SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN : “Veteran” JAWA TIMUR
Oleh :
ERNI PURNAMA SARI NPM : 0541010091
YAYASAN KEJUANGAN PANGLIMA BESAR SUDIRMAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JATIM
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK SURABAYA
Disusun Oleh:
ERNI PURNAMA SARI
NPM : 0541010091
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Drs. Hartono Hidayat, MSi Nip.030 115 320
Mengetahui, DEKAN
Disusun Oleh:
ERNI PURNAMA SARI
NPM : 0541010091
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji
Skripsi jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Pada tanggal 24 februari 2011
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Tim Penguji:
1.
Drs. Hartono Hidayat, MSi Drs. Hartono Hidayat, MSi
Nip.030 115 320 Nip.030 115 320
2.
Dr. Slamet Srijono, MSi
Nip.130 286 546
3.
Dra. Diana Hertati, MSi
NIP.19660 1031 98903 2001
Mengetahui,
DEKAN
GRESIK
Nama Mahasiswa : Erni Purnama Sari
NPM. : 0541010091
Jurusan : Ilmu Administrasi Publik
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Telah Direvisi dan Disahkan pada tanggal : ...
Menyetujui
PENGUJI I
Drs. Hartono Hidayat, MSi Nip.030 115 320
PENGUJI II
Dr. Slamet Srijono, MSi Nip.130 286 546
PENGUJI III
serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul :
“FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesainya penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, khususnya Drs. Hartono sebagai dosen pembimbing yang penuh ketulusan dan kesabaran. Sehubungan dengan hal itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu memberikan saran dan motivasi hingga terselesainya penulisan Skripsi ini. Kepada yang terhormat :
1. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 2. Bpk. Dr. Lukman Arif, Msi selaku Ketua Program Studi Administrasi Negara
Universitas Pembangunan Nasional
3. Ibu Dra. Diana Hertati, Msi selaku Sekretaris Program Studi Administrasi Negara Universitas Pembangunan Nasional
4. Seluruh Dosen Universitas Pembangunan Nasional.
5. Semua pihak Pemda Kab Gresik dan Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah yang membantu penulis dalam menyusun laporan Skripsi ini
Surabaya, Pebruari 2011
HALAMAN JUDUL... i
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
LAMPIRAN……… ix
ABSTRAKSI... x
BAB I : PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang………... 1
1.2 Rumusahan Masalah ... 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
BAB II : KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu………...… 10
2.2 Landasan Teori……….……….... 14
2.2.1 Otonomi Daerah………..………… 14
2.4 Hipotesis ... 48
BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional Variabel……… 50
3.2 Populasi dan sampel………...… 51
3.3Teknik Pengumpulan Data………. 51
3.4Teknik Analisa Data……….……... 52
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran umum obyek penelitian dan penyajian data………55
4.2 Analisis Hasil Penelitian……….. 68
4.3 Pembahasan……….. 76
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………. 79
5.2 Saran……… 80
DAFTAR PUSTAKA
Tabel 4.1 : Jumlah penduduk kabupaten Gresik tahun 2009……… 58 Tabel 4.2 : Tingkat Kepadatan penduduk Kabupaten Gresik tahun 2009……… 58 Tabel 4.3 : Mata Pencaharian penduduk Kabupaten Gresik tahun 2009………... 59 Tabel 4.4 : Kondisi Perekonomian Kabupaten Gresik tahun 2009……… 60 Tabel 4.5 : Industri Kabupaten Gresik tahun 2009 ……….………….. 60 Tabel 4.6 : Rekapitulasi PAD Kabupaten Gresik Tahun Anggaran 2000 – 2009.. 61 Tabel 4.7 : Rekapitulasi Pajak Daerah dan PAD Kab Gresik Tahun Anggaran
2000-2009……… 63 Tabel 4.8 : Rekapitulasi Retribusi Daerah dan PAD Kab Gresik Tahun Anggaran
2000 – 2009………. 65 Tabel 4.9 : Rekapitulasi hasil pengelolaa kekayaan daerah yang dipisahkan
Kabupaten Gresik Tahun Anggaran 2000 – 2009……….. 66 Tabel 4.10 : Rekapitulasi Lain – lain PAD yang sah Tahun 2000- 2009 ……….. 67 Tabel 4.11 : Rekapitulasi Analisis Regresi Linier Sederhana pajak……….. 68 Tabel 4.12 : Rekapitulasi Analisis Regresi Linier Sederhana ……… 69 Tabel 4.13 : Rekapitulasi Analisis Regresi Linier Sederhana hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan ………. ……….. . 70 Tabel 4.14 : Rekapitulasi Analisis Regresi Linier Sederhana lain- lain PAD yang
Gambar 2 : Kurva t variabel pajak .………. ... 73 Gambar 3 : Kurva t Variabel Retribusi……… 74 Gambar 4 : Kurva t Variabel Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
Pemerintah Kabupaten Gresik Tahun 2000 – 2009……… Lampiran 2 : Tabel Hasil Penghitungan Regresi Linier Sederhana
PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PEMERINTAH
KABUPATEN GRESIK”.
Penelitian ini didasarkan pada fenomena besarnya tingkat penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Gresik yang tiap tahunnya selalu meningkat. Bahkan PAD Gresik, menempati tiga besar di Jatim bersama Surabaya dan Sidoarjo. Besarnya tingkat Pendapatan Asli Daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik untuk setiap tahun anggaran menyebabkan adanya penyesuaian alokasi yang menyangkut target dan realisasi untuk tahun anggaran berikutnya. Hal tersebut juga berkonsekuensi terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi penerimaan PAD yang terdiri dari : pajak, retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.
Dengan pola kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah, maka Gresik akan mencapai keberhasilan dalam melaksanakan berbagai upaya pembangunan lainnya yang akan membawa Kabupaten Gresik pada kemajuan dan membawa masyarakat Gresik pada keadaan yang sejahtera. Sedangkan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah berapa besar pengaruh masing- masing faktor sumber PAD {pajak (X1), retribusi (X2), hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (X3), dan lain-lain PAD yang sah (X4)} terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik. Dengan demikian tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh masing- masing faktor sumber PAD ( pajak, retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah ) terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik.
1.1. Latar Belakang
Sebagai negara berkembang, Indonesia terus berupaya melakukan
pembangunan disegala sektor, baik pembangunan yang berupa fisik maupun
mental, hal tersebut ditujukan guna meningkatkan taraf hidup rakyat
sekaligus mendukung tercapainya suatu tujuan nasional. Pembangunan
nasional mempunyai tujuan umum untuk meningkatkan dan mewujudkan
kesejahteraan rakyat maupun kemakmuran yang adil dan merata.
Secara umum pembangunan diartikan sebagai suatu proses terencana
dari situasi nasional ke situasi nasional yang lebih baik, dalam hal ini
pembangunan merupakan suatu konsep yang dinamis sebab selalu berubah
sesuai dengan kondisi kerangka sistem sosial yang menyertainya.
Pelaksanaan pembangunan diupayakan berjalan seimbang, selaras dan saling
menunjang antara satu bidang dengan bidang lainnya, sehingga tidak terjadi
kesenjangan antara semua bidang ( Lincolin, 1997 : 10 ).
Sejak diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah pada bulan Januari 2001 menyebabkan daerah-daerah tingkat II yang
ada di Indonesia harus membiayai pembangunan daerahnya masing-masing
tanpa menunggu subsidi dari pemerintah pusat, karena adanya peralihan
sistem dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Pembangunan didaerah
memberikan kesempatan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai
daerah otonom, daerah mempunyai wewenang dan tanggung jawab
menyelenggarakan kepentingan masyarakat dan pertanggungjawaban
kepada masyarakat.
Pemerintah bertekad untuk melaksanakan kebijakan otonomi daerah
baik dalam aspek administrasi pemerintahan maupun dalam aspek
pengelolaan program pembangunan lembaga-lembaga pemerintahan dan
pelaku-pelaku pembangunan didaerah. Sesuai dengan prinsip otonomi
daerah yang nyata dan bertanggung jawab, penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan secara bertahap akan lebih banyak dilimpahkan kepada
pemerintah daerah.
Mengenai Pemerintah Daerah diatur dalam UUD 1945 yaitu dalam
Bab VI yang terdiri dari Pasal 18 , Pasal 18A dan Pasal 18B, dimana dalam
pasal 18 ayat (2) menyebutkan “Pemerintahan daerah provinsi, daerah
kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.
Dengan demikian pemerintah daerah dapat menjalankan
pemerintahannya sendiri dan menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali
urusan pemerintahan yang ditetapkan undang-undang menjadi urusan
pemerintah pusat. Selain itu juga pemerintah daerah dapat menetapkan
peraturan daerah dan peraturan lainnya guna mendukung pelaksanaan
Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan dapat mendorong peningkatan
partisipasi dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong
pemerataan pembangunan diseluruh daerah dengan memanfaatkan potensi
dan sumber daya yang tersedia di masing-masing daerah. Tujuan pemberian
otonomi kepada daerah adalah untuk memungkinkan daerah yang
bersangkutan mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
Penyelenggaran otonomi daerah didasarkan pada otonomi yang luas,
nyata dan bertanggung jawab, serta memperhatikan potensi dan
keanekaragaman daerah. Peran otonomi daerah yang nyata dan bertanggung
jawab ini diharapkan mampu untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah
daerahnya. Pemerintah daerah dituntut lebih aktif dalam mengelola dana
yang dikuasai secara efektif dan efisien.
Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan
daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan
self-supporting dalam bidang keuangan. Dengan perkataan lain, faktor
keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan
daerah dalam melaksanakan otonominya. ( Josef Riwu Kaho,1997 : 123 ).
Berbagai sumber penerimaan pemerintah terus digali dan diupayakan
guna menunjang pembangunan. Dengan adanya sumber penerimaan,
pemerintah daerah dapat menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) dan melaksanakan pembangunan berdasarkan prioritas serta
Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, didalamnya menyebutkan
bahwa sumber-sumber pendapatan daerah terdiri dari:
1. Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) terdiri dari:
a. Pajak daerah
b. Retribusi daerah
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
d. Lain-lain PAD yang sah
2. Dana perimbangan, yang terdiri dari:
a. Dana bagi hasil
b. Dana alokasi umum
c. Dana alokasi khusus
3. Pinjaman daerah
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Salah satu sumber penerimaan daerah adalah berupa Pendapatan Asli
Daerah (PAD), dimana Pendapatan Asli Daerah merupakan bagian dari
sumber pendapatan daerah yang secara bebas dapat digunakan oleh
masing-masing daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan
daerah.
Pertumbuhan komponen Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain lain PAD yang sah
akan menjadi faktor yang penting dalam mendorong pertumbuhan PAD.
komponen Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan Provinsi adalah 2 unsur
yang cukup penting dalam mendorong pertumbuhan Dana Perimbangan
yang akan diperoleh nantinya.
Pendapatan daerah dalam struktur APBD masih merupakan elemen
yang cukup penting peranannya baik untuk mendukung penyelenggaraan
pemerintahan maupun pemberian pelayanan kepada publik. Apabila
dikaitkan dengan pembiayaan, maka pendapatan daerah masih merupakan
alternatif pilihan utama dalam mendukung program dan kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di Kabupaten Gresik.
Berikut adalah perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Gresik tahun anggaran 2000 – 2009 ( secara global, adapun
rincian ada di lampiran 1) :
Tabel 1.1
Perkembangan PAD Kabupaten Gresik Tahun Anggaran 2000 - 2009
Sumber : Kantor Dinas pendapatan, pengelolaan keuangan daerah kab. Gresik
Dari tabel 1.1 diperoleh data bahwa perkembangan PAD Kabupaten
Gresik dalam sepuluh tahun terakhir ini (2000 – 2009) selalu mengalami
peningkatan bahkan melebihi dari target yang telah ditetapkan. Adapun
perolehan PAD terendah terlihat di tahun 2000 dengan angka realisasi
Rp15.933.834.270,57 dari target Rp10.562.114.403,50. Sedangkan
perolehan tertinggi terlihat pada tahun 2009 sebesar Rp168.302.821.579,56
dari target Rp157.633.849.936,00.
Sebagaimana diketahui, tahun 2009 Bupati Gresik Robbach Ma'sum
menerima "hadiah" sebesar Rp 24,9 miliar dari Menkeu Sri Mulyani atas
prestasinya mengelola APBD dengan baik. Kabupaten Gresik merupakan
salah satu dari 54 daerah provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia yang
berprestasi dalam mengelolah keuangan. Bahkan PAD Gresik, menempati
tiga besar di Jatim bersama Surabaya dan Sidoarjo. Itu diungkapkan Kepala
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah (DPPAD) Yetty Sri
Suparyati. (Dispenda Kab Gresik,2010).
Besarnya tingkat Pendapatan Asli Daerah di Pemerintah Daerah
Kabupaten Gresik untuk setiap tahun anggaran menyebabkan adanya
penyesuaian alokasi yang menyangkut komponen – komponen PAD yang
terdiri dari : pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.
Dengan pola kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan
keuangan daerah, maka Gresik akan mencapai keberhasilan dalam
Kabupaten Gresik pada kemajuan dan membawa masyarakat Gresik pada
keadaan yang sejahtera.
Penelitian yang dilakukan ini mengambil lokasi di Pemerintahan
Daerah Kabupaten Gresik. Alasan memilih Kabupaten Gresik sebagai
daerah penelitian adalah dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Gresik
merupakan salah satu Kabupaten yang mempunyai potensi sumber daya
alam maupun sumber daya manusia yang lebih kompleks dan mempunyai
laju pembangunan yang lebih menonjol.,
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas mengenai kemampuan
daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah dengan melihat tingkat
pendapatan asli daerahnya melalui sumber-sumber penerimaan daerah, maka
penelitian ini mengambil judul: “FAKTOR- FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
(PAD) DI PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalahnya adalah:
1. Seberapa besar pengaruh pajak (X1) terhadap penerimaan PAD
Kabupaten Gresik?
2. Seberapa besar pengaruh retribusi (X2) terhadap penerimaan PAD
Kabupaten Gresik?
3. Seberapa besar pengaruh hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
4. Seberapa besar pengaruh lain-lain PAD yang sah (X4) terhadap
penerimaan PAD Kabupaten Gresik?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pajak (X1) terhadap
penerimaan PAD Kabupaten Gresik.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh retribusi (X2)
terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan (X3) terhadap penerimaan PAD
Kabupaten Gresik.
4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh lain-lain PAD yang
sah (X4) terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik.
1.3.2. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Untuk menerapkan teori-teori yang didapat dari bangku kuliah
kedalam permasalahan yang sebenarnya terjadi di lapangan.
2. Bagi Instansi
Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pemerintah
daerah dalam mengambil keputusan untuk menyusun kebijakan
pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata serta bertanggung
jawab.
3. Bagi Pihak lain
Sebagai bahan informasi pendukung bagi para pembaca atau
peneliti lainnya tentang keuangan daerah khususnya PAD di
2.1 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, juga dikaji beberapa penelitian terdahulu yang ada
hubungannya dengan penelitian. Hasil dari pengkajian ini akan dapat
dijadikan sebagai bahan perbandingan terhadap penelitian yang sedang
dilakukan. Beberapa kajian dari penelitian terdahulu diantaranya adalah:
1. Mohammad Riduansyah, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Indonesia, Depok. “kontribusi pajak daerah dan retribusi
daerah terhadap pendapatan asli daerah (PAD) pemerintah daerah kota
Bogor “. Fokus permasalahan, seberapa besar kontribusi penerimaan pajak
daerah dan retribusi daerah terhadap perolehan PAD Pemerintah Kota
Bogor dalam kurun waktu Tahun Anggaran (TA) 1993/1994 – 2000.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kontribusi penerimaan pajak daerah
dan retribusi daerah terhadap perolehan PAD Pemerintah Kota Bogor
dalam kurun waktu Tahun Anggaran (TA) 1993/1994 – 2000 cukup
signifikan dengan rata-rata kontribusi sebesar 27,78% per tahun.
Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total
perolehan penerimaan Pemda Bogor tercermin dalam APBD-nya,
dikaitkan dengan kemampuannya untuk melaksanakan otonomi daerah
terlihat cukup baik. Komponen pajak daerah dalam kurun waktu TA
7,81% pertahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 22,89%
pertahunnya. Sedangkan pendapatan yang berasal dari komponen retribusi
daerah, pada kurun waktu yang sama, memberikan kontribusi rata-rata per
tahunnya sebesar 15,61% dengan rata-rata pertumbuhan pertahunnya
sebesar 5,08% per tahun. Untuk meningkatkan kontribusi penerimaan
pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total penerimaan PAD dan
sekaligus memperbesar kontribusinya terhadap APBD Pemda Kota Bogor
perlu dilakukan beberapa langkah di antaranya perlu dilakukan
peningkatan intensifikasi pemungutan jenis-jenis pajak daerah dan
retribusi daerah, kemudian dilakukan ekstensifikasi dengan jalan
memberlakukan jenis pajak dan retribusi baru sesuai dengan kondisi dan
potensi yang ada.
2. Damrismiyati, Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta 2003.
“Peranan Retribusi Pasar Terhadap Pendapatan Asli Daerah, studi kasus
Kabupaten Klaten periode tahun anggaran 1991 sampai dengan tahun
2002”. Fokus permasalahan, seberapa besar tingkat pencapaian target
retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah, seberapa besar tingkat
efisiensi retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah dan seberapa
besar nilai koefisien elastisitas retribusi pasar terhadap pendapatan asli
daerah Kabupaten Klaten periode tahun anggaran 1991 sampai dengan
tahun 2002
Dari analisis yang dilakukan diperoleh hasil bahwa dalam kurun waktu 12
terhadap PAD nilai rata-ratanya sebesar 11,92 % per tahun. Hal ini
menandakan bahwa sumbangan yang diberikan cukup besar, tetapi dilihat
dari persentase peranan dari tahun ke tahun cenderung mengalami
penurunan, meskipun begitu retribusi pasar merupakan salah satu retribusi
yang menjanjikan sebagai pemasukan PAD Kabupaten Klaten.
Untuk tingkat pencapaian target tahun 1991 – 2002, target yang ditetapkan
dapat selalu tercapai kecuali pada tahun 1995 dan tahun 1999. Nilai
tingkat pencapaian targetnya kebanyakan diatas 100 %. Nilai rata-rata
tingkat pencapaian target sendiri adalah sebesar 104,61%. Hal ini berarti
pengelola pasar telah melaksanakan pemungutan retribusi secara efektif,
sehingga target yang ditetapkan pada awal tahun anggaran tercapai.
Kemudian efisiensi selama tahun anggaran 1991 – 2002 rata-rata
menunjukkan tingkat efisiensinya tercapai. Dengan begitu menunjukkan
bahwa kantor pengelolaan pasar telah melaksanakan pemungutan retribusi
secara efisien. Sedangkan untuk elastisias retribusi pasar terhadap PAD
selama tahun anggaran 1991-2002 nilai koefisien elastisitasnya rata-rata
1,62 %. Hal ini berarti pasar tersebut elastis karena retribusi pasar relative
peka terhadap PAD atau mempunyai pengaruh terhadap perubahan PAD.
3. Mahrus Ali, Development Economic Study. ”Dampak Otonomi Daerah
Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gresik”. Fokus
permasalahan, bagaimana dampak perolehan Pendapatan Asli Daerah
sebelum Otonomi Daerah di Kabupaten Gesik, pada tahun 1999 PAD
Diperoleh bahwa kemampuan Pendapatan Asli Daerah sebelum Otonomi
Daerah di Kabupaten Gesik, pada tahun 1999 PAD kabupaten Gresik
sebesar Rp.15,439,208,672.00 yang sebagian besar kontribusi Pajak
daerah. Sedangkan pada tahun 2000 PAD Kabupaten gresik mengalami
peningkatan sebesar Rp. 15.933.834.270,57 atau sebesar 3,20 persen
pertahun. Kemampuan Pendapatan Asli Daerah sesudah otonomi Daerah
di Kabupaten Gresik, pertumbuhan PAD 2002 sebesar 55,01 persen dan
pada tahun selanjutnya yakni secara berturut-turut tahun 2003 sebesar
18.85 persen, tahun 2004 sebesar 22,36 persen, tahun 2005 sebesar 20,19
persen, tahun 2006 sebesar 15,51 persen dan tahun 2007 sebesar 15,61
persen. Ada perbedaan sebelum dan sesudah Otonomi Daerah terhadap
Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Gresik. Hal ini dapat diketahui dari
hasil Nilai Sig (2-tailed) sebesar 0,041 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa H0 ditolak sehingga dapat dikatakan bahwa ada perbedaan
pendapatan asli daerah kabupaten Gresik sebelum ataupun sesudah
otonomi daerah.
Dari berbagai penelitian terdahulu di atas ternyata fokus permasalahan,
perspektif serta wilayah penelitian berbeda, persamaannya hanya pada
variabel terikat yang diteliti, yaitu tentang PAD.
Penelitian Mohammad Riduansyah dan Mahrus Ali, mempunyai sedikit
persamaan dengan penelitian yang sedang dikaji sekarang. Penelitian Mahrus
Ali persamannya terletak pada lokasi penelitian yang dilakukan di Gresik,
variabel bebas, yaitu pajak daerah dan retribusi daerah, hanya saja penelitian
yang sekarang menambah 2 variabel lagi yaitu laba BUMD dan lain – lain
PAD yang sah.
2.2 Landasan Teori
Landasan teori merupakan titik tolak untuk langkah penelitian
selanjutnya agar pembahasan tidak menyimpang dari topik yang diteliti.
Dalam hal ini akan dikemukakan teori-teori yang diambil dari
literatur-literatur yang relevan yang digunakan untuk mendukung dalam penelitian ini.
2.2.1Otonomi Daerah
1. Pengertian Otonomi Daerah
Sejak masa pemerintahan sebelum reformasi, hubungan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah hanya merupakan hubungan
dalam kehidupan ketatanegaraan. Pola hubungan seperti ini pada
perkembangannya mengalami ketimpangan karena kecenderungan
pusat melakukan pemerasan terhadap kekayaan di daerah.
Ketimpangan yang demikian menjadi pemicu sentiment daerah untuk
menuntut keleluasaan mengatur dan mengurus daerahnya dalam
kemasan otonomi daerah.
Menurut Sarundajang (2003:74) otonomi pada hakikatnya
ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan,
pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih
baik, dan suatu masyarakat yang lebih adil dan lebih makmur.
Pada dasarnya posisi kebijakan otonomi sebagai seluruh proyek
pengembalian harga diri pemerintah dan masyarakat daerah
diharapkan dapat menjadi solusi yang kreatif dalam mengatasi
masalah-masalah yang dihadapi di daerah. Dengan berlakunya UU
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah, pemerintah dan masyarakat di daerah
dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggung
jawab.
Menurut pasal 1 UU No. 32 Tahun 2004, yang dimaksud
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Daerah otonom yang selanjutnya disebut
Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dalam sistem ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pengertian di atas menjelaskan bahwa kemampuan untuk
seperti; membuat kebijakan daerah tentang pengelolaan keuangan
daerah. Keuangan ini harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan
masyarakat, untuk itu pemerintah harus memberdayakan masyarakat
sebagai pendukung pembangunan. Sebagai timbal baliknya
masyarakatpun akan menuntut agar pemerintah dapat memberikan
atau memenuhi apa yang mereka butuhkan artinya pemerintah harus
memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan apa yang
masyarakat berikan kepada pemerintah. Dengan dilaksanakannya
otonomi daerah maka menjadi keinginan Pemerintah Daerah agar
sentralisasi Pemerintah Pusat berubah menjadi desentralisasi.
Menurut Syaukuni, dkk (2002:173) peran Pemerintah Pusat
dalam konteks desentralisasi ini adalah melakukan supervisi,
memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi
daerah. Peran ini tidak ringan tetapi juga tidak membebani daerah
secara berlebihan.
2. Prinsip Otonomi Daerah
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 hal-hal yang ditempuh dalam
rangka mengembalikan harkat dan martabat masyarakat di daerah,
memberikan peluang pendidikan politik dalam rangka peningkatan
kualitas demokrasi di daerah, peningkatan efisiensi pelayanan publik
di daerah, peningkatan percepatan pembangunan daerah, dan ada
akhirnya diharapkan pula penciptaan cara berpemerintahan yang baik
memperhatikan beberapa prinsip dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Menurut Penjelasan Umum UU No. 32 Tahun 2004 prinsip-prinsip
otonomi daerah adalah sebagai berikut.
a. Prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam arti daerah
memberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Daerah
memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk
memberikan pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan
kesejahteraan rakyat prinsip yang nyata dan bertanggung jawab.
b. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk
menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas,
wewenang, dan kewajiban yang senyatanya sudah ada dan
berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan berkembang sesuai dengan
potensi dan kekhasan daerah.
c. Prinsip otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang
dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan
tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya
untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan
nasional.
Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah
dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh
dalam masyarakat, menjamin keserasian hubungan antara daerah
dengan daerah yang lainnya, serta mampu menjamin hubungan yang
serasi antar daerah dengan pemerintah demi tetap tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan
negara.
3. Asas Otonomi Daerah
Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab
diselenggarakan berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 dalam berbagai
urusan Pemerintah Daerah menurut asas-asas sebagai berikut:
a. Desentralisasi, adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada Daerah Otonom dalam rangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Urusan-urusan pemerintah daerah
dalam asas ini diserahkan sepenuhnya kepada daerah baik yang
menyangkut penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan
maupun yang menyangkut segi-segi pembiayaan. Demikian pula
perangkat pelaksanaannya adalah perangkat daerah sendiri yaitu
terutama dinas-dinas daerah.
b. Dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah
kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah dan/atau Perangkat
Pusat di Daerah. Urusan-urusan yang dilimpahkan oleh
pemerintah kepada pejabat-pejabatnya di daerah menurut asas
baik mengenai perencanaan, pelaksanaan maupun
pembiayaannya.
c. Tugas Pembantuan, adalah penugasan dari Pemerintah Pusat
kepada daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk
melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan sarana dan
prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban
melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung jawabkannya
kepada yang menugaskan.
Dengan adanya asas-asas ini maka UU No.32 Tahun 2004
menganut prinsip demokrasi, partisipasi, pemerataan dan keadilan
serta yang terpenting pengakuan terhadap keanekaragaman daerah
sebagai dasar penyerahan kewenangan pada daerah. Jelas itu suatu
hal yang telah berubah dari paradigma penyeragaman menjadi
keanekaragaman.
Dalam konsep otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004
prakarsa pemerintah daerah haruslah bertujuan untuk kepentingan
masyarakat berdasarkan aspirasi masyarakat. Oleh sebab itu
pemerintah daerah harus mendorong untuk memberdayakan
masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas dengan
meningkatkan peranserta masyarakat. Hal ini jelas bagi kita bahwa
tujuan pemberian otonomi daerah bukan semata-mata untuk
mewujudkan pembangunan dan mengejar laju pertumbuhan tetapi
pemberdayaan otonomi daerah dapat diukur dan dilihat dari tingkat
kemandirian masyarakat daerah dan pengelolaan keuangan daerah
tersebut. Untuk itu pembiayaan pembangunan daerah harus dapat
menyejahterakan masyarakat daerah itu.
2.2.2Keuangan Daerah
Ketentuan mengenai keuangan daerah diatur dalam UU Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah. Dalam Bab III Pasal 4 ayat (1), UU Nomor 33
Tahun 2004 ditegaskan bahwa “Penyelenggaraan urusan Pemerintahan
Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didanai Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.”.
Artinya dana APBD diperuntukkan bagi pelaksanaan tugas
pemerintahan daerah, termasuk tugas dan wewenang penyelenggaraan
pemerintah yang sudah dilimpahkan atau didesentralisasikan pusat ke
daerah. Penambahan wewenang daerah jelas akan membutuhkan dana
tambahan bagi daerah. Sebaliknya, pengurangan wewenang akan
mengurangi anggaran untuk itu. Selama ini pelaksananan pemerintah
didaerah sebagian besar dibiayai oleh pusat melalui bantuan pusat atau
subsidi daerah otonom.
Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata
kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya
adalah kemampuan self-supporting dalam bidang keuangan. Dengan
mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya.
Ini berarti, dalam penyelenggaraan urusan rumah tangganya, daerah
membutuhkan dana atau uang. (Josef Riwu Kaho, 1997 : 123).
Keuangan adalah rangkaian kegiatan dan prosedur dalam
mengelola keuangan (baik penerimaan maupun pembiayaan) secara
tertib, sah, hemat, berdayaguna dan berhasilguna. Menurut Mamesah ada
dua unsur penting mengenai keuangan daerah yaitu:
a. Semua hak dimaksudkan sebagai hak untuk memungut pajak daerah,
retribusi daerah dan/atau penerimaan dan sumber-sumber lain sesuai
dengan ketentuan yang berlaku merupakan penerimaan daerah
sehingga menambah kekayaan daerah
b. Kewajiban daerah dapat berupa kewajiban untuk membayar atau
mengeluarakan uang sehubungan adanya tagihan kepada daerah
dalam rangka pembiayaan rumah tangga daerah serta pelaksanaan
tugas umum dan tugas pembangunan oleh daerah yang bersangkutan
(Mamesah,1995:16).
Keuangan Daerah adalah segala unsur-unsur keuangan atau
kekayaan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah secara
keseluruhan. Lingkup yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Kekayaan daerah yang secara langsung dikelola oleh pemerintah
daerah sesuai dengan tingkat otonominya masing-masing serta
tanggung jawab baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam
bidang pembangunan.
Pengelolaan atas penerimaan daerah meliputi penganggaran atau
penetapan target hendaknya dikaitkan dengan potensi-potensi nyata
yang dapat direalisasikan sehingga dapat diterapkan sebagai model
untuk segala pembiayaan. Demikian pula pengelolaan atas anggaran
belanja itu sendiri hendaknya direncanakan dengan baik,
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangan
yang berlaku, sehingga pada akhirnya dapat diterima
pertanggungjawabannya. Sedangkan pertanggungjawaban itu sendiri
harus mendapat persetujuan dari legislative dan dari pejabat yang
berwenang untuk itu.
b. Kekayaan milik daerah yang dipisahkan, yaitu seluruh uang dan
barang yang pengurusannya tidak dimasukkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, tetapi diselenggarakan oleh
perusahaan daerah sesuai dengan undang-undang tentang
pemerintahan daerah dan dilaksanakan sesuai dengan Peraturan
Daerah yang berlaku (Mamesah,1995:22).
2.2.3 Sumber – Sumber Penerimaan Daerah
Sejak diberlakukannya otonomi daerah, sumber - sumber
pendapatan daerah ditetapkan dalam UU nomor 25 Tahun 1999 Pasal 4,
5, dan Pasal 6. Kemudian diubah dalam UU Nomor 33 Tahun 2004
Pemerintah Daerah, dimana didalamnya disebutkan sumber pendapatan
daerah terdiri dari:
1. Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) terdiri dari:
a. Pajak Daerah (X1)
Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh daerah menurut
peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan
rumah tangganya sebagai badan hukum publik
(Mamesah.1995:98).
b. Retribusi Daerah (X2)
Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran
pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau
milik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang
diberikan oleh daerah baik langsung maupun tidak langsung
(Riwu Kaho,2003:171).
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (X3)
Kekayaan daerah yang secara langsung dikelola oleh pemerintah
daerah sesuai dengan tingkat otonominya masing-masing serta
berhubungan langsung dengan pelaksanaan tugas, wewenang dan
tanggung jawab baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam
bidang pembangunan.
d. Lain – lain PAD yang sah (X4)
Lain – lain PAD yang sah merupakan penerimaan daerah yang
Dalam pasal 6 ayat 2 UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah yang dimaksud
meliputi:
1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
2. Jasa giro
3. Pendapatan bunga
4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing
5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh
daerah.
2. Dana perimbangan
Dana perimbangan merupakan sumber Pendapatan Daerah
yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan
pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonom kepada
daerah.
Dana Perimbangan merupakan kelompok sumber pembiayaan
pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan
satu dengan yang lain.
Pasal 10 Undang- undang Nomor 33 Tahun 2004, Dana
a. Dana bagi hasil
b. Dana alokasi umum
c. Dana alokasi khusus
3. Pinjaman daerah
Selama tiga dekade lebih pemerintahan orde baru, sumber
utama pinjaman daerah berasal dari pinjaman dalam negeri. Jumlah
pinjaman daerah selama ini rata-rata dibawah satu persen ( 1% ) dari
APBD. Itu pun pinjaman yang dilakukan sebagian besar untuk
mendukung kegiatan atau operasional perusahan daerah ( Badan
Usaha Milik Daerah). Pemerintah daerah pada masa lalu tidak
dibenarkan melakukan pinjaman luar negeri. Perihal pinjaman daerah
telah diatur dalam Pasal 49 sampai Pasal 65 UU Nomor 33 Tahun
2004. ( Juli Panglima Saragih, 2003 : 73 ).
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Pendapatan lain-lain yang sah merupakan pendapatan yang
didapat berdasarkan undang-undang yang telah ditentukan.
Salah satu perbedaan yang sangat signifikan diantara UU Nomor 5
Tahun 1974 dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 mengenai
sumber-sumber pendapatan daerah adalah, bahwa ketentuan lama menyebutkan
adanya bantuan pusat kepada daerah baik propinsi dan daerah kabupaten
maupun kotamadya melalui kebijakan dana instruksi Presiden (inpres)
dan subsidi daerah otonom serta inpres desa tertinggal (IDT). Sedangkan
bantuan pusat dihapus dan digantikan dengan dana perimbangan yang
intinya bahwa daerah otonom yang menerima dana perimbangan
memiliki kewenangan penuh untuk mengelola dan menggunakannya.
Sedangkan sebelum dikeluarkannya undang-undang otonomi
daerah tahun 1999, sumber keuangan daerah, baik propinsi, kabupaten,
maupun kotamadya menurut UU Nomor 5 Tahun 1974 adalah sebagai
berikut:
1. Penerimaan Asli Daerah ( PAD )
2. Bagi hasil pajak dan non pajak
3. Bantuan Pusat ( APBN ) untuk daerah tingkat I dan tingkat II
4. Pinjaman daerah
5. Sisa lebih anggaran tahun lalu
6. Lain-lain penerimaan daerah yang sah.
2.2.4 Pendapatan Asli Daerah
Berkaitan dengan penelitian tentang PAD dan sebagaimana telah
diuraikan diatas salah satu bentuk penerimaan daerah adalah dalam
bentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka berikut akan diuraikan
tentang PAD beserta komponen yang berpengaruh.
Pada era otonomi daerah dimana sistem pemerintah masih
berbentuk sentralisasi ternyata membawa dampak kurang baik pada
pembangunan daerah. Hal ini terlihat dengan terhambatnya kebebasan
daerah dalam mengembangkan segala potensi yang dimiliki oleh
ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Hal ini
disebabkan besarnya andil dan intervesi yang diberikan oleh pemerintah
pusat terhadap jalannya pemerintahan di tiap daerah.
Dan kini setelah otonomi daerah, sistem pemerintahan tidak lagi
berupa sentralisasi tapi telah berubah menjadi desentralisasi. Artinya
dearah telah memiliki kewenangan untuk mengembangkan segala
potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut. Dalam pelaksanaanya daerah
harus lebih mandiri dalam mengelola berbagai bentuk penerimaan dan
pengeluarannya. Untuk dapat menjalankan pemerintahannya pemerintah
daerah diharapkan dapat mengoptimalkan pendapatan asli daerah.
Menurut Undang – undang No 34 tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah:
“ Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber–sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku “ ( Juli Panglima Saragih, 2003 : 73 ).
Adapun sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari :
a) Pajak Daerah
1. Pengertian Pajak Daerah
Dalam Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah No. 65
Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan pajak daerah adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa
imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan
daerah dan pembangunan di daerah.
Menurut Davey (1988:39-40). Perpajakan daerah dapat
diartikan sebagai:
a. pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dengan
pengaturan dari daerah sendiri
b. pajak yang dipungut berdasarkan Peraturan Nasional tetapi
penetapan tarifnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah
c. pajak yang ditetapkan dan/atau dipungut oleh Pemerintah
Daerah
d. pajak yang dipungut dan di administrasikan oleh Pemerintah
Pusat tetapi hasil pungutannya dibagi hasilkan dengan atau
dibebani pungutan tambahan (opsen) oleh Pemerintah
Daerah.
Mamesah mendefinisikan pajak daerah adalah pajak yang
dipungut oleh daerah menurut peraturan pajak yang ditetapkan
oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan
hukum publik (Mamesah.1995:98).
Beberapa ahli lainnya mendefinisikan pajak sebagai
berikut:
Menurut Adriani (2003:17), pajak adalah iuran masyarakat
kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
(undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang
langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas
negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Soemitro (2002:74), pajak adalah iuran rakyat
kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi)
yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian
dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah
peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk
public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai
public investment.
Sedangkan menurut Anderson & Sommerfeld (2003:54),
pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke
sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun
wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih
dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional,
agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk
menjalankan pemerintahan.
2. Ciri – ciri pajak daerah
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik
pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber
dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara
yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik
kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak
antara lain sebagai berikut:
a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal
23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam
undang-undang."
b. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi
perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung.
Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan
bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan
orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
c. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan
umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi
pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
d. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan
dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan
perundag-undangan.
e. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas
Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup
pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga
berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi
mengatur / regulatif).
3. Penggolongan Pajak Daerah
Pajak daerah sebagai salah satu Pendapatan Asli Daerah
diharapkan dapat menjadi salah satu sumber pembiayaan
penyelenggaraan dan pembangunan daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah No. 65
tahun 2001, daerah Kabupaten atau Kota diberi kewenangan
untuk menetapkan jenis pajak sebagai sumber keuangan.
Jenis-jenis pajak daerah tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pajak Kendaraan Bermotor
b. Pajak Kendaraan Diatas Air
c. Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan
Diatas Air
d. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
e. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan
f. Pajak Hotel
g. Pajak Restoran
h. Pajak Hiburan
i. Pajak Reklame
j. Pajak Penerangan Jalan
k. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
l. Pajak Parkir
m. Pajak Lain-Lain.
Jenis-jenis pajak di atas merupakan salah satu penambahan
jumlah pendapatan asli daerah yang nantinya digunakan untuk
pembayaran dan pembangunan daerah. Setiap jenis pajak dapat
dipungut oleh pemerintah daerah kepada tiap pribadi atau badan
tanpa adanya imbalan langsung yang seimbang.
4. Syarat pemungutan pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada
masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan
membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan
tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak
menimbulkan berbagai maswalah, maka pemungutan pajak harus
memenuhi persyaratan yaitu:
a. Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan
Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam
pelaksanaannya.
Contohnya:
a) Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
b) Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang
memenuhi syarat sebagai wajib pajak
c) Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum
sesuai dengan berat ringannya pelanggaran
b. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak
dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur
dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
1. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang
berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
2. Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak
diperlakukan secara umum
3. Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para
wajib pajak
c. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar
tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan
jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan
menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak,
terutama masyarakat kecil dan menengah.
d. Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan
pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang
diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak
tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus
sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian,
wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam
pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari
segi waktu.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan
keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana
akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban
pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat
positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran
dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem
pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan
Contoh:
1. Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif
menjadi 2 macam tarif
2. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya
satu tarif, yaitu 10%
3. Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan
untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak
penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun
perseorangan (pribadi)
Dari hasil pemungutan pajak tersebut maka menjadi
kewenangan bagi daerah untuk mengelolanya karena hal tersebut
merupakan keleluasaan pemerintah daerah, jadi dari perpajakan
ini pemerintah daerah dapat menetapkan dan mengendalikan tarif
pajak yang ada di daerahnya.
b) Retribusi Daerah
Retribusi daerah sebagaimana halnya pajak daerah merupakan
salah satu Pendapatan Asli Daerah yang diharapakan menjadi salah
satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan
kesejahteraan masyarakat. Daerah kabupaten / kota diberi peluang
dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi
masyarakat.
1. Pengertian Retribusi Daerah
Menurut UU No. 66 Tahun 2001, Retribusi Daerah adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Panitia Nasrun, merumuskan pengertian Retribusi Daerah
sebagai berikut:
Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah baik langsung maupun tidak langsung (Riwu Kaho,2003:171).
Semakin besar nilai retribusi daerah berarti semakin besar
pula tingkat kontribusi retribusi terhadap PAD. Dimana bila
kontribusi retribusi daerah semakin tinggi maka PAD akan
meningkat dan sebaliknya. Apabila terjadi hal sebaliknya dimana
kontribusi retribusi daerah turun maka perlu usaha-usaha untuk
meningkatkan penerimaan daerah melalui retribusi daerah.
( J. Suprapto, 1994 : 267 ).
2. Tujuan Retribusi Daerah
Tujuan Retribusi daerah pada dasarnya memiliki persamaan
negara atau pemerintah daerah. Adapun tujuan pemungutan
tersebut adalah:
a. Tujuan utama adalah untuk mengisi kas negara atau kas
daerah guna memenuhi kebutuhan rutinnya.
b. Tujuan tambahan adalah untuk mengatur kemakmuran
masyarakat melalui jasa yang diberikan secara langsung
kepada masayarakat.
3. Sifat Retribusi Daerah
Retribusi daerah dalam pelaksanaannya mempunyai dua
sifat, sifat tersebut adalah:
a. Retribusi yang sifatnya umum
Maksudnya bahwa pungutan tersebut mempunyai sifat
berlaku secara umum bagi mereka yang ingin menikmati
kegunaan dari suatu jasa yang diberikan oleh pemerintah
daerah. Misalnya bagi mereka yang masuk ke dalam pasar
untuk berjualan, walaupun hanya sehari tetap dikenakan
pungutan retribusi.
b. Retribusi yang pungutannya bertujuan
Maksudnya adalah retribusi yang dilihat dari segi
pemakaiannya, pungutan tersebut bertujuan untuk
memperoleh jasa, manfaat dan kegunaan dari fasilitas yang
retribusi yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan akte
kelahiran.
4. Objek Retribusi Daerah
Dalam ketentuan Pasal 18 undang-undang Nomor 18 Tahun
1997 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 ayat 1
(satu) diatur tentang Objek Retribusi. Bahwa Objek Retribusi
adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh
pemerintah daerah. Tidak semua yang diberikan pemerintah
daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis - jenis jasa
tertentu yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak
dijadikan sebagai objek retribusi ( Liberti Pandiangan, 2002 :
417 ).
5. Penggolongan Retibusi Daerah
Untuk menetapkan kebijaksanaan umum tentang prinsip
dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi, maka retribusi dibagi
menjadi tiga golongan, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa
usaha dan retribusi perizinan tertentu. ( Kesit Bambang Prakoso,
2003 : 129 ).
a. Retribusi Jasa Umum
Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang
disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat
Subjek retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau
badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa
umum yang bersangkutan. Subjek Retribusi jasa umum ini
dapat merupakan wajib retribusi jasa umum.
Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang
disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan
dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang
pribadi atau badan.
Jenis-jenis dari retribusi jasa umum dapat disebutkan
sebagai berikut, antara lain:
1. Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk
dan akte
2. catatan sipil
3. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat
4. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum
5. Retribusi pelayanan pasar
6. Retribusi pengujian kendaraan bermotor
7. Retribusi pemisahan alat pemadam kebakaran
8. Retribusi penggantian biaya cetak peta
9. Retribusi pengujian kapal perikanan
10.Retribusi pelayanan kesehatan
11.Retribusi pelayanan persampahan / kebersihan
b. Retribusi Jasa Usaha
Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang
disediakan oleh pemerintah daerah menganut prinsip
komersil karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh
sektor swasta.
Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau
badan usaha yang menggunakan atau menikmati pelayanan
jasa usaha yang bersangkutan. Subjek ini dapat merupakan
wajib retribusi jasa usaha.
Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang
disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip
komersial. Pelayanan yang disediakan pemerintah daerah
menganut prinsip komersial meliputi:
1. Pelayanan dengan menggunakan atau memanfaatkan
kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara
optimal.
2. Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum
memadai disediakan oleh pihak swasta.
Adapun jenis-jenis dari retribusi jasa usaha dapat
disebutkan sebagai berikut:
1. Retribusi pemakaian kekayaan daerah
2. Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan
4. Retribusi terminal
5. Retribusi khusus tempat parkir
6. Retribusi tempat penginapan / pesanggarahan / villla
7. Retribusi penyedotan kakus
8. Retribusi rumah pemotongan hewan
9. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal
10.Retribusi tempat rekreasi dan olah raga
11.Retribusi penyebrangan di atas air
12.Retribusi pengolahan limbah cair
13.Retribusi penjualan produksi usaha daerah.
c. Retribusi Perizinan Tertentu
Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas
kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian
izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan
untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan
atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya
alam, barang, sarana prasarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan.
Subjek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi
atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah
daerah. Subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa
Objek retribusi perizinan tertentu adalah kegiatan
tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin
kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk
pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas
kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam,
barang, prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Adapun jenis-jenis dari retribusi perizinan tertentu
dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Retribusi izin mendirikan bangunan
2. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol
3. Retribusi izin gangguan
4. Retribusi izin trayek.
6. Tarif Retribusi Daerah
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa
umum didasarkan pada kebijakasanaan daerah dengan
memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan,
kemampuan masyarakat dan aspek keadilan, dan didasarkan juga
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak
sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha
swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi
tarif diatur dalam Pasal 21 Undang-undang Nomor 34 Tahun
2000.
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi
perizinan tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup
sebagian atau seluruh biaya pemberian izin yang bersangkutan.
Biaya penyelenggaraan izin ini meliputi penerbitan dokumen
izin, pengawasan dilapangan, penengahan hukum, penata
usahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.
Tarif Retribusi ditinjau kembali secara berkala dengan
memperhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif. Daerah
memiliki kewenangan untuk meninjau kembali tarif secara
berkala dan berjangka waktu, hal ini dimaksudkan untuk
mengantisipasi perkembangan perekonomian daerah dari objek
retribusi yang bersangkutan. Hal ini diatur dalam Pasal 23
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000.
7. Tata Cara Pemungutan dan Sanksi Retribusi Daerah
Pasal 26 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 berbunyi
“Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan”. Artinya,
seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak diserahakan
pada pihak ke tiga. Namun bukan berarti bahwa Pemerintah
Daerah tidak boleh bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan
sangat selektif dalam proses pemungutan retribusi, Pemerintah
karena prodesionalismenya layak dipercaya untuk melaksanakan
sebagian tugas pemungutan jenis retribusi secara efisien.
Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan
Retribusi Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan, antara
lain berupa karcis masuk, kupon, kartu langganan. Diatur dalam
Pasal 27 ayat 1 (satu) Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000.
Kemudian dalam Pasal 27 ayat 2 (dua) Undang-undang
Nomor 34 Tahun 2000 berbunyi :
“Bila wajib retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan surat tagihan retribusi daerah.”
d) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ini terdiri dari
bagian laba atas penyertaan modal pada BUMD dan bagian laba atas
penyertaan modal pada BUMN.
Perusahaan milik daerah adalah badan usaha yang dimiliki
oleh pemerintah daerah dimana pembentukan, penggabungan,
pelepasan kepemilikan, dan atau pembubarannya ditetapkan dengan
Perda yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Sedangkan BUMN adalah badan usaha yang dimiliki oleh
pemerintah.
Otonomi daerah memberikan konsekuensi yang cukup besar
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sesungguhnya usaha dan kegiatan
ekonomi daerah yang bersumber dari BUMD telah berjalan sejak
lama sebelum UU tentang otonomi daerah disahkan.
Dasar hukum pembentukan BUMD adalah berdasarkan UU No
5 tahun 1962 tetang perusahaan daerah. UU ini kemudian diperkuat
oleh UU No 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah
( Nota Keuangan RAPBN, 1997/1998 ). Tujuan dibentuknya BUMD
adalah untuk melaksanakan pembangunan daerah melalui pelayanan
jasa kepada masyarakat, penyelenggara kemanfaatan umum, dan
peningkatan penghasilan pemerintah daerah.
Undang-undang mengizinkan pemerintah daerah untuk
mendirikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). BUMD ini
bersama sektor swasta atau Asosiasi Pengusaha Daerah diharapkan
dapat memberikan kontribusi bagi daerah sehingga dapat menunjang
kemandirian daerah dalam pembangunan perekonomian daerah.
e) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
Dalam pasal 6 ayat 2 UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah yang dimaksud
meliputi:
1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
2. Jasa giro
4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
2.3Kerangka Berpikir
Gambar 1 Alur Berpikir
R1
R2
R3
R4
Pola hubungan antar variable tersebut dapat diterangkan sebagai berikut:
1. Pajak (X1) mempengaruhi terhadap penerimaan PAD Kabupaten
Gresik.
2. Retribusi (X2) mempengaruhi terhadap penerimaan PAD Kabupaten
Gresik.
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (X3)
mempengaruhi terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik. Pajak Daerah (X1)
Retribusi Daerah (X2)
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan (X3)
Lain- lain PAD yang sah (X4)
4. Lain-lain PAD yang sah (X4) mempengaruhi terhadap penerimaan
PAD Kabupaten Gresik.
Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan
daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan
self-supporting dalam bidang keuangan. Dengan perkataan lain, faktor
keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan
daerah dalam melaksanakan otonominya. Ini berarti, dalam penyelenggaraan
urusan rumah tangganya, daerah membutuhkan dana atau uang. (Josef Riwu
Kaho, 1997 : 123).
Berbagai sumber penerimaan pemerintah terus digali dan diupayakan
guna menunjang pembangunan. Dengan adanya sumber penerimaan,
pemerintah daerah dapat menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) dan melaksanakan pembangunan berdasarkan prioritas serta tujuan
yang akan dicapai.
Salah satu sumber penerimaan daerah adalah berupa Pendapatan Asli
Daerah (PAD), dimana Pendapatan Asli Daerah merupakan bagian dari
sumber pendapatan daerah yang secara bebas dapat digunakan oleh
masing-masing daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan
daerah.
Berdasarkan pasal 4 UU no 22 tahun 1999, yang menyatakan sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari 4 yaitu pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang syah
akan menjadi faktor yang penting dalam mendorong pertumbuhan PAD
karena keempat komponen tersebut merupakan sumber yang memberikan
kontribusi bagi PAD. Jadi perkembangan penerimaan PAD tergantung pada
perolehan komponen tersebut.
Kemandirian keuangan yang dimiliki pemerintah daerah dapat
meningkatkan kemampuan daerah untuk membiayai urusan rumah tangganya
sendiri. Kemampuan tersebut berupa penggalian dan pemobilisasian
sumber-sumber pendapatan daerah. Kabupaten Gresik merupakan salah satu
kabupaten yang mempunyai potensi sumber daya alam maupun sumber daya
manusia yang lebih kompleks dan mempunyai laju pembangunan yang lebih
menonjol, selain itu juga realisasi PAD Kabupaten Gresik selalu melampui
atau lebih besar dari anggaran PAD yang ada.
Dengan pola kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan
keuangan daerah, maka akan membawa Kabupaten Gresik pada kemajuan dan
membawa masyarakat Gresik pada keadaan yang sejahtera.
2.4Hipotesis
Hipotesis ini merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian
yang masih harus diuji kebenarannya. Jawaban sementara yang dapat
ditetapkan yaitu adanya empat macam dugaan, antara lain:
1. Pajak daerah (X1), berpengaruh terhadap penerimaan PAD di Kabupaten
Gresik (Y).
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (X3) berpengaruh
terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik.
4. Lain-lain PAD yang sah (X4) berpengaruh terhadap penerimaan PAD
BAB III
METODE PENELITIAN
Langkah awal yang diperlukan dalam setiap penelitian yaitu menentukan
suatu metode yang relevan, dimana metode yang telah ditentukan akan dapat
mempermudah dalam penelitian.
3.1 Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini mengoperasionalkan 2 macam variabel yaitu:
1. Variabel Independen (variabel bebas), yang terdiri dari:
a. Pajak Daerah (X1)
Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh daerah menurut
peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah
tangganya sebagai badan hukum publik (Mamesah.1995:98).
b. Retribusi Daerah (X2)
Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran
pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik
daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh
daerah baik langsung maupun tidak langsung (Riwu Kaho,2003:171).
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (X3)
Kekayaan daerah yang secara langsung dikelola oleh pemerintah
daerah sesuai dengan tingkat otonominya masing-masing serta