• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian id, ego, dan superego dalam diri tokoh Nayla dan tokoh ibu dalam novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu : sebuah kajian psikoanalisis.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian id, ego, dan superego dalam diri tokoh Nayla dan tokoh ibu dalam novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu : sebuah kajian psikoanalisis."

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

xii ABSTRAK

Anggraeni, D. Brigitha. 2015. Kajian tentang Id, Ego dan Superego dalam Diri Tokoh Nayla dan Tokoh Ibu dalam Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu (Sebuah Kajian Psikoanalisis). Skripsi Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengangkat topik terhadap dua tokoh dalam novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu. Tujuan penelitian (1) mendeskripsikan tokoh dan penokohan dalam novel Nayla, (2) menemukan dan mendeskripsikan gambaran Id, Ego, dan Superego. Penelitian ini menggunakan pendekatan psikoanalisis dengan teori Id, Ego, dan Superego menurut Sigmund Freud. Pendekatan psikoanalisis digunakan untuk menganalisis Id, Ego, dan Superego tokoh Nayla dan tokoh Ibu. metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode analisis isi.

Hasil analisis psikologis dengan teori Id, Ego, dan Superego Sigmund Freud terhadap dua tokoh yaitu, 1) Nayla, Id pada tokoh Nayla muncul ketika ia mengalami hukuman badan sewaktu masih berusia belasan tahun hanya karena ngompol. Nayla mengompol karena mempertahankan rasa malas tetapi bukan hanya itu saja, Nayla juga tertekan dengan perilaku Ibunya. Ego Nayla pada kepribadian Nayla yang keras. Ego memegang prinsip dan selalu memandang hidup sesuai dengan realitas. Sedangkan Superego tokoh Nayla yaitu ketika dia mempertahankan dirinya untuk tidak mau melakukan hal-hal yang buruk, atau ketika dia tidak ingin di perkosa atau dihukum. 2) Ibu, Id pada tokoh Ibu bekerja menurut prinsip kesenangan dan tujuannya sebagai pemenuhan kepuasan yang segera. Ego ibu adalah mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan Superego ibu adalah mengenai rumah tangganya. Ia sebenarnya tidak ingin rumah tangganya hancur.

(2)

xiii ABSTRACT

Anggraeni , D. Brigitha. 2015. Studies on the Id , Ego and Superego in Figures Self Mrs. Nayla and figures in the novel Nayla Djenar Maesa Ayu ( A Study of Psychoanalysis ). Thesis Literature Studies Program Indonesia , Indonesian Literature Department, Faculty of Arts, University of Sanata Dharma

This study raised the topic of the two characters in the novel Nayla masterpiece Djenar Maesa Ayu . Research purposes ( 1 ) to describe the character and characterization in the novel Nayla, ( 2 ) locate and describe the picture Id , Ego, and Superego. This study uses a psychoanalytical approach to the theory of Id, Ego, and Superego according to Sigmund Freud. Psychoanalytic approach is used to analyze the Id, Ego, and Superego Nayla figures and mother figures. the method used in this research is descriptive method and content analysis method.

Results of psychological analysis with the theory Id, Ego, and Superego Sigmund Freud against two individuals, namely, 1 ) Nayla, Id at Nayla figures emerged when he suffered corporal punishment while still in their teens just for bedwetting. Nayla bedwetting as it retains a sense of lazy, but not only that, Nayla was also distressed by her mother's behavior. Ego Nayla harsh personality . Ego holds the principle and always look at life in accordance with reality . While the superego Nayla figures that when he was defending himself for not doing things that are bad, or when he does not want to be raped or punished. 2 ) Mother, mother figure Id at work according to the pleasure principle and the goal as the fulfillment of immediate gratification. Ego 's mother is selfish. While the mother Superego is the household. He did not want his home destroyed.

(3)

i

KAJIAN ID, EGO DAN SUPEREGO

DALAM DIRI TOKOH NAYLA DAN TOKOH IBU

DALAM NOVEL NAYLA KARYA DJENAR MAESA AYU:

SEBUAH KAJIAN PSIKOANALISIS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Disusun Oleh

Brigitha Dina Anggraeni

114114023

JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat akhir dalam menempuh ujian sarjana pada Fakultas Sastra, Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yaitu:

1. Tuhan Yesus Kristus

2. Dr. Yoseph Yapi taum, M.Hum. sebagai dosen pembimbing I, terima kasih atas bimbingan dan diskusi panjang mengenai psikoanalisis, sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik,

3. S. E. Peni Adji, S.S., M.Hum. sebagai dosen pembimbing II, terima kasih atas masukan-masukan dan bimbingannya terhadap saya sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik,

4. Seluruh dosen Program Studi Sastra Indonesia yang telah membimbing saya selama menempuh pendidikan di Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

(9)
(10)

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Hidup akan terasa indah, bila di saat susah seseorang mampu menikmati

kesedihan dengan senyum, dan bila di saat suka seseorang mampu menikmati

kesenangan dengan menitikan air mata.

(11)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Tinjauan Pustaka ... 10

1.6 Landasan Teori ... 13

1.6.1 Kajian Struktural Tokoh dan Penokohan... 13

1.6.2 Teori Psikoanalisis ... 14

(12)

x

1.6.3.1 Konsep Id ... 16

1.6.3.2 Konsep Ego... 17

1.6.3.3 Konsep Superego ... 18

1.7 Metodologi Penelitian ... 18

1.7.1 Pendekatan ... 18

1.7.2 Metode Penelitian... 19

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data ... 20

1.7.4 Sumber Data ... 20

1.7.5 Sistematika Penyajian ... 21

BAB II ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM NOVEL NAYLA KARYA DJENAR MAESA AYU... 22

2.1 Pengantar ... 22

2.2 Dimensi Fisik ... 23

2.3 Dimensi Psikis ... 25

2.4 Dimensi Sosiologis ... 27

2.5 Rangkuman ... 29

BAB III KAJIAN TENTANG ID, EGO DAN SUPEREGO DALAM DIRI TOKOH NAYLA DAN TOKOH IBU DALAM NOVEL NAYLA KARYA DJENAR MAESA AYU ... 32

3.1 Pengantar ... 32

(13)

xi

3.2.1 Kekerasan ibu ... 41

3.2.2 Seksualitas ... 43

3.3 Kajian Id, Ego dan Superego Tokoh Ibu ... 47

3.4 Rangkuman ... 55

BAB IV PENUTUP ... 58

4.1 Kesimpulan ... 58

4.2 Saran ... 60

(14)

xii ABSTRAK

Anggraeni, D. Brigitha. 2015. Kajian tentang Id, Ego dan Superego dalam Diri Tokoh Nayla dan Tokoh Ibu dalam Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu (Sebuah Kajian Psikoanalisis). Skripsi Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengangkat topik terhadap dua tokoh dalam novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu. Tujuan penelitian (1) mendeskripsikan tokoh dan penokohan dalam novel Nayla, (2) menemukan dan mendeskripsikan gambaran Id, Ego, dan Superego. Penelitian ini menggunakan pendekatan psikoanalisis dengan teori Id, Ego, dan Superego menurut Sigmund Freud. Pendekatan psikoanalisis digunakan untuk menganalisis Id, Ego, dan Superego tokoh Nayla dan tokoh Ibu. metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode analisis isi.

Hasil analisis psikologis dengan teori Id, Ego, dan Superego Sigmund Freud terhadap dua tokoh yaitu, 1) Nayla, Id pada tokoh Nayla muncul ketika ia mengalami hukuman badan sewaktu masih berusia belasan tahun hanya karena ngompol. Nayla mengompol karena mempertahankan rasa malas tetapi bukan hanya itu saja, Nayla juga tertekan dengan perilaku Ibunya. Ego Nayla pada kepribadian Nayla yang keras. Ego memegang prinsip dan selalu memandang hidup sesuai dengan realitas. Sedangkan Superego tokoh Nayla yaitu ketika dia mempertahankan dirinya untuk tidak mau melakukan hal-hal yang buruk, atau ketika dia tidak ingin di perkosa atau dihukum. 2) Ibu, Id pada tokoh Ibu bekerja menurut prinsip kesenangan dan tujuannya sebagai pemenuhan kepuasan yang segera. Ego ibu adalah mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan Superego ibu adalah mengenai rumah tangganya. Ia sebenarnya tidak ingin rumah tangganya hancur.

(15)

xiii ABSTRACT

Anggraeni , D. Brigitha. 2015. Studies on the Id , Ego and Superego in Figures Self Mrs. Nayla and figures in the novel Nayla Djenar Maesa Ayu ( A Study of Psychoanalysis ). Thesis Literature Studies Program Indonesia , Indonesian Literature Department, Faculty of Arts, University of Sanata Dharma

This study raised the topic of the two characters in the novel Nayla masterpiece Djenar Maesa Ayu . Research purposes ( 1 ) to describe the character and characterization in the novel Nayla, ( 2 ) locate and describe the picture Id , Ego, and Superego. This study uses a psychoanalytical approach to the theory of Id, Ego, and Superego according to Sigmund Freud. Psychoanalytic approach is used to analyze the Id, Ego, and Superego Nayla figures and mother figures. the method used in this research is descriptive method and content analysis method.

Results of psychological analysis with the theory Id, Ego, and Superego Sigmund Freud against two individuals, namely, 1 ) Nayla, Id at Nayla figures emerged when he suffered corporal punishment while still in their teens just for bedwetting. Nayla bedwetting as it retains a sense of lazy, but not only that, Nayla was also distressed by her mother's behavior. Ego Nayla harsh personality . Ego holds the principle and always look at life in accordance with reality . While the superego Nayla figures that when he was defending himself for not doing things that are bad, or when he does not want to be raped or punished. 2 ) Mother, mother figure Id at work according to the pleasure principle and the goal as the fulfillment of immediate gratification. Ego 's mother is selfish. While the mother Superego is the household. He did not want his home destroyed.

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Psikoanalisis merupakan salah satu aliran dalam Psikologi yang berpandangan bahwa manusia lahir telah membawa warisan (kecerdasan, libido sexsual/ dorongan-dorongan perilaku yang berorientasi pada kesenangan) dari orang tua yang melahirkan, dari gagasannya ini psikoanalisis dapat digolongkan dalam aliran nativisme lawan dari empirisme yang beranggapan manusia lahir bagaikan kertas putih tanpa membawa warisan dari orang tua.

Aliran psikoanalisis yang dipelopori oleh Sigmund Freud ini berpendapat bahwa struktur kepribadian terdiri dari Id (dorongan, nafsu, libido sexsual), Ego (diri), dan Superego (nilai-nilai). Id adalah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera. Ego berkembang dari Id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia. Superego, berkembang dari ego saat manusia mengerti nilai buruk dan moral. Superego merefleksikan nilai-nilai sosial dan menyadarkan individu atas tuntutan moral. Apabila terjadi pelanggaran nilai, superego menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah.

(17)

2

pembaca melalui karyanya. Ratna, 2009:314 berpendapat bahwa novel menyediakan media yang paling luas sehingga pengarang memiliki kemungkinan yang seluas-luasnya untuk menyampaikan pesan kepada pembaca. Salah satu cara pengarang dalam menyampaikan maksudnya tersebut antara lain melalui penampilan para tokoh yang menjadi fokus cerita.

Peneliti mencoba menganalisis novel Nayla karangan Djenar Maesa Ayu dengan pendekatan Psikoanalisis. Teori psikoanalisis yang dipakai pada penelitian ini mengacu pada konsep Sigmund Freud tentang kepribadian.

Freud mengatakan bahwa kepribadian terbagi atas tiga aspek: Id, Ego, dan Superego yang selalu ada dalam diri manusia. Perbedaan Id, Ego, dan Superego

yang membangun struktur akal pikiran manusia dalam pandangan Freud dapat dijelaskan sebagi berikut. Kesadaran dapat disesuaikan dengan sistem persepsi, mengamati, dan menyusun dunia luar, bawah sadar dapat diberikan kesadaran, manakala sadar dibangun pula berdasarkan hal-hal yang keluar dari sistem sadar bawah sadar (Sudikan, 2004:3). Menurut Freud, ‘Id’ sebagai sumber insting: bekerja dengan prinsip kesenangan (Pleasure principle) dan pemenuhan langsung (instant gratification) atas kebutuhan, ‘Ego’ sebagai sarana pemenuhan kebutuhan

Id‟ bekerja dengan prinsip realitas (reality principle) dan bersifat rasional, dan

‘Superego’ sebagai kekuatan pembendung ‘Id’ bekerja dengan prinsip moralitas

(18)

3

Karya sastra adalah dunia baru yang diciptakan oleh pengarang. Dunia baru yang merupakan gabungan dari realitas sosial yang ada dalam lingkungan pengarang maupun dari luar lingkungan pengarang dengan daya imajinasi pengarang dalam mengungkapkan pikiran dan keinginannya. Dapat dikatakan bahwa sastra tidak terlahir dari kekosongan, tetapi sastra lahir dari tanggapan diri pengarang ketika kesadarannya bersentuhan dengan kenyataan. Pengalaman dan refleksi batin atas hal tersebut terlahir dalam karya sastra (Najid, 2003:9).

Hal ini juga bisa dilihat dalam novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu yang selalu saja berkutat dengan seks, baik novel maupun cerpennya kebanyakan menceritakan kehidupan seseorang yang selalu terhimpit dengan masalah seks dan psikologi.

Buku pertama Djenar yang berjudul Mereka Bilang, Saya Monyet! Telah cetak ulang 8 kali dan masuk dalam nominasi 10 besar buku terbaik khatulistiwa literary Award 2008, selain juga akan diterbitkan dalam bahasa Inggris. Saat ini cerpen dengan judul yang sama sudah dibuat dalam versi layar lebar. Cerpen

“Waktu Nayla” menyabet predikat cerpen terbaik Kompas 2003, yang dibukukan

bersama cerpen “Asmoro” dalam antologi cerpen pilihan Kompas. Sementara

cerpen “Menyusu Ayah” menjadi cerpen terbaik 2003 versi Jurnal Perempuan dan diterjemahkan oleh Richard Oh ke dalam bahasa Inggris dengan judul

“Sucking Father” untuk dimuat kembali dalam jurnal perempuan versi bahasa

Inggris, edisi kolaborasi karya terbaik Jurnal Perempuan.

(19)

4

bulan Februari 2005. Kumpulan cerpen ini berhasil neraih penghargaan 5 besar Khatulistiwa Literary Award 2004.

Nayla adalah novel pertama Djenar yang diterbitkan oleh Gramedia

Pustaka Utama. Nayla berkisah tentang kehidupan seorang perempuan yang mengalami masa kecil yang tidak bahagia. Tidak hanya karena ibunya yang sangat keras, bahkan kejam dalam mendidik anaknya, Nayla semasa kecil pun mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh kekasih ibunya. Pada umur tiga belas tahun Nayla lari dari rumah ibunya, dan tinggal bersama ayah dan ibu tirinya untuk masa yang singkat, lalu hidup sendiri setelah ayahnya meninggal.

Hubungan cinta dengan dua kekasih yang diceritakan, yaitu dengan seorang perempuan bernama Juli yang dipacarinya pada masa remaja, dan seorang laki-laki bernama Ben yang menjadi pacar Nayla ketika dewasa. Disamping itu, karier Nayla yang gemar menulis cerpen dan akhirnya menjadi pengarang terkenal pun diceritakan.

(20)

5

menyakitkan bagi Nayla ialah saat ia diperkosa oleh laki-laki teman kencan Ibunya sendiri, padahal umurnya waktu itu masih sembilan tahun.

Struktur yang hendak dikaji dalam novel ini adalah tokoh dan penokohan. Tokoh dalam suatu cerita rekaan merupakan unsur penting yang menghidupkan cerita. Kehadiran tokoh dalam cerita berkaitan dengan terciptanya konflik, dalam hal ini berperan membuat konflik dalam sebuah cerita rekaan (Nurgiyantoro, 1995:164).

Setiap tokoh mempunyai wataknya sendiri-sendiri. Tokoh adalah bahan yang paling aktif menjadi penggerak jalan cerita karena tokoh ini berpribadi, berwatak, dan memiliki sifat karakteristik tiga dimensional, yaitu:

1) Dimensi fisik ialah ciri-ciri badan, misalnya usia (tingkat kedewasaan), jenis kelamin, keadaan tubuhnya, ciri-ciri muka dan ciri-ciri badani yang lain.

2) Dimensi sosiologis ialah ciri-ciri kehidupan masyarakat, misalnya status sosial, pekerja, jabatan atau peran dalam masyarakat, tingkat pendidikan, pandangan hidup, agama, aktifitas sosial, suku bangsa dan keturunan.

3) Dimensi psikologis ialah latar belakang kejiwaan, misalnya mentalitas, ukuran moral, temperamen, keinginan, perasaan pribadi, IQ dan tingkat kecerdasan keahlian khusus (Soediro Satoto, 1998:44-45).

(21)

6

lepas dari rasa bahagia, senang, sedih, dan juga rasa moral. Demikian juga pada karya sastra atau novel, yang diungkapkan oleh seorang pengarang adalah sebuah ungkapan kejiwaan yang tertampung dalam karya-karyanya.

Menurut Freud (1991:83), kesedihan merupakan suatu proses yang sangat panjang dan kesulitan, ini diikuti dengan lenyapnya nafsu libido dan objek cinta yang meninggalkannya, dan diarahkan pada kesulitan yang lebih umum yang dialami oleh setiap orang saat meninggalkan posisi libido, melankolia juga sering ditimbulkan oleh kehilangan orang yang dicintainya, meskipun kehilangan tersebut mungkin disebabkan oleh penolakan atau ditinggalkan, bukan kematian.

Dalam Koswara (1991:109), Abraham Maslow berpendapat bahwa dalam psikologi terdapat tiga revolusi yang mempengaruhi pemikiran personologis modern, yaitu: psikoanalisis yang menghadirkan manusia sebagai bentukan dari naluri-naluri dan konflik-konflik; behaviorisme mencirikan manusia sebagai korban yang fleksibel, pasif dan penurut terhadap stimulasi lingkungan; psikologi humanistik yang muncul dengan menampilkan gambaran manusia yang berbeda dengan gambaran manusia dari psikoanalisis maupun behaviorisme yakni berupa gambaran manusia sebagai makhluk yang bebas dan bermartabat serta selalu bergerak ke arah pengungkapan.

(22)

7

lahir dari rasa takut dan kecemasan yang disebabkan oleh trauma masa lalu, pengaruh sosial, dan alam tak sadar (Id) dari pengarang (tokoh Nayla sebagai penulis) yang tertuang ke dalam karya sastra.

Menurut Freud pengalaman-pengalaman traumatis berpengaruh terhadap kejiwaan. Setiap trauma pasti memiliki dampak yang unik pada diri seseorang yang dapat dipahami melalui latar belakang individual.

Dalam khasus Nayla, ia mengalami penyiksaan fisik maupun psikis oleh ibunya, dan mengalami pelecehan seksual oleh pacar ibunya. Beranjak remaja ia pernah tinggal di Rumah Perawatan Anak Nakal sehingga ketika dewasa ia menjadi pribadi yang mengalami depresi. Depresi adalah perasaan tidak mampu, tidak kompeten, kehilangan harga diri, dan merasa bertanggung jawab terhadap semua kejadian buruk (pada diri dan lingkungannya). Akar masalahnya adalah kehilangan cinta dari orang tua, dari teman, dan orang terdekat.

Hal tersebut berpengaruh pada karier Nayla sebagai seorang penulis. Karya-karya tokoh Nayla pun digambarkan sebagi semacam ungkapan trauma masa lalunya. Melihat tema yang diangkat dalam kebanyakan tulisan tokoh Nayla, seperti seksualitas dan dunia perempuan, penulis berpendapat bahwa di balik itu semua sebenarnya terdapat sesuatu yang ingin disampaikan dan diekspresikan oleh tokoh Nayla, dan memiliki keterkaitan dengan trauma yang pernah dialaminya.

(23)

8

Maesa Ayu merupakan pengarang perempuan yang berani mengungkapkan seksualitas perempuan secara jelas, pelecehan seksual serta kekerasan dalam rumah tangga, dan beberapa tokoh yang diciptakan mempunyai karakter yang kuat. Beberapa karya Djenar juga mendapat penghargaan Khatulistiwa Literery Award 2005 termasuk novel Nayla yang meraih lima besar. Pendekatan

psikoanalisis digunakan untuk penelitian ini karena novel Nayla tergambar gejala kejiwaan tokohnya. Jadi, kedua tokoh yang akan diungkapkan mempunyai gejala kejiwaan yang dapat diungkapkan dengan menggunakan teori psioanalisis. Tokoh ibu yang selalu menghukum Nayla, mencontohkan hidup bebas, dan tidak mengenalkan norma masyarakat dan agama, hal ini berdampak pada Nayla. Semua tingkah laku dan bentuk sifat yang ada dalam tokoh ibu akan membentuk tingkah laku Nayla pada saat dewasa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:

2.1Bagaimana tokoh dan penokohan dalam novel Nayla?

(24)

9 1.3Tujuan Penelitian

3.1Mendeskripsikan tokoh dan penokohan dalam novel Nayla.

3.2Menemukan dan mendeskripsikan gambaran Id, Ego, dan Superego tokoh Nayla dan Ibu dalam novel Nayla.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian mencakup dua dimensi, yakni keilmuan dan praktis. Manfaat keilmuan dalam kasus ini bersifat confirmatory (membenarkan) bahwa ada hubungan antara psikologi dan sastra sebagai teori yang dilontarkan oleh pakar-pakar sastra.

Manfaat praktis merujuk kepada nilai kegunaan bagi kehidupan dan pengajaran sastra. Dari sisi manfaat kehidupan kita bisa belajar dari kasus Nayla yang mengalami frustrasi berat akibat dari korban pendidikan orang tua yang

keras dan keliru. Dengan mengambil “hikmah” isi cerita itu, kita bisa belajar dan

menjadi tahu tentang frustrasi dan menyikapi nasib yang menimpa kapan saja tanpa harus mereaksinya secara eksesif berlebihan.

(25)

10 1.5Tinjauan Pustaka

Studi Id, Ego dan Superego pernah dilakukan oleh Andi Nurwahyudi di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro dengan judul Aspek Psikologis Tokoh Utama dalam Novel Antara Dua Hati Karya Maria A. Sardjono. Dalam

skripsinya Andi Nurwahyudi mengungkap analisis struktural dan menganalisis bentuk perubahan psikologis tokoh utama, dengan tokoh utama Anggraini. Digambarkan Anggaraini memiliki gejolak seksual dengan laki-laki, dalam hal ini tidak hanya pada satu laki-laki yaitu Sahat dan Totok. Perubahan terjadi pada saat kesadarannya bahwa pada saat berciuman yang dicium bukan Sahat, melainkan Totok, sehingga terjadi penolakan oleh Anggraini.

Selain itu, Ike Yulianti (A2A0099016), dengan skripsi berjudul Gender di dalam Novel Ca Bau Kan Karya Remy Sylado. Dalam skripsi Ike Yulianti,

mengungkap perjalanan hidup seseorang perempuan bernama Tinung untuk mencari kebahagiaan hidup. Mengungkap persoalan gender yang dialami oleh Tinung yang adanya bentuk perstereotipan, serta mengungkap perubahan psikologi yang dialami oleh tokoh Tinung pada diri sendiri, keluarga atau lingkungannya.

Penelitian tentang kajian yang berkaitan dengan teori psikoanalisis pernah dilakukan oleh Iin Indra Nuraeni, S.S.Ing., M.Pd. dengan judul Katak Hendak Menjadi Lembu, karya Nur Sutan Iskandar. Dalam penelitian ini teori Freud

(26)

11

dengan teori-teorinya mengenai kepribadian manusia yang dikuasai oleh Id, Ego, dan Superego.

Penelitian tentang kajian psikoanalisis juga pernah dilakukan oleh Edoard Baweh Yekameam dengan judul Kepribadian Tokoh Utama Antagonis dalam Film My Way: Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud. Film My Way dipilih

menjadi objek penelitian karena diangkat dari kisah nyata yang menampilkan berbagai peristiwa dan konflik di medan perang sehingga mempengaruhi kepribadian tokoh utama antagonis, yaitu Tatsuo dan pendekatan psikoanalisis dari aspek Id, Ego dan Superego digunakan untuk mendeskripsikan kepribadian tokoh utama dan dinamika antara ketiga aspek tersebut.

Penelitian tentang kajian yang berkaitan dengan teori psikoanalisis pernah dilakukan oleh Jaafar Abdul Rahim (2004) dengan judul Perjudian Menurut Nazrah Teori Psikoanalisis yang mempunyai simpulan bahwa novel ini memiliki

teknik penceritaan yang begitu mudah, dan berbagai kemelut konflik jiwa yang terjadi pada tokoh utamanya yakni Pak Mat. Pak Mat mengalami berbagai kemelut konflik batin yang terlihat pada kematian orang-orang yang dicintainya dan juga banyak permasalahan yang harus ia hadapi sendiri, di antaranya perampasan hak tanah secara paksa yang dilakukan oleh kerajaan dan robohnya rumah miliknya oleh kaki tangan pejabat tanah.

Penelitian yang berkaitan dengan psikoanalisis juga pernah dilakukan oleh Setyo Yuwono Sudikan dalam makalahnya yang berjudul Novel Kenanga Karya Oka Rusmini: Suatu Pendekatan Hermeneuitik Freudian (2004). Simpulan

(27)

12

batin, kecemasan, dan konflik psikis, ketidakberdayaannya menghadapi realitas di luar dirinya (lingkungannya). Namun tidak hanya Kenanga yang mengalaminya, tokoh-tokoh yang lain pun mengalaminya yang dianalisis melalui Id, Ego, dan Superego.

Tinjauan psikologi sastra juga pernah diteliti oleh Wishnu Yuliardani, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan judul Penyebab dan Tipe Kenakalan Tokoh Nayla dalam Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu:

Tinjaun Psikologi Sastra (2007). Simpulan penelitian ini yaitu ditemukan hal-hal

yang mengarah pada suatu tindak kenakalan, sehingga peneliti ini menganalisis struktur cerita dalam novel Nayla khususnya tokoh Nayla dan Ibu yang sangat mempengaruhi keberadaan dan penceritaan tokoh Nayla. Analisis penyebab dan tipe kenakalan tokoh Nayla sangat beragam, antara lain: membolos sekolah, memalak orang, berantem, merampok taksi, mabuk-mabukan, dan seks bebas termasuk lesbian.

Novel Nayla juga pernah diteliti oleh Maria Saraswati Setyaningrum dari Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2007) dengan judul Bentuk-bentuk Kompensasi Inferioritas Tokoh Nayla dalam Novel Nayla Karya

Djenar Maesa Ayu: Suatu Tinjauan Psikologi Sastra. Kesimpulan dari penelitian

(28)

13 1.6Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori psikoanalis Sigmund Freud; Id, Ego, dan Superego, teori psikoanalisis, serta tokoh dan penokohan pada tokoh yang ada

dalam novel sebagai landasan teori.

1.6.1 Kajian Struktural Tokoh dan Penokohan

Dalam studi ini, kajian struktur dibatasi pada aspek tokoh dan penokohan. Hal ini berkaitan erat dengan judul dan tujuan yaitu Id, Ego, dan Superego tokoh Nayla. Keberlangsungan sebuah novel sangat dipengaruhi

oleh hadirnya seseorang atau beberapa orang yang menjadi tokoh. Tokohlah yang mengalami peristiwa atau perlakuan dalam berbagai peristiwa cerita tersebut. Tokoh tentu saja dilengkapi dengan watak atau karakteristik tertentu. Menurut Jones (melalui Nurgiyantoro, 2005:165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh, sebab penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita hingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.

(29)

14

1995:176-177). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenal kejadian. Tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung maupun tidak langsung.

Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh. Cara analitik, ialah cara penampilan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung. Cara dramatik, ialah cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita. (http://adiel87.blogspot.com/2009/01/analisis-struktural.html).

1.6.2 Teori Psikoanalisis

(30)

15

kesadaran, manakala sadar dibangun pula berdasarkan hal-hal yang keluar dari sistem sadar bawah sadar (Sudikan, 2004:3).

Dalam karya sastra, konflik-konflik yang dialami tokoh-tokohnya merupakan cerminan dari kehidupan kita sehari-hari yang tidak akan pernah bisa lepas dari rasa bahagia, senang, sedih, dan juga rasa moral. Demikian juga pada karya sastra atau novel, yang diungkapkan oleh seorang pengarang adalah sebuah ungkapan kejiwaan yang tertampung dalam karya-karyanya.Menurut Freud (1991:83), kesedihan merupakan suatu proses yang sangat panjang dan kesulitan, ini diikuti dengan lenyapnya nafsu libido dan objek cinta yang meninggalkannya, dan diarahkan pada kesulitan yang lebih umum yang dialami oleh setiap orang saat meninggalkan posisi libido, melankolia juga sering ditimbulkan oleh kehilangan orang yang dicintainya, meskipun kehilangan tersebut mungkin disebabkan oleh penolakan atau ditinggalkan, bukan kematian.

(31)

16

sebagai makhluk yang bebas dan bermartabat serta selalu bergerak ke arah pengungkapan.

Koswara (1991:109) menyatakan bahwa kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk mengadakan afektif atau ikatan emosional dengan individu lain, baik dengan sesama jenis maupun dengan yang berlainan jenis di lingkungan keluarga ataupun di lingkungan kehidupan masyarakat.

1.6.3 Kajian Id, Ego dan Superego

1.6.3.1 Konsep Id

Freud (1980:xxxiii) menyatakan bahwa Id adalah lapisan psikis yang paling dasariah: yang di dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan (seksual dan agresif) dan keinginan-keinginan yang direpresi. Id menjadi bahan dasar bagi pembentukan psikis lebih lanjut dan tidak terpengaruh oleh kontrol pihak ego dan prinsip realitas.

Koswara (1991:32) mengatakan bahwa Id adalah sistem kepribadian yang paling dasar, sistem yang dialaminya terdapat naluri-naluri bawaan. Id adalah sistem yang bertindak sebagai penyedia atau penyalur energi yang dibutuhkan oleh sistem-sistem tersebut untuk operasi-operasi atau kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan.

Id memiliki perlengkapan berupa dua macam proses. Proses pertama

(32)

17

tindakan yang mekanisme kerjanya otomatis dan segera. Serta adanya pada individu merupakan bawaan. Proses yang kedua adalah proses primer, yakni suatu proses yang melibatkan sejumlah reaksi psikologis yang rumit (Koswara, 1991:33). Freud menambahkan bahwa pikiran autistic atau angan-angan sangat diwarnai oleh pengaruh proses primer, gambaran-gambaran mentah yang bersifat memenuhi hasrat ini merupakan satu-satunya kenyatan yang dikenal Id.

Jadi, Id merupakan sistem yang paling dasar yang dimiliki oleh manusia . Id tidak membutuhkan perintah dari sistem yang lainnya karena Id akan bekerja secara otomatis.

1.6.3.2 Konsep Ego

Menurut Freud (1980:xxxiii), ego terbentuk dengan diferensiasi dari Id karena kontaknya dengan dunia luar. Aktivitasnya bersifat sadar, prasadar,

(33)

18

Menurut Koswara (1991:33-34), ego adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek dari kenyatan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan.

Jadi dalam hal ini, ego merupakan alat pengarah menuju dunia objek dan menjalankan prinsipnya berdasarkan kenyataan dan merupakan hasil persinggungan dengan dunia luar atau realitas kehidupan.

1.6.3.3 Konsep Superego

Menurut Freud (1980:xxxiii), Superego dibentuk dengan melalui proses internalisasi dari nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figure yang berperan, berpengaruh atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua dan guru. Menurut Koswara (1991:34-35) fungsi utama superego adalah sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri Id agar impuls-impuls-impuls-impuls tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat; mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral daripada dengan kenyataan; dan mendorong individu kepada kesempurnaan.

1.7Metodologi Penelitian

1.7.1 Pendekatan

(34)

19

berhubungan dengan tiga gejala utama, yaitu: pengarang, karya sastra, dan pembaca dengan pertimbangan bahwa pendekatan psikologis lebih banyak berhubungan dengan pengarang dan karya sastra (Ratna, 2007:61).

Peneliti melakukan analisis isi untuk menganalisis data-data yang telah dikumpulkan (Ratna 2010: 48). Peneliti menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud pada novel Nayla untuk mendeskripsikan tokoh dan penokohan pada novel Nayla, kemudian mendeskripsikan Id, Ego dan Superego pada tokoh Nayla dan Ibu.

1.7.2 Metode Penelitian

Ada dua jenis metode yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode deskriptif dan metode analisis isi. Metode deskriptif merupakan metode pemecah masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya untuk memberikan bobot lebih tinggi pada metode ini (Namawi dan Martini, 1994: 73).

(35)

20

laten adalah isi sebagaimana dimaksudkan oleh penulis, sedangkan isi komunikasi adalah isi sebagaimana terwujud dalam hubungan naskah dengan konsumen (Ratna, 2004:48).

Karena penelitian ini menggunakan kajian psikoanalisis, peneliti akan langsung memaparkan tokoh dan penokohan tokoh Nayla untuk menjelaskan isi laten dari teks sastra. Teks laten tersebut berupa deskripsi dinamika dalam kajian struktur disamakan dengan kajian tokoh dan penokohan.

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik studi pustaka digunakan dalam pengumpulan data. Teknik tersebut digunakan untuk mendapatkan data yang ada, berupa buku-buku referensi, artikel, dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan objek tersebut.

Teknik simak dan teknik catat juga digunakan dalam penelitian ini. Teknik simak digunakan untuk menyimak teks sastra yang telah dipilih sebagai bahan penelitian. Teknik catat digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap sesuai danmendukung peneliti dalam memecahkan rumusan masalah.

1.7.4 Sumber Data

Judul Buku : Nayla

(36)

21 Tahun Terbit : 2005

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta

Halaman : 180

1.8 Sistematika Penyajian

Penyajian hasil penelitian diuraikan dalam beberapa bab. Bab I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II merupakan analisis dinamika dalam struktur yaitu tokoh Nayla dalam novel Nayla.

(37)

22 BAB II

ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN

DALAM NOVEL NAYLA KARYA DJENAR MAESA AYU

2.1Pengantar

Dalam bab ini, akan dianalisis tokoh dan penokohan dalam novel Nayla. Keberlangsungan sebuah novel sangat dipengaruhi oleh hadirnya seseorang atau beberapa orang yang menjadi tokoh. Tokohlah yang mengalami peristiwaatau perlakuan dalam berbagai peristiwa cerita tersebut. Tokoh tentu saja dilengkapi dengan watak atau karakteristik tertentu.

Hartono (2003: 5) menjelaskan pendapat Freud, bahwa alam tak sadar dapat mempengaruhi dinamika kepribadian tokoh. Berbagai kebutuhan badaniah manusia menimbulkan berbaga ketegangan atau kegairahan dan akan terungkap melalui sejumlah perwakilan mental dalam bentuk dorongan/keinginan yang dinamakan naluri. Jadi naluri adalah perwujudan ketegangan badaniah yang berusaha mencari pengungkapan dan peredaan serta merupakan bawaan tiap makhluk hidup.

(38)

23

merupakan perwakilan dari berbagai nilai dan norma yang ada dalam masyarakat. Pada novel Nayla, Id dalam tokoh Nayla selalu dominan.

Dalam novel Nayla, peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tokoh Nayla menentukan perjalanan hidupnya. Peristiwa yang dialami oleh Nayla membuatnya bertahan.

Dalam bab ini akan dianalisis dimensi fisik, psikis dan sosiologis dua tokoh yaitu Nayla dan Ibunya. Kedua tokoh ini dipilih karena menjadi tokoh protagonis dan antagonis.

2.2 Dimensi Fisik

Dimensi fisik adalah keadaan fisik tokohnya meliputi usia (tingkat kedewasaan), jenis kelamin, keadaan tubuh (tinggi, pendek, gagah, pincang, dan sebagainya), ciri wajah (cantik, jelek, keriput, dan sebagainya), serta ciri khas yang spesifik. Lebih lanjut peneliti akan menjelaskan tentang dimensi fisik tokoh dalam novel Nayla.

Nayla adalah anak remaja yang usianya sudah menjelang sepuluh tahun. Dengan usia yang menjelang sepuluh tahun ia masih saja mengompol. Ketika ia mengompol Ibu selalu menusukan peniti ke selangkangannya bahkan ke vaginanya. Hal ini sudah dialami Nayla berkali-kali sehingga menurut Nayla hal ini sudah biasa. Tampak pada kutipan berikut.

(39)

24

selangkangan Nayla yang ditusukinya. Tapi juga vaginanya. Nayla diam saja. Tak ada sakit terasa. Hanya nestapa. Tak ada takut. Hanya kalut.

Pertanyaan-pertanyaan masih kerap hadir di kepalanya walaupun fisiknya sudah terbiasa. Ia masih saja heran kenapa setiap malam ngompol di celana padahal sudah menjelang sepuluh tahun usianya (Nayla, 2005:2).

Kutipan (1) mendeskripsikan tokoh Nayla yang mempunyai fisik tegar. Rasa tegarnya karena ia sudah terbiasa ditusuki dengan peniti. Hukuman yang Ibu berikan membuat Nayla menjadi anak yang tegar dan ketika ia disiksa oleh Ibunya ia pun sudah merasa terbiasa. Begitu pula dengan Ibunya yang mempunyai fisik yang tegar dan kuat. Hal ini tampak pada kutipan berikut.

(2) Ibu memang orang yang kuat. Tak akan pernah saya sekuat Ibu. Saya tak pernah melihat Ibu begitu mencintai laki-laki seperti ia mencintai Om Indra. Tapi ketika hubungan mereka berakhir pun, Ibu terlihat biasa-biasa saja.

Ya, saya tak akan pernah sekuat Ibu. Ibu yang dulu, maupun Ibu yang sekarang. Ibu yang semakin kuat saja setelah putus dengan Om Indra. Ia tidak hanya memasuki vagina saya dengan peniti setiap kali saya ngompol. Ia memukuli saya tanpa sebab yang bisa diterima akal sehat. Karena Ibu berkuasa. Karena Ibu kuat (Nayla, 2005:112).

(40)

25 2.3 Dimensi Psikis

Dimensi psikis dari tokoh melukiskan latar belakang kejiwaan, kebiasaan, sifat dan karakternya seperti misalnya mentalitas, ukuran moral dan kecerdasan, temperamen, keinginan, dan perasaan pribadi, kecakapan dan keahlian khusus.

Nayla ingin melihat Ibu seperti Ibu-ibu lainnya yang menjaga dan menyayangi anaknya dengan tulus bukan dengan siksaan. Rasa cinta Ibu yang tidak dirasakan oleh Nayla membuatnya kepikiran. Dalam benaknya ia selalu menyalahkan sosok Ibu yang dimilikinya. Hal ini tampak dalam kutipan berikut.

(3) Rasa sakit di hatinya pun masih kerap menusuk setiap kali melihat sosok Ibu tak ubahnya monster. Padahal ia ingin melihat ibu-ibu lain yang biasa dilihatnya di sekolah ataupun di ruang tunggu dokter. Ia ingin Ibu seperti ibu-ibu lain yang terkejut ketika anak kandungnya jatuh hingga terluka dan mengeluarkan darah, bukan sebaliknya membuat berdarah. Nayla ingin punya ibu, tapi bukan ibunya sendiri. Nayla ingin memilih tak punya ibu, ketimbang punya Ibu yang mengharuskannya memilih peniti (Nayla, 2005:2).

Kutipan (3) membuat Nayla semakin tenggelam dengan perasaannya terhadap Ibu. Ia ingin mempunyai Ibu seperti ibu-ibu lainnya bukan Ibu yang memilih peniti. Itulah perasaan yang dialami Nayla saat ini. Menahan rasa sakit di hatinya dan mencoba terus tegar saat Ibu memilih peniti. Menurut Ibu yang dilakukannya memilih peniti adalah hal yang baik, agar Nayla tidak ngompol dan tidak membuat kesalahn lagi. Ibu ingin Nayla mengikuti sifat Ibunya bukan Ayahnya yang telah meninggalkan mereka. Karena selama ini Nayla tinggal bersama Ibunya. Hal ini tampak pada kutipan berikut.

(41)

26

merawatmu penuh dengan ketegaran sejak kamu berada di dalam kandungan. Aku yang membesarkanmu penuh ketabahan. Aku menyediakan segala kebutuhan sandang dan pangan. Akan kubuktikan kepadanya, anakku, bahwa aku bisa berdiri sendiri tanpa perlu ia mengulurkan tangan. Kamu milikku, bukan milik ayahmu (Nayla, 2005:6).

Kutipan tersebut membuktikan bahwa perasaan Ibu sangat hancur atau sangat membenci ayah. Sikap ayah yang meninggalkan ibu begitu saja membuat ibu harus tegar dan bekerja keras membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan Nayla. Kerja keras Ibu selama ini untuk Nayla. Ia ingin Nayla tak mengikuti sifat ayahnya.

Tokoh ibu berwatak keras. Semua yang ibu inginkan harus tercapai. Ibu juga memegang prinsip bahwa Nayla harus menjadi seperti yang ia inginkan. Setiap keputusan yang sudah ibu buat tidak bisa diubah dan ditawar lagi. Ibu selalu memandang semua benar dan salah menurut aturannya. Bahkan bentuk kedisiplinan yang diterapkan untuk Nayla juga sesuai dengan aturannya, bila Nayla melakukan kesalahan, ibu menghukum tanpa melihat sebab akibat nayla melakukan kesalahan itu. Seperti saat Nayla tetap mengompol dan ibu menghukumnya dengan menusukkan peniti ke selangkangan dan vagina Nayla.

(42)

27

Faktor dari lingkungan juga membentuk kepribadian Nayla seperti lingkungan fisik saat Nayla tinggal di jalanan, faktor status sosial dan budaya. Faktor lingkungan fisik dalam novel ini, lingkungan tempat Nayla pernah tinggal di jalanan dan mencari nafkah juga dari jalanan. Sikap Nayla yang keras serta berani menghadapi semua yang menentang itu juga karena lingkunagn fisik

2.4 Dimensi Sosiologis

Dimensi sosiologis menunjukkan latar belakang kedudukan tokoh tersebut dalam masyarakat dan hubungannya dengan tokoh lainnya misalnya status sosial, pekerjaan, pandangan hidup, aktivitas sosial, suku (bangsa dan keturunan). Setiap dimensi sosiologis memberikan konsekuensi, misalnya dalam melukiskan watak, pakaian, latar belakang, kebiasaan, bahasa yang digunakan, dan sebagainya.

Nayla yang tumbuh menjadi gadis dewasa tidak menyadari bahwa sikap yang dia ambil salah. Karena tertekan dan tidak suka dengan sikap Ibunya yang selalu menghukumnya, Nayla selalu mencari rasa aman lewat alkohol. Sampai ia bekerja sebagai juru lampu di diskotek, dan bertemu dengan Juli. Saat ia bekerja sebagai juru lampu umur dia baru empat belas tahun.

(5) Adalah Juli yang pertama kali menawarkan persahabatan di hari pertama saya bekerja sebagai juru lampu di diskotek. Adalah juga Juli yang mengajari saya berbagai hal yang semula tak saya pahami. Mulai dari beat per menit hingga cara menghadapi tamu laki-laki yang genit.

(43)

28

perkembangan anak yang ditimbulkan oleh perilaku orang tua. Akibat ibu yang selalu menyiksa Nayla, akhirnya Nayla tumbuh menjadi anak yang nakal dan kenal dengan dunia malam. Tapi dengan kehidupannya sekarang ia bisa membuktikan kepada Ibunya bahwa ia bisa hidup tanpa bantuan orang tuanya dan akhirnya ia menjadi seorang penulis.

(6) INTERVIEW 1

“Kapan pertama kali suka nulis?

“Hmmm... sejak mulai bisa nulis pasti.”

“Apa yang menjadi inspirasi Mbak ketika nulis?”

“Apa ya? Gak tentu. Saya pikir semua hal menjadi inspirasi saya. Saya

punya pengalaman harafiah dan nonharafiah sejak dilahirkan sampai detik ini. Referensi inilah yang saya tuangkan ke dalam tulisan. (Nayla, 2005:116)

Ketika Nayla menjadi seorang penulis pun, Ibu masih saja memarahinya karena tulisan yang ia buat. Ibu merasa tulisan Nayla tak pantas dimuat di majalah, karena tulisan yang Nayla buat hanya omong kosong. Nayla menuliskan pengalaman hidupnya dan orang-orang di sekitarnya, dari ibunya yang bekerja sebagai pelacur, ayahnya, ibu tirinya, pacarnya, dan lain-lain.

(7) Aku tak mau kamu menjadi perempuan kosong tanpa isi. Batinmu, fisikmu, otakmu, harus kaya. Hanya dengan itu kamu bisa menaklukkan mereka. Contohlah aku. Aku tak butuh mereka. Lihat betapa banyak laki-laki yang takluk padaku. Lihat betapa mereka rela meyerahkan jiwa dan raganya hanya untukku. Kamu pun harus bisa seperti aku. (Nayla, 2005:8)

(44)

29

Jadi Nayla harus benar-benar dewasa dan pandai. Agar kelak Nayla bisa menaklukan laki-laki sama seperti Ibunya.

Dimensi-dimensi dalam tokoh novel ini terutama pada tokoh yang menonjol yaitu Nayla dan Ibu menyebabkannya melakukan dinamika Id, Ego, dan Superego yang dalam bab III akan dianalisis dan dideskripsikan.

2.5 Rangkuman

Analisis dalam bab II ini mengungkapkan tokoh dan penokohan Nayla dan Ibunya. Kedua tokoh ini dipilih karena mengungkapkan tokoh kita dan memiliki masalah kajian analisis terhadap tokoh Nayla dan Ibunya.

Tokoh Nayla menghasilkan pandangan lebih dari dimensi fisik yaitu usianya yang sudah remaja tetapi ia masih saja mengompol. Ketika ia mengompol Ibu selalu menusukan peniti keselangkangannya bahkan ke vaginanya.

Dimensi psikis Nayla yaitu Nayla ingin melihat Ibu seperti Ibu-ibu lainnya yang menjaga dan menyayangi anaknya dengan tulus bukan dengan siksaan.

Dimensi sosiologis Nayla ialah ketika Nayla tumbuh menjadi gadis dewasa dan ia tidak menyadari bahwa sikap yang diambilnya salah. Karena tertekan dan tidak suka dengan sikap Ibunya yang selalu menghukumnya, Nayla selalu mencari rasa aman lewat alkohol.

(45)

30

vagin Nayla dengan peniti. Ibu tak melihat dan mencoba mengerti bagaimana perasaan Nayla.

Dimensi psikis Ibu yaitu perasaan Ibu sangat hancur dan sangat membenci ayah. Ibu membenci ayah karena ayah meninggalkan ibu begitu saja. Oleh karena itu Ibu harus tegar dan bekerja keras atau membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan Nayla.

Dimensi sosiologis Ibu yaitu ia ingin sikapnya diikuti oleh Nayla. Nayla harus mengikuti jejak atau sifat Ibu. Ibu tidak ingin Nayla sama seperti Ayahnya. Ibu ingin Nayla mencontohnya, karena menurut Ibu hidup ini keras. Jadi Nayla harus benar-benar dewasa dan pandai. Agar kelak Nayla bisa menaklukkan laki-laki sama seperti Ibunya. Itulah latar belakang Ibu yang ia terapkan untuk anaknya Nayla.

Tokoh Ibu memang berwatak keras. Semua yang Ibu inginkan harus tercapai. Ibu juga memegang prinsip bahwa Nayla harus menjadi seperti yang ia inginkan. Setiap keputusan yang sudah Ibu buat tidak bisa diubah dan ditawar lagi. Bahkan bentuk kedisiplinan yang diterapkan untuk Nayla juga sesuai dengan aturannya, bila Nayla melakukan kesalahan, Ibu menghukum tanpa melihat sebab akibat Nayla melakukan kesalahan itu. Seperti saat Nayla tetap mengompol dan Ibu menghukumnya dengan menusukkan peniti ke selangkangan dan vagina Nayla.

(46)

31

berkembang dengan tidak seimbang. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya Id yang terlalu mendominasi dalam kepribadian Nayla. Ego selalu dituntut untuk memenuhi apa yang diinginkan oleh Id tanpa memikirkan norma-norma yang ada. Semua terjadi disebabkan tidak terbentuknya Superego yang baik dalam kepribadian Nayla. Struktur kepribadian yang tidak seimbang juga mengakibatkan Nayla mengalami gangguan kepribadian seperti neurosis dan depresi.

Pengalaman-pengalaman traumatis pada masa kecil memberikan inspirasi terhadap tulisan-tulisan Nayla, khususnya penyiksaan yang dilakukan oleh Ibu dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh kekasih Ibunya. Hal yang menjadi inspirasi Nayla dalam dunia kepengarangannya yaitu seksualitas dan dunia perempuan. Hubungan problematis Ibu dan anak dan seksualitas kerap menjadi tema dalam setiap tulisannya. Dalam dunia kepengarangannya, Nayla

menghasilkan sebuah cerita pendek yang berjudul “Laki-laki Binatang!”, dan dua buah tulisan yang membahas seksualitas dan pelecahan seksual. Trauma yang mengikat kehidupan Nayla berdampak pada tulisan-tulisan yang dihasilkannya. Selalu menonton, gaya penulisan Nayla yang cenderung menggunakan stream of consciousness, yaitu teknik aliran kesadaran, dan dalam setiap tulisannya selalu

dibumbui oleh seksualitas dari sudut pandang dunia perempuan.

(47)

32 BAB III

KAJIAN TENTANG ID, EGO DAN SUPEREGO DALAM DIRI

TOKOH NAYLA DAN TOKOH IBU DALAM NOVEL NAYLA KARYA

DJENAR MAESA AYU

3.1 Pengantar

Dalam bab II telah dianalisis tokoh dan penokohan pada novel Nayla. Oleh

karena itu, pada bab III peneliti akan menganalisis id, ego, dan superego tokoh Nayla dan Ibu. Menurut Freud, alam tak sadar merupakan segi pengalaman yang tidak pernah kita sadari (karena terjadi pada tahap perkembangan ketika kita belum berbahasa atau karena berlangsung cepat sekali maupun terjadi di luar pusat perhatian kita) (Hartono, 2003: 3).

Freud menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik antara impuls id (umumnya seksual dan agresif) dan pertahanan dari ego. Impuls-impuls id mengancam individu yang disebabkan pertentangan nilai-nilai personal atau

(48)

33

Psikoanalisis Sigmund Freud membahas mengenai id, ego, dan superego. Dinamika ini mampu menciptakan arus alam bawah sadar. Hal ini juga terjadi pada tokoh Nayla yang mengalami berbagai peristiwa yang dialaminya secara nyata. Dengan demikian, hasil kajian dalam penelitian ini merupakan psikoanalisis, maka sub judul pembahasan didasarkan pada id, ego, dan superego pada tokoh Nayla dan Ibu.

3.2Kajian Id, Ego dan Superego Tokoh Nayla

Id adalah lapisan psikis yang paling dasariah: yang di dalamnya terdapat

naluri-naluri bawaan (seksual dan agresif) dan keinginan-keinginan yang direpresi. Id menjadi bahan dasar bagi pembentukan psikis lebih lanjut dan tidak terpengaruhi oleh kontrol pihak ego dan prinsip realitas. Id memiliki perlengkapan berupa dua macam proses. Proses pertama adalah tindakan-tindakan refleks, yakni suatu bentuk tingkah laku atau tindakan yang melibatkan sejumlah reaksi psikologis yang rumit (Koswara, 1991:33). Jadi Id merupakan sistem yang paling dasar yang dimiliki oleh manusia. Id tidak membutuhkan perintah dari sistem yang lainnya karena Id akan bekerja secara otomatis.

(49)

34

(8) “Kenapa ibu tak bisa berpikir bahwa tak akan ada satu orang anak pun yang memilih ditusuk vaginanya dengan peniti hanya karena ingin

mempertahankan rasa malas” (Nayla, 2005:2)

Tokoh Ibu juga memberi pernyataan bahwa Nayla anak yang malas. Tetapi Nayla menganggap bahwa hukuman itu merupakan tekanan buat dia. Mengompol itu dikarenakan tekanan yang terjadi pada diri Nayla. Hal ini juga yang membuat Nayla berwatak keras karena tekanan-tekanan yang dihadapinya.

(9) “Apalagi yang kamu harapkan ketika semua kebutuhan tak ada yang

kurang? Kenapa untuk pergi kekamar mandi saja kamu begitu malas?”

(Nayla, 2005:7)

Tokoh Nayla sendiri berkepribadian keras. Kepribadian yang keras ini karena Nayla dipengaruhi oleh Ego. Ego memegang prinsip dan selalu memandang hidup sesuai dengan realitas. Nayla saat berumur belasan sudah dipengaruhi oleh Ego karena dia diusir dari rumah Ibu setelah keluar dari Panti Rehabilitasi. Hal ini merupakan penolakan orang tua terhadap anak yang akan mengakibatkan anak menjadi seorang pemberontak, ingin melarikan diri dari rumah, dan bersikap agresif.

(10) “Ia berjalan melewati kucing-kucing dan anjing-anjing tak bertuan. Mendadak Nayla merasa tak lebih dari binatang-binatang ini. Tak lebih dari sampah yang belum dibersihkan di jalan. Tak bisa selamanya begini. Ia butuh pekerjaan. Butuh tempat tinggal. Butuh sesuatu yang bisa membuatnya sedikit merasa berarti ketimbang binatang dan sampah ini. Nayla butuh pilihan. Tapi apa yang bisa ia pilih ketika ia sama sekali tak punya pilihan? Hanya untuk semua inikah ia dilahirkan? Terlahir, terluka, dan disia-siakan?

Sampai matikah ia akan seperti ini?” (Nayla, 2005:15)

(50)

35

harus memilih peniti dan Nayla mulai tidak takut lagi. Secara tidak sadar Nayla telah dipengaruhi oleh Ego, Nayla sadar bahwa ini pilihan dan harus dijalani.

(11) “Tapi kini, beberapa tahun kemudian, tak ada satu peniti pun yang membuat Nayla gentar maupun gemetar. Ia malah menentang dengan memilih peniti yang terbesar. Membuka pahanya lebar-lebar. Tak terisak. Tak meronta. Membuat Ibu semakin murka. Tak hanya selangkangan Nayla yang ditusukinya tapi juga vaginanya. Nayla diam saja. Tak ada sakit terasa. Hanya nestapa. Tak ada takut. Hanya

kalut” (Nayla, 2005:2)

Nayla sadar bahwa pilihan untuk memilih peniti harus dia hadapi. Nayla sudah terbiasa maka dia tidak takut tetapi ada perasaan tertekan, Nayla pun menjadi kalut. Nayla berusaha tegar dan tabah dengan tidak meronta dan menangis. Ego membuat Nayla berpikir rill tentang hukuman yang diberikan Ibu karena dia sudah terbiasa menghadapinya. Nayla juga menentang tindakan Ibu dengan tidak menangis dan meronta.

Nayla juga lebih banyak dipengaruhi oleh Id karena dia ingin lepas dari semua penderitaannya. Usia yang masih terlalu muda dan hidup di dunia bebas. Nayla lebih memikirkan hidup yang enak. Dia melakukan apa saja yang ingin dilakukannya. Saat dia mabok-mabokan di diskotek yang dia lakukan hanya menghindari kehidupan yang tidak enak atau menjadi beban pikirannya. Nayla mencoba melepaskan penderitaan dengan meminum-minuman beralkohol.

Meskipun demikian, dia tetap merasa sepi dan hidup sendiri dengan segala kesulitan yang menghimpitnya dan dia tetap merasa nestapa walaupun dia lupa karena mabuk. Hal ini terlihat dari kutipan novel di bawah ini:

(12) “ Kegaduhan ini, tetap saja terasa sepi…….. tak ada yang terlalu

peduli…… hanya ada mabuk yang limbung. Hanya ada limbung

yang lupa. Hanya ada lupa yang sejenak membuat bahagia. Tapi bagi

(51)

36

Dari dua kutipan di atas, terlihat jelas bagaimana Id Nayla begitu ingin menjadi seorang anak yang normal yang selalu memperoleh kebahagian dengan cara yang normal dan dia begitu ingin segera lepas dari kesulitan yang selama ini selalau menghimpitnya dan menjalar di sela-sela hidupnya.

Nayla mengalami suatu tekanan batin karena mengalami trauma yang mendalam dalam hidupnya karena perilaku yang dilakukan oleh ibunya terhadap dirinya. Perilaku yang dilakukan ibunya dapat menyebabkan Nayla frustasi atau trauma. Sehingga ia tak inginpunya ibu seperti ibunya saat ini. Ia ingin mempunyai ibu, tapi buka ibunya sendiri.

(13) Rasa sakit di hatinya pun masih kerap menusuk setiap kali melihat sosok Ibu tak ubahnya monster. Padahal ia ingin melihat Ibu seperti ibu-ibu lain yang biasa dilihatnya di sekolah ataupun di ruang tunggu dokter. Nayla ingin punya Ibu, tapi bukan Ibunya sendiri. Nayla ingin memilih tak punya Ibu, ketimbang punya Ibu yang mengharuskannya memilih peniti (Nayla, 2005:2).

Dari kutipan di atas, kita bisa lihat bahwa Nayla tidak ingin punya Ibu, dia ingin diperlakukan seperti anak-anak yang lain, dia ingin dimanja dan disayang dengan cara yang normal, bukan dengan cara disiksa dengan cara ditusuki vaginanya hanya karena ngompol. Karena trauma akan hal itu, Nayla mempertahankan egonya dengan membenci sosok seorang Ibu. Nayla juga menganggap laki-laki itu sebagai binatang dan berotak kerdil. Hal tersebut tampak pada kutipan di bawah ini.

(14)“Otak laki-laki memang kerdil. Senggama bagi mereka hanya berkisar di seputar kekuatan otot Vagina” kata Juli (Nayla, 2005: 5).

(52)

37

tergila-gila pada saya……. Mereka pasti bangga jika berhasil

merobek selaput dara saya. Bodoh…” (Nayla, 2005:3).

Dari kutipan di atas, peneliti mengetahui bahwa Nayla menganggap laki itu bodoh karena hanya menginginkan tubuhnya saja dan menganggap laki-laki itu seperti binatang karena laki-laki-laki-laki berpikiran seks itu hanya pelampiasan nafsu birahi saja.

Nayla selalu merindukan sosok Ayah, ketika dia sudah bertemu dengan Ayahnya dia ingin berbakti kepada Ayahnya dan memberikan sesuatu yang terbaik kepada Ayahnya. Hal ini terlihat dari kutipan di bawah ini:

(16) “Hari ini saya malas ke sekolah. Saya ingin menunggui Ayah di rumah. Walaupun dokter mengatakan kondisinya membaik, tapi ia masih terlihat lemah (Nayla, 2005:19).

Kutipan (13) menjelaskan bahwa ketika Ayahnya sakit dia ingin menunggui Ayahnya walaupun ia harus bolos sekolah, karena ia ingin memperoleh kebahagiaan dan merasa tenang yang selama ini belum pernah ia rasakan ketika bersama Ibunya walaupun dia tidak tahu seperti apa kebahagiaan itu yang penting dia merasa tenang.

(17) “Tapi saya merasa tenang di rumah ini. Bukan isapan jempol. Buktinya saya berhenti ngompol. Saya tak tahu seperti apa bahagia.

Tapi saya yakin, saya sedang mengetuk, di depan pintunya...”

(Nayla, 2005:20)

Walaupun trauma karena sering disiksa ibunya, Nayla tetap merindukan ibunya dan menganggapi ibunya adalah perempuan terhebat di dunia ini dan dia tetap mengagumi ibunya. Hal ini terlihat dari kutipan di bawah ini:

(53)

38

maksud jelek sedikit pun. Saya Cuma ingin mengabari bahwa saya sudah mulai bisa hidup dengan hasil keringat saya sendiri”. (hal 53).

(19) “ ia adalah perempuan terhebat yang pernah saya kenal. Ia laksana

matahari yang tak akan pernah terjamah dan terjangkau” (Nayla, 2005:57).

Dari kuitipan di atas, Nayla ingin mengabari ibunya tentang keadaanya karena dia masih merasa dan memerlukan seorang ibu. Selain itu, bagi Nayla ibu adalah sosok yang akan selalu menginspirasi dia dalam mengahadapi setiap kesulitan dan kesendirian dalam hidupnya.

Tokoh Ibu juga memberi pernyataan bahwa Nayla anak malas. Tetapi Nayla menganggap bahwa hukuman itu merupakan tekanan buat dia. Ngompol itu dikarenakan tekanan yang terjadi pada diri Nayla. Hal itu juga yang membuat Nayla berwatak keras karena tekanan-tekanan yang dihadapinya. Seperti pada kutipan di bawan ini.

(20) “Apalahi yang kamu harapkan ketika semua kebutuhan tak ada yang kurang? Kenapa untuk pergi ke kamar mandi saja kamu

begitu malas?”. (Nayla, 2005:7)

Tokoh Nayla pun berkepribadian keras. Kepribadian yang keras ini karena Nayla dipengaruhi oleh Ego. Ego memegang prinsip dan selalu memandang hidup sesuai realitas. Nayla saat berumur belasan sudah dipengaruhi oleh Ego karena dia diusir dari rumah Ibu setelah keluar dari Panti Rehabilitasi. Hal ini merupakan penolakan orang tua terhadap anak yang akan mengakibatkan anak menjadi seorang pemberontak, ingin melarikan diri dari rumah, dan bersikap agresif.

Ego membuat Nayla berpikir rill tentang hukuman yang diberikan Ibu

(54)

39

dipengaruhi oleh Id karena dia ingin lepas dari semua penderitaannya. Usia yang masih terlalu muda dan hidup di dunia bebas. Nayla lebih memikirkan hidup yang enak. Dia melakukan apa saja yang ingin dilakukannya. Saat dia mabok-mabokan di diskotek, yang dia lakukan hanya menghindari hidup yang tidak enak. Dia mencoba bertahan hidup dengan menghindari kehidupan yang tidak enak atau menjadi beban pikirannya. Nayla mencoba melepaskan penderitaan dengan meminum minuman alkohol.

(21) “Tapi bagi saya, lupa tetaplah nestapa. Bahkan ketika pengaruh alkohol sudah melewati kapasitas otak juga tubuh saya dan mengocak perut hingga seluruh isinya berpindah ke dalam jamban, karpet di bawah sofa, atau lantai dansa, isi kepala saya tetaplah dipenuhi pertanyaan yang sama. Kenapa saya harus terdampar di tempat sunyi ini ketika anak-anak sebaya yang lain sedang tertidur di balik kehangatan selimut dan bermimpi? Kenapa saya harus mencari rasa aman lewat alkohol ketika anak-anak sebaya yang lain

sudah merasa nyaman oleh segelas susu dan sekerat roti?” (Nayla,

2005:3)

Nayla dipengaruhi Id dengan membuang hal yang buruk-buruk dengan membayangkan kehidupan yang lebih baik. Tetapi pernyataan di atas juga menunjukan dia berpikir tentang hidupnya maka Id dan Ego memandang kehidupan dengan rill. Nayla juga memandang kehidupannya telah mempermainkannya. Pelariannya dari kehidupan yang tidak enak dengan mabok-mabokan. Nayla juga dipengaruhi oleh Id saat dia berkencan dengan banyak laki-laki. Id berdasarkan pada kenikmatan. Nayla mengencani laki-laki untuk senang-senang saja.

(55)

40

menggelinjang. Menyaksikan mereka tak lebih dari seekor binatang sangatlah menyenagkan. Setelah malam itu mereka akan kembali mengendus-endus kenikmatan yang saya berikan. Mereka dengan tak berdaya menunggu giliran seperti pengunsi menanti jam makan. Jika mereka diberi satu kali lagi kesempatan, mereka mati-matian membuktikan kejantanan. Mereka merasa tertantang.

Disitulah Ego mereka mulai menguasai, dan kutipan di atas menunjukan bahwa Nayla bersikap agresif, perilaku ini yang dipengaruhi oleh Id. Walau ada beberapa kalimat yang menunjukan bahwa Ego muncul dan menguasai saat bercinta. Dorongan-dorongan dan nafsu termasuk dalam Id. Saat insting seksual mencul kepribadian lebih banyak dipengaruhi oleh Id, karena seksualitas yang dicari Nayla hanya kepuasan sesaat. Tetapi saat muncul juga dipengaruhi oleh Ego, karena Ego sebagai penggerak sistem Id yang berperilaku agresif tetapi Ego

tidak mendominasi Nayla juga memukul Ben demi mempertahankan Egonya. Nayla memang bertindak sesuka hati dan selalu ingin menang sendiri. Saat berhubungan dengan Ben, Nayla seringkali emosional dan melakukan pemukulan. Tindakan ini dipengaruhi oleh Id, tindakan primitif. Dorongan-dorongan nafsu dan tindakn kasar untuk mempertahankan Egonya karena Id lebih dominan.

(56)

41 3.2.1 Kekerasan Ibu

Faktor yang mempengaruhi kepribadian Nayla, yang berasal dari dalam dirinya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor pengalaman langsung dan kerangka acuan. Faktor pengalaman langsung bersumber dari Ibu bersikap saat Nayla masih berumur belasan. Ibu saat Nayla mengompol malam hari dan mendapat hukuman dari Ibu. Saat Nayla dihukum tanpa alasan yang jelas oleh Ibu tanpa mendengar alasan Nayla melakukan hal tersebut.

(23) ”Mata Nayla menatap tajam ke arah rangkaian peniti yang teronggok di atas meja tepat di depannya. Beberapa tahun lalu, Nayla masih gentar setiap kali malihat rangkaian peniti ini. Ia akan terdiam cukup lama sebelum akhirnya terpaksa memilih satu. Itupun harus dengan cara ditampar ibu terlebih dulu. Beberapa tahun lalu, Nayla masih gemetar ketika tangan ibu menyalakan pematik dengan ukuran terkecil, tentunya. Dan ketika peneiti yang menurut ibu sudah steril iti ditusukkan ke selangkangannya, ia akan mengapit rapat-rapat kedua pahanya. Terisak. Meronta. Membuat ibu semakin murka” (Nayla, hlm 1)

Pada kutipan di atas Nayla diperlakukan oleh Ibu dengan keras dan kaku. Nayla pun saat sudah dewasa bersikap baik berwatak keras maupun berperilaku keras pada Ibu dan hidupnya sendiri. Bahkan Nayla meninggalkan Ibu karena Nayla merasa sudah tidak nyaman lagi di rumah dan Nayla pun memilih Ayah. Sikap Nayla memilih Ayah karena sikap Ibu yang kasar terhadap Nayla. Beberapa hukuman yang Nayla terima tanpa alasan yang jelas.

(57)

42

ketimbang punya Ibu yang mengaruskannya memilih peniti” (Nayla, hlm 3)

Pengalaman langsung membawa Nayla pada trumatis pada tokoh Ibu. Nayla juga tidak menginginkan tokoh Ibu. Hal ini karena pengalaman Nayla dengan Ibu yang buruk. Karena pengalaman yang buruk Nayla tidak bisa menggambarkan tokoh Ibu pada karya-karyanya. Bila kerangka acuan, Nayla bersikap kasar atau kaku pada Ibu karena Tokoh Ibu pernah bersikap kasar pada Nayla.

Kutipan di atas juga menunjukan bahwa Nayla sudah bersikap negatif pada Ibu dengan menolak tokoh Ibu hadir dalam hidupnya. Nayla pun suka bertindak sesuka hati dengan berperilaku kasar juga dengan orang yang tidak sesuai dengan keinginannya. Pada Ben yang tidak pernah benar dihadapan Nayla dan Nayla pun pernah memukul Ben karena Ben jalan dengan perempuan lain. Hal ini pun pernah dilakukan Nayla dengan berhubungan dengan laki-laki lain.

(25) ”Kamu tuh gak pernah ngaca diri sendiri. Begitu kamu ilang, aku langsung panik. Aku langsung mikir kamu pasti lagi asyik Flirting sama cowo lain. Liat dong track record kamu selama ini, tiap ngilang selalu ada cowok! Selalu alasan! Mengasah intelektual sama temen-temen senimanlah, ini lah, itu lah. Kalo memang Cuma mau ngobrol-ngobrol kenapa aku gak pernah kamu ajak! Kenapa kamu takut kalau aku di sana! Kamu pikir aku gak punya perasaan apa? Kamu pikir aku gak trauma?! Dan traumaku ini gara-gara

kamu!” (Nayla, hlm 150)

(58)

43

tetapi tidak menarik diri dari lingkungan sosial. Seperti Nayla ingin jalan-jalan dengan mereka dan membicarakan hal-hal yang menyenangkan.

(26) ”Nayla seakan terjepit di tengah dua dunia yang begitu berbeda. Di satu sisi, ia senang berada di kafe itu tanpa harus belanja baju baru dan menata rambut ke salaon terlebih dahulu. Ritual wajib yang dilakukan Nayla karena ia tak terlalu peduli dengan penampilan. Tak peduli dengan persaingan yang sifatnya di permukaan. Barang-barang bermerk atau pun perhiasan. Model rambut terbaru atau pun

pakaian.” (Nayla, hlm 159)

Dalam hal ini Nayla memiliki dua dunia dalam pergaulan tetapi terlihat jelas pada kutipan di atas bila Nayla lebih membicarakan hal-hal yang menyenangkan. Nayla tidak membicarakan tentang pribadinya, Nayla hanya ingin bergaul tanpa melibatkan masa lalunya.

3.2.2 Sexsualitas

Nayla sadar bahwa pilihan untuk memilih peniti harus dia hadapi. Nayla sudah terbias maka dia tidak takut tetapi ada perasaan tertekan, Nayla pun menjadi kalut. Nayla berusaha tegar dan tabah dengan tidak meronta dan menangis. Ego membuat Nayla berpikir rill tentang hukuman yang diberikan Ibu karena dia sudah terbiasa menghadapinya. Nayla juga menentang tindakan Ibu dengan tidak menangis dan meronta.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis aspek mental dalam novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra hanya dilakukan terhadap Nayla sebagai tokoh utama.?.

analisis konflik batin tokoh utama dalam novel Nayla karya Djenar

Berdasarkan temuan penelitian pada bentuk erotisme dalam novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu, terlihat pengarang membaurkan seks dalam kehidupan sehari-hari,

Sumber data penelitian ini adalah novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu yang diterbitkan tahun 2005 oleh PT. Gramedia Pustaka Utama. Penelitian ini merupakan penelitian

“ Analisis Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu Tinjauan Berdasarkan Psikologi Analitik C.G. Fakultas Sastra Universitas

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Nayla karya Djenar Maesa. Ayu, profil pengarang yang berisi perjalanan hidup dan latar belakang

Berdasarkan temuan penelitian pada bentuk erotisme dalam novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu, terlihat pengarang membaurkan seks dalam kehidupan sehari-hari,

analisis konflik batin tokoh utama dalam novel Nayla karya Djenar