas
kesehatan terkait dengan aspek pelayanan medis, keperawatan, penunjang medis dan
pelayanan non medis/administrasi (Supriyanto dan Ernawati, 2010).
2.2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepuasan Pasien
Sarana pelayanan kesehatan seharusnya mengikuti kebutuhan dan kepuasan
pelanggannya. Menurut Irawan (2007), terdapat lima komponen yang dapat
mendorong kepuasan pelanggan, yaitu :
1. Kualitas produk, kualitas produk mencakup enam elemen, yaitu performance,
durability, feature, reliability, consistency, dan design. Setelah membeli dan
menggunakan suatu produk, pembeli akan merasa puas bila ternyata kualitas
produknya baik atau berkualitas.
2. Kualitas pelayanan, salah satu konsep service quality adalah ServQual sangat
tergantung dari tiga faktor, yaitu : 1) sistem, 2) teknologi, 3) manusia.
Berdasarkan konsep ServQual, komponen ini mempunyai banyak dimensi, yaitu :
reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible.
3. Faktor emosional, kepuasan konsumen yang diperoleh pada saat menggunakan
suatu produk yang berhubungan dengan gaya hidup. Kepuasan pelanggan
didasari atas rasa bangga, rasa percaya diri, simbol sukses, dan sebagainya.
4. Harga, komponen harga sangat penting karena dinilai mampu memberikan
kepuasan yang relatif besar dalam industri ritel. Harga yang murah akan
memberikan kepuasan bagi pelanggan yang sensitif terhadap harga karena
5. Kemudahan, komponen ini berhubungan dengan biaya untuk memperoleh produk
atau jasa. Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman, dan
efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.
2.2.4 Mengukur Kepuasan Pasien
Konsep kualitas layanan merupakan faktor peilaian yang merepleksikan
persepsi konsumen terhadap lima dimensi spesifik dari kinerja layanan. Menurut
Parasuraman dkk yang dikutif oleh Tjiptono, F (2004), lima dimensi yang digunakan
oleh pelanggan dalam menilai kualitas pelayanan adalah seagai berikut:
1. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja
harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan
yang sama untuk semua pelanggan, sikap yang simpatik dan dengan akurasi yang
tinggi.
2. Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan
penyampaian informasi yang jelas.
3. Assurance (jaminan), yaitu berkaitan dengan kemampuan pengetahuan,
keterampilan staf dalam menangani setiap pelayanan yang diberikan sehingga
4. Emphaty (empati), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat pribadi
yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya membina hubungan,
perhatian, dan memahami keinginan konsumen.
5. Tangible (bukti langsung), yaitu berkenaan dengan bukti fisik yaitu kemampuan
suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal.
Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan
lingkungan sekitarnya yang dapat langsung dirasakan oleh konsumen.
Kepuasan dirasakan oleh seseorang yang telah mengalami suatu hasil (out
come) yang sesuai dengan harapannya. Kepuasan merupakan fungsi dari tingkat
harapan yang dirasakan dari hasil kegiatan. Apabila suatu hasil kegiatan melebihi
harapan seseorang, orang tersebut akan dikatakan mengalami tingkat kepuasan yang
tinggi (fully satisfied). Apabila hasil kerja tersebut sama dengan yang diharapkan,
seseorang dikatakan puas (satisfied). Apabila hasil tersebut jauh di bawah harapan,
seseorang akan merasa tidak puas (dissatisfied).
Layanan kesehatan yang bermutu, tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan
akan pentingnya menjaga kepuasan pasien, termasuk dalam menangani keluhan yang
disampaikan oleh pasien. Kepuasan adalah sebuah suasana batin yang seharusnya
direbut oleh layanan kesehatan untuk memenangkan persaingan dalam konteks
pelayanan kepada masyarakat. Bagi pelayanan kesehatan secara khusus Puskesmas,
penurunan kepuasan akan dapat diikuti oleh penurunan loyalitas dan merupakan
2.3 Kinerja
Menurut Ilyas (2002), kinerja adalah penampilan karya personal baik
kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan
penampilan individu maupun kelompok kerja personal. Pendapat Gomes tentang
defienisi kinerja karyawan adalah ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas
yang sering dihubungkan dengan produktivitas.
Kinerja organisasi dibagi atas dua sektor yaitu sektor publik dan privat.
Pengukuran dan defenisi kinerja organisasi di sektor publik bukanlah hal yang
mudah. Kesulitan dalam pengukuran kinerja organisasi publik lebih disebabkan
karena konstituen dari organisasi sektor publik yang bermacam-macam, dan
masing-masing konstituen memiliki serta menuntut penekanan atau prioritas kinerja yang
berbeda-beda (Komalasari dkk, 2009).
Roger, sebagaimana dikutip oleh Mwita (2000) mendefenisikan kinerja
sebagai hasil (outcome) dari sebuah pekerjaan karena mereka memberikan
dukungan/kontribusi yang kuat/besar terhadap tujuan strategis organisasi, kepuasan
pelanggan dan kontribusi ekonomis. Popovich dalam Kim (2005), mendefenisikan
kinerja organisasi sebagai kelompok karyawan yang menghasilkan barang dan jasa
yang dibutuhkan pada tingkat kualitas yang lebih tinggi dengan sumber daya yang
sama atau lebih sedikit.
Kim (2005), membedakan kinerja organisasi sektor publik ke dalam 2 (dua)
tersebut dispesifikasikan mengikuti nilai-nilai yang terkait dengan kinerja, yaitu
efisiensi, keefektivan dan kewajaran. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
kinerja organisasional, diantaranya adalah faktor personal (seperti motivasi dan
komitmen), leadership (kepemimpinan), kualitas dan dukungan yang diberikan oleh
kelompok (rekan kerja), sistem kerja dan fasilitas dan faktor-faktor kontekstual
(situasional).
Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja personel menurut Gibson (1996)
ada tiga kelompok variabel yaitu : variabel individu, variabel organisasi dan variabel
psikologis. Ketiga variabel tersebut memengaruhi perilaku kerja personel yang
berkaitan dengan tugas-tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran dalam
organisasi. Secara skematis dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Diagram Skematis Teori Kinerja
2.4 Beban Kerja
Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (2008), pengertian beban
kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu
unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. Beban kerja
adalah keseluruhan waktu yang digunakan oleh pegawai dalam melakukan aktivitas
atau kegiatan selama jam kerja (Gronewegen dan Hutten, 1991). Beban kerja adalah
frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka waktu
tertentu ( Moekijat, 1999). Beban kerja dapat dilihat dari aktivitas atau kegiatan yang
dilakukan staf pada waktu kerja baik kegiatan langsung maupun kegitan tidak
langsung, dan kegiatan lain seperti kegiatan pribadi dan kegiatan yang tidak
produktif (Ilyas, 2004).
Beban kerja berpengaruh terhadap kinerja individu dalam melaksanakan
pekerjaan yang dilakukan. Beban kerja tidak hanya dilihat dari beban fisik semata
akan tetapi beban kerja juga bisa berupa beban mental. Pekerja yang mempunyai
beban kerja yang berlebihan akan menurunkan produktifitas dan kualitas hasil kerja,
dan ada kemungkinan dalam pelaksanaan pekerjaaan tidak tepat waktu, kurang
memuaskan dan mengakibatkan kekecewaan dengan hasil yang diharapkan.
2.4.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Beban Kerja
Menurut Pahlevi (2012), terdapat empat faktor yang mempengaruhi beban
kerja tenaga kesehatan di puskesmas yaitu: 1) tugas pokok tenaga kesehatan, 2) tugas
tambahan, 3) waktu kerja dan 4) jumlah kunjungan pasien.
Tugas Pokok dan Fungsi Tenaga Kesehatan (Depkes, 1983) :
1. Dokter
Tugas Pokok : - Mengusahakan agar fungsi puskesmas dapat
Fungsi : - Memberikan pengobatan medis.
Kegiatan pokok : - Melakukan pemeriksaan dan pengobatan, menerima
konsultasi dan merujuk pasien.
- Mengkoordinir kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat.
- Mengkoordinir pengembangan PKM.
Kegiatan lain : Menerima konsultasi dari semua kegiatan puskesmas.
2. Dokter Gigi
Tugas Pokok : - Mengusahakan agar pelayanan kesehatan di Puskesmas
dapat berjalan dengan baik.
Fungsi : - Mengawasi agar pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas.
Kegiatan pokok : - Melakukan pemeriksaan dan pengobatan, menerima
konsultasi dan merujuk pasien.
- Mengkoordinir kegiatan penyuluhan kesehatan gigi.
Kegiatan lain : - Memberikan penyuluhan kesehatan gigi pada penderita dan
masyarakat di wilayah kerja puskesmas.
- Melaksanakan kegiatan-kegiatan fungsi manajemen.
3. Perawat
Tugas Pokok : - Melaksanakan pelayanan pengobatan.
Fungsi : - Membantu dokter dalam melaksanakan kegiatan di
puskesmas.
Kegiatan pokok : - Memeriksa dan mengobati penderita serta mengadakan
Kegiatan lain : - Memeriksa dan mengobati penderita penyakit menular
pasif.
- Mengadakan surveilans penyakit menular.
- Melakukan imunisasi pada bayi, anak sekolah.
- Penyuluhan kesehatan pada penderita.
- Mengadakan kunjungan rumah pada keluarga penderita
yang dipandang perlu.
- Melakukan pencatatan dan pelaporan.
- Mengunjungi sebagian dari sekolah yang ada di wilayah
kerjanya.
- Pengobatan sementara penderita jiwa dan penyuluhan
kesehatan jiwa.
- Membantu melatih kader.
- Membantu Kepala Puskesmas melaksanakan kegiatan
fungsi manajemen puskesmas dalam bidang pengobatan.
4. Perawat Gigi
Tugas Pokok : - Melaksanakan pelayanan kesehatan gigi.
Fungsi : - Membantu dokter dalam melaksanakan kegiatan di
puskesmas.
Kegiatan pokok : - Memeriksa gigi geligi.
- Mengobati gigi yang sakit.
- Membersihkan karang gigi.
- Penyuluhan kesehatan gigi.
Kegiatan lain : - Memeriksa gigi ibu hamil dan anak-anak.
- Melaksanakan usaha kesehatan gigi sekolah.
- Melaksanakan rujukan bila dianggap perlu.
- Melakukan pencatatan dan pelaporan.
- Mengunjungi sebagian dari sekolah yang ada di wilayah
kerjanya.
- Membantu Kepala Puskesmas melaksanakan kegiatan
fungsi manajemen puskesmas dalam bidang pengobatan.
5. Bidan
Tugas Pokok : - Melaksanakan pelayanan KIA dan KB.
Fungsi : - Membantu dokter dalam melaksanakan kegiatan di
puskesmas.
Kegiatan pokok : - Melaksanakan pemeriksaan berkala kepada ibu hamil, ibu
menyusui bayi dan anak-anak serta memberi pelayanan
kontrasepsi pada akseptor KB.
- Penyuluhan tentang KIA/KB.
- Melakukan imunisasi pada ibu hamil dan bayi.
Kegiatan lain : - Memberikan pengobatan ringan.
- Membantu surveilans penyakit menular.
- Kunjung kerumah penderita yang dianggap perlu
mendapatkan perawatan kesehatan keluarga.
- Pengamatan perkembangan mental anak dan bayi.
- Membantu dokter melaksanakan fungsi manajemen
puskesmas.
- Melakukan rujukan bila perlu.
6. Sanitarian
Tugas Pokok : - Merubah, mengendalikan atau menghilangkan semua unsur
fisik dan lingkungan yang memberi pengaruh buruk
terhadap kesehatan masyarakat.
Fungsi : - Membantu dokter dalam melaksanakan kegiatan di
puskesmas.
Kegiatan pokok : - Penyuluhan kepada masyarakat tentang penggunaan air
bersih, jamban keluarga, rumah sehat, kebersihan
lingkungan serta penanaman pekarangan.
- Pengawasan hygene industri rumah tangga dan
tempat-tempat umum.
Kegiatan lain : - Pengamatan kesehatan lingkungan di sekolah
- Membantu dokter dalam surveilans penyakit menular.
- Pencatatan dan pelaporan kegiatan.
- Membantu dokter melaksanakan fungsi manajemen
7. Laboratorium
Tugas Pokok : - Melakukan pemeriksaan di laboratorium puskesmas.
Fungsi : - Membantu menegakkan diagnose penyakit, khusunya
penyakit malaria, TB.
Kegiatan pokok : - Melaksanakan pemeriksaan specimen penderita dan ibu
hamil untuk pemeriksaan urine dan pemeriksaan sediaan
malaria dan dahak untuk basil tahan asam.
- Pemeriksaan golongan darah.
Kegiatan lain : - Membantu penyuluhan kesehatan pada penderita dan
keluarga.
- Membantu kunjungan rumah dalam rangka perawatan
kesehatan penderita atau keluarga.
- Pencatatan dan pelaporan kegiatan.
- Membantu dokter melaksanakan fungsi manajemen
puskesmas.
8. Farmasi
Tugas Pokok : - Mengelola obat-obatan di puskesmas.
- Meracik obat dan membungkusnya
Fungsi : - Membantu dokter untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
puskesmas.
Kegiatan pokok : - Mempersiaapkan pengadaan obat di puskesmas.
- Mengatur administrasi obat di puskesmas.
- Meracik obat dan membungkus obat dalam kemasan sesuai
untuk diberikan kepada penderita sesuai perintah dokter.
- Mengatur distribusi obat untuk pustu dan poskeskel
- Menyediakan obat sederhana untuk P3K, UKS dan
Puskesmas Keliling.
Kegiatan lain : - Penyuluhan kesehatan terutama dalam bidang penggunaan
obat keras dan bahaya narkotika.
- Pencatatan dan pelaporan kegiatan.
- Membantu dokter melaksanakan fungsi manajemen
puskesmas.
Waktu Kerja
Waktu kerja adalah lamanya seseorang bekerja dalam seharinya. Setiap
tenaga kesehatan mempunyai waktu kerja normal tiap minggunya 37,5 - 40 jam,
sehingga jumlah jam kerja rata-ratanya dalam satu hari adalah 6,25 – 6,67. Waktu
kerja dalam satu bulan jumlah jam kerja adalah 150 – 160 jam (24 hari kerja). Waktu
kerja efektif adalah waktu yang sungguh-sungguh digunakan untuk bekerja secara
efektif oleh tenaga kesehatan yaitu 80% dari waktu kerja sebulan (150 jam) atau
sama dengan 0,8 x 150 jam =120 jam perbulan.
Jumlah Kunjungan Pasien
Jumlah kunjungan adalah banyaknya kunjungan pasien yang menggunakan
mempengaruhi beban kerja dari tenaga kesehatan. Sebaiknya terdapat kesesuaian
antara jumlah tenaga kesehatan dan pasien atau klien yang dilayani di unit pelayanan
kesehatan.
2.4.2 Pengukuran Beban Kerja
Pengukuran beban kerja dilakukan untuk mengetahui beban suatu pekerjaan
dari personil. Pengukuran beban kerja adalah penerapan teknik yang dirancang untuk
menetapkan bagi seseorang pekerja yang memenuhi syarat untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan tertentu. Terdapat tiga cara dalam menghitung beban kerja staf, yaitu
(Ilyas, 2004):
1. Work Sampling
Work sampling merupakan kegiatan pengukuran beban kerja melalui
pengamatan aktivitas atau kegiatan yang dilakukan. Work sampling adalah
metode yang dapat digunakan untuk mengukur waktu, kegiatan langsung,
waktu perjalanan, waktu yang sia-sia yang berhubungan dengan operasi
perusahaan, work sampling merupakan metode analisis kerja dengan
melakukan pengamatan dalam jumlah besar, dimana waktu pengamatan
ditetapkan secara acak. Pengamatan yang dilakukan adalah kegiatan yang
dilakukan oleh staf selama waktu kerja bukan siapa staf tersebut. Staf yang
diamati tidaklah penting, tetapi apa yang dikerjakan staf yang penting
menjadi pengamatan, sehingga dapat diketahui :
b. Apakah aktivitas staf berkaitan dengan fungsi dan tugasnya pada waktu
jam kerja
c. Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif dan tidak
produktif
d. Pola beban kerja staf yang dikaitkan dengan waktu dan jadwal jam kerja
Pengamatan dilakukan dengan interval 2 hingga 15 menit tergantung
kebutuhan peneliti. Semakin kecil intervalnya, maka semakin besar sampel
yang diamati sehingga akurasi penelitian menjadi lebih akurat. Pengamatan
ini dilakukan pada jam kerja selama satu atau dua minggu. Parameter yang
digunakan untuk menilai beban kerja personel yaitu jika waktu kerja
produktif yang optimum berkisar 80%. Seorang personel telah bekerja diatas
80% maka dapat dikatakan bahwa beban kerja staf tersebut tinggi.
2. Time and Motion Study
Time and Motion Study, ialah penelaah gerakan dan waktu yang diperlukan
dalam rangka pekerjaan terkait dengan efesiensi tenaga. Pengukuran kerja
dalam metode ini dilakukan melalui observasi dan membuat catatan
mengenai tiap tahap pekerjaan, waktu yang dibutuhkan untuk melakukan tiap
tahap pekerjaan tersebut dan kecepatan kerja.
Penentuan sampel pada metode time and motion study, harus
ditentukan dari personel yang diklasifikasikan sebagai tenaga mahir, untuk
tertentu, misalnya di ruang ICU, kemudian membuat formulir daftar kegiatan
personel yang diklasifikasikan sebagai kegitan profesional dan non
profesional mahir serta waktu yang digunakan untuk melakukan kegiatan
tersebut.
Pelaksanaan pengamatan untuk pengambilan data ini haruslah
seseorang yang mengetahui secara benar tentang kompetensi dan fungsi
personel mahir. Pada prinsipnya yang diamati adalah jenis kegiatan, waktu
yang dibutuhkan dan kualitas kegiatannya.
3. Daily Log
Daily log atau pencatatan kegiatan sendiri merupakan bentuk sederhana dari
work sampling, daily log pencatatan dilakukan oleh staf yang bersangkutan.
Penggunaan metode ini sangat bergantung pada kejujuran dan kerjasama dari
staf yang menjadi sampel penelitian. Pencatatan dengan daily log dilakukan
menggunakan formulir isian yang sederhana sehingga mudah untuk dipahami
dan diisi oleh staf tersebut. Metode daily log digunakan untuk mendapatkan
informasi mengenai jenis kegiatan, waktu dan lamanya kegiatan dilakukan
oleh staf selama waktu bekerja. Manfaat metode ini adalah dapat melihat
pola beban kerja, seperti kapan beban kerja tinggi, apa jenis kegiatan yang
membutuhkan waktu banyak, lama waktu mengerjakan setiap jenis pekerjaan
adalah hal penting, karena untuk melihat beban kerja perlu waktu dan jumlah
2.5 Komitmen
Pengertian komitmen merujuk pada kesetiaan dan loyalitas. Komitmen
diartikan sebagai kekuatan relatif dari identifikasi dan keterlibatan individu kepada
organisasi tertentu. Komitmen menurut J.P.Meyer,N.J.Allen and C.A. Smith (1993)
dalam Robbins (2011) adalah sebagai suatu penegasan sikap seorang karyawan
untuk mewujudkan tujuan dan menjadi bagian dari organisasi. Mathis dan Jackson
dalam Sopiah (2008), mendefenisikan komitmen sebagai derajat dimana pegawai
percaya dan mau menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak
akan meninggalkan organisasinya.
Argyris dalam Sukarno dan Prasetyohadi (2004), membagi komitmen
menjadi dua, yaitu komitmen internal dan komitmen eksternal. Komitmen internal
merupakan komitmen yang berasal dari diri pegawai untuk menyelesaikan berbagai
tugas, tanggungjawab dan wewenang berdasarkan pada alasan dan motivasi yang
dimiliki. Komitmen eksternal dibentuk oleh lingkungan kerja, yang muncul karena
adanya tuntutan terhadap penyelesian tugas dan tanggungjawab yang harus
diselesaikan oleh para pegawai.
Esensi komitmen adalah menjadikan sasaran pegawai dan sasaran organisasi
menjadi satu dan sama. Keterikatan yang kuat dengan sasaran kelompok apabila
sasaran-sasaran itu sangat selaras dengan sasaran pegawai. Pegawai yang
menghargai dan berpegang teguh kepada misi organisasi bersedia untuk tidak hanya
diperlukan. Pegawai yang terinspirasi oleh sasaran bersama seringkali tingkat
komitmennya lebih tinggi dibanding komitmen yang datang karena insentif finansial
(Goleman, 1999).
2.5.1 Komponen Komitmen
Menurut Allen dan Meyer dalam Robbins (2011), ada tiga komponen yang
mempengaruhi komitmen, sehingga pegawai memilih tetap atau meninggalkan
organisasi berdasarkan norma yang dimilikinya. Tiga komponen tersebut adalah :
1. Komitmen afektif, yang berkaitan dengan adanya keinginan karyawan untuk
menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional pada
organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginan sendiri.
(want to).
2. Komitmen berkelanjutan, adalah suatu komitmen yang didasarkan akan
kebutuhan rasional. Komitmen ini terbentuk atas dasar untung rugi,
dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila akan menetap pada
suatu organisasi. (need to).
3. Komitmen normatif, adalah komitmen yang didasarkan pada nilai-nilai yang
ada dalam diri karyawan. Karyawan bertahan pada organisasi karena adanya
kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang
seharusnya dilakukan. (ought to).
Menurut Komalasari dkk (2009), ketiga komponen komitmen tersebut tidak
memiliki komitmen afektif, komitmen berkelanjutan maupun komitmen normatif
secara simultan atau dalam waktu yang bersamaan dengan tingkat intensitas yang
berbeda-beda.
2.5.2 Faktor yang Memengaruhi Komitmen
Komitmen karyawan pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui
proses yang cukup panjang dan bertahap. Steers dalam Sopiah (2008), menyatakan 3
(tiga) faktor yang mempengaruhi komitmen seorang karyawan, yaitu :
1. Ciri pribadi karyawan, termasuk masa jabatannya dalam organisasi dan
variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan.
2. Ciri pekerjaan, seperti identifitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan
rekan kerja.
3. Pengalaman kerja
Menurut Porter dan steer dalam Temaluru (2001), mengatakan ada beberapa
faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi adalah : masa
kerja (tenure), karakteristik pribadi dan faktor lingkungan. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Bateman dan Stresser dalam Armstrong (1999),
menemukan kenyataan bahwa individu yang memilki komitmen organisasi tinggi
akan memiliki kondisi :
1. Individu-individu tersebut lebih mampu beradaptasi
2. Jumlah pegawai yang keluar masuk (turnover) lebih sedikit
4. Kepuasan kerja lebih tinggi
Komitmen dari karyawan cendrung rendah, maka menurut Schermerhorn
dalam Putri (2011), akan terjadi kondisi sebagai berikut:
1. Tingkat absensi karyawan tinggi dan meningkatnya turnover. Pada banyak
penelitian, individu yang berkomitmen terhadap organisasinya cendrung
kurang melakukan usaha mencari pekerjaan baru.
2. Ketidak inginan untuk berbagi dan berkorban untuk kepentingan organisasi.
Individu-individu yang memiliki motivasi kerja yang rendah, dan sebisa
mungkin bekerja dengan kondisi minimal yang diharapkan organisasi.
Martin dan Nocholas dalam Amstrong (1999), mengatakan ada tiga pilar
besar dalam menciptakan komitmen karyawan terhadap organisasi, yaitu meliputi:
1. Adanya perasaan menjadi bagian dari organisasi, agar rasa memiliki tersebut
tercapai, maka salah satu pihak dalam manajemen harus mampu membuat
karyawan: mampu mengidentifikasi dirinya terhadap organisasi, merasa
yakin bahwa apa yang dilakukannya (pekerjaannya) adalah berharga bagi
organisasi, merasa nyaman dalam organisasi tersebut dan merasa dapat
dukungan penuh dari organisasi.
2. Adanya ketertarikan atau gairah terhadap pekerjaan, perasaan seperti
biasanya dimunculkan dengan cara: mengenali fator-faktor motivasi intrinsik
dalam mengatur desain pekerjaan, kualitas kepemimpinan dan kemauan
wewenang serta memberikan kesempatan bagi pegawai untuk menggunakan
keterampilan dan keahliannya secara maksimal.
3. Pentingnya rasa memiliki, rasa ini bisa muncul jika karyawan merasa
benar-benar diterima menjadi bagian dari organisasi.
Komitmen karyawan terhadap organisasinya adalah sebagai rasa percaya
terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, berusaha sebaik mungkin demi
kepentingan organisasi, keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi dan
memiliki derajat loyalitas yang tinggi terhadap organisasi dalam mewujudkan tujuan
organisasi. Komitmen tidak hanya menggambarkan loyalitas pasif yang dimiliki oleh
anggota organisasi melainkan juga tindakan aktif anggota organisasi untuk
memberikan yang terbaik bagi organisasi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai
dan keberlangsungan organisasi tetap dapat dipertahankan. Keberadaan komitmen
organisasi ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja organisasi (Komalasari dkk,
2009).
Melaksanakan komitmen pada dasarnya sama saja maknanya dengan
menjalankan kewajiban, tanggungjawab dan janji yang membatasi kebebasan
seorang pegawai dalam melakukan sesuatu. Apabila seorang karyawan sudah punya
komitmen maka dia akan mendahulukan apa yang sudah dijanjikan buat
organisasinya dari pada mendahulukan kepentingan pribadinya. Semakin tinggi rasa
dicapainya. Rendahnya komitmen mencerminkan kurangnya tanggungjawab jawab
seseorang dalam menjalankan tugasnya (Azmi, 2012).
2.6 Landasan Teori
Pasien adalah pengguna jasa perusahaan dalam industri jasa kesehatan.
Kepuasan pasien dapat dicapai bila layanan yang diharapkan telah sesuai dengan
pelaksanaan atau kinerja pelayanan yang telah dilakukan oleh penyedia jasa
pelayanan kesehatan. Puskesmas sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan
kepada masyarakat harus senantiasa memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan pasien dengan memperhatikan berbagai
atribut-atribut jasa yang dianggap penting oleh pelanggan dan senantiasa melakukan
perbaikan pelayanan agar mereka puas dan terus menggunakan jasa pelayanan di
puskesmas.
Landasan teori dalam penelitian ini dilihat dari beberapa pendapat para ahli
tentang kepuasan pasien, peneliti menggunakan konsep Parasuraman dkk yang
digunakan untuk mengukur kepuasan pasien yang dikutip oleh Anas dan Abdullah
(2008) dalam Jurnal “Studi mutu pelayanan berdasarkan kepuasan pasien di klinik
gigi dan mulut RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makasar”, dengan lima dimensi
kualitas jasa yang digunakan untuk mengukur kepuasan pasien pada Puskesmas
Tanah Garam Kota Solok, yaitu: a) Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan
memberi pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan terpercaya.
pelanggan dengan memberikan pelayanan dengan tanggap dan cepat. c) Assurance
(kepastian jaminan), yaitu mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dalam
memberikan pelayanan sehingga menumbuhkan kepercayaan dan rasa aman para
pelanggan, d) Empathy (empati), yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan
hubungan, komunikasi yang baik dan memberikan perhatian pribadi kepada
pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan. e) Tangible (tampilan
fisik), yaitu meliputi fasilitas fisik, penampilan pegawai, peralatan dan sarana
komunikasi.
Kelima dimensi pengukuran kepuasan pasien tersebut berhubungan dengan
pemberi jasa pelayanan yaitu tenaga kesehatan yang ada di puskesmas. Tenaga
kesehatan merupakan sumber daya manusia kesehatan yang memiliki beban kerja
dalam melaksanakan tugas sesuai dengan dasar ilmu yang dimiliki tenaga kesehatan.
Menurut Kaplan dalam Supriyadi dan Ernawati (2010), kinerja dalam konsep
pemasaranan jasa kesehatan berhubungaan dengan kepuasan pelanggan internal dan
Gambar 2.3 Rantai Hubungan Kinerja dengan Kepuasan Pelanggan Internal dan Pelanggan Eksternal
Teori beban kerja, peneliti menggunakan teori Yaslis Ilyas yang
mmengatakan bahwa beban kerja dapat dilihat dari aktivitas atau kegiatan yang
dilakukan staf pada waktu kerja baik kegiatan langsung maupun kegiatan tidak
langsung, dan kegiatan lain. Pengukuran beban kerja dapat dilakukan dengan tiga
cara yaitu : Work sampling, time and motion study dan dailylog.
Tenaga kesehatan diharapkan mempunyai komitmen dalam melayani pasien
dan bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan. Komitmen menurut
Meyer, Allen and Smith dalam Sopiah (2008) adalah sebagai suatu penegasan sikap
seorang karyawan dengan kesediaan karyawan untuk mewujudkan tujuan organisasi
Pertumbuhan institusi
Retensi karyawan Kinerja
Kepuasan karyawan
Proses pembelajaran SDM
• Kondisi tempat kerja
• Desain pekerjaan
• System reward
• System karier
dan menjadi bagian dari organisasi, dengan tiga dimensi yaitu: a) komitmen afektif,
terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena merasa terikat
secara emosional, b) komitmen berkelanjutan, muncul apabila karyawan tetap
bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan
keuntungan-keuntungan lain, atau karena karyawan tidak menemukan pekerjaan lain,
c) komitmen normatif, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan
bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen
terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.
2.6 Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian
Beban kerja
Komitmen petugas, - Komitmen afektif
- Komitmen berkelanjutan - Komitmen normatif