SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Per syar atan Memper oleh Gelar Sar jana Ilmu Administr asi Negar a Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veter an” J awa Timur
Oleh :
RETNO WULAN ANGRAENI
0941010017
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
penelitian ini dengan judul “EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI E-PROCUREMENT
DALAM PELELANGAN PENGADAAN BARANG / JASA DI PEMERINTAH
KOTA SURABAYA”.
Dalam penulisan proposal penelitian ini, penulis masih banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini penulis
ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak DR. Lukman Arif, MSi, selaku
dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan
kepada penulis. selain itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. DR. Ir. Teguh Sudarto MP Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak DR. Lukman Arif, MSi, selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Administrasi Negara atas bimbingan
skripsi ini.
7. Semua teman – teman jurusan Administrasi Negara angkatan 2009.
8. Dan pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan penelitian ini tidak terlepas dari
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang
bersifat membangun dari semua pihak sehingga proposal penelitian ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.
Surabaya, Mei 2013
Menyadar i sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skr ipsi ini banyak
pihak yang t elat t ur ut membant u sehingga melalui kesempat an ini
dengan segala ker endahan hat i, penulis ingin mengucapkan t er ima
kasih sebesar – besar nya kepada :
1. Kedua Or ang Tuaku yang selalu member ikan dor ongan baik doa,
mot ivasi, biaya ser t a semangat , semoga ALLAH SW T t er us
member ikan kesehat an dan kebahagiaan selalu. Amiennn…. .
2. Kakakq Randy dan mbak ipar q kiky ser t a ponakanq yang ayu
dewe n imut dewe. . . J
3. Dwi Mulya Amansyah makasi udah ngasi dukungan dan semangat
unt uk nyelesaiin skr ipsi ini. Luv u sayankk…<3
4. Buat semua t eman2 Administ r asi N egar a angkat an 2009. aq
pazt i kangen sama kalian semua. Miss u all… L
“ Sekali lagi t er ima kasih sebesar – besar nya unt uk semuanya
ser t a mohon maaf apabila ada kesalahan yang sengaj a maupun
PKL di Malang
PKL di
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 14
1.3. Tujuan Penelitian ... 14
1.4. Kegunaan Penelitian ... 15
BAB II KAJ IAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 16
2.2. Landasan Teori ... 19
2.2.1. Konsep Pelayanan Publik ... 19
2.2.1.1. Definisi Pelayanan ... 19
2.2.1.2. Definisi Pelayanan Publik ... 20
2.2.1.3 Tujuan Pelayanan ... 21
2.2.2 Electronic Government (e-government) ... 22
2.2.2.1 Manfaat E-Government ... 24
2.2.2.2 Tujuan E-Government ... 24
2.2.2.3 Sasaran Pembangunan E-Government ... 25
2.3. Kerangka Berpikir ... 34
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 35
3.2. Lokasi dan Situs Penelitian ... 36
3.3. Fokus Penelitian ... 36
3.4. Sumber dan Jenis Data ... 37
3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 39
3.6. Analisa Data ... 40
3.7. Teknik Keabsahan Data ... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 43
4.1.1 Lokasi Bagian Bina Program Pemerintah Kota Surabaya ... 43
4.1.2 Sejarah Singkat Bagian Bina Program Pemerintah Kota Surabaya ... 43
4.1.3 Visi dan Misi Bagian Bina Program Pemerintah Kota Surabaya ... 44
4.1.3.1 Visi ... 44
4.1.3.2 Misi ... 44
4.1.4 Struktur Organisasi Bagian Bina Program Pemerintah Kota Surabaya ... 44
4.2 Hasil Penelitian ... 50
4.2.1 Efektivitas E-Procurement Dalam Pelelangan Pengadaan Barang/Jasa... 52
4.2.2 Efisiensi E-Procurement Dalam Pelelangan Pengadaan Barang/Jasa ... 59
4.3 Pembahasan ... 63
4.3.1 Efektivitas E-Procurement Dalam Pelelangan Pengadaan Barang/Jasa ... 63
4.3.2 Efisiensi E-Procurement Dalam Pelelangan Pengadaan Barang/Jasa ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 70
5.2 Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA
Surabaya Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47
Tabel 4.2 Komposisi Pegawai Bagian Bina Program Pemerintah Kota
Surabaya Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 48
Tabel 4.3 Komposisi Pegawai Bagian Bina Program Pemerintah Kota
Surabaya Berdasarkan Pangkat Golongan ... 49
Tabel 4.4 Sarana dan Prasarana ... 49
Tabel 4.5 Data Rekap Anggaran Lelang Melalui E-Procurement tahun 2004
Gambar 3.1 Analisa Data Model Interaktif Menurut Miles dan Hubernman . 41
Gambar 4.1 Struktur Organisasi ... 44
Gambar 4.2 Alur Tahapan Lelang ... 53
Gambar 4.3 Portal E-Procurement ... 55
Gambar 4.4 Pemenang Lelang ... 57
Gambar 4.5 Informasi Lelang ... 58
Gambar 4.6 Efisiensi Lelang ... 60
DALAM PROSES PELELANGAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAHAN DI PEMERINTAH KOTA SURABAYA
Penelitian ini didasarkan pada fenomena masih sering terjadinya praktek korupsi di struktur tubuh birokrasi . Banyak cara yang telah dilakukan guna meminimalisir kegiatan penyelewengan penyelenggaraan pemerintah di tubuh birokrasi. Dari hasil pengamatan di lapangan, ternyata dengan adanya e–procurement ini dapat menjadi instrumen untuk mengurangi tindakan KKN karena melalui e-procurement, lelang menjadi terbuka. Maka tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana efektifitas dan efisiensi e-procurement dalam proses pelelangan pengadaan barang dan jasa pemerintahan di Pemerintah Kota Surabaya. Berdasarkan hal diatas, maka dibuatlah rumusan masalah penelitian “Bagaimanakah efektifitas dan efisiensi e-procurement dalam proses pelelangan pengadaan barang dan jasa pemerintahan di pemerintah Kota Surabaya?”.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif melalui pendekatan kualitatif. dengan fokus penelitian dua hal yaitu : pertama, efektifitas proses pelelangan. Kedua, efisiensi dalam hubungan menghemat biaya dan waktu. Sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dilakukan reduksi data, display data, instrument penelitian ini adalah pedoman wawancara, catatan di lapangan dan koneksi internet.
Kesimpulan yang di dapat dari penelitian ini adalah yang pertama efektifitas E-Procurement Dalam Pelelangan Pengadaan Barang/Jasa, yang merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Yang kedua yaitu efisiensi E-Procurement Dalam Pelelangan Pengadaan Barang/Jasa, yang merupakan upaya untuk menekankankan pada ketepatan mengenai sumber daya.
1.1`Latar Belakang
Pelayanan publik merupakan dasar dan bentuk aktualisasi dari eksistensi
birokrasi pemerintahan. Wajah birokrasi dapat tercermin dari sikap dan perilaku
birokrat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Bergesernya
manajemen pemerintahan dari Old Public Administration (OPA) ke New Public
Management (NPM) melalui penekanan pada pelayanan yang lebih berorientasi
kepada masyarakat hendaknya dijadikan landasan di dalam pengelolaan birokrasi
yang lebih efektif dan efisien.
Pelayanan publik dapat dinyatakan sebagai segala sesuatu bentuk
pelayanan sektor publik yang dilaksanakan aparatur pemerintah dalam bentuk
barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Sianipar, 1998 : 5). Dalam
kaitannya dengan hal tersebut, maka pemerintah hendaknya selalu berorientasi
pada masyarakat dengan menerapkan konsep pelayanan yang berwawasan
masyarakat (community based service).
Terselenggaranya pelayanan publik yang baik, memberikan indikasi
membaiknya kinerja manajemen pemerintahan, disisi lain menunjukan adanya
perubahan pola pikir yang berpengaruh terhadap perubahan yang lebih baik
terhadap sikap mental dan perilaku aparat pemerintahan yang berorientasi pada
dan pungli yang dewasa ini telah merebak di semua lini ranah pelayanan publik.
Dalam kontek pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat, perbaikan atau
peningkatan pelayanan publik yang dilakukan pada jalur yang benar, memiliki
nilai strategis dan bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan investasi dan
mendorong kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat luas
(masyarakat dan swasta).
Permasalahan-permasalahan pembangunan di Indonesia saat ini masih
berkutat dengan pemulihan ekonomi, meningkatnya jumlah pengangguran,
kemiskinan, tingkat kesejahteraan rakyat, birokrasi pemerintahan kurang efisien
dan efektif sehingga memberi peluang terjadinya korupsi, sampai pada
permasalahan disintegrasi bangsa yang mengancam keutuhan bangsa.
Peran organisasi publik dalam hal ini birokrasi juga menjadi sorotan
terhadap munculnya permasalahan pembangunan. Idealnya sebuah birokrasi
pemerintahan seharusnya senantiasa memiliki rasa kepekaan terhadap kepentingan
dan permasalahan masyarakat yang harus dipecahkan. Birokrasi juga dituntut
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugasnya dan tidak melaksanakan
bentuk penyalahgunaan wewenang dan melampaui batas kewenangannya. Dengan
ini akan tercipta bentuk pelayanan terhadap publik yang efisien dan efektif,
transparan serta akuntabel. Namun kenyataan yang terjadi adalah ketika birokrasi
telah memiliki wewenang terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang ada
justru birokrasi dapat memanfaatkan kewenangan dan kekuasaan dengan
menyelewengkan dan melampaui wewenang dari tugas birokrasi tersebut.
pemerintahan semakin subur dan bertambah besar. Kondisi ini yang menekankan
pentingnya sebuah penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance).
Penyelenggaraan good governance ini akan dapat menekan
penyelewengan proses pemerintahan oleh birokrasi dimana komponen terpenting
dalam good governance ini adalah terciptanya kinerja pemerintahan yang bersih,
efisien, efektif, transparan serta akuntabel. Tuntutan terhadap penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih menjadi mutlak adanya. Masyarakat dalam hal ini
sebagai stakeholders yang penting dalam pembangunan menginginkan adanya
penyelenggaraan pemerintah yang efisien, efektif, transparan serta akuntabel.
Terbentuknya bentuk pemerintahan yang baik seperti diatas membutuhkan
komitmen yang besar, mulai dari sikap moral sampai pada sarana penunjang
terciptanya good governance. Salah satu sarana penunjang yang dapat mendukung
terselenggaranya good governance adalah pemanfaatan teknologi informasi.
Teknologi informasi jika dimanfaatkan dengan baik oleh birokrasi pemerintah
akan dapat mengurangi angka kebocoran anggaran dalam pembangunan dan ini
akan dapat memperbaiki pelaksanaan program pemerintah yang selama ini kurang
efektif dan efisien sehingga ini akam membantu tercapainya kinerja
birokrasi/instansi pemerintahan yang transparan, efektif, efisien, dan dapat
dipertanggungjawabkan/akuntabel. Dan disinilah letak pentingnya teknologi
informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan menuju terciptanya good
governance.
Good governance berorientasi pada orientasi ideal sebuah negara yang
berfungsi secara efisien dan efektif melakukan apa yang menjadi tujuan nasional
tersebut. Orientasi pertama lebih mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan
dengan elemen-elemen konstituennya seperti legitimacy, accountability, securing
of human rights, autonomy and devolution power serta assurance of civilian
control. Sedangkan orientasi kedua adalah tergantung pada sejauh mana
pemerintahan mempunyai kompetensi dan sebagaimana struktur, mekanisme
politik dan administratif berfungsi secara efisien dan efektif. (Windyastuti, 2001 :
8) Kemudian salah satu karakteristik terwujudnya good governance adalah
terciptanya kinerja pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan partisipatif.
(Mardiasmo, 2002 : 29) Ketika hal tersebut terbukti maka sebenarnya kinerja
pemerintahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik akan berjalan dengan baik
dan memberikan dampak positif terhadap tiga pilar utama good governance, yaitu
masyarakat luas, pasar atau swasta, dan pemerintah sendiri.
Seiring dengan kebutuhan birokrasi terhadap informasi dan data global
yang sedang berkembang. Media internet merupakan salah satu bentuk dari
teknologi informasi yang membantu manusia guna berinteraksi satu sama lain
sama tanpa ada batasan ruang dan waktu. Dengan media internet ini manusia
dapat berinteraksi bahkan bertransaksi dengan mudah dan cepat, sehingga segala
urusan dapat dilakukan dengan waktu yang relatif singkat dan mudah tanpa harus
terhambat oleh adanya jarak dan ruang. Dunia maya ini diyakini mempengaruhi
kehidupan manusia, menghapus jarak, ruang, budaya, dan menjadi jembatan
Perkembangan penggunaan internet di lingkungan pemerintahan diikuti
dengan berubahnya pola orientasi dan fokus pemerintahan yang menaruh
pelayanan publik sebagai fokus utama dalam jalannya pemerintahan. Bentuk
orientasi terhadap pelayanan publik ini muncul seiring dengan arus reformasi
yang mempengaruhi pola pikir masyarakat terhadap bentuk ideal sebuah
pemerintahan yang bersih tanpa korupsi. Hal ini yang mendorong tuntutan
masyarakat terhadap birokrasi pemerintahan yang harus mengutamakan pelayanan
publik sebagai dasar pembangunan. Dengan maksud meningkatkan kualitas dan
kuantitas pelayanan publik dan berkembangnya teknologi informasi khususnya
media internet maka mulai muncul istilah electronic government atau
e-government.
Dengan adanya e-government maka informasi, komunikasi, dan transaksi
antara masyarakat dengan pemerintah dapat dilakukan tanpa batasan waktu
dimana dapat diakses melalui internet selama 24 jam dan membuka akses
informasi yang sebesar-besarnya. E-government juga akan mendorong terjadinya
reformasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dimana transparansi kebijakan
dan pelaksanaan otonomi daerah akan semakin mudah dikelola dan diawasi dan
memastikan semua sumber daya pemerintah digunakan sesuai dengan skala
prioritas. (Sumber : Kompas, 15 Desember 2005)
Esensi terpenting dari e-government adalah pemanfaatan telematika untuk
meningkatkan kinerja instansi pemerintahan. Dalam konteks ini peningkatan
kinerja diartikan sebagai terciptanya tata pemerintahan yang bersih, efektif,
kepada publik. Salah satu komponen utama e-government adalah implikasi sistem
pemerintahan yang mampu memberikan layanan secara online melalui internet.
Aplikasi ini memberi fasilitas interaksi antara anggota masyarakat dengan
penyelenggaraan layanan publik tanpa harus bertatap muka secara langsung. (Mas
RS Wigrantoro: 2005).
Berdasarkan Keppres no 30 Tahun 1997 tentang pembentukan Tim
Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI), dan disusul dengan Keppres No 50
Tahun 2000 dimana didalamnya disusun kerangka Kebijakan Pengembangan dan
Pendayagunaan Teknologi Telematika di Indonesia. Keppres ini yang kemudian
mendasari munculnya Inpres No 6 Tahun 2001 yang didalamnya menyatakan
bahwa aplikasi E-government yang diterapkan diseluruh organisasi pemerintahan
baik pusat dan daerah selain memberikan pelayanan dalam bentuk informasi
namun juga agar dikembangkan guna pelayanan interaktif, sehingga masyarakat
dapat mengakses pelayanan melalui internet sebagai bentuk mewujudkan
pemerintah yang bersih.
Setelah berjalan selama sekitar dua tahun dan muncul kebijakan baru
mengenai e-government yaitu Inpres No 3 Tahun 2003 yang mengatur tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-government. Dalam Inpres ini
diatur secara lebih lengkap dan detail mengenai pengembangan e-government
mulai pada pemerintah tingkat pusat sampai pada pemerintah tingkat daerah/kota.
Tujuan pengembangan e-government ini yaitu merupakan upaya untuk
mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik
Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dapat semaksimal mungkin
efektifitas dan efisiensi kinerjanya karena sangat terbantu oleh perkembangan
e-government di pemerintahan dan masyarakat sendiri akan lebih mudah mengakses
bentuk pelayanan publik yang diselenggarakan aparatur birokrasi tanpa harus
melewati proses yang rumit. Dari asumsi dasar tersebut penulis menemukan dan
mencoba akan mengkaji sebuah bentuk penerapan teknologi informasi yang
berbentuk e-government sebagai upaya menciptakan tatanan pemerintahan yang
baik atau good governance yang ada di pemerintah Kota Surabaya.
Fenomena tersebut berasal dari proses pengadaan barang dan jasa
pemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Surabaya kepada masyarakat
umum dalam hal ini pihak swasta. Biasanya dalam proses pengadaan barang dan
jasa seperti yang dilakukan oleh pemerintah daerah lainnya dimana pengadaan ini
dapat dilakukan melalui penunjukan langsung terhadap perorangan atau
perusahaan oleh pemerintah Kota Surabaya. Mekanisme lain - lain adalah melalui
proses pelelangan secara langsung terhadap proyek-proyek pembangunan yang
ada di wilayah Kota Surabaya.
Salah satu persoalan yang terjadi saat ini adalah masih sering terjadinya
praktek korupsi di stuktur tubuh birokrasi . Banyak cara yang telah dilakukan
guna meminimalisir kegiatan penyelewengan penyelenggaraan pemerintah di
tubuh birokrasi. Salah satu pendekatan yang gencar dilakukan sekarang adalah
dipilihnya penerapan pemanfaatan telematika dengan bentuk e-government dalam
struktural yang terjadi, termasuk indikasi penyelewengan dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah.(Mas RS Wigrantoro : 2005)
Menurut Dewan Pembina IAPI (Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia) Pusat
Agus Rahardjo yang bertugas mendukung kinerja LKPP (Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah), yaitu mensosialisasikan tentang
Pengadaan Barang dan Jasa Bagi Pemerintah, mengaku sampai saat ini ada sekitar
80% kasus korupsi terjadi karena proses pelelangan pengadaan barang dan jasa.
Namun tidak semua para tersangka itu sengaja untuk berniat curang atau korupsi,
sebab ada beberapa yang terpaksa berhadapan dengan hukum karena tidak
memahami aturan main proses pelelangan.
Dalam fenomena ini menariknya pemerintah Kota Surabaya mencoba
melakukan terobosan baru dalam teknologi informasi dalam pemerintahan yang
berupa e-government guna memaksimalkan proses pengadaan barang dan jasa
terhadap proyek-proyek pembangunan Kota Surabaya melalui pelelangan secara
online. Sarana ini yang kemudian dikenal dengan bentuk e-procurement. Modul
e-procurement ni sebagai salah satu komponen e-government yang merupakan salah
satu kontribusi yang ditawarkan guna meminimalisir terjadinya penyelewengan
atau terjadinya tindak korupsi dan kolusi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
E-procurement dapat diartikan sebagai sebuah aplikasi untuk pelaksanaan
pelelangan terhadap pengadaan barang dan jasa yang dibiayai oleh APBD secara
elektronik dengan memanfaatkan teknologi informasi yang berbasis internet.
Dalam aplikasi e-procurement ini dimunculkan seluruh proses lelang mulai dari
pemenang pelelangan secara online. Misi akhir dari penerapan E-Procurement ini
adalah bagaimana proses pengadaan barang dan jasa di pemerintahan dan
bagaimana caranya memanfaatkan teknologi informasi agar tidak banyak
membuang buang waktu dan biaya (Indrajit dkk, 2002 : 151). Jadi seluruh proses
pelelangan terhadap pengadaan barang dan jasa dari pemerintah dapat diikuti oleh
seluruh warga masyarakat dengan menggunakan aplikasi e-procurement secara
online dengan harapan ini akan membantu terwujudnya efektifitas dan efisiensi di
bidang pengadaan barang dan jasa sebagai bagian dari upaya terciptanya good
governance.
E-Procurement dapat menjadi instrumen untuk mengurangi tindakan KKN
karena melalui e-procurement lelang menjadi terbuka sehingga akan muncul
tawaran-tawaran yang lebih rasional. Bahkan mereka juga yang tidak berada
dalam jaringan pun bisa terlibat. Meskipun menurut Fathur Wahid tidak terhindari
adanya permainan-permainan pula dalam praktik e-procurement. Penggunaan
e-procurement secara rasional dapat menghemat anggaran 20-40%. Selain itu,
e-procurement dapat menghemat 50% anggaran untuk kontrak kecil dan 23% untuk
kontrak besar. (Sumber : Republika, 21 Juni 2009)
Selain itu, ada sisi negatif yang bisa ditimbulkan dalam pengadaan barang
dan jasa yang sering terjadi tanpa e-procurement antara lain: Pertama, tender
arisan; Kedua, suap untuk memenangkan tender; Ketiga, proses tender tidak
transparan; Keempat, supplier bermain mematok harga tertinggi (mark up);
Kelima, memenangkan perusahaan saudara, kerabat atau orang-orang partai
pelaku usaha tertentu; Ketujuh, adanya almamater sentris; Kedelapan, pengusaha
yang tidak memiliki administrasi lengkap dapat ikut tender bahkan menang;
Kesembilan, tender tidak diumumkan; Kesepuluh, tidak membuka akses bagi
peserta dari daerah (Sucahyo dkk, 2009)
Dalam pelaksanaan pembelanjaan anggaran belanja daerah sangat
dimungkinkan terjadinya penyalahgunaan anggaran dalam proses tender
proyek-proyek pemerintahan. Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa (pelelangan) dari
kebutuhan pemerintah daerah yang didanai oleh APBD disadari memang sering
terjadi penyalahgunaan anggaran. Kebocoran dana pada proses pengadaan barang
dan jasa pemerintah dapat mencapai 10% sampai 50% karena sistem pengadaan
barang dan jasa pemerintah di Indonesia sangat rawan KKN.( Sonhaji Agus Imam
: 2005)
Dengan demikian proses pengadaan barang dan jasa pemerintah ini
menjadi salah satu titik lemah dalam pelaksanaan anggaran belanja daerah. Ketika
pengadaan barang dan jasa ini dilaksanakan dengan baik yaitu dilakukan dengan
transparan dan akuntabel maka akan dapat mengefisien anggaran dan
mengefektifkan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan di Kota Surabaya. Ini
menggambarkan betapa pentingnya posisi pengadan barang dan jasa pemerintah
yang transparan dan akuntabel sebagai upaya efisiensi dan efektivitas
pembangunan. Dan ini yang menjadi alasan penting mengapa e-procurement
dimunculkan dengan harapan terciptanya transparansi, akuntabel, efektif, dan
Pelaksanaan pelelangan dalam pengadaan barang/jasa pemerintahan (
e-procurement) telah diterapkan pada beberapa Departemen dan Institusi
pemerintahan di Indonesia, diantaranya adalah Departemen Kimpraswil,
Bappenas, Departemen Kominfo. Satu-satunya instansi pemerintahan daerah saat
ini yang tengah menerapkan e-procurement adalah pemerintah Kota Surabaya.
Sistem pelelangan melalui internet ini berawal dari sering terjadinya
proyek-proyek pemerintah Kota Surabaya tidak tepat waktu dari jadwal yang telah
ditetapkan, padahal rata-rata harga proyek dari pemerintah kota tersebut tergolong
cukup tinggi. Dari sini maka muncul ide penerapan lelang serempak melalui
media internet dengan harapan sistem ini akan menjadikan proses tender dan
lelang menjadi transparan dan akuntabel karena semua pihak bisa mengikuti
secara terbuka dan menimalisir praktek kolusi.
Sampai saat ini penyelenggaraan e-procurement di pemerintah Kota
Surabaya sudah berjalan lama dan telah dirasakan oleh sebagian masyarakat
Surabaya khususnya adalah para pengusaha baik perorangan atau perusahaan yang
menjadi rekanan dalam pengadaan barang/jasa pemerintahan. Kebijakan
memunculkan pelelangan pengadaan barang dan jasa ini didasarkan pada Keppres
no 80 tahun 2003 Bab IV Bagian D, dan selanjutnya diatur dalam Perpres no 54
tahun 2010 yang telah berubah kedua kali dengan Perpres no 70 tahun 2012
tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah.
Sistem e-procurement sudah menjadi terobosan penting dalam pengadaan
barang dan jasa. Namun pada kenyataannya e-procurement masih memiliki
seperti kurangnya dukungan finansial, terdapat beberapa instansi dan penyedia
jasa lebih nyaman dengan sistem sebelumnya (pengadaan konvensional),
kurangnya dukungan dari top manajemen, kurangnya skill dan pengetahuan
tentang e-procurement serta jaminan keamanan sistem tersebut (Gunasekaran etal,
2009). Selain itu dalam pelaksanaannya di beberapa daerah terdapat keluhan
bahwa sistem komputer untuk e-procurement sering macet di saat menjelang
deadline tender (Rahardjo, 2010). Hal ini salah satunya disebabkan oleh
banyaknya aplikasi yang masuk dikarenakan para peserta lelang menunggu
hingga menjelang batas akhir waktu penawaran dalam memasukkan aplikasi
karena takut penawarannya dibocorkan ke pihak lain.
Pemerintah Kota Surabaya menjadi instansi pemerintah pertama yang
mengimplementasikan pelelangan dengan sistem e-procurement. Sistem
e-procurement mulai digunakan sejak pelaksanaan APBD (Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah) tahun 2004. Ide ini mulai dikembangkan dari pelaksanaan lelang
serentak pada tahun 2003 dimana keterbukaan (transparansi), keadilan, efektifitas
dan efisiensi menjadi unsur utama untuk mewujudkan Good Governance dalam
pengadaan barang/jasa pemerintah. Pada tahun 2007 telah mulai menerapkan 99%
full e-procurement sampai dengan saat ini. Penerapan e-procurement pada
Pemerintah Kota Surabaya telah diakui keberhasilannya oleh banyak pihak. Tetapi
untuk mendukung kualitas layanan publik yang diharapkan terus meningkat, maka
diperlukan penelitian lebih lanjut. Aplikasi e-procurement ini sebenarnya ternyata
telah mendapatkan Sertifikasi ISO 9001:2000 untuk Sistem Manajemen Mutu
layanan e-procurement ini telah mendapatkan penghargaan dari Jawa Post
Institute of Pro-Otonomi (Region in a Leading Profile on Public Accuntability)
dan dari majalah Warta Ekonomi (e-government Award). (Bachrudin Effendi :
2006)
Standart Internasional (ISO 9001:2000) ini mengukur apakah sebuah
organisasi atau perusahaan dapat membentuk sistem manajement yang efektif
yang sesuai dengan kebutuhan konsumen/stakeholders.
Mengenai efektifitas den efisiensi terhadap penyelenggaraan pemerintahan
memang mutlak adanya dan tidak bisa ditawar lagi. Ini didasarkan pada realitas
penyelenggaraan pemerintahan oleh birokrasi di Indonesia yang cenderung kurang
memperhatikan dan masih jauh dari kerangka penyelenggaraan pemerintahan
yang efektif dan efisien. Hal ini berpengaruh besar terhadap orientasi
penyelenggaran pemerintahaan yang memang ditujukan pada pelayanan publik
yang bersih, transparan, dan ringkas.
Yang menjadi kajian sekarang adalah apakah memang e-procurement
benar-benar sebagai bagian dari perwujudan proses penyelenggaraan
pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel dapat dijalankan
sesuai dengan tujuan awalnya. Tanpa mengurangi rasa skeptis, masyarakat
seharusnya perlu mengetahui proses pelelangan barang/jasa melalui media
internet ini. Agar e-procurement benar-benar berjalan efektif yaitu masyarakat
memantau supplier mana saja yang memasukkan penawaran. Lalu setelah secara
internal diputuskan pemenang maka hasilnya dibuka kepada publik, supplier
penawarannya dengan supplier lainnya.(Sonhaji Agus Imam:2005) Disadari
bahwa sistem tender yang pernah dilakukan di Indonesia lazimnya membuka
adanya “kongkalikong” atau kolusi antara peserta dengan penyelenggara lelang
dalam pengajuan penawaran harga. Calon pemenang lelang tersebut sudah
disiapkan dan juga sudah disiapkan siapa yang kalah. Dari fenomena ini semakin
menjadikan tantangan apakah memang e-procurement ini telah membuktikan
sebagai bagian dari media yang efektif dan efisien guna terciptanya bentuk
layanan e-government yang ideal dan terwujudnya good governance.
1.2Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
“Bagaimana efektifitas dan efisiensi e-procurement dalam proses
pelelangan pengadaan barang dan jasa pemerintahan di pemerintah Kota
Surabaya?”
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk mendiskripsikan berbagai
data yang diperoleh mengenai efektifitas dan efisiensi dari program
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi kegunaan penelitian ini adalah :
1. Bagi Penulis
Memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan serta diharapkan
mampu meningkatkan pengetahuan penulis dalam aplikasi dan teori.
Sehingga dapat menjadi bekal saat penulis terjun secara langsung ke dunia
kerja.
2. Bagi Instansi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan terkait topic penelitian penulis dan
merupakan sumbangan pemikiran bagi kampus UPN “Veteran” Jawa
Timur sebagai wujud terima kasih penulis selama menempuh pendidikan
sarjana.
3. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Diharapkan dapat menambah perbendaharaan referensi perpustakaan bagi
BAB II
KAJ IAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini akan disampaikan beberapa penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh pihak lain yang membahas dan meneliti pokok kajian yang sama,
antara lain :
1. Yuli Hapiah (Jurnal Ilmu Administrasi, Volume VIII, No. 1, April
2011), mahasiswa jurusan Manajemen Kebijakan Publik &
PelaksanaStia Lan Bandungmelakukan penelitian yang berjudul
“Analisis Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang Dan Jasa
Pemerintah Secara Elektronik (E-Procurement Government) Di
Provinsi Jawa Barat”.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif
dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun teknik
pengumpulan datanya dengan wawancara, observasi & dokumentasi,
analisa data, reduksi data, instrument penelitian ini adalah pedoman
wawancara. Dengan fokus penelitian adalahpengelolaan
barangpemerintahdanlayanan.
Dari hasil penelitian, simpulan yang diambil adalah bahwa
kondisi implementasi kebijakan e-procurement government di Provinsi
Jabar telah dilaksanakan secara efektif tapi terlihat belum optimal. Hal
struktur birokrasi yang dianalisis. Implementasi kebijakan
e-procurement yang belum optimal tersebut.
2. Kodar Udoyono (Jurnal Studi Pemerintahan,Volume 3, Nomor 1,
Februari 2012),Lembaga Pengkajian Kebijakan Publik (LPKP)
Yogyakarta melakukan penelitian dengan judul “E-Procurement
dalam Pengadaan Barang dan Jasa untuk Mewujudkan Akuntabilitas di
Kota Yogyakarta”.
Permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini
adalahdimensi akuntabilitas meliputi belum adanya
pertanggungjawaban regulasi dari proses pengadaan barang dan jasa,
pertanggungjawaban secara politik masih bersifat internal
pemerintahan dan pertanggungjawaban secara keuangan masih
tertutup.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana fisibilitas
e-procurement dalam pengadaan barang dan jasa untuk
mewujudkanakuntabilitas.
Hasil penelitian ini adalah fisibilitas e-procurement dalam
pengadaan barang dan jasa untuk mewujudkan akuntabilitas adalah
fisibel tapi tidak akuntabel. Hal ini dibuktikan sesuai dengan temuan
lapangan yaitu: Pertama, dimensi fisibilitas harus memenuhi nilai
kelayakan seperti adanya regulasi yang menjamin terlaksananya
dukungan dari stakeholder terhadap implementasi e-procurement, dan
adanya dukungan masyarakat terhadap pelaksanaan e-procurement.
Kedua, dimensi akuntabilitas meliputi belum adanya
pertanggungjawaban regulasi dari proses pengadaan barang dan jasa,
pertanggungjawaban secara politik masih bersifat internal
pemerintahan dan pertanggungjawaban secara keuangan masih
tertutup.
3. Sri Suryaningsum, Sucahyo Heriningsih, Lucia Yushanti (SNA VIII
Solo, 15 – 16 September 2005). Dosen UPN Veteran Jogjakarta,
melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Efisiensi dan Efektivitas
Informasi Akuntansi dengan Menggunakan Gambar Kartun”.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif.
Tujuan penelitian ini adalah meneliti reaksi pengguna informasi
keuangan denganpenyajian informasi keuangan menggunakan wajah
skematik (kartun), rasio, dan laporankeuangan dalam hal profitabilitas,
likuiditas, dan leverage. Selain itu juga mengujiefisiensi dan efektivitas
pengambilan keputusannya dalam hal ini berkaitan dengan waktuuntuk
menentukan apakah perusahaan tersebut sehat atau tidak sehat. Alat uji
yangdigunakan adalah t-test dan ANOVA.
Hasil penelitian ini adalah dengan menggunakangambar kartun
(wajah skematik) informasi akuntansi yang disampaikan dapat
lebihefektif jika dibandingkan dengan informasi akuntansi yang
juga didukung bahwa dengan wajah skematikmaka kesalahan
responden dalam menentukan kondisi suatu perusahaan lebih
sedikitdibanding dengan menggunakan rasio keuangan dan laporan
keuangan (neraca).Informasi akuntansi yang disajikan dalam bentuk
wajah skematik, responden dapat lebihcepat menentukan kondisi suatu
perusahaan, hal ini membuktikan bahwa penyampaianinformasi
akuntansi akanlebih efisien jika ditampilkan dalam bentuk
wajahskematik.Informasi akuntansi yang disajikan dengan
menggunakan gambar kartun (wajahskematik) akan lebih efisien dan
efektif bagi pengguna informasi akuntansi.
Yang membedakan penelitian penulis dengan beberapa penelitian di atas
adalah penelitian ini nantinya akan menggunakan pendekatan kualitatif yang
mendiskripsikan dan mengetahui keefektifitasan dan efisiensi e-procurement
dalam pengadaan barang / jasa yang dilakukan di Kantor Pemerintah Kota
Surabaya berdasarkan Peraturan Presiden nomor 70 tahun 2012 mengenai
pengadaan barang/jasa Pemerintahan.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Konsep Pelayanan Publik
2.2.1.1Definisi Pelayanan
Pelayanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang,
sekelompok dan atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung untuk
Definisi pelayanan menurut Kotler dalam Tjiptono (2002:36), pelayanan
adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak
kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangibles (tidak berwujud fisik)
dan tidak menghasilkan kepemilikan atas produk tersebut.
Menurut Rangkuti (2002:26), pelayanan merupakan pemberian suatu
kinerja atau tindakan tak kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain. Pada
umumnya pelayanan diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan dimana
interaksi antara pemberi jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pelayanan adalah serangkaian kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang yang tidak berwujud fisik yang ditawarkan dari pemberi
jasa kepada penerima jasa dengan harapan kebutuhan penerima jasa dapat
terpenuhi.
2.2.1.2Definisi Pelayanan Publik
Pelayanan publik menurut Sinambela (2005:5) adalah setiap kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap
kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan
menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara
fisik.
Agung Kurniawan (2005:6) mengatakan bahwa pelayanan publik adalah
pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang
mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata
Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala
bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang
pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi
Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara
atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2.2.1.3Tujuan Pelayanan
Menurut Moenir (2001:179), tujuan pelayanan adalah dapat memberikan
kepuasan kepada orang tua atau sekelompok orang yang dilayani, maka dalam hal
ini petugas harus dapat memenuhi empat persyaratan pokok yaitu :
a. Tingkah laku sopan.
b. Cara menyampaikan sesuatu berkaitan dengan apa yang seharusnya
diterima oleh yang bersangkutan.
c. Waktu penyampaian yang tepat.
d. Keramah tamahan.
Menurut Kottler dalam Fandy (1992 : 226), tujuan pelayanan adalah
untuk mencapai tingkat kepuasan konsumen atau masyarakat yang maksimal. Hal
ini sangat menentukan sekali dalam masa-masa selanjutnya karena dapat
menimbulkan suatu tingkat yang tinggi dalam diri konsumen sehingga
berhubungan dengan melakukan pembelian terhadap suatu barang atau jasa setiap
kali membutuhkan. Dengan menciptakan kesan yang baik ini maka dapat
diberikan oleh suatu instansi atau perusahaan sehingga konsumen atau masyarakat
tersebut akan menceritakan sesuatu yang serba baik tentang sesuatu produk yang
bersangkutan kepada pihak lain.
Dengan demikian, tujuan pelayanan adalah untuk mencapai kepuasan
masyarakat sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga dapat tercapai kepuasan
secara maksimal.
2.2.2 Electronic Government (e-government)
Menurut Rogers Okut Uma dan Larry Caffrey, E-government
didefinisikan sebagai sarana yang merupakan sebuah proses dan struktur dalam
pelayanan elektronik oleh pemerintah guna memberikan kemudahan dalam
melayani publik.
Sementara itu, Kementrian Kominfo berpendapat bahwa e-government
adalah aplikasi informasi yang berbasis internet dan perangkat digital lainnya
yang dikelola oleh pemerintah untuk keperluan penyampaian informasi dari
pemerintah ke masyarakat, mitra bisnis, badan usaha, dan lembaga-lembaga
lainnya secara online.
Sedangkan menurut World Bank mendefinisikan electric government atau
e-government sebagai sarana yang mengacu pada pemanfaatan teknologi
informasi oleh institusi pemerintah yang selanjutnya mendukung transformasi
hubungan dengan warga negara, pelaku bisnis, dan institusi pemerintah lainnya,
dengan maksud memberikan layanan publik yang lebih baik, meningkatkan
hubungan antara pemerintah dengan bisnis dan industri, serta meningkatkan peran
Keuntungan lain juga berupa mengurangi korupsi, meningkatkan transparansi,
meningkatkan kenyamanan, peningkatan pendapatan dan pengurangan biaya.
Pada intinya e-government adalah penggunaan teknologi informasi yang
dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dengan pihak-pihak lain.
Penggunaan teknologi informasi ini kemudian menghasilkan hubungan dalam
bentuk baru yaitu:(Indrajit,Richardus Eko. 2002:30)
a. G2C (Government to Citizen)
b. G2B (Government to Businees Enterprice)
c. G2G (Inter-Agency Relationship)
Bentuk-bentuk baru diatas dapat diartikan bahwa penggunaan teknologi
informasi oleh instansi pemerintah mampu menjembatani hubungan pemerintah
dengan warga negara, pemerintah dengan pelaku bisnis dan hubungan intern
pemerintah itu sendiri. Maka dengan demikian teknologi informasi akan
membantu perbaikan pelayanan pemerintah, meningkatkan interaksi dengan pasar
atau pelaku bisnis dan dapat memberdayakan masyarakat melalui informasi
sehingga membentuk manajemen pemerintah yang efektif dan efisien.
Implementasi dari e-government dapat dilakukan dengan berbagai cara
antara lain:
1. Penyediaan sumber informasi, khususnya informasi yang sering dicari
oleh masyarakat. Informasi ini dapat diperoleh langsung dari tempat
kantor pemerintahan, dari kios info (info kios), ataupun dari internet
2. Penyediaan mekanisme akses melalui kios informasi yang tersedia di
kantor pemerintahan dan juga di tempat umum. Usaha penyediaan
akses ini dilakukan untuk menjamin kesetaraan kesempatan untuk
mendapatkan informasi.
3. E-procurement dimana pemerintah dapat melakukan tender secara
online dan transparan.
2.2.2.1 Manfaat E-Goverment
1) Pelayanan servis yang lebih baik kepada masyarakat. Informasi dapat
disediakan 24 jam, 7 hari dalam seminggu, tanpa harus menunggu
dibukanya kantor . Informasi dapat dicari dari kantor, rumah, tanpa
harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan.
2) Peningkatan hubungan antara pemeritah, pelaku bisnis, dan
masyarakat umum. Adanya keterbukaan (transparansi) maka
diharapkan hubungan antara berbagai pihak menjadi lebih baik.
Keterbukaan ini menghilangkan saling curiga dan kekesalan dari
semua pihak.
3) Pemberdayaan msyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh.
Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat akan belajar
untuk dapat menentukan pilihannya.
4) Pelaksanaan pemerintahan yang lebih efisien.
2.2.2.2 Tujuan E-Goverment
1) Meningkatkan mutu layanan publik melalui pemanfaatan teknologi IT
2) Terbentuknya kepemerintahan yang bersih, transparan, dan mampu
menjawab tuntutan perubahan secara efektif
3) Perbaikan organisasi, sistem manajemen, dan proses kerja
kepemerintahan
2.2.2.3 Sasaran Pembangunan E-Goverment
1) Pembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik yang
berkualitas dan terjangkau
2) Pembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha untuk
meningkatkan dan memperkuat kemampuan perekonomian
menghadapi perubahan dan persaingan perdagangan internasional
3) Pembentukan mekanisme komunikasi antar lembaga pemerintah serta
penyediaan fasilitas bagi partisipasi masyarakat dalam proses
kepemerintahan
4) Pembentukan sistem manajemen dan proses kerja yang transparan dan
efisien serta memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga
pemerintah
2.2.3 Good Governance
Governance merupakan tata pemerintahan. Good governance adalah tata
pemerintahan yang baik. Ada tiga komponen yang terlibat dalam governance,
yaitu pemerintah, dunia usaha (swasta, commercial society) dan masyarakat pada
umumnya (termasuk partai politik). Hubungan ketiganya harus dalam posisi
sejajar dan saling kontrol, untuk menghindari penguasaan atau eksploitasi oleh
tinggi dari yang lain, maka akan terjadi dominasi kekuasaan atas dua komponen
lainnya.
UNDP mendefinisikan good governance sebagai pelaksanaan otoritas
politik, ekonomi, dan administrasi untuk mengatur urusan – urusan negara, yang
memiliki mekanisme, proses, hubungan, serta kelembagaan yang kompleks di
mana warga negara dan berbagai kelompok mengartikulasikan kepentingan
mereka, melaksanakan hak dan kewajiban mereka serta menengahi perbedaan
yang ada di antara mereka. Prinsip utama Good governance adalah cara mengatur
pemerintahan yang memungkinkan layanan publiknya efisien, sistem
pengadilannya bisa diandalkan, dan administrasinya bertanggung jawab pada
publik.
UNDP dan World Bank mengartikan good governance sebagai suatu
penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab
yang sejalan dengan pinsip demokrasi dan pasar yang korupsi efisien,
penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara
politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan
legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. (Mardiasmo,
2002:23)
Berdasarkan hal itu kemudian UNDP mengajukan karakteristik good
governance sebagai berikut:
• Participation, keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan
baik secara langsugn maupun tidak langsung melalui lembaga
tersebutdibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta
berpartisipasi secara konstruktif. Rule of law, kerangka hukum yang
adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
• Transparency, transparansi dibangun atas dasar kebebasan
memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan
publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang
membutuhkan.
• Responsiveness, lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam
melayani stakeholder.
• Consessus orientation, berorientasi pada kepentingan masyarakat yang
lebih luas.
• Equity, setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk
memperoleh kesejahteraan dan keadilan.
• Efficiency and Effectiveness, pengelolahan sumber daya publik
dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif).
• Accontability, pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas
yang dilakukan.
• Strategic vision, penyelenggaraan pemerintahan dan masyarakat harus
memiliki visi jauh ke depan.
Dari penjelasan diatas dapat ketahui bahwa komponen atau prinsip yang
lembaga satu dengan lembaga lain, dari pakar satu ke pakar yang lain. Namun
paling tidak ada sejumlah prinsip atau komponen yang dianggap sebagai prinsip
utama yang mendasari good governance yaitu: akuntabilitas, transparansi dan
partisipasi masyarakat. Dibawah ini dijelaskan sedikit mengenai prinsip-prinsip
tersebut.
• Akuntabilitas.
Akuntabilitas dapat didefinisikan sebagai sebuah prinsip yang
menjamin bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dapat
dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-pihak
yang terkena dampak penerapan kebijakan. Sedangkan Prof Miriam
Budiardjo mendefinisikan akuntabilitas sebagai “pertanggungjawaban
pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka yang memberi
mandat itu.” Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan
menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai
lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan
sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi.
• Transparansi
Definisi dari transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau
kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang
penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses
pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai. Sedangkan
dapat digunakan untuk mencermati jalannya transparansi dari sebuah
pemerintahan, yaitu:
1. Penyediaan informasi yang jelas tentang prosedur prosedur,
biaya-biaya, dan tanggung jawab
2. kemudahan akses informasi
3. menyusun suatu mekanisme pengaduan jika ada peraturan yang
dilanggar atau permintaan untuk membayar uang suap
• Partisipasi
Partisipasi adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki hak untuk
terlibat dalam pengambilan keputusan di setiap kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan. Sedangkan Badan Perencanaan Nasional mengkriteriakan
beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mencermati jalannya
partisipasi dari sebuah pemerintahan, yaitu:
- Adanya forum untuk menampung partisipasi masyarakat yang
representative.
- Fokus pemerintah adalah pada memberikan arah dan mengundang
orang lain untuk berpartisipasi
- Visi dan pengembangan berdasarkan pada konsensus antara
pemerintah dan masyarakat
- Akses bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat dalam
proses pengambilan keputusan
Prinsip partisipasi ini berhubungan dengan pandangan bahwa
mendapatkan keuntungan dari sebuah pembangunan tetapi juga menjadi
agen pembangunan. Karena pembangunan adalah untuk dan oleh
masyarakat, maka mereka membutuhkan akses pada institusi yang
mempromosikan pembangunan.
2.2.4 Perpres Nomor 70 tahun 2012 Tentang Pengadaan Barang/J asa
Pemerintah
Pengadaan merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan
pemenuhan/penyediaan sumber daya (barang atau jasa) pada suatu proyek tertentu
(Setiadi, 2009). Pengadaan barang/jasa atau yang lebih dikenal dengan lelang
(Procurement) telah banyak dilakukan oleh semua pihak baik dari pemerintah
maupun swasta.
Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untukmemperoleh Barang/Jasa
oleh Kementerian/Lembaga/SatuanKerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang
prosesnyadimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannyaseluruh
kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.
Proses pengadaan barang/jasa pemerintahan saat ini telah melalui babak
baru seirirng dengan perkembangan teknologi informasi di Indonesia. Proses
pengadaan barang/jasa yang biasanya diadakan secara langsung atau terbuka
melalui tatap muka antara pemerintah dengan pihak swasta atau perseorangan
yang akan mengadakan barang atau jasa tersebut. Sekarang sudah ada yang
diadakan melalui jaringan internet secara online sehingga semua proses mulai
pengumuman sampai pengumuman pemenang tender dilakukan melalui internet,
Dalam Perpres 70 Tahun 2012, Pengadaan secara elektronik atau
E-Procurement adalah Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan dengan
menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
E-procurement adalah sistem pengadaan barang dan jasa yang
memanfaatkan teknologi informasi. Teknologi informasi digunakan untuk
melakukan pengolahan data penggadaan hingga ke proses pembuatan laporan.
E-procurement merupakan istilah umum diterapkan pada penggunaan sistem yang
terintegrasi antara database dengan area yang luas (biasanya berbasis web)
jaringan sistem komunikasi disebagian atau seluruh proses pembelian. Proses
pengadaan meliputi identifikasi kebutuhan awal dan spesifikasi oleh pengguna,
melalui pencarian, sumber dan tahap negosiasi kontrak, pemesanan dan termasuk
mekanisme yang meregistrasi penerimaan, pembayaran dan sebagai pendukung
evaluasi pasca pengadaan.
Ruang lingkup dalam Peppres ini meliputi : Pengadaan Barang/Jasa di
lingkungan K/L/D/I yangpembiayaannya baik sebagian atau seluruhnya
bersumberdari APBN/APBD, Pengadaan Barang/Jasa untuk investasi di
lingkungan BankIndonesia, Badan Hukum Milik Negara dan Badan UsahaMilik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah yangpembiayaannya sebagian atau seluruhnya
Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip-prinsip yaitu efisien, efektif,
transparan, terbuka, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif danakuntabel.
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secara elektronik bertujuanuntuk:
a. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas;
b. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat;
c. Memperbaiki tingkat efisiensi proses Pengadaan;
d. Mendukung proses monitoring dan audit; dan
e. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.
2.2.5 Efektivitas dan Efisiensi
Sondang P. Siagian (2001 : 24) memberikan definisi sebagai berikut :
Efektifitas adalah pemanfaatan sumber daya sarana dan prasarana dalam jumlah
tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan jumlah
barang atas jasa kegiatan yang dijalankan.
McGram Hill (2003 : 6) mendefinisikan efektifitas yaitu bagaimana
sebuah organisasi menentukan dengan tepat tujuan yang dipilih dan menentukan
cara yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Sedangkan efisiensi didefinisikan
dengan seberapa baik atau seberapa besar sebuah organisasi menggunakan sumber
dayanya untuk mencapai tujuan organisasi tersebut.
Efisiensi berarti tepat atau sesuai untuk mengerjakan sesuatu dengan tidak
membuang – buang waktu, tenaga dan biaya. (Zahnd, 2006 : 200-201)
Berdasarkan pendapat tersebut efisiensi menekankankan pada ketepatan mengenai
sumber daya yaitu mencakup anggaran, waktu, tenaga, alat dan cara supaya dalam
Efisiensi dapat diartikan mengoptimalkan penggunaan sumber daya.
Dengan perkataan lain, memaksimalkan output dengan menggunakan sumber
daya yang tersedia atau meminimalkan input untuk mencapai output yang telah
ditetapkan. Efektivitas berarti melakukan pengukuran terhadap tingkat pencapaian
tujuan aktivitas tertentu atau program yang telah ditetapkan. Dari berbagai
pengertian diatas secara sederhana efektif dapat diartikan sebagai tepat
tujuan/sasaran dan efisien dapat diartikan sebagai tepat guna.
Dari sudut praktik organisasi, efektivitas dapat berarti satu dari tiga
terminologi yaitu program, operasi dan organisasi. (Hasanudin, 2002:35)
1. Efektivitas program berkaitan dengan pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan (intended objectives), dampaknya (itsimpact) dan
efektivitas biayanya (its cost-efectiveness).
2. Efektivitas operasional berkaitan dengan pencapaian sasaran keluaran/
output (output targets), system menghasilkan barang dan jasa yang
diproduksi, dan efektivitas biaya sistem tersebut.
3. Efektivitas organisasi berkaitan dengan keseluruhan kemampuan
organisasi dan interaksi antara perencanaan strategis, struktur dan
proses manajemen, sumber daya manusia, dan keuangan yang
kesemuanya berkaitan dengan misi dan tujuan organisasi dan
E – Procurement
Pengadaan Barang / jasa di Pemerintah Kota Surabaya
Efektifitas
E-Procurement dalam pelelangan
pengadaan barang / jasa
Efisiensi
E-Procurement dalam pelelangan
pengadaan barang / jasa 2.3 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan penjelasan sementara terhadap gejala yang
menjadi objek permasalahan dalam penelitian ini dimana kerangka berpikir
tersebut disusun berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil penelitian yang relevan.
Berdasarkan landasan teori diatas, penelitian ini mengoperasikan satu variabel
yaitu keefektifan dan efisiensi e-procurement dalam pengadaan barang / jasa di
pemerintah kota surabaya.
Kerangka berpikir dari penelitian ini dapat disusun secara sistematis ke
dalam gambar dibawah ini :
Gambar 2.1
Kerangka Ber fikir
Sumber : Perpres dan Teori Efektifitas dan Efisiensi
Perpres Nomor 70 tahun 2012
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 J enis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
diskriftif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian yang bersifat diskriptif adalah
bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis mengenai fakta dan
karakteristik objek dan subjek yang diteliti.
Dalam bentuk penelitian ini, peneliti ingin memperoleh gambaran tentang
efektifitas dan efisiensi e-procurement dalam proses pelelangan pengadaan barang
dan jasa pemerintahan di pemerintah Kota Surabaya.
3.2 Lokasi Penelitian dan Situs Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana peneliti melakukan penelitian
tehadap objek yang akan diteliti. Penulis sendiri mengangkat tempat penelitian
yang bertempat di Surabaya, maka dari itu lokasi penelitian ini berada di Kota
Surabaya.
Sedangkan situs penelitian adalah menunjukkan dimana sebenarnya
peneliti dapat menangkap keadaan dari objek yang akan diteliti, sehingga
keakuratan data yang diperlukan dapat diperoleh. Sesuai dengan permasalahan
penelitian dan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi
pemerintah Kota Surabaya, maka situs penelitian ini adalah pada Kantor
Pemerintah Kota Surabaya dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut :
a. Kantor Pemerintah Kota Surabaya merupakan instansi Pemerintah yang
terkait secara langsung dengan fungsi pemerintahan dalam kaitannya
dengan pengadaan barang / jasa pemerintah.
b. Dari letak geografi Kota Surabaya yang merupakan kota terbesar kedua
dan juga sebagi ibu kota Provinsi Jawa Timur, menjadikan Kota Surabaya
sebagai pusat perbisnisan dan perkantoran. Apalagi didukung dengan
perkembangan teknologi informasi di Kota Surabaya yang semakin
berkembang.
3.3 Fokus Penelitian
Penentuan fokus penelitian diperlukan dalam membantu pelaksanaan
penelitian, jika fokus penelitian ditentukan secara tepat sesuai dengan tujuan dan
masalah penelitian, maka penelitian yang dilakukan akan terarah dan berhasil
dengan baik.
Menurut Moleong dalam Syahrul (2004 : 12) menyatakan bahwa
penelitian kualitatif menghendaki ditetapkan adanya batas dalam penelitian dasar
fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian. Dengan penetapan fokus
sebagai pokok masalah penelitian penting artinya dalam usaha menemukan batas
penelitian. Fokus penelitian adalah hal – hal yang akan dijadikan sebagai pusat
penelitian dalam penelitian ini dan untuk memudahkan dalam menentukan data
fokus pada dasarnya adalah masalah pokok yang bersumber dari pengalaman
peneliti atau melalui pengetahuan yang diperoleh melalui kepustakaan ilmiah atau
kepustakaan lainnya. Dengan fokus penelitian, peneliti akan dapat tahu secara
persis data yang perlu dikumpulkan dan yang tidak perlu dikumpulkan. Selain itu
fokus penelitian juga dapat berkembang atau berubah sesuai dengan
perkembangan masalah penelitian di lapangan.
Penelitian kualitatif menggunakan variabel mandiri tanpa membuat
perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang lain. Dalam penelitian
ini yang menjadi fokus penelitian adalah :
1) Efektifitas proses pelelangan
2) Efisiensi dalam hubungan menghemat biaya dan waktu
3.4 Sumber dan J enis Data
Sumber data merupakan asal dari mana data tersebut diperoleh atau
didapatkan. Keberadaan data adalah untuk dapat disajikan sebagai sumber
informasi yang dijadikan sebagai pokok kajian atau sebagai bahan untuk dapat
diteliti. Sumber data menurut Lofland yang dikutip Lexy J, Moleong dalam
Syahrul (2006 : 157) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah kata – kata
dan tindakannya selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain –
Adapun sumber data yang diperoleh peneliti dalam melakukan penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Informan kunci (key person)
Informan kunci, dimana pemilihannya secara purposive sampling dan
diseleksi melalui teknik snow ball sampling yang didasarkan atas subyek
yang menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia memberikan
data yang benar – benar relevan dan kompeten dengan masalah penelitian
yaitu berupa data keterangan, cerita atau kata – kata yang bermakna.
Sehingga data yang diperoleh dapat digunakan untuk membangun teori,
oleh sebab itu dalam penelitian ini yang akan menjadi informan adalah
yang berada di lingkungan Kantor Pemerintah Kota Surabaya.
2. Tempat dan Peristiwa
Tempat dan peristiwa yaitu tempat dimana fenomena yang terjadi atau
pernah terjadi berkaitan dengan fokus penelitian antara lain meliputi
tentang efektifitas dan efisiensi e-procurement dalam proses pelelangan
pengadaan barang dan jasa pemerintahan di pemerintah Kota Surabaya.
3. Dokumen
Dokumen sebagai sumber data yang lain yang sifatnya melengkapi data
utama yang relevan dengan masalah dan fokus penelitian yaitu Perpres
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Untuk menghasilkan suatu penelitian yang akurat dan valit diperlukan
data yang representatif. Menurut Lofland ( 1984) sumber data dalam penelitian
kualitatif adalah kata-kata dan tindakan yang selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan lainya.
Guna mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian maka teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah dengan:
a. Wawancara
Merupakan percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan
pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban
pertanyaan. Lincoln dan Guba (1985:266) menegaskan bahwa maksud
wawancara antara lain mengkonstruksi mengenai orang, kejadian,
kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan
lainnya.
b. Pengamatan / Observasi
Secara metodelogis penggunaan pengamatan bermanfaat bagi
penelitian, yaitu pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti
dari segi motif,kepercayaan, perhatian,perilaku tak sadar,kebiasaan dan
sebagainya. Pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat
dunia sebagaimana yang dilihat oleh subjek penelitian, kemudian
pengamatan juga memungkinkan peneliti merasakan apa yang
pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama baik dari pihaknya
maupun dari pihak subjek.
3.6 Analisa Data
Menurut B.Miles dan Michel A Hubermen (2005 : 92), analisis data terdiri
dari alur kegiatan sesuai yang saling menjalin pada saat sebelum, selama ,dan
sesudah pengumpulan data. Alur kegiatan tersebut terdiri:
1. Reduksi data
Yaitu sebagai pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan, dan tranformasi data ‘kasar’ yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan dan berlangsung secara terus
menerus, sehingga dapat ditarik kesimpulan finalnya dan
diverifikasi.
2. Penyajian data
Merupakan sekumpulan informasi yang tersusun, yang memberi
kemungkinan adanya kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data ini bisa berupa matrik, grafik, bagan/jaring.
3. Penarikan kesimpulan/verifikasi
Merupakan kegiatan untuk menyimpulkan catatan-catatan lapangan
dimana kesimpulan akhir tidak akan mucul sampai data berakhir,
verifikasi merupakan suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan
kebenaran, kekokohan dan kecocokannya, yakni yang merupakan
validitasnya.
Proses analisa data secara interaktif ini dapat disajikan dalam bentuk
skema sebagai berikut :
Gambar 3.1
Analisa Model Interaktif Menur ut Miles dan Huber man
3.7 TeknikKeabsahan Data
Pemeriksaan keabsahan data diperlukan agar hasil atau penelitian
dapat dipertanggungjawabkan baik secara teoritis dan praktis. Pada
penelitian kali ini pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik
trianggulasi. Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang di luar data itu untuk keperkuan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.
Denzin (1978) membedakan empat macam trianggulasi sebagai
teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, Pengumpulan Data
Kesimpulan / Verifikasi
Reduksi Data Penyajian Data