SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL
PERGURUAN TINGGI KESEHATAN
(StudiKasus di PoliteknikKesehatanTasikmalaya, STIKesBakti Tunas HusadaTasikmalayadan STIKes Muhammadiyah Ciamis)
DISERTASI
DiajukanuntukMemenuhiSebagianSyarat MemperolehGelarDoktorPendidikan Program StudiAdministrasiPendidikan
Oleh:
Iwan Somantri NIM. 1103036
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
2015
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA DISERTASI
Promotor Merangkap Ketua,
Prof. Dr. H. Djam’an Satori, MA NIP. 195008021973031002
Ko-Promotor Merangkap Sekertaris,
Prof. Dr. Hj. TjutjuYuniarsih, M.Pd. NIP. 195309121979032001
Anggota,
Prof. Dr. Ir. Soemarto, MSIE NIP. 195507051981031005
Mengetahui,
Ketua Program StudiAdministrasiPendidikan
Diketahui dan Disetujui oleh, Penguji,
Prof. Abdorrakhman Gintings, M.Ed., M.Si., Ph.D.
Diketahui dan Disetujui oleh, Penguji
LEMBAR PERNYATAAN
Denganinisayamenyatakanbahwadisertasidenganjudul“ SISTEM
PENJAMINAN MUTU INTERNAL PERGURUAN TINGGI KESEHATAN
(Studikasus di PoliteknikKesehatanTasikmalaya, SekolahTinggiKesehatanBakti
Tunas HusadaTasikmalayadanSekolahTinggiKesehatanMuhammadiyahCiamis),
beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak
melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan
etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan
kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan
dalam karya saya ini, atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.
Tasikmalaya, Agustus 2015
ABSTRAK
SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL PERGURUAN TINGGI KESEHATAN (Studi Kasus di Politeknik Kesehatan Tasikmalaya, STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya dan STIKes Muhammadiyah Ciamis). Oleh: Iwan Somantri (1103036) dibimbing: Prof.Dr. H. Djam’an Satori, MA, Prof.Dr. Hj. Tjutju Yuniarsih, M.Pd., Prof. Dr. Ir. Soemarto, MSIE.
Penjaminan Mutu Internal merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan perguruan tinggi kesehatan untuk selalu menjaga mutu pendidikan dan menghasilkan lulusan yang kompeten dan diakui oleh masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan di Poltekkes Tasikmalaya, STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya dan STIKes Muhammadiyah Ciamis belum sepenuhnya mengacu pada SNPT, mutu lulusan belum diakui oleh sebagian user, penjaminan mutu belum diakreditasi oleh BAN-PT dan SPMI belum mengacu sepenuhnya pada SPM-PT, padahal pemerintah telah mewajibkan setiap perguruan tinggi untuk melaksanakan penjaminan mutu. Penelitian ini menganalisis Bagaimana pelaksanaan SPMI di Perguruan Tinggi Kesehatan. Rumusan masalah terediri atas : bagaimanakah kebijakan SPMI di perguruan tinnggi Kesehatan?, Bagaimanakah mekanisme pelaksanaan SPMI di Perguruan Tinggi Kesehatan? dan Bagaimanakah Pengembangan SPMI di Perguruan Tinggi Kesehatan? Metode penelitian yang digunakan yaitu eksploratif dengan pendekatan kualitatif melalui studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, studi dokumentasi dan observasi. Analisis data dilakukan melalui tahap reduksi data, display data serta kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan : (1) Kebijakan SPMI dimiliki oleh ketiga institusi kesehatan di atas dalam bentuk buku. (2) Pelaksanaan SPMI belum optimal dilaksanakan, sosialisasi tentang SPMI belum dilaksanakan secara berkesinambungan, standar nasional perguruan tinggi belum seluruhnya dibuat, (3) pengembangan SPMI dilakukan melalui pelatihan dan mengikuti perkembangannya melalui media internet. Kendala atau masalah yang dihadapi ketiga institusi perguruan tinggi kesehatan di atas, yaitu kurang optimalnya sosialisasi yang dilakukan, kurangnya komitmen dalam pelaksanaan penjaminan mutu serta kurangnya intensitas komunikasi yang dilakukan antara bawahan dengan atasan. Model pengembangan SPMI yang diusulkan yaitu Model SPMI Perguruan Tinggi Kesehatan berbasis pohon masalah. Dalam model ini kebijakan mutu dijadikan landasan dalam pelaksanaan SPMI, melalui tahap penetapan, pelaksanaan, evaluasi dan pengembangan standar yang dimasukkan ke dalam siklus PDCA. Bila ditemukan masalah, diselesaikan melalui analisis pohon masalah, pohon sasaran dan alternatif pemecahan masalah, sehingga setiap masalah yang ditemukan ada solusinya. Indikator keberhasilan dari model ini yaitu terciptanya budaya mutu di institusi perguruan tinggi kesehatan, ditandai dengan adanya komitmen, perubahan paradigma dan sikap mental serta pengorganisasian penjaminan mutu perguruan tinggi kesehatan yang baik.
ABSTRACT
INTERNAL QUALITY ASSURANCE SYSTEM (IQAS) OF HEALTH PROFESSIONAL EDUCATION (A Case Study of Politeknik Kesehatan Tasikmalaya, Sekolah Tinggi Kesehatan Bakti Tunas Husada Tasikmalaya, and Sekolah Tinggi Kesehatan Ciamis). By: Iwan Somantri (1103036). Supervised by: Prof. Dr. H. Djam’an Satori, M.A.,Prof. Dr. Hj. Tjutju Yuniarsih, M.Pd., Prof. Dr. Ir. Soemarto, MSIE.
Internal Quality Assurance is one of the efforts health professional education institutions can make to continuously ensure the quality of education and to create competent graduates who are recognized by the society. The administration of education in Politeknik Kesehatan Tasikmalaya, Sekolah Tinggi Kesehatan Bakti Tunas Husada Tasikmalaya, and Sekolah Tinggi Kesehatan Muhammadiyah Ciamis has not completely referenced the SNPT (National Standards for Higher Education); in addition, the three institutions have not created graduates that are well-recognized by a number of users, have not been accredited by BAN-PT (National Accreditation Board for Higher Education) for their quality assurance, and their IQAS has not been in full accordance with the SPM-PT (Higher Education Quality Assurance System). Meanwhile, the government has required that each higher education implement quality assurance. The research analyzes how IQAS is implemented in health professional education. The problem is formulated into the following questions: How are the policies of IQAS in health professional education?; How is the mechanism of IQAS implementation in health professional education?; and How is the development of IQAS in health professional education? The research adopted explorative method with qualitative approach, more specifically employing case study. Data were collected through interview, documentary analysis, and observation. The data were analyzed through the stages of data reduction, data display, inference, and verification. The research results show that: (1) IQAS policies of the three health professional institutions are in the form of a book; (2) IQAS has not been optimally implemented; extension program of IQAS has not been conducted continuously; and national standards for higher education have not been fully formulated; and (3) IQAS is developed through training and monitored by the internet. The main obstacles encountered by the health professional education institutions are the less than optimal extension program, the lack of commitment in quality assurance implementation, and the lack of communication between superior and subordinates. The model of IQAS proposed is tree-problem-based Health Professional Education IQAS Model. In this model, quality policies are made as the basis for IQAS implementation through the stages of establishment, implementation, evaluation, and standard development included in the PDCA cycle. If a problem is found, it is solved with the tree-problem analysis, so that each problem will have a solution. The success indicators for this model is the embodiment of quality culture in health professional education institutions, marked by a stronger commitment, paradigm shifts, mental transformation, and better organization of health professional education quality assurance.
DAFTAR
ISI
A. Administrasi Pendidikan dan Pendidikan Tinggi………
1. Administrasi Pendidikan………
2. Konsep Pendidikan Tinggi……….
3. Administtrasi dan Pengelolaan Pendidikan Tinggi………
4. Politeknik Kesehatan dan Sekolah Tinggi Kesehatan……
BAB III
BAB IV
B. Mutu Pendidikan………..
1. Pengertian Mutu Pendidikan………..
2. Mutu Pendidikan Tinggi………
3. Manajemen Mutu Pendidikan………...
C. Penjaminan Mutu Pendidikan………..
1. Pengertian Penjaminan Mutu……….
2. Sistem Penjaminan Mutu Internal………..
3. Tujuan Penjaminan Mutu………..
4. Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal..…………..
5. Mekanisme Sistem Penjaminan Mutu Internal...……...
6. Model Penjaminan Mutu………
7. Audit Mutu Pendidikan……….
D. Penjaminan Mutu dan Pengembangan Pendidikan Tinggi…..
E. Hasil Penelitian Terdahulu………..
F. Kerangka Pemikiran Penelitian………...
METODE PENELITIAN………..
A. Metode dan Pendekatan Penelitian………...
B. Lokasi Penelitian………..
1. Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal……….
2. Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal………...
BAB V
3. Pengembangan Sistem Penjaminan Mutu Internal……….
4. Rangkuman Hasil Penelitian………..
B. Pembahasan Hasil Penelitian………
1. Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal………
2. Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal………...
3. Pengembangan Sistem Penjaminan Mutu Internal……….
C. Model Hipotetik SPMI Perguruan Tinggi Kesehatan………..
1. Rasional Model Hipotetik SPMI Perguruan Tinggi
Kesehatan………...
2. Tujuan Model Hipotetik SPMI Perguruan Tinggi
Kesehatan………...
3. Visualisasi Model Hipotetik SPMI Perguruan Tinggi
Kesehatan………...
4. Asumsi Model Hipotetik SPMI Perguruan Tinggi
Kesehatan………...
5. Strategi Model Hipotetik SPMI Perguruan Tinggi
Kesehatan………...
6. Indikator Keberhasilan Model Hipotetik SPMI Perguruan
Tinggi Kesehatan………..
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI…….………...
DAFTAR TABEL Tabel
3.1 Alternatif Pemecahan Masalah……….
4.1 Rangkuman Hasil Penelitian ………...
Halaman
111
DAFTAR GAMBAR
Matrix Wilayah Kerja Administrasi Pendidikan ……...
Siklus Pengelolaan Penjaminan Mutu Pendidikan ...…...
Model Penjaminan Mutu Akademik……….
Model Penjaminan Mutu Akademik Berbasis Outcome..
Fungsi Quality Assurance dan Monev dalam Program
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1
2
3
4
Pedoman Wawancara, Observasi dan Studi
Dokumentasi………
Catatan Lapangan ………..
Contoh Manual Mutu……….
Surat Izin Penelitian………
Halaman
231
238
277
xiv
LAMPIRAN 4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Tuntutan masyarakat akan mutu pendidikan semakin meningkat seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perguruan tinggi
merupakan salah satu organisasi yang dirancang dan didesain untuk dapat
memberikan sumbangan atau berkontribusi dalam upaya peningkatan mutu hidup
bagi masyarakat. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi pada Bab I Pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa:
”Perguruanan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan tinggi”. Setiap penyelenggaraan pendidikan tinggi tentunya memiliki
tujuan, hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam undang-undang tersebut
di atas pada pasal 5 sebagai berikut :
Pendidikan tinggi bertujuan:
a. berkembangnya potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa;
b. dihasilkannya lulusan yang menguasai cabang ilmu pengetahuan dan/atau teknologi untuk memenuhi kepentingan nasional dan peningkatan daya saing bangsa;
c. dihasilkannya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penelitian yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, serta kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia; dan
d. terwujudnya pengabdian kepada masyarakat berbasis penalaran dan karya penelitian yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut di
evaluasi pendidikan yang berkelanjutan dan menyelenggaraan pendidikan sesuai
dengan standar pendidikan yang telah ditetapkan pemerintah, sebagaimana
dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas pasal
1 sebagai berikut :
(21) evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
(22) akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
Dalam kegiatan pengendalian mutu pendidikan, perguruan tinggi harus
mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, diantaranya yaitu
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49
(2014 : 6-7) tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, Pasal 3, angka 2 hurup
e, bahwa : ” Standar Nasional Pendidikan Tinggi wajib dijadikan dasar
pengembangan dan penyelenggaraan sistem penjaminan mutu internal”. Adapun
tujuan dari Standar Nasional Pendidikan Tinggi seperti dinyatakan pada Pasal 3
angka 1 bahwa :
Standar Nasional Pendidikan Tinggi bertujuan untuk :
a. Menjamin tercapainya tujuan pendidikan tinggi yang berperan strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan;
b. Menjamin agar pembelajaran pada program studi, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia mencapai mutu sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan Tinggi; dan
dan pengabdian kepada masyarakat melampaui kriteria yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan Tinggi secara berkelanjutan.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan, kebijakan nasional tentang
penjaminan mutu menyinergikan Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri
(EPSBED), Akreditasi Perguruan Tinggi dan Penjaminan Mutu (Quality
Assurance) dan diberi nama Sistem Penjaminan Mutu-Perguruan Tinggi
(SPM-PT). Sebagaimana dinyatakan Ditjen Dikti (2010 : 3) bahwa :
SPM-PT adalah sistem penjaminan mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi melalui 3 sub sistem yang masing-masing merupakan sistem pula, yaitu : (a) Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) Nasional, kegiatan sistemik pengumpulan, pengolahan dan penyimpanan data serta informasi tentang penyelenggaraan pendidikan tinggi di semua perguruan tinggi oleh ditjen Dikti untuk mengawasi penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh pemerintah sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 66 ayat 1 dan ayat 2 UU Sisdiknas. (b) Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi oleh perguruan tinggi (Internal driven), untuk mengawasi penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh perguruan tinggi secara berkelanjutan (Continuous
improvement), sebagaimana diatur oleh pasal 50 ayat 6 UU Sisdiknas
juncto Pasal 91 PP No. 19 Tahun 2005 tentang SNP; (c) Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME), kegiatan sistemik penilaian kelayakan program dan/atau perguruan tinggi oleh BAN-PT atau lembaga mandiri di luar perguruan tinggi yang diakui pemerintah, untuk mengawasi penyelenggaraan pendidikan tinggi untuk dan atas nama masyarakat, sebagai bentuk akuntabilitas publik sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 60 ayat 2 UU Sisdiknas dan Pasal 86 ayat 3 PP No. 19 Tahun 2005 tentang SNP. Adapun tujuan SPM-PT yaitu menyinergikan PDPT nasional, SPMI dan SPME untuk memenuhi atau melampaui SNP oleh perguruan Tinggi, sehingga mendorong upaya penjaminan mutu perguruan tinggi yang berkelanjutan.
Merujuk dari Ditjen Dikti (2010:6), dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan data dan informasi yang telah dikumpulkan dan disimpan di dalam
Assurance) melalui evaluasi diri dalam dua lingkup, yaitu (1) evaluasi diri tentang
pemenuhan SNP yang terdiri dari delapan macam standar, baik secara kuantitatif
maupun kualitatif; (2) Evaluasi diri tentang sejauh mana perguruan tinggi yang
bersangkutan telah melampaui ke delapan standar di dalam SNP secara kuantitatif
dan kualitatif, serta mengembangkan standar tersebut di atas beserta
pemenuhannya secara berkelanjutan (Continuous Improvement). SPMI di suatu
perguruan tinggi merupakan kegiatan mandiri dari perguruan tingi yang
bersangkutan. Proses tersebut dirancang, dijalankan, dan dikendalikan sendiri oleh
perguruan tinggi yang bersangkutan tanpa campur tangan dari pemerintah, dalam
hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbud. Kebijakan ini
diambil karena disadari bahwa setiap perguruan tinggi memiliki spesifikasi yang
berlainan, antara lain dalam hal sejarah, visi dan misi, budaya organisasi, ukuran
organisasi (jumlah program studi, jumlah dosen, jumlah mahasiswa), struktur
organisasi, sumber daya dan pola kepemimpinan.
Posisi dan arti penting SPMI di suatu perguruan tinggi, dapat disimpulkan
bahwa di masa mendatang eksistensi suatu perguruan tinggi tidak tergantung
semata-mata pada pemerintah, melainkan terutama tergantung pada penilaian
stakeholders (mahasiswa, orang tua, dunia kerja, dosen, tenaga penunjang serta
pihak-pihak lain yang berkepentingan tentang mutu perguruan tinggi tersebut).
Dengan semakin berkembangnya teknologi di era global, maka berbagai bidang
kehidupan manusia pun mendapat pengaruh besar termasuk dalam bidang
pendidikan. Salah satu hal yang penting adalah makin tumbuhnya tuntutan akan
demand SDM antar bangsa. Perubahan ini mendorong pada berkembangnya
konsep penjaminan mutu dalam pendidikan baik pendidikan dasar dan menengah
maupun pendidikan tinggi. (Ditjen Dikti, 2010 : 7)
Dengan adanya paradigma baru di atas maka perlu dilakukan penjaminan
mutu dalam penyelenggaraan pendidikan, termasuk pendidikan tinggi. Penataan
sistem pendidikan tinggi saat ini sudah lebih otonom dan harus memiliki
akuntabilitas tinggi, sebagai landasan dalam melakukan akreditasi, baik oleh
perguruan tinggi yang bersangkutan, maupun oleh lembaga lain yang berwenang,
sebagaimana dinyatakan Ditjen Dikti (2010 : 9), bahwa:
Akreditasi nantinya merupakan akreditasi diri dengan pengakuan dari perguruan tinggi yang bersangkutan. Akreditasi diri inilah yang kemudian menjadi landasan bagi perguruan tinggi untuk mengajukan akreditasi ke tingkat nasional yang akan dilakukan oleh pemerintah terhadap perguruan tinggi tersebut. Akreditasi tidak lepas dari evaluasi diri agar setiap program studi di dalam perguruan tinggi tersebut dapat mengenali kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan tantangan yang dihadapi. Ini semua akan mengacu kepada peningkatan kualitas yang berkelanjutan.
Dapat disimpulkan bahwa melalui sistem penjaminan mutu internal,
sebuah perguruan tinggi dapat mengevaluasi mengenai kekuatan dan kelemahan
yang dimiliki, sebagai dasar dalam melakukan perbaikan mutu. Hal ini sesuai
dengan pernyataan FEFC (1997) dalam Bush dan Coleman ( 2012 : 185), yang
dapat disimpulkan bahwa “perguruan tinggi yang mengakui adanya kekurangan
dan terus melakukan perbaikan akan tetap survive dan berhasil”.
Dalam melaksanakan penjaminan mutu, sebuah institusi harus memiliki
dapat diimplementasikan dan dievaluasi dengan baik. Sebagaimana dinyatakan
Eropean Association for quality Assurance in higher education (ENQA) (2009:8),
sebagai berikut :
Institutions should have a policy and associated procedures for the assurance of the quality and standards of their programmes and awards. They should also commit themselves explicitly to the development of a culture which recognises the importance of quality, and quality assurance, in their work. To achieve this, institutions should develop and implement a strategy for the continuous enhancement of quality.The strategy, policy and procedures should have a formal status and be publicly available. They should also include a role for students and other stakeholders.
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan
penjaminan mutu, di samping harus adanya kebijakan mutu, prosedur dan strategi
yang jelas, juga harus adanya komitmen dalam melaksanakan penjaminan mutu
tersebut sehingga menjadi suatu budaya mutu (Quality Culture). Tuntutan
terhadap kualitas tersebut, berlaku untuk semua Perguruan Tinggi, termasuk
Perguruan Tinggi Kesehatan yang dituntut untuk berkontribusi dalam
mensejahterakan kehidupan bangsa.
Salah satu cita-cita kemerdekaan Bangsa Indonesia, sebagaimana tertuang
dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, adalah mensejahterakan
kehidupan bangsa, termasuk dalam bidang kesehatan, hal ini sesuai dengan
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa “Kesehatan
merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
Indonesia (NKRI) Kementerian Kesehatan selalu menjadi bagian dari sistem
pemerintahan di negeri ini
Kementerian Kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang
No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, memiliki tugas dan fungsi antara lain
meningkatkan derajat kesehatan. Untuk mencapai dan melaksanakan tugas pokok
dan fungsi tersebut, disusunlah berbagai kebijakan dan strategi sebagai landasan
dan arah dalam pelaksanaannya. Kebijakan dan strategi yang paling aktual saat ini
dinyatakan dalam visi yang berbunyi ”Masyarakat Sehat yang Mandiri dan
Berkeadilan” Untuk mencapai visi tersebut, diantara misi yang harus dituntaskan
adalah menyediakan tenaga layanan kesehatan yang memiliki kompetensi
terstandar, sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing, diantaranya tenaga
kesehatan yang dihasilkan perguruan tinggi kesehatan.
Perguruan tinggi kesehatan bertujuan menghasilkan tenaga kesehatan
profesional yang memiliki kemampuan untuk bekerja secara mandiri, mampu
mengembangkan diri dan beretika. Bagaimanapun untuk menghasilkan tenaga
kesehatan yang profesional diperlukan sistem pendidikan tenaga kesehatan yang
bermutu dan relevan dengan bidang tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam Sistem Pendidikan Kesehatan Indonesia, diantaranya terdapat dua lembaga
pendidikan kesehatan, yaitu Politeknik Kesehatan (Poltekkes) dan Sekolah Tinggi
Kesehatan (STIKes).
Politeknik Kesehatan (Poltekkes) merupakan salah satu bentuk satuan
Kementerian Kesehatan. Dalam hal ini, Politeknik Kesehatan merupakan Unit
Pelaksana Teknik (UPT) di lingkungan Kementerian Kesehatan yang berada di
bawah Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM)
Kesehatan. Secara teknis, fungsional di lingkungan Poltekkes dibina oleh Kepala
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan (Kapusdiklat Nakes), Kepala
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur, dan Kepala Pusat Tanserdik. Di
samping Poltekkes, perguruan tinggi yang menghasilkan SDM kesehatan adalah
Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKes) yang berada di bawah pembinaan
Kementerian Pendidikan Nasional.
Melalui penerapan sistem penjaminan mutu pendidikan diyakini dapat
memberikan dampak positif terhadap mutu lulusan sebagai cikal bakal SDM
kesehatan handal yang dapat memenuhi kebutuhan sesuai harapan konsumen.
Penelitian yang dilakukan oleh Jan Kleijnen, Diana Dolmans, Jos Willems, Hans
van Hout, (2011), yang berjudul "Does internal quality management contribute to
more control or to improvement of higher education? membuktikan bahwa
aktivitas penjaminan mutu dapat meningkatkan hasil dalam praktek pendidikan.
Penelitian yang dilakukan Yingxia Cao, Xiaofan Li, (2014), dengan judul
"Quality and quality assurance in Chinese private higher education”,
membuktikan bahwa penerapan system penjaminan mutu dapat mengembangkan
institusi perguruan tinggi
Penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi kesehatan perlu terus
ditingkatkan, terkait dengan banyaknya permintaan akan tenaga kesehatan yang
masyarakat untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi kesehatan, akan
meningkat, namun harus diimbangi dengan peningkatan mutu pendidikan.
Berdasarkan penjajagan awal dari hasil pengamatan sementara dan
wawancara di Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya, STIKes Bakti Tunas Husada
Tasikmalaya maupun di Stikes Muhammadiyah Ciamis, penyelenggaraan
pendidikan ini tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Fenomena pertama
berkaitan dengan kenyataan bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan tenaga
kesehatan, belum sepenuhnya mengacu pada standar nasional pendidikan tinggi.
Fenomena kedua berkaitan dengan mutu lulusan yang belum diakui oleh
sebagian user (institusi pelayanan kesehatan) terutama oleh user dari luar negeri,
karena bagi lulusan yang mau bekerja di luar negeri harus mempunyai
pengalaman minimal dua tahun serta kompetensi lain yang ditentukan oleh user.
Fenomena ketiga berkaitan dengan penjaminan mutu, yang ditandai oleh
penjaminan mutu yang belum diakreditasi oleh BAN-PT dan Sistem Penjaminan
Mutu Internal yang belum mengacu sepenuhnya pada SPM-PT.
Fenomena tersebut harus diatasi supaya institusi dapat menghasilkan mutu
lulusan yang diharapkan user, sehingga institusi tersebut banyak diminati
pelanggan (orang tua/siswa). Merujuk pernyataan Bush dan Coleman (2012 :193),
bahwa “fokus pada pelanggan adalah salah satu prinsip manajemen mutu yang
dijadikan tema utama dari kebijakan pendidikan pemerintah Inggris”. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu
pendidikan yaitu melalui pelaksanaan penjaminan mutu internal. Pernyataan
penjaminan mutu tertuju pada proses untuk membangun kepercayaan dengan cara
melakukan pemenuhan persyaratan atau standar minimum pada komponen input,
komponen proses dan hasil atau outcome sesuai dengan yang diharapkan oleh
stakeholders”.
Berangkat dari latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul : ”Sistem Penjaminan Mutu Internal
Perguruan Tinggi Kesehatan”.
B. Fokus Kajian
Adapun fokus kajian penelitian ini adalah menganalisis pelaksanaan
sistem penjaminan mutu internal (SPMI) pada perguruan tinggi kesehatan, yang
terdiri dari tahap penetapan kebijakan, mekanisme pelaksanaan SPMI (penetapan
standar, pelaksanaan standar, evaluasi dan pengendalian standar) serta
pengembangan SPMI di perguruan tinggi kesehatan.
C. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan fokus kajian penelitian di atas, maka masalah penelitiannya
dirumuskan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kebijakan sistem penjaminan mutu internal di perguruan
tinggi kesehatan ? Hal ini meliputi :
a. Apakah PT telah memiliki kebijakan (Policy) resmi mengenai SPMI ?
b. Dalam bentuk apa kebijakan SPMI dirumuskan ? (buku, dokumen tertulis
c. Bagaimana proses perumusan kebijakan SPMI di PT ?
d. Bagaimana penerapan kebijakan SPMI di PT ?
e. Sejak kapan kebijakan SPMI diberlakukan ?
f. Mencakup bidang apa saja SPMI PT ? (akademik, non akademik)
g. Apa yang menjadi sumber rujukan dalam perumusan SPMI PT ?
h. Bagaimana model SPMI yang diterapkan PT ?
2. Bagaimanakah mekanisme pelaksanaan sistem penjaminan mutu internal di
perguruan tinggi kesehatan ? Hal ini meliputi :
a. Apakah PT telah memiliki standar minimal atau standar lain yang
diperlukan ?
b. Apakah standar-standar tersebut telah dilengkapi dengan formulir /
borang ?
c. Apakah standar-standar tersebut telah dipenuhi /dilaksanakan ?
d. Apakah PT telah memiliki manual tentang penyusunan berbagai standar
dalam SPMI yang berbentuk buku pedoman atau bentuk lainnya?
e. Apakah PT melakukan sosialisasi kepada pendidik/dosen, tenaga
kependidikan (administrasi/penunjang), mahasiswa, alumni, orang tua,
mahasiswa, organisasi profesi ketika mulai menjalankan kebijakan SPMI
secara utuh ?
f. Bagaimanakah strategi yang dilakukan PT dalam melakukan sosialisasi
SPMI PT kepada pemangku kepentingan dalam soal di atas ?
g. Bagaimanakah mekanisme implementasi SPMI setelah adanya kebijakan,
h. Bagaimana dokumen dan formulir/borang SPMI digunakan dalam
implementasi SPMI ?
i. Apakah semua unit kerja di lingkungan PT telah mengimplementasikan
SPMI PT ?
j. Apakah implementasi SPMI PT dikoordinasikan oleh unit/lembaga
tersendiri yang menangani penjaminan mutu ?
k. Apakah SPMI PT sebagai sebuah sistem telah dievaluasi secara berkala ?
l. Bagaimana periodesasi evaluasi SPMI PT ?
m. Bagaimanakah mekanisme untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi
SPMI PT sebagai sebuah system ?
n. Bagaimana prosedur evaluasi SPMI dilakukan?
o. Apakah SPMI PT sebagai sebuah sistem pernah dievaluasi pihak internal
dan eksternal ?
3. Bagaimanakah prespektif pengembangan sistem penjaminan mutu internal di
perguruan tinggi kesehatan ? Hal ini meliputi :
a. Apakah hasil evaluasi digunakan untuk peningkatan efektivitas dan
efisiensi SPMI PT ?
b. Apa yang menjadi dasar dalam melakukan pengembangan SPMI PT ?
c. Bagaimana mekanisme/prosedur yang ditempuh, bila ada perubahan
desain atau penambahan standar penjaminan mutu ?
D. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan fokus masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan dan menganalisis kebijakan sistem penjaminan mutu
internal di perguruan tinggi kesehatan.
2. Mendeskripsikan dan menganalisis mekanisme pelaksanaan sistem
penjaminan mutu internal di perguruan tinggi kesehatan.
3. Mendeskripsikan dan menganalisis pengembangan sistem penjaminan mutu
internal di perguruan tinggi kesehatan
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkap nilai-nilai teoritis dan
dapat dipergunakan untuk memberikan sumbangan pemikiran terhadap ilmu
Administrasi Pendidikan, terutama mengenai Sistem Penjaminan Mutu Internal
(SPMI) di perguruan tinggi, khususnya di perguruan tinggi kesehatan.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
masukan bagi perguruan tinggi kesehatan khususnya Poltekkes Tasikmalaya,
STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya dan STIKes Muhammadiyah Ciamis
yang sedang mengembangkan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). Hasil
tinggi kesehatan untuk menindaklanjuti pengembangan SPMI dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan.
Selain itu, hasil penelitian ini jadi target untuk menghasilkan Model
konseptual yang dirumuskan dari hasil penelitian dan diharapkan dapat
bermanfaat untuk memudahkan pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Internal
(SPMI) di perguruan tinggi, khususnya di perguruan tinggi kesehatan, sehingga
dengan adanya model ini dapat mengaplikasikan penjaminan mutu perguruan
tinggi kesehatan dengan terarah.
F. Struktur Organisasi Disertasi
Disertasi ini disusun dalam lima bab. Bab pertama merupakan bab
pendahuluan, menggambarkan tentang apa yang melatarbelakangi penelitian ini
sehingga dapat dibuat perumusan masalah penelitian, kemudian dapat
menentukan tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
Bab kedua merupakan kajian pustaka yang mendeskripsikan beberapa
konsep, teori dan pendekatan yang berkaitan dengan pelaksanaan penjaminan
mutu internal perguruan tinggi, meliputi : administrasi pendidikan dan pendidikan
tinggi, mutu pendidikan, penjaminan mutu dan penjaminan mutu perguruan
tinggi.
Bab ketiga berisi mengenai metode penelitian yang mencakup pendekatan
penelitian, lokasi penelitian, jenis data penelitian, sumber data penelitian, desain
penelitian, teknik pengumpulan data, keabsahan data penelitian dan teknik analisis
Bab keempat menyajikan hasil penelitian tentang kebijakan SPMI,
Mekanisme pelaksanaan SPMI dan Pengembangan SPMI di Poltekkes
Tasikmalaya, STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya dan STIKes
Muhammadiyah Ciamis, serta pembahasan yang merupakan deskripsi dari temuan
yang didapatkan dari penelitian di lapangan dan menganalisis hasilnya sesuai
dengan konsep yang ada, kemudian dirancang suatu model SPMI perguruan
tinggi kesehatan sesuai hasil analisis tersebut.
Terakhir, Bab kelima merupakan bab penutup yang terdiri atas kesimpulan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif
dengan pendekatan kualitatif. Merujuk pendapat Moleong (2000:7),
bahwa,“Penelitian dengan menggunakan eksploratif lebih mementingkan proses
daripada hasil, memeriksa keabsahan data dan hasil penelitian disepakati oleh
kedua belah pihak yaitu peneliti dan subjek penelitian. Peneliti kualitatif akan
menaruh perhatian untuk memahami perilaku, pandangan, persepsi, berdasarkan
pandangan subyek yang diteliti. Pengumpulan data kualitatif dilakukan melalui
kontak langsung dengan subyek yang diteliti. Penelitian langsung dilakukan ke
lapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan, kemudian data tersebut
dianalisis, dibahas dan diberi makna”.
Dalam penelitian ini, dideskripsikan apa adanya tentang pelaksanaan
penjaminan mutu perguruan tinggi kesehatan sesuai dengan temuan di lapangan,
kemudian dibandingkan dengan teori dan konsep yang sudah baku atau sudah
teruji.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Politeknik Kesehatan Tasikmalaya, STIKES
Muhammadiyah Ciamis, Stikkes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya. Alasan ketiga
institusi tersebut dijadikan lokus penelitian yaitu animo masyarakat untuk
Internal yang belum mengacu sepenuhnya pada SPM-PT dan sistem penjaminan
mutu yang belum diakreditasi oleh BAN-PT. Dengan alasan tersebut institusi di
atas dijadikan sebagai lokasi penelitian.
C. Jenis Data Penelitian
Jenis data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dalam bentuk verbal atau kata-kata/ucapan dan perilaku
dari subjek (informan) berkaitan dengan fokus penelitian. Data primer yang dicari
berkaitan dengan pelaksanaan penjaminan mutu internal perguruan tinggi
kesehatan, yang akan dijaring melalui wawancara dan observasi. Observasi
dilakukan untuk melihat keadaan sarana dan prasarana pendidikan yang
menunjang pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan dan fenomena lain yang
berkaitan dengan fokus penelitian. Sedangkan data sekunder bersumber dari
dokumen-dokumen, foto-foto, dan benda yang dapat digunakan sebagai pelengkap
data primer. (Herawan, 2008 : 147).
Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang
sesuai dengan fokus penelitian, meliputi 1) kebijakan penjaminan mutu internal
di masing-masing perguruan tinggi kesehatan, 2) mekanisme pelaksanaan
penjaminan mutu internal di perguruan tinggi kesehatan dan 3) pengembangan
D. Sumber Data Penelitian 1. Informan
Informan atau subjek penelitian adalah pelaksana dan atau orang-orang
yang terkait dalam penjaminan mutu internal perguruan tinggi. Dalam penelitian
ini, yang dijadikan informan adalah sebagai berikut : Direktur Poltekkes/Stikkes,
Pembantu direktur, dosen, dewan perwakilan masyarakat dan mahasiswa.
Penentuan informan dalam penelitian ini didasarkan pada kriteria : 1) subjek yang
menguasai dan memahami serta cukup lama menyatu dalam medan aktivitas yang
menjadi sasaran penelitian, 2) subjek yang tergolong masih sedang berkecimpung
atau terlibat aktif di lingkungan aktifitas yang menjadi sasaran penelitian, 3)
subjek yang masih mempunyai waktu untuk dimintai informasi oleh peneliti, 4)
subjek yang tidak mengemas informasi, tetapi relatif memberikan informasi yang
sebenarnya.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen
kunci. Menurut (Lincoln & Guba, 1985:15), Keuntungan peneliti sebagai
instrumen kunci adalah karena sifatnya yang responsif dan adaptable. Peneliti
sebagai instrumen akan dapat menekankan pada keseluruhan obyek,
mengembangkan dasar pengetahuan, kesegaran memproses dan mempunyai
kesempatan untuk mengklarifikasi dan meringkas serta dapat memanfaatkan
kesempatan untuk menyelidiki respon yang istimewa atau khas.
Subjek penelitian ini adalah manusia dengan segala pikiran dan
beradaptasi dan menyesuaikan diri. Kehadiran dan keterlibatan peneliti di
lapangan untuk menemukan makna dan tafsiran dari subjek tidak dapat digantikan
oleh alat lain (non-human), sebab hanya penelitilah yang dapat
mengkonfirmasikan dan mengadakan pengecekan anggota (member checks).
Selain itu melalui keterlibatan langsung peneliti di lapangan dapat diketahui
adanhya informasi tambahan dari informan berdasarkan cara pandang, prestasi,
pengalaman, keahlian dan kedudukannya.
E. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Merujuk
pendapat Nasution (1998 : 33-34), terdapat tahapan-tahapan dalam persiapan
penelitian dengan desain studi kasus, yaitu sebagai berikut :
1. Tahap Orientasi
Pada tahap orientasi, merupakan penelitian awal untuk memperoleh gambaran
permasalahan yang lengkap terhadap fokus penelitian. Pada tahap ini, kegiatan
utama untuk menentukan permasalahan yang terjadi di lapangan. Kegiatan
yang dilakukan pada tahap ini adalah :
a. Melakukan prasurvey untuk mengamati berbagai gejala atau
permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan kegiatan yang
dilaksanakan. Gejala atau permasalahan tersebut merupakan bahan
pembuatan rancangan penelitian.
b. Memilih dan menetapkan lokasi penelitian untuk memudahkan
c. Menyusun rencana penelitian sebagai salah satu langkah awal dalam
menghadapi seminar desain.
d. Menentukan tenaga bantuan dari pihak lain yang dianggap professional
(jika diperlukan)
e. Menyiapkan perlengkapan penelitian, seperti pedoman penilaian,
pedoman wawancara, dokumen observasi, serta perlengkapan lain.
f. Mengurus perizinan untuk melaksanakan penelitian.
2. Tahap Eksplorasi
Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data, berhubungan dengan kesiapan
dan kendala dalam implementasi penjaminan mutu di perguruan tinggi
kesehatan, yaitu :
a. Mengumpulkan dasar dan kebijakan mengenai penjaminan mutu internal
di perguruan tinggi kesehatan.
b. Mengobservasi pelaksanaan penjaminan mutu internal mulai dari
persiapan sampai implementasinya di perguruan tinggi kesehatan.
c. Melaksanakan wawancara dengan subyek penelitian dalam situasi alami.
Kegiatan ini berakhir atau selesai apabila informasi dan data yang
dibutuhkan sudah lengkap.
3. Tahap Member Check
Pada tahap ini semua data, informasi yang telah dikumpulkan di cek ulang
(triangulasi), untuk mengukur kelengkapan atau kesempurnaan dan validitas
a. Mengecek ulang data yang sudah terkumpul, baik yang bersumber dari
dokumen maupun hasil dari pengamatan dan wawancara.
b. Meminta data dan informasi kembali kepada subyek penelitian apabila
data yang telah terkumpul belum lengkap. Proses pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara langsung.
c. Meminta penjelasan kepada pihak-pihak terkait terutama direktur,
pembantu direktur dan dosen mengenai implementasi kebijakan .
F. Teknik Pengumpulan Data Penelitian
Pengumpulan data penelitian ini menggunakan tiga teknik utama, yaitu
wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.
1. Wawancara
Dalam wawancara peneliti menggunakan pedoman wawancara dengan
pernyataan-pernyataan yang sifatnya terbuka. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga
agar wawancara dapat berlangsung tetap pada konteks permasalahan penelitian.
Merujuk pendapat Bogdan dan Biklen (1982 : 73-74), bahwa
Keberhasilan suatu penelitian kualitatif sangat tergantung kepada ketelitian dan
kelengkapan catatan lapangan (fieldnotes) yang disusun peneliti, peneliti
melengkapi diri dengan buku catatan yang digunakan agar dapat mencatat hasil
wawancara selengkap mungkin. Pertimbangan wawancara ditetapkan sebagai
tehnik pengumpulan data yaitu : 1) orang mempersepsi objek, peristiwa dan
tindakan kemudian maknanya ditangkap melalui pandangannya, 2) sumber
dan (orang) yang representatif dapat mengungkapkan gambaran peristiwa
terhadap orang yang representatif untuk suatu persoalan adalah penting untuk
mengungkapkan dimensi masalah yang diteliti pertimbangan lain mengenai
penggunaan tehnik wawancara, tehnik ini mempunyai beberapa kelebihan yaitu
1) peneliti dapat melakukan kontak secara langsung dengan responden sehingga
memungkinkan didapatkan jawaban secara bebas dan mendalam, 2) hubugan
dapat dibina dengan baik sehingga memungkinkan responden bisa
mengemukakan pendapat secara bebas, 3) untuk pertanyaan yang kurang jelas
dari kedua belah pihak dapat diulangi kembali.
Adapun aspek-aspek yang ditanyakan dalam wawancara yaitu berkaitan
dengan kebijakan SPMI, Implementasi SPMI dan pengembangan SPMI di
Poltekkes Tasikmalaya, Stikkes Muhammadiyah Ciamis dan Stikes BTH
Tasikmalaya. Secara rinci dapat dilihat pada lampiran table 3.1 (tentang pedoman
wawancara).
2. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas yang sistematis terhadap
gejala-gejala yang terjadi, baik bersifat fisika maupun mental. Pengamatan
terhadap tindakan-tindakan yang mencerminkan pola pelaksanaan penjaminan
mutu internal pada perguruan tinggi kesehatan, diperlukan observasi atau
pengamatan secara langsung. Cara ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang
cermat, faktual dan sesuai dengan konteksnya. Nasution (1988: 50-60)
menguraikan manfaat pengamatan bagi peneliti adalah sebagai berikut :
a. Mampu memahami konteks data secara holistik
c. Dapat mengungkapkan hal-hal yang sensitif yang tidak terungkap dalam wawancara
d. Mampu merasakan situasi sosial yang sesungguhnya.
Dapat disimpulkan bahwa pengamatan atau observasi, baik langsung
maupun tidak lansung, akan sangat bermanfaat untuk mengungkapkan situasi
yang sebenarnya.
Tehnik observasi digunakan untuk melengkapi data dan informasi yang
diperoleh melalui wawancara. Selain itu dengan observasi dimaksudkan pula
melakukan recheck dan triangulasi. Nasution (1998:59-60) mengemukakan :
(1) Dengan berada di lapangan peneliti lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi, (2) pengalaman lansung memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, (3) peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain, (4) peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkap oleh responden dalam wawancara, (5) peneliti dapat menemukan hal-hal diluar persepsi responden dan (6) di lapangan peneliti tidak hanya dapat mengadakan pengamatan tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi.
Dalam hal ini peneliti melakukan observasi mulai dari kegiatan sebagai
pengamat sampai sewaktu-waktu turut larut dalam situasi atau kegiatan yang
sedang berlangsung.
Observasi penulis lakukan secara berkelanjutan agar diperoleh informasi
dari tangan pertama mengenai masalah yang diteliti dan kondisi pelaksanaan
penjaminan mutu internal pada perguruan tinggi kesehatan di wilayah Kota
Tasikmalaya. Untuk itu penulis melakukan pengamatan partisipasi aktif dan pasif
secara bergantian dengan memperhatikan sifat situasi dan peristiwa yang diamati
Pilihan tingkat partisipasi tersebut dimaksudkan agar penulis dapat
melakukan pendekatan terhadap semua responden dalam suasana persahabatan.
Sejalan dengan maksud itu penulis pun berkeinginan agar kehadiran di lokasi
penelitian tidak mengganggu atau mempengaruhi kewajaran proses kegiatan yang
biasa dilakukan oleh responden.
3. Studi Dokumentasi
Dalam penelitian ini dokumen dapat dijadikan bahan triangulasi untuk
mengecek kesesuaian data. Adapun perolehan data dalam penelitian ini dilakukan
melalui berbagai dokumen tentang pelaksanaan penjaminan mutu internal pada
perguruan tinggi kesehatan. Dengan studi dokumentasi ini akan diperoleh data
tertulis untuk lebih menyempurnakan hasil penelitian melalui wawancara dan
observasi. Peneliti juga menggunakan tape recorder sebagai alat bantu dalam
mengumpulkan data. Meskipun menggunakan alat bantu tersebut peneliti tidak
lupa mecatat informasi yang non verbal. Pencatatan ini dimaksudkan untuk
memperoleh gambaran yang utuh, sekaligus mempermudah penulis
mengungkapkan makna dari apa yang hendak disampaikan oleh responden. Studi
dokumentasi ini memungkinkan ditemukannya perbedaan atau pertentangan
antara hasil wawancara atau observasi dengan hasil yang terdapat dalam
dokumen.
Untuk memilih dokumen sebagai sumber data, penulis mendasarkan diri
kepada kriteria sebagai berikut: keotentikan isi dokumen, isi dokumen dapat
diterima sebagai suatu kenyataan dan kecocokan atau kesesuaian data untuk
G. Keabsahan Data Penelitian
Data hasil penelitan diperiksa atau diuji dengan memperhatikan tingkat
kepercayaan yang ditentukan oleh kriteria-kriteria : (1) kredibilitas atau derajat
kepercayaan (validitas internal), (2) transferabilitas atau keteralihan (validitas
eksternal), (3) dependabilitas atau ketergantungan (reliabilitas), dan (4)
konfirmabilitas, sebagaimana diuraikan oleh Satori dan Komariah (2011 :
102-103), yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kredibilitas (Validitas Internal)
Keabsahan atas hasil-hasil penelitian dilakukan melalui :
a. Meningkatkan kualitas keterlibatan peneliti dalam kegiatan di lapangan
b. Pengamatan secara terus menerus;
c. Trianggulasi, baik metode, dan sumber untuk mencek kebenaran data
dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh sumber lain,
dilakukan, untuk mempertajam tilikan kita terhadap hubungan sejumlah
data;
d. Pelibatan teman sejawat untuk berdiskusi, memberikan masukan dan
kritik dalam proses penelitian;
e. Menggunakan bahan referensi untuk meningkatkan nilai kepercayaan
akan kebenaran data yang diperoleh, dalam bentuk rekaman, tulisan,
copy-an , dll;
f. Membercheck, pengecekan terhadap hasil-hasil yang diperoleh guna
perbaikan dan tambahan dengan kemungkinan kekeliruan atau
2. Transferabilitas
Bahwa hasil penelitian yang didapatkan dapat diaplikasikan oleh pemakai
penelitian, penelitian ini memperoleh tingkat yang tinggi bila para pembaca
laporan memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas tentang konteks
dan fokus penelitian.
3. Dependabilitas dan Confirmabilitas
Dilakukan dengan audit trail berupa komunikasi dengan pembimbing dan
dengan pakar lain dalam bidangnya guna membicarakan
permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam penelitian berkaitan dengan data yang
harus dikumpulkan.
H. Teknis Analisis Data
Data dan informasi yang sudah terkumpul diklasifikasikan sesuai dengan
pertanyaan penelitian hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.
Menurut Satori dan Komariah (2009 : 102-103), Analisis data dilakukan melalui
tiga tahapan yaitu sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh ditulis dalam bentuk laporan atau data yang terperinci.
Laporan yang disusun berdasarkan data yang diperoleh direduksi, dirangkum,
dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting. Data hasil
mengihtiarkan dan memilah-milah berdasarkan satuan konsep, tema, dan
kategori tertentu akan memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil
pengamatan juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data sebagai
2. Display Data
Data yang diperoleh dikategorisasikan menurut pokok permasalahan dan
dibuat dalam bentuk matriks sehingga memudahkan peneliti untuk melihat
pola-pola hubungan satu data dengan data lainnya.
3. Kesimpulan dan Verifikasi
Menyimpulkan dan melakukan verifikasi atas data yang sudah diproses atau
ditransfer kedalam bentuk-bentuk yang sesuai dengan pola pemecahan
permasalahan yang dilakukan.
Adapun teknik analisis yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif
bermacam-macam, diantaranya yang dikemukakan oleh Satori dan Komariah
(2009 : 98-101) sebagai berikut :
1. Teknik analisis isi
Analisis konten mencakup upaya-upaya klasifikasi lambang-lambang yang
dipakai dalam komunikasi, menggunakan kriteria-kriteria dalam klasifikasi,
dan menggunakan teknik analisi tertentu dalam membuat prediksi. Analisis
ini sering digunakan dalam analisis-analisis verifikasi.
2. Teknik analisis domain
Digunakan untuk menganalisis gambaran objek penelitian secara umum atau
ditingkat permukaan, namun relatif utuh tentang objek penelitian tersebut.
Digunakan untuk penelitian yang bersifat ekplorasi. dapun teknik analisis
dalam analisis domain terdiri dari enam langkah yang berhubungan, yaitu;
g. Memilih pola hubungan semantik tertentu atas dasar informasi atau fakta
h. Menyiapkan kerja analisis domain
i. Memilih kesamaan-kesamaan data dari catatan harian peneliti di lapangan
j. Mencari konsep-konsep induk dan katagori-katagori simbolis dari domain
tertentu yang sesuai dengan suatu pola hubungan semantik
k. Menyusun pertanyaan-pertanyaan struktural untuk masing-masing domain
l. Membuat daftar keseluruhan domain dari seluruh data yang ada.
3. Teknik analisis taksonomi
Teknik ini memberikan hasil yang luas dan umum, tetapi belum terinci serta
bersifat menyeluruh. Secara keseluruhan teknik ini menggunakan pendekatan
non-kontras antara elemen. Teknik ini terfokus pada domain-domain tertentu,
kemudian memilih domain tersebut menjadi sub-sub domain serta
bagian-bagian yang lebih khusu serta terperinci yang umumnya merupakan rumpun
yang memiliki kesamaan. Teknik analisis taksonomi ini akan menghasilkan
hasil analisis yang terbatas pada satu domain tertentu dan hanya pada satu
domain tersebut pula.
4. Teknik analisis kompensional
Teknik ini termasuk kedalam teknis analisis yang cukup menarik dan paling
mudah dilakukan karena menggunakan pendekatan kontras antar elemen, akan
tetapi secara keseluruhan memiliki kesamaan kerja dengan teknik analisis
taksonomi, hal yang membedakannya adalah hanya pada pendekatan yang
dipakai oleh masing-masing teknik. Teknik ini digunakan untuk menganalisis
unsur-unsur yang memiliki hubungan-hubungan yang kontras satu sama lain
terperinci. Unsur-unsur atau elemen-elemen yang kontras akan dipilah oleh
peneliti dan selanjutnya akan dicari term-term yang dapat mewadahinya.
Teknik ini layak digunakan kalau seluruh kegiatan observasi dan wawancara
yang berulang-ulang telah memperoleh hasil maksimal dengan yang
diharapkan dalam penelitian. Kegiatan analisis dapat dilakukan dengan
menggunakan tahapan sebagai berikut; 1) Penggelaran hasil observasi dan
wawancara, 2) Pemilahan hasil observasi dan wawancara, 3) Menemukan
elemen-elemen kontras.
5. Teknik analisis tema kultural
Teknik analisis tema mencoba mengumpulkan sekian banyak term-term,
fokus, budaya, etos budaya, nilai dan simbol-simbol budaya yang
terkonsentrasi pada domain-domain tertentu. Teknik ini berusaha menemukan
hubungan-hubungan yang terdapat pada domain-domain yang dianalisis
sehingga membentuk suatu kesatuan yang holistik, terpola dalam satu pola
kompleks yang akhirnya akan menempatkan kepermukaan tentang tema-tema
atau faktor-faktor yang mendominasi domain tersebut dan mana yang kurang
mendominasi. Ada beberapa pinsip dalam melakukan analisis dengan
pendekatan ini yaitu;
a) Peneliti harus mampu melakukan analisis komponensial antar domain
b) Membuat skema sarang laba-laba untuk dapat terbentuk pada domain satu
dengan lainnya
c) Menarik makna dari hubungan-hubungan yang terbentuk pada
d) Menarik kesimpulan secara universal dan holistik tentang makna persoalan
sesungguhnya yang sedang dianalisis.
6. Teknik analisis komparatif konstan
Teknik ini yang paling ekstrim menerapkan strategi analisis deskriptif,
dikatakan demikian karena teknik ini betul-betul menerapkan logika induktif
dalam analisisnya. Teknik ini digunakan untuk membandingkan
kejadian-kejadian yang terjadi disaat peneliti menganalisa kejadian-kejadian tersebut dan
dilakukan secara terus menerus sepanjang penelitian itu.
Tahapan dalam penelitian ini, yaitu;
a. Tahap membandingkan kejadian yang dapat diterapkan pada tiap kategori
b. Tahap menemukan kategori dan ciri-cirinya
c. Tahap membatasi lingkup teori
d. Tahap menulis teori.
7. Teknik analisis pohon masalah
Di samping teknik-teknik analisis di atas, teknik analisis pohon masalah
merupakan salah satu teknik yang sederhana dan mudah dimengerti, sehingga
penulis mencoba menggunakannya dalam penelitian ini. Menurut Usman
(2013 : 448-451), teknik analisis pohon masalah adalah suatu teknik untuk
mengidentifikasi masalah dalam situasi tetentu, menyusun dan memperagakan
informasi sebagai rangkaian hubungan sebab akibat, dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
a. Mulailah dengan masalah atau kebutuhan spesifik yang harus dipecahkan.
c. Kemukakan setiap masalah dengan pertanyaan : apa yang menjadi sebab
masalah ?, apa yang menjadi akibat masalah ?, kemudian susunlah
masalah-masalah yang sudah diidentifikasi dalam hubungan sebab akibat
yang logis dalam bentuk sebuah pohon.
d. Susunlah menyerupai bagan jenjang organisasi sederhana
e. Esensi pernyataan masalah dibuat singkat, jelas dan bermakna negatif.
Contohnya apabila dalam penelitian ini ditemukan masalahnya adalah
belum optimalnya pelaksanaan sistem penjaminan mutu internal, maka pohon
masalahnya adalah sebagai berikut :
Akibatnya
Masalahnya
Penyebabnya
Gambar 3.1 Pohon masalah (pernyataan negatif) Diadaptasi dari Usman (2013 : 449)
Rendahnya mutu pendidikan
Pelaksanaan SPMI belum optimal
Pelaksanaan standar?
Pengendalian standar? Penetapan
standar?
Pengembangan standar?
Keterangan :
Masalah yang dihadapi adalah pelaksanaan SPMI belum optimal. Akibatnya
adalah rendahnya mutu pendidikan. Penyebab masalahnya kemungkinan belum
adanya penetapan standar, belum adanya pelaksanaan standar, belum adanya
pengendalian standard, dan atau pengembangan standar belum ada. Kemudian
dianalisis lagi kemungkinan penyebab-penyebab dari setiap permasalahan.
Setelah pohon masalah dibuat, selanjutnya adalah membuat pohon sasaran.
Pohon sasaran adalah teknik untuk mengidentifikasi sasaran yang ingin
diwujudkan. Pohon sasaran merupakan kebalikan dari pohon masalah. Pernyataan
negatif pada pohon masalah diganti dengan pernyataan positif pada pohon
sasaran. Sasaran dalam pohon sasaran merupakan akibat dari sasaran lain.
Tentukan sebab akibat antara sasaran itu, kemudian susunlah pohon sasaran.
Sasaran dinyatakan dalam kalimat yang menyatakan dalam keadaan
selesai (tercapai), oleh karena itu, kalimatnya dimulai dengan awalan “ter”.
Sasaran yang baik memenuhi syarat “SMART”, singkatan dari specific (tujuan
harus khas), measurable (tujuan yang akan dicapai dapat diukur), Attainable
(dapat dicapai), realistic (nyata, dapat diwujudkan) dan time bounding (ada
Akibatnya
Masalahnya
Penyebabnya
Gambar 3.2 Pohon sasaran (Pernyataan positif) Diadaptasi dari Usman (2013 : 450)
Setelah pohon sasaran selesai dibuat, langkah berikutnya adalah membuat
tabel alternatif pemecahan masalah, yaitu untuk mengembangkan alternatif
pemecahan masalah atau arah tindakkan yang dapat dipakai untuk mewujudkan
sasaran tertentu dan memperagakan informasi ini dalam format yang sederhana.
Tabel 3.1
Alternatif pemecahan masalah
NO MASALAH PERENCANAAN PELAKSANAAN EVALUASI
1 Kebijakan SPMI a……….
b………. c……….
terwujudnya pendidikan bermutu
terlaksananya SPMI dengan baik
2 Mekanisme
Pelaksanaan
SPMI a………. b………. c……….
3 Evaluasi
Pelaksanaan SPMI a……….
b………. c……….
4 Pengembangan
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan 1. Umum
Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal sudah dimiliki Poltekkes
Tasikmalaya, STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya dan STIKes
Muhammadiyah Ciamis. Kebijakan ini dijadikan acuan dalam melaksanakan
seluruh kegiatan akademik maupun non akademik dalam rangka meningkatkan
mutu institusi, dijadikan landasan dan arah dalam menetapkan standar, manual
dan prosedur penjaminan mutu oleh semua unit kerja di perguruan tinggi.
Pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Internal di Poltekkes Tasikmalaya,
STIKes BTH Tasikmalaya dan STIKes Muhammadiyah Ciamis belum optimal
dilaksanakan, hal ini ditandai dengan belum semua standar mutu yang diwajibkan
dibuat dan dilaksanakan oleh ketiga perguruan tinggi kesehatan di atas..
Walaupun di ketiga perguruan tinggi kesehatan sudah memiliki kebijakan SPMI,
tetapi sosialisasi yang dilakukan tentang isi kebijakan tersebut belum optimal, hal
ini ditandai dengan pelaksanaan sosialisasi yang belum berkesinambungan, hanya
dilakukan sekali saja ketika kebijakan selesai dibuat, intensitas komunikasi antara
atasan dan bawahan masih kurang optimal, sehingga banyak informasi yang tidak
sampai kepada semua sivitas akademika. Sistem penjaminan mutu dievaluasi
secara berkala dilakukan setiap enam bulan. Evaluasi dilakukan oleh tim auditor
dari setiap unit kerja yang`sudah pernah mengikuti pelatihan dan dibuatkan surat
dan diberikan rekomendasi untuk perbaikan, sehingga dapat dilakukan perubahan
kearah perbaikan.
Hasil Evaluasi Sistem Penjaminan Mutu Internal digunakan sebagai
bahan koreksi atau perbaikan secara berkelanjutan oleh Poltekkes Kemenkes
Tasikmalaya, STIKes BTH Tasikmalaya dan STIKes Muhammadiyah Ciamis.
Hasil evaluasi juga menjadi landasan dalam melakukan pengembangan
penjaminan mutu, bila ada perubahan atau penambahan standar, didiskusikan
dengan semua unit kerja melalui GKM, kemudian membuat perubahan atau
penambahan standar yang diperlukan bersama-sama. Strategi pengembangan
penjaminan mutu yang sudah dilakukan oleh ketiga perguruan tinggi kesehatan
yaitu dengan mengikuti pelatihan-pelatihan, ataupun mengikuti perkembangan
penjaminan mutu melalui berbagai media.
2. Khusus
Poltekkes merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan tinggi bidang
kesehatan yang menyelenggarakan pendidikan vokasi, memiliki tugas
melaksanakan pendidikan professional dalam program pendidikan DI, DII, DIII
dan DIV yang dikelola dan diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan,
sedangkan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKes) merupakan salah satu perguruan
tinggi yang menghasilkan SDM kesehatan, yang menyelenggarakan pendidikan
akademik dan dapat menyelenggarakan pendidikan vokasi yang berada di bawah
B. Rekomendasi 1. Umum
Sosialisasi tentang kebijakan mutu perlu dilakukan dengan rutin, karena
melalui sosialisasi ini, seluruh civitas akademika ketiga perguruan tinggi
kesehatan di atas akan mengetahui dan memahami keberadaan penjaminan mutu.
Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya melalui berbagai
pertemuan internal maupun eksternal dengan semua civitas akademika maupun
stakeholders, disampaikan secara lisan, melalui berbagai macam media seperti
pamphlet, leaplet, ataupun melalui media internet.
Pelaksanaan penjaminan mutu di Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya,
STIKes BTH Tasikmalaya dan STIKes Muhammadiyah Ciamis perlu terus
dioptimalkan, karena dengan optimalnya SPMI akan menuju ke arah perbaikan
mutu yang berkelanjutan (Continuous Quality Improvement). Hal ini dapat
dilakukan melalui komunikasi yang terus dilakukan oleh pimpinan terhadap
stafnya maupun melalui lembaga penjaminan mutu, gugus kendali mutu yang ada
di jurusan maupun program studi, sehingga semua civitas akademika akan selalu
berkontribusi dalam rangka penjaminan mutu. Memperbaiki komitmen semua
sivitas akademika agar berpartisipasi dan berkontribusi dalam pelaksanaan
penjaminan mutu. Hal ini dapat dimulai dengan menerapkan reward and
punishment yang tegas yang harus dipatuhi semua pihak. Membuat dan
melengkapi standar mutu yang belum selesai dibuat, dapat dilakukan dengan
mengadakan workshop yang melibatkan semua unit, jurusan ataupun program
Strategi pengembangan penjaminan mutu yang perlu dilakukan oleh ketiga
perguruan tinggi kesehatan tersebut salah satunya adalah benchmarking, karena
dapat melihat keunggulan atau kelebihan institusi lain serta melihat kelemahan
institusi sendiri. Benchmarking ini dapat dilakukan dengan cara bekerjasama
dengan pendidikan tinggi yang sudah lebih bagus dan maju dalam hal
menjalankan SPMI.
2. Khusus
Banyaknya kekurangan dan keterbatasan dalam penelitian ini, sehingga
untuk lebih melengkapi dan menyempurnakannya, hendaknya ada peneliti lain
yang melakukan penelitian sejenis yang lebih mendalam, terutama tentang model
yang cocok digunakan di perguruan tinggi kesehatan, Sistem Penjaminan Mutu
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, D. W. (2003). Manajemen Kualitas, Pendekatan sisi Kualitatif, Ghalia Indonesia, Jakarta
Bogdan,R W dan Bilken,(1982). Qualitative Research For Education An
Introducation to Theory and Methode.Allyn And Bacon. Boston London.
Bush T. and Coleman M., (2012). Manajemen Mutu Kepemimpinan Pendidikan (terjemahan). IRCiSoD. Jogjakarta
Creech, B. (1996). Lima Pilar TQM (penterjemah: Sindoro A) Binarupa Aksara.
Daryanto, M. (1998). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Dasuqi, Dudung, A. dan Somantri, Setyo. (1992). “Wawasan Dasar Pendidikan
dan Wawasan Dasar Administrasi Pendidikan”. Dalam Administrasi
Pendidikan. Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan, Fakultas Ilmu
Pendidikan IKIP Bandung.
Depdiknas, (2013). Peraturan Pemerintah No 32 tahun 2013. Standar Nasional Pendidikan. Depdiknas. Jakarta
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, (2010). Sistem Penjaminan Mutu
Perguruan Tinggi (SPM-PT). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
______, (2010). Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
______, (2006). Pandun Pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
______, (2006). Audit Akademik dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
______, (2003), Pedoman Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi, Jakarta : Depatemen Pendidikan Nasional
Dorothea, W (2002). Manajemen Kualitas. Ghalia Indonesia.
ENQA (2009). Standars and Guidelines for Qulity Assurance in The European