• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Institusi Intermediary dalam Gerakan Sosial Baru: Studi tentang OTL Lidah Tani di Randublatung T1 352008001 BAB V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Institusi Intermediary dalam Gerakan Sosial Baru: Studi tentang OTL Lidah Tani di Randublatung T1 352008001 BAB V"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

37

BAB V

SEJARAH PERLAWAANAN PETANI RANDUBLATUNG

Konflik ini berawal dari keinginan masyarakat untuk menumpahkan ketidakpercayaan kepada pemerintah, khususnya kepada aparat penjaga hutan, akibat manipulasi yang dilakukannya dengan para pemodal. Keterlibatan para pemodal yang sebagian besar berperan sebagai penadah itu, dilihat oleh masyarakat dari dua sisi. Pertama, mereka semakin menyadari bahwa kegiatan kehutanan dapat menghasilkan pendapatan yang cukup besar dibandingkan dengan kegiatan masyarakat selama ini yang hanya terlibat dalam skala kecil, misalnya upah tanam, hasil tumpangsari, upah tebangan dan upah dari berbagai kegiatan lain. Kedua, masyarakat menyadari bahwa kegiatan kehutanan melibatkan begitu banyak pemain yang sebagian besar melanggar hukum. Kejadiankejadian tentang keterlibatan oknum Perhutani, oknum militer, pemilik modal, dan pihak-pihak lain dalam jaringan gelap tata usaha kayu, saat ini menjadi terbuka ketika warga juga terlibat di dalamnya. Hal ini menimbulkan suatu keberanian baru yang bersifat negatif, yaitu mencontoh pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh aparat yang terjadi di hadapan mereka. Pada beberapa kejadian terakhir, aparat sudah tidak lagi ditakuti oleh warga dan ini menunjukkan betapa motivasi warga telah berkembang cukup kompleks.

(2)

38 Sumber: Wulan, 2007, Analisis Konflik Sektor Kehutanan,hal: 44

Tabel 1. Kronologi Penjarahan Hutan di Temulus

Waktu Kejadian Diskripsi Kejadian

Maret 1998 - Kerjasama perangkat desa dan oknum Perhutani - Oknum Perhutani meloloskan kayu illegal

April 1998 - Ajun (Ajudan Administratur) mendatangi masyarakat, meminta kayu diserahkan

- Masyarakat meminta penengah dari Muspika

Mei 1998 - Ajun memimpin operasi, masyarakat melawan, petugas kocar-kacir

- Masyarakat mendirikan bangunan dari kayu ilegal - Masyarakat lain ikut-ikutan mengambil kayu ilegal - Perum melibatkan militer lokal (Koramil dan Polsek) - Ok u iliter alah ikut ber ai

Juni 1998 - Unit I berinisiatif mendatangkan Brimob

(3)

39

Juli – September 1998 - Penjarahan berlangsung terus

- Terjadi mutasi beberapa pegawai Perum setempat

Oktober 1998 - Ada pergantian beberapa petugas Koramil dan Polsek

- Dilakukan operasi oleh Polda, penjarahan berkurang - Beberapa warga ditangkap, namun diloloskan setelah membayar polisi

November 1998 - Operasi berhenti, penjarahan mulai terjadi lagi

Desember 1998 - Penjarahan masih berjalan - Ada pemilihan Kades baru

- Penjarahan mulai berkurang, namun ada kasus bibrikan (perambahan)

Januari 1999-Sekarang - Penjarahan masih berjalan

Sumber: Kutipan dari Penjarahan Hutan di Sekitar Desa, Temulus Randublatung. ARuPA, 1999.

Rentan waktu kurang dari setengah abad―semenjak mandat pengelolaan

pertama kali diserahkan pada 1961―tentu menyiratkan keyakinan negara akan kinerja positif Perhuntani dalam mengelola sumber daya hutan (Maryudi, 2011:76). Tetapi, setelah Orde Baru yang memiliki karakter kekuasaan otoriter dalam mengelola pemerintah ambruk, terjadi fenomena kekacuan dibidang pengelolaan sumber daya hutan di kawasan KPH Radandublatung. Konflik-konflik perebutan sumber daya hutan terjadi bahkan merebak. Berbagai masyarakat desa hutan yang sebelumnya pasif menjadi merasa kuat bila berhadapan dengan negara. Perlawanan terbuka dengan aksi penjarahan kayu terjadi di seluruh kawasan hutan wilayah kerja Perum Perhutani KPH Randublatung dan kawasan-kawasan hutan lainya.

Pada mulanya aksi penjarahan kayu terjadi di kawasan RPH Kedungsambi, tetapi kemudian dalam prosesnya meluas ke wilayah kawasan hutan negara di Randublatung, Cepu, bahkan Blora. Ribuan penjarah secara

(4)

40 Pasca aksi penjarahan kayu, lahan yang telah kosong akibat dari aksi penjarahan kayu dikapling-kapling begitu saja oleh petani hutan, guna dialih fungsikan menjadi lahan pertanian. Bahkan lebih jauh lagi, aksi penjarahan kayu yang terjadi pada awal tahun 1998 disertai dengan fenomena aksi balas kekerasan antara masyarakat desa hutan dan Perum Perhutani KPH Randublatung bersama aparat negara gabunganya. Sehingga mengakibatkan korban meninggal dan lukaluka, baik dari pihak Perum Perhutani KPH Randublatung maupun masyarakat desa hutan. Kemudian, aksi kekerasan dari masyarakat desa hutan juga dilakukan dengan cara merusak sarana dan prasana milik Perum Perhutani KPH Randublatung.

Kondisi tersebut menempatkan Perum Perhutani dalam situasi kesulitan mengatasi persoalan aksi penjarahan kayu, aksi perambahan lahan dan diikuti dengan aksi kekerasan yang terjadi secara masif di semua wilayah kerja Perum Perhutani KPH Randublatung. Kondisi itu juga menjadikan masyarakat desa hutan yang sebelumnya cenderung diam di era Orde Baru berubah menjadi

masyarakat yang secara “liar” untuk masuk ke dalam hutan tanpa dapat diatasi

oleh aparat negara pada awal era Reformasi. Oleh karena itu sangat wajar jika perlawanan terbuka di sekitar hutan KPH Randublatung di era Reformasi cenderung menonjolkan sifat anarkhis dan memilih berkonfrontasi langsung secara terbuka dengan kekuatan negara.

(5)

41 Korban-korban yang tewas di Blora dalam rentang waktu 1998-2008 dijelaskan pada table 2 di bawah8:

Tabel 2. Korban-korban yang tewas di Blora

No

Nama Modus KPH Waktu

Darsit Penembakan Randublatung 28 Juni 1998

Rebo Penembakan Randu Blatung 28 Juni 1998

Djani Penembakan Cepu 5 November 200

Wiji Penganiayaan Cepu 14 Oktober 2002

Mursi Penembakan Randublatung 16 Desember 2003

Nurhdi Penganiayaan Randublatung 13 Juni 2006

Pariyono Penaniayaan Randublatung 18 November2006

Beberapa contoh kasus di atas menunjukkan bahwa sengketa hutan cenderung terjadi tindak kekerasan di antara para pihak yang terlibat sengketa. Catatan dari Arupa menguatkan asumsi itu.9 Dalam sepuluh tahun terakhir sudah 7 (tujuh) orang tewas ditangan Perhutani di Blora. Apabila dikalkulasikan untuk Jawa Tengah (Wilayah I Perhutani), sebagaimana ditabulasikan oleh LBH Semarang dan Lidah Tani, dalam sepuluh tahun terakhir (1998-2008.) sudah 31 orang tewas dan 69 orang luka-luka akibat pendekatan keamanan yang dilakukan oleh Perhutani.

8

Data diolah dari tabulasi dokumen kasus yang dikumpulkan LBH Semarang dan Lidah Tani

9

Edi Suprapto, “Konflik Kehutanan yang Berbuah Kekerasan,“ dalam http://www.

Gambar

Tabel 1. Kronologi Penjarahan Hutan di Temulus
Tabel 2. Korban-korban yang tewas di Blora

Referensi

Dokumen terkait

Disemprotkan ( Jet Application of Fluid ), pada proses pendinginan dengan cara ini cairan pendingin disemprotkan langsung ke daerah pemotongan (pertemuan antara

batas akhir waktu pemasukan penawaran, Pokja ULP dapat menetapkan Adendum Dokumen Pengadaan, berdasarkan informasi baru yang mempengaruhi substansi Dokumen

Dalam diskusi tersebut Zulkifli Hasan menyatakan bahwa konversi lahan tersebut dikarenakan adanya kebijakan otonomi daerah, yang mana dalam UU Otoda disebutkan bahwa pemerintah

kedokteran ilegal yang dilakukan oleh dokter palsu, dalam hal ini diharapkan aparat penegakan hukum serta instansi terkait dapat meningkatkan penanganan dan

[r]

Data analyses were conducted over the course of the study and after the completion of the overall program that were based on each session of classroom

UU Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Banguan (BPHTB) merupakan undang-undang yang pertama kalinya mengatur BPHTB secara jelas

Only a small proportion of the many studies that have shown a positive effect of breast feeding on children’s cognitive ability control for maternal intelligence.. By omitting this