BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Air Bersih
Berdasarkan Permenkes RI No. 416/ MENKES/PER/IX/1990 tentang
syarat-syarat dan pengawasan kualitas air, pengertian air minum dan air bersih adalah
sebagai berikut:
“Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat dan dapat diminum
langsung. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak”.
2.2. Sumber Air
Sumber-sumber air dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Air Laut
Air laut mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam
NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini, maka air laut tidak memenuhi syarat
untuk menjadi air minum (Sutrisno, 2004).
2. Air Angkasa
Air angkasa (hujan) merupakan penyubliman uap air menjadi air murni (H2O).
Air murni ini sewaktu turun ke bumi melalui udara akan dapat melarutkan
benda-benda yang ada di udara, di antaranya (O2, CO2, N2, dan lain-lain), jasad-jasad renik
dan debu. Air hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur,
sehingga akan mempercepat terjadinya korosi (karatan). Selain itu, air hujan bersifat
lunak atau kurang mengandung larutan garam dan mineral sehingga terasa kurang
3. Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi.
Dibandingkan dengan sumber-sumber air lainnya, air permukaan mudah sekali
mengalami pencemaran. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat
pencemaran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu,
daun-daun, kotoran industri kota dan sebagainya.
Air permukaan ada 2 macam, yaitu air sungai dan air rawa/danau.
a. Air Sungai
Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu
pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya
mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk
memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi.
b. Air Rawa/ Danau
Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat-zat
organik yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang
menyebabkan warna kuning coklat. Dengan adanya pembusukan kadar zat organik
tinggi, maka umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula dan dalam keadaan
kelarutan O2 kurang sekali (anaerob), maka unsur-unsur Fe dan Mn ini akan larut
(Sutrisno, 2004).
4. Air Tanah
a. Air tanah dangkal
Terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan
tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi
lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui
lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing
lapisan tanah. Lapisan tanah di sini berfungsi sebagai saringan. Disamping
penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada muka air yang
dekat dengan muka tanah, setelah menemui lapisan rapat air, air yang akan terkumpul
merupakan air tanah dangkal dimana air tanah ini dimanfaatkan untuk sumber air
minum melalui sumur-sumur dangkal.
Air tanah dangkal ini dapat pada kedalaman 15,00 m. Sebagai sumur air
minum, air tanah ini ditinjau dari segi kualitas agak baik. Jika dilihat dari segi
kuantitas, air tanah kurang cukup dan tergantung pada musim.
b. Air tanah dalam
Terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam,
tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dan
memasukkan pipa kedalamnya sehingga dalam suatu kedalaman (biasanya antara
100-300 m) akan didapatkan suatu lapis air.
Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur ke luar dan dalam
keadaan ini, sumur ini disebut dengan sumur artesis. Jika air tidak dapat ke luar
dengan sendirinya, maka digunakan pompa untuk membantu pengeluaran air tanah
Pada umumya kualitas air sumur dalam lebih baik dari air dangkal, karena
penyaringannya lebih sempurna dan bebas dari bakteri. Susunan unsur-unsur kimia
tergantung pada lapis-lapis tanah yang dilalui. Jika melalui tanah kapur, maka air itu
akan menjadi sadah, karena mengandung Ca (HCO3)2 dan Mg (HCO3)2. Jika melalui
batuan granit, maka air itu lunak dan agresif karena mengandung gas CO2 dan Mn
(HCO3).
c. Mata air
Adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air
yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitas/
kuantitasnya sama dengan keadaan air dalam (Sutrisno, 2004).
2.3. Syarat Air Bersih
Berdasarkan Permenkes RI No. 416/ MENKES/PER/IX/1990 tentang
syarat-syarat pengawasan kualitas air, syarat-syarat-syarat-syarat air bersih antara lain:
1. Persyaratan Biologis
Persyaratan biologis berarti air bersih itu tidak mengandung mikroorganisme
yang nantinya menjadi infiltran tubuh manusia. Mikroorganisme itu dapat dibagi
dalam empat bagian, yaitu parasit, bakteri, virus, dan kuman. Dari keempat jenis
mikroorganisme tersebut umumnya yang menjadi parameter kualitas air adalah
bakteri seperti Eschericia coli.
2. Persyaratan Fisik
Persyaratan fisik air bersih terdiri dari kondisi fisik air pada umumnya, yakni
derajat keasaman, suhu, kejernihan, warna, dan bau. Aspek fisik ini selain penting
keasaman, tetapi juga penting untuk menjadi indikator tidak langsung pada
persyaratan biologis dan kimia, seperti warna air dan bau.
3. Persyaratan Kimia
Persyaratan kimia menjadi penting karena banyak sekali kandungan kimiawi
air yang memberi akibat buruk pada kesehatan karena tidak sesuai dengan proses
biokimiawi tubuh. Bahan kimia seperti nitrat, arsenik, dan berbagai macam logam
berat khususnya air raksa, timah hitam, dan kadmium dapat menjadi gangguan pada
tubuh dan berubah menjadi racun.
4. Persyaratan Radioaktif
Persyaratan radioaktif sering juga dimasukkan sebagai bagian persyaratan
fisik, namun sering dipisahkan karena jenis pemeriksaannya sangat berbeda, dan pada
wilayah tertentu menjadi sangat serius seperti di sekitar reaktor nuklir.
2.4. Sumber Pencemaran Air
Menurut Mukono (2006), beberapa sumber pencemaran air yaitu:
1. Domestik (Rumah Tangga)
Yaitu berasal dari pembuangan air kotor dari kamar mandi, kakus dan dapur.
2. Industri
Jenis polutan yang dihasilkan oleh industri sangat tergantung pada jenis
industrinya sendiri, sehingga jenis polutan yang dapat mencemari air tergantung pada
bahan baku, proses industri, bahan bakar dan sistem pengelolaan limbah cair yang
digunakan dalam industri tersebut.
a. Fisik
Pasir atau lumpur yang tercampur dalam limbah air.
b. Kimia
Bahan pencemar yang berbahaya antara lain merkuri (Hg), Cadmium (Cd),
Timbal (Pb), pestisida dan jenis logam berat lainnya.
c. Mikrobiologi
Berbagai macam bakteri, virus, parasit, dan lain-lainnya. Misalnya yang
berasal dari pabrik yang mengolah hasil ternak, rumah potong, dan tempat
pemerahan susu sapi.
d. Radioaktif
Beberapa bahan radioaktif yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir (PLTN) dapat menimbulkan pencemaran air.
3. Pertanian dan Perkebunan
Polutan air dari pertanian/perkebunan dapat berupa:
a. Zat kimia, misalnya berasal dari penggunaan pupuk dan pestisida.
b. Mikrobiologi, misalnya virus, bakteri, parasit yang berasal dari kotoran ternak
dan cacing tambang di lokasi perkebunan.
c. Zat radioaktif, berasal dari penggunaan zat radioaktif yang dipakai dalam
proses pematangan buah, mendapatkan bibit unggul, dan mempercepat
2.5. Pencemaran Air 2.5.1. Polutan Air
Bahan polutan (pencemar) merupakan bahan-bahan yang bersifat asing bagi
alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan
ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut. Berdasarkan cara
masuknya ke dalam lingkungan, polutan dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Polutan alamiah, yaitu polutan yang memasuki suatu lingkungan (misalnya
badan air) secara alami, misalnya akibat letusan gunung berapi, tanah
longsor, banjir, dan fenomena alam lainnya. Polutan alamiah ini sulit
dikendalikan.
b. Polutan antropogenik, yaitu polutan yang masuk ke badan air akibat aktivitas
manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan perkotaan,
maupun kegiatan industri. Intensitas polutan antropogenik dapat
dikendalikan dengan cara mengontrol aktivitas yang menyebabkan timbulnya
polutan tersebut (Effendi, 2003).
Berdasarkan sifat toksiknya, polutan (pencemar) dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Polutan Tidak Toksik
Polutan/pencemar tidak toksik biasanya telah berada pada ekosistem secara
alami. Polutan tidak toksik terdiri atas bahan-bahan tersuspensi dan nutrien. Bahan
tersuspensi dapat mempengaruhi sifat fisika perairan, antara lain meningkatkan
kekeruhan sehingga menghambat penetrasi cahaya matahari. Dengan demikian,
intensitas cahaya matahari pada kolom air menjadi lebih kecil dari intensitas yang
yang berlebihan dapat memacu terjadinya eutrofikasi perairan dan dapat memacu
pertumbuhan mikroalga dan tumbuhan air secara pesat, yang selanjutnya dapat
mengganggu keseimbangan ekosistem akuatik secara keseluruhan.
2. Polutan Toksik
Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian (lethal) maupun bukan
kematian (sub-lethal), misalnya terganggunya pertumbuhan, tingkah laku, dan
karakteristik morfologi berbagai organisme akuatik. Polutan toksik ini biasanya
berupa bahan-bahan yang bukan bahan alami, misalnya pestisida, detergen, dan bahan
artifisial lainnya. Polutan berupa bahan yang bukan alami ini dikenal dengan istilah
xenobiotik, yaitu polutan yang diproduksi oleh manusia (Effendi, 2003).
Mason (1993) mengelompokkan pencemar toksik menjadi lima, yaitu:
a. Logam (metals), meliputi: timbal, nikel, kadmium, zinc, dan merkuri.
b. Senyawa organik, meliputi pestisida organoklorin, herbisida, PCB,
hidrokarbon alifatik berklor, pelarut (solvents), surfaktan rantai lurus,
hidrokarbon petroleum, aromatik polinuklir, dibenzodioksin berklor, senyawa
organometalik, fenol, dan formaldehida. Senyawa ini berasal dari kegiatan
industri, pertanian, dan domestik.
c. Gas, misalnya klorin dan amonia.
d. Anion, misalnya sianida, fluorida, sulfida, dan sulfat.
2.5.2. Indikator Pencemaran Air 2.5.2.1. Perubahan Suhu Air
Dalam kegiatan industri seringkali suatu proses disertai dengan timbulnya
panas reaksi atau panas dari suatu gerakan mesin. Agar proses industri dan
mesin-mesin yang menunjang kegiatan tersebut dapat berjalan baik maka panas yang terjadi
harus dihilangkan. Penghilangan panas dilakukan dengan proses pendinginan air. Air
pendingin akan mengambil panas yang terjadi. Air yang menjadi panas tersebut
kemudian dibuang ke lingkungan. Apabila air yang panas tersebut dibuang ke sungai
maka air sungai akan menjadi panas (Wisnu, 2001).
Menurut Kristanto (2002), naiknya suhu air akan menimbulkan akibat sebagai
berikut:
a. Menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air.
b. Meningkatkan kecepatan reaksi kimia.
c. Mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya.
d. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya
mungkin akan mati.
Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan
mengalami kenaikan kecepatan respirasi. Di samping itu suhu yang tinggi juga akan
menurunkan jumlah oksigen yang terlarut di dalam air. Akibatnya, ikan dan hewan
air akan mati karena kekurangan oksigen. Suhu air kali atau air limbah yang relatif
tinggi ditandai antara lain dengan munculnya ikan-ikan dan hewan air lainnya ke
2.5.2.2. Perubahan pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH
berkisar antara 6,5-7,5. Air dapat bersifat asam atau basa, tergantung pada besar
kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion Hidrogan di dalam air. Air yang
mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang
mempunyai pH lebih besar dari normal akan bersifat basa. Air limbah dan bahan
buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang
akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air (Wardhana, 2001).
2.5.2.3. Perubahan Warna, Bau, dan Rasa Air
Bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri yang berupa bahan
anorganik dan bahan organik seringkali dapat larut di dalam air. Apabila bahan
buangan dan air limbah industri dapat larut dalam air maka akan terjadi perubahan
warna air. Air dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna, sehingga
tampak bening dan jernih.
Selain itu degradasi bahan buangan industri dapat pula menyebabkan
terjadinya perubahan warna air. Tingkat pencemaran air tidak mutlak harus
tergantung pada warna air, karena bahan buangan industri yang memberikan warna
belum tentu lebih berbahaya dari bahan buangan industri yang tidak memberikan
warna. Seringkali zat-zat yang beracun justru terdapat di dalam bahan buangan
industri yang tidak mengakibatkan perubahan warna pada air sehingga air tetap
tampak jernih.
Bau yang keluar dari dalam air dapat langsung berasal dari bahan buangan atau
buangan oleh mikroba yang hidup di dalam air. Bahan buangan industri yang bersifat
organik atau bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri pengolahan bahan
makanan seringkali menimbulkan bau yang sangat menyengat hidung. Mikroba di
dalam air akan mengubah bahan buangan organik, terutama gugus protein, secara
degradasi menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau. Timbulnya bau pada air
lingkungan secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya tingkat
pencemaran air yang cukup tinggi.
Air normal yang dapat digunakan untuk suatu kehidupan pada umumnya tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Apabila air mempunyai rasa (kecuali air
laut) maka hal itu berarti telah terjadi pelarutan sejenis garam-garaman. Air yang
mempunyai rasa biasanya berasal dari garam-garaman yang terlarut. Bila hal ini
terjadi maka berarti juga telah ada pelarutan ion-ion logam yang dapat mengubah
konsentrasi ion Hidrogen dalam air. Adanya rasa pada air umumnya diikuti dengan
perubahan pH air (Wardhana, 2001).
2.5.2.4. Timbulnya Endapan, Koloidal dan Bahan Terlarut
Endapan dan koloidal serta bahan terlarut berasal dari adanya bahan buangan
industri yang berbentuk padat. Bahan buangan industri yang berbentuk padat kalau
tidak dapat larut sempurna akan mengendap di dasar sungai dan yang dapat larut
sebagian akan menjadi koloidal. Endapan sebelum sampai ke dasar sungai akan
melayang di dalam air bersama-sama dengan koloidal. Endapan dan koloidal yang
melayang di dalam air akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam lapisan
proses fotosintesis. Karena tidak ada sinar matahari maka proses fotosintesis tidak
dapat berlangsung. Akibatnya, kehidupan mikroorganisme jadi terganggu.
Apabila endapan dan koloidal yang terjadi berasal dari bahan buangan organik,
maka mikroorganisme dengan bantuan oksigen yang terlarut di dalam air, akan
melakukan degradasi bahan organik tersebut sehingga menjadi bahan yang lebih
sederhana. Dalam hal ini kandungan oksigen yang terlarut di dalam air akan
berkurang sehingga organisme lain yang memerlukan oksigen akan terganggu pula.
Apabila bahan buangan industri berupa bahan anorganik yang dapat larut maka
air akan mendapat tambahan ion-ion logam yang berasal dari bahan anorganik
tersebut. Banyak bahan anorganik yang memberikan ion-ion logam berat yang pada
umumnya bersifat racun, seperti cadmium (cd), kromium (cr), dan timbal (pb)
(Wardhana, 2001).
2.5.2.5. Mikroorganisme
Mikroorganisme sangat berperan dalam proses degradasi bahan buangan dari
kegiatan industri yang dibuang ke air lingkungan, baik sungai, danau, maupun laut.
Kalau bahan buangan yang harus didegradasi cukup banyak, berarti mikroorganisme
akan ikut berkembang biak. Pada perkembangbiakan mikroorganisme ini tidak
tetutup kemungkinan bahwa mikroba patogen ikut berkembang pula. Mikroba
patogen adalah penyebab timbulnya berbagai macam penyakit. Pada umumnya
industri pengolahan bahan makanan berpotensi untuk menyebabkan
2.5.2.6. Meningkatnya Radioaktivitas Air
Akhir-akhir ini pemanfaatan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
nuklir dalam berbagai bidang kegiatan sudah banyak dijumpai. Aplikasi teknologi
nuklir antara lain dapat dijumpai pada bidang kedokteran, farmasi, biologi, pertanian,
hidrologi, pertambangan, industri, dan lain-lain.
Mengingat bahwa zat radioaktif dapat menyebabkan berbagai macam
kerusakan biologis apabila tidak ditangani dengan benar, baik melalui efek langsung
maupun tidak langsung, maka tidak dibenarkan dan sangat tidak etis bila ada yang
membuang bahan sisa radioaktif ke lingkungan. Walaupun secara alamiah
radioaktivitas lingkungan sudah ada sejak terbentuknya bumi ini, namun kita tidak
boleh menambah radioaktivitas lingkungan dengan membuang secara sembarangan
bahan sisa radioaktif ke lingkungan. Secara nasional sudah ada peraturan
perundangan yang mengatur masalah bahan sisa (limbah) radioaktif. Mengenai hal ini
Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) secara aktif mengawasi pelaksanaan
peraturan perundangan terssebut (Wardhana, 2001).
2.5.2.7. Logam Berat Dalam Perairan
Logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan manusia,
tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yang terikat dalam tubuh serta
besarnya dosis paparan. Polutan logam mencemari lingkungan berasal dari proses
alami dan kegiatan industri. Proses alami antara lain siklus alamiah sehingga
bebatuan gunung berapi bias memberikan kontribusi ke lingkungan. Kegiatan
manusia yang bisa menambah polutan bagi lingkungan berupa kegiatan industri dan
sumber alami dari batuan akhirnya sampai ke perairan dan selanjutnya mencemari
manusia melalui ikan, air minum, atau sumber irigasi lahan pertanian sehingga
tanaman sebagai sumber pangan manusia tercemar logam (Widowati, 2008).
Beberapa logam berat yang terdapat dalam perairan antara lain :
1. Kadmium (Cd)
Kadmium (Cd) menjadi populer sebagai logam berat yang berbahaya setelah
timbulnya pencemaran sungai di wilayah Kumamoto Jepang yang menyebabkan
keracunan pada manusia. Pencemaran kadmium pada air minum di Jepang
menyebabkan penyakit “itai-itai”. Gejalanya ditandai dengan ketidaknormalan tulang
dan beberapa organ tubuh menjadi mati. Keracunan kronis yang disebabkan oleh
kadmium adalah kerusakan sistem fisiologis tubuh seperti pada pernapasan, sirkulasi
darah, penciuman, serta merusak kelenjar reproduksi, ginjal, jantung dan kerapuhan
tulang.
Kadmium telah digunakan secara meluas pada berbagai industri antara lain
pelapisan logam, peleburan logam, pewarnaan, baterai, minyak pelumas, bahan bakar.
Bahan bakar dan minyak pelumas mengandung kadmium sampai 0,5 ppm, batubara
mengandung kadmium sampai 2 ppm, pupuk superpospat juga mengandung
kadmium bahkan ada yang sampai 170 ppm. Limbah cair dari industri dan
pembuangan minyak pelumas bekas yang mengandung Cd masuk ke dalam perairan
laut serta sisa-sisa pembakaran bahan bakar yang terlepas ke atmosfir dan selanjutnya
jatuh masuk ke laut. Konsentrasi Cd pada air laut yang tidak tercemar adalah kurang
dari 1 mg/l atau kurang dari 1 mg/kg sedimen laut. Konsentrasi Cd maksimum dalam
Sementara batas maksimum konsentrasi atau kandungan Cd pada daging makanan
laut yang layak bagi kesehatan yang direkomendasikan FAO dan WHO adalah lebih
kecil dari 0,95 mg/kg (Anonimous, 2009).
2. Mangan (Mn)
Kadar mangan di lingkungan meningkat sejalan dengan meningkatnya
aktivitas manusia dan industri, yaitu berasal dari pembakaran bahan bakar. Mangan
yang bersumber dari aktivitas manusia dapat masuk ke lingkungan air, tanah, udara,
dan makanan. Daerah dataran rendah mengandung besi (Fe) dan mangan (Mn) cukup
tinggi yang berasal dari pencemaran industri pelapisan logam yang mengandung Fe
dan Mn dengan kadar relatif tinggi. Oleh karena itu, kualitas air menurun sehingga
tidak layak lagi digunakan, baik untuk keperluan industri maupun untuk keperluan
rumah tangga. Ekosistem akuatik yang tercemari oleh limbah kimia yang meliputi
pestisida, herbisida, fungisida, serta logam seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng
(Zn), dan mangan (Mn) dapat mempengaruhi kehidupan dan reproduksi hewan air
(Widowati, 2008).
3. Merkuri (Hg)
Merkuri dan turunannya telah lama diketahui sangat beracun sehingga
kehadirannya di lingkungan perairan dapat mengakibatkan kerugian pada manusia
karena sifatnya yang mudah larut dan terikat dalam jaringan tubuh organisme air.
Selain itu pencemaran merkuri mempunyai pengaruh terhadap ekosistem setempat
yang disebabkan oleh sifatnya yang stabil dalam sedimen, kelarutannya yang rendah
organisme air, baik melalui proses bioakumulasi maupun biomagnifikasi yaitu
melalui rantai makanan (Inswiasri, 2008).
Pada sedimen dasar perairan persenyawaan merkuri diakibatkan oleh adanya
aktivitas kehidupan bakteri yang mengubah persenyawaan merkuri menjadi Hg2+ dan Hg0. Logam merkuri yang dihasilkan dari aktivitas bakteri ini karena dipengaruhi oleh faktor fisika dapat langsung menguap ke udara. Tetapi pada akhirnya merkuri
yang telah menguap dan berada dalam tatanan udara akan masuk kembali ke badan
perairan oleh hujan. Ion Hg2+ yang dihasilkan dari perombakan persenyawaan merkuri pada endapan lumpur (sedimen), dengan bantuan bakteri akan berubah
menjadi dimetil merkuri (CH3)2Hg, dan ion metil merkuri (CH3Hg+). Dimetil merkuri
mudah menguap ke udara, dan oleh faktor fisika di udara senyawa dimetil merkuri
akan terurai kembali menjadi metana (CH4), etana (C2H6) dan logam Hg0. Sementara
itu ion metil merkuri mudah larut dalam air dan dimakan oleh biota perairan baik ikan
maupun burung-burung air yang akan terkontaminasi senyawa merkuri (Palar, 2008).
Merkuri yang terdapat di perairan di ubah menjadi metil merkuri oleh bakteri
tertentu. Hewan laut akan terkontaminasi metil merkuri apabila laut tersebut tercemar
oleh merkuri dengan cara meminum air tersebut atau dengan memakan hewan lain
yang mengandung merkuri. Merkuri yang terdapat dalam tubuh hewan laut adalah
dalam bentuk metil merkuri. Organisme kecil ini akan memangsa metil merkuri dan
membawanya ke organisme lain dengan cara bila hewan pemangsanya memakan
organisme kecil ini, mereka juga membawa metil merkuri dalam tubuh mereka.
Proses ini dikenal sebagai bioakumulasi dan berlanjut terus dengan kadar merkuri
tertinggi dalam mata rantai pembawa merkuri. Bila manusia mengkonsumsi ikan ini
maka akan turut terpapar oleh merkuri.
Salah satu penyebab pencemaran lingkungan oleh merkuri adalah
pembuangan tailing pengolahan emas yang diolah secara amalgamasi, dimana
merkuri mengalami perlakuan tertentu berupa putaran, tumbukan, atau gesekan
sehingga sebagian merkuri akan membentuk amalgram dengan logam-logam dan
sebagian hilang dalam proses.
Menurut Widowati (2008), beberapa bentuk merkuri yang masuk dalam
lingkungan perairan meliputi :
1. Hg anorganik yang berasal dari air hujan atau aliran sungai dan bersifat stabil
pada pH rendah.
2. Hg organik antara lain fenil merkuri, alkoksil merkuri, metil merkuri, atau
metoksi-etil merkuri. Hg organik yang bisa berasal dari kegiatan pertanian
yaitu pestisida.
3. Terikat dalam bentuk suspended soil sebagai Hg2+ 4. Logam Hg yang berasal dari kegiatan industri.
2.6. Penambangan Emas Tradisional
Kegiatan penambangan emas tradisional di Indonesia dicirikan oleh
penggunaan teknik eksplorasi dan eksploitasi yang sederhana dan murah. Untuk
pekerjaan penambangan dipakai peralatan cangkul, linggis, palu, dan beberapa alat
sederhana lainnya. Batuan dan urat kuarsa mengandung emas atau bijih ditumbuk
sampai berukuran 1-2 cm, selanjutnya digiling dengan alat gelundung (trammel,
besi). Proses pengolahan emasnya biasanya menggunakan teknik amalgamasi, yaitu
dengan mencampur bijih dengan merkuri untuk membentuk amalgam dengan media
air. Selanjutnya emas dipisahkan dengan proses penggarangan sampai didapatkan
logam paduan emas dan perak (bullion). Produk akhir dijual dalam bentuk bullion
dengan memperkirakan kandungan emas pada bullion tersebut (Setiabudi, 2005).
Perlengkapan yang di perlukan untuk mengolah bijih emas adalah :
1. Tabung gelundung, sebagai tempat menggerus batuan.
2. Kincir air atau genset yang berfungsi sebagai penggerak tabung gelundung.
3. Batang besi baja/media giling sebagai alat pengguras batuan.
4. Merkuri yang berfungsi untuk mengikat emas.
5. Air untuk mendapatkan persentasi padatan yang berkisar antara 30-60%.
6. Dulang atau sejenisnya, sebagai tempat untuk memisahkan air raksa yang telah
mengikat emas perak (amalgam) dengan sisa hasil pengolahan (tailing).
7. Emposan yaitu alat untuk membakar amalgam untuk mendapatkan paduan (alloy)
emas perak (bullion) (Widodo, 2008).
Indonesia memiliki berbagai macam bahan tambang yang terdapat di berbagai
daerah. Minyak bumi, gas alam, emas, batubara, bijih besi, dan aspal merupakan
jenis-jenis bahan tambang yang dimiliki oleh Indonesia. Salah satu jenis bahan
tambang yang cukup banyak dan tersebar ketersediaannya di Indonesia adalah emas.
Emas merupakan salah satu jenis bahan tambang yang memiliki nilai ekonomis
sangat tinggi. Emas hampir dipasarkan dan diperdagangkan hampir di semua pasar
perdagangan bahan tambang di seluruh dunia. Nilai investasi emas meningkat setiap
jauh lagi, emas memberikan kontribusi berupa devisa yang sangat besar bagi
negara-negara pengekspor emas.
Emas tidak terdapat di lapisan tanah yang cukup dalam dari permukaan bumi
atau permukaan tanah. Bisa dikatakan bahwa bahan tambang jenis ini terletak di
permukaan tanah, daerah aliran sungai yang berisi endapan-endapan mineral, bahkan
di daerah hilir sungai yang merupakan akhir dari arah aliran air sungai yang mungkin
saja menjadi tempat berkumpulnya arah aliran beberapa sungai yang membawa
endapan-endapan mineral. Emas merupakan salah satu jenis mineral yang memiliki
banyak manfaat. Jenis mineral ini dapat digunakan sebagai bahan konduktor
pengantar panas di beberapa jenis alat elektronik. Namun, kegunaan emas yang utama
adalah sebagai bahan perhiasan berupa kalung, emas, cincin, dan lain sebagainya.
Jadi, secara garis besar, emas memiliki berbagai manfaat untuk kehidupan manusia
(Anonimous, 2010).
Untuk mendapatkan emas yang terletak di permukaan tanah ataupun yang
terletak di daerah aliran sungai tidaklah terlalu sulit. Pencariannya hanya
mempergunakan alat-alat yang sederhana. Teknik pencarian dan pengolahan
limbahnya sangat sederhana. Namun, untuk mendapatkan emas yang terdapat di
dalam lapisan tanah dengan kedalaman tertentu, pencarian emas perlu dipergunakan
alat-alat teknologi dan teknik pencarian yang cukup sulit. Survei lokasi merupakan
salah satu kegiatan awal yang diperlukan untuk mengetahui jumlah ketersediaan
emas, posisi atau letak emas, dan kedalaman emas dari permukaan tanah. Daerah
yang memiliki banyak ketersediaan emas tentu saja harus menjadi basis atau sumber
kemudian menjadi daerah-daerah tambang emas yang mungkin saja alam dan
lingkungannya dapat rusak karena adanya kegiatan penambangan emas ini.
Pengolahan emas ini selain menguntungkan juga dapat memberikan beberapa
efek negatif. Selain melakukan eksplorasi alam secara berlebihan, penambangan emas
dan pengolahan emas akan menghasilkan limbah yang dapat mencemari lingkungan.
Kasus pencemaran limbah akibat penambangan emas salah satunya terjadi di perairan
Pantai Buyat. Dugaan terjadinya pencemaran logam berat di perairan Pantai Buyat
karena pembuangan limbah padat (tailing) seharusnya tidak akan terjadi, seandainya
limbah tersebut sebelum dibuang dilakukan pengolahan lebih dulu. Pengolahan
limbah bertujuan untuk mengurangi hingga kadarnya seminimal mungkin bahkan jika
mungkin menghilangkan sama sekali bahan-bahan beracun yang terdapat dalam
limbah sebelum limbah tersebut dibuang.
Walaupun peraturan dan tatacara pembuangan limbah beracun telah diatur
oleh Pemerintah dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup, tetapi dalam
prakteknya dilapangan, masih banyak ditemukan terjadinya pencemaran akibat
limbah industri. Mungkin terbatasnya tenaga pengawas disamping proses pengolahan
limbah biasanya memerlukan biaya yang cukup besar. Logam berat adalah logam
yang massa atom relatifnya besar, kelompok logam-logam ini mempunyai peranan
yang sangat penting dibidang industri. Misalnya kadmium digunakan untuk bahan
baterai yang dapat diisi ulang. Kromium untuk pemberi warna cemerlang atau
verkrom pada perkakas dari logam. Kobalt untuk bahan magnet yang kuat pada
untuk bahan baterai atau aki pada mobil. Seng untuk pelapis kaleng. Merkuri dapat
melarutkan emas sehingga banyak digunakan untuk memisahkan emas dari
campurannya dengan tanah, bahan pengisi termometer dan dan masih banyak lagi
kegunaan logam berat yang tidak mungkin saya sebutkan semuanya disini. Hanya
sangat disayangkan disamping begitu banyak kegunaannya, kelompok logam-logam
berat ini sangat beracun misalnya merkuri, timbal, kadmium, kromium dan lain-lain.
Ditambah lagi sifatnya yang akumulatif di dalam tubuh manusia, dimana setelah
logam berat ini masuk ke dalam tubuh manusia, biasanya melalui makanan yang
tercemar logam berat. Logam berat ini tidak dapat dikeluarkan lagi oleh tubuh
sehingga makin lama jumlahnya akan semakin meningkat. Jika jumlahnya telah
cukup besar baru pengaruh negatifnya terhadap kesehatan mulai terlihat, biasanya
logam-logam berat ini menumpuk di otak, syaraf, jantung, hati, ginjal yang dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan yang ditempatinya (Anonimous, 2010).
Pertambangan emas menghasilkan limbah yang mengandung merkuri, yang
banyak digunakan penambang emas tradisional atau penambang emas tanpa izin,
untuk memproses bijih emas. Biasanya mereka membuang dan mengalirkan limbah
bekas proses pengolahan pengolahan ke selokan, parit, kolam atau sungai. Merkuri
tersebut selanjutnya berubah menjadi metil merkuri karena proses alamiah. Bila
senyawa metil merkuri masuk ke dalam tubuh manusia melalui media air, akan
menyebabkan keracunan seperti yang dialami para korban tragedi Minamata.
Ada 3 jenis limbah utama pertambangan emas. Batuan limbah adalah batuan
mengandung emas. Selanjutnya ada tailing bijih emas yang sudah diambil emasnya
menggunakan bahan kimia diantaranya merkuri atau sianida. Tailing berbentuk
lumpur yang mengandung logam berat. Limbah yang mengandung logam berat
seperti merkuri dan sianida termasuk dalam kelompok limbah B3. Terakhir, air asam
tambang limbah yang menyebabkan kondisi keasaman tanah, yang berpotensi
melarutkan unsur mikro berbahaya dalam tanah, sehingga berpotensi meracuni
tanaman dan mahluk hidup sekitarnya. Penggunaan air dari sumber-sumbernya
dengan skala besar untuk menjalankan proses pengolahan batuan menjadi bijih
logam. Luar biasa tingginya kebutuhan air untuk operasi industri tambang
menyebabkan pemenuhan air warga setempat dikalahkan, sering mereka harus rela
mencari mata air baru atau harus berhadapan dengan kekerasan untuk
mempertahankan sumber air mereka. Pada saat pembuatan lobang penambangan dan
pembangunan pabrik serta instalasi lainnya, kegiatan pengupasan tanah, peledakan,
serta pengoperasian alat-alat berat pengangkut tanah dan lalu lalang kendaraan berat
dengan intensitas tinggi menjadi sumber pencemaran udara akibat peningkatan
volume debu. Akibatnya penduduk lokal harus berhadapan dengan perusakan
lingkungan yang luar biasa karena limbah tambang. Umumnya, tailing dibuang ke
daerah lembah dengan membuat penampung, dibuang ke sungai hingga ke laut yang
biasa disebut Submarine Tailing Disposal (STD). STD, dipromosikan oleh pelaku
pertambangan sebagai cara pembuangan limbah yang paling baik dan ramah
2.7. Ekstraksi Emas
Ekstraksi adalah suatu metode operasi yang digunakan dalam proses
pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan sejumlah massa
bahan (solven) sebagai tenaga pemisah. Apabila komponen yang akan dipisahkan
(solute) berada dalam fase padat, maka proses tersebut dinamakan pelindihan atau
leaching.
Ekstraksi emas dalam skala industri yang paling umum dilakukan yaitu :
1. Pencairan
2. Amalgamasi
3. Sianidasi
2.7.1. Pencairan
Pemisahan pencairan ( liquation separation ), adalah proses pemisahan yang
dilakukan dengan cara memanaskan mineral di atas titik leleh logam, sehingga cairan
logam akan terpisahkan dari pengotor. Yang menjadi dasar untuk proses pemisahan
metode ini, yaitu berat jenis dan titik cair. Contohnya dalam memisahkan emas dan
perak. Titik cair emas pada suhu 1064.18 oC, sedangkan titik cair perak pada suhu 961.78 oC. Ini artinya perak akan mencair lebih dulu dari pada emas. Namun untuk benar-benar terpisah, maka perak harus menunggu emas mencair 100%. Kemudian
bila dilihat dari berat jenisnya, maka berat jenis emas cair sebesar 17.31 gram per cm3 sedangkan berat jenis perak sebesar 9.32 gram per cm3. Hal ini berarti berat jenis emas lebih besar dari pada berat jenis perak.
Dari hukum alam fisika, maka bila ada dua jenis zat cair yang berbeda dan
kecil dari zat satunya, ia akan mengapung. Dengan demikian, cairan perak akan
terapung diatas lapisan cairan emas, seperti halnya cairan minyak mengambang diatas
lapisan air. Dari sana, perak dipisahkan dari emas, sampai tidak ada lagi perak yang
terapung.
2.7.2. Amalgamasi
Amalgamasi merupakan proses ekstraksi emas dengan cara mencampur bijih
emas denga
dan merkuri yang dikenal sebagai amalgam (Au – Hg). Merkuri akan membentuk
amalgam dengan semua logam kecuali besi dan platina. Penggunaan raksa alloy atau
amalgam pertama kali pada tahun 1828, meskipun penggunaan secara luas teknik
baru ini dicegah karena sifat air raksa yang beracun. Sekitar tahun 1895, eksperimen
yang dilakukan oleh GV Black menunjukkan bahwa amalgam aman digunakan,
meskipun 100 tahun kemudian ilmuwan masih diperdebatkannya. Amalgam masih
merupakan proses
amalgamasi akan efektif pada emas yang terliberasi sepenuhnya maupun sebagian
pada ukuran partikel yang lebih besar dari 200 mesh (0.074 mm) dan dalam
membentuk emas murni yang bebas.
dipanaskan, maka akan terurai menjadi elemen-elemen yait
emas. Amalgam dapat terurai dengan pemanasan di dalam sebuah tabung, air
raksanya akan menguap dan dapat diperoleh kembali dari kondensasi uap air raksa
Tahapan amalgamasi secara sederhana sebagai berikut :
1. Sebelum dilakukan amalgamasi hendaknya dilakuka
konsentrasi gravitasi, agar mencapai derajat liberasi yang baik sehingga
permukaan emas tersingkap.
2. Pada hasil konsentrat akhir yang diperoleh ditambah merkuri
dilakukan selama kira-kira 1 jam
3. Hasil dari proses ini berupa amalgam basah dan tailing. Amalgam basah
kemudian ditampung di dalam suatu tempat yang selanjutnya didulang untuk
pemisahan merkuri dengan amalgam
4. Terhadap amalgam yang diperoleh dari kegiatan pendulangan kemudian
dilakukan kegiatan pemerasan dengan menggunakan kain parasut untuk
memisahkan merkuri dari amalgam. Merkuri yang diperoleh dapat dipakai
untuk proses amalgamasi selanjutnya. Jumlah merkuri yang tersisa dalam
amalgan tergantung pada seberapa kuat pemerasan yang dilakukan. Amalgam
dengan pemerasan manual akan mengandung 60 – 70 % emas, dan amalgam
yang disaring dengan alat sentrifugal dapat mengandung emas sampai lebih
dari 80 %.
5. Retorting yaitu pembakaran amalgam untuk menguapkan merkuri, sehingga
yang tertinggal berupa alloy emas.
Ekstraksi Amalgamasi yang baik yaitu :
2. Dilakukan pada lokasi khusus baik untuk amalgamasi untuk meminimalkan
penyebab pencemar bahan berbahaya akibat peresapan kedalam tanah,
terbawa aliran air permukaan maupun gas yang terbawa oleh angin.
3. Dilengkapi dengan kolam pengendap yang berfungsi baik untuk mengolah
seluruh tailing hasil pengolahan sebelum dialirkan ke perairan bebas.
4. Lokasi pengolahan bijih dan kolam pengendap diusahakan tidak berada pada
daerah banjir.
5. Hindari pengolahan dan pembuangan tailing langsung ke sungai.
2.7.2. Sianidasi
Leaching Sianida adalah proses pelarutan selektif oleh sianida dimana hanya
logam-logam tertentu yang dapat larut, misalnya Au, Ag, Cu, Zn, Cd, Co dan
lain-lain. Ekstraksi emas dengan menggunakan leaching sianida ditemukan pertama kali
oleh J. S. Mac Arthur di Glasgow, Scotland tahun 1887, dan sekarang telah dipakai
sebagian besar produksi emas dunia. Proses Sianidasi terdiri dari dua tahap penting,
yaitu proses pelarutan / pelindian (leaching) dan proses pemisahan emas (recovery)
dari larutan kaya. Pelarut yang biasa digunakan dalam proses sianidasi adalah Sodium
Cyanide (NaCN), Potassium Cyanide (KCN) , Calcium Cyanide [Ca(CN)2], atau
Ammonium Cyanide (NH4CN). Pelarut yang paling sering digunakan adalah NaCN,
karena mampu melarutkan emas lebih baik dari pelarut lainnya.
Ada banyak teori tentang pelarutan emas mulai dari Teori Oksigen Elsner,
Teori Hidrogen Janin, Teori Hidrogen Peroksida Bodlanders, Teori korosi Boonstra,
adalah Teori Oksigen Elsner dan Pembuktian Kinetika Habashi. Teori Oksigen
Elsner, reaksi pelarutan Au dan Ag dengan sianida adalah sebagai berikut :
4Au + 8CN- + O2 + 2 H2O → 4Au(CN)2- + 4NaOH
-4Ag + 8CN- + O2 + 2 H2O → 4Ag(CN)2- + 4NaOH
-Teori Pembuktian Kinetika Habashi, reaksi pelarutan Au dan Ag adalah sebagai
berikut: :
2Au + 4CN- + O2 + 2 H2O → 2Au(CN)2- + 2OH- + H2O2
2Ag + 4CN- + O2 + 2 H2O → 2Ag(CN)2- + 2OH- + H2O2
Mekanisme reaksi ini adalah mekanisme elektrokimia.
Walaupun penggunaan metode ini sama halnya dengan metode ekstraksi yang
lain yang masih memiliki potensi dampak berupa efek beracunnya bagi pekerja dan
lingkungan, ekstraksi emas dengan menggunakan metode leaching sianida saat ini
telah menjadi proses utama ekstraksi emas dalam skala industri, karena metode ini
menawarkan tehnologi yang lebih efektif dan efisien, antara lain adalah :
a. Heap leaching (pelindian tumpukan) : pelindian emas dengan cara menyiramkan
larutan sianida pada tumpukan bijih emas ( diameter bijih < 10 cm ) yang sudah
dicampur dengan batu kapur. Air lindian yang mengalir di dasar tumpukkan yang
kedap kemudian di kumpulkan untuk kemudian dilakukan proses berikutnya.
Efektifitas ekstraksi emas berkisar 35 – 65 %
b. VAT leaching (pelindian rendaman) : pelindian emas yang dilakukan dengan cara
kapur dengan larutan sianida pada bak kedap. Air lindian yang dihasilkan
kemudian dikumpulkan untuk dilakukan proses berikutnya. Proses pelindian
berlangsung antara 3 – 7 hari dan setelah itu tangki dikosongkan untuk
pengolahan bijih yang baru. Efektifitas ekstraksi emas berkisar 40 – 70 %
c. Agitated tank leaching(pelindian adukan): pelindian emas yang dilakukan dengan
cara mengaduk bijih emas yang sudah dicampur dengan batu kapur dengan
larutan sianida pada suatu tangki dan diaerasi dengan gelembung udara. Lamanya
pengadukan biasanya selama 24 jam untuk menghasilkan pelindian yang optimal.
Air lindian yang dihasilkan kemudian dikumpulkan untuk kemudian dilakukan
proses berikutnya. Efektifitas ekstraksi emas dapat mencapai lebih dari 90 %.
2.8. Merkuri
2.8.1. Pengertian Umum
Merkuri (Hg) adalah logam berat berbentuk cair, berwarna putih perak, serta
mudah menguap pada suhu ruangan. Merkuri (Hg) akan memadat pada tekanan 7.640
Atm. Merkuri (Hg) memiliki nomor atom 80, berat atom 200,59 g/mol, titik beku
-39o C, dan titik didih 356,6o C.
Kelimpahan merkuri (Hg) di bumi menempati urutan ke-67 di antara elemen
lainnya pada kerak bumi. Merkuri jarang didapatkan dalam bentuk bebas di alam,
tetapi berupa bijih cinnabar (HgS). Untuk mendapatkan Hg dari cinnabar, dilakukan
pemanasan bijih cinnabar di udara sehingga menghasilkan logam Hg (Widowati,
2008).
Menurut Lubis (2002) yang mengutip dari Carl Zekk (1994) dan Joseph La
raksa). Salah satu cara melalui pemanasan bijih dengan suhu 800oC dengan menggunakan O2 (udara), sulfur yang dikombinasi dengan gas O2, melepaskan
merkuri sebagai uap air yang mudah terkonsentrasi. Cinnabar juga dapat dipanaskan
dengan kapur dan belerang bercampur kalsium akan melepaskan uap logam merkuri.
Bijih merkuri juga ditemukan pada batu dan bercampur dengan bijih lain seperti
tembaga, emas, timah, seng, dan perak.
Dalam keseharian, pemakaian bahan merkuri telah berkembang sangat luas.
Merkuri digunakan dalam bermacam-macam perindustrian, untuk peralatan-peralatan
elektris, digunakan untuk alat-alat ukur, dalam dunia pertanian dan keperluan lainnya.
Demikian luasnya pemakaian merkuri, mengakibatkan semakin mudah pula
organisme mengalami keracunan merkuri (Palar, 2008).
Dikenal 3 bentuk merkuri, yaitu:
1. Merkuri elemental (Hg): terdapat dalam gelas termometer, tensimeter air
raksa, amalgam gigi, alat elektrik, batu batere dan cat. Juga digunakan
sebagai katalisator dalam produksi soda kaustik dan desinfektan serta untuk
produksi klorin dari sodium klorida.
2. Merkuri inorganik: dalam bentuk Hg++(Mercuric) dan Hg+(Mercurous) Misalnya:
a. Merkuri klorida (HgCl2) termasuk bentuk Hg inorganik yang sangat
toksik, kaustik dan digunakan sebagai desinfektan
b. Mercurous chloride (HgCl) yang digunakan untuk teething powder dan
c. Mercurous fulminate yang bersifat mudah terbakar.
3. Merkuri organik: terdapat dalam beberapa bentuk, antara lain :
a. Metil merkuri dan etil merkuri yang keduanya termasuk bentuk alkil
rantai pendek dijumpai sebagai kontaminan logam di lingkungan.
Misalnya memakan ikan yang tercemar zat tsb. dapat menyebabkan
gangguan neurologis dan kongenital.
b. Merkuri dalam bentuk alkil dan aryl rantai panjang dijumpai sebagai
antiseptik dan fungisida.
2.8.2. Sumber Merkuri 2.8.2.1. Terdapat di Alam
Sebagai hasil tambang, merkuri dijumpai dalam bentuk mineral HgS yang
disebut sinabar (cinnabar). Terdapat sebagai batuan dan lapisan batuan yang
terhampar di Spanyol, Itali, dan bagian Amerika, serta banyak didistribusikan sebagai
batuan, abu, dan larutan.
2.8.2.2. Hasil Aktifitas Manusia
Menurut Widowati (2008) yang mengutip dari Herman (2006), sumber merkuri
dari hasil aktifitas manusia antara lain pembuangan tailing pengolahan emas
tradisional yang diolah secara amalgamasi, dimana merkuri mengalami perlakuan
tertentu berupa putaran, tumbukan, atau gesekan, sehingga sebagian merkuri akan
membentuk amalgam dengan logam-logam (Au, Ag, Pt) dan sebagian hilang dalam
proses.
Sifat-sifat kimia dan fisik merkuri membuat logam tersebut banyak digunakan
untuk keperluan kimia dan industri. Beberapa sifat tersebut di antaranya adalah:
1. Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berwujud cair pada suhu kamar
(25oC) dan mempunyai titik beku terendah dibanding logam lain, yaitu -39oC. 2. Masih berwujud cair pada suhu 396oC. Pada temperatur 396oC ini telah terjadi
pemuaian secara menyeluruh.
3. Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan
logam lain.
4. Merkuri dapat larut dalam asam sulfat atau asam nitrit, tetapi tahan terhadap
basa.
5. Mempunyai volatilitas yang tertinggi dari semua logam.
6. Ketahanan listrik sangat rendah sehingga merupakan konduktor terbaik
dibanding semua logam lain.
7. Banyak logam yang dapat larut di dalam merkuri membentuk komponen yang
disebut dengan amalgam.
8. Merkuri dan komponen-komponennya bersifat racun terhadap semua makhluk
hidup (Kristanto, 2002).
2.8.4. Kinetika Merkuri
Merkuri merupakan elemen dari kerak bumi. Manusia tidak dapat membuat
atau memusnahkan merkuri. Merkuri murni adalah logam cair, kadang-kadang
disebut sebagai raksa yang mudah menguap. Secara tradisional telah digunakan untuk
membuat produk seperti termometer dan beberapa bola lampu. Sumber utama
pembakaran fosil terutama batu bara. Kadar Hg diudara naik dapat disebabkan oleh
pembuangan sampah padat seperti termometer Hg, baterai, pemakaian cat yang
mengandung Hg, anti jamur dan pestisida serta pembakaran limbah minyak. Sumber
utama pada air dari buangan industri (terutama industri tambang emas) dan proses
pelapukan batuan karena pengaruh iklim. Merkuri dari udara yang masuk kedalam air
atau tanah dapat melarut ke dalam air. Setelah tersimpan, mikroorganisme tertentu
dapat mengubahnya menjadi metil merkuri, bentuk yang sangat beracun yang
terdapat pada ikan, kerang, dan hewan yang makan ikan. Kerang dan ikan adalah
sumber utama metil merkuri eksposur ke manusia. Metil merkuri terbentuk lebih
banyak pada beberapa jenis ikan dan kerang daripada yang lain. Tingkat metil
merkuri di kerang dan ikan tergantung pada apa yang mereka makan, berapa lama
mereka hidup dan berapa tinggi mereka dalam rantai makanan (Anonimous, 2011).
Manusia dapat terpajan uap Hg bila bernafas dalam lingkungan yang
terkontaminasi oleh uap Hg, menelan atau makan makanan atau minum air yang
terkontaminasi oleh Hg, dan melalui kulit yang kontak dengan Hg yang terdapat
dalam krim pemutih kulit. Jadi pajanan dapat melalui udara, air, makanan dan kontak
dengan kulit. Ketika manusia menelan Hg dalam jumlah kecil <0,01% dari Hg
tersebut akan masuk ke dalam tubuh melalui pencernaan dan tidak menimbulkan
sakit. Bila jumlah lebih besar tertelan oleh seseorang sangat kecil yang akan terserap
oleh tubuh. Ketika terhirup uap Hg, 80% Hg masuk ke dalam aliran darah secara
langsung melalui paru-paru, kemudian dengan cepat akan menyebar ke bagian-bagian
Biomarker dapat digunakan untuk memperkirakan pajanan (jumlah yang
diabsorpsi atau dosis internal), efek-efek bahan kimia dan kerentanan pada individu,
dan dapat diaplikasikan apakah dari makanan, lingkungan, atau tempat kerja.
Biomarker pajanan yang umum digunakan adalah pemeriksaan kadar Hg dalam
darah, urine, dan rambut. Alat yang digunakan untuk pemeriksaan kadar Hg adalah
Atomic Absorpion Spectrophotometer (AAS) untuk memeriksa total merkuri dalam
makanan, darah, urine, rambut dan jaringan (Inswiasri, 2008).
Kriteria World Health Organization (WHO) tahun 1990 menyatakan bahwa
kadar normal Hg dalam darah berkisar antara 5 µg/l – 10 µg/l, dalam rambut berkisar
antara 1 mg/kg – 2 mg/kg, sedangkan dalam urine rata-rata 4 µg/l.
2.8.5. Pencemaran Merkuri di Lingkungan
Secara alamiah, pencemaran oleh merkuri ke lingkungan umumnya berasal
dari kegiatan gunung api, rembesan air tanah yang melewati daerah deposit merkuri
dan lain-lain. Namun demikian, meski sangat banyak sumber keberadaan merkuri di
alam, dan masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan tertentu secara alamiah, tidaklah
menimbulkan efek-efek merugikan bagi lingkungan karena masih dapat ditolerir oleh
alam. Merkuri menjadi bahan pencemar sejak manusia mengenal industri, kemudian
menggali sumber daya alam dan memanfaatkannya semaksimal mungkin untuk
kebutuhannya (Palar, 2008).
Penggunaan merkuri di dalam industri sering mengakibatkan pencemaran
lingkungan, baik melalui air limbah maupun melalui sistem ventilasi udara. Merkuri
yang terbuang ke sungai, pantai atau badan air di sekitar industri-industri tersebut
tumbuhan air. Ikan-ikan dan hewan air tersebut kemudian dikonsumsi manusia
sehingga manusia terpapar merkuri di dalam tubuhnya. FDA (Food and Drug
Administration) menetapkan batasan kandungan merkuri maksimum adalah 0,005
ppm untuk makanan, sedangkan WHO (World Health Organization) menetapkan
batasan maksimum untuk air, yaitu 0,001 ppm (Kristanto, 2002).
2.8.6. Penggunaan Merkuri Dalam Kehidupan
Penggunaan merkuri yang terbesar adalah dalam industri klor-alkali, dimana
produksi klorin (Cl2) dan kaustik soda (NaOH) dengan cara elektrolisis garam NaCl.
Kedua bahan ini sangat banyak gunanya sehingga diproduksi dalam jumlah tinggi
setiap tahun. Fungsi merkuri dalam proses ini adalah sebagai katode dari sel
elektrolisis (Kristanto,2002).
Pada peralatan listrik, merkuri ditemukan pada lampu listrik. Sementara itu, di
laboratorium logam merkuri digunakan sebagai alat ukur. Sebagai contoh adalah
termometer. Dalam pekerjaan laboratorium, banyak pekerja yang mengalami
keracunan merkuri secara kronis. Hal itu terjadi karena uap dari tumpahan merkuri
yang tidak terlihat, sedikit demi sedikit terhirup oleh para pekerja.
Dalam bidang pertanian, senyawa merkuri banyak digunakan sebagai
fungisida, dimana hal ini menjadi penyebab yang cukup penting dalam peristiwa
keracunan merkuri pada organisme hidup. Karena penyemprotan yang dilakukan
secara terbuka dan luas, maka banyak organisme hidup lainnya yang terkena senyawa
racun tersebut. Sehingga dari penyemprotan fungisida tersebut tidak hanya
Pada industri pulp dan kertas banyak digunakan senyawa FMA (fenil merkuri
asetat). Pemakaian dari senyawa FMA bertujuan untuk mencegah pembentukan kapur
pada pulp dan kertas basah selama proses penyimpanan. Hal ini menjadi sangat
berbahaya, karena kertas seringkali digunakan sebagai alat pembungkus makanan
(Palar, 2008).
2.8.7. Kasus Pencemaran Merkuri
Beberapa kasus pencemaran merkuri antara lain :
1. Kasus keracunan merkuri yang terkenal adalah kasus yang terjadi di Teluk
Minamata, Jepang, pada tahun 1950-an. Industri kimia yang beroperasi di sekitar
teluk Minamata membuang limbah yang mengandung merkuri ke perairan teluk
dan menyebabkan ibu-ibu yang mengonsumsi makanan laut yang diperoleh dari
Teluk Minamata melahirkan anak-anak dengan cacat bawaan. Pada kasus
tersebut, dari 111 kasus keracunan yang terjadi, 43 orang meninggal. Para
penderita penyakit Minamata, menunjukan kadar Merkuri antara 200 sampai 500
mikrogram per liter darahnya. Sementara batasan aman menurut WHO adalah
antara lima sampai 10 mikrogram merkuri per liter darah. Limbah yang dibuang
ke teluk Minamata juga tidak terhitung sedikit, diperkirakan 200-600 ton Hg
dibuang selama 1932-1968, selain merkuri, terdapat juga mangan, thalium, dan
selenium dalam limbah yang dibuang (Effendi, 2003 mengutip dari Sawyer dan
McCarty, 1978).
2. Di Indonesia, sejak tahun 1996 perairan Teluk Buyat Provinsi Sulawesi Utara
telah dijadikan tempat pembuangan tailing (limbah hasil tambang emas) oleh PT
bukan hanya terjadi pada teluk itu sendiri tetapi pada daerah sekitarnya (Teluk
Totok dan Kotabunan). Akibat kegiatan pertambangan skala besar oleh PT.
Newmont Minahasa Raya (NMR), ekosistem perairan laut di teluk Buyat rusak
parah akibat buangan 2000 ton tailing setiap hari (Anonimous, 2012).
3. Kadar merkuri yang tinggi juga pernah dilaporkan terjadi di Amerika Serikat dan
Kanada, yaitu pada ikan yang menghuni danau St.Clair. sumber pencemaran
merkuri di danau tersebut berasal dari industri kimia yang memproduksi klor
dengan menggunakan elektroda merkuri. Wood et al. (1968) dalam Dugan
(1972) menyebutkan bahwa jenis senyawa merkuri yang ditemukan pada organ
makhluk hidup, misalnya ikan, adalah metilo merkuri atau dimetil merkuri.
4. Di Indonesia, pencemaran merkuri akibat adanya penambangan emas tanpa ijin
(PETI) ditemukan di berbagai tempat, namun tidak pernah ada investigasi atau
laporan adanya penderita keracunan merkuri. Misalnya di Pongkor, Jawa Barat
dilaporkan bahwa konsentrasi merkuri di sedimen sungai berkisar antara 0-2,688
ppm, sedangkan di tanah didapat konsentrasi sebanyak 1-1300 ppm (Soemirat,
2003 mengutip dari Gunradi, 2001).
2.8.8. Senyawa Merkuri Anorganik
Logam merkuri termasuk ke dalam kelompok merkuri anorganik. Dalam
bentuk logamnya, merkuri berbentuk cair, dan sangat mudah menguap. Uap merkuri
dapat menyebabkan efek samping yang sangat merugikan bagi kesehatan. Diantara
sesama senyawa merkuri anorganik, uap logam merkuri (Hg) merupakan yang paling
berbahaya. Ini disebabkan karena sebagai uap, merkuri tidak terlihat dan dengan
terpapar oleh logam merkuri, sekitar 80% dari logam merkuri akan terserap oleh
alveoli paru-paru dan jalur-jalur pernafasan untuk kemudian ditransfer ke dalam
darah (Palar, 2008).
Dalam darah akan mengalami proses oksidasi, yang dilakukan oleh enzim
hidrogenperoksida katalase sehingga berubah menjadi ion Hg2+. Ion merkuri ini
selanjutnya dibawa ke seluruh tubuh bersama dengan peredaran darah.
Hgo E.Hidrogenperoksida katalase Hg2+
Pada hewan percobaan seperti kelinci, tikus dan kera, 1% dari jumlah yang
diserap ini akan terakumulasi di otak. Jumlah merkuri yang menumpuk tersebut, 10
kali lebih besar bila dibandingkan dengan senyawa merkuri lain yang masuk atau
dimasukkan ke dalam tubuh dengan dosis yang sama. Selain penumpukan merkuri
terjadi pada otak, logam ini juga terserap dan menumpuk pada ginjal dan hati. Namun
demikian penumpukan yang terjadi pada organ ginjal dan hati masih dapat
dikeluarkan bersama urin dan sebagian akan menumpuk pada empedu. Selain
menumpuk pada organ tubuh tersebut, merkuri juga mampu menembus membran
plasenta (Palar, 2008).
Toksisitas akut dari merkuri anorganik meliputi gejala muntah, kehilangan
kesadaran, sakit abdominal, diare disertai darah dalam feses, albuminuria, anuria,
uraemia, ulserasi, dan stomatitis. Sementara toksisitas kronis dari merkuri anorganik
tidak kuat dan rontok, anemia, dan gejala lain berupa kerusakan ginjal, serta
kerusakan mukosa usus (Widowati, 2008).
2.8.9. Senyawa Merkuri Organik
Senyawa-senyawa merkuri organik telah lama akrab dengan kehidupan
manusia. Yang paling terkenal diantaranya adalah senyawa alkil-merkuri. Beberapa
senyawa alkil-merkuri yang banyak digunakan, terutama di kawasan negara-negara
sedang berkembang adalah metil merkuri khlorida (CH3HgCl) dan etil khlorida
(C2H5HgCl). Senyawa-senyawa tersebut digunakan sebagai pestisida dalam bidang
pertanian.
Sekitar 80% dari peristiwa keracunan merkuri bersumber dari
senyawa-senyawa alkil-merkuri. Keracunan yang bersumber dari senyawa-senyawa ini adalah melalui
pernafasan. Peristiwa keracunan melalui jalur pernafasan tersebut disebabkan karena
senyawa-senyawa alkil-merkuri sangat mudah menguap. Uap merkuri yang masuk
bersama jalur pernafasan akan mengisi ruang-ruang dari paru-paru dan berikatan
dengan darah (Palar, 2008).
Dalam penyebaran senyawa merkuri organik dalam organ tubuh, biasanya
berbeda-beda, tergantung pada jenis organnya. Metil merkuri pada umumnya
terakumulasi pada sistem jaringan saraf pusat. Akumulasi paling tinggi ditemukan
pada bagian cortex dan cerebellum, yaitu bagian dari otak. Lebih lanjut, hanya sekitar
10% dari merkuri tersebut yang ditemukan dalam sel otak. Pada proses metabolisme,
sebagian dari alkil-merkuri akan diubah menjadi senyawa merkuri anorganik. Seperti
halnya senyawa merkuri anorganik lainnya, senyawa merkuri anorganik yang berasal
Waktu paruh dari senyawa alkil-merkuri dalam tubuh adalah 70 hari.
Selanjutnya senyawa alkil-merkuri tersebut dikeluarkan dari dalam tubuh sebagai
hasil samping metabolisme. Akan tetapi, jumlah yang dikeluarkan sangat kecil jika
dibandingkan dengan jumlah uap atau senyawa alkil-merkuri yang masuk ke dalam
tubuh. Diperkirakan jumlah alkil-merkuri yang dikeluarkan sebagai hasil samping
metabolisme tubuh hanyalah 1%, sedangkan sisanya 99% terakumulasi dalam
berbagai organ dalam tubuh (Palar, 2008).
Gejala toksisitas merkuri organik meliputi kerusakan sistem saraf pusat berupa
anoreksia, ataksia, dismetria, gangguan pandangan mata yang bias mengakibatkan
kebutaan, gangguan pendengaran, koma, dan kematian (Widowati, 2008).
2.8.10.Keracunan Merkuri Pada Manusia 2.8.10.1.Keracunan akut
Keracunan akut oleh merkuri bisa terjadi pada konsentrasi merkuri (Hg) uap
sebesar 0,5-1,2 mg/m3. Penelitian terhadap kelinci dengan uap merkuri (Hg) 28,8 mg/m3 mengakibatkan kerusakan yang parah pada berbagai organ ginjal, hati, otak, jantung, paru-paru, dan usus besar. Keracunan akut karena terhirupnya uap merkuri
(Hg) berkonsentrasi tinggi menimpa pekerja dalam industri pengolahan logam
merkuri serta penambangan emas (Widowati,2008).
Keracunan akut yang ditimbulkan oleh logam merkuri dapat diketahui dengan
mengamati gejala-gejala berupa iritasi gastrointestinal berupa mual, muntah, sakit
perut dan diare. Keracunan Phenyl mercury (merkuri aromatis) menimbulkan
gejala-gejala gastrointestinal, malaise dan mialgia. Keracunan metil merkuri menyebabkan
yang berat berupa rasa sakit pada bibir, lidah dan pergerakan (kaki dan tangan),
halusinasi, iritabilitas, gangguan tidur, ataxia, sulit bicara, kemunduran cara berpikir,
reflek tendon yang abnormal, dan pendengaran rusak.
Bila gejala awal ini tidak segera diatasi, penderita selanjutnya akan mengalami
pembengkakan pada kelenjar ludah, radang pada ginjal (nephritis) dan radang pada
hati (hepatitis).
2.8.10.2. Keracunan Kronis
Keracunan kronis adalah keracunan yang terjadi secara perlahan dan
berlangsung dalam selang waktu yang panjang. Penderita keracunan kronis biasanya
tidak menyadari bahwa dirinya telah menumpuk sejumlah racun dalam tubuh mereka,
sehingga pada batas daya tahan yang dimiliki tubuh, racun yang telah mengendap
dalam selang waktu yang panjang tersebut bekerja. Pengobatan akan menjadi sangat
sulit untuk dilakukan.
Keracunan kronis yang disebabkan oleh merkuri, peristiwa masuknya sama
dengan keracunan akut, yaitu melalui jalur pernafasan dan makanan. Akan tetapi pada
keracunan kronis, jumlah merkuri yang masuk sangat sedikit sehingga tidak
memperlihatkan pengaruh pada tubuh. Namun demikian masuknya merkuri ini
berlangsung secara terus-menerus. Sehingga lama kelamaan, jumlah merkuri yang
masuk dan mengendap dalam tubuh menjadi sangat besar dan melebihi batas toleransi
yang dimiliki tubuh sehingga gejala keracunan mulai terlihat (Palar, 2008).
Pada peristiwa keracunan kronis oleh merkuri, ada dua organ tubuh yang
paling sering mengalami gangguan, yaitu gangguan pada sistem pencernaan dan
pada sistem pencernaan. Gangguan terhadap sistem saraf dapat terjadi dengan atau
tanpa diikuti oleh gangguan pada lambung dan usus. Ada dua bentuk gejala umum
yang dapat dilihat bila korban mengalami gangguan pada sistem saraf sebagai akibat
keracunan kronis merkuri, yaitu tremor (gemetar) ringan dan parkinsonisme yang
juga disertai dengan tremor pada fungsi otot sadar.
Tanda-tanda seseorang penderita keracunan kronis merkuri dapat dilihat pada
organ mata. Biasanya pada lensa mata penderita terdapat warna abu-abu sampai
gelap, atau abu-abu kemerahan, yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop mata. Di
samping itu, gejala keracunan kronis merkuri yang lainnya adalah terjadinya anemia
Gambar 2.1 Perjalanan Merkuri Dari Alam Sampai ke Tubuh Manusia (Widowati, 2008).
Gunung berapi, pelapukan batuan Pertambangan emas,
industri
Limbah merkuri
Darat Sungai Laut
Udara
Pertanian
Hewan
Air minum Plankton, bentos
Ikan
Gambar 2.2 Hubungan antara berbagai bentuk merkuri dan sifat-sifatnya di dalam tubuh (Kristanto,2002)
Transformasi oleh
mikroorganisme Transformasi di
dalam tubuh dan lingkungan
Hg organik Alkil Hg
(Organik)
Merusak ginjal, hati dan otak. Waktu retensi lama
Hg anorganik
Semua beracun dalam jumlah
Gambar 2.3 Proses Pengolahan batuan emas (Ruslan, 2011)
Penggalian batuan Penghancuran batuan
Penggilingan dengan gelundung + Batu Penggiling + Air
Proses Amalgamasi (Penambahan Hg)
Pemisahan
Limbah Padat Amalgam, Hg, Air
Penyaringan
Amalgam Hg
Pencemaran Hg ke Lingkungan
Pembakaran Amalgam
Uap Hg Bullion
Limbah Cair
2.8.11.Pencegahan Pencemaran Merkuri
Untuk mengurangi pencemaran limbah merkuri di daerah pertambangan emas,
dilakukan berbagai cara seperti:
1. Memilih teknik penggalian yang ramah lingkungan, yaitu menerapkan
sistem pertambangan tertutup sehingga memperkecil keluarnya merkuri
dari dalam tanah.
2. Menggunakan teknologi pemrosesan batuan tambang yang tidak
menggunakan merkuri, tetapi diganti dengan menggunakan sianida.
Dalam lingkungan yang telah tercemar oleh merkuri, upaya yang dilakukan
adalah penyehatan kembali lingkungan dengan cara:
1. Memindahkan sedimen yang mengandung merkuri (Hg) tinggi, lalu
melakukan isolasi.
2. Treatment tanah atau air yang terpolusi secara fisik atau kimiawi.
3. Imobilisasi dengan memasang batas di daerah yang tercemar.
4. Remediasi secara biologis atau fitoremidiasi menggunakan tumbuhan
yang mampu menyerap metil merkuri.
Untuk meminimalisasi tingginya tingkat pencemaran merkuri dalam usaha
penambangan emas, dengan membuat bak pengendap yang mampu menampung
material yang tercecer pada saat dan sedang melakukan penggaran di dalam ruang
tertutup atau kedap udara sehingga uap merkuri yang terbentuk bisa dialirkan masuk
ke dalam bak pengendap yang tertutup rapat (Widowati, 2008).
Fitoremidiasi menggunakan tanaman sebagai alat pengolah bahan pencemar.
metalokolus atau metalofit. Beberapa tanaman metalofit bisa digunakan sebagai
indikator untuk suatu deposit logam berat di dekat permukaan tanah sehingga cocok
untuk ditanam di daerah pertambangan atau industri. Jenis tanaman Stelaria setacea
tumbuh subur di tanah yang mengandung merkuri (Hg) di Spanyol.
2.8.12.Penanggulangan Toksisitas Merkuri
Hingga saat ini belum ditemukan obat untuk menangani keracunan kronis
merkuri. Untuk keracunan akut, bisa diberikan BAL (British Anti-Lewisite), senyawa
yang mengandung 2,3-merkapto propanol ( H2SC-CSH-CH2OH), atau Ca-EDTA
(kalsium etilendiamin tetra asetat) dan NAP (N-asetil-d, -penicilamin). Senyawa
tersebut akan membentuk kompleks dengan Hg serta meningkatkan ekskresi Hg