• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Derajat Adversity Quotient pada Agen Penjualan Produk Asuransi di PT "X" Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Derajat Adversity Quotient pada Agen Penjualan Produk Asuransi di PT "X" Kota Bandung."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai Adversity Quotient agen penjualan produk asuransi di PT ”X” di kota Bandung. Sampel dari penelitian ini adalah agen penjualan produk asuransi di PT “X” di kota Bandung yang telah mendapatkan lisensi penuh. Pengambilan sampel dengan menggunakan metode purposive sampling dengan ukuran sampel 30 orang. Variabel penelitian ini adalah Adversity Quotient. Data diperoleh dengan alat ukur Adversity Response Profile (ARP) yang dibuat oleh Paul G.Stoltz dan telah dimodifikasi oleh peneliti. Berdasarkan pengolahan uji korelasi Spearman diperoleh 32 item. Derajat validitas alat ukur berkisar antara 0.318 – 0.974, sedangkan reliabilitas alat ukur adalah 0.826.

Berdasarkan hasil penelitian kepada 30 orang agen penjualan produk asuransi di PT “X” di kota Bandung, 19 orang (63.3%) mempunyai derajat Adversity Quotient yang tergolong sedang (Camper) dan dimensi-dimensi Adversity Quotient yang juga sedang. Dalam menjual produk asuransi, mereka berusaha untuk mencapai target. Jika target telah terpenuhi mereka tidak lagi berusaha mencari nasabah baru. Dan jika mereka berhasil mendapatkan nasabah di saat target telah terpenuhi, mereka memprosesnya di bulan berikutnya karena takut jika di bulan berikut mereka tidak berhasil merekrut nasabah. Adversity Quotient pada agen penjualan produk asuransi di PT “X” di kota Bandung dipengaruhi oleh dimensinya dan juga oleh kinerja, bakat, kemauan, kecerdasan, kesehatan, karakter, genetika, dan keyakinan.

(2)

ii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……… i

DAFTAR ISI ……… ii

DAFTAR BAGAN……… vii

DAFTAR TABEL……… viii

DAFTAR LAMPIRAN……… ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ……….……….. 1

1.2Identifikasi Masalah ……….. 7

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ………..……….……….. 7

1.3.1 Maksud Penelitian………....………..….. 7

1.3.2 Tujuan Penelitian...……….…...………... 7

1.4Kegunaan Penelitian……….……... 8

1.4.1 Kegunaan Teoritis…..……....……….. 8

1.4.2 Kegunaan Praktis...…...……… 9

1.5Kerangka Pemikiran ……….. 9

1.6Asumsi ……….…………. 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Adversity Quotient …...………..………... 21

2.1.1 Pengertian Adversity Quotient (Paul G. Stoltz)………... 22

2.1.2 Ilmu Pengetahuan Tentang Adversity Quotient...……….…... 23

2.1.2.1 Psikologi Kognitif (Seligman, dalam Paul G. Stoltz,2000)... 23

2.1.2.2 Neurofisiologi (Dr. Nuwer, dalam Stoltz, 2000)... 25

2.1.2.3 Psikoneuroimunologi... 26

2.1.3 Tipe-tipe manusia berdasarkan Adversity Quotient....…………... 26

(3)

2.1.3.2 Campers ... 27

2.1.3.3 Climbers ... 27

2.1.4 Perbedaan Quitters, Campers, dan Climbers………...…….……... 28

2.1.4.1 Quitters, Campers, dan Climbers Di Tempat Kerja... 29

2.1.4.2 Hubungan-Hubungan yang Dibina Quitters, Campers, dan Climbers... 30

2.1.4.3 Kemampuan Quitters, Campers, dan Climbers dalam Menghadapi Kesulitan... 31

2.1.5 Dimensi-dimensi Adversity Quotient ………..……….……...… 31

2.1.5.1 Control (Kendali)... 31

2.1.5.2 Ownership (Tanggung jawab)... 31

2.1.5.3 Reach (Jangkauan kesulitan)... 32

2.1.5.4 Endure (Daya tahan)... 32

2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adversity Quotient... 33

2.1.6.1 Daun : Kinerja... 33

2.1.6.2 Cabang : Bakat dan kemauan... 34

2.1.6.3 Batang: Kecerdasan, Kesehatan dan Karakter... 34

2.1.6.4 Akar : Genetika, Pendidikan, dan Keyakinan... 35

2.2. Perkembangan Masa Dewasa Awal ...………...……..…………...…... 35

2.2.1 Perkembangan Kognitif...………...…..…………..…..…...……… 35

2.2.2 Kerja di Masa Dewasa Awal... 37

2.3 Asuransi... 38

2.3.1 Pengertian Asuransi... 38

2.3.2 Pengertian Risiko dalam Asuransi... 41

2.3.3 Asuransi Jiwa... 42

(4)

iv

Universitas Kristen Maranatha BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ………..…..…... 45

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ……….….…... 46

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ….……….……... 46

3.3.1 Variabel Penelitian ………..………... . 46

3.3.2 Definisi Operasional …………...….……….…... 46

3.4 Alat Ukur ……….…..…. 48

3.4.1 Alat Ukur Adversity Quotient ……….……. 48

3.4.2 Data Penunjang ………....……….…... 50

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ………...………..… 50

3.4.3.1 Validitas Alat Ukur... 50

3.4.3.2 Reliabilitas... 52

3.5 Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel...……..………....…....53

3.5.1. Populasi Sasaran….………....53

3.5.2. Karakteristik Populasi……….……….…….…..54

3.5.3. Teknik Penarikan Sampel……….………..54

3.6 Teknik Analisis Data……….…….………. 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden...…….. 56

4.1.1 Jenis Kelamin Responden... 56

4.1.2 Usia Responden... 57

4.1.3 Lama Responden... 57

4.1.4 Pendidikan Responden... 58

4.2 Hasil Penelitian... 58

4.2.1 Derajat Adversity Quotient Pada Agen Penjualan Produk Asuransi di PT “X” di kota Bandung... 59

(5)

4.3Pembahasan Hasil Penelitian………..……… 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 69

5.2 Saran... 70

DAFTAR PUSTAKA………... x

(6)

vi

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

(7)

DAFTAR TABEL

3.1Tabel Kisi-kisi Alat Ukur………48

4.1Tabel Jenis Kelamin Responden...56

4.2Tabel Usia Responden...57

4.3Tabel Lama Responden Bekerja...57

4.4Tabel Pendidikan Responden...58

4.5Tabel Derajat Adversity Quotient Responden………..59

(8)

viii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Prakata Lampiran 2 Kuesioner Lampiran 3 Data Penunjang

Lampiran 4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Lampiran 5 Tabel Distribusi Data Mentah

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam menjalani siklus kehidupan, setiap individu akan menghadapi

banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan

kematian mendadak. Sehingga tidak ada kepastian tentang kapan dan bagaimana

seseorang akan meninggal. Bisa saja seseorang meninggal di usia sangat dini

namun bisa juga menjalani hidup sampai masa tua, juga tidak ada kepastian

apakah mengalami cacat atau menderita penyakit kritis terlebih dahulu sebelum

meninggal. Ketidakpastian ini berkaitan erat dengan rencana keuangan pribadi.

Karena itu seseorang memerlukan asuransi yang pada dasarnya memberi rasa

aman melalui antisipasi ketidaksiapan finansial akibat kematian atau gangguan

kesehatan. (www.vibiznews.com)

Definisi Asuransi sendiri menurut Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian Bab 1, Pasal 1 adalah

“Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,

dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan

menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung

karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau

tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita

(10)

Universitas Kristen Maranatha 2

memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya

seseorang yang dipertanggungkan." (http://www.aca.co.id)

Di Indonesia, yang berjumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa,

prosentase masyarakat yang telah memiliki asuransi masih sangat kecil, yakni di

bawah tiga persen. Jauh di bawah negara kawasan Asia Tenggara lainnya seperti

Singapura, Malaysia, dan Thailand yang rata-rata penduduknya telah memiliki

asuransi, hingga di atas 10 persen. Selama ini asuransi belum dipandang sebagai

suatu kebutuhan yang sangat penting di Indonesia. Banyak masyarakat Indonesia

yang tidak percaya pada perusahaan asuransi akibat banyak kasus di era krisis

ekonomi tahun 1997 yang dinilai merugikan nasabah secara sepihak. Untuk

menyadarkan masyarakat akan pentingnya asuransi, berbagai event diselenggarkan, seperti edukasi terhadap pentingnya berasuransi, insurance day, dan top agent award. Upaya ini ternyata cukup berhasil dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan asuransi. Kondisi itu semakin lama semakin efektif

setelah berbagai perusahaan asuransi melakukan penawaran produk-produk yang

memberikan jaminan proteksi dan berbagai aktivitas lainnya. Terbukti, selama

tiga tahun terakhir, total premi baru yang dikumpulkan perusahaan asuransi

meningkat pesat lebih dari 30 persen pertahunnya. Bahkan, pertumbuhan premi

asuransi tahun 2007 tercatat lebih dari 60 persen dibanding tahun 2006.

(www.radarsby.com)

Salah satu perusahaan asuransi yang mengupayakan hal tersebut adalah

Perusahaan Asuransi “X”. Perusahaan “X” adalah salah satu grup asuransi

(11)

3

benua, salah satunya Indonesia. Dengan kerja keras dalam inovasi produk,

promosi dan pemasaran, Perusahaan “X” di Indonesia mampu meningkatkan

perolehan preminya sampai sebesar Rp 3,07 triliun pada tahun 2007, naik 129

persen dibanding pendapatan premi tahun 2006 yang tercatat sebesar Rp 1,34

triliun. Perusahaan “X” juga telah melakukan joint venture dengan Bank A (salah

satu bank terbesar di Indonesia) dan dengan Perusahaan B (salah satu perusahaan

terbesar di Indonesia), sehingga melahirkan tiga anak perusahaan asuransi jiwa,

dua dari joint venture dan satu adalah anak perusahaan “X” sendiri yang disebut

PT “X”. PT “X” telah berpengalaman selama lebih dari 10 tahun di Indonesia dan

telah beroperasi di 15 kota besar di Indonesia. Dan pendapatan terbesar yang

didapatkan berasal dari PT “X”. Pada tahun 2007, PT “X” menyumbangkan

kenaikan pendapatan terbesar untuk perusahaan “X” dari hanya Rp 829,5 miliar

tahun 2006 menjadi Rp 2,2 triliun. Sedangkan kedua anak perusahaan lainnya

menyumbangkan pendapatan masing-masing sebesar Rp 530,3 miliar dan Rp

340,7 miliar, naik dibanding tahun 2006 yang tercatat sebesar Rp 289 miliar dan

Rp 223,4 miliar. (www.asuransi.co.id)

Peningkatan pendapatan bagi PT “X” ini sangat dipengaruhi oleh agen

penjualan produk mereka. Seorang agen penjualan produk asuransi merupakan

ujung tombak dari penjualan asuransi kepada masyarakat. Produktivitas mereka

sangat penting untuk diperhatikan oleh perusahaan karena melalui mereka

perusahaan asuransi mendapatkan banyak keuntungan dan berhubungan dengan

masyarakat. Pada kenyataannya, begitu banyak kesulitan yang harus dialami oleh

(12)

Universitas Kristen Maranatha 4

diharuskan memenuhi target minimum yang telah ditentukan per bulannya. Dan

setiap tiga bulan, diadakan evaluasi perusahaan. Jika pada saat evaluasi mereka

tidak memenuhi targetnya, mereka akan mendapat pemotongan komisi. Dan setiap

tahunnya, mereka harus memenuhi target sejumlah uang tertentu. Maka itu, untuk

memenuhi targetnya, mereka melakukan prospek terhadap nasabah. Dan mereka

pun harus siap menerima penolakan dari nasabah, yang terkadang menolak secara

tidak ramah. Jam kerja mereka tidak jelas, karena kadang mereka sampai larut

malam atau bahkan di hari libur pun mereka harus melakukan prospek demi

mencapai targetnya ini. Tingkat persaingan antara sesama rekan kerja pun cukup

tinggi, karena mereka berlomba-lomba mencari klien demi memenuhi target

perusahaan. (www.sinarharapan.co.id)

Para agen penjualan produk asuransi di PT “X” juga terkadang diberi

target minimum lebih daripada standar perusahaannya. Karena itu lebih sulit lagi

bagi mereka untuk mencapai target. Mereka juga tidak mendapatkan pendapatan

yang pasti karena kompensasi yang didapat hanya dari komisi saja, namun tidak

digaji. Jika mereka berhasil mencapai target dan berprestasi, jenjang karir di PT

“X” cabang kota Bandung ini cukup menjanjikan dengan komisi yang cukup

besar dan banyak fasilitas yang diberikan oleh perusahaan. Sehingga walaupun PT

“X” mengalami peningkatan pendapatan pada tahun-tahun terakhir, namun tingkat

turn-over perusahaan sangatlah tinggi. Hal ini disebabkan oleh kondisi kerja di PT “X” yang dianggap sulit. (wawancara dengan salah satu agen penjualan

(13)

5

Dalam menghadapi kondisi kerja yang sulit itu, para agen penjualan

produk asuransi di PT “X” kota Bandung harus mampu bertahan menghadapinya

dan tidak mudah menyerah. Hal ini oleh Paul G. Stoltz disebut sebagai Adversity

Quotient. Adversity Quotient didefinisikan sebagai seberapa jauh seorang agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung mampu bertahan menghadapi

kesulitan dan mengatasinya. Adversity Quotient setiap orang bisa berbeda-beda,

ada yang rendah, sedang, dan tinggi. Menurut Paul G Stoltz, ada tiga tipe

manusia menurut Adversity Quotient-nya, yaitu tipe Quitter, Camper, dan Climber. Quitter adalah orang-orang dengan Adversity Quotient yang rendah. Mereka memilih berhenti saat menghadapi kesulitan. Camper adalah orang-orang

dengan Adversity Quotient yang sedang. Mereka merasa puas akan tantangan yang

sudah dihadapinya, lalu memilih untuk mencari tempat aman. Sedangkan Climber

adalah orang-orang dengan Adversity Quotient yang tinggi. Mereka tidak pernah berhenti berusaha mengatasi tantangan-tantangan yang ada dan berusaha

mencapai yang lebih baik lagi.

Dalam bekerja, agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung

pun memiliki Adversity Quotient yang berbeda-beda, ada yang rendah, sedang, dan tinggi. Mereka yang memiliki Adversity Quotient rendah akan dengan mudah

berpindah tempat kerja. Dalam menghadapi pekerjaan yang sulit dan yang tidak

disukainya pun akan mudah menyerah dan mereka sering bekerja asal-asalan.

Sedangkan yang Adversity Quotient-nya sedang dapat bertahan bekerja untuk jangka waktu lama asalkan pekerjaannya tidak terlalu menyulitkan dirinya atau

(14)

Universitas Kristen Maranatha 6

biasanya mereka tidak berambisi untuk meraih yang lebih baik lagi, juga merasa

takut mencoba dan cenderung mudah puas dengan prestasi yang telah

diperolehnya. Yang terakhir adalah agen penjualan produk asuransi yang

Adversity Quotient-nya tinggi. Mereka tidak mudah menyerah dan putus asa saat menghadapi pekerjaannya dan dalam melakukan pekerjaannya dilakukan dengan

sungguh-sungguh. Biasanya mereka ingin mencapai sesuatu yang lebih baik

daripada agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung seperti saat ini,

sehingga mereka akan berusaha dan mencapai prestasi sebaik-baiknya dalam

bekerja untuk mencapai cita-citanya.

Adversity Quotient terbentuk dari dimensi-dimensinya. Derajat Adversity Quotient yang dimiliki oleh para agen penjualan produk asuransi di PT ”X” kota Bandung dipengaruhi oleh Control (kendali), Ownership (tanggung jawab), Reach

(jangkauan kesulitan), dan Endure (daya tahan). Dalam menghadapi kesulitan-kesulitan kerjanya, para agen penjualan produk asuransi di PT ”X” kota Bandung

memerlukan Control (kendali) untuk mengendalikan kesulitannya tersebut. Dan dengan Ownership (tanggung jawab), menentukan seberapa besar tanggung jawab

yang dimiliki dan apakah dirinya mau menanggung akibat dari perbuatannya,

akan maju atau mundur dalam menghadapi suatu kesulitan. Reach (jangkauan kesulitan) diperlukan agar saat para agen penjualan asuransi di PT ”X” kota

Bandung mengalami kesulitan, kesulitan-kesulitan yang ada tidak sampai

mempengaruhi bagian lain dari kehidupan agen penjualan produk asuransi di PT

(15)

7

Bandung melihat kesulitan itu sebagai kesulitan yang mudah diatasi, karena itu

Endure (daya tahan) berkaitan erat dengan persepsi agen penjualan produk asuransi PT ”X” kota Bandung tersebut dalam melihat kesulitannya.

Berdasarkan wawancara terhadap 17 orang agen penjualan produk

asuransi di PT “X” kota Bandung, diketahui bahwa 4 orang cukup menyukai

pekerjaannya dan selalu mampu mencapai target, dan yang 7 orang berencana

untuk mengundurkan diri karena kesulitan mencapai target. Enam orang cukup

berprestasi dan kadang mampu melebihi target. Dari keenam orang tersebut, tiga

orang lain sudah memimpin kelompok karena prestasinya yang selalu melebihi

target, maka atasannya mempertimbangkan untuk menjadikannya ketua kelompok

para agen penjualan asuransi.

Oleh karena itulah, peneliti ingin mengetahui bagaimanakah Adversity Quotient agen penjualan asuransi di PT “X” kota Bandung dalam menghadapi pekerjaannya.

1.2. Identifikasi Masalah

(16)

Universitas Kristen Maranatha 8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Memperoleh gambaran mengenai derajat Adversity Quotient dan termasuk dalam

tipe Quitter, Camper, atau Climber para agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung.

1.3.2 Tujuan

Memperoleh gambaran mengenai derajat Adversity Quotient dan termasuk dalam

tipe Quitter, Camper, atau Climber para agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung menurut dimensi-dimensi Control, Ownership, Reach, dan Endure.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

• Memberikan informasi mengenai Adversity Quotient agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung ke dalam bidang ilmu Psikologi Industri

dan Organisasi.

(17)

9

1.4.2 Kegunaan Praktis

• Memberikan masukan kepada manajer yang membawahi para agen penjualan

produk asuransi di PT “X” kota Bandung mengenai Adversity Quotient mereka. Diharapkan para manajer dapat memonitor dan memotivasi para

agen penjualan untuk meningkatkan kinerja agar yang masih di golongan

Camper dan Quitter dapat menjadi Climber.

• Memberikan informasi pada agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota

Bandung mengenai gambaran Adversity Quotient mereka. Dengan mengetahui gambaran tersebut, diharapkan mereka dapat mengetahui hal-hal

yang perlu ditingkatkan, sehingga mereka dapat memotivasi diri dalam

bekerja menjual produk asuransi dan menghadapi kesulitan pekerjaannya.

1.5 Kerangka Pemikiran

Saat ini, berbagai hal yang tidak terduga dialami oleh masyarakat, seperti

kecelakaan, bencana alam, bahkan kematian mendadak. Hal ini menyadarkan

masyarakat akan pentingnya asuransi. Kondisi ini diikuti dengan semakin

banyaknya perusahaan-perusahaan asuransi yang membutuhkan banyak tenaga

kerja pemasaran, atau yang dikenal dengan agen penjualan produk asuransi untuk

menjual produknya. Walaupun banyak tenaga agen penjualan produk asuransi

dibutuhkan oleh perusahaan asuransi, bukan berarti siapapun bisa bekerja sebagai

agen penjualan produk asuransi. Para agen penjualan produk asuransi harus

menjalani pelatihan-pelatihan serta ujian tersertifikasi untuk meningkatkan

(18)

Universitas Kristen Maranatha 10

Begitu pula di PT “X” kota Bandung, para agen penjualan produk asuransi

haruslah menjalani tes dan telah menjalani training selama tiga bulan pertama masa kerjanya sebelum akhirnya bertugas sebagai agen penjualan produk

asuransi. Setelah menjabat sebagai agen penjualan produk asuransi, mereka

memiliki jenjang karir yang jelas dan terstruktur. Namun pekerjaan sebagai agen

penjualan produk asuransi tidaklah mudah, mereka diberi target setiap bulannya

yang harus dicapai dan jika tidak berhasil mencapainya, para agen penjualan

produk asuransi akan dipotong komisinya dan diberi peringatan, bahkan

kemungkinan terburuknya bisa sampai dikeluarkan. Para agen penjualan produk

asuransi pun harus menghadapi penolakan berkali-kali, ditambah lagi dengan

banyaknya jumlah perusahaan asuransi di Indonesia sehingga mengakibatkan

persaingan yang tinggi dalam mencari nasabah. Tingkat persaingan di dalam

perusahaan pun menjadi cukup tinggi akibat adanya sistem target. Para agen

penjualan produk asuransi berusaha untuk mencapai target yang telah ditetapkan

jika tidak mau menerima kompensasi negatif yang telah ditentukan. Namun jika

para agen penjualan produk asuransi di PT ”X” berhasil mengatasi kesulitan

pekerjaan mereka, jenjang karir di PT ”X” cukup menjanjikan.

Para agen penjualan produk asuransi di PT “X” berada pada rentang usia

dewasa awal. Usia dewasa awal menurut Feldman (1996) dimulai pada usia 20

sampai 40-45 tahun. Pada masa ini, seseorang mulai bekerja secara tetap. Pada

saat awal memasuki dunia kerja, seseorang mungkin menghadapi situasi yang

belum diantisipasi sama sekali. Saat awal mulai bekerja, individu perlu

(19)

11

terjadi selama beberapa tahun, bukan hanya di awal saja. Pada masa dewasa awal

juga, individu mulai membangun identitas karirnya sampai mantap. Dalam

membangun identitas karirnya, bisa terjadi kegagalan dan bisa juga tidak namun

prosesnya bertahap. (dalam Santrock, 2004) Dalam bekerja sebagai agen

penjualan produk asuransi di PT “X” para agen menghadapi situasi-situasi yang

tidak diantisipasi sebelumnya, seperti penolakan dari calon nasabah dan jam kerja

yang tidak pasti. Namun, jika mereka mampu menyesuaikan diri dan mampu

melewati tahapan-tahapan dalam karirnya, mereka akan sampai pada suatu

kemantapan identitas karir mereka di bidang asuransi. Menyesuaikan diri di PT

“X” salah satunya dengan bertahan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam

pekerjaannya dan tidak mudah menyerah.

Kemampuan bertahan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam pekerjaannya

dan tidak mudah menyerah dinamakan Adversity Quotient oleh Paul G. Stoltz. Adversity Quotient adalah seberapa jauh agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung mampu bertahan menghadapi kesulitan dan mengatasi

kesulitannya.

Adversity Quotient terbentuk dari dimensi-dimensi Control (kendali), Ownership (tanggung jawab), Reach (jangkauan kesulitan), dan Endure (daya tahan). Control (kendali) berkaitan dengan cara agen penjualan produk asuransi di

PT “X” kota Bandung melihat kesulitan yang dihadapinya, dapat mengendalikan

kesulitan tersebut atau tidak. Ownership (tanggung jawab) berkaitan dengan seberapa besar tanggung jawab yang dimiliki oleh agen penjualan produk asuransi

(20)

Universitas Kristen Maranatha 12

perbuatannya, akan maju atau mundur dalam menghadapi suatu kesulitan. Reach (jangkauan kesulitan) berkaitan dengan seseberapa jauh kesulitan-kesulitan yang

ada mempengaruhi bagian lain dari kehidupan agen penjualan produk asuransi di

PT “X” kota Bandung tersebut. Dan yang terakhir adalah Endure (daya tahan), yaitu persepsi agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung mengenai

kesulitan yang terjadi dan persepsi tentang dirinya sendiri dalam menghadapi

kesulitan-kesulitan. Dimana persepsinya tersebut akan berpengaruh pada

ketahanannya dalam menghadapi kesulitannya.

Setiap aspek Adversity Quotient yang dimiliki oleh agen penjualan produk

asuransi di PT “X” kota Bandung berkaitan dengan kesulitan yang dihadapi dan

kemampuan mereka dalam menghadapi kesulitan tersebut. Kesulitan yang

dihadapi oleh agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung berawal

dari tugas pekerjaannya, yaitu menjual produk asuransi. Mereka harus mampu

menjalin relasi dengan para nasabah ataupun calon nasabah agar dapat menjual

produknya. Namun, kesulitan makin berat saat mereka diberi target, mereka harus

berusaha keras mencapai target setiap bulannya demi mendapat komisi. Sistem

target pun menyebabkan persaingan dengan rekan kerja, karena target dianggap

menunjukkan prestasi kerja mereka. Dalam menghadapi kesulitan-kesulitan ini,

mereka harus mampu mengendalikannya. Hal ini yang dimaksud dengan Control

(kendali). Dan karena kesulitan-kesulitan tersebut akan selalu mereka hadapi

selama mereka bekerja sebagai agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota

(21)

13

yang mereka hadapi tidak mempengaruhi aspek-aspek lain dalam kehidupan

mereka di luar pekerjaan.

Para agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung pun perlu

memiliki Ownership (tanggung jawab) dalam bekerja, terutama bertanggung jawab terhadap para nasabahnya dan pada perusahaan. Bertanggung jawab

terhadap nasabah berarti mampu menjalin relasi dengan mereka dan siap

membantu jika nasabah mengalami kesulitan, termasuk mendengarkan keluhan

nasabah. Tanggung jawab terhadap perusahaan berkaitan dengan prestasi kerja

dan memenuhi semua prosedur perusahaan, termasuk jika perlu menagih

pembayaran pada nasabah jika diperlukan. Dalam bekerja, ada kalanya para agen

penjualan produk asuransi di PT ”X” di kota Bandung mengalami kejenuhan dan

kesulitan yang berlangsung lama atau kesulitan yang akan selalu ada, seperti

pencapaian target, ditolak nasabah, dan persaingan dengan rekan kerja. Dengan

adanya kesulitan yang terus-menerus, para agen penjualan produk asuransi di PT

“X” kota Bandung memerlukan Endure (daya tahan) untuk mempengaruhi persepsinya mengenai kesulitan yang dihadapi. Endure (daya tahan) dapat menyebabkan agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung

menganggap kesulitannya akan berlangsung lama atau singkat.

Adversity Quotient agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung juga dipengaruhi oleh genetika dan juga proses belajar dan pengalaman.

Genetika muncul dalam bentuk kesehatan, kecerdasan, karakter dan bakat yang

dimiliki oleh agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung. Sedangkan

(22)

Universitas Kristen Maranatha 14

keyakinan agen penjualan asuransi di PT “X” kota Bandung. Kinerja, bakat dan

kemauan, kecerdasan, kesehatan, dan karakter, serta genetika, pendidikan, dan

keyakinan inilah yang merupakan faktor-faktor penting yang mempengaruhi

Adversity Quotient agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung. Seluruh faktor-faktor yang mempengaruhi Adversity Quotient ini digambarkan oleh Paul G. Stoltz dalam gambar pohon. Pohon ini terdiri atas

daun, cabang, batang, dan akar. Daun yaitu kinerja muncul karena menempel pada

cabang yaitu bakat dan kemauan. Cabang pohon dipengaruhi oleh batang yaitu

kecerdasan, kesehatan, dan karakter. Namun, dasar dari keseluruhan pohon adalah

akarnya yaitu genetika, pendidikan, dan keyakinan.

Kinerja merujuk pada diri seseorang yang paling mudah terlihat oleh orang

lain dan dapat muncul dalam bentuk hasil kerja. Bakat merupakan keterampilan,

kompetensi, pengalaman, dan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Sedangkan

kemauan disebut pula dengan hasrat menggambarkan motivasi, antusiasme,

gairah, dorongan, ambisi, dan semangat. Kecerdasan meliputi tujuh bentuk, yaitu

linguistik, kinestetik, spasial, logika matematis, musik, interpersonal, dan

intrapersonal. Kesehatan terdiri atas kesehatan emosi dan kesehatan fisik.

Sedangkan karakter berkaitan erat dengan moralitas seseorang seperti kejujuran,

keadilan, kebaikan, keberanian, dan kedermawanan. Faktor genetika dapat sangat

mempengaruhi seseorang dan banyak hasil riset mengatakan bahwa genetika

mungkin sangat mempengaruhi perilaku kita. Pendidikan dapat mempengaruhi

kecerdasan, pembentukan kebiasaan yang sehat, perkembangan watak,

(23)

15

penting pada harapan, tindakan, moralitas, kontribusi, dan cara memperlakukan

orang lain.

Paul G. Stoltz juga menambahkan faktor tanah dalam gambarannya.

Tanah adalah gambaran dari Adversity Quotient yang dibangun dari empat dimensi, yaitu Control, Ownership, Reach, dan Endure. Tanah mempengaruhi pertumbuhan suatu pohon. Jika tanahnya subur, maka pohon akan ikut bertumbuh

secara baik. Namun sebaliknya, dengan adanya pohon pula dapat membantu

menggemburkan tanah. Kinerja, bakat dan kemauan, kecerdasan, kesehatan, dan

karakter, serta genetika, pendidikan, dan keyakinan bersama-sama dengan

Control, Ownership, Reach, dan Endure akan saling mempengaruhi dan membentuk perilaku agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung

dalam menghadapi kesulitan pekerjaannya. Perbedaan perilaku yang ditampilkan

agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung dalam menghadapi

kesulitan pekerjaannya ini dapat digunakan untuk menentukan derajat Adversity Quotientnya, yaitu rendah, sedang, atau tinggi. Agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung yang memiliki Adversity Quotient tinggi disebut dengan Climber, sedangkan agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung yang memiliki Adversity Quotient sedang disebut dengan Camper, dan agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung yang memiliki Adversity Quotient rendah disebut dengan Quitter.

Mereka dengan tipe Climber adalah para agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung yang gigih, ulet, dan tabah. Mereka memiliki keinginan

(24)

Universitas Kristen Maranatha 16

pantang menyerah menghadapi tantangan-tantangan yang dihadapinya. Climber pun memiliki kemauan dan kemampuan untuk memimpin kelompok dan selalu

ingin mengembangkan dirinya dan kelompoknya sehingga orang dengan tipe

Climber mampu meraih prestasi sampai ke jenjang yang sangat tinggi. Climber memiliki bakat yang mendukungnya dalam bekerja, kecerdasan, pendidikan, dan

kesehatan yang baik. Namun Climber tidak terlalu mempedulikan hal-hal itu, yang penting bagi Climber adalah memiliki kemauan dan keyakinan yang besar karena Climber selalu berusaha untuk mencapai sesuatu yang lebih baik sehingga

hal itu mempengaruhi kinerja para Climber yang baik. Climber juga memiliki Ownership (tanggung jawab) sehingga dalam menghadapi pekerjaannya, mereka menyadari tanggung jawabnya dan mengerjakan dengan sebaik-baiknya, memiliki

Endure (daya tahan) yang menyebabkannya dapat bertahan menghadapi kesulitan kerja dan memiliki Control (kendali) dan Reach (jangakauan kesulitan) sehingga kesulitan yang dihadapinya dapat segera diatasi dan tidak berlarut-larut. Para agen

penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung dengan tipe Climber tidak akan mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang ada. Mereka

dengan tipe Climber akan terus bekerja sampai akhirnya mencapai sesuatu yang lebih tinggi. Sehingga dalam pencapaian targetnya, mereka dengan tipe ini bekerja

bukan saja sekedar mencapai target, namun bekerja dengan sebaik-baiknya.

Sehingga tidak jarang agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung

dengan tipe ini berhasil untuk merekrut nasabah melebihi target yang telah

ditetapkan. Mereka juga bersedia untuk memimpin kelompok dan selalu berusaha

(25)

17

Para Camper adalah orang-orang yang mungkin memiliki kecerdasan, dan

kesehatan yang baik serta pendidikan yang tinggi. Mereka juga menunjukkan

kinerja yang cukup baik, namun tidak diimbangi dengan keyakinan yang kuat

untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi lagi. Para Camper telah berhasil menghadapi tantangan-tantangan dalam pekerjaannya, namun mereka mudah puas

dengan apa yang dicapainya. Kadang karena bosan, mereka menghentikan usaha

untuk mencapai yang lebih baik lagi. Mereka memiliki Control (kendali) namun mereka kurang memiliki Endure (daya tahan) dan Reach (jangkauan kesulitan) sehingga saat merasa bosan atau lelah mereka memutuskan untuk berhenti dan

tidak berusaha untuk mencapai yang lebih baik dari sebelumnya, mereka juga

mudah puas. Mereka juga kurang memiliki Ownership (tanggung jawab) sehingga

kadang mereka merasa takut untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya karena

tidak mau untuk mengemban tanggung jawab yang lebih besar. Dalam

pekerjaannya, agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung dengan

tipe Camper mudah puas dengan prestasi yang telah diraihnya dan tidak memiliki

niat yang kuat untuk berusaha meraih prestasi yang lebih lagi. Agen penjualan

produk asuransi di PT “X” kota Bandung dengan tipe Camper telah berusaha mencapai targetnya dan merasa cukup puas dengan pencapaian targetnya, mereka

jadi terbiasa untuk hanya cukup mencapai target dan tidak berusaha untuk

melebihi target. Beberapa mungkin mampu melebihi target minimum, namun saat

mereka tidak berhasil mencapai prestasi lebih dari minimum pun mereka tetap

merasa puas asal target minimumnya sudah terpenuhi. Saat ditawari untuk

(26)

Universitas Kristen Maranatha 18

dengan prestasi yang telah dicapainya sebagai agen penjualan produk asuransi

seperti saat ini.

Mereka dengan tipe Quitter bekerja sekadar untuk mencukupi kebutuhan mereka untuk hidup, yaitu kebutuhan fisiologis. Para Quitter menunjukkan kinerja

yang buruk serta tidak memiliki kemauan, keyakinan dan karakter yang baik

sehingga menyebabkan mereka mudah menyerah. Mereka juga tidak memiliki

Ownership (tanggung jawab) sehingga kurang bertanggung jawab atas pekerjaannya, tidak memiliki Endure (daya tahan) yang menyebabkan mereka tidak dapat bertahan menghadapi kesulitan dalam pekerjaannya, dan juga tidak

memiliki Control (kendali) dan Reach (jangkauan kesulitan) sehingga menyebabkan kesulitan yang dirasakannya terasa berlarut-larut dan tidak dapat

diatasi. Hal ini terlihat dari perilaku Quitter yang memilih untuk keluar, menghindari kewajiban, mundur, dan berhenti. Mereka juga tidak memiliki bakat

yang mendukung pekerjaannya dan tidak didukung dengan kecerdasan yang tinggi

sehingga pemahamannya akan produk menjadi kurang dan mempengaruhi

kinerjanya. Dalam bekerja, agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota

Bandung dengan tipe ini akan mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan. Saat

tidak berhasil dalam mencapai targetnya, ia akan merasa bahwa pekerjaan ini

tidaklah cocok baginya dan tidak disukainya. Mungkin ia akan sering

berpindah-pindah tempat kerja dan dengan mudahnya keluar dari pekerjaannya dan mencari

(27)

19

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka penulis dapat

menggambarkannya ke dalam bagan kerangka pikir sebagai berikut :

Agen Penjualan

Produk Asuransi di PT “X” di kota Bandung

Adversity Quotient

Faktor yang mempengaruhi : - Kinerja

- Bakat dan Kemauan - Kecerdasan, Kesehatan, Karakter

- Genetika, Pendidikan, Keyakinan

- Control (Kendali)

- Ownership (Tanggung jawab) - Reach (Jangkauan kesulitan) - Endure (Daya tahan)

Tinggi (Climber)

Sedang (Camper)

Rendah (Quitter) Kesulitan

(28)

Universitas Kristen Maranatha 20

1.6 Asumsi

Berdasarkan uraian pada kerangka pemikiran diatas, maka peneliti

merumuskan asumsi sebagai berikut:

1. Agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung memiliki derajat

Adversity Quotient yang berbeda-beda.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan dimensi dari Adversity Quotient berhubungan satu sama lain mempengaruhi Adversity Quotient agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung.

3. Jika Control, Ownership, Reach, dan Endure agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung tinggi, maka agen penjualan produk

asuransi di PT “X” kota Bandung tersebut termasuk dalam tipe Climber.

4. Jika Control, Ownership, Reach, dan Endure agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung sedang, maka agen penjualan produk

asuransi di PT “X” kota Bandung tersebut termasuk dalam tipe Camper.

5. Jika Control, Ownership, Reach, dan Endure agen penjualan produk asuransi di PT “X” kota Bandung rendah, maka agen penjualan produk

(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian maka didapat

suatu gambaran mengenai Adversity Quotient pada agen penjualan produk

asuransi di PT ”X” di kota Bandung dengan kesimpulan sebagai berikut:

1) Sebagian besar, yaitu sejumlah 19 orang (63.33%) agen penjualan produk

asuransi di PT ”X” di kota Bandung, memiliki Adversity Quotient yang

sedang dan tergolong ke dalam tipe Camper. Dan sejumlah 9 orang (30%)

agen penjualan produk asuransi di PT ”X” memiliki Adversity Quotient

yang tinggi dan tergolong dalam tipe Climber serta 2 orang (6.67%) agen

penjualan produk asuransi di PT ”X” di kota Bandung memiliki Adversity

Quotient yang rendah dan tergolong dalam tipe Quitter.

2) Adversity Quotient para agen penjualan produk asuransi di PT ”X” di kota

Bandung terbentuk oleh dimensi-dimensinya yaitu Control (kendali),

Ownership (tanggung jawab), Reach (jangkauan kesulitan), dan Endure

(daya tahan) dan dipengaruhi pula oleh kinerja, bakat, kemauan,

kecerdasan, kesehatan, karakter, genetika, dan keyakinan yang dimiliki

oleh para agen penjualan produk asuransi di PT ”X” di kota Bandung.

3) Sejumlah 9 orang (30%) agen penjualan produk asuransi di PT ”X” di kota

Bandung dengan tipe Climber memiliki dimensi-dimensi Control,

(30)

Universitas Kristen Maranatha

70

4) Sejumlah 19 orang (63.33%) agen penjualan produk asuransi di PT ”X” di

kota Bandung dengan tipe Camper memiliki dimensi-dimensi Control,

Ownership, Reach, Endure yang juga sedang.

5) Sejumlah 2 orang (6.67%) agen penjualan produk asuransi di PT ”X” di

kota Bandung dengan tipe Quitter memiliki dimensi-dimensi Control,

Ownership, Reach, Endure yang juga rendah.

5.2 Saran

1) Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini masih memerlukan perbaikan

dan pengembangan, sehingga untuk peneliti lain yang tertarik pada bidang

bahasan yang sama dapat mempertimbangkan dalam mengembangkan

penelitian ini, yaitu dengan memperhatikan faktor-faktor yang

mempengaruhi sebagai pembahasan yang lebih mendalam lagi.

2) Bagi manajer yang membawahi para agen penjualan produk asuransi di PT

“X” di kota Bandung diharapkan untuk memberikan dukungan serta

mengadakan seminar-seminar untuk meningkatkan keyakinan mereka

dalam menjual produk asuransi secara berkala. Salah satu cara yang dapat

digunakan adalah menghadirkan pembicara yang merupakan orang yang

telah berhasil dalam bidang asuransi.

3) Bagi para agen penjualan produk asuransi di PT “X” di kota Bandung,

diharapkan untuk berusaha meningkatkan keyakinan diri mereka dan

menyadari bahwa dirinya mampu untuk melaksanakan pekerjaannya, yaitu

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Stoltz, Paul G. 2000. Adversity Quotient Mengubah Hambatan Jadi Peluang. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Stoltz, Paul G., Erik Weihenmayer. 2008. Adversity Advantage Mengubah

Masalah Menjadi Berkah. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Stoltz, Paul G. 2002. Adversity Quotient @ Work Mengatasi Kesulitan di Tempat Kerja. Jakarta : Interaksara.

Santrock, John W. 2002. Life Span Development Jilid I, Jakarta : Erlangga.

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta : PT. Gramedia.

Nazir, Mohammad. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

(32)

xi

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Cahyadi, Heri. 2006. Survei Mengenai Adversity Quotient (AQ) Pada Siswa/i Sekolah Menengah Pertama “X” Kelas I di Bandung. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Yuliana, Ginna. 2005. Suatu Survai Mengenai Adversity Quotient pada

Mahasiswa Fakultas Psikologi yang Sedang Menyusun Skripsi di Perguruan Tinggi Swasta “X” Bandung. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

www.vibiznews.com

www.aca.co.id

www.radarsby.com

www.asuransi.co.id

Referensi

Dokumen terkait

Adaptive Capacity pada survival strategy yang dilakukan orang miskin yang terpinggirkan/Komunitas Gunung Brintik Semarang, dan penjelasan tentang survival strategy dan

Sedangkan bagi mahasiswa perempuan sendiri, mereka beranggapan bahwa tanpa berolahraga mereka juga dapat membuat penampilan lebih baik, selain adanya tekanan yang lebih

terscbut terkesan bahwa perubahan slimbangan dan banlitan lidak clastis terhadap. perubahan

Pada tahun pertama telah ditemukan permasalahan pembelajaran patiseri, analisis kirikulum patiseri (4 MK patiseri), yang menjadi dasar pengembangan model dan perangkat

yang tidak lama untuk bisa bersosialisasi dengan baik, namun partisipan 3.. membutuhkan waktu yang lama dalam bersosialisasi karena partisipan 3

[r]

Simpulan: Data menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit gagal ginjal kronis dengan gambaran sedimen urin di kandung kemih pada

Kemampuan manusia juga dapat ditingkatkan dengan memberikan motivasi yang tepat dan dapat dilihat dengan jelas bahwa organisasi tersebut berupaya mencapai tujuan dan sasarannya