• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN POLITIK DALAM MEMBENTUK KARAKTER KEPEMIMPINAN LINTAS BUDAYA PADA GENERASI MUDA DEMI MEWUJUDKAN BUDAYA POLITIK PANCASILA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PENDIDIKAN POLITIK DALAM MEMBENTUK KARAKTER KEPEMIMPINAN LINTAS BUDAYA PADA GENERASI MUDA DEMI MEWUJUDKAN BUDAYA POLITIK PANCASILA."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN POLITIK DALAM MEMBENTUK

KARAKTER KEPEMIMPINAN LINTAS BUDAYA PADA GENERASI

MUDA DEMI MEWUJUDKAN BUDAYA POLITIK PANCASILA

(Studi Deskriptif terhadap Organisasi Kepemudaan Gerakan Pemuda Ansor

Jawa Barat)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh

Aris Riswandi Sanusi

1302811

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN POLITIK DALAM MEMBENTUK

KARAKTER KEPEMIMPINAN LINTAS BUDAYA PADA GENERASI

MUDA DEMI MEWUJUDKAN BUDAYA POLITIK PANCASILA

(Studi Deskriptif terhadap Organisasi Kepemudaan Gerakan Pemuda Ansor

Jawa Barat)

Oleh

Aris Riswandi Sanusi

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Magister pada Sekolah Pascasarjana

© Aris Riswandi Sanusi 2015

Universitas Pendidikan Indonesia

2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

LEMBARPENGESAHANTESIS

ARIS RISWANDI SANUSI 1302811

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN POLITIK DALAM MEMBENTUK KARAKTER KEPEMIMPINAN LINTAS BUDAYA PADA GENERASI

MUDA DEMI MEWUJUDKAN BUDAYA POLITIK PANCASILA (Studi Deskriptif terhadap Organisasi Kepemudaan Gerakan Pemuda Ansor

Jawa Barat)

Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing:

Dr. Cecep Darmawan, S.Pd., S. IP., M. Si NIP. 19690929 199402 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Mengesahkan dan Menyetujui,

Penguji I :

Dr. Cecep Darmawan, S.Pd., S. IP., M. Si NIP. 19690929 199402 1 001

Penguji II :

Prof. Dr. Idrus Affandi, S.H NIP. 19540404 198101 1 002

Penguji III :

Prof. Dr. Karim Suryadi, M. Si NIP. 19700814 199402 1 001

Penguji IV :

Prof. Dr. Abdul Azis Wahab, MA(Ed)

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

(5)

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN POLITIK DALAM MEMBENTUK KARAKTER KEPEMIMPINAN LINTAS BUDAYA PADA GENERASI MUDA

DEMI MEWUJUDKAN BUDAYA POLITIK PANCASILA

(Studi Deskriptif terhadap Organisasi Kepemudaan Gerakan Pemuda Ansor Jawa Barat)

ABSTRAK

Generasi muda merupakan elemen penting dalam suatu kehidupan kenegaraan. Peran pemuda seperti yang dimuat dalam UU RI No. 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan yang berbunyi “pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional”. Namun dalam kenyataannya telah terjadi degradasi moral dan lunturnya karakter kepemimpinan lintas budaya pada generasi muda. Pendidikan politik seperti yang dilakukan PW GP Ansor Jawa Barat merupakan salah satu upaya untuk membentuk karakter kepemimpinan lintas budaya pada generasi muda sehingga dapat menciptakan budaya politik Pancasila. Akiga dan Lowe (2004, hlm. 2) mendefinisikan kepemimpinan lintas budaya as the ability of an individual (the leader) to intentionally and unequally influence and motivate members of a culturally different group toward the achievement of a valued outcome by appealing to the shared knowledge and meaning systems of that culturally different group. Rumusan masalah penelitian meliputi (1) cara pandang organisasi terhadap pendidikan politik, kepemimpinan lintas budaya, dan budaya politik Pancasila, (2) peran organisasi dalam membentuk karakter kepemimpinan lintas budaya, (3) metode pmbelajaran yang digunakan, (4) kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan politik, dan (5) upaya yang dilakukan terhadap kendala penyelenggaraan pendidikan politik. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kulalitatif dengan metode studi deskriptif. Data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, studi dokumentasi, dan studi literatur. Peneliti mengungkap bahwa: 1. Pendidikan politik merupakan upaya membentuk kader yang memiliki karakater kepemimpinan lintas budaya sebagai realisasi komitmen NU terhadap NKRI diantaranya membangun budaya politik Pancasila. 2. Peran GP Ansor adalah melakukan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan kader dalam membentuk karakter kepemimpinan lintas budaya yang mencerminkan mabadi khaira ummah. 3. Metode pembelajaran meliputi ceramah, brainstorming, diskusi, focus group discussion (FGD), game dan dinamika kelompok, penugasan, studi kasus, praktek, rihlah/turun lapangan, dan pengamatan proses. Tahapan selanjutnya adalah promosi dan distribusi kader dengan Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan pedagogi dan andragogi. 4. Hambatan terletak pada sikap apatisme warga NU, keterbatasan dana, efektifitas pendistribusian kader, dan kurangnya daya dukung pemerintah. 5. Pemecahan masalah meliputi penyuluhan keagamaan dan revitalisasi IPNU, amal usaha dan iuran anggota, seleksi dan verifikasi, serta optimalisasi potensi organisasi.

(6)

THE IMPLEMENTATION OF POLITICAL EDUCATION IN FORMING CROSS-CULTURAL LEADERSHIP CHARACTER IN YOUNG GENERATION

TO ACTUALIZE PANCASILA POLITICAL CULTURE

(Descriptive Study of the Ansor Youth Movement Organization of West Java)

ABSTRACT

The young generation is an essential element in a state life. The role of youth, as contained in Law of the Republic of Indonesia No. 40 Year 2009 on Youth that says "youths play an active role as a moral force, social control, and agents of change in all aspects of national development". However, the reality of the situation is that there has been a moral degradation and the decreasing of cross-cultural leadership character in the younger generation. Political education as what Ansor PW GP of West Java implemented is one of many attempts to form a cross-cultural leadership character in young generation in order to create Pancasila political culture. Akiga and Lowe (2004, pg. 2) define cross-cultural leadership as the ability of an individual (the leader) to intentionally and unequally influence and motivate members of a culturally different group toward the achievement of a valued outcome by appealing to the shared knowledge and meaning systems of that culturally different group. The research problems include (1) the organization’s perspective on political education, cross-cultural leadership, and Pancasila political culture, (2) the organization's role in forming cross-cultural leadership character, (3) the learning method used, (4) the obstacles that were encountered in administering political education, and (5) their effort to deal with those obstacles. This study used qualitative approach and descriptive study method. The data of this study were obtained by conducting interviews, observation, documentation and literature studies. Researcher revealed that: 1. Political education is an attempt to form cadres that have a cross-cultural leadership character as the realization of NU's commitment to the Unitary State of the Republic of Indonesia in building Pancasila political culture 2. The role of Ansor GP is administering the education and training process for the cadres to develop cross-cultural leadership character that reflects mabadi khaira ummah. 3. The teaching methods are lecturing, brainstorming, discussions, focus group discussion (FGD), games, group dynamics, assignments, case studies, practice, rihlah / going into the field, and observation. The next step is the promoting and distributing the cadres by using pedagogical approach and andragogi approach. 4. The obstacles were appathetic attitude of the NU community, lack of funds, ineffectiveness of the distribution of cadres, and lack of government support. 5. The solution to the problems were religious education and revitalization of IPNU, charitable efforts and membership fees, selection and verification, and optimizing the potential of the organization.

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Generasi muda memiliki posisi dan peran yang sangat vital dalam

kehidupan kebangsaan Indonesia. Hal ini didasarkan pada peran pemuda seperti

yang dimuat dalam UU RI No. 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan yang berbunyi

pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen

perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. Peran pemuda menjadi

salah satu kunci terlahirnya negara Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai

persatuan di atas kemajemukan bangsa Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dari

beberapa peristiwa sejarah Indonesia yang memberikan gambaran tentang vitalnya

peran pemuda yaitu peristiwa sejarah Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober

1928 yang menjadi kunci terbentuknya kekuatan pemuda untuk bersatu melawan

penjajahan kolonial Belanda. Peristiwa lain diantaranya yaitu perjuangan pemuda

pada era orde lama dan akhir orde baru.

Presiden RI pertama, Soekarno, pernah berkata “Berikan aku sepuluh

pemuda niscaya akan ku goncangkan dunia” menjadi sebuah pecut bahwa pemuda menjadi kunci utama dalam perjuangan ke arah perbaikan negara Indonesia yang

sejatera. Hal ini didasari atas karakteristik pemuda seperti pada UU RI No. 40

tahun 2009 tentang kepemudaan pasal 6 yaitu “memiliki semangat kejuangan,

kesukarelaan, tanggung jawab, dan ksatria, serta memiliki sifat kritis, idealis,

inovatif, progresif, dinamis, reformis, dan futuristik”.

Pemuda dengan karakteristik seperti demikian menjadikannya memiliki

peran penting dalam dinamika sosial Indonesia ditengah arus perubahan sosial

yang terus mendera Indonesia. Hal ini mendorong perlunya ada suatu agenda

pemberdayaan pemuda sehingga pemuda dengan karakteristik demikian mampu

menjalankan perannya sebagai kekuatan moral, kekuatan sosial, dan agen

perubahan. Desakan globalisasi menjadi salah satu agenda dari hampir seluruh

negara di dunia karena globalisasi memberi dampak yang sangat signifikan

(8)

politik, hukum, dan lain sebagainya. Dampak positif dan negatif menjadi bonus

yang tidak bisa dilepaskan dari globalisasi ini.

Indonesia sebagai negara berkembang sangat terpengaruhi oleh arus

globalisasi ini. Sebagai negara berkembang, globalisasi menjadi pendorong untuk

meningkatkan taraf hidup kenegaraan. Namun begitu pula dampak negatif

globalisasi ini menjadi ujian untuk terus dihadapi dan dicarikan solusinya.

Dampak globalisasi ini pula dirasakan sangat berpengaruh besar terhadap generasi

muda Indonesia baik itu jika dipandang dari sisi positif maupun negatifnya. Jika

dilihat dari sisi positifnya, globalisasi menjadi faktor pendorong untuk menjadikan

generasi muda sebagai tonggak pemeran utama dalam menciptakan kemajuan

Indonesia. Pesatnya teknologi informasi menjadi sarana bagi generasi muda untuk

mampu mengembangkan diri dalam upaya menciptakan generasi muda sebagai

pemeran utamanya. Begitu pula kerasnya persaingan dalam era globalisasi ini

mendorong pemuda untuk memiliki kompetensi yang mampu membawa generasi

muda menjadi kompetitor.

Namun, tidak bisa dilepaskan pula dampak negatif dari globalisasi ini

terhadap generasi muda. Menyimpangnya perilaku generasi muda yang cenderung

dan bahkan jelas bertentangan dengan budaya dan nilai-nilai luhur bangsa

Indonesia. Perilaku seks bebas, narkoba, dan sikap acuh pemuda yang hanya

mementingkan nafsu belaka menjadi ancaman tersendiri bagi kelangsungan

generasi muda yang disiapkan menjadi penerus perjuangan bangsa Indonesia.

Permasalahan selanjutnya terletak pada lunturnya sifat atau karekter

kepemimpinan pada generasi muda. Generasi muda sebagai aset untuk persiapan

kesejahteraan masa depan dituntut untuk menjadi pemimpin yang mampu

menjalankan kehidupan kebangsaan Indonesia yang berdasar pada Pancasila.

Namun dalam perjalanan Indonesia saat ini, karakter kepemimpinan menjadi

permasalahan yang masih perlu untuk dipecahkan. Nilai-nilai luhur bangsa

Indonesia yang tercermin dalam Pancasila menjadi suatu hiasan yang dibingkai

dalam kesedihan para pendiri bangsa. Hal tersebut dikarenakan generasi muda

telah melupakan nilai luhur bangsa Indonesia dan lebih mengagungkan

nilai-nilai budaya asing yang berseberangan dengan budaya Indonesia. Nampak jelas

(9)

mencerminkan luntur dan terkikisnya nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang

tercermin dalam Pancasila.

Mengingat intensitas penyimpangan yang terjadi pada generasi muda

mendorong kita untuk mencarikan solusi atas permasalahan tersebut. Tidak hanya

terfokus pada dampak negatif yang dihasilkan oleh globalisasi, namun juga

dampak positif globalisasi juga menjadi agenda pemikiran kita. Jika kita melihat

dampak negatif globalisasi bagi generasi muda jelas nampak bahwa perlu analisis

mendalam sehingga kita dapat menciptakan solusi tindakan yang mampu

menggiring generasi muda sehingga mampu memerankan perannya sebagai

kekuatan moral, kekuatan sosial, dan agen perubahan bagi masyarakat. Jika dilihat

dari sudut dampak positif globalisasi, memperingatkan kita untuk mampu

membentuk generasi muda yang mampu memerankan perannya sebagai aktor

utama globalisasi seperti sebagai kompetitor dalam persainsgan yang ketat,

mampu memanfaatkan pesatnya arus teknologi informasi, dan mencitakannya

sebagai warga negara global.

Salah satu solusi atas fenomena tersebut adalah melalui pendidikan bagi

generasi muda. Pendidikan menjadi salah satu kunci dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara. Pendidikan ditujukan sebagai sarana terciptanya bangsa yang

memiliki intelektualitas kognisi dan moral perilaku. Hal ini menjadi prinsip bagi

setiap negara baik negara terbelakang, berkembang, dan bahkan negara maju

sekalipun. Apalagi Indonesia sebagai negara berkembang, pendidikan menjadi

kunci utama dalam menciptakan bangsa yang cerdas dalam berpikir dan juga

perilaku. Hal ini tidak terlepas dari amanat konstitusi yaitu mencerdaskan

kehidupan bangsa dan pendidikan menjadi sarana realisasi demi tercapai tujuan

kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut. Oleh karena itu, diselenggarakanlah

suatu sistem pendidikan seperti yang tercantum pasal 31 ayat (1) dan (3) UUD

NRI 1945 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

pendidikan dan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem

pendidikan nasional. Sudah sangat jelas bahwa pemerintah Indonesia harus

memprioritaskan jalannya pendidikan di negara Indonesia ini karena pendidikan

adalah suatu tuntutan untuk menciptakan warga negara yang baik dan paham akan

(10)

itu perlu adanya pemahaman tentang pendidikan itu sendiri. Dalam UU RI No. 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat (1) disebutkan

bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Berkaitan dengan pentingnya peranan pendidikan bagi bangsa Indoesia,

salah satu bagian pendidikan yang harus diselenggarakan bagi bangsa Indonesia

adalah pendidikan politik generasi muda. Dasar diperlukannya penyelenggaraan

pendidikan politik generasi muda tidak lain adalah ditujukan untuk menumbuhkan

dan mempersiapkan generasi muda menjadi seorang pemimpin yang siap

berkompetisi dalam dinamika kehidupan nasional bahkan internasional.

Permasalahan yang mendera generasi muda seperti diungkap sebelumnya

menjadi latar belakang diperlukannya pendidikan politik bagi warga negara

Indonesia. Dalam buku political education dari Robert Brownhill dan Patricia

Smart, Hajer menyebutkan bahwa pendidikan politik adalah usaha membentuk

manusia menjadi partisipan yang bertanggung jawab dalam politik, sehingga

masyarakat mengerti tentang hak politiknya” (Sadeli, dkk, 2009, hlm. 19). Sama

halnya dengan pendapat Hajer, Kartono (2009, hlm. 64) menyebutkan bahwa:

Pendidikan politik adalah upaya edukatif yang intensional, disengaja dan sistematis untuk membentuk individu sadar politik, dan mampu menjadi pelaku politik yang bertanggung jawab secara etis/moril dalam mencapai tujuan-tujuan politik.

Pendidikan politik memiliki peran penting dalam menciptakan bangsa

yang melek politik serta membentuk karakter dan perilaku warga negara.

Pendidikan politik berpotensi untuk membentuk karakter, watak, dan tanggung

jawab warga negara yang demokratis sehingga dapat mencapai peradaban bangsa

yang lebih maju. Peran pendidikan politik menjadi lebih penting karena memiliki

peran sebagai alat distribusi nilai kebangsaan bagi generasi muda. Mengingat

posisi generasi muda yang sangat vital dalam kehidupan kebangsaan, pendidikan

politik sangat diperlukan untuk diselenggarakan. Hal ini didasarkan pada peran

(11)

yang berbunyi “pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial,

dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional”. Peran penting pemuda inilah menjadi alasan utama dalam penyelenggaraan pendidikan politik

bagi generasi muda. Pendidikan politik sangatlah penting bagi generasi muda agar

dalam kehidupan bernegara bisa menjadi partisipan yang bertanggung jawab,

sehingga bisa memahami proses penggunaan kekuasaan dalam menegakan aturan

dalam masyarakat dan masyarakat secara umum dapat menggunakan hak

politiknya.

Jika dilihat dalam konteks sosial, ekonomi, dan budaya, pendidikan politik

tidak melulu tertuju pada arah kecerdasan (intelektual) namun lebih pada

kecerdasan moral individu dalam berhubungan dengan individu lain dan

masyarakatnya. Hal ini menggambarkan bahwa seseorang yang melek dalam

politik atau insan politik akan lebih mudah berbaur dengan masyarakatnya, karena

mampu berhubungan dengan penuh tanggung jawab dan sadar akan

kedudukannya dalam masyarakat. Selain itu, pendidikan politik menjadi sarana

membentuk karakater kepemimpinan pada generasi muda. Hilangnya karakter

kepemimpinan menjadi masalah tersendiri pada generasi muda sehingga harus

menjadi agenda berikutnya dalam penyelenggaraan pendidikan politik. Dalam

suasana Indonesia yang terdiri atas masyarakat majemuk, perlu adanya sosok

kepemimpinan antarbudaya pada generasi muda sehingga mampu menjalankan

peran kepemimpinan yang demokratis dalam kondisi bangsa Indonesia yang

multikultural dan plural. Pendidikan politik pula ditujukan sebagai sarana

menciptakan generasi muda yang mampu memerankan posisi politisnya dan

mampu menjadi seorang pemimpin yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa

Indonesia seperti yang terkandung dalam Pancasila. Pendidikan politik dalam hal

ini ditujukan untuk membentuk generasi muda yang mampu menjadi pemimpin

demi terciptanya budaya politik Pancasila.

Kantaprawira (1984, hlm. 29) memberikan definisi budaya politik tidak

lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik

yang dihayati oleh anggota sistem politiknya. Dalam kacamata Indonesia,

Pancasila sebagai ideologi sekaligus sumber utama kehidupan mengilhami

(12)

Hal ini mendorong untuk terciptanya budaya politik Pancasila dalam dinamika

politik Indonesia. Hal tersebut mengilhami kita agar pendidikan politik Indonesia

ditujukan untuk menciptakan generasi muda yang mampu menjalankan peran dan

posisi politisnya dalam suasana budaya politik Pancasila sehingga terciptanya

iklim demokrasi yang menuntut partisipasi warga negara yang bernafaskan

Pancasila.

Salah satu sarana penyeleggaraan pendidikan politik tersebut adalah

melalui organisasi kepemudaan sebagai langkah pemberdayaan generasi muda.

Ada banyak organisasi kepemudaan yang menyelenggarakan pendidikan politik

tersebut diantaranya adalah Gerakan Pemuda Ansor. GP Ansor merupakan

organisasi kepemudaan Islam yang merupakan afiliasi dengan Nahdhatul Ulama

yang berkomitmen terhadap sistem kenegaraan yang berpegang teguh terhadap

Pancasila. GP Ansor sebagai organisasi kepemudaan Islam dan berkomitmen

terhadap Pancasila dirasa sangat tepat untuk melakukan penelitian ini dalam

membentuk karakter kepemimpinan lintas budaya pada generasi muda karena

sebagai organisasi Islam maka dituntut untuk merealisasikan visi Islam yaitu rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam) salah satunya membentuk pemimpin lintas budaya ini.

Penyelenggaraan pendidikan politik dalam organisasi kepemudaan

merupakan salah satu cara yang harus dilakukan dalam dinamika politik Indonesia

terlebih ditujukan kepada para generasi muda demi menyongsong masa depan

politik Indonesia. Windari (2013, hlm. 10-11) berpendapat:

Sikap kritis, idealis, inovatif, solider, dan semangat juang tinggi merupakan potensi yang dimiliki pemuda. Sehingga dengan adanya organisasi pemuda, sikap positif ini akan mendorong kegiatan positif untuk nantinya akan mampu menciptakan generasi penerus bangsa yang memegang jabatan tinggi menggantikan pemimpin lama ataupun seniornya.

Hal ini memberikan penekanan bahwa organisasi kepemudaan memiliki

peran yang sangat penting dalam membentuk dan mengembangkan potensi

generasi muda terlebih dalam pemahaman politik generasi muda melalui

pendidikan politik. Terlebih, berkaca dari realita yang terjadi tentang

masalah-masalah yang mendera generasi muda menjadikan bomerang bagi bangsa

(13)

Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Hal ini pula memberi

sumbangsih besar terhadap penyelenggaraan pendidikan politik yang berdasar

pada nilai-nilai Pancasila sehingga mampu membentuk karakter Pancasila bagi

para generasi muda.

Pendidikan politik sebagai elemen pendidikan dalam membentuk karakter

bangsa Indonesia sangat memiliki kaitan erat dengan Pendidikan

Kewarganegaraan. PKn pada dasarnya terdiri atas tiga ranah yaitu politik, hukum,

dan nilai moral. Adapun PKn memiliki tujuan untuk menciptakan warga negara

yang baik dan cerdas (to be good and smart citizen). Terkait dengan tujuan PKn

tersebut, warga negara baik dan cerdas terletak pada aspek intelektualitas dan

perilaku. PKn yang terdiri atas tiga ranah di atas, menuntut untuk menciptakan

warga negara yang cerdas dalam lingkungan kehidupan politik dan hukum. Hal ini

menuntut adanya pembentukan pemahaman dan perilaku warga negara melalui

pendidikan diantaranya pendidikan politik dan pendidikan hukum.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti terdorong untuk meneliti proses

pendidikan politik yang diselenggarakan organisasi kepemudaan GP Ansor yang

dianggap memiliki peran besar dalam kehidupan perpolitikan Indonesia dan

menciptakan generasi muda yang memiliki tanggung jawab dan berpegang teguh

pada nilai-nilai luhur kebangsaan Indonesia. Hal inilah yang menarik untuk

dijadikan sebuah penelitian yang berjudul “Implementasi Pendidikan Politik

dalam Membentuk Karakter Kepemimpinan Lintas Budaya pada Generasi

Muda demi Mewujudkan Budaya Politik Pancasila” dengan melakukan

penelitian terhadap organisasi kepemudaan Gerakan Pemuda Ansor Jawa Barat.

B. Identifikasi Masalah

Pergeseran nilai-nilai karakter dan semangat kepemudaan melanda

generasi muda Indonesia. Kontras rasanya jika kita lihat peran pemuda pada era

prakemerdekaan, pascakemerdekaan, dan era reformasi yang sangat mengelora

sehingga mampu mempengaruhi dinamika kehidupan kenegaraan Indonesia jika

dibandingkan dengan peran pemuda pada era sekarang ini. Maka permasalahan

yang dihadapi Indonesia terkait dengan generasi muda yang meliputi:

1) Terjadinya degradasi moral generasi muda yang jauh akan nilai-nilai

(14)

2) Lunturnya karakter kepemimpinan lintas budaya pada generasi muda yang

berasaskan pada nilai-nilai Pancasila.

3) Lunturnya pemahaman politik generasi muda tentang budaya politik

Pancasila.

4) Lunturnya partisipasi generasi muda dalam kehidupan kenegaraan Indonesia.

C. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Bagaimana cara pandang organisasi kepemudaan GP Ansor Jawa Barat dalam

memaknai pendidikan politik, kepemimpinan lintas budaya, dan budaya

politik Pancasila?

2) Bagaimana peran organisasi kepemudaan GP Ansor Jawa Barat dalam

membentuk karakter kepemimpinan lintas budaya pada generasi muda yang

berasaskan pada nilai-nilai Pancasila melalui penyelenggaraan pendidikan

politik?

3) Bagaimana metode pembelajaran politik di GP Ansor Jawa Barat dalam

membentuk karakter kepemimpinan lintas budaya dalam mewujudkan budaya

politik Pancasila?

4) Apa kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan politik

generasi muda di GP Ansor Jawa Barat?

5) Bagaiamana upaya untuk mengatasi kendala dalam penyelenggaraan

pendidikan politik generasi muda di GP Ansor Jawa Barat?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan pokok dari penelitian ini yaitu :

1) Untuk mengetahui cara pandang organisasi kepemudaan GP Ansor Jawa

Barat dalam memaknai pendidikan politik, kepemimpinan lintas budaya, dan

budaya politik Pancasila.

2) Untuk mengetahui peran organisasi kepemudaan GP Ansor Jawa Barat dalam

membentuk karakter kepemimpinan lintas budaya pada generasi muda yang

berasaskan pada nilai-nilai Pancasila melalui penyelenggaraan pendidikan

(15)

3) Untuk mengetahui metode pembelajaran politik di GP Ansor Jawa Barat

dalam membentuk karakter kepemimpinan lintas budaya dalam mewujudkan

budaya politik Pancasila.

4) Untuk mengetahui upaya untuk mengatasi kendala dalam penyelenggaraan

pendidikan politik generasi muda di GP Ansor Jawa Barat.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan bidang ilmu politik,

khususnya mengenai pendidikan politik generasi muda sehingga dapat

memberikan masukan keilmuan dalam pengembangan khazanah keilmuan dalam

bidang Pendidikan Kewarganegaran khususnya domain politik.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi mahasiswa

1) Mahasiswa dapat mengetahui tentang manfaat pendidikan politik generasi

muda dalam kehidupan bernegara.

2) Mahasiswa dapat mengetahui pentingnya aplikasi pendidikan politik generasi

muda dalam kehidupan kenegaraan Indonesia.

b. Bagi lembaga

1) Penelitian ini dijadikan sebagai bahan kajian bagaimana pentingnya

pendidikan politik bagi mahasiswa.

2) Penelitian ini dijadikan sebagai bahan kajian dalam menentukan kebijakan

terhadap pengembangan keilmuan program studi.

c. Bagi masyarakat

Masyarakat dapat memahami pentingnya patisipasi politik masyarakat

dalam kehidupan di negara demokrasi seperti Indonesia dengan mengembangkan

pemahaman politik para generasi muda melalui pedidikan politik.

F. Penjelasan Konsep

Dalam penelitian ini terdapat berbagai konsep yang menjadi fokus kajian.

(16)

1. Pendidikan politik

Pendidikan politik merupakan salah satu elemen penting pendidikan yang

harus diterima oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan pendidikan politik

merupakan salah satu jalan untuk membentuk warga negara yang mampu

berpartisipasi dalam kehidupan kenegaraannya dan menentukan sikap dalam

melaksanakan partisipasi tersebut demi terwujudnya dinamika positif dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Seorang ahli yaitu Hajer dalam buku

political education dari Robert Brownhill dan Patricia Smart dalam Sadeli, dkk

(2009, hlm. 19) mengatakan bahwa pendidikan politik adalah usaha membentuk

manusia menjadi partisipan yang bertanggung jawab dalam politik, sehingga

masyarakat mengerti tentang hak politiknya. Senada dengan pendapat Hajer,

Kartono (2009, hlm. 64) menyebutkan bahwa:

Pendidikan politik adalah upaya edukatif yang intensional, disengaja dan sistematis untuk membentuk individu sadar politik, dan mampu menjadi pelaku politik yang bertanggung jawab secara etis/moril dalam mencapai tujuan-tujuan politik.

Pelaksanaan pendidikan politik tersebut, perlu adanya suatu acuan yang

kemudian dikenal dengan kurikulum pendidikan politik. Brownhill dan Smart

(1989, hlm. 104) berpendapat

we shall use Stradling’s proposals for such a curriculum as a checklist for deciding on priorities. He examines the contents of the political curriculum by dividing into three sections: knowledge, skills, and attitudes and procedurak values. He further divides knowledge into propositional knowledge, and practical knowledge and understanding: skills into intelectual skills, acion skills, and communication skills.

Selanjutnya, Brownhill dan Smart (1989, hlm. 110-111) menyebutkan

kurikulum pendidikan politik yaitu sebagai berikut.

a. An ethical based should be developed, which would include respect for others, tolerance, and an understanding of the principle of treating others as one would like to be treated oneself..

b. A consideration of how rules can be changed, and generally of how to get things done.

c. Nature of rules and authority.

d. Concept of obligation to legitimate authority.

(17)

f. An understanding of tthe basic structure of central and local government.

g. Some understanding of the working of the national and international economy.

h. Some knowledge of recent British and international history. i. Self-analysis.

Pernyataan tersebut memperkuat bahwa perlunya suatu kurikulum

pendidikan politik adalah sebagai acuan atau dasar pelaksanaan pendidikan politik

agar tujuan dilaksanakannya pendidikan politik ini dapat tercapai dengan lebih

efektif. Harapan yang sangat besar apabila, pendidikan politik dapat terlaksana

mengikuti kurikulum pendidikan politik yang telah ditentukan, sehingga akan

lahir insan politik yang diistilahkan stradling sebagai manusia melek politik, yang

memiliki pemahaman tentang politik dan mampu malakukan tindakan politik

yang didasari nilai-nilai dan etika politik. Manusia seperti ini yang disebut oleh

banyak orang sebagai negarawan yang dapat menjalakan negara sehingga

tercapainya tujuan negara.

Adapun bentuk-bentuk dari pendidikan politik tersebut menurut

Kuntowijoyo (Kosasih, 2011, hlm. 45) menyebutkan bentuk-bentuk pendidikan

politik yaitu sebagai berikut.

Pendidikan formal yaitu pendidikan politik yang diselenggarakan melalui indoktriasi. Berikutnya adalah pendidikan politik yang diselenggarakan tidak melalui pendidikan formal, seperti pertukaran pemikiran melalui mimbar bebas, sedangkan pendidikan politik yang baik adalah pendidikan politik yang memobilitasi simbol-simbol nasional, seperti sejarah, seni, sastra, dan budaya.

Berdasarkan penyataan tersebut, pendidikan politik dalam bentuk

pendidikan formal dimaksudkan sebagai pendidikan persekolahan dan partai

politik. Indoktrinasi dalam bentuk pendidikan ini, yaitu agar sesuai dan sejalan

dengan tujuan penyelenggaraan pendidikan politik tersebut. Dalam dunia

persekolahan, indoktrinasi tersebut dimaksudkan agar sejalan dengan tujuan dari

pembelajaran tersebut. Lebih jelas lagi apabila pendidikan politik terjadi dalam

suatu partai politik, indoktrinasi ditujukan untuk pemahaman kader demi

(18)

Adapun dalam penyelenggaraannya, Djiwandono (Kosasih, 2011, hlm.

45-46) menyebutkan jalan yang ditempuh dalam pelaksanaan pendidikan politik yaitu

sebagai berikut.

a. Melalui pendidikan formal meskipun tidak menggunakan istilah pendidikan secara eksplisit.

b. Melalui pendidikan nonformal, yaitu melalui organisasi kemasyarakatan.

c. Melalui pendidikn masyarakat dan dalam hubungan ini peranan media massa, baik cetak maupun elektronik tentu sangat membantu.

2. Kepemimpinan Lintas Budaya

Kepemimpinan merupakan keterampilan seseorang dalam mempengaruhi

orang lain sehingga dapat bertindak sesuai dengan koridor yang telah ditentukan

bersama. Kepemimpinan (leadership) menjadi kunci utama dalam sebuah budaya

organisasi. Sosok pemimpin merupakan sosok yang diharapkan mampu menjadi

pengatur dinamika organisasi yang terdiri atas anggota yang memiliki karakter

yang berbeda-beda. Seorang pemimpin wajib memiliki karakter kepemimpinan

agar mampu menjalankan perannya dalam suatu organisasi baik dala arti sempit

maupun arti luas.

Terdapat beberapa teori tentang kepemimpinan seperti diantaranya

Behavioral Theory dari Skinner (1967) Bandura (1982) (dalam Anwarudin, 2013)

sebagai berikut.

Sesuai prinsip behaviorism, seorang pemimpin besar bisa dibentuk tidak selalu karena dilahirkan atau dimitoskan. Kepemimpinan tergantung pada tindakan, bukan pada kualitas mental atau kondisi internal. Setiap orang dapat memiliki jiwa kepemimpinan melalui cara pembelajaran, observasi, dan karena pengalaman.

Berdasarkan teori tersebut dijelaskan bahwa karakter kepemimpinan bukan

hanya suatu yang diturunkan secara genetis namun juga merupakan hasil

pembelajaran. Pengalaman yang dilakukan seseorang sangatlah memberi

pengaruh terhadap karakter kepemimpinan.

Adapun teori yang mendasari kepemimpinan lintas budaya adalah Teori

Situasional yang dikembangkan oleh Paul Hersey dan Ken Blanchard. Siagian

(2010, hlm. 139) mengatakan bahwa inti teori ini menekankan pada efektivitas

kepemimpinan seseorang tergantung pada dua hal, yaitu pemilihan gaya

(19)

kedewasaan bawahan yang dipimpin. Selanjutnya mengenai teori situasional ini,

Rivai dan Mulyadi (2013, hlm. 9) menekankan bahwa pemimpin memahami

perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan suatu gaya

kepemimpinan tertentu.

Teori Kepemimpinan Situasional tersebut menjadi landasan utama bagi

karakter kepemimpinan lintas budaya. Pemimpin lintas budaya yang dihadapkan

pada situasi budaya yang beraneka ragam harus mampu menganalisis budaya

yang hidup dalam organisasinya sehingga dia mampu menerapkan gaya

kepemimpinan yang tepat sesuai dengan budaya-budaya tersebut. Begitupun

dalam konteks negara Indonesia dengan kondisi masyarakat yang majemuk,

seorang pemimpin harus mampu menggunakan gaya kepemimpinan yang mampu

mengakomodasi perbedaan budaya tersebut sehingga mampu membawa

masyarakat Indonesia mencapai tujuan kebangsaannya. Hal inilah yang menjadi

kunci utama diperlukannya pemimpin lintas budaya yang mampu memahami

perilakunya, karakter rakyat Indonesia, dan gaya kepemimpinan yang tepat

dengan situasi Indonesia yang majemuk.

Hampir senada dengan teori situasional, terdapat teori yang menjadi

mendukung diperlukannya model kepemiminan tersebut yaitu Contingency

Theory dari Joan Woodward (Fiedler dalam Anwarudin, 2013) yang

menyebutkan:

Kepemimpinan dipengaruhi oleh variabel-variabel lingkungan yang menentukan gaya kepemimpinan. Tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik dalam semua situasi. Keberhasilan pemimpin tergantung pada sejumlah variabel, termasuk gaya kepemimpinan, kualitas para pengikut, dan aspek lingkungan.

Pada dasarnya, organisasi merupakan sekumpulan unsur yang saling

berkaitan dan saling mempengaruhi demi tercapainya tujuan yang telah ditentukan

bersama. Peran pemimpin dirasakan sangat penting sebagai sosok yang mampu

mengatur dinamika sistem dalam organisasi tersebut. Hal ini mendorong

diperlukan adanya sosok pemimpin yang memiliki karakter kepemimpinan sesuai

dengan sistem nilai organisasi tersebut.

Indonesia sebagai suatu organisasi dituntut memilliki pemimpin yang

(20)

kesejahteraan. Melihat pada realitas sosial bangsa Indonesia yang terdiri atas

keberagaman budaya dan karakter kedaerahan, menuntut adanya sosok pemimpi

yang memiliki karakter kepemimpinan antarbudaya sehingga mampu menciptakan

suasana keberagaman bangsa menjadi suatu khasanah kekayaan bangsa yang

mampu membawa ke arah kehidupan Indonesia yang adil dan beradab. Pemimpin

yang memiliki karakter kepemimpinan antarbudaya dituntut memiliki kecerdasan

tentang budaya yang hidup di Indonesia. Wibowo (2011, hlm. 347-348)

mengatakan kepemimpinan dan budaya sangat berhubungan seperti ditunjukan

bagaimana pemimpin menciptakan, menanamkan, mengembangkan, dan

kadang-kadang dengan sengaja berusaha mengubah asumsi budaya.

Berbicara kepemimpinan dalam ajaran islam, islam memiliki visi rahmatal

lil alamin yang menuntut terciptnya seorang pemimpin yang mampu

mengaplikasikan visi tersebut dalam kehidupan kebangsaan Indonesia sehingga

mendorong untuk dibentuknya seorang karakter pemimpin lintas budaya terlebih

melihat kondisi Indonesia yang dibentuk oleh budaya yang beraneka ragam.

Akiga dan Lowe (2004, hlm. 2) mengatakan kepemimpinan lintas budaya

diartikan sebagai kemampuan seorang pemimpin untuk mempengaruhi dan

memotivasi anggota kelompok budaya yang berbeda penilaian terhadap

pencapaian hasil dengan merujuk pada berbagi pengetahuan dan makna sistem

dari kelompok budaya yang berbeda. Selanjutnya Akiga dan Lowe (2004, hlm. 2)

menungkapkan hal yang membedakan kepemimpinan lintas budaya dengan

kepemimpinan tradisional terletak pada perbedaan budaya yang dihadapi, serta

mempertimbangkan perbedaan budaya yang ada dalam proses kepemimpinan.

Kepemimpinan lintas budaya dalam konteks ke-Indonesia-an memiliki dua tujuan,

yaitu pertama menjadi win win solution terhadap konflik horizontal yang sering

terjadi dalam dinamika sosial budaya Indonesia sehingga mampu mengambil

sikap positif dan memanfaatkan koflik tersebut ke arah yang positif dan kedua

menjaga kelestarian budaya Indonesia yang terus mengalami pengikisan akibat

dari perubahan sosial yang terus menimpa. Melalui organisasi kepemudaan,

diharapkan agar mampu membentuk generasi muda yang memiliki karakter

kepemimpinan antarbudaya yang disiapkan untuk memimpin Indonesia yang

(21)

kepemimpinan lintas budaya perlu memegang prinsip-prinsip kepemimpinan

seperti diungkap Jerome Want (Wibowo, 2011, hlm. 323-326) yang menyebutkan

prinsip-prinsip kepemimpinan yang benar sebagai berikut.

1) Pengambilan keputusan harus dilakukan di tingkat yang paling efektif. 2) Kepemimpinan bukan hanya satu orang di puncak, tetapi

kepemimpinan terdapat di semua tingkat.

3) Komunikasi di dalam organisasi dilakukan dengan dialog terbuka. 4) Pemimpin menghargai perbedaan antara atasan dan bawahan atau di

antara bawahan serta dapat menemukan peluang dalam konflik.

5) Organisasi yang kuat menggantungkan diri pada individu yang kuat dan mempunyai pribadi unggul.

6) Keberhasilan dalam bisnis akan memberikan kekuatan finansial.

7) Pemimpin melaksanakan pembelajaran berkelanjutan untuk sekarang dan masa datang.

8) Merupakan tempat bekerja di mana kita dapat membuat perbedaan. 9) Pemimpin memlihara etika.

10)Kemitraan diperlukan untuk mencapai sukses bagi semua.

11)Seorang pemimpin diharapkan mau bekerja keras untuk mencapai tujuan.

12)Pemiimpin merencanakan dan melakukan pengukuran untuk memahami dan memperbaiki hasil yang dicapai.

13)Pemimpin merasakan kepemilikan bersama dengan berpikir dan bertindak seperti pemilik.

14)Keberlanjutan merupakan jalan menuju masa depan.

15)Tindakan seorang pemimpin diharapkan memberikan manfaat kepada dunia dengan menciptakan perubahan positif.

3. Budaya Politik Pancasila

Budaya politik merupakan pola perilaku masyarakat dalam berpartisipasi

dalam pengambilan keputusan yang berlandaskan pada sistem nilai yang dianut

oleh masyarakat tersebut. Kantaprawira (1984, hlm. 29) memberikan definisi

budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya

terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh anggota sistem politiknya.

Pancasila sebagai ideologi sekaligus sumber utama kehidupan mengilhami

terciptanya suasana dan sistem politik yang berasaskan pada nilai-nilai Pancasila.

Hal ini mendorong untuk terciptanya perilaku politik individu Indonesia yang

berdasar pada nilai-nilai Pancasila dalam dinamika politik Indonesia.

Berbicara budaya politik tidak bisa terlepas dari perilaku politik, namun

keduanya memiliki pengertian masing-masing yang berbeda. Kuswandi (2010,

(22)

Perilaku politik lebih mengarah pada tindakan-tindakan yang disebabkan cara pandang individu atas sistem politik yang dilaksanakan dalam aktivitas berpolitik dia. Sedangkan budaya politik lebih berkonotasi pada pelembagaan dari perilaku politik warga negara yang telah menyatu dalam aktivitas sosial

dan politik” .

Berdasarkan ungkapan tersebut membuktikan bahwa budaya politik

merupakan sekumpulan perilaku politik warga negara yang telah disatukan oleh

suatu sistem politik masyarakat tersebut. Berbicara tentang budaya politik

Indonesia pada dasarnya terjadi keberagaman pada setiap daerah. Hal ini dikarena

beragamnya budaya bangsa Indonesia pada setiap daerah yang memungkinkan

terjadi budaya politik yang berbeda pada setiap daerah yang sesuai dengan sistem

adat daerah tersebut.

Ada suatu keunikan terkaitan dengan budaya politik Indonesia.

Beragamnya budaya yang dimiliki Indonesia menciptakan setia daerah memiliki

budaya politik masing-masing. Namun jika berbicara Indonesia secara

keseluruhan, budaya politik Indonesia menjadi satu yaitu budaya politik

Pancasila. Pancasila sebagai kausa materialis dari keseluruhan budaya-budaya

luhur bangsa Indonesia merupakan alat perekat keberagaman sehingga tercipta

persatuan. Hal inilah menjadi dasar diperlukannya suatu sistem politik Indonesia

yang berasaskan pada nilai-nilai Pancasila. Pancasila menjadi landasan utama

perilaku bangsa Indonesia dalam segala aspek kehidupan kenegaraan, termasuk

politik. Sehingga, perilaku politik kenegaraan di Indonesia harus berlandaskan

pada nilai-nilai Pancasila sehingga dapat disatukan oleh suatu sistem nilai yang

melahirkan budaya politik Pancasila.

Kantaprawira (1985, hlm. 34) mengklasifikasikan budaya politik sebagai

berikut.

1) Budaya politik parokial (parochial political culture) 2) Budaya politik kaula (subject political culture)

3) Budaya politik partisipan (participant political culture)

Budaya politik parokial biasanya ditemukan pada masyarakat-masyarakat

tetentu di Indonesia seperti di antaranya masyarakat pedalaman. Budaya politik

parokial terbatas pada wilayah atau lingkup kecil. Budaya politik kaula menurut

Kantaprawira (1985, hlm. 37) yaitu di mana anggota masyarakat mempunyai

(23)

terutama terhadap segi outputnya sedangkan perhatian atas aspek input ...

dikatakan nol. Sedangkan budaya politik partisipan merupakan bentuk yang

sebaliknya dari budaya politik kaula dimana perilaku politik lebih didasarkan pada

kesadaran sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik.

4. Gerakan Pemuda Ansor

Merupakan gerakan atau organisasi kepemudaan yang berafiliasi dengan

Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan salah satu organisasi keislaman di

Indonesia. Lahirnya GP Ansor tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang

kelahiran dan gerakan NU di masa prakemerdekaan dan memiliki peran penting

dalam catatan sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dalam perjalananya,

GP Ansor memiliki peran strategis dan signifikan dalam mendorong percepatan

mobilitas sosial, politik dan kebudayaan. GP Ansor menempati posisi dan peran

yang strategis dalam setiap pergantian kepemimpinan nasional.

G. Metode dan Teknik Penelitian

1. Pendekatan dan Metode

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Peneliti mengambil pendekatan ini berdasarkan pada permasalahan

yang diteliti, yaitu peneliti ingin mengetahui bagaimana proses pendidikan yang

diajarkan dalam syariat Islam, sehingga melalui pendekatan kualitatif peneliti

dapat mengkaji dan memperoleh gambaran yang mendalam.

Metode penelitian ini adalah metode deskriptif. Dimaksudkan untuk

menggambarkan proses pendidikan politik yang disyariatkan agama Islam. Dalam

penelitian ini, peneliti menekankan untuk mengetahui gambaran dari

permasalahan yang terjadi secara mendalam, tidak dituangkan dalam bentuk

bilangan dan angka statistik.

2. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dala penelitian yang dilakukan peneliti

meliputi wawancara, observasi, studi dokumen, dan studi literatur.

a. Wawancara

Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide

melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik

(24)

wawancara ini dengan tujuan untuk mengetahui hal-hal dari responden secara

mendalam. Pada dasarnya wawancara ini dilakukan untuk memperoleh informasi

dari responden (informan) secara langsung.

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan wawancara

semiberstruktur. Hal ini dilakukan agar responden lebih terbuka terhadap

permasalahan, karena responden lebih banyak dimintai informasi yang sifatnya

pendapat.

b. Studi dokumen

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen ini

bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental (Sugiyono, 2010,

hlm. 240). Dalam penelitian ini, studi dokumen dapat memberi dukungan

terhadap data dari hasil wawancara dan observasi sehingga data akan lebih

terpercaya.

c. Studi literatur

Studi literatur ini yaitu dengan mempelajari buku-buku atau bahan-bahan

yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti

membaca dan mempelajari buku-buku atau sumber-sumber yang berhubungan

dengan pendidikan politik dan pondok pesantren. Studi literatur ini dimaksudkan

untuk memperoleh data teoretis sehingga dapat memperkuat data yang diperoleh

dalam penelitian ini.

3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Setelah mengadakan wawancara, observasi, studi dokumen, dan studi

literatur, langkah lain yang juga penting dalam penelitian ini adalah pengolahan

dan analisis data. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang telah diperoleh dengan cara mengorganisasikan data ke

dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun

ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan

membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang

lain (Sugiyono, 2010, hlm. 244)

Miles dan Huberman (Sugiyono, 2010, hlm. 246), mengemukakan bahwa

(25)

secara terus menerus sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data, yaitu reduksi

data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi.

a. Data Reduction (reduksi data)

Data yang ditemukan di lapangan akan semakin banyak, rumit dan

kompleks. Untuk itu, data tersebut perlu dicatat secara teliti dan rinci. Sebagai

langkah selanjutnya yaitu analisis data melalui reduksi data. Reduksi data ini

berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang

penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi

akan memberi gambaran yang lebih jelas dan akan mempermudah peneliti

melakukan pengumpulan data selanjutnya.

b. Data Display (penyajian data)

Setelah reduksi data, langkah selanjutnya yaitu penyajian data. Penyajian

data ini dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, piktogram, dan sejenisnya.

Melalui penyajian data ini, maka data terorganisasi, tersusun dalam pola

hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Dengan penyajian data ini

akan memudahkan memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya

berasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

c. Conclusion drawing / verification (penarikan kesimpulan dan verifikasi)

Langkah selanjutnya yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Kesimpulan ini mungkin akan menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan

sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena telah disebutkan bahwa masalah dan

rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan

berkembang setelah penelitian berada di lapangan.

Demikian prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini. Dengan melalui

tahapan-tahapan ini, diharapkan penelitian ini dapat diperoleh data yang

memenuhi kriteria penelitian dan data yang diperoleh dapat dipercaya dan

dipertanggungjawabkan kebenarannya.

H. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Ansor

Jawa Barat. Alasan pengambilan lokasi penelitian tersebut adalah GP Ansor

(26)

kehidupan politik Indonesia semenjak prakemerdekaan Indonesia. GP Ansor

merupakan gerakan kepemudaan yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam yang

berafiliasi dengan Nahdatul Ulama. Diketahui, salah satu organisasi besar yang

berhaluan Islam ini memiliki komitmen untuk berpegang teguh pada Pancasila

sebagai dasar negara karena selaras dengan nilai-nilai Islam sehingga tidak

memaksakan Islam menjadi dasar negara Indonesia. Hal ini memberikan peluang

besar terhadap peneliti untuk meneliti tentang penyeenggaraan pendidikan politik

dalam membentuk karakter kepemimpinan lintas budaya pada generasi muda

demi mewujudkan budaya politik Pancasila.

2. Subjek Penelitian

Adapun yang menjadi subjek penelitian ini meliputi :

a. Ketua PW GP Ansor Jawa Barat.

b. Pengurus harian organisasi.

I. Agenda Penelitian

Tabel 1.1

Agenda Penelitian

November Desember Januari Februari Maret April

Prosposal

Ujian

Proposal

BAB I

BAB II

BAB III

Penelitian

BAB IV

BAB V

Sidang I

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Teknik Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode dan pendekatan adalah satu diantara unsur yang harus ada dalam

suatu penelitian. Hal ini disebabkan penggunaan metode dan pendekatan ini

adalah untuk mempermudah jalannya penelitian. Metode dan pendekatan ini yang

menjadi acuan bagi seorang peneliti dalam melakukan penelitiannya.

Metode dan pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian ini adalah metode

deskriptif. Dimaksudkan untuk menggambarkan proses pendidikan politik dalam

organisasi sebagai upaya membentuk karakter kepemimpinan lintas budaya demi

terciptanya budaya politik Pancasila pada generasi muda. Dalam penelitian ini,

peneliti menekankan untuk mengetahui gambaran dari permasalahan yang terjadi

secara mendalam, tidak dituangkan dalam bentuk bilangan dan angka statistik.

Hal ini sejalan dengan pendapat Nasution (2009, hlm. 24) yang mengatakan

bahwa penelitian deskriptif lebih spesifik dengan memusatkan kepada

aspek-aspek tertentu dan sering menunjukan hubugan antar variabel. Mengingat masalah

yang diambil peneliti lebih kompleks dan memiliki beberapa variabel maka

pengambilan metode deskriptif ini dirasa sangat tepat.

Sedangkan pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

Sugiyono (2010 8) mengatakan bahwa penelitian kualitatif disebut penelitian

naturalistik karena peneletiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah. Hal ini

menjadi alasan peneliti yang akan meneliti kehidupan suatu sistem organisasi

kepemudaan.

Sugiyono (2010, hlm. 9) mendefinisikan penelitian kualitatif yaitu:

(28)

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang sifatnya terbuka dan

mendalam untuk memperoleh data baik secara lisan dan atau tulisan untuk

kemudian dideskripsikan dan dianalisis sehingga sesuai dengan tujuan penlitian.

Dalam penelitian kualitatif, peneliti sebagai instrumen kunci dalam pelaksanaan

penelitian. Hal ini diartikan bahwa peneliti memiliki peran yang sangat vital

dalam penelitian yang dilakukannya, baik dalam pengumpulan data, analisis,

sampai pada penentuan kesimpulan temuannya. Melalui penelitian ini diharapkan

dapat diperoleh informasi yang mendalam tentang masalah yang diteliti oleh

peneliti.

Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah untuk memahami

fenomena-fenomena atau gejala-gejala yang terjadi pada situasi sosial. Tepatnya dalam

penelitian yang dilakukan peneliti yaitu penelitian terhadap implementasi

pendidikan politik generasi muda dalam membentuk karakter kepemimpinan

lintas budaya, peneliti bertujuan untuk mendapatkan data tentang pelaksanaan

pendidikan politik dalam organisasi kepemudaan GP Ansor Jawa Barat. Melihat

pengertian dan tujuan dari penelitian kualitatif, peneliti rasa pengambilan

pendekatan atau penelitian kualitatif ini sangat cocok dengan penelitian yang

peneliti lakukan. Dilatarbalakangi bahwa Islam sebagai suatu agama yang

memegang prinsip rahmatal lil ‘alamin yang menjadi pegangan pada setiap organisasi yang berhaluan Islam seperti GP Ansor. Sebagai organisasi

kepemudaan yang berasaskan Islam, dalam upaya merealisasikan falsafah Islam

sebagai rahmatal lil ‘alamin maka dalam iklim Indonesia yang multikultural dan plural perlu diciptakan sosok kepemimpinan lintas budaya yang mampu

membawa Indonesia menjadi negara yang berdiri harmonis di atas

keanekaragaman budaya. Adapun langkah dalam menciptakan sosok

kepemimpinan seperti ini adalah melalui pendidikan politik generasi muda

sebagai upaya pelayanan kepemudaan, sehingga mampu mewujudkan budaya

politik Pancasila. Penelitian kualitatif ini diharapkan dapat memperoleh data yang

(29)

2. Teknik Pengumpulan Data

Tujuan dari suatu penelitian adalah untuk memperoleh data agar dapat

menjawab semua pertanyaan dari suatu permasalahan. Data-data tersebut

diharapkan dapat menjadi solusi dari permasalahan yang dihadapi peneliti. Pada

pelaksanaan penelitian ini, untuk memperoleh data yang diperlukan peneliti

menggunakan beberapa teknik penelitian yaitu sebagai berikut.

a. Observasi

Observasi ini merupakan teknik pengumpulan data yang melibatkan

peneliti terjun langsung di lapangan dalam melakukan penelitian. Mengutif dari

Nasution (2009, hlm. 106) yang mengatakan bahwa obervasi dilakukan untuk

memperoleh informasi tentang kelakuan manusia seperti dalam kenyataan. Hal ini

menunjukan bahwa peneliti terlibat langsung dalam kehidupan subjek yang

diteliti.

Observasi yang dilakukan peneliti bertujuan untuk mengetahui langsung

proses pendidikan politik dan pelatihan kepemimpinan yaitu PKD atau PKL serta

kegiatan-kegatan lainnya dalam organisasi-organisasi yang diteliti oleh peneliti.

Dengan observasi ini, peneliti dapat mengamati langsung kehidupan organisasi

tersebut secara objektif. Hal inilah yang akan memberikan data yang lebih baik

dan peneliti akan lebih mampu memahami data, karena peneliti merasakan

langsung kegiatan-kegiatan organisasi yang diteliti tersebut.

b. Wawancara

Mengutip perkataan Esterberg dalam Sugiyono (2010, hlm. 231) yang

mengatakan bahwa wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna

dalam suatu topik tertentu. Peneliti melakukan wawancara ini dengan tujuan

untuk mengetahui hal-hal dari responden secara mendalam. Pada dasarnya

wawancara ini dilakukan untuk memperoleh informasi dari responden (informan)

secara langsung. Harrison (2009, hlm. 108) mengatakan bahwa wawancara juga

membantu dalam proses pengidentifikasian dokumen yang penting, perlu dibaca,

dan ditindaklanjuti. Hal inilah yang diharapkan oleh penulis, karena dalam

penelitian ini juga akan menggunakan studi dokumen berdasarkan dari dokumen

(30)

tanya jawab dengan responden, yaitu ketua dan pengurus organisasi kepemudaan

Gerakan Pemuda Ansor Jawa Barat.

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan wawancara

terstruktur. Dalam melakukan wawancara ini, peneliti mempersiapkan instrumen

penelitian berupa pedoman wawancara. Sugiyono (2010, hlm. 233) menyebutkan

bahwa wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila

peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.

Sejalan dengan pendapat tersebut, alasan peneliti menggunakan teknik wawancara

jenis terstruktur ini, karena peneliti mengharapkan jawaban dari pertanyaan yang

telah peneliti sediakan.

c. Studi Dokumentasi

Sugiyono (2010, hlm. 240) menyebutkan bahwa dokumen merupakan

catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen ini bisa berbentuk tulisan,

gambar, atau karya-karya monumental. Dalam penelitian ini, studi dokumen dapat

memberi dukungan terhadap data dari hasil wawancara dan observasi sehingga

data akan lebih terpercaya.

Dengan melakukan studi dokumen ini, akan memperkuat dan melegkapai

data-data yang telah didapat melalui observasi dan wawancara. Mengingat dalam

observasi dan wawancara akan banyak sekali data yang tidak didapatkan oleh

peneliti, maka studi dokumen ini sangatlah penting untuk menemukan data-data

yang belum didapat dalam wawancara dan observasi. Studi dokumentasi ini

dilakukan dengan mempelajari pedoman organisasi dan PD PRT organisasi.

d. Studi Literatur

Studi literatur ini yaitu dengan mempelajari buku-buku atau bahan-bahan

yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti

membaca dan mempelajari buku-buku atau sumber-sumber yang berhubungan

dengan pendidikan politik dan partisipasi politik. Studi literatur ini dimaksudkan

untuk memperoleh data teoretis sehingga dapat memperkuat data yang diperoleh

(31)

B. INSTRUMEN PENELITIAN

Sugiyono (2010, hlm. 222) mengatakan bahwa instrumen atau alat utama

penelitian dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Atas dasar

tersebut, dalam penelitian ini peneliti adalah sebagai instrumen utama dalam

melakukan penelitian. Melanjutkan ungkapan tersebut, Sugiyono (2010, hlm. 222)

mengatakan:

Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temunnya.

Mengingat ungkapan tersebut, peneliti sebagai instrumen utama dalam

penelitian harus melakukan tahap-tahap penelitian dari mulai persiapan sampai

pada pembuatan kesimpulan. Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan

tahapan-tahapan tersebut sampai pada pelaporan dan validitas atas data yang

diperoleh.

C. LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan data yang ingin diperoleh oleh

peneliti agar bisa menjawab permasalahan yang dihadapi oleh peneliti. Oleh

karena itu, penentuan lokasi dan subjek yang akan dijadikan penelitian. Penentuan

lokasi dan subjek ini didasari atas ketepatan untuk mendapatkan informasi untuk

penelitian tersebut. Adapun lokasi dan subjek penelitiannya sebagai berikut.

1. Lokasi Penelitian

Lokasi yang diambil dalam penelitian ini adalah sekretariat GP Ansor

Jawa Barat yang beralamat Jl. Pasir Salam, Buah Batu, Bandung.

2. Subjek Penelitian

Spradley dalam Sugiyono (2010, hlm. 215) mengatakan bahwa dalam

penelitian kualitatif dikenal dengan adanya social situation yang terdiri dari

tempat, pelaku, dan aktivitas yang berinteraksi secara sinergis. Atas dasar

tersebut, penelitian yang dilakukan peneliti sangat berkaitan erat dengan ketiga

elemen yang dikatakan Spradly tersebut organisasi kepemudaan GP Ansor Jawa

Barat dan aktivitas dalam organisasi tersebut. Penelitian ini menggunakan teknik

purposes sampling. Menurut Sugiyono (2010, hlm. 218-219) Purposes sampling

(32)

Dalam tekinik ini, peneliti melakukan penentuan atas informan yang dirasa

memiliki informasi dan dapat memberikan data sesuai dengan yang dibutuhkan

peneliti. Mengingat hal tersebut, peneliti menentukan sampel sebagai subjek

penelitian sebagai berikut.

a. Ketua PW GP Ansor Jawa Barat.

b. Pengurus harian organisasi.

Penentuan pemilihan subjek tersebut dilakukan untuk memperoleh data

yang lebih banyak dan valid, karena subjek penelitian tersebut dianggap oleh

peneliti sebagai sumber informasi yang sangat tepat. Hal ini dikarenakan, subjek

tersebut adalah orang-orang yang kesehariannya bergelut dengan organisasi yang

akan diteliti.

D. PROSEDUR PENELITIAN

Peneliti dalam melaksanakan penelitiannya melewati beberapa tahapan

dari mulai tahap persiapan sampai pada analisis data. Perlu adanya persiapan yang

matang untuk melaksanakan penelitian tersebut. Hal ini dikarenakan persiapan

yang matang ini akan mempengaruhi keseluruhan tahapan penelitian ke depannya.

Adapun tahapan-tahapan yang dilalui peneliti yaitu sebagai berikut.

1. Pra Penelitian

Pada tahapan ini penulis menyusun rancangan penelitian berupa proposal

penelitian yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

kegunaan atau manfaat penelitian, metode, lokasi, dan subjek penelitian. Selain

itu, peneliti melakukan diskusi-diskusi singkat mengenai masalah yang akan

diteliti. Satu hal yang penting juga adalah membuat perizinan baik secara lisan

kepada organisasi-organisasi yang akan diteliti dan tertulis berupa surat perizinan

untuk mengadakan penelitian. Adapun prosedur dalam membuat surat peizinan

mengadakan penelitian meliputi beberapa hal yaitu sebagai berikut.

a. Mengajukan surat permohonan izin penelitian yang ditandatangani ketua

Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan untuk melakukan penelitian ke

organisasi yang dituju dengan pengesahan surat penelitian oleh pembantu

Direktur SPs UPI untuk mendapat rekomendasi dari kepala BAAK UPI

yang secara kelembagaan mengatur segala jenis urusan administrasi dan

(33)

b. Pembantu rektor I atas nama rektor mengeluarkan surat permohonan izin

penelitian,

c. Permohonan izin kepada organisasi yang dijadikan subjek penelitian, dan

selanjutnya peneliti melakukan penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah tahap persiapan dan perizinan selesai, peneliti mulai melakukan

penelitian terhadap organisasi kepemudaan GP Ansor Jawa Barat. Peneliti

melakukan observasi langsung dan sekaligus melakukan wawancara kepada

sampel yang telah ditentukan. Kegiatan observasi dan wawancara ini dilakukan di

sekretariat GP Ansor Jawa Barat dan tempat lainnya yang memungkinkann untuk

dilakukan penelitian. Dalam tahapan ini, peneliti mengajukan berbagai pertanyaan

dan pengamatan yang bertujuan untuk memperoleh informasi.

3. Tahap Pengumpulan dan Pencatatan Data

Pada tahapan ini, peneliti melakukan pengumpulan dan pencatatan data

yang diperoleh peneliti melalui observasi, wawancara, studi dokumen, dan studi

literatur. Instrumen penelitian yang terdiri dari pedoman wawancara ditujukan

pada ketua, pengurus, dan anggota organisasi. Hasil dari penelitian ini kemudian

disusun dan dideskripsikan dalam bentuk catatan lapangan.

4. Tahap Pengolahan dan Analisis Data

Setelah mengadakan wawancara, observasi, studi dokumen, dan studi

literatur, langkah lain yang juga penting dalam penelitian ini adalah pengolahan

dan analisis data. Sugiyono (2010, hlm. 244) mengatakan bahwa:

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang telah diperoleh dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Miles dan Huberman (Sugiyono, hlm. 2010:246), mengemukakan bahwa

aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung

secara terus menerus sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data, yaitu reduksi

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kapasitas kalor gas adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu gas sebesar 1°C, untuk volume tetap disebut CV dan untuk tekanan tetap disebut Cp.. Secara

Bila kemungkinan terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan produk karena masih minimnya alat peringatan dini bencana banjir kepada masyarakat lingkungan sekitar sungai untuk

Bulan pertama kami akan melakukan kunjungan industri ke Kebun Wisata Kali Gua untuk mengamati cara pembuatan teh kemasan, kemudian bulan kedua kami akan mencoba membuat teh

Disiplin merupakan suatu sikap/perilaku yang pasti diharapkan oleh setiap calon pengantin agar kegiatan pembinaan yang dilakukan baik dan dapat berjalan sesuai

Hal itu sebagaimana dinyatakan dalam buku yang disususun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional, bahwasannya terdapat

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kelas dalam aspek kesesuaian isi surat dengan topik adalah 56,16 % atau kategori kurang. Adapun rincian data tersebut dijelaskan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Besar, memandang perlu untuk menyelenggarakan kegiatan Pekan Keterampilan dan Seni Pendidikan