• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROSES PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B KOTA LANGSA A. Tahap-tahap Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan - Pembinaan Terhadap Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PROSES PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B KOTA LANGSA A. Tahap-tahap Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan - Pembinaan Terhadap Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PROSES PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B KOTA LANGSA

A. Tahap-tahap Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Pembaharuan pidana penjara yang disesuaikan dengan pandangan hidup Pancasila, ialah memperlakukan narapidana menurut asas-asas yang terkandung dalam Pancasila dan memandang narapidana sebagai individu dan masyarakat yang mana kehidupannya tak dapat diasingkan dari masyarakat, sehingga pembinaannya dilakukan secara progresif dan semakin mendekatkan pergaulan narapidana dengan masyarakat. Ideologi dan falsafah pelaksanaan pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan tersebut diperlukan peranan yang aktif dari pemerintah dan masyarakat untuk penyelenggaraan proses pembinaan narapidana.

Tinjauan tentang pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan berdasarkan ideologi Pancasila dan konstitusional Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dukungan terhadap alasan pemilihan landasan tiga dimensi teori pidana terpadu, yaitu tujuan hukum pidana yang klasik dan modern, upaya baru pelaksanaan pidana penjara dan perlakuan cara baru terhadap narapidana. Ternyata hal ini sesuai dengan pendekatan secara sosiologis, ideologis dan filosofis budaya bangsa Indonesia.49

Purnadi Purbacaraka menyatakan bahwa hukum adalah untuk mencapai keserasian atau kedamaian atau keadilan dan menegaskan pula bahwa pancasila adalah sendi keserasian hukum yang benih keserasiannya terdapat dalam sila-sila

49

(2)

Pancasila. Sejalan dengan hal tersebut, Koesnoen menyatakan, bahwa agar usaha bangsa dan negara Indonesia untuk mencapai tujuan negara sebagaimana yang diamanatkan dalam Alinea ke IV Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 harus berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Berdasarkan hal tersebut, maka politik penjara nasional menilai narapidana sebagai seorang manusia yang mempunyai unsur-unsur kemanusiaan berupa jiwa, badan, kedudukan sebagai individu dan anggota masyarakat dan berkebangsaan Indonesia.50

Pemasyarakatan pada hakekatnya merupakan gagasan dalam melaksanakan pidana penjara dengan tetap menjunjung tinggi harkat dan martabatnya sebagai manusia. Perlakuan itu dimaksudkan untuk tetap memposisikan narapidana tidak hanya sekedar objek, tetapi juga subjek di dalam proses pembinaan dengan sasaran akhir mengembalikan narapidana ke tengah-tengah masyarakat sebagai orang yang baik dan berguna (resosialisasi terpidana).51

Resosialisasi merupakan suatu proses interaksi antara narapidana, petugas lembaga pemasyarakatan dan masyarakat, dan ke dalam proses interaksi mana termasuk mengubah sistem nilai-nilai dari pada narapidana, sehingga narapidana akan dapat dengan baik dan efektif mereadaptasi norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.52

50

Ibid, hlm 100.

51

Suwarto, Op.Cit, hlm 125.

52

Romli Atmasasmita, Strategi Pembinaan Pelanggar Hukum Dalam Konteks Penegakan

(3)

mengembalikan dan mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan motivasi seseorang narapidana sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.

Sistem pelaksanaan pidana penjara dan perlakuan cara baru terhadap narapidana dalam sistem pemasyarakatan di Indonesia berarti selain mengandung prinsip-prinsip the treatment of prisoners dari standard minimum rules perlakuan narapidana juga mengandung unsur-unsur dari konsepsi defence sociale.53

1. Melindungi masyarakat terhadap kejahatan ;

Kebijaksanaan berupa perlakuan terhadap narapidana dengan dasar pemikiran melalui La Nouvelle Defence Sociale menjadi kebijakan pemidanaan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

2. Mempunyai efek untuk membuat seseorang tidak melakukan kejahatan lagi dengan cara memperbaiki atau mendidiknya ;

3. Berusaha mencegah dan menyembuhkan pelanggar hukum dengan menekankan sistem resosialisasi ;

4. Melindungi hak asasi manusia termasuk si pelaku kejahatan ;

5. Pandangan hukum untuk menghadapi kejahatan dan penjahat ditempuh berdasarkan falsafah yang mengakui manusia sebagai makhluk individu dan sosial.54

Berdasarkan konsepsi pemasyarakatan, pada hakikatnya “perampasan kemerdekaan” seseorang itu hanya bersifat “sementara” (untuk waktu tertentu) sebagai sarana untuk memulihkan integritas terpidana agar ia mampu melakukan readaptasi sosial. Berdasarkan hal itu, Mulder menyatakan bahwa “pidana perampasan kemerdekaan mengandung suatu ciri khas, yaitu merupakan pidana yang bersifat sementara. Terpidana akhirnya tetap diantara kehidupan masyarakat

53

(4)

(De vrijheidsstraf heeft als essentieel kenmerk, dat zij tijdelijk is. De veroordeelde

bijft in ons midden).55

Upaya pembinaan atau bimbingan yang menjadi inti dari kegiatan sistem pemasyarakatan, merupakan suatu sarana perlakuan cara baru terhadap narapidana untuk mendukung pola upaya baru pelaksanaan pidana penjara agar mencapai keberhasilan peranan negara mengeluarkan narapidana untuk kembali menjadi anggota masyarakat. Perlakuan cara baru terhadap narapidana dalam pemasyarakatan melibatkan peran serta masyarakat, hal ini disebabkan timbulnya salah satu doktrin bahwa narapidana tidak dapat diasingkan hidupnya dari masyarakat.56

Pembinaan terhadap pribadi dan budi pekerti yang dimaksudkan tidaklah tanpa batas, akan tetapi selama waktu tertentu memberi warna dasar agar narapidana kelak kemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi dan taat terhadap hukum yang berlaku di dalam masyarakat. Pembinaan narapidana masih

Pembinaan narapidana mempunyai arti memperlakukan seseorang yang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi seseorang yang baik. Atas dasar pengertian pembinaan yang demikian itu, sasaran yang perlu dibina adalah pribadi dan budi pekerti narapidana, yang didorong untuk membangkitkan rasa harga diri pada diri sendiri dan pada diri orang lain, serta mengembangkan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tenteram dan sejahtera dalam masyarakat, dan selanjutnya berpotensi untuk menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi.

55

(5)

tergantung bagaimana hubungannya terhadap masyarakat luar, yang menerima narapidana menjadi anggotanya. Arah pembinaan harus tertuju kepada membina pribadi narapidana agar jangan sampai mengulangi kejahatan dan mentaati peraturan hukum, membina hubungan antara narapidana dengan masyarakat luar, agar dapat berdiri sendiri dan diterima menjadi anggotanya.57

Berikut ini adalah tahap-tahap pembinaan berdasarkan pasal-pasal pada PP No. 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan58

a. Pembinaan Tahap Awal

Pembinaan tahap awal bagi narapidana dimulai sejak yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan 1/3 (satu pertiga) dari masa pidana. Pembinaan tahap awal ini meliputi :

1) Masa pengamatan, pengenalan dan penelitan lingkungan paling lama 1 (satu) bulan;

2) Perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian; 3) Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian; 4) Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal.

Tahap ini diawali dengan tahap admisi dan orientasi, yaitu sejak masuk di daftar, diteliti surat-surat vonisnya, lama pidananya, diperhitungkan kapan bebasnya, hasil penelitian tersebut penting untuk penyusunan program pembinaan selanjutnya.

57

Ibid, hlm 187.

58

(6)

b. Pembinaan Tahap Lanjutan

Pembinaan tahap lanjutan dibagi dalam 2 (dua) periode :

1) Tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya pembinaan tahap awal sampai dengan ½ (satu perdua) dari masa pidana;

2) Tahap lanjutan kedua, sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua pertiga) dari masa pidana.

Pembinaan tahap lanjutan meliputi :

a) Perencanaan program pembinaan lanjutan; b) Pelaksanaan program pembinaan lanjutan;

c) Penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan; d) Perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi. c. Pembinaan Tahap Akhir

Pembinaan tahap akhir dilaksanakan sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari narapidana yang bersangkutan. Pembinaan tahap akhir meliputi :

1) Perencanaan program integrasi; 2) Pelaksanaan program integrasi;

3) Pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir.

(7)

mengurus atau menyelesaikan surat bebas atau surat lepasnya. Apabila dalam tahap ini mendapatkan kesulitan atau hal-hal yang memungkinkan tidak mendapatkan persyaratan pembebasan bersyarat, maka narapidana diberikan cuti panjang lepas yang lamanya sama dengan banyaknya remisi terakhir, tapi tidak boleh lebih dari 6 bulan. Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa proses pemasyarakatan berjalan tahap demi tahap dan masing-masing tahap ada gerak ke arah menuju kematangan.

Pembinaan tahap awal dan tahap lanjutan dilaksanakan di Lapas, sedangkan untuk pembinaan tahap akhir dilaksanakan di luar Lapas oleh Bapas. Dalam hal narapidana tidak memenuhi syarat-syarat tertentu pembinaan tahap akhir narapidana yang bersangkutan tetap dilaksanakan di Lapas.

Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M. 02-PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan yang menyatakan bahwa metoda pembinaan atau bimbingan meliputi : pembinaan berupa interaksi langsung yang sifatnya kekeluargaan antara pembina dengan yang dibina, pembinaan bersifat persuasif edukatif yaitu berusaha merubah tingkah lakunya melalui keteladanan dan memperlakukan adil di antara sesama mereka, sehingga menggugah hatinya untuk melakukan hal-hal yang terpuji, menempatkan warga binaan pemasyarakatan sebagai manusia yang memiliki potensi dan memiliki harga diri dengan hak dan kewajibannya yang sama dengan manusia yang lainnya, pembinaan berencana, terus menerus dan sistematis, pemeliharaan dan peningkatan langkah-langkah keamanan yang disesuaikan dengan tingkat keadaan yang dihadapi, pendekatan individual dan kelompok.

(8)

memiliki latar belakang kehidupan yang heterogen. Penelitian awal untuk pembinaan narapidana, harus dilakukan pada saat narapidana masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan dimana penelitian harus akurat. Sebelum suatu pembinaan berlangsung diharapkan para pembina harus langsung mengenal situasi kejiwaan dari narapidana yang akan dibina. kekacauan pikiran terhadap segala sesuatu, misalnya terhadap keluarga di rumah, terhadap hubungan sesama narapidana, harus terlebih dahulu dihilangkan agar narapidana tersebut dengan serius menerima materi pembinaan dan dapat mengikuti pembinaan dengan tuntas. Ada dua pendekatan dalam memberikan pembinaan bagi narapidana menurut kebutuhan yaitu :

a. Pendekatan dari atas

Merupakan pembinaan atau materi pembinaan yang berasal dari pembina, atau paket pembinaan bagi narapidana telah disediakan dari atas. Narapidana tidak ikut menentukan jenis pembinaan yang akan dijalaninya, tetapi langsung saja menerima pembinaan dari para pembina. Praktek pembinaan inilah yang masih digunakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa dalam memberikan pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan (Narapidana).

b. Pendekatan dari bawah

(9)

Proses pembinaan ini seluruh kegiatan sangat tergantung kepada pribadi narapidana sendiri, dan fasilitas pembinaan adalah yang dimiliki oleh lembaga pemasyarakatan sendiri. Seorang narapidana seringkali tidak mengetahui apa yang menjadi kebutuhan pembinaan bagi dirinya atau kebutuhan belajarnya, hal ini disebabkan karena narapidana tersebut tidak tahu dan tidak mengenal diri sendiri. Pembinaan narapidana dengan menggunakan pendekatan dari bawah membawa konsekuensi yang tinggi bagi para pembina karena pihak pembina harus mampu menyediakan sarana dan prasarana bagi tercapainya tujuan pembinaan yang diamanatkan dalam UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.

Ada perbedaan yang menyolok antara pendekatan dari atas dengan pendekatan dari bawah yaitu pada tujuan yang hendak dicapai melalui pembinaan tersebut. Pendekatan dari atas, tujuan yang hendak dicapai telah ditentukan oleh pembina, sedangkan pendekatan yang dari bawah, tujuan yang hendak dicapai ditentukan oleh narapidana itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut, bahwa pendekatan dari atas membuat para pembina menentukan arah pembinaan narapidana, tujuan pembinaan sesuai dengan keinginan pembina, sedangkan pendekatan dari bawah narapidana telah menentukan akan menjadi apa sesuai dengan tujuan yang dibuatnya.59

Setelah mengetahui secara singkat tentang pembinaan narapidana dalam sisitem pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan, maka dapat dikatakan pada prinsipnya, narapidana tersebut juga merupakan manusia biasa yang

(10)

juga mempunyai kekhilafan dan kekurangan pada waktu berbuat suatu tindak pidana atau kejahatan, akan tetapi juga mempunyai potensi yang positif untuk dapat dikembangkan menjadi hal-hal yang berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat dan bahkan negara. Dengan melakukan pembinaan atau menggali potensi yang positif dalam diri seorang narapidana, maka diharapkan dapat merubahnya untuk menjadi seseorang yang lebih produktif untuk berkarya dalam hal-hal yang positif setelah narapidana tersebut selesai menjalani hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan dan tidak mengulangi perbuatan yang buruk di kemudian hari.

B. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa

1. Lokasi dan Keadaan Fisik Wilayah Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa terletak di kawasan kota Langsa tepatnya di Jalan Panglima Polem Nomor 39, sebelah selatan berbatasan dengan perumahan dinas lembaga pemasyarakatan, sebelah utara tanggul sungai, sebelah timur Kantor Pekerjaan Umum Seksi, sebelah barat kompleks lembaga pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan bentuk asli dari bangunan kuno peninggalan kolonial Belanda, dan bentuk bangunan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa berbentuk letter U, yang mana sebelah kanan merupakan bangunan lama dan sebelah kiri merupakan bangunan baru atau pernah mengalami perubahan.

(11)

narapidana yang menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa sudah mencapai 340 orang, dengan klasifikasi Tahanan berjumlah 69 orang dengan laki-laki 59 orang, wanita 4 orang dan anak-anak 6 orang. Jumlah narapidana 271 orang dengan klasifikasi laki-laki berjumlah 251 orang, wanita 14 orang dan anak didik pemasyarakatan berjumlah 6 orang.60

a. Perkantoran ;

Berdasarkan hal tersebut, menunjukkan bahwa jumlah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Keelas II B Kota Langsa melebihi kapasitas yang ada, sehingga membutuhkan pembinaan dan pengawasan yang ketat. Memberikan proses keamanan di Lapas diberikan dengan cara menjaga dan meningkatkan keamanan bangunan Lembaga Pemasyarakatan ini dibatasi oleh satu buah dinding, yang tingginya sekitar 8 M dan diatas dinding tersebut terdapat kawat berduri dan dalam Lembaga Pemasyarakatan tersebut terdapat 4 pos jaga, yaitu 1 pos utama yang terletak di di depan lembaga pemasyarakatan, 1 pos yang berada di belakang, 1 pos yang berada di sudut sebelah kanan, dan 1 pos yang berada di dalam blok. Di pintu utama Lembaga Pemasyarakatan tersebut terdapat dua orang penjaga keamanan.

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, juga terdapat bangunan dan beberapa sarana yang merupakan faktor penunjang dalam proses pembinaan terhadap warga binaan (Narapidana), diantaranya :

b. Ruang Klinik ; c. Dapur ;

d. Ruang sarana kerja ;

60

(12)

e. Mushalla ;

f. Lapangan, yang digunakan untuk sarana olahraga seperti badminton, volley ball, sepak bola, tenis meja ;

g. Blok-blok hunian warga binaan pemasyarakatan.

Untuk merealisasikan apa yang merupakan hak dari narapidana, dalam kaitannya dengan tempat tinggal yang layak, maka di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa menyediakan 1 (satu) blok dengan 20 kamar sebagai tempat tinggal narapidana, dengan klasifikasi penghuninya sebagai berikut (Tabel 1) :

No. Klasifikasi Kamar

Luas

Kamar

(meter)

Kapasitas

Kamar/orang

(yang sedang

dihuni)

Kapasitas yang

seharusnya

1. Kamar I 3 x 2 9 4

2. Kamar II 3 x 2 9 4

3. Kamar III 3 x 4 17 8

4. Kamar IV 3 x 4 21 8

5. Kamar V 3 x 4 20 8

6. Kamar VI 3 x 3 14 6

7. Kamar VII 3 x 4 18 8

8. Kamar VIII 3 x 4 15 8

9. Kamar IX 3 x 5 18 10

10. Kamar X 3 x 4 13 8

11 Kamar XI 3 x 3 10 6

12. Kamar XII 3 x 3 9 6

13. Kamar XIII 3 x 4 17 8

(13)

15. Kamar XV 3 x 2 11 4

16. Kamar XVI 3 x 6 58 14

17. Kamar XVII 3 x 2 9 4

18. Kamar XVIII 3 x 4 18 8

19. Kamar XIX 3 x 5 27 10

20. Kamar XX 3 x 5 25 10

Berdasarkan tabel 1 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hak-hak warga binaan yang menghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa masih belum terpenuhi dalam mendapatkan tempat hunian yang layak dan hal ini dapat terlihat dari kondisi kapasitas warga binaan yang sedang menghuni LP dengan kapasitas yang di syaratkan. berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan salah satu hak yang diberikan kepada warga binaan adalah mendapat perawatan secara jasmani dan rohani, mendapatkan kesehatan yang layak, dan hak-hak lain yang diperkenankan oleh peraturan perundang-undangan. Kapasitas hunian yang dimiliki oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa masih belum memenuhi hak dari warga binaan tersebut.

(14)

nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.61

Selama dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa memberikan pembinaan terhadap narapidana, yaitu pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan dan pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan. Pembinaan di dalam lembaga meliputi pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian yaitu pembinaan kesadaran beragama, pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, pembinaan kemampuan intelektual, pembinaan kesadaran hukum. Pembinaan kemandirian meliputi proses pendidikan keterampilan dan bimbingan kerja. Pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan, yaitu cuti bersyarat, cuti menjelang bebas, dan pembebasan bersyarat. Selama proses pembinaan yang berlangsung di lembaga pemasyarakatan para petugas pemasyarakatan dalam melaksanakan tugasnya yang merawat dan melindungi harus dapat memberikan perlindungan dan pengayoman kepada narapidana yang mengacu pada falsafah atau nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dimana selain narapidana diperlakukan sebagai individu juga diperlakukan sebagai anggota masyarakat. Artinya, di dalam proses pembinaan para narapidana tersebut tetap harus dilindungi dan diayomi dan tidak boleh diperlakukan secara sewenang-wenang, karena narapidana tersebut juga mempunyai hak-hak asasi yang melekat pada dirinya dan dalam proses pembinaan di lembaga pemasyarakatan narapidana diberikan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dijalankan yang sesuai dengan Pancasila dan narapidana tersebut tidak bisa dipisahkan hubungannya dengan keluarga dan masyarakat dan tidak lepas dari tanggung jawab mereka terhadap pembinaan yang dilakukan.62

2. Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa merupakan unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang menampung, merawat, membina, dan membimbing warga binaan pemasyarakatan. Agar dapat melaksanakan tugas-tugas tersebut maka petugas-tugas pemasyarakatan selayaknya harus memahami

61

(15)
(16)

BAGAN I

Struktur Organisasi

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa

Sumber : Data Sekunder Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa Tahun 2014.

KALAPAS

ERRY TARUNA DS, Bc. IP,

KEP. PENGAMANAN LP

ZULKIFLI, SH

KASUBBAG TATA USAHA

SUDIRMAN, SH

KAUR UMUM

SYAMSUL BAHRI, SH

KAUR KEP. & KEU

SYAMSIDAR, SH

ANGGOTA JAGA

KASI. ADM KAMTIB

ISKANDAR, SH

KASI. BINAGIATJA

EFFENDI, SH

KASUBSI PERAWATAN ABD. HANAN, SH KASUBSI

GIATJA RAMLI, SH KASUBSI

REGISTRASI RAMLI, SH KASUBSI PEL & TATIB

TANTAW, SH.MH

KASUBSI KEAMANAN

(17)

3. Tugas dan Fungsi para Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B

Kota Langsa

a. Kepala Lembaga Pemasyarakatan

Bertugas menetapkan rencana kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, mengusulkan remisi umum dan khusus untuk narapidana, mengkoordinasikan penyusunan Daftar Urut Kepangkatan (DUK) Pegawai di lingkungan Lapas, mengusulkan kenaikan pangkat, mengusulkan kenaikan gaji berkala, mengusulkan pembebasan bersyarat, mengusulkan Cuti Menjelang Bebas dan cuti bersyarat Warga Binaan Pemasyarakatan, menetapkan surat lepas warga binaan pemasyarakatan, menetapkan surat kerja panitia lelang, menetapkan pemenang lelang bahan makanan warga binaan pemasyarakatan.

b. Kepala pengamanan Lembaga Pemasyarakatan

Bertugas mengawasi pelaksanaan tugas pengamanan terhadap warga binaan, mengkoordinasikan pemeliharaan keamanan Lapas, melakukan pemeriksaan pelangaran keamanan.

c. Bagian Tata Usaha

Bertugas melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga lembaga pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa. Bagian tata usaha terdiri atas :

1) Sub bagian umum

Bertugas melakukan urusan surat menyurat, inventarisasi, pemeliharaan gedung, mengatur rumah tangga kantor.

2) Sub bagian kepegawaian

(18)

3) Sub bagian keuangan

Bertugas melakukan urusan keuangan d. Bidang Bimbingan dan Kegiatan Kerja

Bertugas melakukan menyusun rencana kerja seksi binadik, melakukan program pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan, melaksanakan dan memimpin sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan, koordinasi pelaksanaan perawatan kesehatan dengan instansi lain, melakukan ketatausahaan seksi bimbingan dan kegiatan kerja, melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan bawahan, menyusun dan dan menyiapkan laporan seksi binadik, melakukan penilaian pelaksanaan perwalian warga binaan pemasyarakatan. Bidang bimbingan dan kegiatan kerja terdiri dari :

1) Seksi Registrasi

Bertugas membuat remisi umum dan khusus untuk narapidana, membuat registrasi narapidana dan tahanan, membuat surat bebas bagi narapidana, melakukan pengambilan foto/identitas warga binaan pemasyarakatan, membuat statistik dan dokumentasi sidik jari, mengusulkan pembebasan bersyarat dan cuti bersyarat warga binaan. 2) Seksi Perawatan

Bertugas membuat buku gudang beras, melakukan pengawasan melekat, memberikan peralatan perlengkapan narapidana.

3) Seksi kegiatan kerja

(19)

menyiapkan tempat bimbingan kerja, menyediakan guru pendidik atau guru pembimbing.

e. Bidang administrasi keamanan dan tata tertib

Bertugas melakukan pemeriksaan dan pembuatan BAP terhadap warga binaan yang melanggar peraturan Lapas, menerima laporan dan memeriksa laporan pengamanan, melakukan koordinasi dengan Kepala Pengamanan Lapas dalam hal keamanan Lapas, melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan bawahan. Bidang administrasi keamanan terdiri dari :

1) Seksi Keamanan

Bertugas mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan.

2) Seksi pelaporan dan tata tertib

Bertugas menerima laporan hariandan berita acara dari satuan pengamanan yang bertugas serta mempersiapkan laporan berkala di bidang keamanan.

4. Latar Belakang Pendidikan Petugas/Pegawai Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II B Kota Langsa

(20)

Lembaga Pemasyarakatan sangat mempengaruhi dalam keberhasilan proses pembinaan yang berjalan di Lembaga Pemasyarakatan. Di bawah ini akan diuraikan tingkat pendidikan Petugas/Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, yaitu :

TABEL 2. Latar Belakang Pendidikan Petugas/Pegawai Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa Tahun 2011 – Tahun 2013.

No Pendikan Jumlah

1 Sekolah Dasar 0

2 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 0 3 Sekolah Menengah Atas (SMA) 36

4 Diploma-3 (D3) 2

5 Sarjana/Strata-1 (S1) 15

6 Strata-2 (S2) 0

Jumlah 53

Sumber Data : Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa Tahun 2011- Tahun 2013

(21)

pendidikan Diplomat-3 (D3) dari tahun 2011 sampai tahun 2013 sebanyak 2 orang. Para petugas pemasyarakatan inilah yang mendukung sistem pemasyarakatan melalui proses pembinaan terhadap narapidana yang berbeda klasifikasi tindak pidananya, karakter narapidana dan berbeda latar belakang kehidupan dari narapidanaa tersebut. Proses pembinaan dilakukan agar dapat memasyarakatkan kembali narapidana setelah selesai menjalani masa pidananya.

Pendidikan yang dimiliki oleh petugas pemasyarakatan juga mempengaruhi tingkat kemampuan untuk melahirkan kebijakan-kebijakan yang diambil dalam rangka pembinaan dan perlindungan warga binaan pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa. Kemampuan melakukan pendekatan-pendekatan terhadap narapidana dalam mengubah mental dan perilakunya melalui pembinaan-pembinaan dipengaruhi tingkat pendidikan yang dimiliki oleh petugas pemasyarakatan.

Melihat kondisi tingkat pendidikan yang dapat dikatakan relatif rendah dan hal ini tentunya dapat berpengaruh pada kompetensi kerja pegawai dalam melaksanakan tugas pembinaan narapidana. Dengan pendidikan yang rendah sulit diharapkan dapat mengembangkan dan mengimplementasi program-program pembinaan narapidana yang bersifat inovatif dan sensitif terhadap kebutuhan narapidana.

C. SISTEM PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KELAS II B KOTA LANGSA

(22)

TABEL 3. Jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa Tahun 2011-2013.

No

(23)

Berdasarkan Tabel 3 diatas, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa dari Tahun 2011 sampai 2013 mengalami peningkatan. Dari tahun 2011 sampai tahun 2012 sebesar 36 orang, dari tahun 2012 sampai tahun 2013 sebesar 83 orang. Adanya kenaikan jumlah penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa tidak membawa pengaruh yang berarti dalam proses pembinaan terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa tersebut. Ini dikarenakan jumlah kapasitas penghuni di Lembaga Pemasyarakatan tersebut 145 penghuni. Berdasarkan hal itu, maka dapat dikatakan bahwa Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa sudah melebihi kapasitas

(overcapacity) yang ada.

Jumlah warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa yang dikaitkan dengan jumlah petugas pemasyarakatan dari Tahun 2011 sampai tahun 2013 yang berjumlah 53 petugas pemasyarakatan. Ini merupakan gambaran yang irasional dikarenakan tidak sesuai antara kuantitas warga binaan pemasyarakatan dengan kuantitas petugas pemasyarakatan di Lapas Kelas II B Kota Langsa.

(24)

berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Effendi yang menyatakan bahwa lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa yang memberikan proses pembinaan terhadap narapidana yang berbeda klasifikasi tindak pidana seperti yang telah digambarkan dalam tabel diatas tidak ada pembedaan dalam proses pembinaannya, dikarenakan lapas kekurangan dana, kekurangan sarana dan prasarana yang mendukung proses pembinaan, kekurangan kuantitas dan kualitas petugas pemasyarakatan yang profesional.63

Hasil wawancara dengan Bapak Effendi yang menyatakan bahwa latar belakang kehidupan dari narapidana yang beragam diantaranya ada yang berasal dari kalangan dari keluarga golongan ekonomi lemah dan golongan ekonomi yang kuat, ada yang berasal dari kalangan keluarga yang tidak harmonis, ada yang berasal dengan latar belakang pendidikan SD, SMP, SMA, dan Sarjana, ada yang berasal dari kultur atau kalangan masyarakat yang banyak melakukan kejahatan. Dilihat dari segi kepribadian, narapidana juga memiliki kepribadian yang beragam diantaranya ada yang berasal dari kalangan pendiam, susah berinteraksi, mudah bergaul, periang dan pemurung. Berdasarkan latar belakang kehidupan dan kepribadian narapidana harusnya Lembaga Pemasyarakatan memberikan proses pembinaan yang sesuai dengan bakat dan minat dari masing-masing narapidana.

Inilah salah satu gambaran yang menunjukkan kurang efektifnya berjalan proses pembinaan yang diterapkan di Lapas Kelas II B Kota Langsa dalam memberikan pembinaan terhadap narapidana, karena jumlah narapidana yang berada di Lapas berbeda latar belakang kehidupannya, dan kepribadian dari masing-masing narapidana tersebut.

64

2. Tahap-tahap Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota

Langsa

63

(25)

Pembinaan yang dilakukan terhadap narapidana harus berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada hakekatnya pembinaan narapidana harus dimulai sejak narapidana tersebut masuk ke Lembaga Pemasyarakatan. Proses pembinaan yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan tidak boleh menciderai hak-hak asasi manusia narapidana, karena narapidana juga sama seperti manusia lainnya yang harkat dan martabatnya harus diakui, dihormati, dan dilindungi oleh para pihak-pihak yang ada di Lembaga Pemasyarakatan, karena narapidana juga merupakan makhluk sosial, sebagai makhluk sosial narapidana tidak dapat hidup sendiri. Narapidana harus hidup bersama-sama dengan orang lain, hal ini sesuai dengan tujuan pembinaan yaitu mengenal diri sendiri secara penuh untuk menentukan kesadaran diri sendiri dan mampu melakukan perubahan diri ke arah yang lebih baik dan lebih positif, oleh sebab itu kesadaran merupakan hal yang penting untuk diketahui oleh narapidana agar dapat dengan mudah mengikuti proses pembinaan di lembaga pemasyarakatan dan dapat menerapkannya di tengah-tengah masyarakat ketika selesai menjalani masa pidana. Tahap-tahap pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa terdiri dari :65

a. Tahap awal

Pembinaan pada tahap awal ini dimulai sejak berstatus sebagai narapidana sampai menjalani sepertiga masa pidana. Tahap ini lebih dikenal dengan Mapenaling (Masa Pengenalan Lingkungan). Setiap narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang baru masuk Lembaga Pemasyarakatan akan diteliti segala hal ikhwal perihal dirinya termasuk sebab-sebab melakukan tindak pidana, tempat tinggal narapidana, situasi ekonominya, latar belakang pendidikan dan sebagainya. Tahap ini narapidana dan anak didik pemasyarakatan diarahkan untuk mengenal situasi atau keadaan lingkungan Lembaga Pemasyarakatan, supaya narapidana dapat mengenal atau beradaptasi dengan lingkungan dan sesama narapidana di Lembaga Pemasyarakatan tersebut. Dalam masa pembinaan tahap awal ini dilakukan pembinaan kepribadian yang meliputi pembinaan kesadaran

65

(26)

beragama, pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, pembinaan intelektual, pembinaan kesadaran hukum, pembinaan jasmani.

Pada tahap ini setiap narapidana mempunyai satu orang wali yang ditunjuk dari petugas pemasyarakatan. Setiap wali biasanya mengampu kurang lebih 15 (lima belas) narapidana. Wali bertugas mengawasi sikap, perilaku, mengamati perkembangan narapidana serta menilai perkembangan narapidana. Penilaian dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam sidang TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan). Wali juga berperan untuk menerima keluhan-keluhan dan hal-hal yang berhubungan dengan narapidana yang diampunya. Selama 1 bulan menjalani masa pengamatan, pengenalan dan penelitian lingkungan, diadakan sidang TPP untuk menentukan mengenai strategi pembinaan yang akan diterapkan pada tahap selanjutnya. Putusan dalam sidang TPP harus sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan oleh pembina pemasyarakatan, wali pemasyarakatan, pengamat pemasyarakatan dan pembimbing pemasyarakatan di Lapas

b. Tahap Lanjutan Pertama

(27)

kemandirian ini yaitu dengan memberikan bekal berupa keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri.

c. Tahal Lanjutan Kedua/Tahap Asimilasi

(28)

agar mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada narapidana dan merugikan masyarakat dimana narapidana tersebut diasimilasikan.

Pembinaan narapidana pada tahap ini dapat dimulai dari ½ masa pidana sampai 2/3 masa pidananya dan menurut penilaian tim pembinaan pemasyarakatan sudah memiliki kemajuan fisik, mental dan keterampilan. Pada tahap ini pengawasan terhadap narapidana relatif berkurang (minimum security).

Asimilasi diklasifikasikan menjadi 2 bentuk yaitu asimilasi di dalam lembaga pemasyarakatan dan asimilasi ke luar lembaga pemasyarakatan. Narapidana yang menjalani asmilasi di dalam lembaga pemasyarakatan, diantaranya narapidana dipercayakan untuk menjadi Tamping di dalam lembaga pemasyarakatan, sedangkan asimilasi di luar lembaga pemasyarakatan, yaitu ikut beribadah bersama-sama dengan masyarakat luar, berolahraga bersama-sama dengan masyarakat luar, mengikuti pendidikan di sekolah umum, bekerja di luar lembaga pemasyarakatan, tetapi dalam pelaksanaannya tetap masih berada di bawah pengawasan dan bimbingan dari petugas pemasyarakatan. Asimilasi ke luar lembaga pemasyarakatan ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ini dikarenakan, pihak masyarakat, lembaga-lembaga sosial atau dinas-dinas pemerintahan belum pro aktif mempedulikan warga binaan pemasyarakatan, belum ada kerja sama yang baik, teratur dan berkesinambungan atau kerja sama pembinaan dengan instansi terkait belum terprogram secara maksimal.66

d. Tahap akhir/integrasi dengan lingkungan masyarakat

66

(29)

Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam proses pembinaan narapidana. Apabila proses pembinaan dari tahap admisi atau orientasi, tahap pembinaan, tahap asimilasi dapat berjalan dengan lancar dan baik serta masa pidana yang sebenarnya telah dijalani 2/3 atau sedikitnya 9 bulan, maka kepada narapidana tersebut diberikan pembebasan bersyarat, dan cuti menjelang bebas. Dalam tahap ini proses pembinaannya dilaksanakan di masyarakat luas sedangkan pengawasannya semakin berkurang sehingga narapidana dapat berinteraksi dengan masyarakat.

Tahap integrasi ini proses pembinaannya dilaksanakan di masyarakat luas sedangkan pengawasan langsung oleh Balai Pemasyarakatan bukan lagi pihak lembaga pemasyarakatan. Narapidana yang bersangkutan harus wajib melaporkan diri ke balai pemasyarakatan. Jika pada tahap integrasi narapidana kembali melakukan tindak pidana, maka narapidana harus menjalani sisa masa pidananya di dalam lembaga pemasyarakatan ditambah lagi dengan sanksi pidana yang baru.67

D. Aktifitas Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II

B Kota Langsa

Tahap-tahap pembinaan tersebut di atas secara umum dapat dikatakan sebagai tahap pembinaan standar yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa kepada setiap narapidana.

Pembinaan yang diterapkan di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa mencakup pembinaan kepribadian (mental dan spritual) serta pembinaan

(30)

kemandirian. Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar warga binaan pemasyarakatan menjadi manusia seutuhnya, bertakwa dan bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat. pembinaan kemandirian diarahkan pada pembinaan bakat dan keterampilan agar warga binaan pemasyarakatan dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Dua pola pembinaan tersebut merupakan realisasi dari Pasal 14 dan 15 UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Bila melihat pembinaan yang sesungguhnya, yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, dinyatakan bahwa pembinaan warga binaan pemasyarakatan (narapidana) dilakukan di lembaga pemasyarakatan. Ada dua proses pembinaan yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan, diantaranya secara internal (di dalam lembaga pemasyarakatan) dan secara eksternal (di luar lembaga pemasyarakatan).

1. Pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan (internal)

Pembinaan yang diterapkan di dalam lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa ini mencakup pembinaan kepribadian (mental dan spritual) serta pembinaan kemandirian. Adapun target yang hendak dicapai dari pembinaan ini ialah agar narapidana menjadi insaf atau menyadari akan kesalahannya dan supaya narapidana tidak mengulangi lagi perbuatannya dan setelah selesai menjalani hukuman di lapas narapidana memiliki keterampilan dan dapat lebih berguna bagi keluarga dan masyarakat sekitar.68

a. Pembinaan kepribadian

68

(31)

Pembinaan kepribadian selama waktu tertentu, agar narapidana dikemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi dan taat terhadap terhadap hukum yang berlaku di dalam masyarakat. pembinaan narapidana dipengaruhi masyarakat luar yang menerima narapidana menjadi anggotanya. Arah pembinaan bertujuan membina pribadi narapidana agar jangan sampai mengulangi kejahatan dalam menaati peraturan hukum, membina hubungan antara narapidana dengan masyarakat luar, agar dapat berdiri sendiri dan dapat menjadi anggotanya.69

1) Pembinaan kesadaran beragama

Adapun yang menjadi pembinaan kepribadian ini yaitu :

Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang menyatakan bahwa setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan wajib mengikuti program pendidikan dan bimbingan agama sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Usaha ini dilakukan agar narapidana dan anak didik pemasyarakatan menjauhkan dari tindakan tidak terpuji, dan tindakan melanggar hukum oleh sebab itu, pendidikan agama di lembaga pemasyarakatan sangat penting sekali, terutama dalam menggugah kesadaran beragama bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pendalaman ajaran agama, harus disertai dengan praktek-praktek keagamaan yang diwajibkan oleh agama yang dianutnya. Kehidupan beragama bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan, haruslah mewarnai kehidupan di dalam lembaga pemasyarakatan, karena kehidupan beragama akan menggugah narapidana yang lain untuk ikut serta memperdalam

(32)

ajaran agama yang dianutnya. Kewajiban untuk menjalankan ajaran agama yang dianutnya selama menjalani pidana, akan sangat berguna sekali bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Menurut Bapak Effendi, penerapan pembinaan tersebut dilakukan dengan cara-cara antara lain : untuk narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang beragama islam yaitu dengan cara pengajian dan siraman rohani. Jadwal kegiatan tersebut dilakukan setiap hari senin sampai hari jumat. Pembinaan kesadaran beragama ini Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa mengadakan hubungan kerja sama dengan Dinas Syariat Islam dan Departemen Agama di Kota Langsa. Berhubung narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa mayoritas beragama islam dan ada beberapa narapidana yang beragama Kristen. Pembinaan kesadaran beragama terhadap narapidana kristen tidak terlaksana dikarenakan kurangnya sumber daya manusia yang beragama kristen di Kota Langsa dalam memberikan pembinaan keagamaan kepada narapidana yang beragama kristen. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Effendi yang menyatakan bahwa kurangnya kesadaran diri dari narapidana dalam hal melakukan pembinaan keagamaan tersebut. Beliau menambahkan bahwa para narapidana lebih memilih untuk berdiam di dalam kamarnya dari pada melaksanakan aktifitas keagamaan yang berlangsung di Lembaga Pemasyarakatan.70

2) Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara

Usaha ini dilaksanakan melalui pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila termasuk menyadarkan para narapidana dan anak didik pemasyarakatan

(33)

agar dapat menjadi warga negara yang baik dan dapat berbakti kepada bangsa dan negaranya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Effendi penerapan pembinaan tersebut dilakukan dengan cara-cara, yaitu dilakukannya upacara bendera setiap proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus dan pada hari Lembaga Pemasyarakatan. Setiap warga negara termasuk narapidana harus memahami pengertian kesadaran berbangsa dan bernegara secara benar sehingga mampu menerapaknnya dalam kehidupan di masyarakat.71

a. Kami narapidana berjanji menjadi manusia susila yang berpancasila dan berjanji menjadi manusia pembangunan yang aktif dan produktif ; Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara yang diterapkan melalui baris-berbaris guna upacara bendera yang wajib diikuti narapidana dan anak didik pemasyarakatan pada setiap Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dan pada hari Lembaga Pemasyarakatan selalu mengucapkan Catur Dharma Narapidana (empat janji narapidana) yaitu :

b. Kami narapidana menyadari dan menyesali sepenuhnya perbuatan yang pernah kami lakukan dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan yang melanggar hukum ;

c. Kami narapidana berjanji memelihara tata krama, tata tertib, melakukan perbuatan yang utama serta menjadi contoh teladan dalam lembaga pemasyarakatan ;

d. Kami narapidana dengan tulus ikhlas menerima bimbingan, dorongan serta patuh, taat, hormat kepada petugas dan pembina pemasyarakatan.

(34)

3) Pembinaan kemampuan intelektual

(35)

perpustakaan Lapas dan memperoleh informasi yang seluas-luasnya dari luar, misalnya dengan membaca koran atau majalah, dan sebagainya.72

4) Pembinaan kesadaran hukum

Pembinaan kesadaran hukum dilakukan dengan memberikan penyuluhan hukum kepada narapidana dan anak didik pemasyarakatan dengan tujuan supaya narapidana dan anak didik pemasyarakatan memiliki kesadaran hukum yang tinggi, sehingga narapidana dan anak didik pemasyarakatan sebagai anggota masyarakat dapat mengetahui mengenai aturan-aturan hukum yang berlaku dan dapat menyadari akan hak dan kewajiban yang berlaku. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Effendi yang menyatakan bahwa pembinaan kesadaran hukum ini dilakukan dengan mengadakan kerjasama dengan pihak Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Langsa untuk memberikan penyuluhan hukum tentang bahaya akibat penyalahgunaan Narkotika dan obat-obat terlarang lainnya dan mengadakan kerjasama dengan pihak Polresta Kota Langsa yang memberikan penyuluhan hukum secara umum kepada narapidana.73 Pembinaan kesadaran hukum yang berjalan di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa tidaklah berjalan dengan lancar dikarenakan warga binaan pemasyarakatan (Narapidana) tidak banyak yang berminat dalam mengikuti proses pembinaan kesadaran hukum.74

5) Pembinaan jasmani

72

Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 03 Maret 2014.

(36)
(37)

menyelenggarakan pagelaran kesenian dan masyarakat luar juga kurang aspiratif dalam memberikan hak rekreasi kepada narapidana.75

b. Pembinaan kemandirian

Menurut Bapak Ramli selaku Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja bahwa pembinaan kemandirian adalah sebagai bekal narapidana agar bisa hidup mandiri (minimal bisa menghidupi dirinya sendiri dan keluarga) dan mampu menciptakan lapangan kerja ketika selesai menjalani masa pidananya. Pembinaan kemandirian diberikan melalui program-program, yaitu :76

1) Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan minat dan bakat para narapidana masing-masing. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ramli yang menyatakan bahwa hal tersebut belum dapat direalisasikan karena belum cukupnya sarana dan prasarana di Lembaga Pemasyarakatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu narapidana yang menyatakan bahwa sewaktu dirinya pertama kali masuk ke lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa tidak ada dilakukan pendataan mengenai bakat dan kemampuan yang dimiliki narapidana dan hal ini pun berimplikasi selama berada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa narapidana tersebut tidak pernah melakukan keterampilan pekerjaan atau bimbingan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakat narapidana.77

2) Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa diadakan pembagian bimbingan kerja diantaranya bagi narapidana wanita membuat kerajinan dompet, membuat kotak tisu. Bagi narapidana laki-laki dengan bimbingan kerja di bengkel las dan bimbingan kerja di bidang kerajinan kayu (membuat kursi, lemari dan meja), membuat sangkar burung dan asbak rokok, membuat tudung saji. Bagi anak didik pemasyarakatan membuat kerajian kayu seperti membuat sangkar burung. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu narapidana wanita yang menyatakan bahwa kurangnya bimbingan kerja yang diterima di Lapas, dikarenakan narapidana wanita terkendala dana dalam membeli perlengkapan untuk membuat alat-alat keterampilan, narapidana

75

Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 03 Maret 2014.

76

Wawancara dengan Bapak Ramli Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 03 Maret 2014.

77

(38)

wanita banyak yang kurang kreatif dalam menghasilkan keterampilan, rendahnya minat atau keinginan dari narapidana wanita dalam membuat keterampilan, tidak adanya dorongan atau motivasi bimbingan kerja kepada narapidana wanita dari pembina.78 Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu anak didik pemasyarakatan yang menyatakan bahwa kurangnya bimbingan kerja yang diterima anak didik selama di Lapas, hal ini dikarenakan rendahnya minat anak didik untuk mengikuti bimbingan kerja, lembaga pemasyarakatan sendiri jarang untuk memberikan program bimbingan kerja kepada anak didik.79 Berdasarkan hasil wawancara dengan narapidana yang menyatakan bahwa bimbingan kerja yang diterapkan di Lapas sudah cukup baik, hanya saja banyak diantara narapidana yang tidak mengikuti proses bimbingan kerja tersebut, keterbatasan jumlah dan kualitas bahan baku yang nantinya akan diolah oleh narapidana di bengkel kerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan narapidana bahwa seringkali bahan yang dipakai untuk kegiatan kerja adalah bahan yang tidak layak pakai, seperti kayu yang akan dipakai untuk membuat kusen atau meja berasal dari kayu dengan kualitas biasa dan seadanya, bahkan narapidana juga pernah membuat barang dengan bahan baku bekas atau sudah mulai rusak yang layaknya sebagai sisa-sisa pertukangan, tidak adanya tempat untuk memasarkan hasil-hasil karya yang dihasilkan narapidana, banyak hasil karya dari narapidana yang tidak menghasilkan uang sehingga hal ini membuat minat dari narapidana semakin rendah.80

2. Pembinaan di Luar Lembaga Pemasyarakatan (eksternal)

Menurut Bapak Effendi bahwa tujuan pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan supaya narapidana dan anak didik pemasyarakatan dapat berintegrasi dengan baik di lingkungan masyarakat, yang mana hal ini sesuai dengan konsep pemasyarakatan yaitu bahwa narapidana dan anak didik pemasyarakatan tidak boleh diasingkan dari kehidupan masyarakat. Pembinaan secara eksternal yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan disebut Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas, yaitu proses

78

Wawancara dengan Ibu Zuliana Narapidana Wanita dengan Klasifikasi Tindak Pidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 03 Maret 2014.

79

Wawancara dengan salah satu Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada Tanggal 03 Maret 2014.

80

(39)

pembinaan narapidana yang telah memenuhi syarat-syarat pengawasannya dilaksanakan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas), karena Bapas merupakan suatu pranata untuk melaksanakan bimbingan klien pemasyarakatan (Pasal 1 Angka 4 undang-undang pemasyarakatan).81

Narapidana atau anak didik pemasyarakatan dapat diberikan pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas apabila telah memenuhi persyaratan substantif dan administratif. Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.2.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang syarat dan tata cara pelaksanaan

Berdasarkan Pasal 1 Angka 2 Pembebasan bersyarat merupakan proses pembinaan narapidana dan anak pidana di luar lembaga pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) masa pidana, dan berkelakuan baik. Program pembebasan bersyarat di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa maka, narapidana dan anak pidana dapat menjalani sisa pidananya setelah menjalani 2/3 dari masa pidana di luar lembaga pemasyarakatan dengan tujuan agar narapidana dan anak pidana dapat berbaur dengan masyarakat sebelum narapidana dan anak pidana bebas murni.

Berdasarkan Pasal 1 Angka 3 dinyatakan bahwa cuti menjelang bebas merupakan proses pembinaan narapidana dan anak pidana di luar lembaga pemasyarakatan setelah menjalani 2/3 (dua pertiga) masa pidana, sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan berkelakuan baik.

81

(40)

asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat adapun yang menjadi persyaratan substantif yaitu :

a. telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana ;

b. telah menunjukkan budi pekerti dan moral yang positif ;

c. masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana dan anak pidana yang bersangkutan ;

d. berkelakuan baik selama menjalani pidana dan tidak pernah mendapat hukuman disiplin.

Selain persyaratan substantif di atas, berdasarkan ketentuan Pasal 7 dari peraturan Menteri Hukum dan HAM di atas, maka narapidana atau anak didik pemasyarakatan juga harus memenuhi persyaratan administratif, diantaranya :

1. Kutipan putusan hakim (ekstrak vonis) ;

2. Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh pembimbing kemasyarakatan atau laporan perkembangan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang dibuat oleh wali pemasyarakatan ;

3. Surat pemberitahuan ke kejaksaan negeri tentang rencana pemberian pembebasan bersyarat, cuti bersyarat dan cuti menjelang bebas terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan ;

4. Salinan register F (daftar yang memuat pelanggaran tata tertib yang dilakukan narapidana dan anak didik pemasyarakatan selama menjalani masa pidana) dari kepala lapas ;

5. Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti grasi, remisi, dan lain-lain dari kepala Lapas ;

6. Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima narapidana dan anak didik pemasyarakatan, seperti pihak keluarga, sekolah, instansi pemerintah atau swasta dengan diketahui oleh Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya lurah atau kepala desa.

(41)

pengadilan, jadi dengan kata lain setiap pelaksanaan pembebasan bersyarat tersebut akan dikoordinasikan dengan pihak kejaksaan selaku pengawas dan pelaksananya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Effendi yang menyatakan hambatan dalam pemberian pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan ialah dari pihak narapidana yang sering tidak mendukung pelaksanaan karena tidak menunjukkan sikap dan moral yang positif, adanya kekhawatiran masyarakat akan gangguan keamanan tertib masyarakat (kamtibmas), masih kurangnya pengetahuan aparat pemerintah setempat tentang program pembinaan di Lapas.82

Hasil wawancara dengan salah satu pihak dari keluarga narapidana yang menyatakan bahwa ada sedikit menemui kendala di kantor kelurahan setempat begitu meminta persetujuan atau tanda tangan dari lurah tempat kediaman keluarga narapidana yang bersangkutan.

Salah satu persyaratan administratif yang terlebih dahulu harus dipersiapkan oleh narapidana untuk dapat diberikan program pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan adalah surat jaminan dari pihak keluarga terdekat dari narapidana tersebut. Surat jaminan yang dibuat oleh keluarga narapidana yang menyatakan bahwa keluarga narapidana bersedia untuk menerima kembali narapidana yang bersangkutan untuk bertempat tinggal di alamat penjamin dan akan membantu penghidupan narapidana baik moril maupun materil. Surat jaminan yang dibuat oleh keluarga narapidana nantinya akan dibawa ke kelurahan setempat yang dimaksudkan agar pihak pemerintah setempat dapat mengetahui bahwa ada dari warga kelurahan setempat yang sedang menjalani pidana di Lapas dan akan dilaksanakan program pembinaan bebas bersyaratnya oleh pihak Lapas.

83

82

Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 03 Maret 2014.

83

(42)

untuk meyakinkan lurah tempat ia tinggal untuk menandatangani surat jaminan keluarga tersebut. Seolah-olah lurah tersebut akan ikut terlibat dalam proses narapidana yang bersangkutan. Selain itu, hambatan yang lain ialah tenggang waktu mulai dari pelaksanaan pengusulan pembebasan bersyarat sampai kepada turunnya surat keputusan pembebasan bersyarat yang realitanya berkisar kurang lebih 6 (enam) bulan dan panjangnya birokrasi yang ditempuh dalam pemberian pembebasan bersyarat ini.

Hasil wawancara dengan Bapak Effendi yang menyatakan bahwa dalam proses pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan ini petugas atau pembina harus benar-benar selektif dalam memberikan pembinaan di luar lembaga pemasyarakan, dikarenakan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa kurang memiliki kesadaran diri atau keinginan dari dalam diri narapidana dalam mendukung proses pembinaan yang ada di lembaga pemasyarakatan. Bapak Effendi juga menambahkan bahwa, apa yang diharapkan oleh undang-undang pemasyarakatan yang mengharapkan masyarakat narapidana yang selama berada di lembaga pemasyarakatan dalam menjalani proses pidana dibina, dibimbing dan diayomi dan setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan narapidana dapat berintegrasi dengan lingkungan masyarakat, dapat menyadari kesalahan, patuh terhadap aturan-aturan hukum yang berlaku dan tidak mengulangi perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum, hal yang seperti ini sulit untuk dicapai, dikarenakan tidak adanya dukungan atau partisipasi baik dari narapidana itu sendiri, petugas atau pembina di lembaga pemasyarakatan, keluarga dari narapidana yang kurang memberikan perhatian, pemerintah yang tidak peduli dengan kehidupan narapidana di lembaga pemasyarakatan dan masyarakat yang selalu berpikiran atau bersikap apatis.84

Berdasarkan pendapat P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang yang menyatakan bahwa tujuan dari penempatan seseorang di dalam lembaga pemasyarakatan berupa pemasyarakatan tidak akan pernah dapat dicapai dengan efektif dan efesien, selama masih terdapat perbedaan pandangan diantara para penyidik, jaksa, hakim dan para pelaksanan pemasyarakatan tentang hakikat penempatan seseorang di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Menurut Beliau timbulnya kesadaran untuk kembali menjadi warga negara yang baik pada narapidana tidak ditentukan oleh lamanya narapidana ditutup di dalam Lapas, melainkan ditentukan oleh kerja keras para pelaksana pemasyarakatan di dalam lembaga pemasyarakatan dan bantuan dari masyarakat yang mulai menyadari bahwa orang-orang yang ditempatkan di dalam lembaga

84

(43)

pemasyarakatan perlu disembuhkan dan bukan untuk diberikan semacam penderitaan dan untuk diasingkan dari masyarakat.85

Saat memberikan keterangan, Hakim Wasmat menyatakan bahwa kunjungan hakim wasmat ke lembaga pemasyarakatan sangat perlu dilakukan. Menurut hasil wawancara dengan hakim wasmat Pengadilan Negeri Kota Langsa, Bapak Ismail selama hakim wasmat mengunjungi lembaga pemasyarakatan tidak ada mengadakan observasi atas keadaan suasana dan kegiatan-kegiatan di dalam tembok lembaga pemasyarakatan apakah pemidanaan tidak menderitakan dan merendahkan harkat dan martabat manusia. akan tetapi, hanya mengadakan wawancara dengan narapidana di aula dengan mewawancarai secara acak berdasarkan klasifikasi tindak pidana yang dilakukan. Beliau juga menuturkan bahwa selama Beliau berkunjung ke lembaga pemasyarakatan ada melakukan wawancara dengan narapidana, baik mengenai proses pembinaan di dalam lembaga, perkelahian antara narapidana, bidang-bidang pelatihan kerja yang dilakukan narapidana dan lain-lain. Wawancara ini dilakukan secara acak salah satu narapidana berdasarkan klasifikasi tindak pidana. Misalnya hakim wasmat mewawancarai narapidana dengan klasifikasi tindak pidana kesusilaan, narkotika, begitu seterusnya.

Keberhasilan pembinaan terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan tidak hanya ditentukan oleh peran pembina atau petugas di lembaga pemasyarakatan, melainkan harus ada dukungan peran dari beberapa faktor diantaranya, dari diri narapidana sendiri, kelompok masyarakat, pemuka agama, pemuka masyarakat, pekerja sosial, Lembaga Swadaya Masyarakat, Pemerintah, Hakim wasmat. Semua faktor ini harus saling berhubungan dan memberikan perhatian dalam proses pembinaan terhadap narapidana, sehingga terwujud tujuan pembinaan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Pemasyarakatan. Salah satu faktor dalam pembinaan narapidana yaitu Hakim Wasmat di Pengadilan Negeri Kota Langsa.

86

Hasil wawancara dengan hakim wasmat, bahwa salah satu kendala dalam proses pembinaan di lembaga pemasyarakatan ialah dalam proses

85

P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Op.Cit, hlm 177.

86

(44)

pembinaan kurangnya sarana dan prasarana yang tersedia di Lapas, kurangnya petugas pembina dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana di lembaga pemasyarakatan. Beliau juga menambahkan bahwa kendala yang dihadapi selama menjalani tugasnya ialah kurangnya sumber daya manusia di Pengadilan Negeri Kota Langsa dalam mengamati dan mengawasi putusan perkara pidana yang telah berkekuatan hukum tetap dan tidak adanya anggaran yang tersedia bagi Hakim Wasmat dalam menjalankan tugasnya, hal ini dikarenakan di Pengadilan Negeri Kota Langsa hanya 1 (satu) Hakim Wasmat yang tersedia dalam mengawasi narapidana dalam proses pembinaan di Lapas.87

Lembaga Pemasyarakatan sebagai salah satu sub sistem peradilan pidana yang berdasarkan sistem output/input, yang menerima, menampung warga binaan pemasyarakatan untuk dibina, dibimbing dan diayomi selama menjalani masa pidananya dengan tujuan setelah narapidana selesai menjalani masa pidananya Berdasarkan uraian di atas bahwa di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa belum sepenuhnya pembinaan diberikan sesuai dengan apa yang diharapkan UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, karena implementasi di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa narapidana dewasa, anak-anak, narapidana laki-laki dan wanita, narapidana residivis dan bukan residivis, narapidana yang melakukan tindak pidana berat dan tindak pidana ringan, dan orang terpidana dan tahanan masih ditempatkan dalam satu bangunan sedangkan untuk lebih berhasilnya pembinaan narapidana sebaiknya ada bangunan-bangunan khusus sehingga dapat diadakan pemisahan antara narapidana dewasa, anak-anak, narapidana laki-laki dan wanita, narapidana residivis dan bukan residivis, narapidana yang melakukan tindak pidana berat dan tindak pidana ringan dan orang terpidana dan tahanan.

(45)

dapat berintegrasi dengan baik di masyarakat, menyesali perbuatannya, tidak melakukan kembali perbuatan yang melanggar aturan hukum.

Berdasarkan hasil penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa tidak demikian halnya dalam memberikan pembinaan terhadap narapidana. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Effendi yang menyatakan bahwa tidak mudah untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana yang dapat mengembalikan narapidana tersebut untuk menaati aturan-aturan hukum yang berlaku dan tidak melakukan kembali perbuatan tindak pidana, dikarenakan tidak mudah petugas pembina pemasyarakatan dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana yang begitu banyak yang terdiri dari latar belakang kehidupan narapidana yang beragam dan klasifikasi kepribadian atau karakter narapidana yang berbeda-beda dan masih banyak dari diri narapidana sendiri yang tidak memiliki kesadaran dalam dirinya untuk mengikuti proses pembinaan di Lapas, dan petugas atau pegawai di Lapas yang tidak sebanding dengan jumlah narapidana di Lapas dan masih banyaknya petugas/pegawai di Lapas dengan latar belakang pendidikan yang rendah. Beliau juga menambahkan, bahwa kurangnya interaksi atau komunikasi yang aktif antara narapidana dengan petugas atau pegawai menjadi salah satu indikator dalam penghambat proses pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, ini dikarenakan komunikasilah yang menjadi inti lancarnya suatu hubungan antara kedua belah pihak, yaitu antara narapidana dan petugas pembina pemasyarakatan. Menurut Beliau komunikasi yang aktif antara narapidana dengan petugas atau pegawai akan membawa cakrawala baru bagi kehidupan narapidana, sebab untuk menyampaikan pesan pembinaan, maka harus mampu untuk masuk dalam kerangka pemikiran narapidana, harus mengerti tentang diri narapidana secara utuh. 88

88

Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 03 Maret 2014.

(46)

Tabel 4. Sampel Setiap Kelompok Narapidana dan Anak Didik

Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota

Langsa

No Kelompok Jumlah Perbandingan Sampel

setiap kelompok

1 Narapidana laki-laki 251 0,92 5,52

2 Narapidana wanita 14 0,05 0,3

3 Anak Didik

Pemasyarakatan

6 0,02 0,2

Jumlah 271 6

Berdasarkan tabel 4 di atas, Dari 271 narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, yang mana masing-masing klasifikasi yaitu Narapidana dewasa, narapidana wanita dan anak didik pemasyarakatan (anak pidana) diberikan masing-masing kuesioner sebanyak 6 (enam).

Tabel 5. Hasil Kuesioner Kepada Narapidana Wanita

No Jenis Pertanyaan Persentase

1 Pembinaan kesadaran agama 84 % Baik

(47)

7 Pembebasan bersyarat 67 % Baik 8 Proses asimilasi 84 % Kurang 9 Cuti Menjelang Bebas 67 % Baik 10 Tingkat Kunjungan Keluarga 84 % Baik 11 Tingkat kepedulian masyarakat 100 % Kurang 12 Sarana dan prasarana 100 % Kurang

(48)

Tabel 6 Hasil Kuesioner Kepada Narapidana Laki-laki

No Jenis Pertanyaan Persentase

1 Pembinaan kesadaran agama 84 % Baik 2 Pembinaan kesadaran hukum 84 % Kurang 3 Pembinaan jasmani 84 % Baik 4 Pembinaan kemampuan intelektual 100 % Kurang 5 Bimbingan kerja 84 % Kurang 6 Pelayanan kesehatan 84 % Baik 7 Pembebasan bersyarat 84 % Baik 8 Proses asimilasi 84 % Kurang 9 Cuti Menjelang Bebas 84 % Baik 10 Tingkat Kunjungan Keluarga 84 % Baik 11 Tingkat kepedulian masyarakat 100 % Kurang 12 Sarana dan prasarana 100 % Kurang

(49)

menyatakan kurang, dan sarana prasarana yang tersedia di Lapas 100 % yang menyatakan kurang.

Tabel 7. Hasil Kuesioner Kepada Anak Didik Pemasyarakatan

No Jenis Pertanyaan Persentase

1 Pembinaan kesadaran agama 100% Baik

2 Pembinaan kesadaran hukum 84 % Kurang 3 Pembinaan jasmani 84 % Baik 4 Pembinaan kemampuan intelektual 100 % Kurang 5 Bimbingan kerja 100 % Kurang 6 Pelayanan kesehatan 50 % Baik 7 Pembebasan bersyarat 67 % Kurang 8 Proses asimilasi 84 % Kurang 9 Cuti Menjelang Bebas 67 % Kurang 10 Tingkat Kunjungan Keluarga 84 % Kurang 11 Tingkat kepedulian masyarakat 100 % Kurang 12 Sarana dan prasarana 100 % Kurang

(50)

menjelang bebas 67 % yang menyatakan kurang, tingkat kunjungan keluarga 84 % kurang, tingkat kepedulian masyarakat 100 % yang menyatakan kurang, dan sarana prasarana yang tersedia di Lapas 100 % yang menyatakan kurang.

Hasil wawancara yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa, narapidana menyatakan pendapatnya bahwa selama menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan hak-hak dari narapidana belum dapat diberikan dengan sewajarnya dan narapidana tersebut mengeluhkan mengenai kurang lancarnya berjalan proses pembinaan di lembaga pemasyarakatan, seperti proses bimbingan kerja yang tidak berjalan secara lancar dan dalam proses pembinaan narapidana di Lapas tersebut masih adanya terjadi peredaran gelap Narkotika, minimnya kamar atau ruangan yang tersedia bagi narapidana, dan masih minimnya sarana dan prasarana yang menunjang proses pembinaan di dalam Lapas. Narapidana tersebut juga menambahkan mengenai banyaknya terjadi pungutan liar di dalam Lembaga Pemasyarakatan untuk melancarkan atau memuluskan kegiatan narapidana yang melanggar aturan disiplin di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa.89

Pendapat atau pernyataan narapidana lain yang menjalani masa pidana di lembaga pemasyarakatan yang menyatakan bahwa proses pembinaan yang diterapkan di lapas sudah berdasarkan prosedur atau aturan hukum yang berlaku, hanya saja dalam pelaksanaannya tidak berjalan dengan baik dikarenakan banyaknya narapidana yang tidak memiliki kesadaran diri untuk mengikuti proses pembinaan di Lapas, sehingga ketika proses pembinaan dijadwalkan narapidana lebih banyak memilih berdiam diri di dalam kamarnya, proses pembinaan yang tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai dan kurangnya tenaga pembina dalam membimbing dan mengarahkan narapidana dan petugas pembina yang kurang terampil dalam melakukan pendekatan atau pembinaan terhadap narapidana, kurang terampil dalam menciptakan inovasi atau keterampilan yang baru, narapidana tersebut juga mengeluhkan mengenai bangunan lembaga pemasyarakatan yang sempit atau tidak sebanding dengan jumlah atau kapasitas narapidana yang melebihi kapasitas, mengenai keluarga dan masyarakat luar yang kurang memberikan perhatian terhadap kehidupan narapidana di balik tembok lembaga

89

(51)

pemasyarakatan, sehingga narapidana memiliki pikiran bahwa percuma saja menjalani proses pembinaan di Lapas.90

Berdasarkan pendapat narapidana lain yang menyatakan bahwa selama menjalani masa pidana di lembaga pemasyarakatan praktek suap antara narapidana dengan petugas keamanan dan Tamping yang ada di Lembaga Pemasyarakatan merupakan suatu hal yang tidak asing terjadi di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa, yaitu adanya pungutan liar yang dilakukan petugas keamanan dan Tamping dalam hal bertambahnya jam berkunjung dari pihak keluarga atau kerabat narapidana yang melakukan kunjungan, dan narapidana tersebut juga mengeluhkan mengenai hak narapidana untuk mendapatkan asimilasi ketika telah memenuhi persyaratan yang berlaku tidak berjalan dengan baik di Lapas karena belum pro aktifnya masyarakat luar untuk mendukung pelaksanaan asimilasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan narapidana tersebut yang menyatakan bahwa dengan diterapkannya asimilasi secara maksimal, maka narapidana dapat dengan mudah berinteraksi atau beritegrasi kembali di tengah-tengah masyarakat dan dapat mendayagunakan tenaga atau pikiran kreatifitasnya untuk bekerja di luar lembaga pemasyarakatan.91

Pendapat Narapidana lain yang mengeluhkan mengenai rendahnya gizi makanan dan sulitnya memperoleh air minum yang diterima narapidana di lembaga pemasyarakatan dan sewaktu narapidana menderita sakit di dalam Lapas, narapidana tidak pernah mendapatkan makanan tambahan. Narapidana tersebut juga mengeluhkan mengenai adanya pungutan atau pemerasan uang yang dilakukan sesama narapidana di dalam kamar, mengenai budaya yang keras di dalam lembaga pemasyarakatan, seperti narapidana yang mengucapkan perkataan yang tidak sewajarnya, narapidana yang lebih tua memaksa narapidana yang lain untuk memijat dirinya, penyaluran hasrat biologis yang tidak sewajarnya.92

Narapidana lain memberikan pendapatnya bahwa dengan berkurangnya hak kebebasan mereka selama berada di Lapas itu merupakan salah satu penderitaan yang dialami narapidana karena jarang bertemu dengan sanak keluarga dan kerabat dari narapidana ditambah lagi dengan maraknya pungutan liar yang dilakukan oleh petugas keamanan dan petugas pembina yang kurang interaktif dalam menjalin interaksi atau komunikasi dengan narapidana merupakan suatu hal yang menderitakan

90

Wawancara dengan Bapak Sanggul Brata Simorangkir Narapidana dengan klasifikasi tindak pidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 04 maret 2014.

91

Wawancara dengan Bapak Wanka Narapidana dengan klasifikasi tindak pidana pembunuhan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 04 Maret 2014.

92

(52)

narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan. Narapidana tersebut juga menyatakan bahwa kurang berjalan secara lancar proses pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan selama di Lapas. Hanya pembinaan di bidang kegamaan dan pembinaan di bidang jasmani yang berjalan dengan lancar di Lapas, selain itu, proses bimbingan kerja yang jarang diterima narapidana di Lapas.93

Narapidana yang lain mengeluhkan mengenai kesehatan yang rendah di lembaga pemasyarakatan dan hal ini pun tidak didukung dengan gizi makanan yang kurang memadai dan sulitnya mendapatkan air minum di lembaga pemasyarakatan dan sarana prasarana kesehatan yang kurang baik di dalam lembaga pemasyarakatan, dikarenakan klinik jarang melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap warga binaan (Narapidana). Narapidana tersebut juga menambahkan untuk mempermudah mendapatkan salah satu hak, yaitu hak Pembebasan Bersyarat ia harus mengeluarkan sejumlah uang yang bertujuan untuk memperlancar prosedur administrasi pembebasan bersyarat.

94

Narapidana dengan klasifikasi tindak pidana Narkotika menyatakan selama dirinya menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan bahwa pembinaan yang diberikan tidak membawa pengaruh yang berarti dikarenakan masih adanya terjadi peredaran gelap narkotika di dalam lapas, sehingga narapidana dapat menggunakan narkotika, narapidana mengeluhkan mengenai narapidana yang sering melakukan pertengkaran di dalam kamar, mengeluhkan mengenai petugas pembina pemasyarakatan yang kurang menjalin komunikasi atau interaksi yang aktif antara narapidana. Narapidana tersebut menyatakan bahwa sebaiknya pembinaan yang diberikan kepada narapidana dengan klasifikasi tindak pidana Narkotika diberikan pengobatan supaya narapidana dapat menghilangkan kecanduan terhadap obat-obatan terlarang.95

Hasil wawancara dengan salah satu anak didik pemasyarakatan yang telah menjalani masa pidananya selama 1 tahun 2 bulan yang menyatakan adanya suatu sistem di dalam kamar, yaitu adanya pengutipan uang kas bulanan yaitu sebesar Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) yang mana uang kas dipegang oleh satu Bendahara dan uang kas tersebut digunakan untuk keperluan atau kebutuhan kamar atau untuk membeli makanan tambahan bagi anak didik pemasyarakatan. Anak didik pemasyarakatan tersebut mengeluhkan mengenai pihak keluarganya yang jarang berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan.

93

Wawancara dengan Bapak Angga Rizky Syahputra Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 04 Maret 2014.

94

Wawancara dengan Bapak Suratman Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 04 Maret 2014.

95

Gambar

TABEL 2. Latar Belakang Pendidikan Petugas/Pegawai Lembaga
TABEL 3. Jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga
Tabel 5. Hasil Kuesioner Kepada Narapidana Wanita
Tabel 6 Hasil Kuesioner Kepada Narapidana Laki-laki
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada gambar 3 proses bisnis berjalan digambarkan proses antara klien dan satu EO, di mana klien mendatangi Event Organizer, dan klien memilih paket event yang

Sanjaya (2009: 220–221) menyebutkan keunggulan PBL antara lain: 1) PBL merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami pelajaran; 2) PBL dapat menantang kemampuan siswa

Apakah anda setuju bahwa saat ini pegawai BM telah menguasai system komputerisasi akan mendukung pelayanan yang maksimal Apakah anda setuju bahwa perawatan inventaris kantor

e) Mendorong peningkatan apresiasi seni dan budaya bahari yang mengakar pada karakter dan identitas bangsa bahari yang unik. f) Menumbuh kembangkan olahraga bahari menjadi ciri

Analisis Hujan Bulan Oktober dan Prakiraan hujan bulan Desember, Januari dan Februari 2018 disusun berdasarkan hasil analisis data hujan yang diterima dari stasiun dan

Studi ini mengukur tingkat kematangan manajemen konstruksi dari perusahaan konstruksi di wilayah Yogyakarta dan mencari hubungan antara usia perusahaan, pengalaman kerja,

Di antara resort-resort yang terlibat dalam kajian ini adalah Batu Layar Beach Resort, Punggai Bayu Beach Resort, Chalet D’Punggai, Tanjung Sepang Beach Resort dan Punggai Indah

Kandou Manado sebagian besar menunjukan tidak cemas dan tidak hilang kendali, serta terdapat hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan stres hospitalisasi pada anak usia