• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI DAYA ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI BAWANG MERAH Uji Daya Antifungi Minyak Atsiri Bawang Merah (Allium ascalonicum) Terhadap Candida albicans ATCC 10231 Secara In Vitro.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UJI DAYA ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI BAWANG MERAH Uji Daya Antifungi Minyak Atsiri Bawang Merah (Allium ascalonicum) Terhadap Candida albicans ATCC 10231 Secara In Vitro."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

0

UJI DAYA ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI

BAWANG MERAH

(Allium ascalonicum.L)

TERHADAP

Candida albicans

ATCC 10231 SECARA

IN VITRO

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran

Diajukan Oleh: Muhammad Hidayatullah

J500080110

FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

1

(3)

2 ABSTRAK

MUHAMMAD HIDAYATULLAH, J500080110, 2012. UJI DAYA ANTIFUNGI

MINYAK ATSIRI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum.L) TERHADAP

Candida albicans ATCC 10231 SECARA IN VITRO. Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh:

M.Hidayatullah., M. Amin Romas, dr., DSMK, Ganda Anang. S, dr.

Latar Belakang: Pada keadaan normal, Candida albicans merupakan saprofit yang terdapat pada rongga mulut, saluran pernafasan, saluran pencernaan, mukosa genital, dan di bawah kuku. Akan tetapi, jika pertumbuhan candida tidak terkontrol akan menyebabkan Candidiasis. Pemilihan obat herbal oleh masyarakat pada saat sekarang semakin meningkat. Bawang merah (Allium ascalonicum.L) sebagai salah satu tanaman obat tradisional yang mengandung minyak atsiri yang mempunyai aktifitas antifungi.

Tujuan: Untuk mengetahui daya antifungi minyak atsiri bawang merah terhadap Candida albicans ATCC 10231 secara in vitro.

Metode: Penelitian ini adalah eksperimen laboratoris dengan metode post test control group design only. Subyek penelitian adalah minyak atsiri bawang merah. Sebagai sampel adalah Candida albicans ATCC 10231. Minyak atsiri dengan konsentrasi 5% v/v, 10% v/v, 20% v/v, 40% v/v, dan 80% v/v diuji daya antifungi terhadap Candida albicans ATCC 10231 menggunakan metode modifikasi kirby bauer. Pada Sabouraud Dekstrosa Agar dibuat sumuran yang kemudian diisi minyak atsiri dengan berbagai konsentrasi, akuades steril sebagai kontrol negatif, dan nistatin sebagai kontrol positif yang telah diolesi biakan jamur yang telah distandarisasi dengan 5.0 Mc Farland. Diinkubasi pada suhu kamar selama 1-2 hari kemudian diukur diameter zona hambat yang terbentuk. Data penelitian dianalisis secara statistik menggunakan SPSS 17.0.

Hasil: Minyak atsiri Bawang Merah mempunyai daya antifungi yang efektif terhadap Candida albicans pada konsentrasi 20% v/v, 40% v/v, dan 80% v/v. Dengan masing-masing 13.5 mm, 14. 5mm, dan 18mm. Pada hasil mann whitney dengan perbandingan kontrol positif, didapatkan pada konsentrasi 20% v/v (0.850) p (Asymp.Sig.) > 0.05. Sehingga minyak atsiri dengan konsentrasi 20% v/v efektif sebagai antifungi terhadap Candida albicans ATCC 10231.

Kesimpulan: Minyak atsiri Bawang Merah dengan konsentrasi 20% v/v, 40% v/v, dan 80% v/v efektif menghambat pertumbuhan Candida albicans ATCC 10231 pada media SDA. Sedangkan Minyak Atsiri Bawang Merah dengan konsentrasi 5% v/v dan 10% v/v tidak efektif dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans ATCC 10231 pada media SDA.

(4)

3

ABSTRACT

MUHAMMAD HIDAYATULLAH, J500080110, 2012. ANTIFUNGAL TEST OF

SHALLOTS (Allium ascalonicum.L) ESSENTIAL OIL AGAINST Candida

abicans ATCC 10231 IN VITRO.

Medical Faculty, Muhammadiyah University of Surakarta By:

M.Hidayatullah., M. Amin Romas, dr., DSMK, Ganda Anang. S, dr.

Background: Candida albicans is saprofit microorganism in the mouth cavity, respiratory tract, gastrointestinal tract, genital mucosal, and under nails. Infection

of candida’s is called Candidiasis. Recently, herbal medicine are well know.

Shallots (Allium ascalonicum.L) one of traditional plants contain essential oil which have antifungal activity. This study intend to determine effectiveness shallots essential oil as antifungal for Candida albicans ATCC 10231 on SDA. Objective: To determine the effectiveness antifungal of shallots (Allium ascalonicum.L) essential oil for Candida albicans ATCC 10231 in vitro.

Method:This study was a laboratory experimental with post test control group design only. Subject was shallots essential oil, and sample was Candida albicans ATCC 10231. This subject with concentrations 5% v/v, 10% v/v, 20% v/v, 40% v/v, and 80% v/v was tested for sample by the kirby bauer modification method. Using SDA, wells containing extract with various concentrations, sterile distilled water as the negative control, and nystatin as the positive control that has been smeared with fungal culture and standardized with 0.5 Mc Farland. Incubated at room temperature for 1-2 days and then measured the inhibition zone diameter. This research data was statistically analyzed by SPSS 17.0.

Result: Shallots (Allium ascalonicum.L) essential oil effective as antifungal against Candida albicans at concentrations 20% v/v, 40% v/v, and 80% v/v.Each with 13.5 mm, 14. 5mm, dan 18mm. In mann whitney test with positive control comparison p. (Asymp.Sig.) > 0.05 in concentration 20% v/v (p (Asymp.Sig.) =

0.850). That’s mean, in concentration 20% v/v efective as antifungal against

Candida albicans ATCC 10231.

Conclusion: Shallots essential oil concentrations 20% v/v, 40% v/v, and 80% v/v effective to inhibit Candida albicans ATCC 10231 on SDA medium. But shallot essential oil in concentrations 5% v/v and 10% v/v isn’t effective to inhibit the growth of Candida albicans ATCC 10231 on SDA medium.

(5)

4

I. PENDAHULUAN

Keberadaan tanaman sebagai obat sudah dikenal sejak ribuan tahun lampau. Bukti sejarah ini terukir di helaian lontar, dinding-dinding candi, dan kitab masa lalu. Resep ini diwariskan turun-temurun, yang tadinya hanya dikenal kalangan tertentu kemudian menyebar hingga masyarakat luas. Sekarang modernisasi mentautkan tanaman obat dengan dunia farmasi. Berdasarkan penggunaan tradisional dan berbagai penelitian ilmiah, tanaman tersebut memiliki berbagai efek farmakologis dan bioaktivitas penting mulai dari potensi sebagai agen anti penyakit infeksi sampai penyakit degeneratif seperti imunodefisiensi, hepatitis, arthritis, stroke, osteoporosis bahkan kanker. Di sisi lain pengobatan dengan senyawa tunggal (single entity) atau senyawa isolat murni maupun sintesis belum memberikan kesembuhan optimal. Di samping itu juga bahan isolat murni maupun sitesis ini mempunyai efek samping yang relatif berbahaya serta biaya yang mahal. Maka masyarakat berupaya untuk mencari obat alternatif, terutama dari herbal (Saifudin, 2011; Ismawan, 2010).

Tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional dapat berupa buah, sayur-mayur, bumbu dapur, tanaman hias dan bahkan tanaman liar yang tumbuh di sembarang tempat. Salah satu tanaman yang dapat dipakai sebagai obat tradisional adalah bawang merah (Allium ascalonicum. L), bagian tanaman ini yang biasa digunakan umbinya. Umbi bawang merah mengandung Minyak atsiri dan senyawa Flavonoid (Flavon-glikosida) yang berfungsi sebagai antifungi. Dari beberapa penelitian juga telah membuktikan bahwa bawang merah berfungsi sebagai antifungi pada Genus Candida, Malassezia, dan Dermatofita sehingga dapat mengatasi Candidiasis (Melcher dan Subroto, 2006).

(6)

5

sepenuhnya berhasil membasmi infeksi jamur dan kini dihadapkan pada masalah baru dengan hadirnya infeksi HIV/AIDS. Penyakit ini secara potensial mendesak status imun penderita ke arah imunokompromis sehingga infeksi jamur dapat tumbuh kembang dengan subur (Nasronudin, 2006).

Data-data penyakit kulit akibat jamur yang pernah dilaporkan oleh pusat-pusat pendidikan di Indonesia menyatakan bahwa insidensi penyakit jamur kulit merupakan insiden nomor tiga setelah penyakit kulit karena bakteri dan penyakit kulit karena alergi. Khususnya untuk kandidiasis, biasanya menyerang segala usia baik laki-laki maupun wanita. Tetapi menurut data, 70% penderitanya adalah wanita. Pada tahun 1990 menunjukan 15% penduduk New Zealand terkena Kandidiasis. Di Amerika Serikat 80 juta penduduk menderita gangguan kesehatan yang disebabkan Candida. Di Indonesia dilaporkan 84% dari penderita AIDS yang dirawat di RSCM sampai tahun 2000 juga menderita Kandidiasis oral yang disebabkan Candida albicans (Siregar, 2002).

Kandidiasis, merupakan mikosis dengan insidens tertinggi pada infeksi oportunistik yang bersifat akut atau sub akut disebabkan oleh Candida. Hal tersebut disebabkan karena jamur tersebut merupakan bagian dari mikroba flora normal yang beradaptasi dengan baik pada inang manusia, terutama saluran cerna, saluran urogenital, dan kulit. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa sedikitnya 60% isolat yang diambil dari sumber infeksi adalah Candida albicans. (Nasronudin, 2006; Rosalina dan Osman Sianipar, 2006).

(7)

6 II. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimental laboratorik dengan menggunakan metode modifikasi kirby bauer dengan analisa post test control group design only karena penulis memberikan perlakuan terhadap subjek dan menggunakan kontrol positif maupun negatif kemudian mengevaluasi hasil akhir (Notoatmodjo, 2010).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan April 2012 di Laboratorium Biomedik II Sub Lab Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah minyak atsiri dari bawang merah (Allium ascalonicum. L) dengan konsentrasi 5% v/v, 10% v/v, 20% v/v, 40% v/v, dan 80% v/v.

D. Estimasi Besar Sampel Rumus Federer

Keterangan: n = besar sampel

t = banyaknya perlakuan (Andries, 2009)

Dengan menggunakan perhitungan rumus Federer maka estimasi besar sampel yang akan dicobakan adalah:

(7 - 1) (n - 1) ≥ 15 6 (n - 1) ≥ 15

6n - 6 ≥ 15 6n ≥ 21 n ≥ 3,5

Melalui perhitungan tersebut maka besar sampel minimal yang diperlukan pada penelitian ini adalah 3,5 kali atau dibulatkan menjadi 4 kali replikasi.

E. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Konsentrasi konsentrasi minyak atsiri dari bawang merah (Allium ascalonicum. L) dengan skala variabel rasio.

2. Variabel terikat

Zona hambat pertumbuhan Candida albicans dengan skala variabel rasio.

(8)

7

5) Umur biakan Candida albicans 6) Jumlah koloni Candida albicans 7) Pengekstraksian

8) Volume pengenceran ekstrak 9) Sterilitas alat dan bahan

10)Ketelitian pengukuran dan pengamatan b. Variabel luar tidak terkendali

1) Kecepatan pertumbuhan Candida albicans 2) Umur tanaman

3) Penjemuran F. Definisi Operasional

1. Minyak atsiri dari bawang merah (Allium ascalonicum. L)

Diambil dari umbi bawang merah yang diperoleh melalui metode destilasi (water destilation).

2. Zona hambat pertumbuhan Candida albicans

Adalah daya antifungi minyak atsiri dari bawang merah (Allium ascalonicum. L) terhadap Candida albicans yang dilihat dari zona bening pada masing-masing media Sabouraud Dekstrosa Agar.

G. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat

b. Alat uji daya antifungi 1) Ohse kolong

a. Bahan utama berupa umbi bawang merah (Allium ascalonicum. L) b. Bahan uji daya antifungi

(9)

8 3) standar 0.5 Mc Farland 4) NaCl 0,9%

c. Biakan jamur berupa Candida albicans ATCC 10231 d. Bahan mikromulsi berupa Tween 18

H. Cara Kerja

1. Stem Candida albicans ATCC 10231  ambil 1-2 ose  oleskan pada permukaan SDA  inkubasi pada suhu kamar selama 1-2 hari.

2. Ambil 1-2 koloni jamur  suspensikan ke dalam 0,5 ml BHI cair  inkubasi pada suhu 37 oC selama 5 jam.

3. Suspensi jamur ditambah dengan NaCl sampai kekeruhan tertentu sesuai dengan standar 5.0 Mc Farland (108 CFU/ml).

4. Celupkan kapas lidi steril ke dalam suspensi jamur  tekan-tekan pada dinding tabung sampai kapas tidak terlalu basah  oleskan pada permukaan SDA.

5. Buat sumuran diameter 6 mm  beri larutan sebanyak 0,05 ml sesuai kelompok perlakuan (minyak atsiri bawang merah, akuades steril, serta nistatin).

6. Inkubasi pada suhu kamar selama 1-2 hari  ukur diameter zona hambat.

I. Analisis Data

(10)

9

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Tabel 1. Hasil Pengukuran Diameter zona bening Minyak Atsiri Bawang Merah terhadap Pertumbuhan Candida albicans ATCC 10231 dengan Metode Modifikasi Kirby-bauer

B. Hasil Analisis Data 1. Uji normalitas data

Hasil analisis menunjukkan Saphiro Wilk hitung = 0, 920 ternyata mempunyai nilai p (sig.) = 0,035. Nilai p tersebut < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data yang ada tidak normal. Sehingga memerlukan penghitungan dengan kaidah-kaidah non-pareamertrik yaitu dengan menggunakan Uji Non-Parametrik Mann Whitney.

2. Uji homogenitas data

Hasil analisis menunjukkan Levene test hitung = 6.147 ternyata mempunyai nilai p (sig.) = 0,001. Nilai p tersebut < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa varians data yang ada tidak homogen. Sehingga uji Anova tidak dapat.

3. Uji non parametrik Kruskal Wallis

Pada uji ini didapatkan nilai p (asymp. sig.) = 0,000. Nilai p tersebut < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan daya antifungi yang bermakna antara ketujuh kelompok perlakuan. 4. Uji non parametrik Mann Whitney

(11)

10

Pada uji yang dilakukan dengan pembanding kontrol positif (+) didapatkan pada konsentrasi ekstrak 5% v/v, 10% v/v, 20% v/v, 40% v/v, dan 80% v/v nilai p (asymp. sig.) berturut-turut 0.015, 0.044, 0.850, 0.032. dan 0.17. Pada konsentrasi 5% v/v, 10% v/v, 40% v/v, dan 80% v/v Nilai p yang didapat < 0.05. Maka jika dibandingkan dengan kontrol positif (+) didapatkan perbedaan yang bermakna secara statistik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa daya antifungi pada konsentrasi tersebut masih kurang efektif. Namun pada konsentrasi 20% v/v, nilai p (asymp. sig.) = 0.850. Nilai tersebut > 0.05 yang menunjukan secara statistik terdapat perbedaan tidak bermakna. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada konsentrasi 20% v/v potensi daya antifungi yang dimiliki tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan kontrol positif. Dengan kata lain, secara statistik pada minyak atsiri bawang merah konsentrasi 20% v/v mempunyai efektifitas antifungi terhadap Candida albicans yang paling efektif.

C. Pembahasan

Pada tabel. 1 menunjukkan hasil pengukuran diameter zona bening minyak atsiri bawang merah terhadap pertumbuhan Candida albicans ATCC 10231 dengan Metode Sumuran (mm). Metode ini lebih umum digunakan pada pengujian daya antifungi karena lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur. Diameter zona bening merupakan petunjuk kepekaan jamur uji dimana semakin luas zona bening maka semakin baik pula daya antifungi yang dimiliki (Jawetz et al, 2007).

Diameter zona bening minyak atsiri bawang merah sudah terlihat dari konsentrasi yang terkeci yaitu 5% v/v. Minyak atsiri bawang merah dengan konsentrasi 5% v/v, 10% v/v, 20% v/v, 40% v/v, dan 80% v/v didapatkan rata-rata diameter zona bening berturut 7.25 mm, 11.75 mm, 13.5 mm, 14. 5mm, dan 18.5mm. Jika dibandingkan dengan kontrol positif yaitu nistatin yang mempunyai rata-rata diameter zona bening 13.25mm maka konsentrasi 5% v/v dan 10% v/v kurang efektif. Dan pada konsentrasi 20% v/v, 40% v/v dan 80% v/v dapat dikatakan efektif karena mempunyai rata-rata diameter zona bening yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol positif Nistatin. Zona bening meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi. Semakin tinggi konsentrasi, maka semakin luas zona bening yang berarti semakin tinggi efektifitas untuk menghambat pertumbuhan jamur (Sulistiyawati & Mulyati, 2009).

Pada tabel.2 yang merupakan uji statistik Non-parametrik Mann Whitney didapatkan bahwa daya antifungi minyak atsiri bawang merah dengan konsentrasi 20% v/v bermakna signifikan jika dibandingkan dengan kontrol positif Nistatin. Pada konsentrasi 20% v/v diameter zona bening mendekati dan lebih besar daripada nistatin, sehingga dapat disimpulkan bahwa minyak atsiri bawang merah dengan konsentrasi 20% v/v efektif untuk menghambat pertumbuhan Candida albicans.

(12)

11

pernapasan bagian atas, mukosa vagina, dan di bawah kuku di mana berada dalam keseimbangan dengan flora bakteri sehingga dapat menjadi sumber infeksi endogen. Invasi jamur ini diawali dengan bentuk adaptif jamur (khamir) yang terhirup atau menempel pada tubuh. Jamur ini akan menjadi patogen jika terdapat kondisi yang memungkinkan untuk terjadinya multiplikasi dan menghasilkan mikotoksik. (Baker, 2006; Wahyuningsih dkk, 2008; Siregar, 2002).

Membran sel Candida albicans terdiri dari lipid dan protein yang berfungsi sebagai sawar yang berfungsi untuk mencegah perpindahan air atau zat larut air dari satu ruang ke ruang lainnya. Ergostero merupakan lapisaan sterol yang berfungsi membantu permeabilitas membran serta mengatur sebagian besar sifat cair dari jamur (Guyton & Hall, 2002).

Nistatin hanya akan diikat oleh jamur atau ragi yang sensitif. Aktivitas antijamur tergantung dari adanya ikatan dengan sterol pada membran sel jamur atau ragi, terutama ergosterol. Akibat terbentuk ikatan antara sterol dan antibiotik ini terjadi perubahan permeabilitas membran sel sehingga sel akan kehilangan berbagai molekul (Setiabudy dan Bahry, 2007).

Molekul hidrofobik penyusun minyak atsiri akan menyerang ergosterol pada membran sel jamur sehingga menyebabkan perubahan permeabilitas membran dan kerusakan membran yang akhirnya molekul-molekul sel jamur akan keluar sehingga menyebabkan kematian sel. Molekul minyak atsiri juga dapat mengganggu kerja enzim-enzim yang terikat pada membran sel khamir, sehingga mengganggu pembentukan membaran sel. Dengan kata lain minyak atsiri dapat membunuh dan menghambat pertumbuhan jamur (Ridawati dkk, 2011).

Selain itu bawang merah juga mempunyai beberapa manfaat lain seperti menurunkan demam (antipiretik), meredakan sakit kepala, melegakan hidung tersumbat (dekongestan), mengencerkan dahak (saponin), mengatasi perut kembung, dan membantu penyembuhan luka (Jaelani, 2007).

Beberapa faktor lain yang berperan terhadap kualitas minyak atsiri adalah kualitas tanah di mana tanaman yang tumbuh, suhu di wilayah tersebut, iklim / jumlah tahunan curah hujan di mana tanaman tumbuh, ketinggian tanaman hidup, distilasi proses, kesenjangan waktu antara panen tanaman dan penyulingan, penyimpanan minyak setelah ekstraksi, jenis peralatan distilasi digunakan dll (Ross Watson and R.Predy, 2010)

(13)

12 IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Minyak Atsiri Bawang Merah (Allium ascalonicum.L) dengan konsentrasi 20% v/v, 40% v/v dan 80% v/v terbukti efektif dalam menghambat pertumbuhanCandida albicansATCC 10231 pada media SDA.

B. Saran

1. Penjemuran Bawang Merah harus pada tempat yang mempunyai sirkulasi udara yang baik atau pada tempat yang terbuka dan langsung dibawah terik matahari

2. Perlu dilakukan penelitian tentang kadar minyak atsiri Bawang Merah secara spesifik.

3. Perlu dilakukan penelitian yang lebih jelas tentang senyawa yang terdapat pada Bawang Merah.

4. Perlu dilakukan penelitian tentang pembuatan sediaan Minyak Atsiri Bawang Merah yang efektif dan aman digunakan untuk pengobatan.

5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, baik secara in vitro maupun in vivo mengenai daya antifungi Minyak Atsiri Bawang Merah untuk mengetahui toksisitas dan konsentrasi yang paling aman dan efektif dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans.

(14)

13 V. DAFTAR PUSTAKA

Aak,p. 1998. Pedoman Bertanam Ba wang. Yogjakarta:KANISIUS

Andries, G. 2009. Efek Neuroterapi Kumis Kucing (Acalypha indica Linn) pada Otot Gastroknemius Katak Bufo melanosticus.Volume 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp. 26-28.

Ansel, H. 1989. Penganta r Bentuk Sediaan Fa rmasi. Jakarta : UI Press. Pp. l377-378.

Ansel, Howard C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farma si: Beberapa Macam Prepa rat: Tinktur, Ekstrak Encer, Ekstra k, Air Amonia, Asam Encer, Spiritus, dan Sediaan Radiofarmasi. Jakarta: UI-Press. pp. 605-619.

Backer, C.A. and Bakhuizen, R.C.B. 1968. Flora of Java Volume I dan III. Groningen: P. Noordhoff.

Baker, S.E. 2006. Aspergillus niger Genomics: Past, Present, and Into the Future: Medical Mycology. 44: 517-521.

Bakan, J.A. 1995. Microemulsions : Swa rbick, J. Boylan, C.J. Encyclopedia Of Pharmaceutical Technology. Vol. 9. New York: Marcell Dekker. Inc. Pp. 379-387.

Depkes RI. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta: Depkes RI. pp. 6-8, 10. Ebadi, M. 2002. Pharmacodynamic Basic of Herbal Medicine: Alkaloids:

Manuka and Fungal Diseases: Flavonoids. New York: CRC press. pp: 179-84, 189-92, 393-403.

Gandjar dkk, indrawati. 2006. MIKOLOGI: Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. pp: 25-26

Gillespie, Stephen H dan Bamford, Kathleen B. 2008. At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi, Edisi Ketiga. Jakarta: PENERBITAN ERLANGGA

(15)

14

Harahap, M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit: Kandidosis. Jakarta: Hipokrates. pp. 81-82.

Harmita dan Radji, M. 2004. Analisis Hayati. Jakarta: Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. pp. 62-63.

Ismawan, B. 2010. Herbal Indonesia Berkhasiat Bukti Ilmiah & Ca ra Racik Volume 08. Bogor: Trubus Swadaya. pp. 1.

Jaelani. 2007. Khasiat Ba wang Merah. Yogyakarta: KANISIUS. pp. 34-35 Jawetz et.al. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi Pertama: Mikologi

Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika. pp. 342-346.

Jawetz, Melnick, Adelberg’s. 2007. Medical Microbiology 24th Edition:

Medical Mycology. New York: Mc Graw Hill Companies. pp. 642-645. Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta :Balai Pustaka. Katzung, B.G. 1998. Farmakologi Dasa r dan Klinik Edisi 5: Obat Antijamur.

Jakarta: EGC. pp. 753-759.

Kuswadji. 2007. Ilmu Penya kit Kulit dan Kelamin Edisi 5: Kandidosis. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp. 106-109.

Lachman, L., Lieberman, A.H., Konig, L.J.1994. Teori dan Praktek Farma si Industri. Edisi II. Jakarta : UI Press. pp. 1029-1088.

Liebermen, Hebert, A. Rieger, Martin M. 1995. Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse System Vol. 2. New York: Marcel Dekker. Inc. pp. 336 – 339.

Lutony, T. L. dan Rahmayati Y. 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Jakarta: Penebar Swadaya. hlm 109-113.

Maryani, Herti dan Kristiana, Lusi. 2006. Sehat Dengan Ramuan Tradisional: Tanaman Obat untuk Influenza. Jakarta:Agro Media Pustaka

(16)

15

Melcher, Heinrich dan Subroto, M.A. 2006. Gempur Penya kit dengan Herbal Papua. Jakarta:Agro Media Pustaka.

Milton J. 1995. Lawrence. M. Jayne and Rees Gareth D. 2000. Microemulsion-Based Media as Novel Drug Delivery Systems Advanced Drug Delivery Reviews. Pp. 45,1,89,121.

Mycek, M.J., Harvey, R.A., Champe, P.C., Fisher, B.D. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2: Obat-Obat Antijamur. Jakarta: Widya Medika. pp. 341-347.

Nasronudin. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid 3: Infeksi Jamur. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universita s Indonesia. pp. 1793-1799.

Prianto, J.L.A., Tjahaya, P.U., Darwanto. 2006. Atlas Para sitologi Kedokteran: Kandidiasis Vagina. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. pp. 241-242.

Rahayu,Estu dan Berlian,Nur. 2004. Ba wang Merah, Cet:X. Jakarta: Penebar Swadaya

Ridawati dkk. 2011. Aktivitas Antifungal Minyak Atsiri Jinten Putih terhadap Candida parapsilosis SS25, C. orthopsilosis NN14, C. metapsilosis MP27, DAN C. etchellsii MP18

Rosalina & Osman Sianipar. 2006. Berkala Kesehatan Klinik Volume 12 Nomor 2 Desember 2006: Insidensi Candidiasis: Tinjauan Klinis dan Laboratoris. pp. 128-132.

Ross Watson and R.Predy. 2010. Bioactive Foods in Promoting Health: Fruits and Vegetables.United Kingdom: Academic Press. Pp. 58

Saifudin, A. 2011. Standardisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta: Graha Ilmu. pp. 1-11.

Santoso, Hieronymus Budi. 2008. Ragam & Khasiat Tanaman Obat. Jakarta:AgroMedia Pustaka

(17)

16

Sumardjo, D.D. 2006. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC

Sulistyawati, D. & Mulyati, S. 2009. Uji Aktivitas Antijamur Infusa Daun Jambu Mete (Anacardium occidentale, L.) terhadap Candida albicans. Biomedika. 2(1): 47-51.

Pitojo, Setijo. 2003. Seri Penangkaran: Benih Ba wang Merah. Yogyakarta: Kanisius.

Siregar, R.S. 2004. Atlas Berwarna Sa ripati Penyakit Kulit Edisi Kedua: Kandidiasis. Jakarta: EGC. pp. 31-35.

Siregar, R.S. 2002. Penyakit Jamur Kulit, Edisi 2. Jakarta: EGC

Siswandono dan Soekardjo, B. 2000. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press.

Soedarmadi. 2007. Infeksi Menular Seksual: Kandidosis Vulvovaginal. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp. 171-176.

Spicer, W.J. 2000. Clinical Bacteriology, Mycology, and Para sitology: Aspergillus and Candida. Edinburgh: Churchill Livingstone. pp. 62-63. Stringer, J.L. 2008. Konsep Dasa r Fa rmakologi: Panduan Untuk Mahasiswa

Edisi 3: Obat-Obat Antifungi. Jakarta: EGC. pp. 211-216. Sugiyono. 2005. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Sutanto, I., Ismid, I.S., Sjarifuddin, P.K., Sungkar, S. 2009. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi 4: Kandidosis. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp. 356-362.

Tambayong, J. 2001. Farmakologi untuk Kepera watan. Jakarta: Widya Medika. pp. 37-38.

Tjampakasari, C.R. 2006. Cermin Dunia Kedokteran Volume 151: Karakteristik Candida albicans. pp. 33-36.

(18)

17

Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting, Kha siat, dan Penggunaannya Edisi 6. Jakarta: Elex Media Computindo.

Van Steenis, C.G.G.J. 2005. Flora. Jakarta: PT.Pradnya Paramita

Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. pp. 560-561.

Wahyuningsih, R., Rozalyani, A., Jannah, S.M.E., Amir, I., Prihartono, J. 2008. Majalah Kedokteran Indonesia Volume 58 Nomor 4 April 2008: Kandidemia pada Neonatus yang Mengalami Kegagalan Terapi Antibiotik. pp. 110-115.

Gambar

Tabel 1. Hasil Pengukuran Diameter zona bening Minyak Atsiri Bawang Merah terhadap Pertumbuhan Candida albicans ATCC 10231 dengan Metode Modifikasi Kirby-bauer

Referensi

Dokumen terkait

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah apa saja yang menjadi kendala dalam memproduksi variasi gesper plastik agar memperoleh laba maksimal, bagaimana perusahaan

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 30 Tahun 2012 tentang organisasi dan Tata Kerja Universitas Negefi Malang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2OI2

Penulis berharap buku panduan ini juga dapat mendorong semangat mahasiswa UMN untuk terus berkarya dan tidak lupa untuk membagikan ilmunya melalui karya desain

Praktik mengajar RPP ke-4 ini dirancang dengan model pembelajaran kooperatif dengan metode ceramah bervariasi dan permainan, diskusi dan tanya jawab serta

Pada kesempatan ini saya menyambut baik penerbitan buku “ Panduan Manajemen Sistem Dokumen Elektronik“ ini dan diharapkan dapat menjadi panduan dalam

Berdasarkan analisis dan pengujian data serta pengujian hipotesis yang telah diuraikan di muka, yaitu mengenai Implementasi Kebijakan Transmigrasi Umum Di Kota Semarang

InGDEP / Indonesian Group-based Diabetes Education Programme adalah suatu program edukasi untuk pasien diabetes tipe-2 yang berbasis kelompok yang dilakukan oleh

Sonuç olarak farklılıkla öğrenme yaklaşımı ile uygulanan temel hareket beceri eğitimi uygulamalarının 9 yaş (3. Sınıf) ilkokul öğrencilerinin özellikle dikkat ve