• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI MASKULINITAS DALAM IKLAN (Analisis Semiotik Deskriptif Kualitatif Representasi Maskulinitas dalam Iklan BVLGARI Aqva, Hugo Boss yewear, dan ROCKPORT di Majalah Pria Men’s Folio Edisi Mei-Juni 2014).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REPRESENTASI MASKULINITAS DALAM IKLAN (Analisis Semiotik Deskriptif Kualitatif Representasi Maskulinitas dalam Iklan BVLGARI Aqva, Hugo Boss yewear, dan ROCKPORT di Majalah Pria Men’s Folio Edisi Mei-Juni 2014)."

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

Men’s Folio Edisi Mei-Juni 2014)

S K R I P S I

Oleh :

ARINDHA AYU ADISTY NPM. 1043010079

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puja, puji, dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skirpsi Penelitian yang berjudul “Representasi Maskulinitas Dalam Iklan

(Analisis Semiotik Deskriptif Kualitatif Representasi Maskulinitas dalam Iklan BVLGARI Aqva, Hugo Boss Eyewear, dan ROCKPORT di Majalah Pria Men’s Folio Edisi Mei-Juni 2014) dengan sebaik-baiknya.

Selain bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan yang ditetapkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran”

Jawa Timur Program Studi Ilmu Komunikasi, penulisan proposal ini berangkat dari pengamatan penulis mengenai kemampuan media massa dalam merekonstruksi suatu nilai dan budaya yang ada di masyarakat

khususnya mengenai konsep Maskulinitas di dalam iklan.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan banyak

terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu DRA. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Ibu Juwito,S.Sos, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Jawa Timur.

(4)

4. Mama yang sudah luar biasa mendukung dan mendoakan peneliti, Papa yang merestui dari surga. I can’t ask for better parents J

5. Adek kesayangan Mbak Arin, Divaaa Stay Gorgeous. Ton’s of love :* 6. Untuk sahabat-sahabat seperjuangan yang tidak ada habisnya membuat

penulis tertawa dan semangat Kayiin, Epoy, Uye, Anyuk, Mae, Lela,

Bebek, Tarzan. Demikian kami memanggil satu sama lain. You guys rock!

7. Buat Bude Ir, Bude Shanti, Mbak Galuh, Mbak Aras, Terima kasih 8. Dosen-dosen pengajar Ilmu Komunikasi, terima kasih Bapak/Ibu

‘transferan’ ilmunya. Great teacher creates great student for sure

9. Temen-temen Komunikasi 2010, para “pencari kitab suci” hahaa. Terima Kasih

10.The Bitches J iin, Elvira, eva, nekob . Gosh, we definitetly partner in crime! lol

11.Serta pihak-pihak lainnya yang tidak bisa penulis sebut satu per satu.

Terima Kasih.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga

penelitian ini dapat bermanfaat. Segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kebaikan laporan ini.

Surabaya, 11 Juli 2014

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN ……… ii

KATA PENGANTAR ………... iii

2.5 Majalah Sebagai Media Iklan ……….……….. 23

2.6 Komunikasi Nonverbal ………...………. 24

2.7 Komunikasi Sebagai Proses Simbolik ..………. 26

2.8 Ekspresi Simbolik Dalam Iklan …….………. 27

2.9 Semiotika ………. 29

2.10 Semiotika Charles Sanders Pierce ……….…… 31

2.11 Pendekatan Semiotik Dalam Iklan ………..….. 34

(6)
(7)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 71

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ……… 71

4.1.1 BVLGARI Aqva ……… 72

4.1.2 Hugo Boss Eye Wear ………... 73

4.1.3 ROCKPORT ……… 73

4.2 Penyajian Data ……… 74

4.3 Model Kategori Tanda Charles Sanders Pierce ………... 74

4.4 Analisis Data ……….. 80

4.4.1 Hasil dan Pembahasan Semiologi Charles S. Pierce dalam Iklan BVLGARI Aqva ……… 80

4.4.2 Hasil dan Pembahasan Semiologi Charles S. Pierce dalam Iklan Hugo Boss Eye Wear ………. 85

4.4.3 Hasil dan Pembahasan Semiologi Charles S. Pierce dalam Iklan ROCKPORT ……….. 90

4.5 Makna dalam Iklan BVLGARI Aqva, Hugo Boss Eye Wear, dan ROCKPORT di Majalah Pria Men’s Health Edisi Mei-Juni 2014 ……… 94

4.5.1 Iklan BVLGARI Aqva ……….. 94

4.5.2 Hugo Boss Eye Wear ……….. 95

4.5.3 ROCKPORT ………... 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 99

5.1 Kesimpulan ………. 99

5.2 Saran ………. 100 DAFTAR PUSTAKA

(8)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Iklan BVLGARI Aqva ………... 81

Lampiran 2. Gambar Iklan Hugo Boss Aeye Wear ... 82

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Teknik Elemen Makna Pierce ... 32

Gambar 2.2 Model Kategori Tanda Pierce ... 33

Gambar 2.3. Skema Kerangka Berpikir ... 48

Gambar 4.1. Iklan BVLGARI Aqva, Hugo Boss Eyewear, dan ROCKPORT dalam Elemen Makna Pierce ………... 61

Gambar 4.2. Iklan BVLGARI dalam Tiga Kategori Tanda Pierce ... 62

Gambar 4.3. Iklan Hugo Boss dalam Tiga Kategori Tanda Pierce ………. 62

(10)

ABSTRAKSI

ARINDHA AYU ADISTY, REPRESENTASI MASKULINITAS DALAM IKLAN (Analisis Semiotik Deskr iptif Kualitatif Repr esentasi Maskulinitas dalam Iklan Par fum BVLGARI Aqva, Hugo Boss Eyewear , dan ROCKPORT di Majalah Pr ia Men’s Folio Edisi Mei-J uni 2014)

Penelitian ini mengenai representasi maskulinitas dalam iklan produk-produk pria. Objek penelitian adalah gambar iklan tidak bergerak yang diambil dari majalah Men’s Health Edisi Mei-Juni 2014. Maskulinitas menjadi benang merah didalam iklan yang diteliti.Sebagai bahan representatif diambil korpus penelitian dari iklan BVLGARI Aqva, Hugo Boss Eye Wear, dan ROCKPORT. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode semiotika Charles Sanders Peirce untuk menganalisis dan memahami makna iklan tersebut .Metode semiotika yang digunakan deskriptif kualitatif dan menganalisis tanda berdasarkan ikon, indeks, dan simbol, sebuah metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai objek kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami kode dibalik tanda dan teks tersebut. Hasil penelitian menunjukkan representasi maskulinitas dari ketiga iklan produk pria tersebut tergambarkan inovatif, prospektif dan tepat sasaran, serta semakin menegaskan bahwa kehadirannya di era modern ini merupakan hal yang lazim, dalam mengincar target pasar kaum pria yang berselera tinggi, penuh semangat dan berpengaruh tinggi terhadap gaya hidup dan cita-cita.

ABSTRACT

ARINDHA AYU ADISTY, REPRESENTATION OF MASCULINITY IN ADVERTISING (Semiotic Analysis Descr iption Qualitative Repr esentation of Masculinity in BVLGARI Aqva, Hugo Boss Eye Wear , and ROCKPORT ads in Men’s Folio Megazine May-J une 2014 Edition)

This study is about representation of masculinity in Men's advertising products. The object of research are static advertising images that taken from Men's Health Megazine of May-June 2014 Edition. Masculinity become the red thread on the research of advertising. As the corpus of representative material taken from BVLGARI Aqva, Hugo Boss Eye Wear, and ROCKPORT ads. This study uses the approach of Charles Sanders Peirce's semiotic method to analyze and understand the meaning of the ads. Semiotic method used descriptive and qualitative analyzes based on sign icon, index, and symbol, a method focusing on signs and texts as objects of its studies, and as how researchers interpret and understand the sign behind and mark the text. The result of research shows a representation of masculinity from the three ads men’s products portrayed innovative, prospective and well targeted, and further confirms that its presence in the modern era it was prevail in targeting the market of men that are tasteful, full of high spirit and influence on the style life and ideals.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kata iklan berasal dari bahasa latin, Advere yang mempunyai arti

mengumpankan pikiran dan gagasan kepada orang lain. Istilah Perancis menyebutnya reclamare yang berarti meneriakkan sesuatu secara berulang-ulang. Sedangkan dalam bahasa Arab disebutkan I'lan. Istilah inilah yang kemudian

diadaptasi kedalam bahasa Indonesia dengan pelafalan 'iklan'.

Salah satu sarana paling efektif yang digunakan dalam

mengkomunikasikan iklan-iklan tersebut pada masyarakat adalah media massa. Media massa merupakan sumber kekuatan atau alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan

atau sumber daya lainnya (McQuail, 1996: 5). Media massa sendiri terbagi dua macam, media massa cetak (printed media), dan media massa elektronik

(electronic media). Yang termasuk media massa elektronik adalah radio, TV, termasuk film. Sedangkan media massa cetak adalah surat kabar dan majalah.

Majalah adalah sebuah media publikasi atau terbitan secara berkala yang

memuat artikel – artikel dari berbagai penulis. Selain memuat artikel, majalah juga merupakan publikasi yang berisi cerita pendek, gambar, review, ilustrasi atau

(12)

pembaca dalam mencari sesuatu hal yang diinginkannya. Dengan karakteristiknya tersebut majalah memiliki segmentasi yang kuat terhadap konsumennya di

bandingkan media massa lainnya.

Iklan merupakan salah satu media komunikasi yang paling tepat dan efektif untuk menawarkan dan memasarkan sebuah produk. Sebuah iklan dituntut

untuk menarik, unik dan sekreatif mungkin sehingga mampu tampil beda dibandingkan yang lain dan akhirnya menarik perhatian konsumen untuk

kemudian mencoba membeli produk yang ditawarkan tersebut. Hal ini sangat penting untuk dilakukan dalam rangka mencapai brand awareness (kesadaran masyarakat akan sebuah merek) terhadap produk yang diiklankan.

Dunn dan Barban dalam Widyatama (2007:15), menyimpulkan bahwa iklan merupakan bentuk kegiatan komunikasi non personal yang disampaikan

melalui media dengan membayar ruang yang dipakainya untuk menyampaikan pesan yang bersifat membujuk atau persuasive kepada konsumen oleh perusahaan, lembaga non komersial, maupun pribadi yang berkepentingan.

Tetapi lebih jauh lagi, iklan bukan hanya sekedar memberikan informasi tapi juga memanipulasi psikologis konsumen secara persuasif untuk mengubah

sikap dan pikiran mereka. Dengan segala bentuk kreativitasnya, iklan telah menjadi unsur penting dalam kehidupan sosial yang bukan hanya sebagai alat pemasaran produk melainkan juga telah menjual nilai-nilai ideal dalam gaya

hidup masyarakat.

Selain menciptakan kesadaran publik terhadap keberadaan suatu produk

(13)

yang lebih besar dengan cara meyakinkan pasar akan keunggulan suatu merek. Melalui iklan pun masyarakat dapat memiliki kriteria dalam pengambilan

keputusan karena iklan juga berfungsi sebagai pembanding dan alat evaluasi terhadap suatu merek produk.

Dalam penyajiannya iklan lebih memilih untuk menggunakan figur

manusia, karena penggunaan figur manusia dalam iklan akan lebih mudah dan cepat menyampaikan pesan iklan kepada khalayak langsung keintinya. Hal ini

bekerja melalui jenis kelamin, ras, dan pekerjaan. (Roderic White dalam Wibowo, 2011:115). Dengan figure manusia tersebut maka muncul pembeda jenis kelamin manusia sebagai permintaan produk sesuai target pasar.

Dengan tujuan agar target pasar yang diinginkan tercapai, karakteristik sebuah produk selalu dikaitkan dengan jenis kelamin. Konsumen memiliki

kecenderungan untuk mempertimbangkan apakah produk yang ditawarkan maskulin atau feminine. Maka dari itu, tampilan-tampilan dalam sebuah iklan harus menggambarkan dengan tegas untuk siapakah produk tersebut ditujukan

secara simbolis.

Diantara iklan-iklan yang muncul di media massa, banyak terdapat iklan

yang melestarikan konstruksi gender mengenai maskulinitas. Terpaan media mengenai konstruksi maskulinitas menjadi sebuah konsep yang sering tidak kita sadari. Bagaimana sebuah isu maskulinitas sampai ke diri kita juga berkat peran

globalisasi media. Apa yang direpresentasikan oleh satu media dominan cenderung akan ditiru oleh media lain di seluruh dunia. Iklan media cetak salah

(14)

tentang laki-laki. Media telah melakukan penggambaran atas definisi laki-laki dalam wacana maskulinitas. Media pun secara mahir membentuk image ideal bagi

laki-laki sesuai dengan keinginan pasar melalui penampilan tubuh yang berotot, berwajah tampan, terawat, dan beraroma wangi. Tuntutan ini menjadi sebuah kesepakatan pada masyarakat akan definisi maskulinitas itu sendiri pada saat ini,

sehingga dilihat sebagai sesuatu yang tidak alami lagi.

Apa yang dilihat masyarakat di media dipandang sebagai gambaran apa

yang dialami oleh masyarakat itu sendiri. Persepsi seperti ini membuat laki-laki merasa dituntut untuk memenuhi konsep maskulinitas standar yang telah ditetapkan media. Sehingga muncullah golongan lelaki yang gemar dan lebih

peduli untuk membuat diri mereka terlihat bersih dan terawat serta tampil percaya diri dengan atribut-atribut pendukung seperti pakaian yang fashionable dan aroma

wewangian untuk menarik lawan jenisnya.

Menurut Mosse yang dikutip oleh Handoko dalam jurnal Diskomvis (2005), hal yang menjadikan seseorang kemudian disebut maskulin dan feminine

adalah gabungan blok-blok bangunan biologis dasar dan interpretasi biologis oleh kultur yang ‘memaksa’ kita mempraktekkan cara-cara khusus yang telah

ditentukan masyarakat bagi seseorang untuk menjadi laki-laki dan perempuan Maskulinitas dimasing-masing negara akan ditampilkan secara berbeda sesuai dengan budaya pada negara itu sendiri. Menurut Aditya (2009, 21), standar

maskulinitas di Indonesia sendiri sifatnya sangat kontekstual. Semakin banyak prasyarat yang mampu dipenuhi laki-laki, maka semakin sempurna derajatnya di

(15)

masyarakat tidak akan memberikan toleransi bagi laki-laki yang tidak mampu atau menolak berperan sesuai standar maskulinitas normative serta sesuai dengan peran

yang diharapkan orang kebanyakan.

Berbicara mengenai maskulinitas berarti erat kaitannya dengan gender. Gender adalah konstruksi tentang peran laki-laki dan perempuan yang dibentuk

oleh masyarakat dari generasi ke generasi (generalization). Dalam masyarakat, peran media yang begitu besar menjadikannya sebagai salah satu alat yang

membentuk definisi tentang gender itu sendiri. Apa yang dianggap penting oleh media maka akan dianggap penting pula oleh masyarakat (agenda setting).

Jika meninjau kembali iklan pada tahun 1990-an dengan target konsumen

pria, dapat dilihat bahwa penggambaran pria maskulin pada iklan tersebut ialah sosok pria yang mempunyai badan atletis, tangguh, pemberani, penuh percaya

diri, dapat diandalkan, urakan serta penggambaran lainnya mengenai sosok pria maskulin.

Namun seiring dengan berkembangnya jaman, konsep tentang

maskulinitas pria telah berkembang lebih jauh. Vacker & Key (1993) berpendapat bahwa “Imagery of the modern man, constructed through advertising, often

includes being fit and attractive. Specific features in thye advertisement including

an idealized male image can imbue the product with perceived benefits that come

with attractiveness or enhance the attractiveness of the individual”

Pendapat tersebut menandakan adanya pergeseran dalam stereotip pria maskulin yang sudah ada. Representasi pria maskulin dalam iklan tidak lagi hanya

(16)

juga memperhatikan penampilan tubuh dan wajah mereka. Penelitian di Amerika oleh Agins (2004) menyebutkan bahwa pergerakan metroseksual dan pengaruh

program seperti “Queer Eye for the Straight Guy” menjadi semakin jelas dengan meningkatnya ketertarikan pria dengan produk-produk seperti pakaian dan aksesoris, serta produk perawatan juga wewangian.

Di Indonesia sendiri berdasarkan hasil survei Nielsen, belanja iklan pada produk perawatan pria terlihat terus tumbuh. Nielsen mencatat untuk produk

perawatan pria seperti deodorant dan parfum saja pada tahun 2013 sudah menembus Rp 365 miliar atau tumbuh 67% dari tahun sebelumnya sebesar Rp 219 miliar. Peningkatan belanja iklan ini tentunya dipengaruhi oleh peningkatan

belanja/kebutuhan produk oleh konsumen yaitu para pria.

(http://swa.co.id/business-research/survei-nielsen-produk-perawatan-pria-semakin-menjadi-kebutuhan , diakses pada 12 Juni 2014:21.02)

Kenyataan bahwa saat ini belanja iklan pada produk perawatan pria seperti yang disebutkan diatas, semakin memacu para produsen untuk bersaing dalam

pasar produk untuk laki-laki sehingga memicu munculnya iklan-iklan bervariasi dengan konsep yang tidak jauh berbeda. Hal ini cenderung bertolak belakang

dengan konsep maskulinitas yang diungkapkan oleh Barker. Dalam Nasir (2007:1) Barker berpendapat bahwa makulinitas adalah imaji kejantanan, ketangkasan, kerja keras, keberanian untuk menantang bahaya, keuletan,

(17)

Masing-masing iklan memiliki caranya sendiri dalam mempresentasi dan membentuk makna yang ingin disampaikan kepada konsumen, yang pada

akhirnya diharapkan dapat menimbulkan sugesti konsumen untuk menkonsumsi produk yang diiklankan. Melalui unsur-unsur yang membangun suatu iklan, produsen memproduksi makna dan secara tidak langsung menciptakan identitas

kepada mereka yang menjadi konsumen produk yang bersangkutan.

Dari beragam jenis iklan yang terus muncul, terdapat beberapa kategori

iklan yang mengusung konsep rekonstruksi gerder dalam kaitannya dengan maskulinitas. Dimana stereotype mengenai maskulinitas tradisional seperti gambaran laki-laki perkasa, penyuka tantangan, cucuran keringat tidak lagi

muncul, akan tetapi lebih pada sosok laki-laki yang digambarkan dengan tampilan maskulin yang stylish, berwajah tampan, kulit bersih terawat, dan ‘menggoda’.

Diantaranya yaitu seperti iklan telefon genggam, shampoo, perawatan wajah, parfum, sepatu dan sebagainya. Dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk meneliti penggambaran sosok maskulin yang terdapat pada tiga iklan dalam

majalah pria Men’s Folio edisi Mei-Juni 2014 yang memiliki kategori untuk dikonsumsi oleh pria yaitu iklan parfum BVLGARI Aqva , Hugo Boss Eyewear,

dan ROCKPORT. Pertama, pada iklan parfum BVLGARI Aqva digambarkan seorang pria yang “terlihat” tidak memakai pakaian sedang duduk di tepi pantai tanpa seorangpun disana dengan banyak batu karang dan riak air laut bekas

ombak Kedua, dalam iklan Hugo Boss Eye Wear diperlihatkan sosok pria macho yang berwajah tampan terawat menggunakan setelan jas rapi lengkap dengan dasi

(18)

Ketiga, iklan ROCKPORT dengan tema Total Motion. Menggunakan latar warna

abu-abu digambarkan seorang pria yang berpakaian rapi dari ujung rabut sampai

ujung kaki bergerak dengan nyaman dan penuh percaya diri.

Dari ketiga iklan tersebut, peneliti melihat keunikan sosok laki-laki yang terdapat didalamnya. Dengan menggunakan majalah Men’s Health sebagai

medianya iklan-iklan tersebut menampilkan sosok laki-laki sesuai dengan kebutuhan pemasaran masing-masing produk.

Majalah Men’s Folio merupakan majalah yang dikhususkan untuk menunjang gaya hidup kaum laki-laki, dimana isi dari majalah Men’s Fitness tersebut membahas seputar aktivitas, hobi, gaya hidup, serta berbagai pilihan

barang dari produk-produk berkelas dunia untuk para lelaki Highclass yang peduli terhadap penampilan mereka. Produk-produk tersebut yaitu seperti sepatu,

pakaian, jam tangan, parfum, dan aksesoris seperti kacamata dan tas.

Berdasar atas penjelasan diatas, peneliti memilih iklan parfum BVLGARI Aqva, Hugo Boss Eyewear, dan ROCKPORT yang terdapat dalam majalah pria

Men’s Folio edisi Mei-Juni 2014. Pada umumnya iklan di media massa menampilkan sosok maskulin dalam wujud pria dengan otot menyembul, cucuran

keringat, ketangkasan serta keunggulan fisik lelaki lainnya.

Tetapi berbeda dengan iklan-iklan yang peneliti jadikan sebagai objek penelitian. Masalah yang timbul kemudian adalah ketika konsep maskulinitas

tersebut adalah merupakan hasil konstruksi dari media massa itu sendiri. Konstruksi atas maskulinitas yang ditampilkan media memang sebuah cerminan

(19)

penulis memutuskan untuk mengetahui bagaimana representasi dan kosep maskulinitas dalam iklan parfum BVLGARI Aqva, Hugo Boss Eyewear, dan

ROCKPORT yang terdapat dalam majalah pria Men’s Folio edisi Mei-Juni 2014. Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan semiotic yaitu studi tentang tanda dan segala yang

berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengiriman dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya, maka

penelitian ini mencoba untuk menginterpretasikan dan menafsirkan pesan, makna, tanda dan gambar yang ditampilkan pada iklan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah di jabarkan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana Representasi dan Konsep

Maskulinitas Dalam Iklan parfum BVLGARI Aqva, Hugo Boss Eyewear, dan ROCKPORT yang terdapat dalam majalah pria Men’s Folio edisi Mei-Juni 2014?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah di atas adalah untuk mengetahui Bagaimana Representasi dan Konsep Maskulinitas Dalam Iklan

(20)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang peneliti harapkan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Manfaat praktis, yaitu membantu pemirsa dalam memahami makna

tentang representasi maskulinitas dalam iklan parfum BVLGARI Aqva, Hugo Boss Eyewear, dan ROCKPORT yang terdapat dalam

majalah pria Men’s Folio edisi Mei-Juni 2014

2. Manfaat akademis, yaitu menambah wawasan dalam subjek periklanan dan mengetahui sifat maskulinitas dalam iklan serta menambah

pengetahuan tentang kreatifitas dalam pembuatan suatu iklan.

3. Manfaat metodelogis, yaitu memberikan referensi bagi penelitian lain

(21)

BAB II

KAJ IAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu mencari beberapa referensi yang memiliki keterkaitan dengan judul yang peneliti ambil.

Adapun jurnal pertama yang penulis jadikan sebagai referensi berjudul “Maskulinitas Dalam Iklan” oleh Elisabeth Anita D.K, dengan sub judul; Analisis

Isi Maskulinitas dalam Iklan pada Majalah Men’s Health Indonesia Periode Januari-Desember 2010, Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kesimpulan yang bisa diambil dari jurnal tersebut adalah bahwa

pria dengan tipe maskulin the consumer telah mendominasi dalam dunia periklanan. Dalam tipe maskulin the consumer, tubuh seorang pria kini banyak

digunakan dalam iklan dan masyarakat nampaknya telah menerima tubuh pria sebagai umpan visual dalam memperngaruhi konsumen untuk membeli produk. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa majalah men’s health banyak menampilkan

maskulinitas pria yang lebih memperhatikan penampilan dan para pria diedukasi melalui iklan untuk membeli produk-produk agar pria tampil lebih menarik. Tipe maskulin tradisonal dengan penggambaran pria dalam aktifitas fisik yang

(22)

bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian

(Bungin, 2006:36). Dalam penelitian ini, peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis.

Jurnal berikutnya adalah penelitian yang berjudul “Representasi Maskulinitas Pada Iklan Rokok Dalam Media Cetak” oleh Asmara Yudha Wijayadi, Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk memahami dan manginterpretasikan bagaimana representasi atau penggambaran makna maskulinitas melalui tanda-tanda yang

ditampakkan dalam keempat iklan yaitu A Mild, Dji Sam Soe, Djarum Super, dan Lucky Strike. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif-interpretatif dan metode penelitian Semiotika oleh Charles Sanders Pierce dengan

teori segitiga makna (triangle meaning) yang terdiri atas sign (tanda), object (objek) dan interpretant (interpretan). Menurut Pierce, salah satu bentuk tanda

adalah kata, sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna tersebut berinteraksi dalam

benak seseorang, maka muncullah makna yang diwakili oleh tanda tersebut. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa iklan produk rokok dengan maskulinitas

sebagai benang merah keempat iklan yang digunakan pun semakin menegaskan kehadirannya di era modern ini merupakan hal yang sudah lazim dan bukan merupakan barang baru. Dengan memanfaatkan teknik “permainan” teks dalam

(23)

masa kini. Produsen keempat iklan yang utamanya mengincar target pasar kaum pria ingin mengesankan bahwa, “seperti inilah gambaran dirimu disaat

menggunakan produk milik kami”. Yaitu sosok pria maskulin, macho, tangguh, bergaya dan pemberani.

Dari kedua jurnal penelitian diatas, peneliti kemudian melakukan sebuah

penelitian yang berjudul “Representasi Maskulinitas Dalam Iklan Televisi”, dengan sub judul; Analisis Semiotika Deskriptif-interpretatif Representasi

Maskulinitas Dalam Iklan Televisi Biskuat Energi Versi Semangat Ibu dan Anak. Metode yang digunakan adalah metode penelitian semiotika oleh Charles Sanders Pierce. Pierce adalah seorang ahli filsafat dari Amerika yang secara umum

mengatakan bahwa tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang, dia juga menegaskan kalau manusia hanya dapat berpikir dengan sarana tanda dan tanpa

tanda manusia tidak dapat berkomunikasi.

2.2 Media Massa

Media massa merupakan media informasi yang terkait dengan masyarakat,

digunakan untuk berhubungan dengan khalayak (masyarakat) secara umum, dikelola secara professional dan bertujuan untuk mencari keuntungan. Melalui

media massa masyarakat dapat memperoleh beragam hiburan dan informasi terbaru tentang berbagai hal yang terjadi di berbagai belahan dunia. (Mondry, 2008:12)

Assegaf (1983) berpendapat bahwa media massa memiliki ciri-ciri yang umum, yaitu komunikasi massa bersifat komunikasi searah, menyajikan aneka

(24)

khalayak yang besar dan tersebar, menarik perhatian khalayak luas dan tersebar mampu mencapai tingkat intelek umum, dan merupakan lembaga masyarakat

yang peka terhadap berbagai hal.

Media massa mempunyai lima karakteristik menurut Cangara (2003:134), yaitu:

1. Bersifat melembaga, yaitu pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai pada penyajian informasi.

2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima pesan. Reaksi atau umpan balik (feed back) tidak bisa dilakukan secara langsung.

3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan dimana

informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat yang sama. 4. Memakai peralatan teknis atau mekanis seperti radio, televise, surat kabar dan

semacamnya.

5. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin dan suku bangsa.

Media massa merupakan sumber kekuatan sebagai alat control manajemen dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya yang lain. Media massa merupakan lokasi (forum)

yang semakin berperan untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional maupun internasional. Media, seringkali

(25)

pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup, dan norma-norma. Media massa telah

menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif. Media massa juga menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normative yang

dibaurkan dengan berita dan hiburan. (Mc. Quail, 2005:3)

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa media massa adalah

alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan informasi secara luas kepada khalayak luas.

2.3 Iklan

Menurut Klepper dalam Widyatama (2007:13), iklan berasal dari bahasa latin yaitu ad-vere yang berarti mengoperkan pikiran dan gagasan kepada pihak

lain. Pengertian ini tidak ubahnya dengan pengertian komunikasi sendiri sebagaimana halnya dalam komunikasi. Salah satu pengertian komunikasi adalah kegiatan mengoperkan pesan dari satu pihak ke pihak yang lain, baik melalui

lisan, media cetak, radio, televisi, komputer, media luar ruang dan sebagainya. Secara prinsip, iklan adalah bentuk penyajian pesan yang dilakukan oleh

komunikator secara non personal melalui media untuk ditujukan pada komunikan dengan cara membayar.

Periklanan merupakan salah satu bentuk khusus komunikasi untuk

memenuhi fungsi pemasaran, maka hal-hal apa yang harus dilakukan dalam kegiatan periklanan tentu saja harus lebih dari sekedar memberikan informasi

(26)

iklan dapat berupa pesan verbal atau pesan non verbal, atau juga dapat terdiri dari perpaduan antara kedua bentuk tersebut. (Jefkins, 1997:15)

Pada mulanya iklan adalah sebuah informasi. Tetapi semakin banyak pihak yang beriklan, maka semakin penting pula untuk membuat iklan menjadi suatu informasi yang persuasive dan efektif. Iklan yang efektif biasanya adalah

iklan yang kreatif, yakni bisa membedakan dirinya dari iklan-iklan massa yang sedang-sedang saja dan terlihat tidak biasa. Iklan yang memiliki kesamaan dengan

sebagian besar iklan pada umumnya tidak akan mampu untuk menerobos kerumunan iklan kompetitif, dan tidak akan berhasil menarik perhatian konsumennya. (Shimp, 2003:416)

Iklan ada karena mempunyai fungsinya sendiri. Dilihat sebagai suatu alat, iklan dapat digunakan untuk mencapai berbagai tujuan tergantung pada

komunikator yang akan mengarahkan pesannya. Menurut Widyatama (2007:144) iklan mempunyai fungsi yang sangat luas, diantaranya yaitu:

1. Fungsi Pemasaran

Fungsi pemasaran adalah fungsi iklan yang diharapkan dapat membantu untuk memasarkan atau menjual suatu produk. Artinya iklan digunakan untuk

mempengaruhi khalayak agar membeli dan mengkonsumsi produk yang diiklankan tadi.

2. Fungsi Komunikasi

Sama halnya dengan berbicara kepada orang lain, iklan juga merupakan pesan yang menghubungkan antara komunikator (produsen) dengan komunikannya

(27)

3. Fungsi Pendidikan

Fungsi ini mengandung makna bahwa iklan merupakan alat yang dapat

membantu mendidik khalayak mengenai sesuatu hal, sehingga khalayak mengetahui dan mampu melakukan sesuatu. Mendidik dalam hal ini cenderung diartikan dalam perspektif kepentingan komersialisme,

industrialisme, dan kapitalisme. Artinya situasi khalayak yang sudah terdidik tersebut dimaksudkan agar siap menerima produk yang dihasilkan oleh

produsen. 4. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi mengandung makna bahwa iklan mampu menjadi penggerak

ekonomi agar kegiatan tersebut dapat tetap berjalan. Fungsi ini terjadi karena melalui iklan, masyarakat menjadi terpersuasif untuk membeli barang dan

terjadi konsumerisme. 5. Fungsi Sosial

Dalam fungsi ini, iklan telah mampu menghasilkan dampak sosial psikologis

yang cukup besar. Iklan membawa berbagai pengaruh dalam masyarakat seperti munculnya budaya konsumerisme, menciptakan status sosial baru,

menciptakan pandangan baru, dan sebagainya.

Keberhasilan suatu iklan dalam menarik dan mengikat perhatian sangat

tergantung pada faktor-faktor fisik antara lain ukuran, pengulangan, letak, warna, dan ilustrasi. Selain faktor-faktor fisik tersebut terdapat faktor lain yang membuat

(28)

Tetapi apabila para pembaca atau pemirsa mengartikan pesan secara keliru, maka iklan tersebut dapat dikatakan gagal total. (Jefkins, 1997:118)

2.3.1 Pesan Iklan

Menurut Sutisna (2003:278), untuk menampilkan pesan iklan yang mampu membujuk, mampu membangkitkan dan mempertahankan ingatan

konsumen akan produk yang ditawarkan, memerlukan daya tarik bagi audiens sasaran. Daya tarik iklan sangat penting karena akan

meningkatkan keberhasilan komunikasi dengan audiens. Terdapat beberapa tipe pesan iklan yang ditampilkan untuk menimbulkan daya tarik rasional, sehingga mendapat perhatian dari konsumen yang selanjutnya

pesan tersebut akan diproses oleh konsumen. Berikut adalah beberapa jenis tipe tampilan iklan untuk menimbulkan daya tarik rasional :

1. Faktual

Daya tarik tipe ini umumnya berhubungan dengan pengambilan keputusan

high involvement, yaitu penerimaan dimotivasi untuk dapat memproses

informasi. Iklan yang menampilkan sisi manfaat produk dan keunggulan

produk sekaligus menampilkan argumentasi yang masuk akal, termasuk ke dalam tipe daya tarik factual. Dengan demikian berarti iklan seharusnya dirancang sedemikian rupa agar konsumen secara rasional tertarik dengan

(29)

2. Potongan Kehidupan

Pesan iklan yang menampilkan potongan kehidupan sangat banyak

ditampilkan di televise. Pengaruh yang ingin diperoleh dari iklan potongan kehidupan yaitu agar terjadi proses peniruan perilaku dari penonton. 3. Demonstrasi

Yaitu teknik yang hampir sama yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sering dihadapi konsumen. Pesan iklan yang ditampilkan

menggambarkan kemampuan produk secara instrumental mampu menyelesaikan masalah.

4. Iklan Perbandingan

Iklan perbandingan adalah iklan yang berusaha membandingkan keunggulan produk yang ditawarkan dengan produk lain sejenis.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan dari sebuah pesan iklan yang ditampilkan adalah semata untuk menimbulkan daya tarik rasional audiensya. Melalui pesan iklan

sekaligus, konsumen akan lebih dimudahkan untuk mengingat sebuah iklan yang menarik perhatiannya.

2.4 Komunikasi Per iklanan

Iklan pada prinsipnya adalah sebuah upaya penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Karena merupakan bentuk penyampaian pesan

(30)

disampaikan melalui dua saluran media massa (berdasarkan media yang digunakan) yaitu:

1. Media Cetak; Surat kabar, majalah, brosur, papan iklan atau billboard. 2. Medis Elektronik; Radio, televise, film, serta iklan yang dipasang dalam media jaringan atau internet. (Sobur, 2003:116)

Iklan tidak hanya berfungsi sebagai sarana mempromosikan produk atau jasa tetapi juga berfungsi sebagai sarana untuk membangun citra produk atau jasa

yang ditawarkan. Sebuah iklan dapat mempengaruhi pilihan akhir dalam membeli suatu produk atau jasa melalui tanda dan lambing yang sudah digunakan dalam sebuah iklan. Sejumlah pakar mengingatkan bahwa komunikasi yang digunakan

dapat berdampak terhadap pemikiran dan kebiasaan pengambilan keputusan khalayak, terlepas dari tujuan yang dicari oleh komunikator, apapun tujuannya,

argument, himbauan, struktur dan bahasa yang dipilih membentuk nilai-nilai, perilaku berfikir, pola bahasa dan tingkat kepercayaan khalayak.

Di Indonesia, Masyarakat Periklanan Indonesia mengartikan iklan sebagai

segala bentuk pesan yang disampaikan lewat suatu media dan ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Sementara istilah periklanan diartikan sebagai

keseluruhan proses yang meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penyampaian pesan. (Riyanto, 2001:4)

Dari pengertian iklan sebagaimana di atas sekalipun terdapat beberapa

(31)

iklan, dimana dalam iklan mengandung enam prinsip dasar, yaitu sebagai berikut (Widyatama, 2007:16) :

1. Adanya pesan tertentu

Sebuah iklan tidak akan ada tanpa adanya pesan. Tanpa pesan iklan tidak

akan berwujud. Bila di media cetak, ia hanya ruang kosong tanpa tulisan, gambar atau bentuk apapun; bila di media radio, tidak akan terdengar suara apapun; bila di media televise, tidak terlihat gambar atau suara apapun; maka ia tidak dapat

disebut iklan. Pesan iklan sendiri dapat berbentuk perpaduan pesan antara verbal dan non verbal.

2. Dilakukan oleh komunikator (Sponsor)

Pesan iklan ada karena dibuat oleh komunikator. Sebaliknya, bila tidak ada komunikator maka tidak akan ada pesan iklan. Dengan demikian ciri sebuah iklan

adalah bahwa pesan tersebut dibuat dan disampaikan oleh komunikator atau sponsor tertentu secara jelas. Komunikator dalam iklan dapat datang dari perseorangan, kelompok, masyarakat, lembaga atau organisasi, bahkan negara.

3. Dilakukan dengan cara non personal

Dari pengertian iklan yang diberikan, hampir semua menyepakati bahwa iklan merupakan penyampaian pesan yang dilakukan secara non personal. Non

personal artinya tidak dalam bentuk tatap muka atau tidak secara langsung. Penyampaian pesan dapat disebut iklan bila dilakukan melalui media (yanag

(32)

4. Disampaikan untuk khalayak tertentu

Iklan diciptakan oleh komunikator karena ingin disampaikan kepada

khalayak tertentu. Dalam dunia periklanan sasaran cenderung bersifat khusus. Pesan yang disampaikan tidak dimaksudkan untuk diberikan kepada semua orang, melainkan kelompok target audience tertentu. Sasaran khalayak yang dipilih

tersebut berdasarkan pada keyakinan bahwa pada dasarnya setiap kelompok audience memiliki kesukaan, kebutuhan, keinginan, karakteristik dan keyakinan

yang khusus. Dengan demikian, pesan yang diberikan harus dirancang khusus sesuai dengan target khalayak.

5. Penyampaian pesan mengharapkan dampak tertentu

Dalam visualisasi iklan, seluruh pesan dalam iklan semestinya merupakan pesan efektif. Artinya, yaitu pesan yang mampu menggerakkan khalayak agar

mereka mengikuti pesan iklan. Semua pesan yang dibuat oleh pengiklan dapat dipastikan memiliki tujuan tertentu, yaitu berupa dampak atau efek tertentu di tengah khalayak. Aneh rasanya bila membuat pesan iklan namun tidak bermaksud

mendapatkan pengaruh tertentu sebagaimana diharapkan.

Sebuah pesan iklan disebut efektif bila pesan tersebut mampu

menggambarkan apa yang dikehendaki oleh komunikator secara tepat dan apa yang dituangkan dalam pesan iklan tersebut mampu dipersepsi secara sama oleh khalayak dengan apa yang dikehendaki oleh komunikator. Melalui pesan yang

(33)

2.5 Majalah Sebagai Media Iklan

Setiap media atau setiap sarana memiliki sifat atau karakteristik dan

kelebihan yang unik. Para pengiklan berusaha memilih media dan sarana yang karakteristiknya paling cocok dengan merek yang diiklanlan untuk mencapai khalayak sasarannya dalam menyampaikan pesan yang dimaksud. Bila tujuannya

untuk menyampaikan manfaat produk, televise merupakan medaia terbaik diikuti oleh koran, majalah, dan radio. Majalah lebih berkaitan dengan keindahan,

keluwesan, gengsi, dan tradisi. (Shimp, 2003:506)

Majalah secara harfiah dalam bahasa Inggris berarti magazine, menurut Assegaff (2001:127) dalam bukunya Jurnalistik Masa Kini, majalah diartikan

sebagai publikasi atau terbitan secara berkala yang memuat artikeal-artikel dari berbagai penulis. Selain memuat artikel, majalah juga merupakan publikasi yang

berisi cerita pendek, gambar, review, ilustrasi atau fitur lainnya yang mewarnai isi dari majalah. Oleh karena itu, majalah dijadikan salah satu pusat informasi bacaan yang sering dijadikan bahan rujukan oleh para pembaca dalam mencari sesuatu

hal yang diinginkannya.

Meskipun majalah dianggap sebagai media massa, tercatat ada ratusan majalah khusus (special interest magazine) yang masing-masing ditujukan untuk khalayak yang memiliki perhatian dan gaya hidup khusus. Banyak faktor yang mempengaruhi pemilihan majalah sebagai sarana yang menjangkau pasar sasaran

pengiklan. Para pengiklan yang tertarik menggunakan majalah dapat memperoleh banyak data mengenai komposisi jumlah pembaca majalah sehingga dapat

(34)

2.6 Komunikasi Non Verbal

Komunikasi Non Verbal adalah proses mengirim dan menerima informasi

secara interpersonal, baik dengan disengaja maupun tidak disengaja tanpa menggunakan bahasa tertulis atau lisan. Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan merupakan kata-kata. Menurut Larry A. Samovar dan

Richard E. Porter, komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu

dan pengguna lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Jadi definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan.

Menurut Knapp (dalam Mulyana, 2007:347), citra diri yang ditampilkan seseorang dapat dimunculkan dengan cara verbal dan nonverbal. Seringkali

tanda-tanda yang ditampilkan secara nonverbal inilah yang memberikan banyak makna. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi diluar kata-kata terucap dan tertulis. Pada saat yang sama, kita harus

menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku nonverbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal. Dalam pengertian ini, peristiwa dan perilaku nonverbal itu

tidak sungguh-sungguh bersifat nonverbal.

Dalam hubungannya dengan perilaku, komunikasi nonverbal mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:

(35)

2. Bahasa tindakan (action language). Semua gerakan tubuh yang tidak digunakan secara eksklusif untuk memberikan sinyal, misalnya berjalan.

3. Bahasa objek (object language). Pertunjukan benda, pakaian, dan lambing nonverbal bersifat publik lainnya seperti ukuran tangan, bendera, gambar (lukisan), musik (marching band) dan sebagainya, baik secara sengaja

maupun tidak sengaja. (Mulyana, 2007:314)

Secara garis besar Larry dan Richard membagi pesan-pesan nonverbal

menjadi dua kategori besar, pertama adalah perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakkan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan dan peribahasa. Lalu yang kedua yaitu ruang, waktu, dan diam.

Menurut Mulyana (2007:377), adapun berbagai jenis pesan non verbal yang dianggap penting, misalnya sebagai berikut:

1. Bahasa tubuh. Setiap anggota tubuh seperti wajah, termasuk senyuman dan pandanga mata, tangan, kepala, kaki dan bahkan tubuh secara keseluruhan dapat dijadikan isyarat simbolik. Bahasa tubuh ini meliputi

isyarat tangan, gerakan kepala, postur tubuh dan posisi kaki, serta ekspresi wajah dengan tatapan mata merupakan perilaku nonverbal yang paling

banyak “berbicara”

2. Penampilan fisik. Setiap orang mempunyai ekspresi mengenai penampilan fisik seseorang, baik itu busananya dan juga ornamen lain yang dipakainya

(36)

karakteristik fisik orang yang bersangkutan, seperti bentuk tubuh, warna kulit, model rambut, dan sebagainya.

3. Warna. Warna memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan banyak hal pada para pembeli prospektif termasuk kualitas, rasa, serta kemampuan produk untuk memuaskan beragam kebutuhan psikologis. Warna yang

cocok juga harus didukung oleh pemahaman tentang apa arti warna tersebut. Warna juga dapat mempengaruhi suasan hati, apalagi

memastikan hubungan antara warna dengan respon tubuh kita, hingga derajat tertentu.

2.7 Komunikasi Sebagai Proses Simbolik

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan WJS Poerwadinata disebutkan, simbol atau lambing adalah semacam tanda, lukisan, perkataan,

lencana dan sebagainya, yang menyatakan sesuatu hal atau mengandung maksud tertentu. Misalnya, warna putih merupakan lambang kesucian, lambing padi merupakan lambing kemakmuran, dan kopiah merupakan salah satu tanda

pengenal bagi warga negara Indonesia. (Sobur, 2004:156)

Dalam “bahasa” komunikasi, simbol seringkali diistilahkan sebagai

lambing. Simbol atau lambang adalah sesuatu yang dipergunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan kelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek maknanya disepakati

(37)

lambang verbal memungkinkan terjadinya perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia dengan objek tersebut. (Sobur, 2004:157)

Sedangkan menurut Mulyana (2005:84), lambang adalah salah satu kategori tanda. Hubungan antara tanda dengan objek dapat juga direpresentasikan oleh ikon dan indeks, namun ikon dan indeks tidak memerlukan kesepakatan.

Ikon adalah suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang direpresentasikannya. Representasi itu ditandai dengan kemiripan, misalnya

patung Soekarno adalah ikon Soekarno dan foto anda pada KTP adalah ikon anda. Pada intinya, dalam berkomunikasi, secara tidak langsung pesan yang kita komunikasikan kepada orang lain akan mengandung simbol-simbol yang dalam

penerimaannya simbol tersebut dapat dimengerti bergantung sesuai dengan kehidupan sosial budaya dari masing-masing individu yang menerima pesan

tersebut.

2.8 Ekspresi Simbolik Dalam Iklan

Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan simbolisasi atau

penggunaan lambing yang membedakan manusia dengan lainnya. Dalam ‘bahasa’ komunikasi, simbol seringkali diistilahkan sebagai lambing. Lambing atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang lainnya,

berdasarkan kesepakatan sekelompok orang, lambing meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama.

(38)

anggota tubuh, makanan dan cara makan, dan sebagainya. Semua itu bisa menjadi lambing, lambing ada dimana-mana seperti contohnya majalah yang dibaca, berita

televise, iklan media cetak maupun elektronik, gambar dan sebagainya. Oleh karena penggunaan lambing atau kebutuhan simbolisasi merupakan kebutuhan pokok manusia, seperti yang dikatakan oleh Ernest Casster, manusia lalu disebut

sebagai animal symbolicum. (Sobur, 2003:164).

Simbolisasi dalam iklan, diwujudkan berupa citra image bisa berupa

representasi verbal maupun visual. Istilah citra sendiri sebetulnya bisa mengandung makna konotasi negative. Hal ini terutama jika citra diaplikasikan pada appearance yang hanya merupakan manipulasi karakter-karakter yang ada,

sedangkan untuk tujuan dianggap sesuatu yang persuasive dan citra ikut mengatur pengalaman dan pemahaman manusia melalui sebuah cara signifikasi.

Bentuk simbolisme yang lainnya disebut ikon, ikon sering disamakan dengan aspek piktorial citra. Ikon mengacu pada iklan yang elemen-elemen pictorial atau visualnya mendominasikan pesan secara keseluruhan. Ikon

merupakan suatu bentuk fisik (dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang di representasikannya. Representasi itu ditandai dengan adanya kemiripan.

Berbeda dengan ikon, indeks adalah sesuatu tanda yang secara ilmiah merepresentasikan objek lainnya, istilah lain yang sering digunakan untuk indeks adalah sinyal (signal), indeks muncul berdasarkan hubungan antara sebab akibat

(39)

kenyataan. Hubungan diantaranya bersifat arbiter, hubungan berdasarkan konvensi atau perjanjian masyarakat.

2.9 Semiotika

Menurut Sobur (2006:16) kata semiotika sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu semeion yang berarti ‘tanda’ atau seme yang berarti ‘penafsiran

tanda’. Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, dan poetika. ‘Tanda’ pada massa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk

pada adanya hal lain. Kajian semiotika sampai sekarang telah membedakan dua jenis semiotika, yakni semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi. Semiotika komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu

diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima, kode (sistem tanda), pesan, saluran komunikasi, dan acuan.

Sedangkan semiotika signifikasi memberikan penekanan pada teori, tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu. Semiotik signifikasi ini tidak mempersoalkan adanya tujuan berkomunikasi, yang diutamakan adalah segi

pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada penerima tanda lebih diperhatikan.

Menurut Barthes (dalam Sobur, 2004:15), semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan

mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur

(40)

Sedangkan John Fiske (2004:282), berpendapat bahwa semiotika adalah studi tentang penandaan dan makna dari sistem tanda; ilmu tentang tanda, tentang

bagaimana makna dibangun dalam “teks” media; atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat mengkomunikasikan makna. Terdapat tiga bidang penting dalam studi semiotik, antara lain:

1. Tanda itu sendiri

Wilayah ini meliputi kajian mengenai berbagai jenis tanda yang berbeda,

cara-cara berbeda dari tanda di dalam menghasilkan makna, dan cara-cara tanda-tanda tersebut terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami di dalam kerangka penggunaan

atau di dalam konteks manusia yang menggunakannya.

2. Kode atau sistem dimana tanda-tanda diorganisasi

Kajian ini melingkupi bagaimana beragam kode dilambangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi saluran-saluran komunikasi yang tersedia dan kemudian mentransmisikannya.

3. Budaya tempat dimana kode dan tanda bekerja

Hal ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan dari kode-kode dan tanda-tanda itu untuk eksistensi dan bentuknya sendiri. (Fiske, 2004:60)

Sebuah tanda tidak hadir begitu saja sebagai bagian dari kenyataan, tanda

tersebut merefleksi dan membiaskan kenyataan lain. Oleh karena itu sebuah tanda bisa saja memilukan kenyataan atau mentaatinya. Dalam semiotika, bila segala

(41)

alat untuk berdusta, maka setiap tanda akan selalu mengandung muatan dusta; setiap makna (meaning) adalah dusta; setiap pengguna tanda adalah para

pendusta; setiap proses pertandaan (signification) adalah kedustaan. Umberto Uco menjelaskan bahwa bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran (truth), ia pada kenyataannya tidak dapat digunakan untuk

“mengungkapkan” apa-apa. (Piliang, 2003:43)

Mengacu pada beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa studi

semiotika merupakan sebuah ilmu yang mempelajari tentang tanda, dan tentang bagaimana memaknai tanda yang ada dalam pesan komunikasi.

2.10 Semiotik Char les Sander s Pierce

Dalam Sobur (2004:41), Pierce menyebutkan tanda baginya “is something which stands to somebody, for something in some respect or capacity”. Sesuatu

yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Pierce disebut sebagai ground. Konsekuensinya, tanda (sign or representation) selalu terdapat dalam hubungan segitiga atau triadic, yaitu ground, object dan interpretant.

Teori dari Pierce ini menjadi grand theory dalam semiotik. Gagasan bersifat menyeluruh yang merupakan deskripsi struktural dari sistem penandaan.

Pierce ingin mengidentifikasikan dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam suatu struktur tunggal. Menurutnya sebuah tanda itu mengacu pada sebuah acuan dan representasi adalah fungsi utamanya. Hal ini sesuai dengan

(42)

Dalam teori segitiga makna atau triangle meaning, menurut Pierce salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk

tanda. Sementara interpretant adalah tanda yang ada dalam benak seseorang, maka kemudian muculah makna tanda tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Dalam pembahasannya, teori segitiga Pierce ini adalah persoalan

bagaimana makna dapat muncul dari sebuah tanda ketika digunakan pada waktu berkomunikasi atau sebagai alat komunikasi itu sendiri. Hubungan segitiga makna

Pierce ditampilkan dalam gambar sebagai berikut ini :

Sign

Interpretant Object Gambar 2.1. Elemen Makna Pier ce

(Fiske dalam Sobur , 2001:115)

Panah dua arah pada gambar menekankan bahwa masing-masing istilah

dapat dipahami hanya dengan relasinya dengan yang lain. Sebuah tanda mengacu pada sesuatu diluar objeknya sendiri. Objek ini dipahami oleh seseorang dan ini

memiliki efek di benak penggunanya (interpretant).

(43)

Icon

Index Symbol

Gambar 2.2 Model Kategor i Tanda Pier ce

(Fiske dalam Sobur , 2001:115)

1. Ikon (icon)

Adalah tanda yang berhubungan antara penanda dan petandanya bersifat kesamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara

tanda dan objek yang mengacu langsung pada kenyataannya. Ikon ialah tanda yang memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang dimaksudkan atau objek yang

diwakilinya. Misalnya; peta pulau jawa yang merupakan ikonik dari pulau jawa.

2. Indeks (index)

Merupakan tanda yang karena memiliki hubungan sebab akibat (kausal) dengan apa yang diwakilinya. Atau indeks adalah tanda yang eksistensinya

berhubungan langsung dengan objeknya (bukti). Contohnya, asap yang menunjukkan adanya api.

3. Simbol (symbol)

(44)

tanda yang diketahui secara kultural oleh penggunanya. Pengetahuan tentang hal tersebut didapat pengguna tanda melalui berbagai jenis interaksi sosial sebagai

anggapan masyarakat atau budaya tertentu, Simbol baru dapat dipahami jika seseorang sudah mengerti arti yang telah disepakati sebelumnya.

Penggunaan tanda akan mengintepretasikan objek atau tanda tersebut

sesuai dengan kerangka referensi yang dimiliki. Karena hal tersebut, hubungan antara objek pengguna tanda dan tanda adalah makna. (Fiske dalam Sobur,

2001:115)

Fiske juga berpendapat, dengan mengacu pada model Pierce, makna dalam suatu teks tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan diproduksi dalam hubungan

antara teks dengan pengguna tanda. Hal ini merupakan tindakan dinamis, dimana kedua elemen saling memberi sesuatu yang sejajar. Bila suatu teks dan pengguna

tanda berasal dari budaya yang relatif sama, interaksi keduanya lebih mudah terjadi, konotasi dan mitos dalam teks telah menjadi referensi pengguna yang bersangkutan. (Sobur, 2001:114)

2.11 Pendekatan Semiotik Dalam Iklan

Menurut John Fiske dalam Introduction to Communication Studies

(2006:69), komunikasi merupakan aktifitas manusia yang lebih lama dikenal namun hanya sedikit orang yang memahaminya. Dalam mempelajari komunikasi, kita dapat membaginya dalam dua perspektif yaitu segi proses serta sisi produk

dan pertukaran makna. Berkaitan dengan penelitian ini, maka peneliti hanya akan menggunakan perspektif yang kedua yaitu dari segi produksi dan pertukaran

(45)

Perspektif produksi dan pertukaran makna memfokuskan bahasannya pada bagaimana sebuah pesan ataupun teks berinteraksi dengan orang-orang

disekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Hal ini berhubungan dengan peranan teks tersebut dalam budaya kita. Perspektif ini seringkali menimbulkan kegagalan dalam berkomunikasi karena pemahaman yang berbeda

antara pengirim pesan dan penerima pesan. Meskipun demikian, yang ingin dicapai adalah signifikasinya dan bukan kejelasan sebuah pesan yang

disampaikan. Untuk itulah pendekatan yang berasal dari perspektif tentang teks- termasuk diantaranya iklan- dan budaya ini dinamakan pendekatan semiotic.

Definisi semiotik yang umum ialah studi tentang tanda-tanda. Studi ini

tidak hanya mengarah pada ‘tanda’ dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga tujuan dibuatnya tanda-tanda tersebut. Bentuk-bentuk tanda disini adalah antara

lain berupa kata-kata, gambar (images), suara, gerak tubuh, dan objek. Lebih sederhananya, semiotik mempelajari bagaimana sistem tanda membentuk sebuah makna. Menurut John Fiske, konsentrasi semiotic adalah pada hubungan yang

timbul antara sebuah tanda dan makna yang terkandung di dalamnya, juga bagaimana tanda-tanda tersebut dikomunikasikan dalam kode-kode.

(http://www.aber. ac.id/studi-semiotikaFiske/2011-tanda.pdf, diakses pada 2 Mei 2014: 15.09)

Menurut James Monaco (1984:221) yaitu seorang ahli yang lebih berafiliasi dengan gramatika (tata bahasa), mengatakan bahwa film atau iklan tidak mempunyai gramatika (film has no grammar). Untuk itu Monaco

(46)

gramatika pada sifat kebahasaannya adalah tidak sama. Akan sangat beresiko apabila memaksa dengan menggunakan kajian linguistik untuk menganalisa

sebuah film atau iklan, karena keduanya terdiri dari kode-kode yang beraneka ragam.

2.12 Respon Psikologi Warna

Selain berperan sebagai suatu simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal, warna juga dianggap sebagai suatu fenomena psikologi yang mempunyai

pengaruh sangat besar terhadap objek yang dilekatinya dan memberi arti terhadapnya.

Saat ini, pemilihan warna pada diri seseorang tidak hanya sekedar

mengikuti selera pribadi berdasarkan perasaannya saja, tetapi telah memilihnya dengan penuh kesadaran akan kegunaannya. Da Vinci menemukan warna utama

yang fundamental, yang disebut sebagai warna utama psikologis, yaitu merah, hijau, biru, hitam dan putih. Dewasa ini juga para ilmuwan memperkenalkan keterlibatan warna terhadap cara otak manusia menerima serta

menginterpretasikan warna tersebut. (Darmaprawira, 2002:31)

Adapun respon psikologi dari masing-masing warna yaitu;

1. Merah : Warna merah mengandung arti kekuatan, energy, kehangatan, cinta, nafsu, agresif, bahaya, dosa, pengorbanan dan

(47)

2. Merah muda : Menyenangkan, menggoda, cinta, lembut, dan kasih sayang.

3. Merah Jingga : Semangat, tenaga, kekuatan, pesat, hebat dan gairah.

4. Jingga : Hangat, semangat muda, ekstrimis dan menarik.

5. Kuning Jingga : Kebahagiaan, penghormatan, kegembiraan, optimism dan terbuka.

6. Kuning : Cerah, bijaksana, terang, bahagia, hangat, ketidakjujuran, pengecut (untuk budaya barat) dan pengkhianat. 7. Kuning Hijau : Persahabatan, muda, kehangatan, baru, gelisah dan

berseri.

8. Hijau Muda : Kurang pengalaman, tumbuh, cemburu, iri hati,

kaya, segar, istirahat dan tenang.

9. Hijau Biru : Tenang, santai, diam , lembut serta kepercayaan. 10.Biru : Merepresentasikan makna damai, setia,

kepercayaan, konservatif, terhormat, depresi, lembut, menahan diri dan ikhlas.

11.Hijau : Alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan

12.Ungu : Spiritual, misteri, kuat, formal, kemewahan, melankolis, pendiam, kebangsawanan, dan mulia atau martabat.

13.Orange : Energi, keseimbangan, kehangatan.

14.Coklat : Tanah, bumi, hangat, tenang, alam, bersahabat,

(48)

15.Abu-abu : Berlawanan dengan pandangan orang pada umumnya, warna abu-abu ternyata memiliki makna intelektual, masa

depan (seperti warna millenium), kesederhanaan, kesedihan.

16.Putih : Kesucian, kebersihan, senang harapan, spiritual, pemaaf, cinta dan terang.

17.Hitam : Power (kekuatan), seksualitas, kecanggihan kematian, misteri, ketakutan, kesedihan, keanggunan. (Darmaprawira,

2002:38)

Hampir semua bangsa di dunia memiliki arti tersendiri pada warna. Hal ini dapat dilihat pada bendera nasional masing-masing negara, serta upacara-upacara

ritual lainnya yang sering dilambangkan dengan warna-warni. (Cangara, 2005:109)

2.13 Representasi

Representasi merupakan konsep yang mempunyai beberapa pengertian, diantaranya yaitu sebagai proses perubahan konsep-konsep ideology yang abstrak

dalam bentuk-bentuk kongkret, atau juga konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaann yang tersedia; dialog, tulisan, video,

film, fotografi dan sebagainya.

Menurut Stuart Hall (2002:28), representasi adalah bahasa untuk mengungkapkan sesuatu yang memiliki arti atau menggambarkan dunia yang

penuh arti kepada orang lain. Bahasa yang digunakan dalam proses ini dapat berupa bahasa verbal dan nonverbal untuk mengkomunikasikan pesan yang ingin

(49)

satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas dan menyangkut pengalaman berbagi. Seseorang

dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada di situ membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam bahasa yang sama dan saling berbagai konsep-konsep yang

sama pula.

Bahasa adalah medium yang menjadi perantara khalayak dalam

memahami sesuatu, memproduksi dan mengubah makna. Bahasa mampu melakukan semua itu karena ia beroperasi sebagai sistem representasi, melalui bahasa (simbol-simbol dalam tanda tertulis, lisan, atau gambar) khalayak mampu

mengungkapkan pikiran, konsep dan ide-ide tentang sesuatu hal yang sangat tergantung dari cara khalayak tersebut merepresentasikannya. Dengan mengamati

kata-kata dan image yang khalayak gunakan dalam merepresentasikan sesuatu, dapat terlihat jelas nilai-nilai yang khalayak berikan pada sesuatu tersebut.

Terdapat dua proses representasi, yang pertama adalah representasi mental

yaitu konsep tentang sesuatu yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual). Namun representasi mental kini masih bersifat abstrak. Kedua yaitu

representasi bahasa yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan ke dalam bahasa yang lazim, agar kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang

sesuatu tanda dan simbol-simbol tertentu.

Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan

(50)

sistem peta konseptual. Dalam proses kedua, kita mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara peta konseptual dengan bahasa atau simbol yang

berfungsi merepresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara suatu peta konseptual dan bahasa/simbol adalah jantung produksi makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama

itulah yang dinamakan representasi.

Tanda visual dan gambar, walaupun mereka secaraa jelas persamaan

yang dekat pada benda yang mereka tunjuk, tetap merupakan tanda-tanda: mereka membawa makna dan kemudian harus direpresentasikan. Dalam mengintepretasikannya kita harus memiliki akses kepada kedua sistem

representasi yang telah dijelaskan tadi. Jadi walaupun dalam kasus bahasa visual dimana hubungan antara konsep dan tanda tampaknya langsung pada intinya,

persoalannya jauh dari sederhana. Tanda visual disebut sebagai tanda ikonik. Sebuah foto dari pohon memproduksi beberapa kondisi sesungguhnya dari persepsi visual kita dalam sebuah tanda visual. Tanda yang tertulis atau terucap,

pada sisi lainnya, adalah yang disebut indeksikal. (Stuart Hall,2002)

2.14 Konsep Gender

Konsep perempuan dan laki-laki tidak hanya dibagi berdasarkan perbedaan biologis. Pada masyarakat ternyata berkembang suatu sistem yang membedakan antara perempuan dan laki-laki berdasarkan stereotip dan nilai-nilai

(51)

Konsep jenis kelamin (sex) adalah persifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis pada jenis kelamin tertentu.

Misalnya laki-laki mempunyai jakun, penis, dan memproduksi sperma, sedangkan perempuan mempunyai alat reproduksi rahim dan saluran menyusui. Semua itu tidak dapat dipertukarkan karena merupakan ketentuan biologis atau sering

dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat. (Fakih, 1996:8)

Dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa peran gender

adalah suatu konsep cultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional maupun fisik antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.

Hillary M. Lips dalam bukunya “Sex and Gender An Introduction” mengartikan gender sebagai suatu harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan

perempuan. Pendapat ini sejalan dengan pendapat kaum feminis yang menganggap semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk bidang kajian gender.

Maka kemudian muncul bias gender yang berkembang di masyarakat antara lain;

a. Perbedaan gender wanita dan pria, apa yang sesuai untuk pria dan wanita meliputi pekerjaan/kegiatan, pendidikan, penampilan, sikap perilaku. b. Perbedaan antara apa yang ideal untuk wanita dan pria, bahkan minat

mereka pu berbeda.

(52)

Akibatnya muncul beberapa stereotype antara lain pria adalah pencari nafkah dan berada pada area publik, dan wanita mengasuh anak ada pada area

domestik. Pandangan stereotype seperti ini mengaburkan pandangan terhadap manusia secara pribadi karena memasukkan setiap jenis manusia berdasarkan kelaminnya ke dalam kotak stereotype.

Diberbagai media massa, baik cetak maupun elektronik, seringkali memuat iklan yang menunjang stereotype gender (gender-stereotype advertising).

Iklan yang mempromosikan berbagai produk seperti keperluan rumah tangga cenderung menampilkan perempuan dalam peran sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan iklan yang mempromosikan produk-produk sebagai simbol status dan

kesuksesan di bidang pekerjaan akan cenderung menampilkan model laki-laki sebagai ikon. (Sunarto, 2000:115)

2.15 Maskulinitas

Ketika membahas tentang maskulinitas, maka hal pertama yang harus dibicarakan adalah perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki terlebih

dahulu, perlu dipahami dua aspek pokok, sekaligus dilakukan pembedaan antara keduanya. Dua aspek itu adalah sex (jenis kelamin) dan gender. Pengertian sex

sebagai jenis kelamin adalah pembedaan yang didasarkan pada fisik manusia yang melekat sejak lahir dan bersifat permanen. Pembedaan kedua adalah berdasarkan gender. Bila konsep sex didasarkan pada fisik, maka gender dibangun berdasarkan

konstruksi sosial maupun cultural manusia. Perbedaan fisik itu akhirnya membangun perbedaan-perbedaan psikologis. Perbedaan itu kemudian

Gambar

Gambar 2. 3
Gambar 4.1 Iklan BVLGARI Aqva, Hugo Boss Eyewear, dan ROCKPORT dalam Elemen Makna Pierce
Gambar. 4.2 Iklan BVLGARI dalam Tiga Kategori Tanda Pierce
Gambar 4.3 Iklan Hugo Boss dalam Tiga Kategori Tanda Pierce
+2

Referensi

Dokumen terkait