PENENTUAN KOEFISIEN DAN KONSTANTA FORMULA EMPIRIS PERCEPATAN GETARAN TANAH
DI DAERAH DENPASAR
SKRIPSI
(Bidang Minat Fisika Kebumian)
DWI KARYADI PRIYANTO
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA
PENENTUAN KOEFISIEN DAN KONSTANTA FORMULA EMPIRIS PERCEPATAN GETARAN TANAH
DI DAERAH DENPASAR
SKRIPSI
(Bidang Minat Fisika Kebumian)
DWI KARYADI PRIYANTO
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA
PENENTUAN KOEFISIEN DAN KONSTANTA FORMULA EMPIRIS PERCEPATAN GETARAN TANAH
DI DAERAH DENPASAR
[SKRIPSI]
Karya Tulis ini tidak dipublikasikan
tetapi tersedia di perpustakaan di lingkungan Universitas Udayana, diperkenankan dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus
menyebutkan sumbernya sesuai dengan kebiasaan ilmiah.
vi
FAKTA INTEGRITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Jimbaran, Juli 2016 Pembuat Fakta Integritas
KATA PENGANTAR Assalamu‟alaikum Wr. Wb,
Alhamdulillah hirobbil „alamin. Puji syukur saya haturkan ke hadirat Allah SWT atas perkenan dan ridho–Nya yang senantiasa membukakan jalan kemudahan dan kelancaran kepada penulis, sehingga tugas akhir yang berjudul “Penentuan Koefisien dan Konstanta Formula Empiris Percepatan Getaran Tanah di Daerah Denpasar” dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Selama penyusunan proposal penelitian ini, penulis telah mendapatkan banyak
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan yang baik ini penulis ingin
mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua serta saudara penulis, Bapak C. Priyanto Hadi, SP, ibunda
Enggelina Bakker, kakak Fajjar Hadi Muryana, SE, dan adik Tri Ashar Hadi
Priyanto serta istri tercinta Tri Rahayu S.Si atas dukungannya dalam segala hal
dan selalu mendoakan akan kesuksesan penulis.
2. Bapak Ir. S. Poniman, M.Si selaku Kepala Jurusan Fisika FMIPA Universitas
Udayana dan juga selaku Pembimbing Akademik penulis atas segala bantuannya
dalam penyelesaian Tugas akhir ini.
3. Bapak Komang Ngurah Suarbawa, S.Si., M.Si selaku pembimbing I atas
bimbingan dan saran serta bantuannya dalam penyelesaian tugas akhir ini.
4. Bapak Ardhianto Septiadhi, S.Si selaku pembimbing II atas bimbingan dan
sarannya dalam penyelesaian tugas akhir ini.
5. Seluruh Dosen Jurusan Fisika FMIPA Universitas Udayana.
6. Bapak A. Pudjo Hatmojo, S.Sos, Bapak Abu Haris Hasan, ST, Bapak H. Gatot
Subiyanto, SH, Bapak Syahnan, ST selaku mantan kepala Stasiun Geofisika
Sanglah Denpasar atas ijin, dukungan dan doa kepada penulis agar selalu
semangat mengejar cita-cita dan kesuksesan.
7. Bapak Hendra Suwarta S., S.Kom selaku Kepala Stasiun Geofisika Sanglah
Denpasar tempat penulis bekerja yang selalu memberikan dukungan dan nasihat
viii
8. Seluruh pegawai Stasiun Geofisika Sanglah Denpasar atas dukungan dan
bantuannya.
9. Seluruh rekan-rekan Jurusan Fisika Universitas Udayana.
10.Semua pihak yang tidak bisa Penulis sebutkan satu persatu, penulis
mengucapakan banyak terima kasih atas semua doa, bantuan dan dukungannya
selama ini.
Penulis menyadari Tugas Akhir ini belum sempurna, untuk itu masukan dan
saran membangun sangat penulis harapkan. Semoga penulisan tugas akhir ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak khususnya kemajuan ilmu di bidang Geofisika dan
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Udayana.
Bukit Jimbaran, Juli 2016
Penulis,
ABSTRAK
Percepatan getaran tanah merupakan salah satu parameter yang sangat berperan dalam menentukan tingkat kerusakan tanah dan bangunan yang terjadi di permukaan bumi akibat guncangan gempabumi. Belum adanya rumus empiris yang dikembangkan untuk wilayah Denpasar serta kekhawatiran akan dampak gempabumi besar dan merusak, mendorong peneliti untuk mengembangkan suatu rumusan fungsi atenuasi percepatan getaran tanah maksimum yang tertuang dalam: “PENENTUAN KOEFISIEN DAN KONSTANTA FORMULA EMPIRIS PERCEPATAN GETARAN TANAH DI DAERAH DENPASAR”. Pada penelitian ini, dilakukan penentuan model rumus empiris PGA berdasarkan rumusan empiris umum Lin dan WU (2010) dengan menggunakan 62 data dari sensor accelerometer yang bersesuaian dengan event gempabumi sekitar wilayah Bali dengan periode tahun 2008-2013. Berdasarkan analisis regresi, maka diperoleh koefisien geometrical spreading a = -2,019 , koefisien magnitudo b = 0,894 , serta konstanta model rumus empiris c = 0,551 , Sehingga diperoleh formula empiris PGA baru (Model) untuk daerah Denpasar, yaitu; . Hasil validasi nilai PGA (model) dengan nilai PGA observasi dan nilai PGA dari rumus empiris lainnya menggunakan data accelerometer tahun 2014 dimana terdapat 10 rekaman accelerometer yang bersesuaian dengan event gempabumi sekitar wilayah Bali, menunjukkan bahwa formula empiris PGA (model) yang diperoleh dari penelitian relatif baik dan lebih mendekati dengan hasil Nilai PGA observasi. Verifikasi secara statistik juga menghasilkan nilai korelasi linear positif yang kuat/Erat sebesar 0,853 antara nilai PGA (model) dengan nilai PGA observasi dengan tingkat residual error yang sangat kecil 0,035.
Kata kunci: koefisien geometrical spreading, koefisien magnitudo, konstanta, PGA
ABSTRACK
Peak ground acceleration (PGA) is one of the parameters that were instrumental in determining the level of damage to the land and buildings that occur in the earth’s surface due to earthquake shocks. Absence of empirical formula developed to the Denpasar as well as concerns about the impact of large and destructive earthquakes encourage researchers to develop a formulation of the attenuation function for peak ground acceleration contained in the “DETERMINATION COEFFICIENT AND CONSTANTAS EMPIRICAL FORMULA of PEAK GROUND ACCELERATION IN DENPASAR AREA”. In this research, made the determination based on general model empirical formula from empirical formula Lin and Wu 2010 using 62 data from accelerometer that corresponds to event of earthquakes around Bali with the period 2008-20013. Based on regression analysis, the obtained of geometrical spreading coefficients a = -2,019 , magnitude coefficient b = 0,894 , and also constants models PGA empirical c = 0,551 , Thus obtained the empirical formula PGA (Model) to Denpasar area, as follows; . Results validation PGA values (model) with observation PGA and PGA values of other empirical formula using accelerometer data in 2014 where there are 10 recordings accelerometer corresponding to the event of earthquakes around Bali, shows that the empirical formula PGA (model) obtained from research are relatively good and closer to the results of observation PGA Value. Statistical verification also produces value a strong positive linear correlation / closely amounted to 0.853 between the PGA (model) with a value of PGA observations with the level of residual error is very small 0.035.
x DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN. ... i
LEMBAR PRASYARAT GELAR ... ii
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN. ... iv
2.1.5 Hubungan antar magnitudo ... 10
2.2 Percepatan Getaran Tanah Maksimum... 10
2.2.1 Accelerograph ... 12
2.2.2 Rumus empiris percepatan tanah ... 14
2.4 Analisis Korelasi ... 19
BAB III METODE PENELITIAN ... 22
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22
3.2 Data dan Sumber Data ... 22
3.3 Tahap Penelitian ... 23
3.3.1 Menentukan rumus empiris percepatan tanah ... 24
3.3.2 Validasi ... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
4.1 Menentukan Rumus Empiris Percepatan Getaran Tanah ... 29
4.1.1 Pemilihan data katalog gempabumi di wilayah bali dan sekitarnya ... 29
4.1.2 Pemilihan data percepatan getaran tanah hasil analisis observasi ... 29
4.1.3 Menghitung jarak hiposenter terhadap sensor accelerometer ... 30
4.1.4 Hasil penentuan rumus empiris percepatan getaran tanah ... 31
4.1.5 Perbandingan nilai PGA model dengan PGA observasi ... 32
4.2 Validasi Hasil PGA Model Dengan PGA Observasi ... 33
4.2.1 Perbandingan nilai PGA model dengan nilai PGA observasi ... 33
4.2.2 Perbandingan nilai PGA model dengan metode PGA lainnya ... 35
4.2.3 Perbandingan fungsi atenuasi PGA model dengan metode PGA lainnya ... 36
xii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39
5.1 Kesimpulan ... 39
5.2 Saran ... 40
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi ... 20
Tabel 3.1 Tabel Waktu Penelitian ... 22
Tabel 4.1 Tabel perbandingan nilai PGA hasil observasi dengan nilai PGA
model (rumusan empiris) menggunakan data tahun 2014 ... 33
Tabel 4.2 Hasil Verifikasi Tiap Fungsi Atenuasi terhadap Hasil
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Zona subduksi dan patahan naik busur belakang ... 1
Gambar 2.1 Jenis - jenis accelerograph ... 13
Gambar 2.2 Alur peralatan accelerograph ... 13
Gambar 2.3 Peta jaringan acceleroraph di Indonesia ... 14
Gambar 3.1 Peta distribusi gempabumi di Wilayah Bali dan sekitarnya tahun 2008 – 2014 ... 23
Gambar 3.2 Diagram alir penelitian. ... 28
Gambar 4.1 Grafik perbandingan nilai PGA hasil observasi dengan nilai PGA model (rumusan empiris) menggunakan data tahun 2008-2013... 32
Gambar 4.2 Grafik perbandingan nilai PGA hasil observasi dengan nilai PGA model (rumusan empiris) menggunakan data tahun 2014. ... 34
Gambar 4.3 Grafik perbandingan nilai PGA hasil observasi dengan nilai PGA model (rumusan empiris) dan metode percepatan getaran tanah lainnya menggunakan data tahun 2014. ... 35
Gambar 4.4 Grafik hasil fungsi atenuasi PGA observasi dan fungsi atenuasi dari rumusan empiris lainnya, terhadap jarak accelerometer <150 km untuk magnitudo 4.0 – 4.5 mB.. ... 36
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Katalog Parameter Gempabumi Tahun 2008-2013
Lampiran 2 Perhitungan Nilai PGA Observasi dan Data PGA Observasi
Lampiran 3 Menghitung Jarak Hiposenter
Lampiran 4 Perhitungan Regresi Linier
Lampiran 5 Data Hasil Pengolahan, Perbandingan Nilai PGA Hasil Observasi
dan Hasil Model Menggunakan Data Tahun 2008 – 2013
Lampiran 6 Data Validasi Penelitian, Perbandingan Nilai PGA Hasil Observasi
Dan Hasil Model Menggunakan Data Tahun 2014
Lampiran 7 Tabel Perbandingan Nilai PGA Model dengan Metode PGA lainnya
Lampiran 8 Tabel Perbandingan Fungsi Atenuasi PGA Model dengan Metode
PGA Lainnya.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daerah Bali merupakan daerah yang rawan terjadi gempabumi. Hal ini
diakibatkan daerah Bali diapit oleh 2 (dua) penyebab gempabumi utama yaitu wilayah
selatan yang merupakan daerah pertemuan dua lempeng bumi (zona subduksi) antara
lempeng Eurasia dan Indo-Australia dan di wilayah sebelah utara terdapat patahan naik
busur belakang (back arc thrust) yang mengakibatkan frekuensi gempabumi di daerah
Bali dan sekitarnya cukup tinggi.
Gambar 1.1 Zona subduksi dan patahan naik busur belakang (sumber: BMKG)
Beberapa kejadian gempabumi besar dan merusak pernah terjadi di daerah Bali.
Sejarah menjelaskan bahwa gempabumi merusak di Bali yang menyebabkan terjadinya
Bali (1917), Seririt (1976), Bangli (1977), Karangasem (1979, 2004), Nusa Dua (2010,
2011), (Daryono, 2004). Kejadian gempabumi merusak terakhir terjadi pada tanggal 13
Oktober 2011 di selatan Nusa Dua, menyebabkan beberapa orang menderita luka ringan
serta menimbulkan kerusakan bangunan dan infrastruktur ringan hingga berat di
sebagian wilayah Bali.
Percepatan getaran tanah merupakan salah satu parameter yang sangat berperan
dalam menentukan tingkat kerusakan tanah dan bangunan yang terjadi di permukaan
bumi akibat guncangan gempabumi. Nilai percepatan getaran tanah dapat diukur dengan
sensor accelerometer dan perhitungan menggunakan rumusan empiris pendekatan dari
magnitudo dan jarak hiposenter gempabumi.
Untuk itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebagai
institusi yang bertugas dalam penyampaian informasi dan peringatan dini kepada
instansi dan pihak terkait serta masyarakat berkenaan dengan bencana karena faktor
meteorologi, klimatologi, dan geofisika, termasuk bencana gempabumi, berusaha untuk
mengembangkan dan memperluas jaringan accelerograph di Indonesia.
Stasiun Geofisika Sanglah Denpasar memiliki perlengkapan jaringan
seismograph dan accelerograph yang telah terintegrasi dengan baik sejak tahun 2008
dan merupakan salah faktor penting dalam penentuan nilai percepatan getaran tanah
maksimum / Peak Ground Acceleration (PGA) untuk daerah Bali dan Denpasar
khususnya.
Ketersediaan jaringan accelerograph yang terbatas dan belum adanya rumus
empiris yang dikembangkan untuk wilayah Denpasar serta kekhawatiran akan dampak
gempabumi besar dan merusak, mendorong peneliti untuk mengembangkan suatu
atenuasi percepatan getaran tanah maksimum : “PENENTUAN KOEFISIEN DAN
KONSTANTA FORMULA EMPIRIS PERCEPATAN GETARAN TANAH DI DAERAH DENPASAR”. Diharapkan ketika terjadi suatu gempabumi besar yang merusak dan terjadi kerusakan pada sistem jaringan yang BMKG miliki, maka masih
dapat dilakukan perhitungan untuk mendapatkan suatu nilai percepatan getaran tanah
maksimum di daerah Denpasar.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil
adalah bagaimana mendapatkan model rumus empiris percepatan getaran tanah di
daerah Denpasar.
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini dilakukan beberapa batasan masalah, yaitu :
1. Perhitungan Peak Ground Acceleration (PGA) menggunakan nilai amplitudo
maksimum yang tercatat pada accelerometer dan dalam penelitian ini dihitung dari
gerak komponen horizontal (horizontal component).
2. Formula empiris di asumsikan hanya dipengaruhi oleh magnitudo dan jarak, dengan
demikian pengaruh geologi permukaan diabaikan.
3. Rumusan umum formula empiris percepatan getaran tanah maksimum berdasarkan
nilai PGA, magnitudo dan jarak hiposenter yang akan di cari menggunakan metode
analisis regresi.
4. Penentuan rumus empiris berdasarkan data PGA hasil observasi yang terpasang di
BMKG (2008 – 2013) yang meliputi wilayah Bali dan sekitarnya (7° - 12 °LS dan
113° - 117°BT), dengan Magnitudo ≥ 4.5 Mb. Sebagai validasi atas rumusan yang
diperoleh menggunakan data PGA hasil observasi dan data katalog gempabumi
tahun 2014.
1.4 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan suatu model rumus empiris
percepatan getaran tanah maksimum untuk wilayah Denpasar.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menghasilkan suatu rumusan persamaan percepatan
getaran tanah yang sesuai untuk wilayah Denpasar dan agar menjadi perhatian apabila
gempabumi besar dan merusak terjadi tetapi pada saat yang bersamaan terjadi
kerusakan alat acceleroraph, maka dengan adanya persamaan dari rumus empiris ini
masih dapat ditentukan nilai percepatan getaran tanah maksimumnya yang dapat di
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Magnitudo Gempabumi
Magnitudo gempabumi adalah skala logaritmik kekuatan gempabumi atau
ledakan berdasarkan pengukuran instrumental (Bormann, 2002). Pertama kali, konsep
magnitudo diusulkan oleh Richter (1935). Magnitudo diturunkan dari amplitudo dan
periode gerakan tanah atau dari durasi sinyal yang diukur pada rekaman instrumental.
Beberapa asumsi sederhana terkait skala magnitudo (Afnimar, 2009), adalah:
- Kejadian dua gempabumi atau lebih dengan kekuatan yang berbeda dan terekam
untuk geometri sumber-penerima yang sama. Maka gempabumi dengan
kekuatan yang lebih besar akan menghasilkan gelombang datang dengan
amplitudo yang lebih besar pula.
- Magnitudo harus menjadi suatu ukuran energy seismic yang dilepaskan sehingga
harus sebanding dengan kecepatan getaran tanah, yaitu A/T maksimum dengan
A adalah displacement dari fase sinyal pada periode T yang diamati.
- Peluruhan amplitudo A terhadap jarak episenter Δ dan ketergantungan terhadap kedalaman sumber h sebagai efek sebaran geometris dan atenuasi gelombang
seismik diketahui secara statistik dapat dikompensasi dengan suatu fungsi
kalibrasi
σ
(Δ,h). Fungsi kalibrasi adalah logaritma dari kebalikan amplitudoreferensi A0 (Δ,h) dari suatu kejadian gempabumi dengan magnitudo nol, yaitu
σ
(Δ,h) = - log A0(Δ,h)- Direktivitas sumber yang cenderung bervariasi dapat dikoreksi dengan suku
dekat permukaan, lapisan tanah lunak, topografi dan lain-lain dijelaskan dengan
koreksi stasiun, Cs.
Dari berbagai asumsi diatas, maka bentuk umum dari skala magnitudo dapat dinyatakan
sebagai berikut :
... . (2.1)
Dimana :
A : Amplitudo dari fase gelombang seismik yang diamati
T : Periode fase gelombang seismik
F(Δ,h) : Koreksi jarak episenter (Δ) dan kedalaman (h)
Cr : Koreksi daerah sumber
CS : Koreksi lokasi stasiun
2.1.1 Magnitudo lokal (ML)
Skala magnitudo lokal pertama kali dikemukakan oleh Richter pada awal tahun
1930-an dengan menggunakan data kejadian gempabumi di California yang direkam
oleh Seismograf Wood-Anderson.
Rumus empiris skala magnitudo Richter yang asli, yaitu :
– ... .... (2.2)
Dimana :
AMAX : displacement gempabumi atau amplitudo sinyal yg diukur dari garis nol
ke puncak pada seismogram Wood-Anderson (dalam μm)
Cara menghitung magnitudo gempabumi berdasarkan pembacaan seismogram dari
gempabumi yang direkam oleh seismograph yang terletak pada jarak 100 km dari pusat
gempabumi menunjukkan amplitudo puncak 1 mm.
–
Oleh karena itu, besarnya kekuatan untuk gempabumi dengan amplitude 1 mm tercatat
ML = 3,0 SR.
2.1.2 Magnitudo gelombang badan (Mb)
Magnitudo lokal sangat akurat untuk kejadian gempabumi yang berskala lokal
maupun regional, namun ada keterbatasan tipe alat dan kisaran jarak, yang tidak praktis
untuk karakterisasi skala global. Di luar jarak regional, dimana gelombang P menjadi
fase yang jelas, maka praktis untuk mendefinisikan suatu skala magnitudo gelombang
badan diperoleh berdasarkan amplitudo gelombang badan (P atau S) disimbolkan
sebagai Mb. Magnitudo ini dihitung dengan formula:
... (2.3)
Dimana :
Mb : Magnitude Body / Magnitudo gelombang badan
A : amplitudo getaran tanah (μm)
T : Periode getaran tanah ( sekon)
2.1.3 Magnitudo gelombang permukaan (MS)
Selain magnitudo gelombang badan, dikembangkan pula magnitudo gelombang
permukaan (Surface Wave Magnitude). Untuk jarak Δ > 600 km seismogram periode
panjang (long-period seismogram) dari gempabumi dangkal didominasi oleh
gelombang permukaan. Gelombang ini biasanya memiliki periode sekitar 20 detik.
Amplitudo gelombang permukaan sangat bergantung pada pada jarak Δ dan kedalaman
sumber gempabumi h. Gempabumi dalam tidak menghasilkan gelombang permukaan,
karena itu persamaan MS tidak memerlukan koreksi kedalaman.
Bentuk umum rumus empiris MS adalah :
... (2.4)
Dimana:
MS : Magnitudo Gelombang Permukaan
A20 : Amplitudo maksimum dari pergeseran tanah horisontal pada periode 20
detik
Δ : jarak episenter (dalam km)
α dan β : koefisien dan konstanta yang didapatkan dengan pendekatan empiris.
2.1.4 Magnitudo momen (MW)
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa magnitudo momen yang disimbolkan
sebagai MW merupakan besaran magnitudo gempabumi yang terbaik dan konsisten
dalam menunjukkan besar kekuatan gempabumi. Nilai magnitudo momen dipengaruhi
Berdasarkan teori Elastik Rebound diperkenalkan istilah momen seismik
(seismic moment). Momen seismik yang disimbolkan sebagai M0 dapat diestimasi dari
dimensi pergeseran bidang sesar atau dari analisis karakteristik gelombang gempabumi
yang direkam di stasiun pencatat khususnya dengan seismograf periode bebas
(broadband seismograph). Rumus umum momen seismik adalah sebagai berikut :
... (2.5)
Dimana :
M0: Momen Seismik
μ : Rigiditas
D : Pergeseran rata – rata bidang sesar a : Area bidang sesar
Kemudian dari nilai momen seismik yang diperoleh, dapat diturunkan untuk
mendapatkan nilai magnitudo momen sebagai berikut :
– ... (2.6)
Dimana :
MW : Magnitudo Momen
Kelebihan penggunaan magnitudo momen Mw dalam penentuan skala
magnitudo gempabumi adalah berhubungan langsung dengan sifat fisik sumber (M0)
2.1.5 Hubungan antar magnitudo
Dalam perumusan percepatan tanah, magnitudo yang dibutuhkan adalah
magnitudo gelombang permukaan (MS). Berikut akan dijelaskan hubungan antara
beberapa magnitudo :
- Hubungan antara magnitudo permukaan (MS) dengan magnitudo gelombang badan (Mb):
– ... (2.7)
- Hubungan antara magnitudo permukaan (MS) dengan momen seismik (M0) :
... (2.8)
Oleh karena hubungan antara momen seismik dengan magnitudo momen adalah
seperti yang telah dijabarkan pada rumus di atas (2.8), maka dapat diturunkan hubungan
antara magnitudo momen (Mw) dengan magnitudo permukaan (Ms) adalah :
– ... (2.9)
2.2 Percepatan Getaran Tanah Maksimum
Percepatan getaran tanah maksimum / Peak Ground Acceleration (PGA)
merupakan salah satu parameter yang penting dalam seismologi teknik atau earthquake
engineering. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai percepatan tanah, antara lain
adalah magnitudo gempa, kedalaman hiposenter, jarak episenter, kondisi tanah. Besar
kecilnya percepatan tanah tersebut menunjukkan risiko gempabumi yang perlu
diperhitungkan dalam perencanaan bangunan tahan gempabumi.
Dari kejadian gempabumi parameter-parameter gempabumi dapat berupa
(acceleration). Perpindahan materi dalam perjalaran gelombang seismik biasa disebut
displacement. Jika kita lihat waktu yang diperlukan untuk perpindahan tersebut, maka
kita bisa tahu kecepatan materi tersebut. Sedangkan percepatan adalah parameter yang
menyatakan perubahan kecepatan mulai dari keadaan diam sampai pada kecepatan
tertentu. Untuk nilai percepatan terbagi menjadi dua bagian yaitu percepatan tanah
maksimum dan percepatan tanah sesaat. Percepatan tanah maksimum adalah nilai yang
dihitung di titik amat / titik penelitian pada permukaan bumi dari riwayat gempabumi
dengan nilai perhitungan dipilih yang terbesar. Sedangkan untuk nilai percepatan tanah
sesaat merupakan nilai percepatan tanah pada saat gempabumi terjadi. Nilai percepatan
tanah yang akan diperhitungkan sebagai salah satu bagian dalam perencanaan bangunan
tahan gempabumi adalah nilai percepatan tanah maksimum.
Percepatan adalah parameter yang menyatakan perubahan kecepatan mulai dari
keadaan diam sampai pada kecepatan tertentu. Pada bangunan yang berdiri di atas tanah
memerlukan kestabilan tanah agar bangunan tetap stabil. Terdapat dua cara untuk
menentukan nilai percepatan getaran tanah maksimum, yaitu dengan sensor
accelerometer dan perhitungan menggunakan rumusan empiris berdasarkan pendekatan
magnitudo dan jarak sumber gempabumi yang pernah terjadi terhadap titik perhitungan
serta nilai periode dominan tanah daerah tersebut (Fauzi dkk, 2005).
Gempabumi dengan getaran yang kuat tidak sering terjadi karena memerlukan
waktu yang lama untuk mengumpulkan energi yang besar, namun jika terjadi akan
membahayakan kehidupan manusia. Salah satu hal penting dalam penelitian seismologi
adalah mengetahui kerusakan akibat getaran gempabumi terhadap bangunan-bangunan
di setiap tempat. Hal ini diperlukan untuk menyesuaikan dengan kekuatan bangunan
-bangunan yang mempunyai kekuatan luar biasa dapat dibuat, sehingga bila terjadi
gempabumi dengan kekuatan besar tidak akan mempunyai tanggapan atau reaksi
terhadap bangunan”.
Getaran gempabumi menyebabkan bangunan mengalami pergerakan secara
vertikal dan horisontal. Gaya oleh getaran gempabumi tersebut secara vertikal maupun
horizontal akan timbul di beberapa titik pada struktur bangunan. Respon bangunan
terhadap gaya tersebut adalah berbeda. Biasanya pengaruh gaya vertikal terhadap
bangunan, tidak berpengaruh signifikan terhadap robohnya suatu bangunan, karena
hanya mengubah sedikit nilai gravitasi bangunan. Sebaliknya, respon bangunan
terhadap gaya horisontal mampu menyebabkan robohnya bangunan. Nilai amplitudo
maksimum (PGA) pada penelitian ini dihitung berdasarkan horizontal motion
(pergerakan horisontal) dengan komponen N-S dan E-W.
2.2.1 Accelerograph
Accelerograph adalah instrumen yang digunakan untuk merekam guncangan
permukaan tanah yang sangat akurat yang mengukur percepatan getaran permukaan
tanah. Rekaman accelerograph pada kejadian gempabumi sangat bermanfaat salah
satunya untuk mendesain bangunan tahan gempa. Pada umumnya peralatan
accelerograph di tempatkan pada daerah perkotaan yang populasinya lebih padat
penduduk yang berfungsi untuk investigasi variasi terhadap respon guncangan karena
Gambar 2.1 Jenis - jenis accelerograph (Sumber: Bahan Diklat Seismotek 2015, BMKG)
Sistem peralatan accelerograph pada umumnya didukung oleh sensor
accelerometer, digitizer, data logger, modem, sistem komunikasi, sistem daya/energi
listrik, komputer tampilan akuisisi dan analisis.
Sebaran jaringan accelerograph yang dimiliki oleh BMKG hingga 2015 baru
mencapai 231 lokasi dan akan semakin bertambah banyak dan rapat guna mendukung
penyempurnaan data percepatan getaran tanah di Indonesia.
Gambar 2.3 peta jaringan acceleroraph di Indonesia (Sumber: Bahan Diklat Seismotek 2015, BMKG)
2.2.2 Rumus empiris percepatan tanah
Dalam menentukan nilai percepatan tanah maksimum selain menggunakan
peralatan accelerograph , sejumlah metoda empiris telah banyak digunakan di dalam
penelitian percepatan tanah maksimum. Beberapa metoda pada umumnya memerlukan
input data berupa magnitudo, kedalaman, dan jarak hiposenter gempabumi. Penentuan
formula empiris percepatan tanah sebagian besar diturunkan di luar Indonesia,
mengingat belum adanya formula khusus atenuasi percepatan tanah di Indonesia. Oleh
karena itu, studi tentang tingkat risiko gempabumi di suatu wilayah di Indonesia, masih
banyak menggunakan formula atenuasi yang diperoleh di wilayah lain di luar Indonesia
Seiring dengan perkembangan dan semakin banyaknya seismograph dan
accelerograph yang terpasang, beberapa peneliti membuat fungsi atenuasi secara
khusus untuk daerah tertentu. Pada penulisan tugas akhir ini, penulis akan merujuk pada
persamaan empiris Lin dan Wu (2010). Lin dan Wu membuat rumusan fungsi atenuasi
percepatan di Taiwan. Data yang digunakan pada penelitiannya adalah data 161
rekaman accelerogram untuk nilai PGA lebih dari 80 gal. Analisis lanjut dari penelitian
mereka adalah membuat rumusan magnitudo yang dikenal dengan magnitudo peak
ground acceleration (MPGA.). Selanjutnya MPGAini digunakan dalam rangka menunjang
peringatan dini gempabumi di Taiwan. Lin dan Wu mengembangkan fungsi atenuasi
percepatan dari rumusan umum :
... (2.10)
PGA adalah nilai percepatan getaran tanah, r adalah jarak, M adalah magnitudo, Nilai a
merupakan koefisien empiris dari geometrical spreading, nilai b merupakan koefisien
empiris dari magnitudo gempa, sementara c adalah konstanta.
Maka persamaan fungsi atenuasi percepatan getaran tanah berdasarkan Lin dan
Wu adalah:
... (2.11)
Menurut Setiawan, Y. A. (2012), terdapat Beberapa metode lain dalam
1. Rumus McGuire (1977)
Model ini diterapkan di wilayah Amerika Barat, dengan formulanya sebagai
berikut:
... (2.12)
dimana :
PGA = nilai percepatan tanah maksimum (gal)
MS = magnitudo surface
r = jarak hiposenter (Km)
2. Rumus McVerry (1995)
Model ini diterapkan di wilayah New Zealand, dengan formulanya adalah:
... (2.13)
dimana :
Mw = magnitudo moment
3. Rumus Fukushima dan Tanaka (1990)
Model ini diterapkan di wilayah Jepang, dengan formulanya adalah :
.... (2.14)
4. Rumus Widiatmoko (2011)
Model ini diterapkan berdasarkan data historis di wilayah Sumatera bagian Tengah.
Perumusan formulanya adalah sebagai berikut :
... (2.15)
5. Setiawan, Y. A. (2012)
Diterapkan di wilayah Bali, dengan bentuk persamaan sebagai berikut :
... (2.16)
2.3 Analisis Regresi
Analisis regresi digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap
variable terikat serta memprediksi nilai variable terikat dengan menggunakan variable
bebas. Dalam analisis regresi variable bebas berfungsi untuk menerangkan
(explanatory), sedangkan variable tergantung berfungsi sebagai yang diterangkan (the
explained).
Pada dasarnya regresi linier merupakan masalah inversi (Grandis H, 2009).
Karena hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat adalah linier, maka disebut
sebagai inversi linier. Inversi secara umum dapat diformulasikan dengan melibatkan
variabel atau parameter yang ada untuk dinyatakan sebagai notasi vektor atau matrix
yang mempresentasikan variabel dengan banyak komponen atau elemen.
Jika data (d) dan model (m) masing-masing dinyatakan oleh vektor:
d = [d1,d2,d3,…,dN] T ... (2.17)
m = [m1,m2,m3,…,mM] T ... (2.18)
Maka secara umum hubungan antara data dan model :
Dimana G merupakan fungsi pemodelan ke depan (forward modeling) yang memetakan model menjadi besaran dalam “domain” data. Dengan kata lain fungsi G memungkinkan kita memprediksi data suatu model m.
Secara eksplisit setiap komponen pada persamaan (2.19) dapat ditulis:
[ fungsi pemodelan kedepan G sebagai fungsi model m. Fungsi G1 pada dasarnya adalah fungsi yang sama untuk semua i=1,2,3,…N. Perbedaannya, fungsi tersebut dihitung
untuk variabel bebas tertentu sehingga berasosiasi dengan komponen data tertentu.
1. Dalam metode inverse linier, kita akan mencari model parameter dari data yang
kita dapatkan. Untuk menghubungkan data dengan model parameter adalah
dengan menjadikan persamaan matrix menjadi lebih sederhana :
G.m=d
Dimana G adalah matrix kernel atau matrix (N x M). kelinieraan pada dasarnya untuk menunjukkan bahwa ada hubungan linier antara operasi dengan model
2. Langkah berikutnya adalah dengan menjadikan persamaan sebagai berikut,
dimana masing-masing ruas dikali GT
GT G m = GT d ... (2.22)
Dimana: T adalah tranpose matrix G
Apabila sebelumnya matrix G merupakan matrix (N x M) maka menjadi matrix
(M x N)
3. Masing – masing dari ruas dikalikan dengan [GTG]-1 sehingga tidak merubah nilai.
4. Sehingga persamaan menjadi :
[GTG]-1 GTG m = [GTG]-1 GT d ... (2.23)
Ingat bahwa dalam matrix, nilai inverse matrix jika dikalikan dengan matrix
sebelum di-inverse bernilai 1. Sehingga :
[GTG]-1 GTG = 1 ... (2.24)
5. Maka persamaan untuk mendapatkan model parameter menjadi :
m = [GTG]-1 GT d ... (2.25)
2.4 Analisis Korelasi
Koefisien Korelasi Sederhana disebut juga dengan Koefisien Korelasi Pearson
karena rumus perhitungan Koefisien korelasi sederhana ini dikemukakan oleh Karl
Koefesien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua
variabel. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefesien korelasi
menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel
acak. Jika koefesien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah.
Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya,
jika koefesien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik.
Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan menjadi rendah dan
berlaku sebaliknya. Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan
hubungan antara dua variabel dibuatlah kriteria sebagai berikut (Sarwono, 2006) :
Tabel 2.1 Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi
Pola / Bentuk Hubungan antara 2 Variabel :
1. Korelasi Linear Positif (+1)
Perubahan salah satu Nilai Variabel diikuti perubahan Nilai Variabel yang
lainnya secara teratur dengan arah yang sama. Jika Nilai Variabel X mengalami
maka Variabel Y akan ikut turun. Apabila Nilai Koefisien Korelasi mendekati +1
(positif Satu) berarti pasangan data Variabel X dan Variabel Y memiliki Korelasi Linear
Positif yang kuat/Erat.
2. Korelasi Linear Negatif (-1)
Perubahan salah satu Nilai Variabel diikuti perubahan Nilai Variabel yang
lainnya secara teratur dengan arah yang berlawanan. Jika Nilai Variabel X mengalami
kenaikan, maka Variabel Y akan turun. Jika Nilai Variabel X mengalami penurunan,
maka Nilai Variabel Y akan naik. Apabila Nilai Koefisien Korelasi mendekati -1
(Negatif Satu) maka hal ini menunjukan pasangan data Variabel X dan Variabel Y
memiliki Korelasi Linear Negatif yang kuat/erat.
3. Tidak Berkorelasi (0)
Kenaikan Nilai Variabel yang satunya kadang-kadang diikut dengan penurunan
Variabel lainnya atau kadang-kadang diikuti dengan kenaikan Variable yang lainnya.
Arah hubungannya tidak teratur, kadang-kadang searah, kadang-kadang berlawanan.
Apabila Nilai Koefisien Korelasi mendekati 0 (Nol) berarti pasangan data Variabel X
dan Variabel Y memiliki korelasi yang sangat lemah atau berkemungkinan tidak