• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Berbasis Kearifan Lokal di Kota Administratif Atauro Kota Madya Dili, Timor Leste.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Berbasis Kearifan Lokal di Kota Administratif Atauro Kota Madya Dili, Timor Leste."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR

DAN LAUT BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KOTA

ADMINISTRATIF ATAURO KOTA MADYA DILI

TIMOR-LESTE

DOMINGOS MESQUITA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

TESIS

STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR

DAN LAUT BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KOTA

ADMINISTRATIF ATAURO KOTA MADYA DILI

TIMOR-LESTE

DOMINGOS MESQUITA NIM 1491261013

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR

DAN LAUT BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KOTA

ADMINISTRATIF ATAURO KOTA MADYA DILI

TIMOR-LESTE

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Udayana

DOMINGOS MESQUITA NIM 1491261013

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL, 26 MEI 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS. Prof. Dr. Wayan Windia, SU.

NIP. 195905191986011001 NIP. 194912151975031001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof. Dr. Ir. I Wayan Nuarsa, M.Si. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K)

(5)

PENETAPAN PANITIA PENGUJI

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Pada Tanggal, 23 Mei 2016

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

No. : 2056/UN.14.4/HK/2016

Tanggal : 3 Mei 2016

Panitia Penguji Tesis adalah:

Ketua : Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS.

Anggota :

1. Prof. Dr. Wayan Windia, SU.

2. Prof. Dr. Ir. I Wayan Sandi Adnyana, MS.

(6)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Domingos Mesquita

NIM : 1491261013

Program Studi : Magister Ilmu Lingkungan

Judul Tesis : Strategi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Berbasis

Kearifan Lokal di Kota Administratif Atauro Kota Madya

Dili, Timor-Leste

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila

dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima

sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 23 Mei 2016

Hormat saya,

Domingos Mesquita

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang

Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung wara nugraha-Nya /

karunia-Nya tesis ini yang berjudul “Strategi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan

Laut Berbasis Kearifan Lokal di Kota Administratif Atauro Kota Madya Dili

Timor-Leste” dapat diselesaikan.

Dalam penyusunan tesis ini penulis mendapatkan banyak sekali bantuan

berupa bimbingan, saran, motivasi dan inspirasi dari berbagai pihak. Untuk itu

perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada.

1. Bapak Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD

(KEMD) dan Direktur Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A.

Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan dan fasilitas yang telah diberikan

kepada penulis selama menempuh pendidikan pada Program Studi Magister

Ilmu Lingkungan.

2. Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS. selaku Pembimbing I yang telah dengan

sabar dan penuh perhatian memberikan bimbingan, motivasi, inspirasi dan

saran sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

3. Prof. Dr. Wayan Windia, SU. selaku Pembimbing II yang senantiasa

memberikan saran dan bimbingan kepada penulis dalam upaya penyempurnaan

(8)

4. Prof. Dr. Ir. I Wayan Sandi Adnyana, MS. selaku Pembahas yang dengan sabar

memberikan berbagai masukan dan bimbingan sehingga cakrawala penulis

dalam penyusunan tesis ini dapat terbuka.

5. Dr. Ir. I Made Adhika, MSP. selaku Penguji yang telah memberikan masukan,

saran dan perbaikan sehingga tesis ini dapat sesuai harapan.

6. Prof. Dr. Ir. I Wayan Nuarsa, M.Si. sebagai Ketua Program Studi Magister

Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Udayana yang selalu memotivasi dan

memberikan arahan kepada penulis selama menempuh pendidikan dan dalam

penyusunan tesis ini.

7. Para dosen dan staf pengajar di Program Studi Magister Ilmu Lingkungan

(PSMIL) Universitas Udayana yang selalu memberikan ilmu dan membuka

wawasan keilmuan penulis di bidang Ilmu Lingkungan.

8. Pemerintah Timor-Leste melalui Kementrian Perdagangan, Industri dan

Lingkungan Hidup bekerja sama dengan Komisi Kepegawaian (Comissão da

Função Pública) dan Institut Nasional Administrasi Publik (Instituto Nacional de Administração Pública) yang telah memberikan ijin belajar dan beasiswa sehingga penulis dapat menempuh pendidikan magister di Universitas

Udayana.

9. Para staf sekretariat Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL)

Universitas Udayana yang selalu membantu kelancaran semua keperluan

(9)

10.Teman-teman Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Lingkungan

Universitas Udayana yang senantiasa kompak dalam memberikan dorongan

semangat dan ide serta masukan dalam kelancaran penyelesaian tesis ini.

11.Keluarga tercinta, atas limpahan kasih sayang yang diberikan serta atas semua

doa restu dan dorongan yang selama ini diberikan, istri tercinta Filomena

Maculada, dan putra putri tersayang Fidelio Canizio Mesquita, Finicia

Maculada Mesquita dan Leticia Mesquita yang dengan penuh ketulusan telah

memberikan kepada penulis kasih sayang dan kesempatan untuk lebih

berkonsentrasi menyelesaikan pendidikan di Universitas Udayana.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa selalu

melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan

penyusunan tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.

Denpasar, 23 Mei 2016

(10)

ABSTRAK

STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KOTA ADMINISTRATIF ATAURO KOTA MADYA DILI

TIMOR-LESTE

Sumberdaya pesisir dan laut dewasa ini mengalami degradasi sebagai akibat dari pemanfaatan yang merusak dan cenderung mengutamakan kepentingan sesaat. Masyarakat di Kota Administratif Atauro memiliki tradisi kearifan lokal tersendiri dari nenek moyang yang dituangkan dalam hukum adat yang dikenal oleh masyarakat lokal sebagai tara bandu (lubuk larangan). Penelitian dilakukan dengan tujuan: 1) mengetahui potensi sumberdaya pesisir dan laut serta sejauh mana tingkat pemanfaatannya, 2) mengetahui nilai-nilai kearifan lokal masyarakat pesisir yang mempunyai hubungan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, 3) mengetahui sikap dan perilaku masyarakat serta komponen terkait terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, 4) untuk mendapatkan strategi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasis kearifan lokal di Kota Administratif Atauro. Penelitian dengan metode survei menggunakan pendekatan secara deskriptif kualitatif yang dikombinasikan dengan analisis SWOT. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi lapangan, wawancara (interview), dan dokumentasi. Metode dan teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal yang mempunyai peranan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut adalah tradisi pemasangan bubu (bubur), kearifan lokal tara bandu (lubuk larangan), kearifan lokal di Kampung Maquer untuk melarang penangkapan terhadap beberapa jenis biota laut yang gerakannya lambat, tradisi baku tasi dan baku lai, tradisi menyembah patung kayu dan festival saint petrus. Di Desa Biqueli terdapat tradisi larangan untuk merokok, makan sirih, dan menjual/mengkonsumsi minuman beralkohol di tempat umum. Hasil analisis SWOT menyimpulkan bahwa pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di Kota Administratif Atauro berada dalam kuadran/posisi konservatif, yakni posisi strategi berbenah. Strategi yang digunakan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut adalah a) menyusun rencana tata ruang wilayah (RTRW) dengan konsep strategi pengelolaan

one island management sehingga program pembangunan tidak berdampak negatif pada sumberdaya pesisir dan laut, b) penyusunan rencana aksi tahunan dan pengalokasian dana untuk pengadaan sarana dan prasarana, c) peningkatan SDM melalui pendidikan formal, pelatihan-pelatihan profesi, dan studi banding di tempat-tempat yang lebih maju, d) melakukan kajian dampak lingkungan terhadap pembangunan di wilayah pesisir, e) tradisi pemasangan bubu dan lubuk larangan perlu dilakukan guna menjaga harmonisasi hubungan manusia dengan lingkungan sekitar, f) program pendidikan dan penyuluhan kesadaran masyarakat mengenai konservasi sumberdaya pesisir dan laut.

(11)

RINGKASAN

STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KOTA ADMINISTRATIF ATAURO KOTA MADYA DILI

TIMOR-LESTE

Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk diperhatikan, karena akhir-akhir ini eksploitasi terhadap sumberdaya pesisir dan laut semakin mengarah pada penggunaan armada dan peralatan penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut lebih bersifat merusak yang tidak memperhatikan aspek konservasi dan keseimbangan ekosistem, yang hanya mengutamakan kepentingan sesaat ketimbang memikirkan generasi berikutnya.

Sumberdaya pesisir dan laut sebagai kekayaan yang milik bersama, sehingga kebanyakan masyarakat pesisir melakukan pemanfaatan tidak sesuai dengan aturan dan norma-norma yang berbasis prinsip berkelanjutan. Oleh karena itu, kebijakan implementasi undang-undang perikanan dan lingkungan hidup serta hukum adat sebagai kearifan lokal disuatu daerah sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem pesisir dan laut.

Masyarakat di Kota Administratif Atauro memeliki tradisi kearifan lokal tersendiri yang diwariskan secara turun temurun dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat pesisir Atauro sangat beragam, mulai dari kearifan lokal untuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang berpotensi merusak ekosistem sampai pada kearifan lokal yang dinilai mampu menjaga dan melestarikan kekayaan alam dari ancaman aktivitas manusia.

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) mengetahui potensi sumberdaya pesisir dan laut yang terdapat di Kota Administratif Atauro dan tingkat pemanfaatannya, 2) mengetahui nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada mansyarakat pesisir di Kota Administratif Atauro yang mempunyai hubungan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, 3) mengetahui sikap dan perilaku masyarakat serta komponen terkait terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, 4) untuk mendapatkan strategi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasis kearifan lokal di Kota Administratif Atauro.

Penelitian ini dilakukan di Kota Administratif Atauro, terutama desa yang letaknya di daerah pesisir pantai yaitu; Desa Vila, Desa Beloi, Desa Maquili dan Desa Biqueli. Penelitian ini merupakan penelitian survei yang menggunakan pendekatan secara deskriptif kualitatif yang dikombinasikan dengan analisis SWOT. Teknik penumpulan data dilakukan dengan cara observasi lapangan, wawancara (interview), dan dokumentasi. Sedangkan metode dan teknik analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kualitatif dan analisis SWOT.

(12)

dimana dari hasil observasi peneliti menunjukkan bahwa seluruh desa yang ada di kota ini terletak di sepanjang pesisir pantai, sedangkan hanya desa Macadade yang sebagian besar terletak di dataran tinggi Pulau Atauro.

Pada umumnya masyarakat di Kota Administratif Atauro hidup sebagai nelayan dan petani. Nelayan di Pulau Atauro adalah nelayan subsisten yang masih mengandalkan alat penangkapan tradisional menggunakan pancing dan jaring sederhana untuk menangkap ikan. Penghasilan masyarakat Atauro adalah ikan laut, jagung dan ubi-ubian, kerajinan tangan berupa patung yang dibuat dari kayu, cincing dan gelang yang dibuat dari kulit penyu dan budidaya rumput laut.

Sarana dan prasarana daerah tersebut hanya memiliki satu pelabuhan kecil yang mampu menampung satu kapal ferri dari Dili. Armada penangkapan masih menggunakan sampan/jakung dan perahu papan, sedangkan motor ketinting dan motor tempel hanya dimiliki oleh beberapa orang saja. Kapal motor modern untuk penangkapan ikan di laut dalam ada.

Peralatan yang digunakan oleh nelayan berupa pancing, jaring, jala yang dilengkapi dengan peralatan tradisional lainnya seperti, panah tradisional, bubu (bubur), tombak (hehai), tongkat berupa besi (keur), senapan panah (kilat), kaca mata selam yang terbuat dari kayu.

Potensi sumberdaya pesisir dan laut yang terdapat di Kota Administratif Atauro adalah, terumbu karang, berbagai jenis ikan, padang lamun, rumput laut, hutan bakau (mangrove), pantai berpasir putih dan mata air panas. Kondisi ekosistem pesisir dan laut tersebut yaitu: a) Tutupan karang keras hidup (hard coral live) di perairan Pulau Atauro adalah antara 12% - 31% dengan rata-rata 20,2%. Presentase tutupan karang di Pulau Atauro masuk dalam kategori rendah. Rendahnya tutupan karang keras karena tingginya tutupan abiotik dan tingginya tutupan rubble. Tutupan rubble

ini diduga akibat dari penangkapan ikan dengan bom, b) keanekaragaman ikan dan biota laut penting di perairan Pulau Atauro termasuk tinggi karena di beberapa lokasi dijumpai kelimpahan ikan dan biota laut penting seperti ikan jack-travelly, ekor kuning dan barakuda dalam jumlah yang cukup besar. Bumphead parrotfish atau ikan kakatua kaibam dan ikan napoleon yang relatif sangat banyak, c) jenis padang lamun yang ditemukan kebanyakan didominasi oleh Enhalus acoroides, Halophila ovalis, dan Cymodocea serrulata, d) rumput laut (seaweed) yang kebanyakan dibudidayakan oleh petani adalah jenis Eucheuma cottonii warna hijau dan Eucheuma spinosum

berwarna coklat, e) hutan bakau (mangrove) di Pulau Atauro jumlahnya hanya sedikit yang didominasi oleh jenis Avicennia alba, Avicennia marina, Sonneratia alba,

Rhizopora mucronata, Rhizopora apiculata, dan Aegiceras corniculatum. Lokasi penyebaran hutan mangrove di Pulau Atauro adalah di wilayah pesisir pantai Desa Vila, Desa Beloi dan Desa Biqueli, f) wilayah pesisir daerah ini terdapat pantai pasir putih yang terbentang sepanjang 23 km dimana penyu kerap dijumpai bertelur pada musim tertentu, g) mata air panas di Desa Biqueli dan Desa Maquili berpotensi sebagai salah satu atraksi wisata di Pulau Atauro. Mata air panas di Desa Biqueli terdapat di dua lokasi yaitu Uaro-Ana dan Vatu’u sedangkan mata air panas di Desa Maquili terdapat di kampung Maumeta.

(13)

ikan yang merusak ekosistem laut (destructive fishing). Destructive fishing yang dilakukan oleh nelayan seperti, pengeboman ikan, menggunakan racun ikan tradisional (tuha), penggalian terumbu karang untuk menangkap ikan, dan menangkap penyu yang hendak bertelur di pesisir pantai. Sampah yang tidak dikelola dengan baik, sedimentasi semakin meningkat, pembangunan di wilayah pesisir yang tidak terkontrol dengan baik, dan penebangan hutan mangrove untuk kebutuhan pembuatan perahu tradisional.

Kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di Kota Administratif Atauro yaitu: tradisi pemasangan bubu (bubur), kearifan lokal tara bandu (lubuk larangan), kearifan lokal di Kampung Maquer untuk melarang penangkapan terhadap beberapa jenis biota laut yang gerakannya lambat, tradisi baku tasi dan baku lai, tradisi menyembah patung kayu dan festival saint petrus. Di Desa Biqueli terdapat tradisi larangan untuk merokok, makan sirih, dan menjual/mengkonsumsi minuman beralkohol ditempat umum.

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PRASYARAT GELAR ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRACT ... ix

ABSTRAK ... x

RINGKASAN ... xi

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 7

1.3Tujuan Penelitian …….. ... 7

1.4Manfaat Penelitian……… . 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN ... 9

2.1Tinjauan Pustaka ... 9

2.2Konsep ... 15

2.2.1 Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut ... 15

(15)

2.2.3 Karakteristik Sosial dan Sistem Pengetahuan Masyarakat

Pesisir ... 18

2.2.4 Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut ... 20

2.3Landasan Teori ... 20

2.3.1 Strategi Pengelolaan ... 20

2.3.2 Teori Perencanaan ... 23

2.3.3 Teori Pengelolaan... 24

2.3.4 Teori Partisipasi ... 25

2.3.5 Pengertian Wilayah Pesisir ... 26

2.3.6 Pengenalan Kearifan Lokal ... 30

2.4Model Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

3.1Pendekatan Penelitian ... 38

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 38

3.2.2 Waktu Penelitian ... 39

3.3Jenis dan Sumber Data ... 39

3.3.1 Jenis Data ... 39

3.3.2 Sumber Data ... 40

3.4Instrumen Penelitian... 41

3.5Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 41

3.5.1 Metode Observasi ... 42

3.5.2 Metode Wawancara ... 43

3.5.3 Metode Dokumentasi ... 44

3.6Metode dan Teknik Analisis Data ... 44

3.6.1 Analisis Deskriptif Kualitatif ... 44

3.6.2 Analisis SWOT ... 45

(16)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1 Gambaran Umum Kota Administratif Atauro ... 48

4.1.1 Sejarah Kota Administratif Atauro ... 48

4.1.2 Kondisi Geografi dan Topografi ... 49

4.1.3 Kelembagaan ... 49

4.1.4 Penduduk dan Demografi ... 51

4.1.5 Kondisi Lingkungan Darat ... 53

4.1.6 Kondisi Pesisir dan Laut ... 54

4.1.7 Kondisi Ekonomi, Sosial dan Budaya ... 56

4.1.8 Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut ... 59

4.2 Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut ... 60

4.2.1 Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut ... 60

4.2.2 Ancaman Sumberdaya Pesisir dan Laut ... 65

4.3 Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut ... 66

4.4 Sikap dan Perilaku Masyarakat Serta Komponen Terkait Terhadap Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut ... 73

4.5 Strategi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Berbasis Kearifan Lokal ... 76

4.5.1 Identifikasi faktor Internal dan Eksternal ... 76

4.5.2 Analisis SWOT ... 78

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 92

5.1 Simpulan ... 92

5.2 Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Jumlah Penduduk Diperinci Menurut Desa di Kota Administratif Atauro 51

4.2 Tingkat Pendidikan Masyarakat ... 52

4.3 Angkatan Kerja ... 56

4.4 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal ... 78

4.5 Analisis Faktor Internal ... 83

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Pembagian Wilayah Pesisir dan Pantai ... 27

2.2 Model Penelitian ... 37

3.1 Peta Lokasi Penelitian ... 39

3.2 Matriks SWOT Strategi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut ... 47

4.1 Peta Kota Administratif Atauro ... 50

4.2 Kondisi Pesisir Pantai ... 55

4.3 Kondisi Hutan Mangrove di Desa Vila dan Desa Beloi ... 64

(19)

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

PMO/PEMSEA : Project Management Office / Partnerships in Environmental Management for the Seas of East Asia

SUPM : Sekolah Usaha Perikanan Menengah

ISTILAH

Chefe do Posto administrativo: Kepala pemerintahan daerah di bawah Bupati. Chefe do Posto Administrativo (Camat) yang mengepalai kecamantan/posto administrativo

Suco : Kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem dan aturan sendiri. Suco (desa) di kepalai oleh seorang Chefe Suco

(Kepala Desa)

Aldeia : Kesatuan administrasi terkecil yang menempati wilayah tertentu yang di kepalai oleh seorang kepala kampung. Aldeia (kampung)

Bubur : Peralatan tangkap ikan berupa perangkap yang berbentuk kurungan dan berupa jebakan dimana ikan akan mudah masuk dan sulit untuk keluar.

(20)

plastik

Koro-koro : Armada penangkapan ikan tradisional yang dibuat dari kayu. Koro- koro (perahu tradisional) adalah kendaraan air (biasanya tidak bergeladak) yang lancip pada kedua ujungnya dan lebar ditengahnya

Hehai : Alat penangkap ikan yang terdiri dari batang (kayu/bambu) dengan ujungnya berkait balik (mata tombak) dan tali penarik yang diikatkan pada mata tombak. Hehai (tombak) tali penariknya dipegang oleh nelayan kemudian setelah tombak mengenai sasaran tali tersebut ditarik untuk mengambil hasil tangkapan

Keur : Alat penangkap ikan berupa besi atau tongkat dari kayu yang ujungnya meruncing untuk tombak ikan. Keur (tongkat besi) tanpa menggunakan tali pengikat digunakan untuk tombak ikan di celah-celah terumbu karang pada saat air laut surut

Kilat : Alat tangkap ikan tradisional yang dibuat dari kayu menyerupai senapan.

Kilat (senapan panah) dibuat oleh masyarakat digunakan untuk memanah ikan pada saat nelayan menyelam di laut

Gill net : Alat tangkap ikan berupa jaring berbentuk persegi empat panjang yang dilengkapi dengan pemberat di bagian bawah dan pelampung di bagian atas. Gill net (jaring insang) dipasang menghadap arah gerak ikan sehingga ikan tertangkap karena insangnya tersangkut pada mata jaring

Tuha : Alat tangkap ikan tradisional yang diperoleh dari zat-zat beracun dari kulit kayu atau buah. Tuha (racun lokal) dipersiapkan oleh nelayan sebelum melaut dimana pada saat melaut para nelayan yang berperilaku merusak akan membawa racun tersebut dan meletakkan di celah-celah terumbu karang sehingga membuat ikan mabuk untuk memudahkan penangkapan

Lumuklolon: Tempat persembahan yang berada di daerah pesisir Desa Maquili.

Lumuklolon dipercayai oleh para tua adat sebagai tempat pertemuan leluhur dengan manusia saat melakukan acara ritual pemasangan bubu

Uma lisan : Pusat aturan tradisional yang lazim dilakukan sejak dahulu kala. Uma lisan (suku adat) berlaku bahwa laki-laki yang berhak sebagai ahli waris yang sering disebut lia nain (tua adat)

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Matriks Formulasi Strategi SWOT ... 101

2. Pedomaan Wawancara untuk Instansi Pemerintah ... 103

3. Pedomaan Wawancara untuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Roman Luan ... 106

4. Pedomaan Wawancara untuk Tokoh Masyarakat Lokal ... 109

5. Pedomaan Wawancara untuk Masyarakat yang Terlibat Langsung dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut yang Berbasis Kearifan Lokal. ... 112

6. Daftar Nama-nama Informan ... 115

7. Foto dokumentasi kegiatan observasi lokasi penelitian ... 117

(22)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

diperhatikan. Karena akhir-akhir ini eksploitasi terhadap sumberdaya pesisir dan laut

semakin mengarah pada penggunaan armada dan alat penangkapan yang tidak ramah

lingkungan. Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut lebih bersifat merusak demi

memperoleh keuntungan sesaat yang lebih besar tanpa memperhatikan aspek konservasi dan

keseimbangan ekosistem.

Sumberdaya pesisir dan laut merupakan suatu potensi yang cukup menjanjikan untuk

mendukung tingkat perekonomian masyarakat terutama bagi nelayan. Konsekuensi logis

dari sumberdaya pesisir dan laut sebagai sumberdaya milik bersama (common property) dan terbuka untuk umum (open acces) maka pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut dewasa ini

semakin meningkat hampir semua wilayah.

Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut sekarang ini semakin ketat, sehingga

masyarakat pesisir selalu berusaha untuk menggunakan armada dan peralatan tangkap yang

modern. Usaha-usaha yang dilakukan oleh masyarakat pesisir selalu dihubungkan dengan

peningkatan pendapatan agar menjamin kehidupan yang lebih baik.

Pengelolaan berbasis masyarakat akan memberikan insentif bagi masyarakat untuk

mandiri melalui lembaga lokal. Masyarakat yang akan menentukan keberlanjutan dari

sumberdaya alam yang dimiliki di wilayahnya. Oleh karena itu, peran masyarakat begitu

penting untuk menyepakati dan menjalankan norma dan aturan dalam pengelolaan

(23)

2

sumberdaya pesisir dan laut. Norma dan aturan tersebut menjadi acuan dalam pengelolaan

sumberdaya pesisir dan laut karena pada dasarnya muncul dari inisiatif masyarakat lokal.

Saat ini terjadi peningkatan usaha penangkapan dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari, baik bagi masyarakat pesisir maupun permintaan pasar. Di sisi lain hal yang perlu

diperhatikan adalah bagaimana meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat agar bisa

menjaga kelestarian ekosistem pesisir dan laut. Dengan demikian bisa menunjang kehidupan

yang lebih baik untuk masa yang akan datang.

Sebagai akibat pemanfaatan sumberdaya pesisir dan sekitarnya jauh lebih besar dari

daya dukung lingkungan (over eksploitation) yang lebih mengarah ke kerusakan (destruction), maka perlu perhatian dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan yang baik.

Namun sampai saat ini partisipasi masyarakat masih sangat rendah dalam hal perlindungan

dan pelestarian sumber daya pesisir dan laut. Partisipasi masyarakat pesisir sebagai

stakeholders utama sumberdaya pesisir dan laut adalah faktor yang sangat menentukan khususnya dalam pendekatan pengelolaan dengan melaksanakan proses co-management

berbasis komunitas dan dilakukan secara partisipatif.

Salah satu pemanfaatan dan mobilisasi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan

sumberdaya pesisir adalah mengintegrasikan kearifan lokal setempat dalam upaya

pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Di banyak tempat/daerah di Timor-Leste terdapat

kebiasaan adat istiadat yang selalu dan terus menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan

lokal/tradisional. Hal itu ternyata cocok dan efektif dalam menjaga keberlangsungan

kehidupan sumberdaya pesisir dan laut.

Kebijakan pengembangan kawasan pesisir yang dilaksanakan selama ini sering

(24)

3

Sementara itu dalam implementasinya, kurang mendayagunakan potensi yang ada secara

optimal termasuk nilai-nilai kearifan lokal yang selama ini menjadi bagian dari kehidupan

bermasyarakat di wilayah pesisir.

Aktivitas masyarakat pesisir seringkali berdampak negatif bagi kelestarian

sumberdaya pesisir dan laut. Penggunaan pupuk kimia atau pestisida di lahan pertanian

daerah pesisir, penggunaan peralatan dan cara tangkap tradisional yang merusak, tumpahan

minyak dari mesin kapal dapat menyebabkan pencemaran tanah, air berpotensi merusak

terumbu karang serta hutan bakau.

Upaya penanganan permasalahan di wilayah pesisir perlu mengintegrasikan kearifan

lokal masyarakat pesisir sebagai bentuk pertisipasi masyarakat dalam konservasi sumberdaya

pesisir dan laut. Kearifan lokal atau kearifan tradisional adalah merupakan pengetahuan yang

secara turun temurun dimiliki oleh masyarakat lokal dalam mengolah lingkungan hidupnya,

yaitu pengetahuan yang melahirkan perilaku sebagai hasil dari adaptasinya terhadap

lingkungannya, yang mempunyai implikasi positif terhadap kelestarian lingkungan (Lamech

dan Prioyulianto, 1995). Berbagai macam tabu/pantangan adat, upacara-upacara tradisional,

dan berbagai tradisi lainnya yang dimiliki oleh banyak suku adat di berbagai daerah, apabila

dikaji maka dapat mengungkapkan pesan-pesan budaya yang besar manfaatnya bagi upaya

pelestarian lingkungan hidup.

Tradisi dan kearifan lokal merupakan bukti adanya ikatan antara manusia dengan

lingkungan sekitar, sehingga melahirkan pengetahuan dan pikiran bagaimana memperlakukan

alam dan lingkungannya. Mesyarakat menyadari betul akan segala perubahan dalam

lingkungan sekitar dan mampu mengatasinya demi menjaga keselarasan hubungan antara

manusia dan alam . Salah satu cara ialah dengan mengembangkan sikap, gaya hidup, dan

(25)

4

lingkungan hidup (Salim, 2008). Tradisi-tradisi inilah yang disebut sebagai salah

satu aplikasi sebuah kearifan lokal.

Untuk memperkuat implementasi kearifan-kearifan lokal maka Pemerintah

Timor-Leste telah menertibkan Undang-Undang Lingkungan Hidup (Lei Baze Ambiente) no. 26 tahun 2012, dimana pada pasal 8 negara mengakui pentingnya kearifan lokal sebagai suatu

budaya dan mekanisme tradisional untuk mengatur hubungan antara manusia dengan

lingkungan sekitarnya. Pada pasal ini pemerintah menjamin efektivitas dari implementasi

kearifan lokal untuk melindungi dan melestarikan sumberdaya alam serta komponen terkait

demi mencapai penggunaan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Untuk itu masyarakat

diminta untuk lebih aktif dalam merencanakan dan mengimplementasikan kearifan budaya

lokal dari bawah sebagai bentuk partisipasi masyarakat agar bisa menjaga sumberdaya alam

dari kerusakan.

Undang-Undang Timor-Leste, no. 5 tahun 2004 tentang Pimpinan Daerah

(autoridades comunitarias) pasal 2 tugas kepala desa (chefe do suco) ayat 2, baris (f) menyebutkan bahwa salah satu kegiatan yang dilakukan oleh kepala desa adalah

perlindungan lingkungan hidup. Hal itu membuka kewenangan untuk mengelola masyarakat

dan menentukan kebijakan dari bawah (bottom-up) untuk menjaga dan melindungi

sumberdaya alam baik daratan, pesisir maupun laut.

Masyarakat di Kota Administratif Atauro memiliki tradisi kearifan lokal tersendiri

yang diwariskan dari nenek moyang daerah tersebut untuk melindungi dan melestarikan

sumberdaya pesisir dan laut. Dengan demikian setiap masyarakat mempunyai kewajiban

untuk mentaati segala bentuk aturan yang disepakati dalam tradisi kearifan lokal tersebut.

Kearifan lokal tersebut baik disadari atau tidak, merupakan sikap pelestarian lingkungan yang

(26)

5

sikap masyarakat terhadap pelestarian lingkungan adalah dengan adanya kesadaran sendiri

dari masyarakat untuk melakukan kegiatan lubuk larangan terhadap sumberdaya pesisir dan

laut sehingga menghindari kegiatan penangkapan ikan yang merusak, pembakaran hutan dan

penangkapan satwa liar yang tidak berijin.

Aturan adat di Kota Administratif Atauro pada umumnya dituangkan dalam hukum

adat yang dikenal oleh masyarakat lokal sebagai tara bandu (lubuk larangan). Tara bandu

dihasilkan oleh kesepakatan masyarakat di seluruh desa yang ada di Pulau Atauro. Peraturan

adat di pulau ini masih kuat dan mengikat, diantaranya adalah aturan adat yang melarang

masyarakatnya untuk menebang pohon, memburu satwa liar, membakar rumput/semak, dan

mencuri. Pelanggaran atas hukum adat ini akan dikenakan sanksi berupa memotong hewan

ternak sesuai dengan jumlah yang disepakati dan dibagikan kepada warga di desa tersebut

untuk dimakan bersama-sama. Tujuan dari adanya tara bandu ini adalah untuk menjaga

kelestarian sumberdaya pesisir dan laut di Pulau Atauro.

Undang-Undang Dasar Republik Demokratik Timor-Leste pasal 71 ayat 3 (2002),

bahwa Atauro akan diberikan status ekonomi khusus. Mengacu pada Undang-Undang Dasar

tersebut di atas pemerintah telah membuat rencana strategi pembangunan nasional

Timor-Leste tahun 2011-2030:132 (plano estrategico dezenvolvimento nacional), dimana dalam

jangka pendek (2011-2015) menyebutkan bahwa salah satu strategi pembangunan di Pulau

Atauro adalah untuk meningkatkan pengelolaan perikanan pesisir dan perikanan darat demi

menciptakan sektor perikanan komersial yang berkualitas. Tujuannya fokus pada

peningkatan hasil tangkapan dari kegiatan penangkapan ikan tradisional dan pemanfaatan

lahan perikanan di zona ekonomi eksklusif.

Sebagai tindak lanjut untuk memberikan dukungan dalam kearifan lokal yang mana

(27)

6

agar bisa menunjukkan dan membuktikan secara ilmiah sehingga bisa diterima oleh semua

kalangan nasional sebagai suatu usaha pelestarian dan perlindungan lingkungan hidup secara

tradisional. Penelitian yang berhubungan dengan kearifan lokal di Timor-Leste belum

banyak dilakukan. Penelitian ini sangat penting guna merespon spekulasi atau

keluhan-keluhan dari berbagai pihak agar bisa membantu dan mendorong implementasi kearifan lokal

untuk melaraskan hubungan manusia dengan lingkungan sekitar.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan bahasan tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian adalah sebagai

berikut.

1. Apa saja potensi sumberdaya pesisir dan laut yang terdapat di Kota Administratif

Atauro dan sejauh mana tingkat pemanfaatannya ?

2. Nilai-nilai kearifan lokal apa saja yang terdapat pada masyarakat pesisir di Kota

Administratif Atauro yang mempunyai hubungan dengan pengelolaan sumberdaya

pesisir dan laut ?

3. Bagaimana sikap dan perilaku masyarakat serta komponen terkait terhadap

pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di Kota Administratif Atauro ?

4. Bagaimana strategi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasis kearifan

lokal di Kota Administratif Atauro ?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui potensi sumberdaya pesisir dan laut yang terdapat di Kota

(28)

7

2. Mengetahui nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada mansyarakat pesisir di

Kota Administratif Atauro yang mempunyai hubungan dengan pengelolaan

sumberdaya pesisir dan laut.

3. Mengetahui sikap dan perilaku masyarakat serta komponen terkait terhadap

pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di Kota Administratif Atauro.

4. Untuk mendapatkan strategi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasis

kearifan lokal di Kota Administratif Atauro.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan

wawasan dalam bidang pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan laut serta

sebagai bahan kajian untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan

pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasis kearifan lokal.

2. Manfaat Praktis

Bagi Pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan sebagai dasar pertimbangan dan

referensi dalam pengambilan keputusan dan rencana aksi untuk pelestarian

lingkungan hidup dan khususnya pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut.

Selanjutnya bagi masyarakat pesisir, hasil penelitian ini diharapkan dapat

meningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat pesisir dalam praktek

(29)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Dalam kajian pustaka ini diuraikan beberapa hasil penelitian terdahulu

yang dianggap cukup relevan dengan penelitian ini, khususnya tentang tradisi dan

kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut. Tujuannya adalah

sebagai pembanding antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini, sehingga

akan menghasilkan penelitian yang lebih akurat.

Penelitian Amri (2013), tentang “Kearifan Lokal Lubuk Larangan sebagai

Upaya Pelestarian Sumberdaya Perairan di Desa Pangkalan Indarung Kabupaten

Kuantan Singing”. Hasil penelitian ini menemukan peraturan adat yang akan

membuat lubuk larangan, yaitu: 1) etnotecnology/instrument yang sederhana, 2)

penanaman dan menjaga vegetasi selama keruk sungai, 3) melarang untuk

menangkap ikan kaloso, 4) ikan yang diizinkan untuk tangkap adalah mereka

yang berat 250 gram/ikan, dan 5) lubuk. Persamaan dari penelitian ini adalah

kearifan lokal sebagai suatu peraturan adat yang sederhana untuk pelestarian

sumberdaya perairan. Perbedaanya adalah penelitian Amri hanya membahas

tentang lubuk larangan tetapi penelitian ini akan mengkaji berbagai macam

kearifan lokal yang ada di Atauro dalam pemanfaatan dan pengelolaan

sumberdaya pesisir dan laut.

(30)

10

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Diandri (2014), tentang

“Kearifan Lokal Masyarakat Nelayan dalam Menjaga Lingkungan Wilayah

Pesisir di Kenagarian Surantih Kecamantan Sutera Sumatera Barat”. Informan

penelitian ini ditentukan dengan teknik snow ball sampling. Informan kunci yang

dimaksud adalah nelayan yang ada di Desa Surantih yang ikut mematuhi

kesepakatan dalam menjaga lingkungan serta wali nagari sebagai Aparat

Pemerintah. Metode yang digunakan untuk analisis data adalah reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian Diandri tersebut adalah pertama, masyarakat memiliki

pengetahuan yang cukup tentang pentingnya kelestarian wilayah pesisir bagi

kehidupan. Bentuk pengetahuan tersebut berupa: fungsi wilayah pesisir, larangan

penangkapan ikan dengan bom, dan lingkungan pesisir sebagai sumber mata

pencaharian. Wujud pengetahuan tersebut dalam bentuk kearifan lokal lubuk

larangan untuk menghindari aktivitas penangkapan ikan yang merusak serta

adanya sangsi bagi yang melanggar larangan tersebut. Kedua, masyarakat yakin

dengan kelestarian lingkungan pesisir pantai dapat menjamin kelangsungan

hidupnya, oleh karena itu adanya kearifan lokal yang melarang menangkap ikan

menggunakan bom, membuat masyarakat yakin dengan masa depannya. Bentuk

keyakinan tersebut di antaranya: lingkungan pesisir sebagai sumber kehidupan

dan menjaga lingkungan pesisir dapat melestarikan kehidupan ikan. Ketiga,

pemahaman masyarakat tentang kearifan lokal dalam menjaga wilayah pesisir

diperlukan, karena wilayah pesisir merupakan salah satu sumber kehidupan.

(31)

11

dijaga kelestariannya dan paham kebersihan merupakan syarat untuk kelestarian

lingkungan. Keempat, kebiasaan masyarakat lingkungan pesisir termasuk baik

karena alat-alat yang digunakan untuk menangkap ikan. Bentuk kebiasaan

tersebut di antaranya: menggunakan jaring dan perahu dalam menangkap ikan,

dan tidak membuang sampah sembarang tempat. Kebiasaan masyarakat juga

tergambar dari kemauan untuk mematuhi peraturan tentang larangan

menggunakan bom untuk menangkap ikan. Persamaan dari penelitian ini adalah

masyarakat sudah memiliki berbagai macam kearifan lokal sebagai pengetahuan

yang diwariskan dari nenek moyang dalam upaya pelestarian sumberdaya pesisir

dan laut. Perbedaanya adalah penelitian Diandri hanya mengkaji kearifan lokal

lubuk larangan, sedangkan penelitian ini membahas berbagai macam kearifan

lokal berupa tradisi dan budaya lokal masyarakat pesisir dalam pemanfaatan dan

pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut.

Penelitian Juliani (2015), tentang “Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Berbasis Kearifan Lokal di Wilayah Pesisir Kabupaten Kutai Timur”. Penelitian

ini merupakan penelitian survey yang menggunakan pendekatan secara deskriptif

kualitatif. Informan penelitian ditentukan dengan teknik purposive sampling.

Untuk memudahkan penggalian informasi dalam pengumpulan data dilakukan

pula teknik PRA (Partisipatory Rural Appraisal) serta FGD (Focus Group

Discussion) dengan menggunakan metode analisis kesejarahan, diagram venn, peta sumberdaya alam secara partisipatif, dan tabel mata pencaharian.

Hasil penelitian Juliani menunjukkan kearifan lokal yang berkaitan erat

(32)

12

atau pantangan berupa: a) pelaksanaan upacara adat/selamatan kampung/pesta laut

dan selamatan pada saat pertama kali mennggunakan perahu dan mesin beserta

alat tangkap seperti bagan, b) pantangan untuk tidak melakukan kegiatan

penangkapan pada hari jumat, c) tidak boleh menangkap jenis ikan tertentu (hiu

tutul), dan d) tidak boleh bersifat takabur yang berkaitan dengan aktivitas

penangkapan.

Kedua, pengetahuan dan teknologi berupa: a) menggunakan alat tangkap

yang ramah lingkungan (jaring dengan mesh size yang selektif 2,5 inch) dan melestarikan habitat/wilayah perkembangbiakan ikan dengan menggunakan

rumpon, b) pengetahuan terhadap fenomena alam (misalnya: warna air laut, arah

angin, suara ikan, keberadaan burung, musim tanam padi) dalam melakukan

aktivitas penangkapan terutama dalam hal penentuan saat melakukan

penangkapan dan alat tangkap yang akan digunakan, c) pengetahuan terhadap

tofografi dan vegetasi daratan dalam menentukan wilayah penangkapan ikan

(fishing ground).

Ketiga, etika dan aturan berupa: a) hubungan ponggawa-nelayan

(patron-klien) yang berkaitan dengan pengadaan modal usaha dan pemasaran hasil

tangkapan, b) sistem bagi hasil atau resiko melalui kesepakatan tertentu antara

juragan atau pemilik kapal mesin dengan anak buah kapal, c) sistem pembayaran

cicilan pinjaman antara nelayan dengan pedagang pengumpul lokal atau

penyambang di laut.

Keempat, pengelolaan sumberdaya berupa: a) adanya kelembagaan adat

(33)

13

perikanan pesisir dan laut, b) pembentukan kelembagaan kelompok nelayan dan

pembudidaya disertai dengan pembinaan dan pendampingan yang lebih efektif

bekerjasama dengan pemerintah, perusahaan dan lembaga penelitian, c) adanya

kelembagaan arisan/yasinan wanita nelayan yang memiliki peran dapan penguatan

modal usaha perikanan tangkap, d) kesepakatan penentuan wilayah penangkapan

dan jenis alat tangkap yang diperbolehkan untuk wilayah perairan tertentu.

Penelitian Juliani hampir sama dengan penelitian ini karena kedua penelitian ini

pada prinsipnya mengkaji berbagai macam kearifan lokal yang berhubungan

dengan usaha pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut.

Permana, et al. (2011), melakukan penelitian dengan judul “Kearifan Lokal tentang Mitigasi Bencana pada Masyarakat Baduy”. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa: 1) masyarakat Baduy yang selalu melakukan tebang-bakar

hutan untuk membuat ladang (huma), tidak terjadi bencana kebakaran hutan atau tanah longsor di wilayah Baduy; 2) di wilayah Baduy banyak permukiman

penduduk berdekatan dengan sungai, tidak terjadi bencana banjir; 3) walaupun

rumah dan bangunan masyarakat Baduy terbuat dari bahan yang mudah terbakar

(kayu, bambu, rumbia, dan ijuk), jarang terjadi bencana kebakaran hebat; dan 4)

wilayah Baduy yang termasuk dalam daerah rawan gempa, tidak terjadi kerusakan

bangunan akibat bencana gempa. Kearifan lokal dalam mitigasi bencana yang

dimiliki masyarakat Baduy sejatinya didasari oleh pikukuh (ketentuan adat) yang menjadi petunjuk dan arahan dalam berpikir dan bertindak. Pikukuh merupakan dasar dari pengetahuan tradisional yang arif dan bijaksana, termasuk juga dalam

(34)

14

terletak pada kearifan lokal dari masyarakat di suatu wilayah dalam pengelolaan

sumberdaya pesisir dan laut. Perbedaannya yaitu; penelitian Permana lebih fokus

terhadap kearifan lokal untuk mitigasi bencana sedangkan penelitian ini mengkaji

berbagai macam tradisi kearifan lokal yang berhubungan dengan usaha

pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut.

Penelitian Stanis (2005) tentang “ Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan

Laut Melalui Pemberdayaan Kearifan Lokal Di Kabupaten Lembata Propinsi

Nusa Tenggara Timur”. Nilai kearifan lokal yang mempunyai peranan dalam

pengelolaan sumberdaya pesisir adalah Badu, Muro, Kolo Umen Bale Lamaq,

Poan Kemer Puru Larang, Toto, Bito Berue, Lepa Nua Dewe, Bruhu Bito dan Leffa Nuang. Ketaatan masyarakat terhadap nilai kearifan lokal sangat tinggi, karena memiliki kesadaran dan persepsi bahwa eksistensi kehidupan tidak terlepas

dengan eksistensi kehidupan makhluk lainnya dalam kebersamaan di bumi.

Penelitian Stanis lebih menekankan pada pemberdayaan kearifan lokal dalam

pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sehingga bisa meningkatkan pendapatan

masyarakat pesisir. Sedangkan penelitian ini lebih mengarah pada indentifikasi

potensi-potensi sumberdaya pesisir dan laut yang ada, menganalisis berbagai

macam kearifan lokal yang berhubungan dengan usaha pemanfaatan dan

pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sehingga akan menghasilkan strategi

(35)

15

2.2 Konsep

Penelitian ini berawal dari asumsi bahwa masyarakat yang tinggal di

daerah pesisir punya cara dan tradisi tersendiri dalam pemanfaatan sumberdaya

pesisir dan laut sehingga bisa menunjang kehidupan yang lebih baik.

Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut dengan menggunakan armada

dan alat penangkapan yang sederhana dilakukan secara terus menerus meskipun

dengan adanya peradaban zaman modern dengan teknologi yang semakin

bersaing. Penggunaan peralatan penangkapan sederhana tidak terlepas dari

kearifan lokal sebagai warisan dari nenek moyang yang dianggap mampu

memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Beberapa konsep yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

2.2.1 Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut

Daerah pesisir dan laut memiliki berbagai macam keanekaragaman hayati

yang mempunyai peranan dan fungsi masing-masing dalam menjaga

keseimbangan ekosistem. Keanekaragaman hayati tersebut merupakan potensi

sumberdaya yang mampu menyokong kehidupan masyarakat pesisir dalam

peningkatan kualitas kehidupan yang lebih baik.

Sumberdaya pesisir dan laut secara garis besar dibagi kedalam tiga bagian,

yaitu: sumber daya alam hayati, non hayati (mineral), dan energi. Ketiga jenis

sumberdaya tersebut merupakan kekayaan alam yang potensial untuk

(36)

16

Untuk mencapai pengelolaan yang efektif dan berkelanjutan, diperlukan

identifikasi dan arahan pemanfaatan terhadap potensi sumberdaya tersebut.

Suatu wilayah pesisir, di dalamnya terdapat satu atau lebih sistem

lingkungan (ekosistem) dan sumberdaya pesisir. Ekosistem pesisir dapat bersifat

alami ataupun buatan (man-made). Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain adalah terumbu karang (coral reefs), hutan mangrove, padang lamun (sea grass), pantai berpasir (sandy beach), formasi pes-caprea, formasi

baringtonia, estuari, laguna dan delta. Ekosistem buatan antara lain berupa;

tambak sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan

agroindustri dan kawasan pemukiman. Sumberdaya pesisir merupakan salah satu

kekayaan alam yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, akan tetapi

pemanfaatan sumberdaya tersebut sampai saat ini kurang memperhatikan

kelestariannya, akibatnya terjadi penurunan fungsi, kualitas serta keanekaragaman

hayati yang ada.

Menurut Dahuri, et al. (2001), menyatakan bahwa potensi sumberdaya pesisir secara umum dibagi atas empat kelompok antara lain sebagai berikut.

1. Sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources). 2. Sumberdaya tidak dapat pulih (non-renewable resources). 3. Energi kelautan.

4. Jasa-jasa lingkungan kelautan (environmental services).

Sumberdaya yang dapat pulih terdiri dari berbagai sumberdaya perikanan

(plankton, benthos, ikan, moluska, krustasea, mamalia laut), rumput laut

(37)

17

Sumberdaya tidak dapat pulih meliputi mineral, bahan tambang/galian,

minyak bumi dan gas, bijih besi, pasir, timah, dan bauksit. Sumberdaya energi

terdiri dari OTEC (Ocean Thermal Energy Conservation), pasang surut, gelombang dan sebagainya, sedangkan yang termasuk jasa-jasa lingkungan

kelautan adalah pariwisata dan perhubungan laut.

2.2.2 Nilai-Nilai Kearifan Lokal

Nilai-nilai kerarifan lokal yang terkandung dalam suatu sistem sosial

masyarakat, dapat dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari satu

generasi ke genarasi lainnya yang sekaligus membentuk dan menuntun pola

perilaku manusia sehari-hari, baik terhadap alam maupun ekosistemnya.

Menurut Kutanegara, et al. (2014), menyatakan kearifan lokal memiliki nilai lebih materil atau spiritual, dan memeliki penjelasan rasional atas

keseluruhan praktiknya. Pada berbagai praktik kearifan lokal gotong royong,

masyarakat pelaku mendapatkan manfaat nilai lebih materil dan spiritual. Gotong

royong memiliki beragam bahasa daerah dengan makna sama yaitu bekerjasama

untuk suatu tujuan bersama secara sukarela.

Menurut Nababan (2003), mengatakan bahwa masyarakat adat umumnya

memiliki sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal yang diwariskan dan

ditumbuh-kembangkan terus-menerus secara turun temurun. Pengertian

masyarakat adat adalah masyarakat yang secara tradisional tergantung dan

memiliki ikatan sosio-kultural dan religius yang erat dengan lingkungan lokalnya.

Pandangan ini sejalan dengan dasar dari kongres I masyarakat adat nusantara

(38)

18

yang hidup berdasarkan asal-usul secara turun temurun atas satu wilayah adat,

yang diatur oleh hukum adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan

alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat

yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat.

2.2.3 Karakteristik Sosial dan Sistem Pengetahuan Masyarakat Pesisir

Masyarakat pesisir adalah kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir

yang sumber kehidupan ekonominya bergantung secara langsung pada

pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir.

Berdasarkan pendapat Nikijuluw (dalam Bengen, 2001), masyarakat

pesisir itu sendiri dapat didefinisikan sebagai kelompok orang atau suatu

komunitas yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya

bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir.

Masyarakat pesisir ini terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya

ikan dan organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, supplier factor

sarana produksi perikanan. Bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri

dari; penjual jasa pariwisata, penjual jasa transportasi, dan kelompok masyarakat

lainnya yang memanfaatkan sumberdaya non-hayati laut dan pasir untuk

menyokong kehidupannya.

Selain itu, karakteristik masyarakat pesisir dapat dilihat dari beberapa

aspek diantaranya, aspek pengetahuan, kepercayaan (teologis), dan posisi nelayan

sosial. Dilihat dari aspek pengetahuan, masyarakat pesisir mendapat pengetahuan

dari warisan nenek moyangnya misalnya untuk melihat kalender dan penunjuk

(39)

19

masyarakat pesisir masih menganggap bahwa laut memilki kekuatan magic

sehingga mereka masih sering melakukan adat pesta laut atau sedekah laut.

Namun, dewasa ini sudah ada dari sebagian penduduk yang tidak percaya

terhadap adat-adat seperti pesta laut tersebut. Mereka hanya melakukan ritual

tersebut hanya untuk formalitas semata. Begitu juga dengan posisi nelayan sosial,

pada umumnya, nelayan bergolong kasta rendah.

Secara sosiologis, masyarakat pesisir memiliki ciri yang khas dalam hal

struktur sosial yaitu kuatnya hubungan antara patron dan klien dalam hubungan

pasar pada usaha perikanan. Biasanya patron memberikan bantuan berupa modal

kepada klien, hal tersebut merupakan taktik bagi patron untuk mengikat klien

dengan utangnya sehingga bisnis tetap berjalan (Satria, 2002). Dari masalah

utang piutang tersebut sering terjadi konflik, namun konflik yang mendominasi

adalah persaingan antar nelayan dalam memperebutkan sumberdaya ikan yang

jumlahnya terbatas. Oleh karena itu, sangatlah penting adanya pihak yang dapat

mengembangkan sumberdaya laut dan mengatur pengelolaannya. Dalam hal ini

peranan aktif dari Pemerintah, Akademik dan Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM) sangat membantu dalam mengarahkan strategi pembangunan yang

diperlukan masyarakat pesisir dan menunjang pengelolaan sumberdaya

lingkungan laut di sekitar tempat tinggal misalnya budidaya perikanan.

Pengelolaan ini dilakukan dengan kegiatan nyata yang sesuai dengan warna dari

kultur masyarakat setempat dan mampu memberikan masukan dan kritikan bagi

(40)

20

2.2.4 Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut

Pengelolaan sumberdaya alam adalah usaha manusia dalam mengubah

ekosistem untuk memperoleh manfaat maksimal, dengan mengupayakan

kesinambungan produksi dan menjamin kelestarian sumberdaya tersebut (Afiati,

1999).

Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut pada hakekatnya adalah suatu

proses pengontrolan tindakan manusia atau masyarakat di sekitar kawasan pesisir

agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secara bijaksana dengan

mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan (Supriharyono, 2002).

Dalam pengelolaan lingkungan sumberdaya pesisir tidaklah bersifat serta

merta atau latah, namun kita perlu mengkaji secara mendalam isu dan

permasalahan mengenai sumberdaya yang hendak dilakukan pengelolaan. Penting

atau tidaknya sumberdaya alam yang ada, potensi dan komponen sumberdaya

mana yang perlu dilakukan pengelolaan dan apakah terdapat potensi dampak

perusakan lingkungan, serta untung atau tidaknya sumberdaya tersebut bagi

masyarakat merupakan pertimbangan penting dalam pengelolaan.

2.3 Landasan Teori

Dalam menganalisis strategi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di

Kota Administratif Atauro diperlukan beberapa teori dalam mendukung penelitian

ini adalah sebagai berikut.

2.3.1 Strategi Pengelolaan

Kata strategi berasal dari kata Strategos dalam bahasa Yunani merupakan

(41)

21

mempunyai dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Jadi pada

dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan jangka panjang.

Menurut Marrus (2002), strategi didefinisikan sebagai suatu proses

penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka

panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar

tujuan tersebut dapat dicapai. Selanjutnya Quinn (1999), mengartikan strategi

adalah suatu bentuk atau rencana yang mengintegrasikan tujuan-tujuan utama,

kebijakan-kebijakan dan rangkaian tindakan dalam suatu organisasi menjadi suatu

kesatuan yang utuh. Strategi diformulasikan dengan baik akan membantu

penyusunan dan pengalokasian sumberdaya yang dimiliki perusahaan menjadi

suatu bentuk yang unik dan dapat bertahan.

Menurut David (2004), strategi adalah rencana yang disatukan , luas dan

berintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategi suatu kawasan dengan

tantangan lingkungan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama

dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh suatu organisasi atau instansi.

Strategi sebagai suatu tindakan penyesuaian untuk mengadakan reaksi terhadap

situasi lingkungan tertentu yang dapat dianggap penting, di mana tindakan

penyesuaian tersebut dilakukan secara sadar berdasarkan pertimbangan yang

wajar.

Pengertian strategi menurut Argyris, 1985; Mintzberg, 1979; Steiner dan

Miner, 1977 (dalam Rangkuti, 2006), strategi merupakan respon secara

terus-menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan

(42)

22

Goldworthy dan Ashley (1996), mengusulkan tujuh aturan dasar dalam

merumuskan suatu strategi sebagai berikut.

a. Ia harus menjelaskan dan menginterpretasikan masa depan, tidak hanya masa sekarang.

b. Arahan strategi harus bisa menentukan rencana dan bukan sebaliknya. c. Strategi harus berfokus pada keunggulan kompetitif, tidak semata-mata

pada pertimbangan keuangan.

d. Ia harus diaplikasikan dari atas ke bawah, bukan dari bawah ke atas. e. Strategi harus mempunyai orientasi eksternal.

f. Fleksibilitas adalah sangat esensial.

g. Strategi harus berpusat pada hasil jangka panjang.

Secara umum konsep strategi pengelolaan diartikan sebagai suatu

rangkaian kebijakan atau tindakan yang dilakukan secara terus menerus, dengan

manfaatkan peluang, ancaman dan sumberdaya serta kemampuan yang dimiliki,

pada setiap tahap perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya secara berkelanjutan.

Dengan demikian pengamatan lingkungan eksternal dan internal merupakan

proses awal dari konsep strategi pengelolaan, dilanjutkan dengan perencanaan

yang keberadaanya diperlukan untuk memberikan arah dan patokan dalam suatu

kegiatan. Pengorganisasian berkaitan dengan penyatuan seluruh sumberdaya dan

kemampuan yang ada untuk bersinergi dalam mempersiapkan pelaksanaan

kegiatan. Tahap selanjutnya adalah pengarahan dan pelaksanaan kegiatan yang

selalu berpedomaan pada perencanaan yang telah ditetapkan. Tahap terakhir

adalah pengawasan yang meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi untuk

memperbaiki program kegiatan berikutnya sehingga tujuan yang telah

(43)

23

2.3.2 Teori Perencanaan

Menurut Kaufman (1972), mengemukakan perencanaan atau yang sudah akrab

dengan istilah planning adalah serangkaian proses penentuan tindakan masa depan yang disertai pertimbangan yang logis dan terus menerus untuk memanfaatkan sumberdaya

yang ada semaksimal mungkin guna mencapai tujuan tertentu.

Boudeville (1966), dan Glasson (1974), mendefinisikan wilayah

perencanaan (planning region atau programming region) sebagai wilayah yang

memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah

perencanaan dapat dilihat sebagai wilayah yang cukup besar untuk

memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam penyebaran

penduduk dan kesempatan kerja, namun cukup kecil untuk kemungkinan

persoalan-persoalan perencanaan dapat dipandang sebagai satu kesatuan.

Perencanaan wilayah pesisir dan laut merupakan kunci bagi pemecahan

masalah dan konflik di daerah pesisir dan laut yang sangat pelik dan kompleks.

Keterpaduan di dalam manajemen publik dapat didefinisikan sebagai penentuan

tujuan dan objektif secara simultan, melakukan secara bersama-sama

pengumpulan informasi, perencanaan dan analisis secara kolektif, penggunaan

secara bersama-sama perangkat/instrument pengelolaan. Konsepsi pengembangan

wilayah pesisir dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan dan selalu terdapat

isu-isu yang lebih menonjol tergantung dari kondisi wilayah pesisir bersangkutan.

Pendekatan-pendekatan ini meliputi: pendekatan ekologis, pendekatan

fungsional/ekonomi, pendekatan sosio-politik, pendekatan behavioral dan kultual.

Menurut Silalahi,1987 (dalam Zelthauzallam, 2013 ), menjelaskan bahwa

(44)

24

a. Perencanaan adalah jalan atau cara untuk mengantifikasi dan merekam perubahan (a way to anticipate and offset change).

b. Perencanaan memberikan pengarahan (direction) kepada administrator-administrator maupun non-administrator.

c. Perencanaan juga dapat menhindari atau setidak-tidaknya memperkecil tumpang-tindih dan pemborosan (wasteful) pelaksanaan aktivitas-aktivitas.

d. Perencanaan menetapkan tujuan-tujuan dan standar-standar yang akan digunakan untuk memudahkan pengawasan.

2.3.3 Teori Pengelolaan

Pengelolaan merupakan upaya untuk mengurangi terjadinya kemungkinan

risiko terhadap lingkungan hidup berupa terjadinya pencemaran atau perusakan

lingkungan hidup, mengingat bahan berbahaya dan beracun mempunyai potensi

yang cukup besar untuk menimbulkan efek negatif.

Tujuan pengelolaan sumberdaya alam adalah sebagai berikut.

a. Menyelaraskan hubungan manusia dengan lingkungan hidup sebagai

salah satu bagian dari tujuan pembangunan manusia seutuhnya.

b. Memanfaatkan sumberdaya alam secara bijak dan terkendali.

c. Membentuk masyarakat yang mencintai dan berperan sebagai pembina

lingkungan hidup.

d. Menjamin kesinambungan pembangunan berwawasan lingkungan

demi kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.

e. Melindungi Negara dari berbagai pengaruh luar yang dapat merusak

(45)

25

2.3.4 Teori Partisipasi

Keberhasilan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang

berkelanjutan sangat tergantung dari berbagai faktor. Salah satunya adalah

adanya dukungan atau partisipasi masyarakat lokal dalam pemeliharaan

sumberdaya lingkungan dengan kearifan-kearifan lokal yang ada sebagai identitas

suatu daerah. Keterlibatan masyarakat lokal dalam konteks ini mengandung

pengertian bahwa pengelolaan sumberdaya alam yang baik hendaknya

dikembangkan dari, oleh, dan untuk masyarakat.

Dalam kamus sosiologi participation ialah setiap proses identifikasi atau

menjadi peserta suatu proses komunikasi atau kegiatan bersama dalam suatu

situasi sosial tertentu. Definisi lain menyebutkan partisipasi adalah kerja sama

antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan,

dan mengembangkan hasil pembangunan.

Sundariningrum (2001), mengklasifikasikan partisipasi menjadi dua,

berdasarkan cara keterlibatannya yaitu; partisipasi langsung dan tidak langsung.

Pertama, partisipasi langsung adalah partisipasi yang terjadi apabila

individu menampilkan kegiatan tertentu dalam proses partisipasi. Partisipasi ini

terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan pandangan, membahas pokok

permasalahan, mengajukan keberatan terhadap keinginan orang lain atau terhadap

ucapannya.

Kedua, partisipasi tidak langsung adalah partisipasi yang terjadi apabila

(46)

26

Pendekatan partisipatif adalah suatu metode yang dapat mendorong

seseorang atau sekelompok orang untuk aktif dalam berkontribusi dengan adil

terhadap kemampuannya sendiri, dalam pengembangan masyarakat. Pendekatan

ini melibatkan masyarakat di dalam proses pengembangan dirinya. Dengan

berpartisipasi diharapkan masyarakat lebih memahami apa yang harus dilakukan

olehnya dan memahami kemampuan apa yang mereka miliki.

Konsep partisipasi masyarakat, bahwa dalam pengelolaan berkelanjutan

seharusnya masyarakat dilibatkan dalam pemenuhan kebutuhannya. Pengelolaan

sumberdaya alam secara berkelanjutan dan peningkatan kualitas hidup harus dapat

memberikan keuntungan kepada masyarakat setempat dalam bentuk seperti

peningkatan kesempatan kerja, diversifikasi kegiatan ekonomi masyarakat

setempat, meningkatkan pasar untuk produk-produknya, dan memperbaiki

infrastruktur.

2.3.5 Pengertian Wilayah Pesisir

Menurut Marfai, et al. (2015), menyatakan bahwa wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. Batas ke arah darat meliputi

bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh

sifat-sifat laut. Sifat-sifat laut tersebut meliputi angin laut, pasang surut, dan

perembesan air laut. Wilayah pesisir ke arah darat dicirikan oleh vegetasinya

yang khas. Batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas terluar

pada daerah paparan benua. Namun, wilayah ini masih dipengaruhi oleh

proses-proses yang terjadi di darat. Proses-proses-proses tersebut antara lain sedimentasi dan

(47)

27

Batas wilayah pesisir ke arah darat secara administratif adalah batas terluar

sebelah hulu dari desa pantai. Dapat juga diukur sebagai jarak definitif sepanjang

2 km, 20 km, dan seterusnya dari garis pantai. Berbeda dengan batas ke arah

daratan, batas wilayah pesisir ke arah laut sebesar 4 mil, 12 mil, dan seterusnya

dari garis pantai. Istilah pesisir (coast) berbeda dengan pantai (shore). Pantai merupakan daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan

air surut terendah (Triatmodjo,1999). Pembagian wilayah pesisir dan pantai lihat

pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1

Pembagian wilayah pesisir dan pantai Sumber: Diadaptasi dari Bakosurtanal, 2000 (dalam Marfai, et al. 2015)

Wilayah pesisir memiliki karakteristik yang berbeda dari yang lain.

Berbagai karakteristik yang dimiliki oleh wilayah pesisir menurut Marfai, et al. (2015), antara lain sebagai berikut.

1. Sangat dinamis dan selalu mengalami perubahan fisik yang disebabkan oleh angin dan gelombang.

Gambar

Gambar 2.1
Gambar 2.2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas lingkungan pesisir dan laut, mengidentifikasi isu dan permasalahan yang ada, serta menyusun strategi pengelolaan lingkungan

Dari konsultasi tersebut, terlihat bahwa pengetahuan akan pandangan masyarakat secara umum terhadap sumberdaya pesisir dan laut serta pemanfaatannya sangat diperlukan sebagai

Kajian Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Gugus Pulau Kelurahan Pulau Kelapa Kecamatan Kepulauan Seribu Utara Kabupaten Administrasi Kepulauan

Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan

“ Pengembangan Masyarakat Pesisir dalam Mengelola Sumber Daya Pesisir dan Laut di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat”.. Yang disusun

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia 2015..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas lingkungan pesisir dan laut, mengidentifikasi isu dan permasalahan yang ada, serta menyusun strategi pengelolaan lingkungan

b. Petunjuk teknis ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Pontianak dalam pelayanan informasi publik di lingkungan Balai