PELA
DALAM
SISWA KELAS
g
PROGRAM
JUR
UN
i
LAKSANAAN PROGRAM
READING GRO
M PEMBELAJARAN MEMBACA PERMU
AS 2B SDIT LUQMAN AL-HAKIM INTER
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Rosma Savitri
NIM. 11108244072
M STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
URUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
November2016
ROUP
ULAAN
ERNASIONAL
AH DASAR
SAR
:
s,4&elf
wtffi
nmruot,
,ffi
tffid!#ffi
sHT
LEQM*I{
Arr.EArilM
YOi
itri
toffi
&Effid,toS
*0lf
fi
v
MOTTO
Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia)
dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.
(Terjemahan Q.S Al Alaq ayat 1 sampai 5)
Setapak langkah kecil anak manusia namun lompatan raksasa dalam
sejarah peradaban umat manusia. Membaca juga demikian, tampak sepele
namun lompatan besar bagi peradaban.
vi
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahi robbil ’alamiin, segala puji hanyalah milik Allah
Subhanahuwata’ala karena atas izin dan karunia
-Nya saya dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Skripsi ini saya persembahkan kepada beberapa pihak
sebagai berikut.
1.
Kedua orangtua tercinta, Ibu Karsinah dan Bapak Sumedi yang telah
memberikan dukungaan, doa dan pengorbanan yang besar untuk saya.
2.
Adik tercinta, Galih Aji Ramadan yang telah menjadi penyemangat bagi
saya.
3.
Almamater tercinta, PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Yogyakarta.
vii
PELAKSANAAN PROGRAM
READING GROUP
DALAM
PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN SISWA KELAS 2B SDIT
LUQMAN AL-HAKIM INTERNASIONAL YOGYAKARTA
Oleh
Rosma Savitri
11108244072
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan program
reading group
dalam pembelajaran membaca permulaan pada siswa kelas 2B
SDIT Luqman Al-Hakim Internasional Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Informan atau
subyek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, waka kurikulum, waka
kesiswaan, wali kelas 2B serta satu kelas 2B yang berisi 26 siswa sebagai
kelompok yang diamati. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Instrumen yang digunakan yaitu pedoman
wawancara serta pedoman observasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan
model interaktif Miles dan Huberman dengan langkah-langkah meliputi:
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Uji
keabsahan data pada penelitian ini menggunakan triangulasi teknik dan triangulasi
sumber.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program
reading group
di
kelas 2B dilaksanakan dua sampai tiga kali dalam satu minggu. Pelaksananan hari
pertama dan kedua saling berkesinambungan, sedangkan pelaksanaan hari ketiga
memiliki kegiatan yang berbeda. Pada tahap persiapan, guru berperan
mempersiapkan pelaksanaan program yang meliputi perencanaan kegiatan, sarana
dan prasarana, serta pengarahan terhadap siswa. Pada pelaksanaan program hari
pertama dan kedua siswa dikelompokkan dan diberi tugas membaca, sedangkan
pada pelaksanaan hari ketiga siswa menyimak cerita yang dibacakan oleh guru.
Metode pembelajaran membaca permulaan yang digunakan dalam pelaksanaan
program
reading group
pada siswa kelas 2B adalah metode SAS periode kedua
yaitu periode menggunakan buku. Pengawasan dan pendampingan guru pada
tahap pelaksanaan program lebih difokuskan kepada kelompok siswa yang masih
belum lancar membaca.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Sub
hanahu wata’ala
atas
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “
Pelaksanaan Program
Reading Group
dalam
Pembelajaran Membaca Permulaan Siswa Kelas 2B SDIT Luqman Al-Hakim
Internasional Yogyakarta”. Skripsi ini
disusun sebagai syarat untuk kelulusan
serta memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Sekolah Dasar.
Terselesaikannya skripsi ini atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak.
1)
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menyususn skripsi ini.
2)
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah
memberikan kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini.
3)
Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan dukungan dan
motivasi kepada penulis.
4)
Ibu Dra. Murtiningsih, M. Pd. selaku dosen pembimbing 1 yang dengan sabar
telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5)
Ibu Rahayu Condro Murti, M.Si.. selaku dosen pembimbing 2 yang dengan
sabar telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6)
Ibu Supartinah, M. Hum. yang telah bersedia memberikan penilaian, masukan
ix
7)
Kepala SDIT Luqman Al-Hakim Internasional Yogyakarta yang telah
memberikan izin tempat penelitian.
8)
Semua teman-teman kelas yang telah memberikan semangat dan dukungan
kepada penulis.
9)
Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam
penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap bahwa penyusunan skripsi ini dapat memberikan kontribusi
terhadap pendidikan di negara tercinta.
Penulis,
x
DAFTAR ISI
Halaman Judul
... i
Halaman Prsetujuan
... ii
Halaman Surat Pernyataan
... iii
Halaman Pengesahan
... iv
Halaman Motto
... v
Halaman Persembahan
... vi
Abstrak
... vii
Kata Pengantar
... viii
Daftar Isi
... x
Daftar Tabel
... xii
Daftar Bagan
... xiii
Daftar Gambar
... xiv
Daftar Lampiran
... xv
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah ... 1
B.
Identifikasi Masalah ... 8
C.
Fokus Penelitian ... 8
D.
Perumusan Masalah ... 9
E.
Tujuan Penelitian ... 9
F.
Manfaat Penelitian ... 9
BAB II KAJIAN TEORI
A.
Kajian tentang Membaca Permulaan ... 11
1.
Pengertian Membaca Permulaan ... 11
2.
Tujuan Membaca Permulaan ... 13
3.
Langkah-langkah Membaca Permulaan ... 14
4.
Metode Pembelajaran Membaca Permulaan ... 16
B.
Mengembangkan Budaya Baca di Sekolah ... 22
C.
Kajian tentang Program
Reading Group
... 24
1.
Pengertian Program
Reading Group
... 24
2.
Langkah-langkah Program
Reading Group
... 26
3.
Program
Reading Group
di SDIT LHI ... 27
4.
Tujuan Program
Reading Group
... 30
D.
Kajian tentang Karakteristik Siswa Kelas 2 SD ... 32
1.
Karakteristik Siswa SD ... 32
2.
Karakteristik Siswa Kelas 2 SD ... 33
E.
Kerangka Pikir ... 35
F.
Pertanyaan Penelitian ... 37
xi
B.
Tempat dan Waktu Penelitian ... 39
C.
Objek dan Informan Penelitian ... 40
D.
Teknik Pengumpulan Daata ... 41
E.
Instrumen Penelitian ... 44
F.
Sumber Data ... 47
G.
Teknik Analisis Data ... 47
H.
Uji Keabsahan Data ... 50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Lokasi Penelitian ... 51
B.
Deskripsi Informan Penelitian ... 52
C.
Deskripsi Hasil Penelitian ... 54
1.
Konsep Umum Program
Reading Group
... 55
2.
Persiapan dan Tahapan Pelaksanaan ... 57
3.
Peran Guru ... 64
4.
Aktivitas Siswa ... 68
5.
Evaluasi Pelaksanaan Program ... 72
6.
Hambatan Pelaksanaan Program ... 74
7.
Solusi dari Hambatan ... 75
D.
Pembahasan ... 76
1.
Persiapan Program
Reading Group
... 76
2.
Tahapan Pelaksanaan Program
Reading Group
... 79
3.
Peran Guru ... 83
4.
Aktivitas Siswa ... 84
5.
Evaluasi Pelaksanaan Program ... 86
E.
Keterbatasan Penelitian ... 87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan ... 88
B.
Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA
... 94
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kisi-kisi Lembar Observasi Naratif ... 45
Tabel 2. Kisi-kisi Observasi Naratif Kemampuan Membaca Permulaan ... 46
Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Wawancara ... 46
Tabel 4. Reduksi Wawancara ... 123
Tabel 5. Reduksi Kesimpulan Observasi ... 153
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Kerangka Pikir Penelitian ...37
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Siswa diberikan pengarahan pada tahap persiapan ... 184
Gambar 2. Siswa meminjam buku di perpustakaan ... 184
Gambar 3. Siswa meminjam buku di rak level 1 dan 2 ... 184
Gambar 4. Siswa membaca di perpustakaan ... 184
Gambar 5. Guru membantu mencatatat peminjaman ... 184
Gambar 6. Siswa berkelompok dan membaca di kelas ... 184
Gambar 7. Aktivitas siswa yang belum lancar mebaca bersama wali kelas ... 185
Gambar 8. Siswa membaca secara mandiri... 185
Gambar 9. Siswa berkelompok di dalam kelas ... 185
Gambar 10. Siswa putra meanjutkan membaca ... 185
Gambar 11. Siswa putra ada yang tidak membaca ... 185
Gambar 12 Siswa membaca secara mandiri... 185
Gambar 13 Aktivitas kelompok yang belum lancar membaca ... 186
Gambar 14. Siswa bercerita tentang cerita yang mereka baca ... 186
Gambar 15. Mengawali kegiatan dengan berdoa ... 186
Gambar 16. Pengarahan kegiatan
reading group
oleh guru ... 186
Gambar 17.Guru membacakan buku cerita ... 186
Gambar 18. Siswa antusias memperhatikan cerita guru ... 186
Gambar 19. Guru meminta siswa menyampaikan pendapat ... 187
Gambar 20. Siswa menyampaikan pendapat ... 187
Gambar 21. Rak perpustakaan ... 187
Gambar 22. Contoh buku KKPK ... 187
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Catatan Lapangan ... 97
Lampiran 2. Hasil Observasi 1 ... 112
Lampiran 3. Hasil Observasi 2 ... 116
Lampiran 4. Hasil Observasi 3 ... 120
Lampiran 5. Hasil Reduksi Wawancara ... 123
Lampiran 6. Hasil Reduksi Observasi. ... 153
Lampiran 7. Triangulasi Data Penelitian ... 168
Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian ... 184
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menurut Henry G. Tarigan (1985: 1) keterampilan berbahasa (
language
arts
atau
language skills
) dalam kurikulum di sekolah biasanya mencakup
empat segi, yaitu keterampilan menyimak atau mendengarkan (
listening skills
),
keterampilan berbicara (
speaking skills
), keterampilan membaca (
reading
skills
), dan keterampilan menulis (
writing skills
). Keempat keterampilan
tersebut saling terkait satu sama lain. Satu keterampilan terkait dengan tiga
keterampilan yang lain. Keterampilan menyimak dan berbicara pada umumnya
sudah dipelajari ketika anak mulai lahir, dari lingkungan keluarga, sedangkan
keterampilan membaca dan menulis pada umumnya mulai dipelajari ketika
anak memasuki usia sekolah. Keempat keterampilan tersebut sangat penting
dikuasai oleh setiap individu. Tarigan (1985: 1) juga menyebutkan bahwa
bahasa seseorang mencerminkan jalan pikirannya. Semakin terampil seseorang
berbahasa, semakin cerah dan jelas jalan pikirannya.
Kegiatan membaca merupakan kegiatan reseptif, yaitu suatu bentuk
penyerapan yang aktif. Dalam kegiatan membaca pikiran dan mental dilibatkan
secara aktif, tidak hanya melibatkan fisik saja. Farida Rahim dalam bukunya
(2008: 2) menyebutkan bahwa membaca pada hakikatnya adalah suatu kegiatan
yang rumit yang melibatkan banyak hal. Tidak hanya sekedar melafalkan
tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan
metakognitif. Oleh karena itu membaca merupakan proses yang terlihat
2
Menurut Masri Sareb (2008: 129) budaya baca atau
reading habbit
suatu
bangsa sering menjadi tolak ukur kemajuan atau peradaban suatu bangsa.
Negara yang memiliki budaya baca tinggi, di sana pula berkembang peradaban
serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Negara maju seperti Jepang dan
Singapura memiliki budaya membaca yang tinggi. Akan sangat mudah
menemukan siswa di beberapa tempat sedang asik membaca, bahkan
masyarakat umum pun menyukai aktivitas membaca. Menurut penuturan rekan
peneliti yang sudah pernah tinggal di negara tersebut, menyatakan bahwa toko
buku dan perpustakaan di sana sangat ramai. Kondisi tersebut bertolak
belakang dengan kondisi yang ada sekarang di Indonesia. Selain minat baca
yang rendah kemampuan membaca siswa juga masih terbilang rendah. Hasil
penelitian internasional,
Programme for International Student Assessment
(PISA) tahun 2015 tentang kemampuan membaca siswa juga menyebutkan
bahwa kemampuan membaca siswa di Indonesia menduduki urutan ke-69 dari
76 negara yang disurvei. Hasil itu lebih rendah dari Vietnam yang menduduki
urutan ke-12 dari total negara yang disurvei (Mediani dalam www. harian
jogja.com, 4/10/2016).
Indonesia merupakan negara yang masih berkembang serta masih dalam
proses menuju masyarakat gemar membaca. Sayangnya budaya membaca itu
belum luas. Kebiasan dan kegemaran membaca baru membudaya di kalangan
kecil masyarakat (Masri Sareb, 2008: 130). Bahkan di dunia pendidikan sendiri
budaya baca masih rendah. Kesadaran akan pentingnya membaca belum
3
membaca anak-anak masih rendah. Survei yang pernah dilakukan mencatat
kemampuan membaca anak SD di Indonesia menempati peringkat ke-26 dari
27 negara yang di survei. Fakta itu diperteguh hasil penelitian
Programme for
International Student Assesment
(PISA) tahun 2003 yang diselenggarakan oleh
80 negara anggota
Organization for Economic Cooperation and Development
(Masri Sareb 2008: 131).
Berdasarkan survei dari
United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization
(UNESCO) tahun 2011 di Negara-negara berkembang
di Asia Pasifik menyebutkan bahwa pendidikan Indonesia menempati peringkat
10 dari 14 negara yang disurvei. Indeks membaca masyarakat Indonesia pun
masih sangat rendah, hanya 0,001. Artinya hanya 1 dari 1000 orang masyarakat
yang membaca buku. Survei lain yang pernah dilakukan mencatat pada tahun
2009 berdasarkan data yang dilansir organisasi pengembangan kerja sama
ekonomi (OECD), budaya baca masyarakat Indonesia menempati posisi
terendah dari 52 negara di kawasan Asia Timur (Patricia dalam
www.scholae.co, 12/4/2016). Menurut hasil sensus yang dilakukan oleh Badan
Pusat Statistik pada tahun 2012 dan di-
update
kembali pada tahun 2014
terhadap masyarakat Indonesia pada umur 10 tahun ke atas dihasilkan bahwa
masyarakat yang membaca surat kabar sejumlah 15.06%, yang membaca
majalah atau tabloid sejumlah 6.92%, yang membaca buku cerita sejumlah
5.01%, yang membaca buku pelajaran sekolah sejumlah 20.49%, yang
membaca buku pengetahuan sejumlah 14.08%, dan yang membaca buku
4
menunjukkan bahwa persentase budaya membaca di masyarakat Indonesia
masih terbilang rendah dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang
sangat banyak.
Sekolah memiliki tanggung jawab meningkatkan budaya membaca pada
siswa, oleh karena itu sekolah berkewajiban menciptakan lingkungan dan
kondisi yang mampu menarik minat baca siswa. Suasana membaca yang
kondusif akan membangun pada diri anak suatu kebiasaan. Kebiasaan yang
baik ini pada gilirannya akan sampai pada budaya. Budaya akan terakumulasi
menjadi karakter. Prosesnya tidak secepat yang dibayangkan, namun
pembiasaan dan sikap pantang menyerah lambat laun akan membuahkan hasil.
Budaya baca tidak jatuh dari langit, melainkan mengalami proses yang
panjang. Menuju masyarakat gemar membaca (
reading society
), memerlukan
proses dan juga waktu (Masri Sareb, 2008: 129).
Kemampuan dan kemauan membaca adalah mutlak untuk dikuasai dan
ditingkatkan dalam rangka menghadapi masa depan yang disebut sebagai era
informasi (Depdikbud 1997: 1). Pada sekolah dasar, membaca dan menulis
menjadi salah satu kompetensi yang sangat ditekankan. Mulai dari kelas awal
kemampuan membaca dan menulis sudah diajarkan, karena kemampuan
membaca dan menulis ini akan berperan penting untuk penguasaan ilmu lain.
Menurut Masri Sareb (2008: 5) kompetensi membaca siswa SD dapat dibagi
menjadi dua tahapan, yaitu membaca permulaan (
beginning reading
) yaitu
untuk siswa kelas 1 sampai dengan kelas 3. Tahap yang ke-dua yatu membaca
5
tahapan ini, diharapkan siswa telah mencapai tingkat tahapan membaca
mantap.
Depdikbud (1997: 10) mengungkapkan ada empat strategi dasar yang
dapat dilaksanakan oleh sekolah dalam pengembangan minat dan kegemaran
siswa. Empat strategi tersebut yaitu melalui penetapan kebijakan, penyediaan
fasilitas, pemantauan dan keteladanan. Selaras dengan pendapat Depdikbud
serta menyadari akan pentingnya budaya membaca untuk kemajuan bangsa,
SDIT Luqman Al-Hakim Internasional Yogyakarta berusaha menumbuhkan
minat dan cinta baca terhadap peserta didiknya. SDIT Luqman Al-Hakim
Internasional merupakan Sekolah Dasar yang memiliki visi mewujudkan
generasi islami yang berwawasan internasional melalui pendidikan integral
holistik. SDIT LHI menggunakan kurikulum Pendidikan Holistik dan Integral
(PHI), yang menggunakan konsep pendidikan islami, UK
Curriculum
dan
Kurikulum Diknas sebagai sumber referensinya.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan mulai dari tanggal 19
Januari sampai 10 Februari 2016, peneliti menjumpai bahwa SDIT LHI
memiliki program untuk meningkatkan minat dan kemampuan membaca
siswanya yaitu program
reading group.
Program ini sudah diberlakukan sejak
tahun 2011 (menurut keterangan kurikulum sekolah). Program
reading group
dilaksanakan dari mulai kelas satu sampai dengan kelas enam. Program ini
sudah lima tahun berjalan dan wali kelas maupun guru pengampu mata
pelajaran Bahasa Indonesia mengakui bahwa program
reading group
ini
6
pelajaran Bahasa Indonesia yaitu Ustadzah Dian Ida Lestari, M.Pd.
menyampaikan bahwa kemampuan membaca dan menulis siswa banyak
terbantu dengan program
reading group
ini. Pernyataan tersebut selaras dengan
pernyataan dari beberapa wali kelas lain yaitu Ustadzah Asni, M. Pd. dari kelas
2B, serta Ustadzah Kentri Layun K, S.Pd.Si dari kelas 4A. Namun demikian
peneliti menjumpai kenyataan bahwa bagian kurikulum belum memiliki SOP
(Standar Operasional Program)
reading group
tersebut, sehingga setiap kelas
memiliki pelaksanaan yang berbeda-beda. Bahkan ada kelas yang tidak begitu
aktif melaksanakan program tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan bagian kesiswaan, empat wali
kelas serta bagian perpustakaan, peneliti juga menemukan fakta bahwa
pelaksanaan program
reading group
di SDIT LHI paling ideal terlaksana di
kelas 2B. Hal tersebut diungkapkan karena beberapa alasan, baik dari segi
kerutinan pelaksanaanya, evaluasi, maupun hasilnya. Ustadzah Rima dari
bagian perpustakaan menyebutkan bahwa siswa kelas 2B paling banyak
mendapatkan
award
of the month,
yaitu penghargaan bagi siswa yang paling
rajin berkunjung dan meminjam buku perpustakaan.
Berdasarkan wawancara dengan wali kelas 2B beserta patnernya yaitu
Ustadzah Asni Widiastuti, M.Pd. dan Ustadzah Nofita Pangestuti, S.Pd.
menyebutkan bahwa wali kelas ikut naik kelas setiap tahun ajaran untuk
mengikuti siswanya, jadi siswa memiliki teman kelas dan wali kelas yang
sama. Menurut keterangan mereka, kelas 2B merupakan kelas yang sudah aktif
7
mengadakan program
reading group
seminggu 2 atau 3 kali. Program ini
dilaksanakan dengan baik karena diharapkan dapat membantu meningkatkan
kemampuan membaca dan menulis siswa. Pada awal masuk kelas satu jumlah
siswa ada 26 anak dan hampir semua anak belum bisa membaca dengan lancar,
bahkan beberapa anak belum dapat membaca huruf A sampai Z. Naik ke kelas
2B ada 5 anak yang belum lancar membaca, namun setelah semester satu
berjalan tersisa 1 orang anak yang masih terbata-bata ketika membaca.
Ustadzah Asni menyampaikan bahwa program
reading group
yang
dilaksanakan sangat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan
membaca.
Bagian kesiswaan maupun guru pengampu mata pelajaran Bahasa
Indonesia mengungkapkan bahwa penelitian terhadap program
reading group
dapat membantu kemajuan program tersebut. Program reading group ini sudah
berjalan lima tahun, namun belum ada penelitian tentang program sekolah
tersebut. Berdasarkan beberapa fakta yang diungkapkan di atas peneliti
menyadari pentingnya penelitian terhadap pelaksanaan program
reading group
pada pembelajaran membaca di SDIT LHI khususnya kelas 2B. Oleh karena itu
peneliti bermaksud meneliti dengan judul penelitian “Pelaksanaan Program
Reading Group
dalam Pembelajaran Membaca Permulaan pada Siswa Kelas
2B SDIT LHI Yogyakarta.” Penelitian ini diharapkan bermanfaa
t bagi SDIT
LHI Yogyakarta untuk keberlanjutan pelaksanaan program pada khususnya
8
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang dipaparkan di atas maka
diperoleh identifikasi masalah sebagai berikut:
1.
Kebiasaan dan kemampuan membaca siswa sekolah dasar masih rendah
dibuktikan dengan survei dari PISA pada tahun 2003 maupun pada tahun
2015.
2.
Budaya membaca masyarakat Indonesia masih rendah dibandingkan
dengan negara-negara lain dibuktikan dengan hasil survei yang dilakukan
oleh UNESCO, OECD serta BPS Indonesia.
3.
Program
reading group
di SDIT LHI Yogyakarta sudah berjalan lima tahun
namun belum terdapat SOP yang jelas.
4.
Tidak semua kelas di SDIT LHI Yogyakarta melaksanakan program
reading group
dengan rutin.
5.
Belum adanya penelitian tentang pelaksanaan program
reading group
pada
pembelajaran membaca di SDIT LHI Yogyakarta, khususnya pada kelas
2B.
C.
Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian identifikasi masalah di atas, maka penelitian
difokuskan pada pelaksanaan program
reading group
dalam pembelajaran
9
D.
Perumusan Masalah
Berdasarkan fokus penelitian di atas maka perumusan masalah pada
penelitian ini adalah “Bagaimanakah pelaksanaan program
reading group
dalam pembelajaran membaca permulaan pada siswa kelas 2B SDIT LHI
Yogyakarta?”
E.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan pelaksanaan program
reading group
dalam pembelajaran
membaca permulaan pada siswa kelas 2B SDIT LHI Yogyakarta.
F.
Manfaat Penelitan
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1.
Manfaat Teoritis
Dapat menambahkan wawasan dan pengetahuan tentang teori pelaksanaan
program
reading group
dalam pembelajaran membaca permulaan di sekolah
dasar.
2. Manfaat Praktis
a.
Bagi SDIT LHI Yogyakarta
Memberikan pengetahuan tentang pelaksanaan program
reading group
dalam pembelajaran membaca permulaan, sehingga mampu memberi
kontribusi dalam penyusunan SOP program
reading group
untuk kelas
10
b.
Bagi Guru Kelas
Memberikan gambaran pelaksanaan program
reading group
dalam
pembelajaran membaca permulaan sehingga dapat menjadi evaluasi dan
keberlanjutan pelaksanaan program.
c.
Bagi Peneliti
Memberikan pengetahuan tentang pelaksanaan program
reading group
dalam pembelajaran membaca permulaan, sehingga diharapkan dapat
diterapkan kelak jika sudah mengajar dan menemukan permasalahan yang
11
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Kajian tentang Membaca Permulaan
1.
Pengertian Membaca Permulaan
Membaca permulaan sangat penting dikuasai oleh seorang anak, karena
kemampuan membaca permulaan akan mempengaruhi kemampuan tahap
membaca selanjutnya, yaitu tahap membaca pemahaman. Banyak ahli
mengemukakan pendapat tentang definisi membaca permulaan. Darmiyati
Zuchdi dan Budiasih (1997: 50), mengatakan bahwa membaca permulaan
merupakan kegiatan belajar membaca tahap awal yang diajarkan di kelas awal
yaitu kelas 1 dan kelas 2 SD. Sedangkan, Ayriza (1995: 11) mengungkapkan
bahwa membaca permulaan merupakan kegiatan awal untuk mengenal
simbol-simbol fonetis serta kegiatan yang ditandai dengan penguasaan kode alfabetik,
di mana anak hanya sebatas membaca huruf perhuruf atau membaca secara
teknis.
Mar’at (2005: 80) berpendapat bahwa membaca permulaan secara tekn
is
mengandung pengertian bahwa dalam tahap ini anak belajar mengenal fonem
dan menggabungkan fonem menjadi suku kata atau kata. Dalwadi (2002: 13)
mengungkapkan bahwa membaca permulaan adalah tahap awal dalam belajar
membaca yang difokuskan kepada mengenal simbol-simbol atau tanda-tanda
yang berkaitan dengan huruf-huruf, sehingga menjadi pondasi agar anak dapat
melanjutkan ke tahap membaca lanjut. Selaras dengan pendapat di atas
12
fonem dan menggabungkan fonem menjadi suku kata atau kata yang diberikan
kepada anak kelas I dan II sebagai dasar mempelajari pelajaran selanjutnya
(Joko Rahmadi 2015: 29).
Tiga istilah yang sering digunakan untuk memberikan komponen dasar
dari proses membaca, yaitu
recording, decoding
, dan
meaning
. Proses
recording
dan
decoding
biasanya berlangsung pada kelas-kelas awal, yaitu SD
kelas 1,2 dan 3 yang dikenal dengan istilah membaca permulaan (Farida Rahim
2008: 2). Menurut Syafi’ie (Farida Rahim 2008: 2) penekanan pada tahap
membaca permulaan ialah proses perseptual, yaitu pengenalan korespondensi
rangkaian huruf dengan bunyi-bunyi bahasa. Siswa bisa membaca lebih cepat
kalau siswa mengetahui bagaimana cara mengatakan serta mengelompokkan
bunyi-bunyi tersebut serta tidak tertegun-tegun melakukannya. Oleh karena itu,
penting diingat agar setiap kesulitan yang berkenaan dengan bunyi, urutan
bunyi intonasi atau jeda haruslah dijelaskan sebelum siswa mempelajari
membaca pemahaman (Tarigan, 1985: 8).
Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (1997: 50), mengatakan bahwa
keterampilan yang diperoleh siswa pada saat membaca permulaan akan
berpengaruh terhadap keterampilan membaca lanjutan mereka. Oleh karena itu,
kegiatan membaca permulaan harus mendapat perhatian guru dan dilaksanakan
dengan penuh kesabaran agar tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat
tercapai.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
13
anak diajarkan tahap awal dalam membaca seperti mengenal huruf, kata, atau
kalimat sederhana. Kemampuan membaca permulaan akan sangat berpengaruh
pada kemampuan membaca pada tahap selanjutnya.
2.
Tujuan Membaca Permulaan
Menurut Soejono (1983: 19) tujuan membaca permulaan secara singkat
dipaparkan sebagai berikut.
a.
Mengenalkan pada siswa huruf-huruf abjad, sebagai tanda suara atau tanda
bunyi.
b.
Melatih keterampilan siswa untuk mengubah huruf-huruf dalam kata
menjadi suara. Kata adalah lambang pengertian.
c.
Pengetahuan huruf-huruf dalam abjad dan keterampilan menyuarakannya
wajib dalam waktu singkat dapat dipraktikkan dalam membaca lanjut.
Pendapat lain mengatakan bahwa tujuan membaca permulaan yang lebih
ditekankan adalah siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana
dengan lancar dan tepat (Joko Rahmadi, 2015: 30). Darmiyati Zuchdi dan
Budiasih (1997: 50) mengungkapkan bahwa tujuan membaca permulaan pada
siswa kelas awal adalah siswa memiliki kemampuan membaca yang akan
menjadi dasar pembelajaran membaca di kelas tinggi. Menurut Sabarti
Akhadiah, dkk. (1992: 31) tujuan membaca permulaan ialah agar siswa
memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi
yang wajar, sebagai dasar untuk membaca lanjut.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas tentang tujuan membaca
14
siswa dapat memiliki keterampilan membaca permulaan seperti membaca kata
atau kalimat sederhana dengan baik dan benar sehingga mempermudah
pembelajaran membaca pemahaman pada tingkat selanjutnya.
3.
Langkah-langkah Membaca Permulaan
Henry G. Tarigan (2008: 12) mengatakan bahwa dalam usaha menguasai
kemampuan membaca permulaan adalah bersifat teknis yang secara garis besar
dipaparkan sebagai berikut.
a.
Pengenalan bentuk huruf.
b.
Pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase, pola klausa,
kalimat, dan lain-lain).
c.
Pengenalan hubungan atau korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan
menyuarakan bahan tertulis
atau “
to bark at print”
).
d.
Kecepatan membaca ke taraf lambat.
M. Shodiq (1998: 126) menjelaskan bahwa pada tahap membaca
permulaan, anak membutuhkan bantuan seperlunya selama membaca, bantuan
yang diberikan pada umumnya berupa konkretisasi kata yang dibaca. Menurut
Bader (Farida Rahim, 2008: 5) kemampuan membaca awal yang dipelajari oleh
anak adalah kemampuan
decoding.
Yusuf Munawir (2015: 141) juga mengatakan bahwa proses membaca
permulaan menuntut kemampuan dalam; a) mengenal huruf kecil dan besar
pada huruf alphabet; b) mengucapkan bunyi huruf; c) menggabungkan huruf
sehingga membentuk suatu kata; d) bunyi yang bervariasi; e) pemahaman suatu
15
Pendapat lain dari C.J.Wallen (Suwaryono, 1989: 11) mengungkapkan
bahwa secara sederhana dalam membaca terjadi dua proses, yaitu:
a.
proses penerjemahan media tulis ke bahasa;
b.
proses penerjemahan bahasa ke pikiran.
Proses pertama terjadi pada anak atau orang dewasa yang belum lama belajar
membaca. Dalam proses ini perhatian sepenuhnya tertuju pada upaya
menyuarakan tulisan sehingga mudah dipahami oleh orang yang
mendengarnya.
Menurut Suwaryono (1985: 7-8) dalam membaca permulaan
keterampilan yang dikembangkan adalah keterampilan mengenal kata. Pada
pokoknya keterampilan ini berupa:
1.
keterampilan membaca kata-kata dasar;
2.
keterampilan membaca kata-kata berimbuhan;
3.
keterampilan membaca kata-kata majemuk;
4.
keterampilan membaca kelompok kata.
Keterampilan pengenalan kata ini yang penting bahwa anak dapat membaca
kata-kata yang tertulis dengan betul dan jelas.
Slamet Suyanto (2005: 165-166) mengungkapkan bahwa pengenalan
membaca pada anak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara fonik
dan cara menyeluruh atau
whole language
. Pengenalan membaca dengan cara
fonik dilakukan dengan mengeja huruf pada saat membaca, sedangkan cara
membaca
whole language
mengajarkan untuk membaca secara keseluruhan,
16
Yusuf Munawir (2005: 159) menjelaskan bahwa terdapat dua macam
pendekatan dalam mengajarkan membaca permulaan pada anak, yaitu
pendekatan berdasarkan simbol dan pendekatan berdasarkan makna.
Pendekatan berdasarkan makna ini lebih menguntungkan anak dalam
mengembangkan keterampilan pemahaman dalam membaca, sedangkan
pendekatan
berdasarkan
simbol
lebih
menguntungkan
anak
dalam
mengembangkan keterampilan dalam membaca teknis.
Ritawati (1996: 51) mengungkapkan langkah-langkah membaca
permulaan sebagai berikut:
a.
mengenal huruf;
b.
merangkai huruf menjadi suku kata;
c.
merangkai suku kata menjadi kata; dan mengenal unsur kalimat.
Darmiyati Zuchdi dan Budiarsih (1997: 50-51) mengemukakan bahwa
membaca permulaan meliputi dua tahap, yaitu tahap pramembaca dan tahap
membaca. Tahap pramembaca meng ajarkan; (1) sikap duduk yang baik saat
membaca, (2) cara meletakkan buku di meja, (3) cara memegang buku, (4) cara
membuka dan membalik halaman buku, (5) melihat dan memperhatikan
tulisan. Pada tahap membaca siswa diajarkan tentang pengenalan huruf, suku
kata, kata dan kalimat.
4.
Metode Pembelajaran Membaca Permulaan
Menurut Endang Supartini (2001: 62) metode pembelajaran bahasa
merupakan langkah-langkah kerja pembelajaran bahasa yang harus dikuasai
17
bahan yang diajarkan. Metode pembelajaran ditetapkan berdasarkan tujuan dan
materi pembelajaran serta karakteristik siswa sehingga dapat membantu siswa
memahami materi pembelajaran dan mencapai tujuan pembelajaran.
Sabarti Akhadiah (1992: 32-37) mengemukakan bahwa dalam
pembelajaran membaca permulaan, ada beberapa metode yang dapat digunakan
antara lain sebagai berikut.
a.
Metode Abjad
Metode ini merupakan metode yang dimulai dengan pengenalan abjad, “a”.
“be”, “ce”, dan seterusnya. Penggunaan metode ini menimbulkan
kecenderungan mengeja, yaitu membaca huruf demi huruf. Kecenderungan
ini memperlambat proses penguasaan kemampuan membaca permulaan.
b.
Metode Bunyi
Metode ini pelaksanaanya hampir sama dengan metode abjad, tetapi
huruf-huruf tidak disebut dengan nama abjadnya, melainkan dengan bunyinya.
Bunyi-bunyi
konsonan
dirangkaikan
dengan
bunyi
vokalsehingga
membentuk suku kata.
Contoh: ma-ma
na-na
18
c.
Metode Kupas Rangkai Suku Kata
Metode ini dimulai dengan pengenalan beberapa suku kata. Setelah siswa
mampu membacanya, suku-suku kata itu dirangkaikan menjadi kata-kata
dengan menggunakan tanda penghubung. Misalnya:
ni ni
ma ma
na na
i
–
ni
ma
–
ma
na
–
na
Setelah siswa mampu membaca, kemudian suku-suku kata tersebut diuraikan
unsur-unsur hurufnya.
ni
n
–
i
ma
m
–
a
na
n
–
a
Metode ini seringkali juga disebut metode suku kata.
d.
Metode Kata Lembaga
Siswa belajar membaca melalui kata-kata. Kepada mereka diperkenalkan kata
lembaga, kata tersebut diuraikan menjadi suku kata; suku-suku kata
kemudian diuraikan menjadi huruf. Setelah siswa mengenal huruf , guru
kemudian merangkainya menjadi suku kata, dan akhirnya menjadi kata
kembali.
Contohnya sebagai berikut:
rumah
ru
–
mah
r
–
u
m
–
a
–
h
ru
–
mah
19
e.
Metode Global
Metode ini ini timbul akibat pengaruh aliran psikologi
Gestalt.
Mula-mula
siswa diperkenalkan pada kalimat. Setelah mereka dapat membacanya
kalimat tersebut kemudian diuraikan. Kalimat diuraikan menjadi kata-kata,
kemudian kata-kata diuraikan menjadi suku-suku kata, suku-suku kata
diuraikan menjadi huruf-huruf. Penerapan metode ini sering mengakibatkan
kecenderungan siswa menghafal kalimat. Siswa menirukan guru membaca
kalimat, kemudian menghafalnya. Jika kata-kata itu dilepaskan dari kalimat,
siswa tidak dapat membacanya.
Contohnya sebagai berikut:
rani menulis cerita
rani
menulis
cerita
ra- ni
me
–
nu
–
lis
ce
–
ri
–
ta
r-a n-i
m-e n-u l-i-s
c-e r-i t-a
f.
Metode SAS (Struktur Analitik Sinetik)
Metode SAS dilaksanakan dalam dua periode. Periode pertama adalah
periode tanpa buku dan periode kedua adalah periode buku.
1)
Periode tanpa buku
Periode ini berlangsung dengan cara-cara sebagai berikut.
a)
Merekam bahasa anak
Guru mencatat kalimat-kalimat yang diucapkan oleh siswa. Kalimat-kalimat
20
b)
Bercerita dengan gambar
Guru memperlihatkan gambar-gambar pada siswa, sambil bercerita dengan
gambar tersebut. Kalimat-kalimat yang digunakan guru dalam bercerita
digunakan sebagai pola dasar bahan membaca..
c)
Membaca gambar
Guru menunjukkan sebuah gambar, misalnya gambar anak laki-laki berumur
7 tahun yang memegang bola, dan melekatkannya pada papan flanel. Ia
mengatakan “ini bola budi”, kemudian meletakkan
tulisan “ini bola Budi” di
bawah gambar. Siswa membaca gambar dengan tulisan tersebut dengan
bimbingan guru.
d)
Membaca gambar dengan kartu kalimat
Setelah siswa dapat membaca gambar dengan lancar, guru menempatkan
kartu kalimat di bawah gambar. Untuk memudahkan pelaksanaannya dapat
digunakan media berupa papan selip, atau papan flanel, kartu kalimat, kartu
kata, dan kartu gambar.
e)
Proses struktural
Setelah siswa mulai dapat membaca tulisan di bawah gambar, sedikit demi
sedikit gambar dikurangi sehingga akhirnya mereka dapat membaca tanpa
dibantu gambar. Misalnya:
Ini bola budi
f)
Proses analitik
Setelah siswa dapat membaca kalimat, mulailah menganalisis kalimat itu
21
ini bola budi
ini
bola
budi
i - ni
bo - la
bu - di
i
–
n
–
i
b
–
o
–
l
–
a
b
–
u
–
d
–
i
g)
Proses sintetik
Setelah siswa mengenal huruf dalam kalimat yang diuraikan,
huruf-huruf tersebut dirangkai lagi menjadi suku-suku kata, suku-suku kata
dirangkai menjadi kata-kata, dan akhirnya dirangkai lagi menkadi kalimat.
Contohnya sebagai berikut:
i
–
n
–
i
b
–
o
–
l
–
a
b
–
u
–
d
–
i
i - ni
bo - la
bu - di
Ini
bola
budi
Secara keseluruhan proses SAS tersebut sebagai berikut:
Ini bola budi
Ini
bola
budi
i - ni
bo - la
bu - di
i
–
n
–
i
b
–
o
–
l
–
a
b
–
u
–
d
–
i
i - ni
bo - la
bu - di
ini
bola
budi
Ini bola budi
2)
Periode membaca dengan buku
Kegiatan membaca dengan buku ini bertujuan untuk melancarkan dan
22
berfungsi sebagai pelancar, selain itu membiasakan siswa untuk membaca
tulisan berukuran kecil, sebab selama periode tanpa buku mereka berlatih
membaca dengan huruf berukuran besar.
Pengajaran membaca permulaan berakhir di kelas 2 SD, pada waktu itu
siswa diharapkan telah menguasai dasar kemampuan membaca yang diperlukan
untuk dapat melakukan kegiatan membaca lanjut (Sabarti Akhadiah, 1992: 37).
B.
Mengembangkan Budaya Baca di Sekolah
Menurut Murniaty (2013: 5) biasa membaca adalah membaca
tanpa ada dorongan pihak lain. Kebiasaan membaca merupakan
keterampilan yang diperoleh setelah seseorang dilahirkan, bukan
keterampilan bawaan. Kebiasaan membaca dapat dikembangkan dan
dibina melalui kegiatan belajar mengajar. Tetapi perlu juga diingat
bahwa kebiasaan membaca tidak hanya ditentukan oleh keinginan dan
sikap seseorang/masyarakat, tetapi juga ditentukan oleh ketersediaan
dan kemudahan untuk memperoleh berbagai bahan bacaan. Kebiasaan
membaca dilingkungan sekolah tidak hanya diperlukan oleh siswa
namun juga pada masyarakat sekolah lain, sehingga dapat membentuk
membentuk budaya baca pada lingkungan sekolah.
Program
Prioritizing Reform,Innovation and Opportunities for
Reaching Indonesia's Teachers, Administrators and Students
(PRIORITAS) yang didanai oleh USAID bekerja sama dengan
Pemerintah Indonesia dilaksanakan dalam rangka mendukung
23
dalam meningkatkan akses pendidikan dasar yang bermutu. Salah satu
upaya untuk mencapai tujuan tersebut, USAID PRIORITAS telah
melaksanakan program budaya baca dan literasi dengan memberi hibah
buku pengayaan dan buku bacaan berjenjang kepada sekolah untuk
meningkatkan minat dan keterampilan membaca siswa. Program ini
dalam rangka mendukung implementasi kebijakan pendidikan yang
tertuang di dalam RPJMN dan Renstra Kemdikbud 2015-2019.
Program dari USAID PRIORITAS ini memberikan kemajuan
pada bidang pendidikan. Berbagai kemajuan yang dapat dilihat di
sekolah di antaranya, guru merancang tugas yang mendorong interaksi
antar siswa dalam pembelajaran kooperatif, yang menantang siswa
untuk berbuat dan berpikir tingkat tinggi, seperti diskusi, percobaan,
pengamatan, dan pemecahan masalah. Siswa memanfaatkan beragam
sumber belajar dan menghasilkan karya hasil gagasan sendiri. Hasil
karya siswa dipajangkan untuk menciptakan suasana pembelajaran
yang kondusif. Kepala sekolah melaksanakan manajemen yang
transparan, akuntabel dan partisipatif dengan melibatkan guru,komite
sekolah dan masyarakat. Program budaya membaca mengoptimalkan
pemanfaatan perpustakaan sekolah, sudut baca, perpustakaan keliling,
dan sumber daya dari masyarakat. Program budaya membaca di
beberapa sekolah telah berhasil membentuk pembiasaan membaca
24
C.
Kajian tentang Program
Reading Group
1.
Pengertian Program
Reading Group
Menurut Suharsimi Arikunto (Eko Putro, 2009: 7) program memiliki
definisi sebagai suatu kegiatan yang direncanakan secara seksama. Sedangkan
Yusuf Tayibnapis (Eko Putro, 2009: 8) mengartikan program sebagai segala
sesuatu yang dicoba dilakukan dengan harapan akan mendatangkan hasil atau
pengaruh. Eko Putro Widoyoko (2009: 8) dalam bukunya menyebutkan ada
empat unsur pokok untuk dapat dikategorikan sebagai suatu program.
Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Kegiatan yang direncanakan atau dirancang dengan seksama.
b.
Kegiatan tersebut berlangsung secara berkelanjutan dari satu kegiatan ke
kegiatan yang lain.
c.
Kegiatan tersebut berlangsung dalam sebuah organisasi (baik formal
maupun informal) bukan kegiatan individual.
d.
Kegiatan tersebut dalam implementasinya melibatkan banyak orang, bukan
kegiatan yang dilakukan perorangan.
Tidak semua program yang direncanakan bisa efektif dan dilaksanakan
dengan baik, oleh karena itu agar program yang direncanakan lebih baik dalam
pelaksanaannya maka perlu diadakan evaluasi program. Eko Putro Widoyoko
(2009: 10) mengungkapkan evaluasi program biasanya dilakukan untuk
kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka menentukan kebijakan
25
Menurut Finochiaro dan Bonomo (Tarigan, 1985: 2)
reading
adalah
“bringing meaning to and getting meaning from printed or written material,”
yang berarti memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung di
dalam bahan tertulis. Menurut
Oxford Advanced Learner’s Dictionary of
Current English
(1974: 698) pengertian
reading
adalah
act of one who reads
.
Sedangkan pengertian
group
adalah
number of persons or things gathered or
placed together, or naturally associated
(1974: 381).
Brown (2001: 177) menyatakan bahwa
group work is a central to
maintain the linguistik interaction in the classroom. It is a generic term
covering a multiplicity of techniques in which two or more student are assigned
a task that involves collaboration and self-initiated language
. Dapat diartikan
bahwa
group
work
atau kelompok kerja adalah pusat untuk mempertahankan
interaksi linguistik dalam kelas.
Group
terdiri dari dua siswa atau lebih yang
diberi tugas bersama untuk berkolaborasi dan meningkatkan bahasa.
Brown (2001: 178) juga memaparkan keuntungan dibentuknya
group
dalam penugasan, diantarnya adalah sebagai berikut.
a.
Group work generates interactive language.
b.
Group work offers an embracing affective climate.
c.
Group work promotes learner responsibilityand autonomy.
d.
Group work is a step toward in individualizing instruction.
Uraian di atas dari Brown dapat disimpulkan bahwa pembentukan
group
atau
kelompok dapat meningkatkan interaksi bahasa siswa, iklim yang efektif untuk
26
Jennifer dan Sophie (2012: 1) mengungkapkan bahwa
reading group
adalah
“small group reading instruction where students sat with their teacher
to work on reading skills. These groups allowed the teacher to give different
instruction to different groups of s
tudents as the teacher saw fit”.
Reading
group
adalah kelompok siswa dengan tugas membaca yang didampingi oleh
guru untuk meningkatkan keterampilan membaca.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian program
reading group
adalah suatu kegiatan yang direncanakan yaitu siswa
dikelompokkan
berdasarkan
tingkat
kemampuan
membaca
untuk
meningkatkan
reading skills
siswa di mana kelompok tersebut diberikan
perlakuan yang berbeda berdasarkan taraf kemampuannya.
2.
Langkah-langkah Program
Reading Group
Dalam bukunya, Jennifer dan Sophie (2012: 7) mengungkapkan bahwa
dalam strategi
reading group
, di dalam kelas dibentuk kelompok-kelompok
kecil, di mana masing-masing siswa memiliki tugas membaca secara individu,
dan saling menyimak bergantian. Pengelompokan ini akan mempermudah guru
mendengarkan siswa membaca perorangan serta anggota kelompok akan
menyimak serta turut mengikuti. Guru memiliki peran memperbaiki
kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa dalam proses membaca. Hal tersebut
sesuai dengan yang disampaikan oleh Jennifer dan Sophie (2012 : 8) “
In
strategic reading group, the teacher waits for the student to miscue or have a
27
Dalam proses pelaksanaan
reading group
sumber bacaan yang
digunakan oleh siswa juga perlu diperhatikan. Guru perlu menyesuaikan buku
yang digunakan dengan tingkat kemampuan siswa. Secara lebih detail Jennifer
dan Sophie mengungkapkan langkah-langkah dalam pelaksanaan program
reading group
(2012: 12) sebagai berikut:
1.
Teacher reminds students of the purpose of the group and of the
necessity for the text to be a challenge
.
2.
Teacher refers students to a previously discussed strategy that may
be relevant in this text for many of the students.
3.
Teacher directs students to continue to read silently
.
4.
Teacher circulates to each student, listening to them read until
they miscue or otherwise demonstrate a comprehension
breakdown. Teacher choaches student through a strategy designed
to help with the error
.
5.
Teacher moves to each student and repeats step 4.
6.
Teacher asks students to stop reading and close their books.
7.
Teacher summarizes the strategy worked on with each student and
ask student to pay close attention to using the strategy for the rest
of the day, in reading, as they study other subjects, and at home.
Langkah-langkah tersebut pada umumnya bisa diterapkan untuk siswa kelas
atas, hal tersebut dapat dilihat dari langkah kedua dan ketiga. Sedangkan, untuk
siswa kelas awal perlu disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan kognitif
siswa.
3.
Program
Reading Group
di SDIT LHI
SDIT LHI Yogyakarta memiliki visi yaitu terwujudnya generasi islami
yang berwawasan internasional melalui pendidikan internal holistik (Buletin
SDIT LHI 2016: 1). Untuk mencapai visi tersebut maka dibentuklah beberapa
program sekolah. Program sekolah merupakan kegiatan yang disediakan
28
Berdasarkan data kurikulum pengajaran SDIT LHI Yogyakarta memiliki
program sekolah diantaranya sebagai berikut.
a.
Program akademik yaitu kegiatan dalam bentuk
reading group, morning
mathemathic, outing class
.
b.
Program Al-Quran, dalam program ini dilakukan kegiatan seperti
one day
one ayat
, dan
muroja’ah
.
c.
Program membangun karakter siswa, kegiatan yang dilakukan dalam
bentuk
star of the week
, sholat duha,
morning motivation
,
class meeting
untuk melatih empati dan kepekaan terhadap fenomena di sekitar sekolah
dan
education for sustainable development
.
d.
Program sosial dan ekonomi wirausaha, kegiatan yang dilakukan dalam
program ini seperti
market day
dan pengelolaan sampah terpadu.
e.
Program pengembangan
skill
, kegiatan yang dilakukan dalam program ini
seperti ekstrakulikuler: renang,
science club
,
math club
, pencak silat,
musik,
english club
,
tahsin
,
tahfidz club
,
robotic
, seni rupa, pramuka/
kepanduan dan
outbound
.
f.
Program membangun empati siswa, kegiatan yang dilakukan seperti:
I
care I share, class pot
,
class pet
, dan
green school.
Program
reading group
merupakan salah satu program SDIT LHI
Yogyakarta yang masuk dalam kategori program akademik. Pada awalnya
reading group
adalah salah satu metode belajar membaca yang dikembangkan
oleh guru-guru SDIT Luqman Al Hakim Internasional. Wali kelas dan guru
29
menemukan fakta bahwa minat baca serta keterampilan siswa dalam
memahami bacaan masih rendah. Dari referensi yang ada, akhirnya
ditemukanlah sebuah metode yang kemudian dinamai
reading group.
Dalam
reading group
, siswa membaca suatu bacaan (teks, buku, majalah, dll)
kemudian membuat ringkasan dari bacaan tersebut secara tertulis. Hasil
ringkasan siswa dibaca oleh guru kemudian siswa diberi masukan perbaikan
ringkasannya. Hal tersebut dilakukan secara rutin dan terus menerus sehingga
keterampilan membaca pemahaman siswa menunjukkan peningkatan (data
kesiswaan SDIT LHI).
Pada tahun 2011,
reading group
dijadikan program wajib sekolah.
Program ini di diwajibkan dari kelas satu sampai kelas enam. Program
reading
group
diserahkan sepenuhnya kepada wali kelas untuk mengelola dan
melaksanakannya. Program ini tidak
include
ke dalam mata pelajaran
melainkan berdiri sendiri dalam alokasi waktu tertentu sesuai dengan
kebutuhan kelas masing-masing.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa program
reading group
adalah program wajib sekolah di SDIT LHI Yogyakarta yang
termasuk ke dalam kelompok program akademik. Dalam menjalankan program
30
4.
Tujuan Program
Reading Group
Tujuan pendidikan di SDIT LHI Yogyakarta (Buletin SDIT LHI 2016:
2) adalah mengasah 7 kecerdasan anak yaitu sebagai berikut.
a.
Kecerdasan spiritual
Kesadaran seorang anak akan Allah dalam setiap perasaan, pikiran, perilaku
maupun pengalamannya.
b.
Kecerdasan moral
Kekuatan prinsip dalam kekuatan moral yang disertai dengan komitmen
untuk mengamalkan suatu nilai moral dengan penekanan pada integritas,
kejujuran, kebaikan dan keadilan.
c.
Kecerdasan intelektual
Memahami isu-isu yang besar dan penting tentang kemanusiaan dan
pengaruh dari kejadian dan penemuan penting dalam perkembangan
peradaban manusia.
d.
Kecerdasan fisik
Memahami ruang lingkup dan pentingnya keseimbangan dan kesejahteraan
dalam kehidupan pribadi dan kolektif, serta secara aktif berusaha
mewujudkannya.
e.
Kecerdasan interpersonal
Memahami pentingnya komunikasi yang baik, kerja sama, keterbukaan dan
persahabatan untuk mewujudkan hubungan yang bermakna antar individu
31
f.
Kecerdasan budaya
Berkomitmen terhadap gaya hidup yang menerapkan prinsip dan nilai-nilai
islam, khususnya yang tercermin pada kehidupan sehari-hari dengan orang
lain.
g.
Kecerdasan sosial
Memiliki kepedulian sosial, pelayanan, kepemimpinan dan keaktifan sosial
serta bertekad untuk menjadikan hidupnya sebagai bagian dari perbaikan
dunia.
Kompetensi yang diharuskan dicapai oleh siswa SDIT LHI Yogyakarta ada
tiga, yaitu sebagai berikut.
1.
Living Skills
Kecakapan yang dibutuhkan untuk beradaptasi dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Learning Skills
Kecakapan untuk selalu dapat mengembangkan diri melalui proses proses
belajar yang berkelanjutan.
3.
Thinking Skills
Kecakapan yang dibutuhkan saat berpikir memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari.
Tujuan program
reading group
di SDIT LHI Yogyakarta sesuai dengan
tujuan yang ketiga yaitu untuk mengasah kecerdasan intelektual dan
mencampai kompetensi kedua serta ketiga. Untuk mencapainya dibutuhkan
kemampuan dan kemauan membaca siswa yang tinggi. Hal tersebut untuk
32
mampu meningkatkan kemampuan dan kemauan (minat) membaca siswa SDIT
LHI Yogyakarta sehingga dapat meningkatkan kecerdasan intelektual,
learning
skills
dan
thinking skills.
D.
Kajian tentang Karakteristik Siswa Kelas 2
1.
Karakteristitik siswa Sekolah Dasar
Menurut Desmita (2014: 35) mengacu pada pembagian tahapan
perkembangan anak, berarti anak usia sekolah berada dalam dua masa
perkembangan, yaitu masa kanak tengah (6-9 tahun), dan masa
kanak-kanak akhir (10-12 tahun). Anak-anak pada usia sekolah dasar memiliki
karakteristik yang berbeda dengan anak-anak usia di bawahnya atau di atasnya.
Menurut Desmita (2014: 35) pada usia sekolah dasar anak senang bermain,
senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau
melakukan sesuatu secara langsung. Oleh sebab itu guru hendaknya
mengembangkan pelajaran yang mengandung unsur permainan, mengusahakan
siswa berpindah atau bergerak, bekerja atau belajar kelompok, serta
memberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.
Menurut Havighurst (Desmita, 2014: 35) tugas perkembangan anak usia
sekolah dasar meliputi beberapa hal di bawah ini.
a.
Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan
aktivitas fisik.
b.
Membina hidup sehat.
c.
Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok.
33
e.
Belajar membaca, menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi
dalam masyarakat.
f.
Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif.
g.
Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai.
h.
Mencapai kemandirian pribadi.
Kognitif merupakan salah satu aspek penting dari perkembangan peserta
didik yang berkaitan langsung dengan pembelajaran. Seperti halnya dengan
sejumlah aspek perkembangan yang lain kemampuan kognitif anak juga
mengalami perkembangan bertahap menuju kesempurnaan. Mengacu pada
teori kognitif Piaget, pemikiran anak-anak usia sekolah dasar masuk dalam
tahap pemikiran konkret-operasional (
concrete operasional thought
), yaitu
masa di mana aktivitas mental anak terfokus pada objek-objek yang nyata atau
pada berbagai kejadian yang pernah dialaminya (Desmita, 2014: 104).
2.
Karakteristik Siswa Kelas 2 SD
Siswa kelas 2 SD merupakan masuk kedalam kelas awal/ rendah sekolah
dasar. Pada masa-masa ini siswa memiliki karakteristik yang berbeda dengan
siswa kelas atas, yaitu antara kelas empat sampai kelas enam. Menurut
Soemadi Soerjabrata (1975: 187) beberapa sifat khas pada masa kelas rendah
sekolah dasar adalah sebagai berikut.
a.
Adanya korelasi yang tinggi antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah.
b.
Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang tradisional.
c.
Ada kecenderungan memuji diri sendiri.
34
e.
Kalau tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka dianggapnya soal itu
tidak penting.
f.
Pada masa ini (terutama pada umur 6 sampai 8 tahun) anak tanpa
mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
Charlesworth (Eillen dan Lynn, 2010: 161) mengungkapkan bahwa
belajar membaca adalah tugas perseptual yang paling rumit dihadapi anak
setelah meninggalkan bangku taman kanak-kanak. Pada umumnya di
Indonesia kelas 2 SD berusia 7-8 tahun. Menurut Eillen dan Lynn (2010:
176-177) karakteristik perkembangan berbicara dan berbahasa pada usia 7 tahun
adalah sebagai berikut.
a.
Senang bercerita; suka menulis cerita pendek, menceritakan dongeng
khayalan.
b.
Menggunakan susunan kalimat dan bahasa percakapan seperti orang
dewasa; pola kalimat mencerminkan perbedaan budaya dan letak geografis.
c.
Menjadi semakin tepat dan luas dalam hal penggunaan bahasa; semakin
banyak menggunakan kata sifat deskriptif dan kata keterangan.
d.
Menggunakan gerak tubuh untuk menggambarkan percakapan.
e.
Mengkritik hasil karyanya sendiri.
f.
Membesar-besarkan kejadian adalah hal yang wajar.
g.
Menjelaskan kejadian sesuai kemauan atau kebutuhannya.
h.
Menggambarkan pengalamannya secara terinci.
i.
Memahami dan menjalankan perintah dalam beberapa tahap (sampai lima
35
j.
Senang menulis pesan dan catatan singkat untuk temannya.
Sedangkan pada usia 8 tahun karakteristik perkembangan berbicara dan
berbahasa (Eillen dan Lynn, 2010: 185-186) adalah sebagai berikut.
a.
Senang menceritakan lelucon dan teka-teki.
b.
Mengerti dan melakukan instruksi beberapa tahap (sampai lima tahap).
c.
Membaca dengan mudah dan memahaminya.
d.
Menulis surat atau mengirim pesan kepada teman, termasuk deskripsi yang
imajinatif dan mendetail.
e.
Menggunakan bahasa untuk memuji dan mengkritik orang lain;
mengulang-ulang ucapan popular dan kata umpatan.
f.
Memahami dan mengikuti aturan tata kalimat dalam percakapan dan bentuk
tertulis.
g.
Berminat mempelajari kode kata rahasia dan menggunakan bahasa kode.
h.
Bercakap-cakap dengan orang dewasa dengan lancar, mampu berpikir dan
berbicara mengenai masa lampau dan masa depan.
E.
Kerangka Pikir
Membaca merupakan salah satu keterampilan bahasa yang sangat
penting untuk dikuasai. Membaca adalah kegiatan yang bersifat aktif dan
interaktif yang melibatkan banyak hal sehingga bahan bacaan dapat dimengerti
dan dimaknai. Dalam pembelajaran membaca pada tingkat sekolah dasar,
dibedakan menjadi dua tingkatan yaitu membaca permulaan untuk kelas awal
dan membaca pemahaman untuk kelas atas. Membaca permulaan sangat
36
permulaan tersebut akan mempengaruhi kemampuan membaca pemahaman
pada saat di kelas atas. Membaca permulaan adalah kegiatan belajar membaca
tahap awal di mana anak diajarkan tahap awal dalam membaca seperti
mengenal huruf, kata, atau kalimat sederhana.
Sekolah memiliki peran penting dalam me