• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Peradilan Adat Kabupaten Biak Numfor dalam Sistem Hukum di Indonesia T1 312008033 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Peradilan Adat Kabupaten Biak Numfor dalam Sistem Hukum di Indonesia T1 312008033 BAB I"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Provinsi Papua merupakan pulau terluas di Indonesia yang memiliki luas 410.600

km2 atau 22% dari daratan Indonesia. Letak pulau ini adalah di ujung timur Indonesia

dan pulau ini dihuni oleh penduduk asli dari ras Melanesia, dengan ciri-ciri fisik:

berkulit hitam (coklat kopi) dan berambut keriting (ikal) serta rata-rata berperawakan

besar. Selain itu Papua dipandang sebagai suatu kelangsungan dari benua Australia yang

letaknya di zona tropika atas dasar topografi, alam tumbuh-tumbuhan dan hewannya.

Pulau Papua tidak asing lagi bagi para pelaut. Pada tahun 1528, Gubernur pertama

Portugis di Maluku, Jorge De Meneses mengunjungi pulau Waigeo dan mendapati

penduduk yang berkulit hitam dan berambut keriting, maka dia menyebut mereka

sebagai orang Papua, sedangkan wilayahnya disebut Ilhas Dos Papua (Pulau Papua).1

Pada tahun yang sama, Alvaro de Savaedra singgah di pantai utara Papua dan

menyebut Pulau Papua sebagai Pulau Emas (Island Gold). Ketika dia menyebut Pulau

Papua sebagai Pulau Emas, semangat imperialisme dan kolonialisme mendorong

bangsa-bangas Eropa untuk berekspansi menguasai atau menjajah bangsa-bangsa lain,

sehingga sebutan untuk pulau ini akhirnya memicu mereka untuk berlomba-lomba

menguasainya.2

1

http/prosiding.lppm.unisba.ac.id/index.php/Sains/.../pdF download pada Jumat, 16 Agustus 2013, Jam 01.16

2

(2)

Selanjutnya Papua mulai terkenal di kalangan bangsa-bangsa Eropa, tetapi hanya

Belanda yang mampu menyatakan klaimnya atas tanah Papua pada tanggal 24 Agustus

1828, dan klaim atas tanah Papua ditandai oleh Belanda, maka secara tidak langsung

bangsa Eropa lainnya dilarang untuk menguasai daerah ini. Selama penguasaan

Belanda, Papua digunakan sebagai tempat pengasingan (pembuangan) tokoh-tokoh atau

kelompuk-kelompok pemberontak Indonesia yang anti Belanda.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kedaulatannya

sekaligus menetapkan bahwa wilayahnya dari Sabang sampai Maluku. Baru pada

tanggal 17 Agustus 1950. setelah melewati proses panjang, akhirnya Papua bergabung

dengan NKRI pada 1 Mei 1963.

Sejak tahun 2001, diberlakukan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang

Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Kebijakan otonomi Khusus menurut Kambuaya

merupakan suatu kebijakan yang bernilai strategis dalam rangka peningkatan pelayanan,

akselerasi pembangunan, dan pemberdayaan seluruh rakyat di Provinsi Papua, terutama

orang asli Papua. Melalui kebijakan ini, diharapkan dapat mengurangi kesenjangan di

Provinsi Papua dan Papua Barat, dengan provinsi-provinsi lainnya di tanah air, serta

akan memberikan peluang bagi orang asli Papua untuk berkiprah di wilayahnya sebagai

subjek sekaligus objek dalam ikut menikmati pembangunan di tanah Papua.3

Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengakui dan menghormati

satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa.

Keputusan politik penyatuan Papua (semula disebut Irian Barat kemudian berganti

3

(3)

menjadi Irian Jaya) menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada

hakikatnya mengandung cita-cita luhur. Namun kenyataannya berbagai kebijakan dalam

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik belum sepenuhnya

memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan

rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan belum

sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di

Provinsi Papua, khususnya masyarakat Papua.4

Momentum reformasi di Indonesia memberi peluang bagi timbulnya pemikiran

dan kesadaran baru untuk menyelesaikan berbagai permasalahan besar bangsa Indonesia

dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Sehubungan dengan

itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada tahun 1999 dan 2000

menetapkan perlunya pemberian status Otonomi Khusus kepada Provinsi Irian Jaya. Hal

ini menjadi amanat bagi pembentukan Undang-UndangNo. 21 Tahun 2001 tentang

Otonomi Khusus mengubah nama Irian Jaya menjadi Papua dan secara tidak langsung

merupakan suatu langkah awal yang positif dalam rangka membangun kepercayaan

rakyat kepada Pemerintah, sekaligus merupakan langkah strategis untuk meletakkan

kerangka dasar yang kukuh bagi berbagai upaya yang perlu dilakukan demi tuntasnya

penyelesaian masalah-masalah di Provinsi Papua5. Adapun rekomendasi yang diberikan

oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan

Rakyat adalah dalam bentuk TAP MPR No 4 Tahun 2000.

4

http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_khusus_Papua download pada Minggu, 18 Agustus 2013

Jam 14.00

5

(4)

Menurut Agus Sumule dalam tulisannya satu setengah tahun otonomi khusus

papua ; prospek dan refleksi mengatakan : Undang-undang Republik Indonesia Nomor

21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua telah disahkan oleh

Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 November 2001. Secara efektif

Undang-Undang tersebut mulai berlaku di Provinsi Papua pada tanggal 1 Januari 2002. Ada

banyak hal mendasar yang dikandung oleh undang-undang itu yang menjanjikan

perubahan apabila digunakan secara arif untuk menjawab pergumulan rakyat Papua

selama ini. Berbagai hak rakyat Papua dimuat secara tegas – hak-hak yang di waktu lalu

telah diabaikan, atau bahkan sering dihadapi dengan kekerasan apabila diperjuangkan.6

Berbagai hak yang diabaikan di Papua menyebabkan masyarakat menuntut antara

lain :

1. Pengakuan terhadap keluhuran jatidiri orang Papua dan nilai -nilai yang

mereka anut.

2. Pernyataan tentang jaminan konstitusi Republik Indonesia bagi

keberagaman.

3. Pengakuan tentang kekhasan orang-orang asli dan kebudayaan Papua.

4. Pengakuan bahwa pemerintahan selama ini kurang sekali berpihak kepada

rakyat Papua dan termasuk tidak memberikan penghormatan dan

perlindungan yang layak terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) orang-orang

asli Papua.

5. Pengakuan bahwa hak-hak orang Papua terhadap hasil sumberdaya alam dan

pembangunan telah diabaikan.

6

(5)

6. Pengakuan terhadap keunggulan cara-cara damai yang ditempuh oleh orang

Papua dalam memperjuangkan hak-haknya.

Dengan demikian oleh karena itu, ada tekad untuk memberlakukan kebijakan khusus di

Papua dengan berpedoman pada nilai-nilai dasar kemanusiaan universal.

Disahkannya UU No. 21 Tahun 2001 adalah suatu peristiwa penting karena

sesungguhnya isi undang- undang itu adalah pengembalian dan pengakuan terhadap

hak-hak dasar orang Papua yang selama ini diabaikan. Hal ini menjadi penting karena

sekarang secara resmi dan legal kedudukan dan hak-hak masyarakat Papua diakui

secara khusus dalam suatu undang-undang yang mengikat semua pihak di Indonesia.

Karenanya, tidak heran bahwa banyak pihak berharap undang-undang ini akan

membawa perubahan ke arah kesejahteraan dan kebajikan rakyat Papua itu adalah

harapan yang wajar. Salah satu hal penting yang diatur dalam adalah tentang Peradilan

Adat yang memperkuat hukum adat di Papua yang memiliki kemajemukan hukum adat.

Kemajemukan hukum yang ada terlihat pada kecenderungan masyarakat dalam hal ini

masyarakat Papua lebih memilih menyelesaikan masalah atau kasus yang mereka

melalui peradilan adat ketimbang peradilan umum yang ada dalam sistem hukum

Indonesia.

Ada 4 (empat) peradilan di Indonesia berdasarkan pasal 24 ayat (2) UUD 1945,

antara lain sebagaimana disebutkan dibawah ini Peradilan Umum,Peradilan Agama,

Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer yang kedudukan dan fungsi dan

wewenangnya diatur dalam Undang-Undang 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok

(6)

Dalam UU No 21 tahun 2001 Pasal 1 huruf (o) didefinisikan pengertian Adat

adalah kebiasaan yang diakui, dipatuhi dan dilembagakan, serta dipertahankan oleh

masyarakat adat setempat secara turun-temurun. Pemerintah Provinsi Papua wajib

mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak

masyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku.

Dalam pasal 1 huruf (p) didefinisikan pengertian Masyarakat adat adalah warga

masyarakat asli Papua yang hidup dalam wilayah dan terikat serta tunduk kepada adat

tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya.

Dalam Pasal 43 UU No 21 tahun 2001, terdapat jaminan terhadap hak-hak

masyarakat adat, hak-hak tersebut antara lain :

(1) Pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi,

memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku.

(2) Hak-hak masyarakat adat tersebut pada ayat (1) meliputi hak ulayat

masyarakat hukum adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan.

(3) Pelaksanaan hak ulayat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada,

dilakukan oleh penguasa adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat setempat, dengan menghormati penguasaan tanah bekas hak ulayat yang diperoleh pihak lain secara sah menurut tatacara dan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(4) Penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat

untuk keperluan apapun, dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakat hukum adat dan warga yang bersangkutan untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan maupun imbalannya.

(5) Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota memberikan mediasi aktif dalam usaha

penyelesaian sengketa tanah ulayat dan bekas hak perorangan secara adil dan bijaksana, sehingga dapat dicapai kesepakatan yang memuaskan para pihak yang bersangkutan.

Dalam Penjelasan pasal 43 UU No 21 tahun 2001 Ayat (5) dijelaskan bahwa

(7)

hal-ihwal sengketa yang terjadi di wilayahnya berkewajiban melakukan mediasi aktif dalam

penyelesaian sengketa-sengketa yang timbul di antara masyarakat hukum adat atau

warganya dengan pihak luar. Sengketa antara para warga masyarakat hukum adat sendiri

diselesaikan melalui peradilan adat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini. Jika

dilihat dari rumusan pasal ini maka penyelesaian sengketa dapat diselesaikan lewat mediasi

ataupun melalui peradilan adat. Pasal ini sekaligus menunjukkan tugas pemerintah provinsi

dan pemerintah kabupaten/kota untuk mendukung penguatan peradilan adat di wilayahnya.

Jadi menurut penulis Peradilan adat terbentuk dari budaya yang turun-temurun di

dalam masyarakat adat dimana ada sekelompok orang yang merupakan pimpinan adat yang

menjaga aturan-aturan adat yang diikuti atau dipatuhi oleh masyarakat adat namun disisi

lain ada peradilan lain yang diakui oleh Undang –Undang 48 Tahun 2009 Tentang

Kehakiman. Menjadi sangat plural dikarenakan setiap daerah memiliki peradilan adat yang

berbeda-beda berdasarkan suku masing-masing, khususnya daerah yang menjadi tempat

penelitian penulis yaitu Kabupaten Biak Numfor, Propinsi Papua.

Peradilan adat ini kemudian diatur secara lebih spesifik lagi dalam Peraturan

Daerah Khusus Papua (Perdasus) No. 20 tahun 2008 tentang Peradilan Adat di Papua yang

kemudian memberikan definisi secara jelas mengenai pengadilan adat maupun peradilan adat,

yakni: Peradilan adat adalah suatu sistim penyelesaian perkara yang hidup dalam

masyarakat hukum adat tertentu di Papua sedangkan Pengadilan adat adalah lembaga

(8)

Papua dan pengadilan adat ini berkedudukan di lingkungan masyarakat adat papua serta

dengan kewenangan yang telah diatur dalam peraturan ini.7

Adapun tujuan dari peradilan adat ini berdasarkan pasal 3 Peraturan Khusus Daerah

Papua No.20 Tahun 2008 tentang Peradilan Adat di Papua adalah :

a. Sebagai wujud pengakuan pemerintah terhadap perlindungan, penghormatan

dan pemberdayaan terhadap masyarakat adat Papua dan bukan Papua.

b. memperkokoh kedudukan peradilan adat;

c. menjamin kepastian hukum, kemanfaatan, keadilan

d. menjaga harmonisasi dan keseimbangan kosmos; dan

e. membantu pemerintah dalam penegakan hukum.8

Muncul pertanyaan mengapa peradilan adat diamanatkan dalam Undang Undang No

21 Tahun 2001 dan bahkan kemudian sah diatur secara lebih spesifik lagi dalam Peraturan

daerah khusus maka sebenarnya hal ini merupakan bentuk pengakuan pemerintah terhadap

keberadaan masyarakat adat papua yang harus dijamin hak-haknya.

Ini menjadi persoalan yang melatar belakangi sehingga penulis memilih topik ini

dikarenakan adanya regulasi atau peraturan yang mengakui adanya peradilan adat yakni

Undang-Undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus di Papua sementara tidak ada

tertulis, atau yang secara tidak langsung mengatakan tidak adanya pengakuan terhadap

7

https://www.google.co.id/#psj=1&q=tUJUAN+PERADILAN+ADAT+BERDASARKAN+OTONOMI+KHUSUS

download pada Minggu, 18 Agustus 2014, Jam 16:29

8

(9)

peradilan adat didalam Undang-Undang No 48 Tahun 2009 yang berkaitan dengan Pokok

–Pokok Kekuasaan Kehakiaman.

Meskipun tidak diatur dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009, namun

keberadaan peradilan adat diakui dalam Undang-undang Otonomi Khusus Bagi Provinsi

Papua (Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001). Sehingga menurut Penulis ada

inkonsistensi dalam peraturan perundang-undangan terkait dengan pengakuan terhadap

peradilan adat. Terkait dengan pengakuan tersebut maka penulis meneliti tentang peran

hukum adat melalui peradilan adat yang hidup dimasyarakat adat dalam menyelesaikan

masalah-masalah adat atau sengketa adat di Kabupaten Biak Numfor.

Dengan demikian penulisan skripsi dengan judul “Eksistensi Peradilan Adat

Kabupaten Biak Numfor Dalam Sistem Hukum di Indonesia” akan memberikan

pemahaman yang ditinjau dari prespektif hukum sosioligi hukum yang bertemakan hukum

adat dalam melihat realita sosial yang menyentuh ranah hukum berkaitan dengan fungsi,

kedudukan dan wewenang Peradilan Adat dalam menyelesaikan sengketa-sengketa atau

konflik adat yang bersinggungan dengan ranah hukum pidana atau perdata yang seharusnya

menjadi domainnya Peradilan Umum.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah sebagai berikut:

Bagaimana eksistensi hukum adat Kabupaten Biak Numfor dalam sistem hukum

(10)

C. Pembatasan Masalah

Untuk dapat mempertegas akan tujuan penulisan skiripsi ini, perlu diadakan

pembatasan terhadap permasalahan berkaitan dengan eksistensi peradilan adat di

Kabupaten Biak Numfor dalam sistem peradilan di Indonesia, adapun yang ditulis dan di

analisis adalah eksistensi peradilan adat dengan melihat Undang-Undang No. 21 Tahun

2001 Tentang Otonomi Khusus, Peraturan Khusus Daerah Papua No.20 Tahun 2008

tentang Peradilan Adat di Papua dan Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang

Kehakiman. Adapun alasan penelitian ini Penulis memilih Papua yang memiliki

keberagaman suku dan budaya atau hukum adat yang beragam, yang kemudian dalam

hal ini lebih tepatnya Penulis memilih Peradilan Adat di Kabupaten Biak Numfor

dikarenakan adanya keterjangkauan dalam pengumpulan data serta pemahaman Penulis

terhadap huukum adat di Kabupaten Biak Numfor.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

Mengetahui Eksistensi Peradilan Adat Kabupaten Biak Numfor dalam sistem hukum

di Indonesia

E. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan empiris.

Pendekatan dengan yuridis normatif yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk

(11)

pendekatan kasus, sedangkan pendekatan empiris yakni suatu metode yang berfungsi

untuk meneliti hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum

dilingkungan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa penelitian hukum yang diambil

dari fakata-fakta yang ada didalam suatu masyarkat, badan hukum atau badan

Pemerintah9.

Penelitian yang merupakan pendekatan analitis dan empiris yang menganalisis

atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan gejala sosial. Metode yang

digunakan Penulis adalah metode penelitian hukum yang bertujuan untuk

mempelajari penerapan norma-norma atau kaedah hukum yang dilakukan dalam

praktik hukum mengenai kasus-kasus yang diputus sebagaimana yang dapat dilihat

dari peran peradilan adat di Kabupaten Biak Numfor menjadi fokus penelitian.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian

yang bertujuan untuk meneliti dan menemukan informasi sebanyak-sebanyaknya dari

suatu fenomena dari suatu fenomena. Dalam kaitannya dengan penelitian ini

fenomena yang hendak digambarkan secara lengkap adalah menyentuh ranah hukum

berkaitan eksistensi peradilan adat di Kabupaten biak Numfor dalam menyelesaikan

sengketa-sengketa atau konflik adat yang bersinggungan dengan ranah hukum pidana

atau perdata yang menjadi domainnya Peradilan Umum.

9

(12)

2. Tehnik Pengumpulan Data

Penulis menggunakan 2 metode penelitian yakni penelitian yuridis normatif dan

empiris maka data yang digunakan untuk penelitian ini yaitu:

a. Data Primer

Pengumpulan data primer pada peneltian normatif adalah dengan melihat

Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus, Peraturan

Khusus Daerah Papua No.20 Tahun 2008 tentang Peradilan Adat di Papua

dan Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman dan aturan-aturan

adat yang berlaku di Kabupaten Biak Numfor. Pengumpulan data primer dalam

peneltian empiris diperoleh dengan cara wawancara. Metode diterapkan

dengan cara mewawancarai pemangku adat atau dewan adat berkaitan dengan

peradilan adat di Kabupaten Biak Numfor.

b. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dengan metode penelitian yuridis normatif seperti

bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti

buku-buku literatur tantang otonomi khusus bagi Papua, hukum adat,

peradilan adat dan hukum ketatanegaraan.

2. Unit Amatan dan Unit Analisis

a. Unit Amatan

Unit Amatan adalah para pihak yang terkait dalam pelaksanaan peradilan adat

(13)

b. Unit Analisis

Unit analisis dalam pendekatan ini adalah terletak pada eksistensi hukum adat

didalam peran Peradilan Adat di Kabupaten Biak Numfor didalam sistem

Referensi

Dokumen terkait

Dari data yang di dapat pada Bagian Kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas Lampung diperoleh data yang mendapatkan SK Dekan tentang sanksi akademik pada sebelum

Totalindo merupakan salah satu dari sedikit kontraktor swasta nasional yang telah memperoleh Sertifikat Badan Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi dengan kualifikasi Besar 2

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081, Fax. Prodi Asal : Pendidikan

Pendekatan pembelajaran berbasis masalah dirancang untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan penalaran, keterampilan menyelesaikan masalah, dan keterampilan

Pada kegiatan pembelajaran anak usia dini, penggunaan media pembelajaran menjadi sesuatu hal yang penting terhadap pencapaian tujuan dari pembelajaran untuk

Berdasarkan nilai IDR gula kristal putih yang disajikan pada Tabel 4, terlihat bahwa Indonesia memiliki ketergantungan impor gula jenis gula kristal putih. Pada

Studi mengenai kinerja perusahaan telah banyak dilakukan oleh para peneliti dengan berbagai ukuran rasio keuangan maupun model analisis yang dapat digunakan dalam

rendah (ketinggian bangunan sampai dengan 12 meter) di lokasi sesuai dengan fungsi jalan lokal/lingkungan, Pelaku pembangunan wajib menyediakan lahan pada lahan