SKRIPSI
Oleh :
YUNIARTI NOVITASARI
0843010114
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA
HARIAN J AWA POS
(Studi Semiotika Pemaknaan Kar ikatur Clekit
“Pegawai Honorer ” Edisi 21 Febr uar i 2012 pada
Har ian J awa Pos)
Nama Mahasiswa : YUNIARTI NOVITASARI
NPM : 0843010114
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Telah disetujui untuk mengikuti ujian skripsi
Menyetujui,
Pembimbing Utama
Dr s. Syaifuddin Zuhr i, M.Si NPT. 370069400351
Mengetahui DEKAN
Oleh:
YUNIARTI NOVITASARI
NPM. 0843010114
Telah diper tahankan dihadapan dan diter ima oleh Tim Penguji Skr ipsi
J ur usan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur
Pada tanggal 26 J uli 2012
Menyetejui,
PEMBIMBING TIM PENGUJ I
Mengetahui,
DEKAN Dr s. Syaifuddin Zuhr i, M.Si
NPT. 37006 94 00351
1. Ketua
J uwito, S.sos, M.si
NPT. 367049500361
2. Sekr etar is
Dr s. Syaifuddin Zuhr i, M.Si NPT. 37006 94 00351
3. Anggota
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA HARIAN J AWA
POS (Studi Semiotika Pemaknaan Kar ikatur Clekit “Pegawai Honor er ”
Edisi 21 Febr uar i 2012 pada har ian J awa Pos) dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Syaifuddin Zuhri,
M.Si selaku dosen pembimbing utama yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan, nasehat serta memotivasi kepada penulis. Dan penulis
juga banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik itu berupa moril,
spiritural maupun materil. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Prof. DR. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor UPN “Veteran” Jatim.
2. Dra. Ec. Hj. Suparawati, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP) UPN “Veteran” Jatim.
3. Juwito, S.Sos, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP
UPN “Veteran” Jatim.
4. Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu
Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim dan juga sebagai dosen pembimbing
penulis.
5. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi maupun Staff Karyawan FISIP
tugasku termasuk skripsi ini. Terima kasih Ayah dan Mama.
7. Buat teman-teman seperjuangan : Risa, Annisa Nadhilah, Aini, Cindy, dan
Hidayana penulis mengucapkan banyak terima kasih atas doa, saran, bantuan,
kritikan dan dukungannya selama ini buat penulis.
8. Bagi berbagai pihak lainnya yang belum sempat penulis sebutkan namanya
satu per-satu, penulis ucapkan terima kasih banyak
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan, oleh karenaitu saran dan kritik akan penulis terimadengan hati yang
terbuka. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Surabaya, Juli 2012
Halaman
HALAMAN J UDUL ... i
LEMBAR PERSETUJ UAN UJ IAN SKRIPSI ... ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... ix
ABSTRAK ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 12
1.3 Tujuan Penelitian ... 12
1.4 Kegunaan Penelitian... 13
1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 13
1.4.2 Kegunaan Praktis ... 13
BAB II KAJ IAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 14
2.1.4 Semiotika ... 21
2.1.5 Semiotika Charles Sanders Peirce ... 25
2.1.6 Komunikasi Non Verbal ... 31
2.1.7 PNS …... 33
2.1.8 Honorer .. ... 34
2.1.9 Tipografi ... 37
2.1.10 Konsep Makna... 39
2.1.11 Pria ... 42
2.1.12 Papan Demo ... 42
2.1.13 Baju ... 42
2.1.14 Sarang Laba-laba ... 43
2.1.15 Topi ... 44
2.1.16 Janggut ... 49
2.1.17 Mulut ... 50
2.1.18 Ekspresi wajah dan Tatapan Mata ... 50
2.1.19 Tangan ... 51
2.1.20 Parpol ... 51
2.1.21 Penguasa ... 52
2.1.22 Pemilu ... 52
2.1.23 Konsep Bayangan ... 52
3.1 Metode Penelitian ... 55
3.2 Corpus ... 56
3.3 Unit Analisis ... 57
3.4 Teknik Pengumpulan Data... 59
3.5 Teknik Analisis Data ... 59
BAB IV. HASIL PEMBAHASAN 4.1 Karikatur Editorial Clekit ... 62
4.2 Jawa Pos ... 64
4.3 Penyajian Data ... 66
4.3.1 Tanda, Objek, Interpretan ... 66
4.3.2 Ikon, indeks, symbol ... 68
4.4 Karikatur Editorial Clekit Edisi 21 Februari 2012 ... 70
4.4.1 Ikon ... 70
4.4.2 Indeks ... 72
4.4.3 Simbol ... 78
4.5 Interpretasi Terhadap Objek Karikatur Editorial Clekit Edisi 21 Februari 2012 Berdasarkan Jalinan Tanda Segitiga Makna 79
BAB V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 81
5.2 Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 1. Model Semiotik Peirce ... 27
Gambar 2. Model Kategori Tanda ... 28
Gambar 3. Sistematika Kerangka Berpikir Penelitian ... 54
YUNIARTI NOVITASARI, PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA HARIAN J AWA POS (Studi Semiotika Pemaknaan Kar ikatur Clekit “Pegawai Honorer ” Edisi 21 Febr uar i 2012 Pada Har ian J awa Pos).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna yang dikomunikasikan karikatur clekit pada harian Jawa Pos edisi 21 Februari 2012.
Metode semiotika dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu sebuah metode yang lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian ini kenyataannya ganda, menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti, lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Teknik analisis data dalam penelitian adalah metode deskriptif, yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar.
Kesimpulan yang di dapat dalam karikatur tersebut adalah seorang honorer yang tidak lelah memperjuangkan kejelasan statusnya untuk diangkat menjadi seorang PNS.
Kata Kunci : Karikatur, Honorer, Jawa Pos
ABSTRAC
Aim of this research are to recognize how its meaning be communicated by clekit caricature is Jawa Pos daily news edition 21 February 2012.
Semiotic method in this research is qualitative descriptive, that is a method that be more casy adapting if in this research in fact is double, presenting direct adapting self with many effects toward value pattern be faced. Data analysis in this research is descriptive method, that is collected data such words and pictures.
Conclusions obtained in caricature was an honorary worker who is not tired of fighting for the clarity of its status to be appointed as a civil servant.
1.1 Latar Belaka ng Masalah
Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk
menyampaikan pesan dari komunikator pada khalayak. Masyarakat haus
akan informasi, sehingga media massa sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Media massa terdiri dari media cetak, dan media massa elektronik. Media
massa cetak terdiri dari majalah, surat kabar, dan buku. Sedangkan media
massa elektronik terdiri dari televisi, radio, film, internet, dan lain-lain.
Media cetak seperti, majalah, buku, surat kabar justru mampu memberikan
pemahaman yang tinggi kepada pembacanya, karena ia sarat dengan
analisa yang mendalam dibanding media lainnya. (Cangara, 2005:128)
Saat ini media massa lebih menyentuh persoalan-persoalan yang
terjadi di masyarakat secara aktual, seperti harus lebih spesifik dan
proporsional dalam melihat sebuah persoalan sehingga mampu menjadi
media edukasi dan informasi sebagaimana diharapkan oleh masyarakat.
Sebagai lembaga edukasi, media massa harus dapat memilah kepentingan
pencerahan dengan kepentingan media massa sebagai lembaga produksi
sehingga kasus-kasus pengaburan berita tidak harus terjadi dan merugikan
masyarakat.
Selama ini kita tahu bahwa surat kabar tidak hanya saja sebagai
mempunyai suatu karakteristik yang menarik yang perlu diperhatikan
untuk memberikan analisis yang sangat kritis yang akan menumbuhkan
motivasi, mendorong serta mengembangkan pola pikir bagi masyarakat
untuk semakin kritis dan selektif dalam menyikapi berita-berita yang ada
di dalam media, khususnya surat kabar. (Sumadria, 2005:86)
Seiring perkembangan surat kabar saat ini, perubahan-perubahan
dalam isi atau content yang ditampilkan oleh koran sangat bervariasi,
mulai dari informasi berita (baik dalam maupun luar), hiburan, gaya hidup,
informasi lowongan pekerjaan, iklan dan tips-tips kesehatan. Koran (dari
Bahasa Belanda: Krant, dari Bahasa Perancis: Courant) atau surat kabar
adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah dibuang, biasanya dicetak
pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas koran yang berisi
berita-berita terkini dalam berbagai topik. Topiknya bisa berupa even politik,
kriminalitas, olahraga, tajuk rencana, cuaca. Surat kabar juga berisi komik,
teka-teki silang (TTS) dan hiburan lainnya. Ada juga surat kabar yang
dikembangkan untuk bidang-bidang tertentu, misalnya berita untuk
industri tertentu, penggemar olahraga tertentu, penggemar seni atau
partisipasi kegiatan tertentu. Jenis surat kabar libur biasanya diterbitkan
setiap hari, kecuali pada hari-hari libur. Selain itu, juga terdapat surat
kabar mingguan yang biasanya lebih kecil dan kurang pretisius dengan
surat kabar harian dan isinya biasanya lebih bersifat hiburan. Kebanyakan
negara mempunyai setidaknya satu surat kabar nasional yang terbit di
surat kabar atau penanggung jawab adalah Penerbit, orang yang
bertanggung jawab terhadap isi surat kabar disebut Editor.
Dalam buku Desain Komunikasi Visual, Kusmiati (1999:36),
mengatakan bahwa Visualisasi adalah cara atau sarana untuk membuat
sesuatu yang abstrak menjadi lebih jelas secara visual yang mampu
menarik emosi pembaca, dapat menolong seseorang untuk menganalisa,
merencanakan dan memutuskan suatu problem dengan mengkhayalkannya
pada kejadian yang sebenarnya. Media verbal gambar merupakan media
yang paling cepat untuk menanamkan pemahaman. Informasi bergambar
lebih disukai dibandingkan dengan informasi tertulis karena menatap
gambar jauh lebih mudah dan sederhana. Gambar berdiri sendiri, memiliki
subjek yang mudah dipahami dan merupakan “simbol” yang jelas dan
mudah dikenal.
Karikatur sebagai wahana penyampaian kritik sosial seringkali
kita temui di dalam media massa baik media cetak maupun media
elektronik. Di dalam media ini, karikatur menjadi pelengkap artikel dan
opini. Keberadaannya biasanya disajikan sebagai selingan atau dapat
dikatakan sebagai penyejuk setelah para pembaca menikmati artikel-artikel
yang lebih serius dengan sederetan huruf yang cukup melelahkan mata dan
pikiran. Meskipun sebenarnya pesan-pesan yang disampaikan dalam
sebuah karikatur sama seriusnya dengan pesan-pesan yang disampaikan
lewat berita dan artikel, namun pesan-pesan dalam karikatur lebih mudah
lucu dan menggelikan, sehingga membuat kritikan yang disampaikan oleh
karikatur tidak begitu dirasakan melecehkan atau mempermalukan.
(Indarto, 1999:5)
Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji tanda verbal (terkait dengan
judul, subjudul, dan teks) dan tanda visual (terkait dengan ilustrasi, logo,
tipografi dan tata visual) karikatur dengan pendekatan semiotika.
Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan karikatur,
disosialisasikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara garis besar,
tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual.
Tanda verbal akan didekati dari ragam bahasanya, tema dan pengertian
yang didapatkan, sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara
menggambarkannya apakah secara ikon, indeks, maupun simbol.
Kesengajaan dalam membentuk sebuah pesan menggunakan
bahasa simbol atau non verbal ini juga bukanlah tanpa maksud,
penggunaan bentuk non verbal dalam karikatur lebih diarahkan kepada
pengembangan interpretasi oleh pembaca secara kreatif, sebagai respon
terhadap apa yang diungkapkan melalui karikatur tersebut. Dengan kata
lain, meskipun dalam suatu karya karikatur terdapat ide dan
pandangan-pandangan seorang karikaturis, namun melalui suatu proses interpretasi
muatan makna yang terkandung di dalamnya akan dapat berkembang
secara dinamis, sehingga dapat menjadi lebih kaya serta lebih dalam
Memahami makna karikatur sama rumitnya dengan membongkar
makna sosial dibalik tindakan manusia, atau menginterpretasikan maksud
dari karikatur sama dengan menafsirkan tindakan sosial. Menurut Heru
Nugroho, bahwa dibalik tindakan manusia ada makna yang harus
ditangkap dan dipahami, sebab manusia melakukan interaksi sosial melalui
saling memahami makna dari masing-masing tindakan. (Indarto, 1999:1)
Dalam sebuah karikatur yang baik, kita menemukan perpaduan
dari unsur-unsur kecerdasan, ketajaman, dan ketepatan berpikir secara
kritis serta ekspresif melalui seni lukis dalam menanggapi fenomena
permasalahan yang muncul dalam kehidupan masyarakat luas, yang secara
keseluruhan dikemas secara humoris, dengan demikian memahami
karikatur juga perlu memiliki referensi-referensi sosial agar mampu
menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh karikaturisnya. Tokoh, isi,
maupun metode pengungkapan kritik yang dilukiskan secara karikatural
sangat bergantung pada isu besar yang berkembang yang dijadikan
headline.
Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa karikatur merupakan salah
satu wujud dari lambang (symbol) atau bahasa visual yang keberadaannya
dikelompokkan dalam kategori komunikasi non verbal dan dibedakan
dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan atau ucapan. Karikatur
merupakan ungkapan ide atau pesan dari karikaturis kepada publik yang
Gagasan menampilkan tokoh atau simbol yang realistis diharapkan
membentuk suasana emosional, karena gambar lebih mudah dimengerti
dibandingkan tulisan. Sebagai sarana komunikasi, gambar merupakan
pesan nonverbal yang dapat menjelaskan dan memberikan penekanan
tertentu pada isi pesan. Gambar dalam karikatur sangat berpengaruh,
karena gambar lebih mudah diingat daripada kata-kata, paling cepat
pemahamannya dan mudah dimengerti, karena terkait dengan maksud
pesan yang terkandung dalam isi dan menampilkan tokoh yang sudah
dikenal. Gambar mempunyai kekuatan berupa fleksibilitas yang tinggi
untuk menghadirkan bentuk atau perwujudan gambar menurut kebutuhan
informasi visual yang diperlukan. Simbol atau tanda pada sebuah karikatur
mempunyai makna yang dapat digali kandungan faktualnya. Dengan kata
lain, bahasa simbolis menciptakan situasi yang simbolis pula. Dimana
didalamnya terkandung makna, maksud dan arti yang harus diungkap.
Simbol pada gambar merupakan simbol yang disertai maksud
(signal). (Sobur, 2003:163) menyatakan bahwa pada dasarnya simbol
adalah sesuatu yang berdiri atau ada sesuatu yang lain, kebanyakan
diantaranya tersembunyi atau tidak jelas. Sebuah simbol dapat berdiri
untuk institusi, ide, cara berpikir, harapan, dan banyak hal ini. Dapat
disimpulkan bahwa simbol atau tanda pada sebuah gambaran memiliki
makna yang dapat digali, dengan kata lain, bahasa simbolis menciptakan
situasi yang simbolis pula atau memiliki sesuatu yang mesti diungkap
Kartun sendiri merupakan produk keahlian seorang kartunis, baik
dari segi pengetahuan, intelektual, teknik menulis, psikologis, cara melobi,
referensi, bacaan, maupun bagaimana tanggapan atau opini secara
subjektif terhadap suatu kejadian, tokoh, suatu soal, pemikiran, atau pesan
tertentu, karena itu kita bisa mendeteksi tingkat intelektual sang kartunis
dari sudut ini. Juga cara dia mengkritik yang secara langsung membuat
orang yang dikritik justru tersenyum. (Sobur, 2003:140)
Kartun merupakan symbolic speech (komunikasi tidak langsung),
artinya bahwa penyampaian peasan yang terdapat dalam gambar kartun
tidak dilakukan secara lansung, tetapi dengan menggunakan bahasa
simbol. Dengan kata lain, makna yang terkandung dalam gambar kartun
tersebut merupakan makna yang terselubung. Simbol-simbol pada gambar
kartun tersebut merupakan simbol yang disertai signal (maksud) yang
digunakan dengna sadar oleh orang yang mengirimnya dan mereka yang
menerimanya.
Sedangkan menurut (Pramoedjo dalam Marliani, 2004:6) karikatur
adalah bagian kartun yang diberi muatan pesan yang bernuasa kritik atau
usulan terhadap seseorang atau sesuatu masalah. Meski didalamnya
terdapat unsur humor, namun karikatur merupakan kartun yang terkadang
malahan tidak menghibur, bahkan dapat membuat seseorang tidak
tersenyum.
Karikatur (latin: caricature) sebenarnya memiliki arti sebagai
karakteristik tanpa bermaksud melecehkan si pemilik wajah. Seni
memelototkan wajah ini sudah berkembang sejak abad ke-17 di Eropa,
Inggris dan sampai ke Amerika bersamaan dengan perkembangan media
cetak pada saat itu. Karikatur adalah bagian kartun yang diberi muatan
pesan yang bernuansa kritik atau usulan terhadap seseorang atau suatu
masalah. Meski dibumbui dengan humor, namun karikatur merupakan
kartun yang terkadang tidak menghibur, bahkan dapat membuat orang
tersenyum kecut. (Pramoedjo, 2008:13)
Karikatur membangun masyarakat melalui pesan-pesan sosial yang
dikemas secara kreatif dengan pendekatan simbolis. Jika dilihat dari
wujudnya, karikatur mengandung tanda-tanda komunikatif. Lewat
bentuk-bentuk komunikasi itulah pesan tersebut menjadi bermakna. Disamping
itu, gabungan antara tanda dan pesan yang ada pada karikatur diharapkan
mampu mempersuasi khalayak yang dituju. Tulisan ini bertujuan untuk
mengkaji tanda verbal (terkait dengan judul, subjudul, dan teks) dan tanda
visual (terakit dengan ilustrasi, logo, tipografi dan tata visual) karikatur
dengan pendekatan semiotika. Dengan demikian, analisis semiotika
diharapkan menjadi salah satu pendekatan untuk memperoleh makna yang
terkandung dibalik tanda verbal dan tanda visual dalam iklan layanan
masyarakat.
Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan karikatur
disosialisasikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara garis besar,
Tanda verbal akan didekati dari ragam bahasanya, tema dan pengertian
yang didapatkan. Sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara
menggambarkannya, apakah secara ikonis, indeksikal maupun simbolis.
Tanda-tanda yang telah dilihat dan dibaca dari dua aspek secara terpisah,
kemudian diklasifikasikan dan dicari hubungan antara yang satu dengan
yang lainnya.
Clekit merupakan opini redaksi media Jawa Pos yang dituangkan
dalam bentuk gambar karikatur yang menggambarkan berbagai
permasalahan bangsa ini. Baik masalah sosial, ekonomi, politik, budaya,
bahkan musibah yang sedang dialami masyarakat. Isi pesan dari gambar
tersebut biasanya ditujukan untuk mengkritik kebijakan atau langkah
pemerintah atau lembaga dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang
berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas. Tentu saja kritik yang
diopinikan media tersebut adalah kritik yang membangun, kritik yang
ditujukan kearah perbaikan untuk semua pihak yang bersangkutan.
Peneliti memilih Jawa Pos karena merupakan salah satu media
yang memberikan porsi pada idealisme yang termasuk pula pada visinya
“Selalu ada yang baru” yang sekaligus menjadi merek dagang Jawa Pos
yang menbidik pasar kelas menengah. Media Jawa Pos merupakan salah
satu saluran komunikasi politik di Indonesia sela era reformasi, realitas
media dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Di samping
menggunakan bahasa tulis sebagai media utama penyampaian informasi,
Nasional peredaran Jawa Pos meliputi hampir seluruh kota di Indonesia
dan selalu menjadi market leader.
Dalam hal ini peneliti tertarik untuk mengambil objek penelitian
gambar karikatur Clekit yang bertema “Pegawai Honorer”, karena honorer
belum pasti mendapatkan tempat yang layak dan gaji yang di inginkannya,
sedangkan PNS lebih menandai fasilitas dan gaji yang sudah memenuhi
target, karena masuk PNS tersebut lebih terjamin dari pada menjadi
honorer yang tidak pasti.
Dalam gambar karikatur Clekit, ditampilkan diantaranya dengan
visualisasi gambar sosok dua orang pria. Pria pertama memakai baju
bertuliskan Honorer dan memegang tiang papan demo yang bertuliskan
“Angkat kami jadi PNS”, sarang laba-laba, mata melirik ke samping,
mulut tertutup, berjanggut. Pria kedua memakai baju yang sederhana,
memakai topi, mulut terbuka, mata yang melihat ke atas, tangan kanan
dilipat ke belakang sedangkan tangan kiri di buka lebar, dan berkata
“Sabar sedikit lagi bro! tunggu menjelang pemilu pasti dikabulkan, karena
parpol penguasa sedang membutuhkan banyak dukungan”.
Dari beberapa uraian diatas pemilihan gambar karikatur Clekit
yang bertema “Pegawai Honorer” sebagai objek penelitian karena gambar
karikaturnya unik. Dapat dikatakan unik karena apa yang disajikan dalam
gambar karikatur tersebut seakan-akan menggambarkan tanggapan
permasalahan yang terjadi dalam sudut pandang masyarakat Indonesia
tulus dan tidak ditumpangi oleh kepentingan apapun. Dalam
mengungkapkan pesan gambar karikatur tersebut, peneliti menggunakan
pendekatan semiotik menurut Charles Sanders Pierce yaitu tanda atas ikon,
indeks dan simbol yang berhubungan dengan acuannya.
Charles Sanders Pierce membagi antara tanda dan acuannya
tersebut menjadi tiga kategori yaitu : ikon, indeks, simbol adalah tanda
yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk
alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda objek
atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta. Indeks
adalah tanda ynag menunjuk adanya hubungan alamiah antara tanda dan
penanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang
langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap
sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu pada denotatum
melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa
disebut simbol. Jadi, simbol tanda yang menunjuk hubungan alamiah
antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer
atau semena, hubungan berdasarkan konvensi atau perjanjian masyarakat.
(Sobur, 2004:42)
Semiotik untuk studi media massa tidak hanya terbatas sebagai
kerangka teori, namun sekaligus juga sebagai metode analisis (Sobur,
2004:83). Menurut Pierce salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan
objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sesuatu yang digunakan agar
yang dikemukakan dalam pesan karikatur, disosialisasikan kepada
khalayak sasaran melalui tanda. Secara garis besar, tanda dapat dilihat dari
dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual. Tanda verbal akan didekati
dengan ragam bahasanya, tema, dan pengertian yang didapatkan.
Sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara menggambarkan, apakah
secara ikonis, indeksikal, atau simbolis, dan bagaimana cara
mengungkapkan idiom estetiknya dimana hal tersebut terangkum dalam
teori Charles Sanders Pierce. Tanda-tanda yang telah dilihat dan dibaca
dari aspek secara terpisah, kemudian diklasifikasikan dan dicari hubungan
antara yang satu dengan yang lainnya. (Sobur, 2004:86)
1.2 Per umusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana makna karikatur Clekit” pada
Harian Jawa Pos Edisi 21 Februari 2012 pada halaman 4.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna kritik sosial
yang dikomunikasikan pada karikatur Clekit pada Harian Jawa Pos Edisi
21 Februari 2012 pada halaman 4 dengan menggunakan pendekatan
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teor itis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran pada Ilmu Komunikasi mengenai makna
karikatur Clekit pada Harian Jawa Pos “Pegawai Honorer” Edisi 21
Februari 2012 pada halaman 4 yang berkaitan dengan kritik sosial.
1.4.2 Kegunaan Pr aktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan
dapat menjadi pertimbangan atau masukan untuk mengetahui
penerapan tanda dalam studi semiotik sehingga dapat memberi
makna bagi para pembaca Harian Jawa Pos mengenai makna dari
KAJ IAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teor i
2.1.1. Sur at Kabar Sebagai Media Komunikasi Massa
Kegiatan komunikasi adalah penciptaan interaksi perorangan
dengan menggunakan tanda-tanda yang tegas. Komunikasi juga berarti
pembagian unsur-unsur, perilaku, atau cara hidup dengan eksistensi
seperangkat ketentuan dan pemakaian tanda-tanda. Dari segi komunikasi,
rekayasa unsur pesan sangat tergantung dari siapa khalayak sasaran yang
dituju, dan melalui apa sajakah itu sebaiknya disampaikan. Karena itu,
untuk membuat komunikasi menjadi efektif, harus dipahami betul siapa
khalayak sasarannya, secara kuantitatif maupun kualitatif.
(http://www.desaingrafisindonesia.com/2007/10/15/semiotika-iklan-sosial/).
Komunikasi massa berfungsi menyiarkan informasi, gagasan dan
sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan
menggunakan media. (Effendy, 2003:80)
Menurut Gerbner (1967) dalam Rakhmat (2002:188) Komunikasi
massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan
lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang
Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang
dilakukan melalui media massa modern meliputi surat kabar yang
mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan
kepada umum dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop
(Effendy, 2003:79).
Banyak definisi tentang komunikasi massa yang telah
dikemukakan para ahli komunikasi. Banyak ragam dan titik tekan yang
dikemukakannya. Namun, dari sekian banyak definisi itu ada benang
merah kesamaan definisi satu sama lain. Pada dasarnya komunikasi massa
adalah komunikasi melalui media massa (cetak maupun elektronik). Sebab
awal perkembangannya saja, komunikasi massa berasal dari
pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi
massa) yang dihasilkan oleh teknologi modern (Nurudin, 2007:4).
Secara teoritis, berbagai media massa memiliki fungsi sebagai
saluran informasi, saluran pendidikan, dan saluran hiburan, namun
kenyataannya media massa memberikan efek lain di luar fungsinya itu.
Efek media massa tidak hanya mempengaruhi sikap seseorang namun pula
dapat mempengaruhi perilaku, bahkan pada tataran yang lebih jauh efek
media massa dapat mempengaruhi sistem-sistem sosial maupun sistem
budaya masyarakat.
Hal tersebut dapat mempengaruhi seseorang dalam waktu pendek
memberikan efek dalam waktu yang lama, sehingga memeberikan dampak
pada perubahan-perubahan dalam waktu yang lama.
McQuail menjelaskan bahwa : “efek media massa memiliki andil
dalam pembentukan sikap, perilaku, dan keadaan masyaraka. Antara lain
terjadinya penyebaran budaya global yang menyebabkan masyarakat
berubah dari tradisional ke modern. Selain itu, media massa juga mampu
mengubah masyarakat dari kota sampai ke desa, sehingga menjadi
masyarakat konsumerisme.” (Bungin, 2006:320).
Berkaitan dengan efek media massa, maka salah satu media massa
yang juga dapat memberikan efek kepada khalayaknya adalah surat kabar.
Surat kabar merupakan kumpulan dari berita, artikel, iklan dan sebagainya
yang dicetak kedalam lembaran kertas ukuran plano yang diterbitkan
secara teratur, bisa terbit setiap hari atau seminggu satu kali (Djuroto,
2002:11).
Surat kabar merupakan salah satu kajian dalam studi ilmu
komunikasi, khususnya pada studi komunikasi massa. Dalam buku
“Ensiklopedia Pers Indonesia” disebutkan bahwa pengertian surat kabar
sebagai sebutan bagi penerbit pers yang masuk dalam media massa cetak
yaitu berupa lembaran-lembaran berisi berita-berita, karangan-karangan
dan iklan yang diterbitkan secara berkala: bisa harian, mingguan dan
bulanan, serta diedarkan secara umum (Junaedhi, 1991:257).
Surat kabar pada perkembangannya, menjelma sebagai salah satu
menjadi sebuah kontrol sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal tersebut disebabkan karena falsafah pers yang selalu identik dengan
kehidupan sosial, budaya dan politik.
Menurut Sumadirin (2005:82-25) dalam jurnalistik Indonesia
menunjukkan 5 fungsi dari pers, yaitu :
1. Fungsi Informasi, sebagai sarana untuk menyampaikan informasi
secepat-cepatnya kepada masyarakat yang seluas-luasnya dan aktual,
akurat, faktual, dan bermanfaat.
2. Fungsi Edukasi, maksudnya disini informasi yang disebarluaskan pers
hendaknya dala kerangka mendidik. Dalam istilah sekarang pers harus
mau dan mampu memerankan dirinya sebagai guru pers.
3. Fungsi Hiburan pers harus mampu memerankan dirinya sebagai
wahana hiburan yang menyenangkan sekaligus menyehatkan bagi
semua lapisan masyarakat.
4. Fungsi Kontrol Sosial, pers mengembangkan fungsi sebagai pengawas
pemerintah dan masyarakat. Pers akan senantiasa menyalahkan ketika
melihat penyimpangan dan ketidak adilan dalam masyarakat atau
Negara.
5. Fungsi Mediasi, dengan fungsi mediasi pers mampu menjadi fasilitator
atau mediator menghubungkan tempat yang satu dengan yang lain.
Peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain atau orang satu dengan
2.1.2. Kar ikatur
Karikatur memiliki muatan pesan yang bernuansa kritik atau
usulan terhadap seseorang (tokoh) atau suatu masalah. Walaupun
dibumbui dengan humor, karikatur merupakan kartun satir yang kadang
dapat menyindir seseorang dan membuat seseorang tersenyum kecut saat
membacanya. Karikatur cenderung diisi dengan humor. (Sobur, 2003:138)
Melalui media visual, kritikan-kritikan yang disampaikan secara
jenaka tidak begitu dirasa melecehkan atau mempermalukan. Bahkan,
seringkali gambar terkesan lucu, sehingga membuat para pembaca
tersenyum dan tertawa karena mengandung unsur humor. Pejabat
pemerintah atau tokoh masyarakat yang menjadi objek karikatur pun tidak
tersinggung, tetapi justru sebaliknya merasa senang karena dirinya
diangkat kepermukaan oleh kartunis (Sobur, 2003:140). Selain itu,
menurut Sutarno pimpinan redaksi harian Suara Pembaruan, karikatur
merupakan salah satu bentuk karya jurnalistik non-verbal yang cukup
efektif dan mengenal baik dalam penyampaian pesan maupun kritik sosial.
Dalam eksiklopedia of the art dijelaskan, bahwa karikatur
merupakan representasi sikap atau karakter seseorang dengan cara
melebih-lebihkan sehingga melahirkan kelucuan. Karikatur juga sering
dipakai sebagai sarana sosial dan politik (Sumandiria, 2005:8).
Karikatur adalah produk suatu keahlian seorang karikaturis, baik
referensi, bacaan, maupun bagaimana dia memilih topik isu yang tepat
(Sobur, 2006:140).
Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam
bentuk gambar-gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya merupakan
selingan atau ilustrasi belaka. Namun pada perkembangan selanjutnya,
karikatur dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang sehat karena
penyampaiannya dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik
(Sobur, 2006:140).
Adapun sifat-sifat karikatur dapat dibagi menjadi tiga macam
(Sibarani, 2001), yaitu karikatur orang-pribadi, karikatur sosial, dan
karikatur politik. Karikatur orang-pribadi menggambarkan seseorang
(biasanya tokoh yang dikenal) dengan mengekspose ciri-cirinya dalam
bentuk wajah ataupun kebiasaannya tanpa objek lain atau situasi di
sekelilingnya secara karikatural. Karikatur sosial mengemukakan dan
menggambarkan persoalan-persoalan masyarakat yang menyinggung rasa
keadilan sosial. Sedangkan karikatur politik menggambarkan tentang
situasi politik sedemikian rupa agar kita dapat melihatnya dari segi humor
dengan menampilkan para tokoh politik (Sibarani, 2001).
2.1.3. Kr itik Sosial
Dalam beberapa pengertian kritik sosial mengandung konotasi
negative seperti “celaan”, namun kata “kecaman” mengandung
yang cermat (Masoed, 1999:36). Definisi “kritik” menurut kamus Oxford
adalah “one who appreises literaryor artistic work” atau suatu hal yang
membentuk dan memberikan penilaian untuk menemukan kesalahan
terhadap sesuatu. Kritik berasal dari Yunani (kritike = pemisahan, krinoo =
memutuskan) dan berkembang dalam bahasa Inggris “critism” yang berarti
evaluasi atau penilaian tentang sesuatu. Sementara, sosial adalah suatu
kajian yang menyangkut kehidupan manusia dalam bermasyarakat seperti
interaksi sosial, gaya hidup masyarakat, perubahan sosial yang terkait
dengan kehidupan sosial masyarakat. Sehingga kritik sosial dapat diartikan
sebagai evaluasi atau penilaian yang menyangkut kehidupan
bermasyarakat dan menciptakan suatu kondisi sosial yang tertib dan stabil.
Pers dan politik Indonesia mendefinisikan kritik sosial adalah suatu bentuk
komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai
sumber kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses
bermasyarakat.
Kritik sosial juga dapat berarti inovasi sosial, artinya bahwa kritik
sosial dapat juga membangun gagasan baru yang di dapat dari kritik sosial
tersebut, perspektif kritik sosial yang demikian lebih banyak dianut oleh
kaum kritis dan strukturalis. Mereka melihat kritik sosial adalah wahana
komunikatif untuk suatu tujuan perubahan sosial (Masoed, 1999:49).
Kritik sosial yang murni kurang didasarkan pada peneropongan
kepentingan diri saja, melainkan justru menitikberatkan dan mengajak
nyata dalam masyarakat. Suatu kritik sosial kiranya didasarkan pada rasa
tanggung jawab bahwa manusia bersama-sama bertanggung jawab atas
perkembangan lingkungan sosialnya.
Kontrol sosial merupakan dua sisi dari mata uang yang sama, yang
selalu ada di dalam masyarakat manapun. Dengan demikian, apabila
kontrol sosial cenderung dipahami sebagai aktifitas pengendalian, didalam
percakapan sehari-hari sistem pengendalian sosial sering kali diartikan
sebagai pengawasan oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintah
(Soekanto, 2002:205). Kritik sosial dapat disampaikan mulai dengan
ungkapan-ungkapan sindiran melalui komunikasi antar personal dan
komunikasi sosial, melalui berbagai pertunjukkan sosial dan kesenian
dalam komunikasi publik , seni sastra dan melalui media massa seperti
karikatur.
2.1.4. Semiotika
Semiotika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tanda.
Konsep tanda ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang
bersifat asosiasi atau in absentia antara yang ditandai (signified) dan yang
menandai (signifier). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda
(signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain,
penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”.
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign),
seseorang berarti sesuatu yang lain. Semiotik mengkaji tanda, penggunaan
tanda dan segala sesuatu yang bertalian dengan tanda. Dengan kata lain,
perangkat pengertian semiotik (tanda, pemaknaan, denotatum dan
interpretan) dapat diterapkan pada semua bidang kehidupan asalkan ada
prasyaratnya dipenuhi, yaitu ada arti yang diberikan, ada pemaknaan dan
ada interpretasi (Cristomy dan Untung Yuwono, 2004:79).
Semiotika sendiri berakar dari studi klasik dan skolatik atas logika,
retorika, dan poetika. Semiotika adalah cabang sebuah ilmu pengetahuan
yang mempelajari tentang tanda. Tanda terdapat dimana-mana, kata adalah
tanda demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera. Struktur
karya sastra, struktur film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian burung
dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda,
tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara
verbal maupun non verbal sehingga bersifat komunikatif. Hal tersebut
memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda akan makna
informasi atau pesan dari komunikator. Semiotika merupakan cabang ilmu
yang semula berkembang dalam bidang bahasa. Dalam perkembangannya
kemudian semiotika bahkan masuk pada semua segi kehidupan manusia.
Menurut Derrida “there is nothing outside language” yang artinya tidak
ada sesuatu di dunia ini diluar bahasa dalam konteks ini tanda memegang
peranan penting dalam kehidupan umat manusia, sehingga manusia yang
Menurut Pierce, semiotika merupakan kata yang sudah digunakan
sejak abad ke-18 oleh filsafat Jerman yaitu lambert, yang merupkan
sinonim dari kata logika. Logika harus mempelajari bagaimana orang
bernalar. Penalaran menurut hipotesis Peirce yang mendasar dilakukan
melalui tanda-tanda. Tanda membuat manusia menjadi berpikir,
berinteraksi dengan orang lain dan memberikan makna tentang apa yang
akan ditampilkan oleh alam. Semiotika bagi Peirce adalah suatu tindakan
(action), pengaruh (influence) atau kerjasama antara tiga subyek yaitu,
tanda (sign), obyek (object), dan interpretant (interpretant).
Semiotik dikenal sebagai disiplin ilmu yang mengkaji tanda, proses
penanda, dan proses menandai. Bahasa merupakan jenis tanda tertentu,
dengan demikian dapat dipahami jika ada hubungan antara linguistik dan
semiotik. Saussure menggunakan kata “semiologi” yang mempunyai
pengertian sama dengan semiotika aliran Peirce. Kedua kata ini kemudian
digunakan untuk mengidentifikasikan adanya dua tradisi dari semiotika.
Tradisi linguistik menunjukkan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan
nama Saussure sampai Hejamslev dan Barthes yang menggunakan istilah
semiologi. Sedangkan yang menggunakan teori umum tentang tanda-tanda
yang dikaitkan dengan nama-nama Peirce dan Morris menggunakan istilah
semiotika. Kata semiotika kemudian diterima sebagai sinonim dari kata
semiologi. (Sobur, 2003:13)
Dalam kaitannya dengan ilmu bahasa , semiotika menurut Charles
formal tanda-tanda, semantika yang artinya studi relasi dengan
penafsirannya, dan pragmantika yang artinya cabang ilmu bahasa yang
mengkaji penggabungan satuan-satuan kebahasaan (Wijana, 1996:5).
Paham mengenai semiotika atau ilmu tentang tanda inilah menjadi salah
satu konsep yang paling bermanfaat di dalam kerja kaum strukturalis sejak
beberapa dasawarsa lalu. Basisnya adalah pengertian tanda, yakni segala
sesuatu yang secara konvensional dapat menggantikan atau mewakili
sesuatu yang lain. Semiotika berusaha menjelaskan jalinan tanda atau
tentang tanda, secara sistematika menjelaskan esensi (ciri-ciri dan bentuk
suatu tanda, proses signifikasi yang menyertainya). Menurut Jhon Fiske,
terdapat tiga area penting dalam studi semiotika yaitu :
1. Tanda itu sendiri
Hal ini berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda, seperti cara
mengantarkan makna serta cara menghubungkannya dengan orang
yang menggunakannya. Tanda adalah buatan manusia dan hanya bisa
dimengerti oleh orang-orang yang menggunakannya.
2. Kode atau sistem lambang-lambang disusun
Studi ini meliputi bagaimana beragam kode yang berbeda dibangun
untuk mempertemukan dengan kebutuhan masyarakat di dalam sebuah
kebudayaan.
3. Kebudayaan dimana kode dan lambang itu beroperasi
Maka bisa dikatakan semiotik adalah suatu teori dan analisa dari
mengkaji tanda, penggunaan tanda dan segala sesuatu yang berkaitan
dengan tanda. Semua jelas tidak ada yang tidak dapat dijadikan topik
penelitian semiotik. Dengan kata lain perangkat-perangkat pengertian
semiotik dapat diterapkan pada semua bidang kehidupan asalkan
persyaratan dipenuhi, yaitu ada arti yang diberikan, ada pemaknaan,
dan ada interpretasi. (Cristomy, 2004:79)
2.1.5. Semiotika Char les Sander s Peir ce
Model dasar semiotik dikembangkan oleh Charles Sanders Peirce
(1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913), yang pada
perkembangannya sangat mempengaruhi model-model berikutnya. Pierce
menekankan pada hubungan antara tanda, obyek dan peserta komunikasi.
Hubungan antara ketiga unsur tersebut adalah untuk mencapai suatu
makna, terutama antara tanda dan obyeknya. Karena itu hubungan antara
ketiganya disebut hubungan makna. Bila Peirce menekankan pada fungsi
logika tanda, maka Saussure yang dianggap sebagai pendiri lingusitik
modern, lebih menekankan pada hubungan dari masing-masing tanda, dan
menurut Saussure tanda merupakan obyek yang penuh dengan berbagai
makna. Saussure tidak terlalu memperhatikan realitas dari makna seperti
yang dikemukakan oleh Peirce. (Bintoro, 2002:12)
Penelitian ini mengutamakan situasi dan kondisi yang bertema
“Pegawai Honorer” sebagai sesuatu yang berarti dalam proses
tanda-tanda (gambar, kata-kata, dan lainnya) dalam format sebuah kartun
editorial. Sehingga yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah
bagaimana suatu peristiwa dalam masyarakat dipandang, dituangkan dan
dinilai. Sebab itulah diperlukan adanya kartun editorial tersebut, dengan
situasi dan kondisi yang berkembang dalam masyarakat. Hal itulah yang
kemudian dijadikan alasan penggunaan model semiotik Peirce, karena
Peirce dalam hal ini lebih memperhatikan realita makna. Dengan demikian
penelitian ini termasuk pada bidang studi semiotik budaya tempat
kode-kode dan tanda-tanda digunakan.
Teori semiotik Pierce berpendapat bahwa tanda dibentuk melalui
hubungan segitiga yaitu tanda hubungan dengan obyek yang dirujuknya.
Hubungan tersebut membuahkan interpretant. Pierce menjelaskan
modelnya sebagai berikut :
“A sign is something which stands to somebody for something in
the respect or capacity. It addresses somebody, that is, creates in
the mind of that person an equivalent sign, or perhaps a more
developed sign. The sign for something, its object. (tanda adalah
sesuatu yang memberi arti atas sesuatu bagi seseorang. Tanda
ditujukan kepada seseorang, karenanya membuat seseorang
menciptakan tanda yang ekuivalen atau tanda yang lebih
berkembang di dalam benaknya. Tanda yang diciptakan itu saya
sebut interpretan dari tanda yang pertama. Tanda memberi arti atas
Model semiotik menurut Peirce dapat digambarkan dalam bentuk
segitiga makna, seperti beriktu :
Sumber : Fiske (1990,42)
Gambar 2.1. Model Semiotik Pier ce
Garis-garis berpanah tersebut hanya bisa dimengerti dalam
hubungannya antara satu elemen dengan elemen lainnya. Tanda merujuk
pada sesuatu di luar tanda itu sendiri, yaitu obyek yang dipahami oleh
seseorang. Interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang
tentang obyek yang dirujuk sebuah tanda. Interpretan merupakan konsep
mental yang diproduksi oleh dan pengalaman pengguna tanda terhadap
sebuah obyek. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak
seseorang, maka muncul makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda
tersebut. Diantaranya ketiganya, interpretan adalah tanda sebagaimana
diserap oleh benak kita, sebagai hasil penghadapan kita dengan tanda itu
sendiri.
SIGN
Berdasarkan obyeknya Pierce membagi tanda atas icon (ikon),
index (indeks), dan symbol (simbol). Ketiga kategori tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut :
Sumber : Fiske (1990,47)
Gambar 2.2. Model Kategor i Tanda
Model tersebut merupakan hal penting dan sangat fundamental dari
hakekat tanda. Pierce mengungkapkannya sebagai berikut :
1. Ikon
Adalah tanda yang berhubungan antara tanda dan acuannya bersifat
bersamaan bentuk alamiah (berupa hubungan kemiripan). Misalnya
adalah potret dan peta. Potret merupakan ikonik dari orang yang ada
dalam potret tersebut, sedangkan peta merupakan ikonik dari pulau
yang ada dalam peta tersebut.
2. Indeks
Tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda
dari acuannya yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat atau ICON
tanda yang langsung mengacu pada kenyataannya. Misalnya adalah
asap sebagai tanda adanya api.
3. Symbol
Adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara tanda dan
acuannya (berdasarkan hubungan konvensi atau perjanjian).
Misalnya orang yang menggelengkan kepalanya merupakan simbol
yang menandakan ketidak setujuan yang termasuk secara
konvensional.
Berdasarkan berbagai kalsifikasi tersebut, Pierce membagi tanda
menjadi sepuluh jenis (Sobur, 2006:42) :
1. Qualisign
Yakni kualitas sejauh yang dimiliki tanda. Kata keras menunjukkan
kualitas tanda. Misalnya, suaranya keras yang menandakan orang itu
marah atau ada sesuatu yang diinginkan.
2. Iconic Sinsign
Yakni tanda yang memperlihatkan kemiripan. Misalnya, foto, diagram,
peta dan tanda baca.
3. Rhematic Idexical Sinsign
Yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung, yang secara langsung
menarik perhatian, karena kehadirannya disebabkan oleh sesuatu.
Misalnya, pantai yang sering merenggut nyawa orang yang mandi di
situ akan dipasang bendera bergambar tengkorak yang bermakna
4. Dicent Sinsign
Yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu. Misalnya,
tanda larangan yang terdapat di pintu masuk sebuah kantor.
5. Iconic Legisign
Yakni tanda yang menginformasikan norma atau hukum. Misalnya,
rambu lalu lintas.
6. Rhematic Idexical Legisign
Yakni tanda yang mengacu kepada obyek tertentu, misalnya kata ganti
penunjuk.
7. Dicent Indexical Legisign
Yakni tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subyek
informasi. Tanda berupa lampu merah yang berputar-putar di atas
mobil ambulans menandakan ada orang sakit atau orang yang
kecelakaan yang tengah dilarikan ke rumah sakit.
8. Rhematic Symbol atau Symbolic Rheme
Yakni tanda yang dihubungkan dengan obyeknya melalui asosiasi ide
umum. Misalnya, kita melihat gambar harimau. Lantas kita katakana
harimau. Mengapa kita katakan demikian, karena ada asosiasi antara
gambar dengan benda atau hewan yang kita lihat yang namanya
harimau.
9. Dicent Symbol atau Proposition (Proposisi)
Yakni tanda yang langsung menghubungkan dengan obyek melalui
langsung berasosiasi pada otak, dan sertamerta kita pergi. Padahal
proposisi yang kita dengar hanya kata. Kata-kata yang kita gunakan
yang membentuk kalimat, semuanya adalah proposisi yang
mengandung makna yang berasosiasi di dalam otak.
10.Argument
Yakni tanda yang merupakan inferens seseorang terhadap sesuatu
berdasarkan alasan tertentu. Seseorang berkata “gelap”. Orang itu
berkata gelap sebab ia menilai ruangan itu cocok dikatakan gelap.
Dengan demikian, argument merupakan tanda yang berisi penilaian
atau alasan, mengapa seseorang berkata begitu. Tentu saja penilaian
tersebut mengandung kebenaran.
2.1.6. Komunikasi Non Ver bal
Istilah non verbal biasanya untuk melakukan semua peristiwa
komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Pada saat yang sama kita
harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku non verbal ini
ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal. Dalam pengertian ini, peristiwa
dan perilaku non verbal itu tidak sungguh-sungguh bersifat non verbal.
(Mulyana, 2001:312)
Jurgen Ruesch mengklasifikasikan isyarat non verbal menjadi
1. Isyarat Tangan
Isyarat tangan atau “berbicara dengan tangan” termasuk apa yang
disebut emblem, yang dipelajari yang punya makna suatu budaya atau
subkultur. Meskipun isyarat tangan yang digunakan sama, maknanya
boleh jadi berbeda, atau isyarat fisiknya berbeda namun maksudnya
sama. Sebagian orang menggunakan tangan mereka dengan leluasa,
sebagian lagi moderat dan sebagian lagi hemat.
2. Postur Tubuh
Postur tubuh sering bersifat simbolik. Postur tubuh memang
mempengaruhi citra diri. Beberapa penelitian dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara fisik dan karakter atau tempramen.
Klasifikasi bentuk tubuh yang dilakukan William, misalnya
menunjukkan hubungan antara bentuk tubuh dan tempramen.
3. Ekspresi Wajah dan Tatapan Mata
Ekspresi wajah atau raut wajah merupakan perilaku non verbal utama
yang mengekspresikan keadaan emosional seseorang. Sebagian pakar
mengakui, terdapat beberapa keadaan emosional yang
dikomunikasikan oleh ekspresi wajah yang tampaknya dipahami secara
universal kebahagiaan, kesedihan, ketakutan, keterkejutan, kemarahan,
kejijikan dan minat. Ekspresi-ekspresi wajah tersebut dianggap
“murni”, sedangkan keadaan emosional lainnya (misalnya malu, rasa
berdosa, bingung, puas) sianggap “campuran”, yang umumnya lebih
2.1.7. PNS
Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah salah satu jenis kepegawaian
Negeri di samping anggota TNI dan anggota POLRI (UU No 43 tahun
1999). Pengertian pegawai negeri sipil (PNS) adalah warga negara RI yang
telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang
berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi
tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (pasal 1 ayat 1 UU 43/1999). DP3 atau daftar
penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS tersebut, tertuang dalam PP Nomor
10 tahun 1979, terdiri atas delapan norma-norma sikap perilaku : kesetian,
prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa,
kepemimpinan.
Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang
pokok-pokok kepegawaian ditegaskan bahwa untuk kelancaran
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan nasional sangat
tergantung pada penyempurnaan aparatur Negara khususnya Pegawai
Negeri Sipil (PNS). Muins berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa konsep profesionalisme Pegawai Negeri Sipil harus memiliki
ciri-ciri sebagai berikut: Menguasai pengetahuan di bidangnya, Komitmen
(http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2025013-pengertian-pegawai-negeri-sipil-pns/)
2.1.8. Honor er
Definisi Honorer menurut Peraturan Pemerintah No. 48 tahun 2005
adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat Pembina kepegawaian atau
pejabat lainnya dalam pemerintahan untuk melaksakan tugas tertentu pada
instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban anggaran
pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah. Atau bisa juga orang yang bukan pegawai tetap jadi kerjanya bisa
diberhentikan sewaktu – waktu atau diputus kontrak kerjanya, jika
melakukan suatu kesalahan yang sudah ditetapkan oleh sebuah perusahaan
dan dianggap sudah fatal, suatu kesalahan tersebut bisa merugikan banyak
orang termasuk konsumennya.
Pengangkatan Tenaga Honorer (TH) menjadi calon pegawai negeri
sipil (CPNS) saat ini menjadi isu utama dalam rekrutmen CPNS. Namun,
banyak sekali penafsiran yang berbeda terkait proses kebijakan
pengangkatan. TH menjadi CPNS tersebut. Hal ini menimbulkan banyak
permasalahan mulai dari penentuan kriteria kategori baik I maupun II,
kapan waktu pendataan, kapan pengumuman hasil verifikasi dan validasi,
hingga penipuan oleh oknum terkait pengangkatan TH menjadi CPNS.
Humas dan Protokol BKN Budi Hartono menyampaikan beberapa hal
sebagai berikut :
Pertama : TH yang dapat diangkat menjadi CPNS adalah TH yang
memenuhi syarat kumulatif sesuai peraturan pemerintah (PP) Nomor : 48
Tahun 2005 jo PP Nomor : 43 Tahun 2007. Kedua : pada 28 Juni 2010,
Kementerian PAN dan RB mengeluarkan surat edaran (SE) Nomor : 05
Tahun 2010 tentang pendataan tenaga honorer yang bekerja di lingkungan
instansi pemerintah yang tercecer atau tertinggal pada pendataan 2005
sepanjang masih memenuhi kriteria PP tersebut diatas. Dalam SE 05
Tahun 2010 pendataan TH ini terbagi dalam kategori I (K 1) dan kategori
II (K II). Pendataan dilakukan oleh masing-masing instansi pengelola
kepegawaian dengan batas akhir penyerahan data ke BKN untuk K I pada
31 Agustus 2010 sedangkan K II pada 31 Desember 2010.
Ketiga : yang membedakan antara K I dengan K II yakni K I
merupakan TH yang penghasilan atau upah atau gajinya di biayai dari
APBN/APBD sedangkan K II di biayai dari Non-APBN atau Non-APBD
(BP3, dana komite sekolah). TH untuk dapat diangkat menjadi CPNS
harus memenuhi kriteria, yakni : bekerja di instansi pemerintah, diangkat
oelh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), atau pejabat lain yang
mempunyai otoritas, usia minimal 19 tahun dan maksimal 46 tahun pada 1
Januari 2006, sumber pembiayaan upah, gaji, penghasilan bersumber dari
Desember 2005 dan masih bekerja terus-menerus dengan tidak terputus
sampai saat ini. Semua kriteria tersebut merupakan persyaratan kumulatif,
maksudnya apabila tidak terpenuhi salah satu persyaratan yang dimaksud,
maka TH tidak bisa diangkat menjadi CPNS.
Keempat : terhadap data K I sudah dilakukan proses verifikasi dan
validasi oleh tim nasional dengan sebutan memenuhi kriteria (MK) dan
tidak memenuhi kriteria (TMK). Hasil verifikasi dan validasi akan
diumumkan setelah ditetapkannya PP terkait TH sebagai dasar
pengangkatan menjadi CPNS oleh pemerintah. Terhadap data K II yang
sudah diterima BKN, belum ada kebijakan yang diambil karena menunggu
regulasi lebih lanjut. Kelima : apabila PP tentang TH telah ditetapkan, bagi
yang dinyatakan MK untuk dapat diangkat menjadi CPNS masih ada
persyaratan lain yang harus dipenuhi seperti surat keterangan catatan
kepolisian (SKCK), surat keterangan sehat dari dokter, surat keterangan
bebas narkoba.
Keenam : untuk mengetahui perkembangan lebih lanjut tentang
pengangkatan TH menjadi CPNS dapat dilihat di website MenPAN&RB
(www.menpan.go.id) dan BKN (www.bkn.go.id dan
www.sesmabkn.com). Ketujuh : himbauan kepada seluruh masyarakat
untuk mewaspadai segala bentuk penipuan yang terkait pengangkatan TH
menjadi CPNS oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
(http://www.pengumumancpns.com/2011/04/kebijakan-pengangkatan-2.1.9. Tipogr afi
Tipografi adalah sebuah disiplin khusus dalam desain grafis yang
mempelajari mengenai seluk beluk huruf, jenis huruf alfabet dapat
menghadirkan, membangkitkan, menggambarkan perasaan atau suasana
tertentu pada suatu komposisi. Misalnya lincah, anggun, maskulin,
feminim, kekanak-kanakan. Keberhasilan suatu lay out pada suatu media
cetak ditentukan antara lain oleh pemilihan jenis huruf yang sesuai untuk
suatu produk dan kepekaan desainer dalam mengatur komposisi huruf
serta penempatan (Sitepa, 2005:33). Oleh karena itu, kepekaan menyusun
huruf dalam suatu komposisi perlu dilatih, agar secara keseluruhan enak
dipandang. Contoh tipe huruf yang bersifat dekoratif, mengkombinasikan
huruf besar dan huruf kecil akan lebih mudah untuk dibaca, daripada
menggunakan huruf besar (kapital) semua. Namun, apabila disukai
alternatif kedua bisa digunakan dengan mengatur jarak (spasi) antar huruf,.
Huruf dapat ditransformasikan menjadi suatu karya seni yaitu dengan
mengolah bentuk dari huruf, kata atau blok tulisan tersebut sesuai dengan
fungsinya masing-masing sehingga tercipta suatu bentuk, tekstur yang
kemudian dikomunikasikan sebagai pesan, mood atau berupa gambar hias.
Berikut ini beberapa jenis huruf yang memiliki karakter atau kepribadian
tertentu :
1. Serif adalah kelompok jenis huruf yang memiliki “tangkai” (stem).
Lihatlah font Times New Roman, Bodoni, Garamond, atau Egyptian.
atas maupun bawah terdapat pelebaran yang menyerupai penopong
atau tangkai. Jenis Serif adalah pilihan yang disukai untuk teks selama
berabad-abad, keterbacaannyalah yang membuat huruf ini tetap
populer hingga saat ini.
2. Jenis huruf sans serif atau slab serif, jenis huruf ini tidak memiliki
garis-garis kecil yang disebut counterstroke. Huruf ini berkarakter
streamline, fungsional, modern dan kontemporer. Contoh : Arial,
Futura, Avant Garde, Bitstream Vera Sans, Century Gothic, Helvetica
dan Lubain untuk menampilkan nuansa tegas tetapi artistik.
3. Tipe huruf Century Schoolbook yang ramah serta mudah dibaca,
mengingatkan pada suasana di sekolah dasar.
4. Jenis tulisan tangan yang melingkar-lingkar sperti tipe Snell
Roundhand, apabila dikehendaki untuk megungkapkan suasana
kenangan lama.
5. Tipe klasik seperti Bouer Bodoni menciptakan kesan anggun.
6. Tipe huruf computer modern seperti tipe huruf Emigre, nama
perusahaan yang mendesain huruf, yang menawarkan beberapa jenis
huruf Macintosh tepat untuk menciptakan kesan modern dan gaya
remaja.
7. Jenis huruf Courier mengingatkan pada huruf mesin ketik dan
mengesankan koran yang baru terbit.
8. Tipe Copperlate menyerupai tulisan tangan, mampu menciptakan
9. Tipe Classic Serif, seperti Bodani, Caslon, Century atau Garamond
menciptakan kesan suasana bergengsi dan abadi serta klasik.
10.Tipe huruf Cheltenham Old Style memberi kesan terbuka serta
mengingatkan kita kepada kitab (buku) ejaan kuno.
11.Tipe huruf tebal seperti Futura Ekstra Boid menciptakan kesan tegar,
bersih dan modern. Huruf Blok Huruf Blok memiliki ketebalan badan
yang cukup mencolok. Sosoknya yang gemuk dan terkesan berat,
sering digunakan sebagai headline (judul berita) atau tagline copy
dalam iklan. Contoh: Haettenschweiler, Futura XBik BT, Impact,
Freshet.
2.1.10.Konsep Makna
Para ahli mengakui, makna (mean) memang merupakan kata dan
istilah yang membingungkan. Dalam bukunya Ogden dan Richards yang
berjudul “The Meaning of Meaning” telah mengumpulkan tidak kurang
dari dua puluh batasan mengenai makna. (Kurniawan, 2008:27)
Makna merupakan konsep abstrak yang telah menarik perhatian
para ahli filsafat dan para teoritis ilmu sosial selama dua ribu tahun silam
(Fisher dalam Sobur, 2004:248). Semenjak Plato mengkonseptualisasikan
makna manusia sebagai salinan ultrarealitas, para pemikir besar telah
sering mempergunakan konsep itu dengan penafsiran sangat luas yang
merentang sejak pengungkapan mental dari Locke sampai respon yang
“setiap usaha untuk memberikan jawaban yang langsung telah gagal.
Beberapa seperti misalnya Plato telah terbukti terlalu samara dan
spekulatif. Yang lainnya memberikan jawaban salah.”
Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan
dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah
menjelaskan makna secara alamiah, mendeskripsikan secara alamiah, dan
menjelaskan makna dalam proses komunikasi. (Sobur, 2004:258)
Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep
makna, model konsep makna sebagai berikut :
1. Makna dalam diri manusia
Makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Kita
menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita
komunikasikan, tetapi kata-kata itu tidak secara sempurna dan lengkap
menggambarkan makna yang kita maksudkan. Komunikasi adalah
proses yang kita gunakan untuk memproduksi di benak pendengar apa
yang ada dalam benak kita dan proses ini adalah proses yang bisa
salah.
2. Makna berubah
Kata-kata relatif statis, banyak dari kata-kata yang kita gunakan 200
tahun lalu. Tetapi makna dari kata-kata ini berubah dan ini khusus
3. Makna membutuhkan acuan
Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata,
komunikasi hanya masuk akal bilamana komunikasi mempunyai kaitan
dengan dunia atau lingkungan eksternal.
4. Penyingkatan berlebihan akan merubah makna
Berkaitan erat dengan gagasan bahwa acuan tersebut kita butuhkan
bilamana terjadi masalah komunikasi yang diakibatkan penyingkatan
berlebihan tanpa mengaitkan acuan yang diamati. Bila kita berbicara
tentang cerita persahabatan, kebahagiaan, kejahatan, dan
konsep-konsep lain yang serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang
spesifik, kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara.
5. Makna tidak terbatas jumlahnya
Pada saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi
maknanya tidak terbatas. Karena itu kebanyakan kita mempunyai
banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila ada sebuah kata
yang diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang
berkomunikasi.
6. Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian
Makna yang kita peroleh dari sesuatu kejadian bersifat multiaspek dan
sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini
yang benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang
mungkin juga merupakan tujuan yang ingin kita capai tetap tidak
pernah tercapai. (Sobur, 2003:285-289)
2.1.11.Pr ia
Pria adalah kaum laki-laki yang telah memasuki tingkat
kedewasaan (merupakan masa atau perjalanan hidup seorang pria setelah
berubah dari anak-anak) yang bisa mempertanggung jawabkan segala
perbuatannya. Seorang pria lebih di maknai sebagai laki-laki dewasa yang
memiliki pola pikir tentang kehidupan secara matang.
2.1.12.Papan Demo
Sebuah media untuk menulis aspirasi atau isi hati pendemo sebagai
wakil penyampaian isi hati rakyat. Bisa juga papan yang digunakan untuk
mengoprasikan suara rakyat yang terbuat dari sehelai kain spanduk dengan
diberi sepasang kayu. (http://id.wikipedia.org/wiki/papan demo)
2.1.13.Baju
Baju adalah pakaian sederhana ringan untuk tubuh bagian atas,
biasanya lengan pendek (T-shirt disebut demikian karena bentuknya).
Sebuah T-shirt biasanya tanpa kancing dan kerah, dengan leher kerah dan
lengan pendek. Baju berkerah ini bisa dikenakan oleh siapa saja, baik pria
dan wanita, dan untuk semua kelompok umur, termasuk anak-anak,
Baju terbuat dari katon yang umumnya lembut, jadi jika
dibandingkan dengan kaos lebih enak menggunakan baju karena bahan
lebih nyaman dipakai. Di Indonesia terdapat berbagai macam merk baju,
contohnya:
1. Quicksilver
2. Diery
3. Ie-be
4. Skaters
5. Darboss
6. Black Angel
Baju ini biasanya di daerah Jawa. Baju juga merupakan lambang
semangat, karena saat kita memakai baju itu kita harus menyesuaikan apa
gambar atau motif dari baju itu terdapat model baju saat ini misalnya
model baju distro, baju couple, baju partai atau komunitas, baju group.
(http://maniaartthirst.blogspot.com/2012/03/pengertian-baju.html)
2.1.14.Sar ang Laba-laba
Sarang Laba-laba merupakan tempat tinggal laba-laba dan tempat
menangkap binatang kecil untuk dimakan, biasanya berbentuk seperti jala.
Laba-laba, atau disebut juga labah-laba, adalah sejenis hewan
berbuku-buku (arthropoda) dengan dua segmen tubuh, empat pasang kaki, tak
bersayap dan tak memiliki mulut pengunyah. Semua jenis laba-laba