• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: Prof. Dr. Nyoman Dantes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: Prof. Dr. Nyoman Dantes"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

U NIV ER SITA S PENDIDIKAN G AN ES H A U NDIKSHA DE PA RTE MEN PE NDIDIKA N NA SION A L

Oleh: Prof. Dr. Nyoman Dantes

Disampaikan dalam Seminar PGRI Kabupaten Jemberana

23 Oktober 2008

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA

2008

(2)

UNIV ERSI TAS PENDIDIKAN GAN ESHA U NDIKSHA DEPA RTEM EN PENDIDIKAN NASIO NAL

PROFESIONALISME GURU DAN KEBIJAKAN SERTIFIKASI

GURU DALAM JABATAN

1

--- Oleh:

PROF. DR. NYOMAN DANTES2

1.Pendahuluan

Ciri utama dalam abad milinium ini adalah terjadinya globalisasi pada setiap aspek kehidupan. Globalisasi mengandung arti terjadinya keterbukaan, kesejagatan, dimana batas-batas negara tidak lagi menjadi penting. Salah satu yang menjadi trend dan merupakan ciri globalisasi adalah adanya persamaan hak. Dalam konteks pendidikan, persamaan hak itu tentunya berarti bahwa setiap individu berhak mendapat pendidikan yang setinggi-tingginya dan sebaik-baiknya tanpa memandang bangsa, ras, latar belakang ekonomi, maupun jenis kelamin. Dengan adanya kesamaan hak ini, terjadi kehidupan yang penuh dengan persaingan karena dunia telah menjadi sangat kompetitif. Karena itu, mau tidak mau setiap orang mesti berusaha untuk menguasai ilmu dan teknologi agar dapat ikut dalam persaingan.

Terkait dengan itu, pendidikan mesti dapat menjawab tantangan tersebut. Dengan kata lain, pendidikan harus menyediakan kesempatan bagi setiap peserta didik untuk memperoleh bekal pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai sebagai bekal mereka memasuki persaingan dunia yang kian hari semakin ketat itu. Di samping tersedianya kesempatan yang seluas-luasnya, namun yang penting juga adalah memberikan pendidikan yang bermakna (meaningful learning). Karena, hanya dengan pendidikan yang bermakna peserta didik

1

Disampaikan dalam Seminar PGRI tentang Profesionalisme Guru di Kabupaten Jemberana

2

(3)

dapat dibekali keterampilan hidup, sedangkan pendidikan yang tidak bermakna (meaningless learning) hanya akan menjadi beban hidup.

Sehubungan dengan itu, peran pendidik (baca guru) merupakan faktor vital dalam penyelenggaraan pendidikan yang bermakna dan berwawasan masa depan. Pendidikan berwawasan masa depan diartikan sebagai pendidikan yang dapat menjawab tantangan masa depan, yaitu suatu proses yang dapat melahirkan individu-individu yang berbekal pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk hidup dan berkiprah dalam era globalisasi.

Komisi Internasional bagi Pendidikan Abad ke 21 yang dibentuk oleh UNESCO melaporkan bahwa di era global ini pendidikan dilaksanakan dengan bersandar pada empat pilar pendidikan, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together (Delors, 1996). Dalam learning to know peserta didik belajar pengetahuan yang penting sesuai dengan jenjang pendidikan yang diikuti. Dalam learning to do peserta didik mengembangkan keterampilan dengan memadukan pengetahuan yang dikuasai dengan latihan (law of practice), sehingga terbentuk suatu keterampilan yang memungkinkan peserta didik memecahkan masalah dan tantangan kehidupan. Dalam learning to be, peserta didik belajar menjadi individu yang utuh, memahami arti hidup dan tahu apa yang terbaik dan sebaiknya dilakukan, agar dapat hidup dengan baik. Dalam learning to live together, peserta didik dapat memahami arti hidup dengan orang lain, dengan jalan saling menghormati, saling menghargai, serta memahami tentang adanya saling ketergantungan (interdependency). Dengan demikian, melalui keempat pilar pendidikan ini diharapkan peserta didik tumbuh menjadi individu yang utuh, yang menyadari segala hak dan kewajiban, serta menguasai ilmu dan teknologi untuk bekal hidupnya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, telah menimbulkan kompleksnya kehidupan di masyarakat. Kondisi seperti ini menuntut semakin terspesialisasikannya kemampuan seseorang dalam melakukan tugas-tugas tertentu, termasuk tugas sebagai guru dalam melaksanakan aktivitas pendidikan.

(4)

Untuk terselenggarakannya proses belajar mengajar secara optimal, guru memiliki kedudukan yang strategis. Tentang strategis dan mendasarnya peranan guru didalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan belajar mengajar, para pakar pendidikan dunia menyatakan: ”I’ve never seen a good student without a good teacher” (Ruth Love dalam Edward F De Roche:1985). Kalimat sederhana ini sesungguhnya menyiratkan makna yang mendalam, sebab secara jujur harus diakui betapapun baik dan rapinya sistem dan program pendidikan dirancang, namun yang akan menentukan hasilnya, dalam arti tercapainya tujuan dengan mutu yang diinginkan sangat ditentukan oleh para pelaksananya (guru). Untuk terlaksananya aktivitas pengajaran di kelas, guru memegang peran yang sangat strategis, baikdalam kapasitasnya sebagai perencana pengajaran – pelaksana pengajaran – hingga sampai kepada proses menilai hasil belajar murid. Bahkan lebih jauh lagi, melalui balikan yang diperoleh pada saat proses berlangsung maupun balikan yang didapatkan lewat rekaman hasil belajar yang dipetik lewat proses evaluasi yang memadai, diharapkan pula guru dapat memodifikasi rancangan dan pelaksanaan pengajarannya untuk target meningkatkan capaian belajar sesuai yang diharapkan.

Atas dasar itu penempatan guru pada posisi strategis tersebut diatas, pada hakekatnya memiliki sekaligus dua implikasi. Pada satu sisi karena guru sebagai profesi menuntut kepada penyandangnya untuk memiliki dasar kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan serta memiliki kepribadian yang mantap sebagai persyaratan bagi performansinya untuk target kemaslahatan bagi orang lain. Sedangkan ada sisi yang lain, dalam rangka penyiapan sumber daya insani yang bermutu,peran guru tidak dapat diabaikan, sebab melalui kegiatan pendidikan yang bermutu yang diusahakan oleh guru, dapat mengkontribusi keluaran (out-put) pendidikan yang bermutu pula.

Bertolak dari dasar pikiran tersebut diatas, maka berikut akan dirincikan hal hal yang meliputi: (a) pengertian profesi, (b) ciri ciri profesi, dan (c) kajian tentang profesi guru.

(5)

2. Pengertian Profesi

Sebagai titik tolak dalam menjelaskan pengertian profesi, maka berikut ini dikutip apa yang dikemulakakn oleh McCully, bahwa profesi adalah ” a vocation in which professed knowledge of some department of learning or science is used in itsaplicated upon it” (Cully, 1969:130). Definisi ini mengandung makna bahwa dalam suatu pekerjaan professional digunakan teknik serta prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual yang secara sengaja harus dipelajari, dan kemudian secara langsung dapat diabdikan bagi kemaslahatan orang lain. Bagian kalimat yang dicetak miring tersebut, pada dasarnya membedaka sosok antara seorang teknisi dengan seorang professional. Walau diakui, bahwa keduanya sama-sama menguasai sejumlah teknik dan prosedur kerja tertentu, namun pada seorang profesional pekerjaannya juga dilandasi oleh adanya ” informed responsiveness” yaitu suatu ketanggapan yang bijak terhadap obyek kerjanya untuk kemaslahatan orang lain.

Sebagai bandingan dan upaya pengayaan Edgard H. Schein dan Diana W. Kommers mengemukakan bahwa: ” The Profession are a set of occupation that have developed a very special set of norms deriving from their special role in society”.

Tiga ciri unik dari profesi yang digambarkan oleh Schein dan Kommers tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Profesi adalah seperangkat keterampilan yang dikembangkan secara khusus melalui seperangkat norma yang dianggap cocok dalam suatu masyarakat. (2) Seorang profesional dituntut untuk memiliki landasan pengetahuan dan

keterampilan yang didapatkan dalam waktu yang panjang selama pendidikan dan pelatihan.

(3) Seorang profesional harus berorientasi pada usaha memberikan layanan ahli serta dituntut untuk dapat mengevaluasi unjuk kerjanya sebagai balikan bagi upaya peningkatan.

Senada dengan pandangan diatas, Blackington (1968) mengartikan profesi sebagai: ”a vocation which is organized, incompletaly, no doubt, but genuinly

(6)

for the performance of function”. Dari uraian ini dapat dijelaskan, bahwa profesi berbeda dengan pekerjaan-pekerjaan lain karena fungsi sosialnya, yakni pengabdian kepada masyarakat, dan pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat mengharuskan adanya kompetensi agar profesi tersebut dapat melaksanakan fungsinya. Dengan demikian mengimplikasikan pula tuntutan perlunya pengetahuan dan keterampilan yang khusus untuk pelaksanaan fungsi tersebut, dan adanya cara dan alat untuk mengadakan verifikasi terhadap tuntutan pengetahuan khusus itu.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, profesi dapat diartikan sebagai suatu lapngan pekerjaan yang menuntut diterapkannya teknik dan prosedur yang ilmiah, memiliki dedikasi, serta cara menyikapi lapangan pekerjaan yang berorientasi pasa pelayanan yang ahli, serta secara sadar diupayakan dan ditujukan demi kemaslahatan orang lain.

Bertolak dari pengertian profesi tersebut diatas, maka hal mendasar dan hakiki yang mesti dipahami mengenai profesi adalah, ” unformed responsiveness” yakni ketanggapan yang berlandaskan kearifan atau pengabdian yang dilandasi kemampuan profesional serta falsafah yang mantap. Mengingat hakekat yang dimiliki, maka seorang pekerja seorang professional didalam pekerjaannya akan menampakkan dimilikinya keterampilan teknis dan procedural yang didukung oleh sikap kepribadian tertentu, karena dilandasi oleh pedoman-pedoman tingkah laku yang khusus (kode etik) yang mempersatukan mereka didalam suatu korps.

3. Ciri-Ciri Profesi

Berdasarkan uraina diatas, maka dapat dikemukakan bahwa suatu profesi dalam pengertian yang umum merupakan bidang pekerjaan dan pengabdian tertentu. Karena sifat dan hakekatnya suatu profesi memerlukan persyaratan dasar, keterampilan teknis dan procedural yang didukung oleh sikap kepribadian tertentu. Atas dasar itu maka ciri-ciri profesi terdiri dari:

(7)

1) Pekerjaan itu mempunyai fungsi dan signifikansisosial,karena diperlukan sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat. Dipihak lain pengakuan masyarakat merupakan syarat mutlak dari suatu profesi.

2) Menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh lewat pendidikan dan pelatihan yag intensive dan dilakukan dilembaga tertentu yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan (accountable)

3) Profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu, bukan suatu serpihan atau comman sence.

4) Ada kode etik yang menjadi pedoman perilaku anggotanya, beserta sangsi yang jelas dan tegas terhadap pelanggaran kode etik. Pengawasan terhadap tegaknya kode etik oleh organisasi yang mewadahi profesi tersebut.

5) Sebagai konsekuensi dari layanan yang diberikan kepda masyarakat, maka secara perorangan maupun kelompok, penyandang profesi tersebut memperoleh imbalan finansial atau material.

Mengenai ciri profesi, Wetson Gibson (1965) juga menyatakan hal senada yakni:

(1) adanya pengakuan oleh masyarakat terhadap layanan tertentu, yang hanya dapat dilakukan oleh sekelompok pekerjaan yang dikatagorikan sebagai suatu profesi.

(2) Dimilikinya sekumpulan bidang ilmu yang mendukung profesi tersebut, yang menjadi landasan sejumlah teknik yang menjadi prosedur yang unik. (3) Diperlukan persiapan atau proses pendidikan tertentu yang sengaja dan

sistematik sebelum orang mampu melaksanakan suatu pekerjaan profesional.

(4) Dimiliknya suatu mekanisme untuk menyaring (recritment procedure) sehingga hanya mereka yang dianggap kompeten yang diperbolehkan bekerja untuk lapangan pekerjaan tersebut.

(5) Dimilikinya organisasi profesional, yang disamping melindungi kepentingan anggotanya dari saingan kelompok luar, juga berfungsi tidak saja menjaga,

(8)

akantetapi sekaligus selalu berusaha meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat, termasuk tindak tanduk etis profesional pada anggotanya. Berdasarkan ciri-ciri diatas, hal yang mendasar yang mesti dipahami mengenai profesi adalah ketanggapan yang berdasarkan keahlian demi kemaslahatan orang lain. Selanjutnya bertolak dari ciri itu, akan muncul pertanyaan mendasar apakah profesi pendidikan (guru) dapat menerapkan semua ciri-ciri tersebut? Untuk dapat mengkaji pertanyaan tersebut, ada baiknya diinformasikan sejumlah asumsi dasar yang melandasipekerjaan mendidik itu, seperti:

a) Subyek didik adalah manusia dengan berbagai potensi yang akan berkembang. Maka dari itu pendidikan dilandasi oleh nilai nilai kemanusiaan, dan pendidikan menghargaimartabat manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi dan perasaan.

b) Pendidikan dilakukan secara sadar dan bertujuan, ia tidak dilakukan secara randum. Oleh karena ada unsur tujuan, pendidikn menjadi normatif, diikat oleh norma-norma dan nilai nilai, baik yang bersifat unifersal, nasional maupun lokalyang menjadi acuan pelaku pendidikan (guru dan pesrta didik).

c) Oleh karena yang dihadapi pendidik adalah manusia dengan segala teka tekinya, maka ada teori teori pendidikanyang merupakan kerangka hipotesis tentang bagaimana seharusnya pendidikan dilakukan.

d) Dalam memandang manusia, pendidik bertolak dari asumsi positif tentang potensi manusia. Potensi yang baik itulah yang harus dikembangkan, yang oleh Norton (1977) disebut sebagai “daimon” yaitu suatu potensi yang unggul pada diri manusia “a potential axellence in personhood”. Pendidikan jadinya merupakan usaha mengembangkan potensi manusia yang baik (educations development).

e) Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yaitu situasi pendidikan yang memungkinkan terjadi dialog antara pendidik dan terdidik. Dialog

(9)

memungkinkan terjadi untuk tumbuh ke arah tujuan yang selaras dengan nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.

f) Tujuan utama pendidikan terletak pada dimensi instrinsiknya, yakni menjadikan manusia sebagai manusia yang baik, yang dalam tujuan pendidikan nasional digambaran sebagai manusia yang beriman, bertaqwa, berbudi luhur dan seterusnya. Oleh karena pendidikan tidak berlangsung dalam kevakuman dari tuntutan masyarakat, maka pendidikan juga dari segi tujuannya mengemban misi instumental yakni merupakan alat untuk perubahan atau mencapai sesuatu. (Jurnal Pendidikan, 1992, hal 6 – 8).

4. Kajian Tentang Profesi Guru

Sebuah adagium klasik, namun tetap relevan untuk dikaji maknanya, menyatakan: apabila guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari. Adagium sederhana bernada sinis ini, ternyata mempunya makna yang mendalam, sebab merangsang kaji-tilik untuk lahir dan tumbuhnya keyakinan, betapa guru menempati posisi yang sangat penting bagi kemaslahatan murid muridnya.

Dalam kapasitas: guru sebagai (1) pekerja profesional dengan fungsi mendidik, mengajar dan melatih; (2) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki; serta (3) sebagai tugas kemasyarakatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik, jelas dituntut pemilikan kapasitas diri yang memadai. Kapasitas diri ini berupa adanya kepemilikan kemampuan teknis serta prosedur kerja sebagai ahli, maupun adanya keiklasan berlandaskanpanggilan nurani untuk melayani orang lain, yang oleh Raka Joni (1989) dinyatakan sebagai ketanggapan yang dilandasi kearifan demi kemaslahatan bagi orang lain.

Mengenai jenjang jabatan guru yang selaras dengan kepangkatan diatur dalam Surat Edaran Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 57868/MPK/1989, Nomor

(10)

38/SE/1989, yaitu pada pokok II bagian 2 yang menyatakan jenjang jabatan guru sebagai berikut: Guru Pratama, Guru Pratama Tingkat I, Guru Muda, Guru Muda Tingkat I, Guru Madya, Guru Madya Tingkat I, Guru Dewasa, Guru Dewasa Tingkat I, Guru Pembina, Guru Pembina Tingkat I, Guru Utama Madya Utama, Guru Utama.

Tanpa ada maksud untuk mengingkari bahwa mutu unjuk kerja profesional yang penuh pada dasarnya adalah sesuatu yang terus berkembang, sehingga pertumbuhan dalam jabatan juga merupakan salah satu ciri khas profesionalan, nampaknya dalam satu sistem yang ideal harus di disadari minimal adanya tiga lapisan tenaga profesional. T. Raka Joni (1992) mengklasifikasikan hal itu sebagai berikut: pertama adalah tenaga pemula yaitu paraktisi yang baru brkecimpung sekitar 1 – 3 Tahun didalam pekerjaanya, yan kedua adalah

tenaga menengah yaitu praktisi yang sudah cukup tinggi mutu kerjanya,

sehingga penyelenggaraan layanan pendidikan secara ruitn berlangsung efisien dan efektif, dan yang ketiga adalah praktisi pakar yang karena pengalaan serta pendidikan tambahannya, selain untuk pengoprasian sistem juga telah memiliki visi serta komitmen disamping kemampuan untuk berpartisipasi aktif didalam pengembangan sistem, baik dari segi peningkatan teknis maupun dari sudut pengkajian kritikal.

Dalam rangka profesi tenaga kependidikan, ada satu jabatan fungsional lagi yang disebut dengan widyaswara yaitu tenaga kependidikan yang berfungsi sebagai guru dan bekerja pada pusat pendidikan dan pelatihan diberbagai Departemen dan unit kerja diluar lembaga sekolah dan lembaga pendidikan luar sekkolah. Mengenai jenjang jabatannya diatur dalam Keputusan Presiden R.I. No.49 Tahun 1989 (khususnya Pasal 1 ayat 2).

Dengan demikian jelaslah bahwa jabatan guru sebagai profesi memang telah diakui secara hukum, dan untuk lebih memperjelas gambaran mengenai profesi guru dalam jabatan tenaga kependidikan di indonesia, dapat dideskripsikan sebagai berikut:

(11)

a. Pengajar (Guru) b. Guru pembimbing

c. Pembimbing atau Penyuluh Pendidikan d. Widyaiswara

e. Pelatih

f. Tutor / fasilitator PLS 2) Pengelola satuan pendidikan

a. Kepala Sekolah b. Wakil Kepala Sekolah 3) Pemilik Sekolah

4) Pengawas

5) Peneliti dan pengembang di bidang pendidikan

a. Pengembang program pengajaran (ahli kurikulum) b. Pengembang alat pengukuran dan penilaian

c. Pengembang media ajar d. Peneliti pendidikan

e. Ahli psikologi persekolahan 6) Pustakawan

7) Laboran

8) Teknisi sumber belajar

Bila dikaji lebih dalam situasi pendidikan masa depan dan bagaimana peran tenaga pendidik (guru) sebagai pengemban paradigma pendidikan yang berpusat pada pembelajaran, maka kualifikasi dan kompetensi guru sebagai pemangku jabatan ahli haruslah menjadi salah satu fokus utama. Jabatan guru adalah jabatan profesi, dimana suatu jabatan profesi harus diampu oleh seorang yang profesional, yang memiliki keahlian dalam bidangnya. Sehingga jabatan guru harus dipegang oleh seorang profesional. Maka dari itu keprofesionalan tersebut harus

(12)

dibuktikan dengan pencapaian kualifikasi, penguasaan keahlian dan kompetensi dalam bidangnya. Dalam UU No.14/2005 dan PP No. 19/2005,

disebutkan bahwa guru yang profesional adalah guru yang memiliki kualifikasi pendidikan sarjana (S1/D4) dalam bidang studi yang diajarkan, dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran yaitu : kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompotensi sosial, dan kompetensi keperibadian.

Menyangkut tentang kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, sikap, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melakukan tugas keprofesionalannya; sedangkan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (Ketentuan Umum UU No 14 Thn 2005). Ketentuan di atas secara eksplisit menyiratkan bahwa; profesi guru terkait dengan konteks layanan ahli dalam bidang keguruan-kependidikan, karena terapan layanan ahli kependidikan itu selalu berlandaskan penguasaan akademik yang solid, Gane (1978) melukiskannya sebagai ” seni yang terapannya berbasiskan sains”. Secara sederhana dapat dilukiskan, dalam suatu proses interaksi dalam pembelajaran, seorang guru profesional minimal harus mempertanyakan pada dirinya, apa yang dia akan lakukan dalam proses interaksi tersebut, bagaimana dia melakukannya, dan kenapa demikian dia melakukannya. Ini berarti, dalam pelaksanaan layanannya, seorang pengampu layanan ahli, harus peduli dengan sisi Why (menyangkut tujuan pendidikan), sisi How (menyangkut prosedur), dan sisi When (menyangkut konteks).

Interaksi dalam pembelajaran bersifat transaksi situasional, yang pada dasarnya merupakan suatu perjumpaan budaya antara pendidik dengan peserta didik, yang memang telah dipelajari dan dibawanya secara alamiah dilingkungannya masing-masing. Maka dari itu guru yang mengelola proses pembelajaran harus mengerahkan penguasaan akademiknya yang utuh (yang

(13)

bukan hanya sebatas penguasaan keilmuan bidang studi/disciplinary content saja, tetapi harus mengutamakan tercapainya kemaslahatan peserta didik yang memiliki karakteristik tertentu, dan menguasai dengan cermat berbagai pendekatan dalam pengambilan keputusan dalam situasional pembelajaran.

Seorang guru seyogyanya menguasai karakteristik peserta didik yang diampu dan dilayani secara mendalam dengan berbagai variasi karakter dan cara pendekatannya, menguasai bidang ilmu sumber (bahan ajar) dari segi disciplinary content maupun pedagogical content, menguasai pendekatan pembelajaran yang mendidik dan memandirikan baik menyangkut perancangan, maupun implementasinya, serta mengembangkan kemampuan profesional secara berkelanjutan. Penguasaan dimensi-dimensi konsep akademik yang berhubungan dengan layanan ahli keguruan-kependidikan tersebut serta dengan pengalaman mengaplikasikan dalam profesinya sebagai guru, akan menimbulkan secara berkelanjutan nurturant effect pada kemampuan sosial dan kemampuan personal akan berkontribusi pada kepribadian guru secara lebih makro. Maka dari tiu para guru juga harus dengan sengaja dan kontinu mengembangkan dan membina kompetensi personal keperibadiannya serta kompetensi sosialnya demi dapat memperkokoh layanan keahliannya, atau dengan kata lain adalah kemampuan penerapan bidang akademik dalam kancah profesi yang menjadi garapan layanan ahli keguruan-kependidikan, bukan justru penguasaan disciplinary content yang seyogyanya tidak ditampilkan terpisah dari bidang garapan profesi yang merupakan keharusan. Dari proses pendidikan yang secara tekun dan konsisten mempedomani penggarapan kemampuan akademik dan profesional tersebut, disertai dengan cara-cara pengelolaan proses transpormasi itu yang dapat menimbulkan interaksi pembelajaran yang inspiratif, interaktif, menantang, menyenangkan, memotivasi dan memberikan teladan, maka akan dapat terbentuk pengaruh pengiring (naturant effect) pada kemampuan personal maupun kemampuan sosial, minimal yang terkait dengan kancah garapan layanan ahli keguruan-kependidikan.

(14)

Mengacu pada pasal 28 ayat (3) PP 19/2003 dan pasal 10 ayat (1) UU No.14/2005 disebutkan kompetensi guru meliputi kompetendi pedagodik, kompetensi kepribadian, kompetensi social, dan kompetensi profesional, yang secara tersirat memberi peluang pendidikan profesi guru yang konsekutif dan secara eksplisit peluang itu tercantum dalam penjelasan pasal 15 UU No.20/2003.

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi; pemahaman wawasan dan landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum/ silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evalusi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Kompetensi keperibadian sekurang-kurangnya mencakup keperibadian yang; beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk berkomunikasi lisan, tulisan, dan/atau isyarat secara santun, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua/wali peserta didik.

Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu teknologi, dan/atau seni yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan; materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaranyang akan diampu; dan konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi atau seni yang relevan, yang secara

(15)

konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

Dalam kaitannya dengan itu perlu ditata lebih membumi kompetensi guru yang dicanangkan tersebut, sehingga tidak terpisah-pisah dan bahkan cendrung salah tafsir. Pemahaman terhadap kompetensi-kompetensi di atas, secara akademik dapat ditata menjadi tiga kompetensi pendidikan profesi guru yaitu : (1) kompetensi akademik, (2) kompetensi profesional, dan (3) kompetensi personal/ keperibadian.

Kompetensi akademik pada dasarnya merupakan kemampuan tentang prinsip penguasaan disciplinary content dan pedagogical content, yang dapat dijabarkan menjadi indikator (a) kemampuan mengenal peserta didik secara mendalam, (b) penguasaan bidang studi yang menyangkut substansi dan epistimologi ke-ilmuan (disciplinary content), dan pengemasan bidang keilmuan tersebut menjadi bahan ajar sesuai dengan konteks kurikuler mapun karakteristik peserta didik, (c) kemampuan menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, yang mampu memfasilitasi pembentukan kemampuan yang utuh yang mampu memadukan antara dimensi pengetahuan (factual, konsep, procedual, dan metakognitif) dengan dimensi proses (pengetahuan, pemahaman aplikasi, analisis/mengkaji, evaluasi dan mencipta), sehingga pembentukan sikap dan keterampilan kognitif, personal dan sosial maupun psikomotorik yang diperoleh melalui latihan menjadi terbentuk secara utuh; (d) kemampuan mengembangkan keterampilan profesional secara berkelanjutan. Hal ini harus tertanam menjadi kebiasaan dan sikap profesional guru dalam kesehariannya, yang didapatkan berdasarkan hasil refleksi dari dampak kinerjanya (reflective practitioner).

Kompetensi profesional merupakan kemampuan untuk menerapkan kompetensi akademik dalam kancah profesi keguruan-kependidikan, yang diimplementasikan melalui pengalaman lapangan (PPL) secara bertahap dari, pengenalan lapangan, latihan keterampilan dasar mengajar, latihan terbimbing, latihan penugasan terstruktur, dan latihan mandiri, dalam kaitannya dengan pengelolaan pembelajaran ( merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan

(16)

memonitoring proses pembelajaran ) dan keterampilan membina hubungan sosial dengan siswa, teman sejawat dan orang tua peserta didik. Sehingga indikator dari kompetensi ini adalah : ( a ). Keterampilan menerapkan kompetensi akademik dalam proses pembelajaran, dan ( b ). Keterampilan berhubungan sosial dengan pihak terkait dalam rangka peningkatan dan efektivitas pembelajaran yang mendidik.

Kompetensi personal/keperibadian, merupakan unsur kunci bagi guru profesional, sehingga menjadi unsur kunci pula dalam kopetensi profesi guru. Namun, bila ditelusuri lebih jauh pembentukan kompetensi ini bukanlah merupakan dampak instruksional efeks dari suatu pendidikan formal yang diikuti calon guru, ia lebih banyak merupakan nurturant efeks dari pencapaian kompetensi akademik dan kompetensi profesional, dan bahkan juga telah terbentuk dasar – dasarnya dari pendidikan sebelumnya, baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Sehingga kompetensi personal/keperibadian ini dapat dideskripsi dengan indikator : beriman dan taqwa, berahlak mulya, arif, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur dan sportif.

5. Jabatan Guru sebagai Profesi

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, telah menimbulkan kompleksnya kehidupan di masyarakat. Kondisi seperti ini menuntut semakin terspesialisasikannya kemampuan seseorang dalam melakukan tugas-tugas tertentu, termasuk tugas sebagai guru dalam melaksanakan aktivitas pendidikan.

Untuk terselenggarakannya proses belajar mengajar secara optimal, guru memiliki kedudukan yang strategis. Tentang strategis dan mendasarnya peranan guru di dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan belajar mengajar, para pakar pendidikan menyatakan: ”I’ve never seen a good student without a good teacher” (Ruth Love dalam Edward F De Roche:1985). Kalimat sederhana ini sesungguhnya menyiratkan makna yang mendalam, sebab secara jujur harus diakui betapapun baik dan rapinya sistem dan program pendidikan

(17)

dirancang, namun yang akan menentukan hasilnya, dalam arti tercapainya tujuan dengan mutu yang diinginkan sangat ditentukan oleh para pelaksananya (guru). Untuk terlaksananya aktivitas pengajaran di kelas, guru memegang peran yang sangat strategis, baik dalam kapasitasnya sebagai perencana pengajaran – pelaksana pengajaran – hingga sampai kepada proses menilai hasil belajar peserta didik. Bahkan lebih jauh lagi, melalui balikan yang diperoleh pada saat proses berlangsung maupun balikan yang didapatkan lewat rekaman hasil belajar yang dipetik lewat proses evaluasi yang memadai, diharapkan pula guru dapat memodifikasi rancangan dan pelaksanaan pengajarannya untuk target meningkatkan capaian belajar sesuai yang diharapkan.

Atas dasar itu penempatan guru pada posisi strategis tersebut di atas, pada hakekatnya memiliki sekaligus dua implikasi. Pada satu sisi karena guru sebagai profesi menuntut kepada penyandangnya untuk memiliki dasar kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan serta memiliki kepribadian yang mantap sebagai persyaratan bagi performansinya untuk target kemaslahatan bagi orang lain. Sedangkan ada sisi yang lain, dalam rangka penyiapan sumber daya insani yang bermutu, peran guru tidak dapat diabaikan, sebab melalui kegiatan pendidikan yang bermutu yang diusahakan oleh guru, dapat mengkontribusi keluaran (out-put) pendidikan yang bermutu pula. Maka dari itu sangatlah wajar jabatan guru merupakan jabatan profesi, karena profesi tersebut merupakan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang (guru) dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi

Mengenai pengetian profesi McCully, mengemukakan sebagai ” a vocation in which professed knowledge of some department of learning or science is used in its aplicated upon it” (Cully, 1969: 130). Definisi ini mengandung makna bahwa dalam suatu pekerjaan professional digunakan teknik serta prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual yang secara sengaja harus dipelajari, dan

(18)

kemudian secara langsung dapat diabdikan bagi kemaslahatan orang lain, dan pada dasarnya hal tersebut membedaka sosok antara seorang teknisi dengan seorang professional. Walau diakui, bahwa keduanya sama-sama menguasai sejumlah teknik dan prosedur kerja tertentu, namun pada seorang profesional pekerjaannya juga dilandasi oleh adanya ” informed responsiveness” yaitu suatu ketanggapan yang bijak terhadap obyek kerjanya untuk kemaslahatan orang lain.

Mengacu pada paparan di atas, dapat dikatakan bahwa mutu tenaga pendidik (guru) merupakan salah satu komponen yang sangat penting. Guru menduduki tempat yang sangat strategis dalam konstelasi komponen-komponen penjaminan mutu pendidikan nasional. Tanpa mengabaikan pengaruh komponen yang lain, mutu guru sangat mempengaruhi implementasi mutu standar yang lain yang bermuara pada mutu proses dan pada gilirannya berpengaruh pada kualitas standar kompetensi lulusan. Untuk itu, pendidik (guru) sebagai faktor indinamik pada proses intrumental sangat perlu ditetapkan standarnya. Standar pendidik (guru) menyangkut kriteria pendidikannya dan kelayakan pisik maupun mental. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran , sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksud adalah tingkat

pendidikan minimal yang harus dimiliki/dipenuhi oleh seorang pendidik (guru) yang dibuktikan dengan ijazah atau sertifikat keahlian yang relevan dengan aturan yang ditetapkan.

Untuk semua tujuan di atas, maka secara prioritas guru-guru dalam jabatan perlu dilakukan sertifikasi pendidik, karena sertifikat pendidik yang dimiliki guru merupakan bukti legal terjaminnya penyelenggaraan layanan ahli dilakukan oleh penyandangnya.

(19)

6. Sertifikasi guru3 dan peningkatan profesionalisme

a. Pengertian dan Fungsi

UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN), UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, dan PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), menyatakan bahwa : guru ádalah pendidik profesional dengan tugas utama adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Untuk menjawab hal tersebut, guru dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimal S1/D4 sesuai dengan bidang studi yang diajarkan, dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran. Pemenuhan persyaratan penguasaan kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi keperibadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Menindaklanjuti proses sertifikasi tersebut, dikeluarkan Permen Diknas No 18/2007 tentang sertifikasi guru dalam jabatan. Dalam Permen tersebut dinyatakan untuk tahap sekarang ini sertifikasi guru dalam jabatan dilakukan berdasarkan penilaian Portofolio guru dalam 10 komponen.

Dalam kaitan dengan itu, Portofolio yang dimaksud adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai dalam menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu. Dokumen ini terkait dengan unsur pengalaman, karya, dan prestasi selama guru yang bersangkutan menjalankan peran sebagai agen pembelajaran (kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial). Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan, komponen portofolio meliputi: (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.

Fungsi portofolio dalam sertifikasi guru (khususnya guru dalam jabatan) untuk menilai kompetensi guru dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai agen pembelajaran. Kompetensi pedagogik dinilai antara lain melalui dokumen

3

(20)

kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial dinilai antara lain melalui dokumen penilaian dari atasan dan pengawas. Kompetensi profesional dinilai antara lain melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, dan prestasi akademik.

Portofolio juga berfungsi sebagai: (1) wahana guru untuk menampilkan dan/atau membuktikan unjuk kerjanya yang meliputi produktivitas, kualitas, dan relevansi melalui karya-karya utama dan pendukung; (2) informasi/data dalam memberikan pertimbangan tingkat kelayakan kompetensi seorang guru, bila dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan; (3) dasar menentukan kelulusan seorang guru yang mengikuti sertifikasi (layak mendapatkan sertifikat pendidikan atau belum); dan (4) dasar memberikan rekomendasi bagi peserta yang belum lulus untuk menentukan kegiatan lanjutan sebagai representasi kegiatan pembinaan dan pemberdayaan guru.

b. Komponen Portofolio

Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru Dalam Jabatan, komponen portofolio meliputi:

(1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar,

(4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas,

(6) prestasi akademik,

(7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah,

(9) pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.

Kualifikasi akademik yaitu tingkat pendidikan formal yang telah dicapai

sampai dengan guru mengikuti sertifikasi, baik pendidikan gelar (S1, S2, atau S3) maupun nongelar (D4 atau Post Graduate diploma), baik di dalam maupun di

(21)

luar negeri. Bukti fisik yang terkait dengan komponen ini dapat berupa ijazah atau sertifikat diploma.

Pendidikan dan Pelatihan yaitu pengalaman dalam mengikuti kegiatan

pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan dan/atau peningkatan kompetensi dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik, baik pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Bukti fisik komponen ini dapat berupa sertifikat, piagam, atau surat keterangan dari lembaga penyelenggara diklat.

Pengalaman mengajar yaitu masa kerja guru dalam melaksanakan tugas

sebagai pendidik pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan surat tugas dari lembaga yang berwenang (dapat dari pemerintah, dan/atau kelompok masyarakat penyelenggara pendidikan). Bukti fisik dari komponen ini dapat berupa surat keputusan/surat keterangan yang sah dari lembaga yang berwenang.

Perencanaan pembelajaran yaitu persiapan mengelola pembelajaran yang

akan dilaksanakan dalam kelas pada setiap tatap muka. Perencanaan pembelajaran ini paling tidak memuat perumusan tujuan/kompetensi, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan sumber/media pembelajaran, skenario pembelajaran, dan penilaian hasil belajar. Bukti fisik dari sub komponen ini berupa dokumen perencanaan pembelajaran (RP/RPP/SP) yang diketahui/ disahkan oleh atasan.

Pelaksanaan pembelajaran yaitu kegiatan guru dalam mengelola

pembelajaran di kelas. Kegiatan ini mencakup tahapan pra pembelajaran (pengecekan kesiapan kelas dan apersepsi), kegiatan inti (penguasaan materi, strategi pembelajaran, pemanfaatan media/sumber belajar, evaluasi, penggunaan bahasa), dan penutup (refleksi, rangkuman, dan tindak lanjut). Bukti fisik yang dilampirkan berupa dokumen hasil penilaian oleh kepala sekolah dan/atau pengawas tentang pelaksanaan pembelajaran yang dikelola oleh guru dengan format terlampir.

Penilaian dari atasan dan pengawas yaitu penilaian atasan terhadap

kompetensi kepribadian dan sosial, yang meliputi aspek-aspek: ketaatan menjalankan ajaran agama, tanggung jawab, kejujuran, kedisiplinan, keteladanan, etos kerja, inovasi dan kreativitas, kemamampuan menerima kritik dan saran, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan bekerjasama dengan menggunakan Format Penilaian Atasan terlampir.

(22)

Prestasi akademik yaitu prestasi yang dicapai guru, utamanya yang terkait

dengan bidang keahliannya yang mendapat pengakuan dari lembaga/panitia penyelenggara, baik tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Komponen ini meliputi lomba dan karya akademik (juara lomba atau penemuan karya monumental di bidang pendidikan atau nonkependidikan), pembimbingan teman sejawat (instruktur, guru inti, tutor), dan pembimbingan siswa kegiatan ekstra kurikuler (pramuka, drumband, mading, karya ilmiah remaja-KIR). Bukti fisik yang dilampirkan berupa surat penghargaan, surat keterangan atau sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga/panitia penyelenggara.

Karya pengembangan profesi yaitu suatu karya yang menunjukkan

adanya upaya dan hasil pengembangan profesi yang dilakukan oleh guru. Komponen ini meliputi buku yang dipublikasikan pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau nasional; artikel yang dimuat dalam media jurnal/majalah/buletin yang tidak terakreditasi, terakreditasi, dan internasional; menjadi reviewer buku, penulis soal EBTANAS/UN; modul/buku cetak lokal (kabupaten/kota) yang minimal mencakup materi pembelajaran selama 1 (satu) semester; media/alat pembelajaran dalam bidangnya; laporan penelitian tindakan kelas (individu/kelompok); dan karya seni (patung, rupa, tari, lukis, sastra, dll). Bukti fisik yang dilampirkan berupa surat keterangan dari pejabat yang berwenang tentang hasil karya tersebut.

Keikutsertaan dalam forum ilmiah yaitu partisipasi dalam kegiatan ilmiah

yang relevan dengan bidang tugasnya pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, atau internasional, baik sebagai pemakalah maupun sebagai peserta. Bukti fisik yang dilampirkan berupa makalah dan sertifikat/piagam bagi nara sumber, dan sertifikat/piagam bagi peserta.

Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial yaitu

pengalaman guru menjadi pengurus organisasi kependidikan dan sosial dan atau mendapat tugas tambahan. Pengurus organisasi di bidang kependidikan antara lain: pengurus PGRI, Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia (HEPI), Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN), Ikatan Sarjana Manajemen Pendidikan Indoensia (ISMaPI), dan asosiasi profesi kependidikan lainnya. Pengurus organisasi sosial antara lain: ketua RT, ketua RW, ketua LMD/BPD, dan pembina kegiatan keagamaan. Mendapat tugas tambahan lain: kepala sekolah, wakil kepala sekolah, ketua

(23)

jurusan, kepala lab, kepala bengkel, kepala studio. Bukti fisik yang dilampirkan adalah surat keputusan atau surat keterangan dari pihak yang berwenang.

Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan yaitu

penghargaan yang diperoleh karena guru menunjukkan dedikasi yang baik dalam melaksanakan tugas dan memenuhi kriteria kuantitatif (lama waktu, hasil, lokasi/geografis), kualitatif (komitmen, etos kerja), dan relevansi (dalam bidang/rumpun bidang), baik pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Bukti fisik yang dilampirkan berupa fotokopi sertifikat, piagam, atau surat keterangan.

c. Pengisian Istrumen Portofolio

(1) Identitas guru peserta sertifikasi. Identitas guru peserta sertifikasi, meliputi: nama (lengkap dengan gelar akadmeik), nomor peserta, NIP/NIK, pangkat/golongan, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, pendidikan terakhir, akta mengajar, sekolah tempat tugas (nama, alamat, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nomor telepon, e-mail, nomor statistik sekolah), guru matapelajaran/guru kelas, dan beban mengajar perminggu. Pangkat dan golongan bagi guru non-PNS mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Halaman identitas ini ditandatangani oleh penyusun dan disahkan oleh Kepala Sekolah dan Pengawas Pendidikan setelah portofolio selesai disusun.

(2) Daftar isi. Peserta sertifikasi perlu melengkapi dokumen portofolio dengan daftar isi agar memudahkan tim penilai (asesor) dalam melaksanakan tugasnya. Daftar isi ini menjelaskan tentang nama komponen dan di halaman berapa komponen tersebut disusun.

(3) Dokumen portofolio. Dokumen portofolio ini memuat sepuluh komponen portofolio yang di dalam instrumen ditampilkan dalam bentuk tabel. Peserta sertifikasi diminta untuk mengisi tabel tersebut sesuai dengan pengalaman dan hasil karya yang dimiliki secara jujur dan bertanggungjawab. Peserta juga diminta melampirkan bukti-bukti fisik berupa dokumen dan/atau hasil karya sesuai dengan yang dituliskan dalam tabel. Untuk dokumen-dokumen seperti sertifikat/ piagam/surat keterangan dapat berupa foto kopi dokumen-dokumen tersebut yang telah dilegalisasi oleh atasan. Untuk dokumen foto kopi ijazah/akta

(24)

mengajar harus dilegalisasi oleh perguruan tinggi yang mengeluarkannya atau oleh Direkktorat Jenderal Pendidikan Tinggi untuk ijazah luar negeri. (4) Penutup. Komponen penutup ini berisi pernyataan dari penyusun dan

pemilik dokumen yang memuat tentang jaminan keaslian dan tidak melanggar kode etik dalam membuat dan atau mendapatkannya. Di samping itu, pernyataan juga berisi kesiapan menerima sanksi atas pelanggaran yang terkait dengan hak cipta, apabila ditemukan atau di kemudian hari ditemukan bukti terjadinya pelanggaran.

d. Prosedur Pengajuan dan Pelaksanaan Penilaian Portofolio

Prosedur pengajuan dan penilaian portofolio oleh para guru dapat digambarkan seperti bagan berikut.

Guru dlm Jab S1/D4 Dinas Dik Penel.PF Kegiatan Melengkapi PF

Diklat Profesi Guru

Pelaksanaan Diklat Lulus Ujian Ulang 2 X Sertifikat Pendidik Lulus Tidak Lulus Ujian Tidak Lulus Lulus Tidak Lulus

(25)

e. Rubrik Penilaian Portofolio4 1). Kualifikasi akademik

Ijazah Relevansi Skor

S1 / D4

Kependidikan sesuai bidang studi (mapel)* 150

Nonkependidikan sesuai bidang studi (mapel) mimiliki

Akta Mengajar 150

Kependidikan sesuai dengan rumpun bidang studi

(mapel)** 140

Nonkependidikan sesuai bidang studi (mapel) 130

Kependidikan tidak sesuai bidang studi dan rumpun

bidang studi (mapel) 120

Nonkependidikan tidak sesuai bidang studi dan

rumpun bidang studi memiliki Akta Mengajar 120

Nonkependidikan tidak sesuai bidang studi dan

rumpun bidang studi 110

Post Graduate Diploma

Sesuai bidang studi 80

Tidak sesuai 50

S2

Kependidikan sesuai bidang studi (mapel) 175

Kependidikan sesuai dengan rumpun bidang studi

(mapel) 160

Nonkependidikan sesuai bidang studi (mapel) 160

Kependidikan tidak sesuai bidang studi dan rumpun

bidang studi 145

Nonkependidikan tidak sesuai bidang studi dan

rumpun bidang studi 130

S3

Kependidikan sesuai bidang studi (mapel) 200

Kependidikan sesuai dengan rumpun bidang studi

(mapel) 180

Nonkependidikan sesuai bidang studi (mapel) 180

Kependidikan tidak sesuai bidang studi dan rumpun

bidang studi 160

Nonkependidikan tidak sesuai bidang studi dan

rumpun bidang studi 140

Catatan:

* Untuk mata pelajaran produktif di SMK, program keahlian analog dengan bidang studi (mapel)

** Untuk mata pelajaran produktif di SMK, bidang keahlian analog dengan rumpun bidang studi S1, S2, atau S3 yang kedua dan seterusnya

diperhitungkan dengan skor 25% dari skor yang ditetapkan dalam rubrik ini. Skor maksimal: jika memiliki S1, S2, dan S3 kependidikan yang relevan: 150 + 175 + 200 = 525

4

(26)

2). Pendidikan dan Pelatihan Lama Diklat

(Jam Pelatihan)

Internasional Nasional Provinsi Kab/Kota Kecamatan

R TR R TR R TR R TR R TR > 640 60 45 50 40 45 35 40 30 35 25 481 – 640 55 40 45 35 40 30 35 25 30 20 161 – 480 45 35 40 30 35 25 30 20 25 15 81 – 160 40 30 35 25 30 20 25 15 20 10 30 – 80 35 25 30 20 25 15 20 10 15 7 8 – 29 30 20 25 15 20 10 15 5 10 3 Keterangan:

R: relevan; materi diklat mendukung pelaksanaan tugas profesional guru

TR: tidak relevan; materi diklat tidak mendukung pelaksanaan tugas profesional guru

Skor maksimal (taksiran): 2x pelatihan nasional relevan pola 170 jam, 2x propinsi relevan pola 120 jam, 4x kabupaten/kota relevan pola 20 jam = (2x40) + (2 x 30) + (4 x 15) = 200

3). Pengalaman Mengajar

Masa Kerja Guru Skor

> 25 tahun 160 23 – 25 tahun 145 20 – 22 tahun 130 17 – 19 tahun 115 14 – 16 tahun 100 11 – 13 tahun 85 8 – 10 tahun 70 5 – 7 tahun 55 2 – 4 tahun 40

Catatan: tugas belajar diperhitungkan dalam pengalaman mengajar Skor maksimum: 160

4). Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran a. Perencanaan Pembelajaran

Mengumpulkan 5 buah RP/RPP/SP yang berbeda

Aspek yang dinilai Skor maks

1. Perumusan tujuan pembelajaran

2. Pemilihan dan pengorganisasian materi ajar 3. Pemilihan sumber /media pembelajaran 4. Skenario atau kegiatan pembelajaran 5. Penilaian hasil belajar

5 10

5 10 10 Catatan: Lima RP/RPP/SP dinilai oleh asesor dengan menggunakan Instrumen Penilaian RPP dan dihitung skor reratanya.

(27)

b. Pelaksanaan Pembelajaran

Mengumpulkan

dokumen hasil penilaian oleh kepala sekolah dan/atau pengawas tentang pelaksanaan pembelajaran

Aspek yang dinilai Skor maks

1. Prapembelajaran (pengecekan kesiapan kelas dan apersepsi)

2. Kegiatan inti:

penguasaan materi strategi pembelajaran

pemanfaatan media/sumber belajar evaluasi

penggunaan bahasa

3. Penutup (refleksi, rangkuman, dan tindak lanjut)

20 80

20

Skor maksimal: jika semua butir aspek mencapai skor maksimum: 120 5). Penilaian dari atasan dan pengawas

Bukti Aspek yang dinilai Skor maks

Dokumen hasil penilaian oleh atasan dan/atau pengawas tentang kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial

1. Ketaatan menjalankan ajaran agama 2. Tanggung jawab

3. Kejujuran 4. Kedisiplinan 5. Keteladanan 6. Etos kerja

7. Inovasi dan kreativitas

8. Kemampuan menerima kritik dan saran 9. Kemampuan berkomunikasi

10. Kemampuan bekerja sama

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 Jumlah 50 Catatan:

Skor maksimum: jika semua butir aspek mencapai skor maksimum: 10 x 5 = 50 6). Prestasi Akademik

a. Lomba dan karya akademik

Prestasi Tingkat* Skor

Bukti juara lomba akademik Internasional

Nasional Provinsi Kabupaten/Kota Kecamatan 60 40 30 20 10

Bukti menemukan karya monumental Pendidikan

Nonpendidikan 60 40

(28)

b. Pembimbingan kepada teman sejawat / siswa

Jenis Pembimbingan teman sejawat/siswa Skor

Instruktur 40

Guru Inti/Tutor/Pemandu 20

Pembimbingan siswa dalam berbagai lomba/karya sampai meraih juara Tingkat Internasional : 40 Tingkat Nasional : 25 Tingkat Provinisi : 20 Tingkat Kabupaten/Kota : 15 Tingkat Kecamatan : 10 Pembimbngan siswa dalam berbagai lomba/karya tidak mencapai

juara 5

Skor maksimum (taksiran): 1x lomba akademik nasional, 1 x juara lokal, sebuah karya monumental bidang pendidikan, instruktur : 40 + 20 + 60 + 40 = 160 7). Karya Pengembangan Profesi

Jenis Dokumen / Karya Publikasi Skor

Relevan Tidak relevan

a. Buku* Nasional Provinsi 50 40 35 25

Kabupaten/Kota 30 15 b. Artikel Jurnal Terakreditasi 25 20 Jurnal Tdk Terakreditasi 10 8 Majalah/koran nasional 10 8 Majalah/koran local 5 3

c. Menjadi reviewer buku, penulis soal EBTANAS/UN 2 per kegiatan

d. Modul/Diktat dicetak

local (Kab/Kota) Minimal mencakup materi 1 semester skor 20

e. Media/Alat pelajaran Setiap membuat satu media/alat pelajaran diberi skor 5 f. Laporan penelitian di

bidang pendidikan Setiap satu laporan diberi skor 10 Sebagai ketua 60% dan anggota 40% g. Karya teknologi/seni

(TTG, patung, rupa,

tari, lukis, sastra, dll) Setiap karya seni diberi skor 15

*)Buku publikasi nasional adalah buku ber-ISBN dan ditetapkan oleh BSNP sebagai buku standar; publikasi provinsi adalah buku ber-ISBN; publikasi kab/kota adalah buku yang tidak ber-ISBN.

Skor maksimal (taksiran): 1 buku publikasi kabupaten/kota, 1 artikel dalam jurnal terakreditasi, 2 artikel dalam jurnal tidak terakreditasi, & 2 artikel di koran lokal: 30 + 25 + (2 x 10) + (2 x 5) =85

(29)

8). Keikutsertaan dalam forum ilmiah

Tingkat Pemakalah Skor Peserta

Internasional 50 10

Nasional 40 8

Provinsi 30 6

Kabupaten/Kota 20 4

Kecamatan 10 2

Skor maksimal (taksiran): 1x peserta internasional, 1x pemakalah nasional, dan 3x peserta kabupaten/kota: 10 + 40 + (3 x 4) = 62

9). Pengalaman menjadi pengurus organisasi di bidang kependidikan dan sosial

a. Pengurus organisasi di bidang kependidikan dan sosial Tingkat Organisasi Kependidikan Skor per tahun Sosial

Internasional 10 7 Nasional 7 5 Provinsi 5 4 Kabupaten/Kota 4 3 Kecamatan 3 2 Desa/Kelurahan 2 1 b. Tugas Tambahan

Tugas Tambahan Skor per tahun

Kepala sekolah 4

Wakil kepala sekolah/ketua jurusan/kepala lab/

kepala bengkel 2

Pembina kegiatan ekstra kuriluler (pramuka,

drumband, mading, KIR, dsb.) 1

Skor maksimal (taksiran): 2 tahun pengurus nasional organisasi kependidikan, 2 tahun pengurus organisasi sosial tingkat nasional, mendapat tugas tambahan

sebagai wakasek dan kasek masing-masing selama 4 tahun: (2 x 7) + (2 x 5) + (4 x 2) + (4 x 4) = 48

10). Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan

Tingkat Skor Internasional Nasional Provinsi Kabupaten/Kota 30 20 10 5 Melaksanakan tugas di daerah

terpencil/tertinggal/bencana/konflik/perbatasan

Setiap tahun 4

Skor maksimal (taksiran): 1x penghargaan nasional, 3 x penghargaan provinsi: 20 + (3 x 10) = 50

(30)

f. Skor Maksimum Per-Komponen Portofolio

(Sebagian merupakan skor maksimum fix dan sebagian yang lain skor maksmum taksiran)

NO. KOMPONEN PORTOFOLIO GURU SKOR

1. Kualifikasi akademik 525

2. Pendidikan dan pelatihan 200

3. Pengalaman mengajar 160

4. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran 160

5. Penilaian dari atasan dan pengawas 50

6. Prestasi akademik 160

7. Karya pengembangan profesi 85

8. Keikutsertaan dalam forum ilmiah 62

9 Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial 48

10 Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan 50

Jumlah 1500

g. Pengelompokan Komponen Portofolio Dan Ketentuannya

Unsur A, Kualifikasi dan Tugas Pokok (minimal 300 dan semua sub unsur

tidak boleh kosong)

1. Kualifikasi akademik 525

2. Pengalaman mengajar 160

3. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran 160

Jumlah 845

Unsur B, Pengembangan Profesi (minimal 200 dan Guru yang ditugaskan

pada daerah khusus minimuml 150)

1. Pendidikan dan pelatihan 200

2. Penilaian dari atasan dan pengawas 50

3. Prestasi akademik 160

4. Karya pengembangan profesi 85

Jumlah 495

Unsur C, Pendukung Profesi (tidak boleh nol dan maksimal 100)

1. Keikutsertaan dalam forum ilmiah 62

2. Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial 48

3. Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan 50

(31)

BATAS LULUS: 850 (57% dari perkiraan skor maksimum)

Apabila skor maksimal kualifikasi akademik tidak memperhitungkan ijazah S2 dan S3 (yang pada umumnya guru tidak memiliki), maka batas lulus menjadi: 850/1125 x 100% = 75,56%

5. Penutup

Telah dibahas tantangan pendidikan kita untuk masa depan dan bagaimana guru harus ditingkatkan profesionalismenya. Mau tidak mau dunia pendidikan kita harus bahu membahu meningkatkan diri agar bisa menjawab tantangan tersebut. Dalam kaitan dengan itu, sesungguhnya pendidikan kita menghadapi kendala yang tak kurang seriusnya dibandingkan dengan tantangan tersebut.

Dalam kaitan dengan itu, minimal dapat diidentifikasi dua kendala pokok yaitu: pertama, kesiapan teknis komponen-komponen yang terkait dengan upaya perbaikan pendidikan. Dengan adanya berbagai upaya perbaikan seperti otonomi pendidikan memang memberikan angin segar bagi kebermaknaan pendidikan. Pengalaman beberapa tahun ini adalah pengalaman yang sangat berharga bagi daerah otonom untuk memperbaiki kinerjanya yang masih kelihatan secara nyata kedodoran diberbagai aspek yang terkait dengan inovasi penyelenggaraan tersebut. Kedua, faktor budaya meminta petunjuk yang masih kental kelihatan bagi penyelenggara pendidikan. Malah diberbagai kesempatan wawancara dengan guru menggambarkan kondisi yang mengkhawatirkan, seperti ketidak berdayaan guru untuk merumuskan kurikulum yang sesuai dengan tingkat satuan pendidikannya, bingungnya menghadapi uji sertifikasi guru dan lain sebagainya. Hal tersebut tidak boleh terjadi, lebih-lebih dikalangan guru sebagai ujung tombak. Idealisme keguruan, kreativitas, komitmen guru harus tumbuh dalam rangka peningkatan profesinya. Guru kita harus profesional, profesionalisme guru menyangkut minimal tiga hal, yaitu : (i) keahlian (expertise), (ii) komitmen dan tanggungjawab (responsibility), dan (iii) keterlibatan dalam organisasi profesi (involvement in professional organizations).

(32)

Keahlian menyangkut konten keilmuan yang harus dikuasai guru sesuai dengan bidang yang didalami; dan hal ini diperoleh melalui pendidikan formal. Komitmen dan tanggungjawab merupakan nilai profesi yang dianut terkait dengan pelaksanaan tugas (tugas pokok guru) demi kemaslahatan peserta didik. Sedangkan keterlibatan dalam suatu organisasi profesi diperlukan dalam rangka meningkatkan secara berkelanjutan keahlian maupun komitmen guru terhadap profesinya. Sertifikasi guru merupakan salah satu pendekatan untuk meningkatkan profesionalisme guru kita. Berdasarkan konsep di atas, bila dirumuskan dalam suatu formula, maka profesi guru dapat dirumuskan sebagai fungsi dari keahlian (KA), komitmen (KM), dan kinerja (KR); sehingga dapat diformulasi sebagai berikut: Profesi = f (KA + KM + KR), dan bila digambarkan secara kuadrantik terujud sbb:

Kuadran

Kuadran

Glickman

Glickman

KR + KM + +KA - KA-KM+ KR+ KA+ KM+ KR+ KA+ KM- KR- KA- KM- KR

(33)

DAFTAR BACAAN

Buchori, M., (2000). Pendidikan Antisipatoris. Jakarta: Gramedia.

Dantes, N., (2008). Pengembangan Profesionalitas Guru (Makalah) Disampaikan Pada Diklat PLPG Undiksha Singaraja.

Delors, J. et al. (1996). Learning the Treasure Within, Education for the 21th Century. New York : UNESCO.

Depdiknas R.I (2003). UUSPN RI No. 20 Tahun 2003. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas R.I (2005) UUGD RI No. 14 Tahun 2005. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas R.I (2005) PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas R.I (2007) Permen Diknas Nomor 18 Tahun 2007 Tentang Sertifikasi Guru. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas R.I. (2007). Panduan Sertifikasi Guru Dalam Jabatan. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Referensi

Dokumen terkait

BNPT tidak bisa melakukan sendiri bagaimana melawan pemikiran Aman Abdurrahman melalui media online yang mereka kembangkan, tetapi lebih penting lagi peran sarjana, ulama

Gamification menggunakan mekanisme, dinamika dan komponen dalam game untuk diterapkan dalam konteks pendidikan agar dapat memacu semangat dan motivasi seseorang

Hasil Analisis kadar protein biji kopi robusta hasil fermentasi menggunakan starter mikroflora feses luwak menunjukkan terjadinya penurunan kadar protein pada biji

Alternatif perbaikan 2 yaitu menggunakan kembali malam yang telah digunakan pada proses pelorodan memenuhi syarat sustainable production untuk faktor lingkungan

Kemudian Panwaslukada Kabupaten itu berapat koordinasi antara Panwaslu Kabupaten dengan Panwas Kecamatan Siantar Narumonda, sehingga di dalam rapat pleno diambil

38 ث - ثحبلا دونب انايبلا عملج ةثحابلا اهمدختست تىلا ةلآ وه ثحبلا دونب .ت 58 لمعتستو ةيتلآا دونبلا ةثحابلا : 1 - داولما و تاودلأا

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkah dan anugrah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan Iklim (Temperatur,

Wisata kampung batik tanjung bumi dikonsep dengan setiap bangunan yang digunakan adalah griya adat yang ada diberbagai daerah yang ada di Indonesia sehingga