• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh bentuk sediaan gel dan krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau terhadap proteksi sunburn akibat radiasi sinar ultraviolet pada mencit balb/c jantan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh bentuk sediaan gel dan krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau terhadap proteksi sunburn akibat radiasi sinar ultraviolet pada mencit balb/c jantan."

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

ix

Senyawa alam pada 2 dekade terakhir ini secara luas terus dilakukan penelitian untuk digunakan sebagai sunscreen. Salah satu senyawa ini adalah senyawa fenolik yang dapat ditemukan pada teh hijau (30-40%). Senyawa ini tidak hanya mengabsorbsi sinar UV tapi juga memiliki efek antioksidan.

Bentuk sediaan sunscreen yang ada di pasaran dapat berupa krim, lotion, dan gel. Perbedaan sifat fisikokimia dari formulasi dapat menyebabkan variasi profil pelepasan obat dimana pada akhirnya akan mempengaruhi efikasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek gel dan krim sebagai bentuk sediaan topikal terhadap efikasinya sebagai sunscreen yang formulasinya mengandung fraksi polifenol teh hijau. Nilai efikasi yang akan diukur adalah parameter efikasi sediaan sunscreen yaitu nilai SPF dan efikasi sunscreen untuk memproteksi kulit dari inflammation associated edema.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental menggunakan gel dan krim fraksi polifenol teh hijau sebagai objek penelitian. Hasilnya dianalisis menggunakan ANOVA dan independent sample t test statistic analysis dengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil dari penelitian ini adalah nilai SPF dari kedua sediaan sama, yaitu 20. Kedua bentuk sediaan sunscreen tidak memberikan proteksi terhadap inflammation associated edema. Namun, perbedaan bentuk sediaan (terdapat perbedaan bermakna) mempengaruhi perubahan skinfold thickness antara gel yaitu 1,11 ± 0,11 dan krim yaitu 1,39 ± 0,19 mm.

(2)

x ABSTRACT

The natural substances have been widely explored to develop sunscreen formulation for the last 2 decades. One of this substances is phenolic compound which can be found in green tea (30-40%). This compound does not only absorb UV light but also has an antioxidant effect.

Sunscreen topical dosage forms which is available in the market can be performed as a cream, lotion, gel and ointments. The diferences of physicochemical properties may lead to variation of drug release profile which eventually may effect the efficacy. This research aimed to investigate the effect of gel and creams as topical dosage forms on the efficacy of sunscreen which was formulated from green tea polyphenol fraction. The effect when will be examined are parameter efficacy of sunscreen that is SPF point and efficacy ef sunscreen to protect skin from inflammation associated edema.

The study was an experimental study using gel and cream sunscreen with green tea polyphenol fraction as the object. The results were analised using ANOVA and independent sample t test statistic analysis with 95% confidence interval.

The result of this research reveals SPF point of both deliveries is same, that is 20. Both of sunscreen dosage forms does not have effect in protection from inflammation associated edema. However, different types of dosage form cause differences in the alteration of skinfold thickness between gel with 1,11 ± 0,11 mm and cream with 1,39 ± 0,19 mm (p<0,05).

(3)

SUNBURN

AKIBAT RADIASI SINAR ULTRAVIOLET

PADA MENCIT BALB/C JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Ivana Clarinta NIM : 048114045

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

ii

PENGARUH BENTUK SEDIAAN GEL DAN KRIM

SUNSCREEN

FRAKSI POLIFENOL TEH HIJAU TERHADAP PROTEKSI

SUNBURN

AKIBAT RADIASI SINAR ULTRAVIOLET

PADA MENCIT BALB/C JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Ivana Clarinta NIM : 048114045

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)

iii

SUNBURN

AKIBAT RADIASI SINAR ULTRAVIOLET

PADA MENCIT BALB/C JANTAN

Yang diajukan oleh: Ivana Clarinta NIM : 048114045

Skripsi ini telah disetujui oleh :

Pembimbing I

( Agatha Budi S.L., M.Si., Apt. ) tanggal ...

Pembimbing II

(6)

iv Berjudul

PENGARUH BENTUK SEDIAAN GEL DAN KRIM SUNSCREEN FRAKSI POLIFENOL TEH HIJAU TERHADAP PROTEKSI SUNBURN AKIBAT

RADIASI SINAR ULTRAVIOLET PADA MENCIT BALB/C JANTAN

Oleh : Ivana Clarinta NIM : 048114045

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma pada tanggal :...

Mengetahui

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma

Dekan

(Rita Suhadi, M.Si., Apt.) Pembimbing I :

( Agatha Budi S.L., M.Si., Apt. )

Pembimbing II :

( drh. Sitarina Widyarini, MP, Ph.D )

(7)

v

Bercampur dengan Idealisme dan Rasionalisme

Dengan penuh Syukur aku persembahkan karya ini kepada...

Bapa Orang tuaku tercinta (Hendro Susilo dan Agnes Jantiningsih) Kakak Adikku (Mia F., Dea Nathania, Deana Nathania, Yesika Ayunditya) Kekasihku, Oktavianus Gresasis Primantoro Putro Teman-Teman Seperjuanganku Eleventh Generation Teman-Teman Farmasiku

Semua Teman Hidupku

Almamaterku

Dan…

Perjalananku belum usai

Aku sedang membuktikan bahwa

aku telah melangkah, sedang melangkah, dan terus melangkah…

(8)
(9)

vi

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas segala karuniaNya saya dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul “Pengaruh Bentuk Sediaan Gel dan Krim Sunscreen Fraksi Polifenol Teh Hijau Terhadap Proteksi Sunburn Akibat Radiasi Sinar Ultraviolet Pada Mencit BALB/c Jantan.“ Laporan skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana pada program studi Farmasi.

Segala perjuangan, persahabatan, semangat dan putus asa bersatu dalam penyusunan laporan skripsi ini. Karena itulah, saya sangat berterimakasih kepada :

1. Tuhan yang Maha Esa atas segala karunia-Nya. 2. Orangtua dan keluarga yang selalu mendukung saya.

3. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

4. Dra. A. Nora Iska Harnita, M. Si., Apt., atas arahan dan bimbingan selama pembuatan skripsi ini.

5. Ibu Rini Dwiastuti, S.Farm., Apt. selaku koordinator Tea Project.

6. Ibu drh. Sitarina Widyarini, M.P., Ph.D. selaku pembimbing skripsi yang sangat berjasa dalam penyusunan skripsi ini

7. Ibu Agatha Budi Susiana L., M.Si., Apt. selaku pembimbing skripsi yang sangat berjasa dalam penyusunan skripsi ini.

(10)

vii

Fitokimia, Laboratorium Farmakologi dan Laboratorium Kimia Analisis atas segala bantuan dan kesabarannya.

10.Oktavianus Gresasis P.P atas bantuan, dukungan, dan semangatnya. 11.Kelompok Tea Project, Wortel Project, Algae project, dan juga Tomato

team atas segala persahabatan dan dukungannya.

12.Semua teman-teman eleventh generation, Farmasi, Poskes, Kost, KKN yang telah mendukung dan memberikan semangat.

13.Semua pihak yang telah memberi bantuan, semangat, dan dukungan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan, kelalaian dan kesalahan yang terjadi. Oleh karena itu, dengan hati yang sangat terbuka, penulis menerima koreksi, kritik, dan saran demi perkembangan diri dan berkembangnya ilmu pengetahuan. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi orang lain.

(11)

viii

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 17 Maret 2008

Penulis

(12)

ix INTISARI

Senyawa alam pada 2 dekade terakhir ini secara luas terus dilakukan penelitian untuk digunakan sebagai sunscreen. Salah satu senyawa ini adalah senyawa fenolik yang dapat ditemukan pada teh hijau (30-40%). Senyawa ini tidak hanya mengabsorbsi sinar UV tapi juga memiliki efek antioksidan.

Bentuk sediaan sunscreen yang ada di pasaran dapat berupa krim, lotion, dan gel. Perbedaan sifat fisikokimia dari formulasi dapat menyebabkan variasi profil pelepasan obat dimana pada akhirnya akan mempengaruhi efikasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek gel dan krim sebagai bentuk sediaan topikal terhadap efikasinya sebagai sunscreen yang formulasinya mengandung fraksi polifenol teh hijau. Nilai efikasi yang akan diukur adalah parameter efikasi sediaan sunscreen yaitu nilai SPF dan efikasi sunscreen untuk memproteksi kulit dari inflammation associated edema.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental menggunakan gel dan krim fraksi polifenol teh hijau sebagai objek penelitian. Hasilnya dianalisis menggunakan ANOVA dan independent sample t test statistic analysis dengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil dari penelitian ini adalah nilai SPF dari kedua sediaan sama, yaitu 20. Kedua bentuk sediaan sunscreen tidak memberikan proteksi terhadap inflammation associated edema. Namun, perbedaan bentuk sediaan (terdapat perbedaan bermakna) mempengaruhi perubahan skinfold thickness antara gel yaitu 1,11 ± 0,11 dan krim yaitu 1,39 ± 0,19 mm.

(13)

x

The natural substances have been widely explored to develop sunscreen formulation for the last 2 decades. One of this substances is phenolic compound which can be found in green tea (30-40%). This compound does not only absorb UV light but also has an antioxidant effect.

Sunscreen topical dosage forms which is available in the market can be performed as a cream, lotion, gel and ointments. The diferences of physicochemical properties may lead to variation of drug release profile which eventually may effect the efficacy. This research aimed to investigate the effect of gel and creams as topical dosage forms on the efficacy of sunscreen which was formulated from green tea polyphenol fraction. The effect when will be examined are parameter efficacy of sunscreen that is SPF point and efficacy ef sunscreen to protect skin from inflammation associated edema.

The study was an experimental study using gel and cream sunscreen with green tea polyphenol fraction as the object. The results were analised using ANOVA and independent sample t test statistic analysis with 95% confidence interval.

The result of this research reveals SPF point of both deliveries is same, that is 20. Both of sunscreen dosage forms does not have effect in protection from inflammation associated edema. However, different types of dosage form cause differences in the alteration of skinfold thickness between gel with 1,11 ± 0,11 mm and cream with 1,39 ± 0,19 mm (p<0,05).

(14)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ………... v

PRAKATA...vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR...xvi

DAFTAR LAMPIRAN...xviii

BAB I PENGANTAR ...1

A. Latar Belakang Masalah ...…...1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Keaslian Penelitian ...4

D. Manfaat...6

(15)

xii

A. Tanaman Teh...8

1. Klasifikasi teh...8

2. Kandungan kimia...8

3. Kegunaan.………...9

B. Flavonoid dalam Teh Hijau...10

1. Flavanol...10

2. Flavonol...12

C. Sinar Ultraviolet...13

1. Pembagian spektrum sinar ultraviolet...13

2. Efek buruk radiasi ultraviolet...14

3. Efek positif radiasi ultraviolet...16

D. Inflamasi...16

1. Definisi...16

2. Penyebab...17

3. Gejala...18

4. Mekanisme... 18

E. Sunscreen...20

1. Pengertian sunscreen...20

2. Sun Protection Factor (SPF)...20

(16)

xiii

G.Gel...23

H. Krim...24

I. Landasan Teori...25

J. Hipotesis...27

BAB III METODE PENELITIAN...28

A. Jenis Penelitian...28

B. Variabel Penelitian...28

C. Definisi Operasional...28

D. Alat dan Bahan...30

1. Alat...30

2. Bahan...30

E. Jalan Penelitian...32

1. Praperlakuan mencit...32

2. Optimasi penentuan nilai 1 MED (edema)...33

3. Optimasi puncak inflamasi...34

4. Pengukuran Sun Protection Factor (SPF) secara in vivo...35

5. Pengukuran efikasi terhadap inflammation associated edema ...35

F. Analisis Data...37

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN...39

A. Uji Pendahuluan...40

(17)

xiv

B. Uji Efikasi Sediaan Sunscreen...45

1. Penetapan nilai SPF gel dan krim sunscreen polifenol teh hijau yang diukur secara in vivo...46

2. Efek proteksi gel dan krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau terhadap inflammation associated edema...49

C. Pengaruh Bentuk Sediaan Terhadap Nilai SPF Secara In Vivo, Proteksi Terhadap Inflammation Associated Edema, dan perubahan skinfold thickness ...53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...60

DAFTAR PUSTAKA ...62

LAMPIRAN ...…..66

(18)

xv

Tabel I. Komposisi kandungan kimia pucuk daun teh (% berat kering)...9 Tabel II. Sifat fisik dan kimia katekin...11 Tabel III. Jumlah flavonol teh hijau...13 Tabel IV. Pengelompokan daya proteksi sunscreen berdasarkan nilai SPF

berdasarkan FDA... 21 Tabel V. Komposisi penyusun gel sunscreen fraksi polifenol teh hijau...31

Tabel VI. Komposisi penyusun krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau...32 Tabel VII. Pengaruh bentuk sediaan terhadap nilai SPF, inflammation

associated edema, dan perubahan skinfold thickness pasca

(19)

xvi

Gambar 1. Struktur kimia katekin...12

Gambar 2. Struktur flavonol...13

Gambar 3. Patogenesis dan gejala suatu peradangan...17

Gambar 4. Jalur sintesis asam arakidonat...19

Gambar 5. Struktur kulit...22

Gambar 6. Resonansi elektron pada (-)-epigalocathecin gallate (EGCG) ketika terjadi absorbsi radiasi UV...25

Gambar 7. Mekanime penangkapan radikal bebas oleh gugus cathecol... 25

Gambar 8. Skema metode optimasi penentuan 1 MED...33

Gambar 9. Skema metode optimasi puncak inflamasi...34

Gambar 9. Skema metode pengukuran SPF sediaan secara in vivo...35

Gambar 10. Skema metode pengukuran efikasi terhadap inflammation associated edema...36

Gambar 11. Skema langkah penelitian...40

Gambar 12. Perubahan skinfold thickness yang diukur 24 jam setelah radiasi UV...43

Gambar 13. Peningkatan skinfold thickness pada kontrol pasca paparan UV...44

(20)

xvii

skinfold thickness awal) pada pengujian SPF gel sunscreen fraksi polifenol teh hijau...48 Gambar 16. Grafik pengaruh basis krim dan krim sunscreen fraksi polifenol

teh hijau terhadap peningkatan skinfold thickness pasca

paparan UV...50 Gambar 17. Grafik pengaruh basis gel dan gel sunscreen fraksi polifenol teh

(21)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Scaning panjang gelombang fraksi polifenol teh hijau...66 Lampiran 2. Hasil optimasi 1 MED………....……...67 Lampiran 3. Penentuan waktu pembentukan inflamasi paling optimal pasca

paparan UV...73 Lampiran 4. Perhitungan SPF krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau...77

Lampiran 5. Perhitungan SPF gel sunscreen fraksi polifenol teh hijau ...82 Lampiran 6. Perhitungan efek proteksi krim sunscreen fraksi polifenol teh

hijau terhadap inflammation associated edema akibat radiasi

UV...87 Lampiran 7. Perhitungan efek proteksi gel sunscreen fraksi polifenol teh

hijau terhadap inflammation associated edema akibat radiasi

UV...……90 Lampiran 8. Perhitungan perbandingan bentuk sediaan terhadap efek proteksi

(22)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah

Sinar matahari bagaikan lawan dan kawan bagi manusia. Di satu sisi, sinar matahari sangat membantu dalam pengubahan pro vitamin D menjadi vitamin D. Namun, di sisi lain paparan sinar ultraviolet yang berlebihan dapat menyebabkan sunburn sampai dengan terjadinya kanker kulit (Harry, 1982).

Berdasarkan panjang gelombangnya, spektrum sinar ultraviolet dapat dibagi menjadi menjadi 3, yaitu UVA (320-400 nm), UVB (290-320 nm), dan UVC (200-290 nm). Spektrum sinar ultraviolet yang dapat mencapai bumi hanya sinar UVA dan sinar UVB (Barel, Paye, dan Maibach, 2001). Namun, adanya global warming yang disebabkan adanya pelubangan lapisan ozon menyebabkan jumlah UVC yang dapat masuk ke dalam bumi menjadi meningkat.

Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengurangi efek buruk dari radiasi UV, yaitu dengan mengenakan payung dan pakaian yang tertutup ketika keluar dari ruangan. Namun, ada cara lain yang lebih praktis yaitu dengan menggunakan sediaan sunscreen.

(23)

metoksi sinamate. Pengembangan bahan aktif yang dapat digunakan sebagai sunscreen terus dilakukan terutama ketika global warming mulai mengancam dunia. Beberapa bahan aktif yang sedang dikembangkan tersebut berasal dari bahan alam, salah satunya adalah senyawa fenolik. Senyawa ini tidak hanya dapat mengabsorbsi sinar ultraviolet tapi juga memiliki sifat antioksidan yang akan menangkap radikal bebas yang berasal dari radiasi sinar ultraviolet (Svobodova, Psotova, dan Walterova, 2003). Senyawa fenolik / polifenol banyak terdapat di teh hijau yaitu mencapai 30-40%. Kandungan terbesar polifenol dalam teh hijau adalah golongan katekin, seperti epikatekin (EC), galokatekin (GC), epigalokatekin (ECG), galokatekin galat (GCG), dan epigalokatekin galat (EGCG) (Syah, 2006).

Indikator efikasi dari sediaan sunscreen adalah nilai Sun Protection Faktor (SPF). Eritema merupakan metode yang secara rutin digunakan untuk mendapatkan efek inflamasi karena radiasi UV pada kulit manusia dengan Minimum Erythema Dose (MED) sebagai basis untuk determinasi SPF. Namun, penilaian eritema secara luas diakui sulit. Edema pada mencit tipe Skh hairless strain biasa digunakan sebagai model untuk eritema pada manusia. Radiasi UV yang digunakan untuk minimal edema respon sama dengan MED pada manusia dengan tipe kulit II / III (Fourtanier, Gueniche, Compan, Walker, dan Young, 2000). Oleh karena itu, parameter yang diukur pada penelitian ini bukanlah eritema tetapi edema (dengan parameter skinfold thickness).

(24)

radisi UV, sediaan sunscreen dapat diproduksi dalam berbagai formulasi yaitu krim, gel, maupun lotion. Fungsi dari berbagai pembawa sediaan farmasetis atau kosmetik adalah untuk memberikan efek secara langsung, menghantarkan zat aktif, dan membawa zat aktif menuju target (Barel et al, 2001). Perbedaan fisikokimia formulasi dari sediaan dapat menyebabkan perbedaan pelepasan zat aktif sehingga dapat mempengaruhi efikasinya (Shargel dan Yu, 1985). Oleh karena itulah, penelitian yang dilakukan bertujuan untuk membuktikan pengaruh bentuk sediaan terhadap efikasi yang diberikan oleh sediaan sunscreen.

(25)

Untuk mendukung penelitian ini, penelitian pendukung yang telah dilakukan adalah Optimasi Formula Gel Sunscreen Fraksi Polifenol Teh Hijau, dan Optimasi Formula Krim Sunscreen Fraksi Polifenol Teh Hijau.

B. Perumusan Masalah Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah :

1. Berapakah nilai SPF secara in vivo sediaan gel dan krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau?

2. Apakah gel dan krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau dapat melindungi kulit dari inflammation associated edema akibat radiasi UV yang ditandai dengan perubahan skinfold thickness yang lebih rendah secara signifikan dibanding kontrol?

3. Adakah pengaruh jenis bentuk sediaan terhadap nilai SPF, proteksi terhadap inflammation associated edema, dan terhadap perubahan skinfold thickness akibat radiasi UV?

C. Keaslian Penelitian

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian mengenai pengaruh bentuk sediaan sunscreen fraksi polifenol teh hijau terhadap efikasinya belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian tentang teh hijau yang telah dilakukan adalah :

(26)

tumor, inflamasi kulit yang diinduksi radiasi UV, dan tumorigenesis pada uji kultur sel, uji hewan di laboratorium, studi epidemiologik, dan uji klinik (Mukhtar dan Ahmad, 1999).

2. Green Tea Polyphenol (-)-Epigallocathecin-3-Galate Treatment Of Human Skin Inhibits Ultraviolet Radiation-Induced Oxidative Stress. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa adanya efek penghambatan stress oksidatif dari EGCG karena efek antioksidan yang dimilikinya (Katiyar, Afaq, Perez, dan Mukhtar, 2001). 3. Natural Phenolics In Prevention Of UV-Induced Skin Damage. Dalam penelitian

ini didapatkan bahwa penggunaan topikal fraksi polifenol yang diisolasi dari teh hijau dan teh hitam juga menunjukkan efek kemopreventif terhadap setiap tahap karsinogenesis kulit pada model kulit binatang. Selain itu, pemberian polifenol teh hijau baik per oral maupun topikal dapat melindungi terhadap erythema, edema, lipid peroksidasi, penekanan sistem enzim pertahanan antioksidan epidermal, dan pembentukan metabolit prostaglandin yang diinduksi oleh UV-B (Svobodova et al, 2003).

(27)

5. Skripsi yang berjudul “Optimasi Formula Gel Sunscreen Ekstrak Kering Polifenol Teh Hijau (Camelia sinensis L.) dengan CMC (Carboxymethyl cellulose) sebagai Gelling Agent dan Propilenglikol sebagai Humektan dengan Metode Desain Faktorial” dan “Optimasi Formula Sediaan Krim Sunscreen Ekstrak Kering Polifenol Teh Hijau (Camelia sinensis L.) dengan Asam Stearat dan Virgin Coconut Oil (VCO) sebagai Fase Minyak : Aplikasi desain Faktorial.” Pada skripsi ini didapatkan hasil berupa gel sunscreen dengan bahan aktif fraksi polifenol teh hijau. Gel ini memiliki nilai SPF 5,874 yang didapatkan secara in vitro dengan metode Petro. Untuk mendapatkan nilai SPF 5,874, kadar fraksi polifenol teh hijau yang dimasukkan ke dalam sediaan adalah 18,1 mg % setara dengan polifenol 0,022 % b/b terhitung ekuivalen dengan kuersetin (Prasetya, 2008; Wijayanti, 2008).

D. Manfaat

Manfaat yang diaharapkan melalui penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis : memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terutama mengenai cara pengukuran daya proteksi suatu zat terhadap inflammation associated edema yang disebabkan oleh radiasi sinar ultraviolet. 2. Manfaat praktis : hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bukti ilmiah

(28)

E. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui nilai SPF secara in vivo gel dan krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau.

2. Mengetahui efek gel dan krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau terhadap inflammation associated edema akibat radiasi UV yang ditandai dengan perubahan skinfold thickness yang lebih rendah secara signifikan dibanding dengan perubahan skinfold thickness pada kontrol.

(29)

8 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tanaman Teh 1. Klasifikasi teh

Teh dapat digolongkan dalam tiga jenis, yaitu teh hijau (tidak difermentasi), teh oolong (semifermentasi), teh hitam (fermentasi penuh).

a. Teh Hijau

Teh hijau dibuat melalui inaktivasi enzim polifenol oksidase di dalam daun teh segar dengan tujuan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzimatis katekin.

b. Teh Oolong

Teh oolong diproses melalui pemanasan daun dalam waktu singkat setelah penggulungan.

c. Teh Hitam

Teh hitam dibuat melalui oksidasi katekin dalam daun segar dengan katalis polifenol oksidase atau disebut dengan fermentasi (Syah, 2006).

2. Kandungan kimia

(30)

penyebab aroma, dan enzym. Gambaran mengenai komposisi kandungan kimia pucuk daun teh adalah sebagai berikut :

Tabel I. Komposisi kandungan kimia pucuk daun teh (%berat kering)

Bagian Dari

Protein 17,0 0,0

Lemak 8,0 0,0

Tepung 0,5 0,0

Vakuola

Polifenol/katekin 22,0 22,0

Kafein 4,0 4,0

Substansi fenol yang terkandung dalam teh adalah : a. Katekin (polifenol)

b. Flavonol 3. Kegunaan

(31)

melindungi kulit dari sinar matahari yang dapat mengakibatkan kanker kulit (Syah, 2006).

Aktivitas biologi yang pernah diteliti adalah sebagai kemopreventif terhadap senyawa promotor tumor, inflamasi kemopreventif terhadap senyawa promotor tumor, inflamasi kulit yang diinduksi radiasi UV, dan tumorigenesis pada uji kultur sel, uji hewan di laboratorium, studi epidemiologik, dan uji klinik (Mukhtar and Ahmad, 1999; Katiyar et al., 2001) lewat beberapa mekanisme seperti menghambat kerusakan DNA yang diinduksi oleh radiasi UV, menurunkan pembentukan cyclobutane pyrimidine dimers (CPDs) seperti thymine dimer pada epidermis dan dermis, menginduksi apoptosis pada sel human epidermal carcinoma dan human carcinoma keratinocyte, mengeblok infiltrasi leukosit yang diinduksi UV, dan menghambat pertumbuhan tumor pada siklus sel fase G0-G1 (Katiyar et al., 2001; Svobodova et al., 2003).

B. Flavonoid dalam Teh Hijau

Senyawa flavonoid yang ditemukan dalam teh hijau adalah flavanol dan flavonol, yaitu :

1. Flavanol

(32)

Katekin teh hijau tersusun sebagian besar atas senyawa-senyawa katekin (C), epikatekin (EC), galokatekin (GC), epigalokatekin (ECG), galokatekin galat (GCG), dan epigalokatekin galat (EGCG). EGCG diyakini merupakan komponen aktif teh hijau yang antara lain bermanfaat sebagai antihipertensi, antioksidan, antikarsinogenesis, antikanker, dan melindungi dari sinar UV (Syah, 2006).

Tabel II. Sifat fisik dan kimia katekin (Syah, 2006)

Sifat Fisik Sifat Kimia

ƒ Kenampakan : putih

ƒ Titik lebur : 104-106oC

ƒ Explosion limits : 1,97% (batas atas)

ƒ Sensitif terhadap oksigen

ƒ Sensitif terhadap cahaya (dapat mengalami perubahan warna jika kontak langsung dengan udara terbuka)

ƒ Berfungsi sebagai antioksidan

ƒ Substansi yang dihindari : unsur oksidasi, asam klorida, asam anhidrida, basa, dan asam nitrit

ƒ Larut dalam air hangat

(33)

Struktur senyawa katekin adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Struktur kimia katekin (Svobodova et al., 2003)

2. Flavonol

(34)

Tabel III. Jumlah flavonol teh hijau (Hartoyo, 2003)

Jenis flavonol Jumlah g/kg

Kuersetin 1,79 – 4,05 Kaemferol 1,56 – 3,31 Mirisetin 0,83 – 1,59

Gambar 2. Struktur flavonol (Hartoyo, 2003)

C. Sinar Ultraviolet

1. Pembagian spektrum sinar ultraviolet

(35)

2. Efek buruk radiasi ultraviolet

Radiasi sinar UV yang mencapai bumi adalah 90-95% adalah UVA dan hanya 5-10% UVB. Sinar UVA memiliki panjang gelombang yang lebih panjang dibanding UVB, maka UVA dapat terpenetrasi lebih dalam pada kulit. Sinar UVA memiliki panjang gelombang yang panjang sehingga UVA dapat menembus kaca jendela sedangkan UVB dapat diblok oleh kaca jendela (Edlich et al, 2004). Paparan UV pada kulit mamalia memunculkan reaksi inflamasi awal yang terdiri dari erythema, edema, dan hiperplasia (Ley dan Reeve, 1997), juga melibatkan histamin dan proinflamatori prostaglandin, serta munculnya radikal oksigen yang dapat dihambat oleh antioksidan endogen maupun eksogen (Steenvoorden dan Henegouwen, 1997).

Kedua spektra UV ini memiliki perbedaan efek biologi. Sinar UVA sebagai “Aging ray” penetrasi ke dalam epidermis dan dermis. Sinar UVA efektif untuk memproduksi efek immediate tanning yang menyebabkan penggelapan melanin pada epidermis. Paparan intensif atau ekstensif UVA dapat membakar kulit sensitif, dan dalam jangka waktu yang panjang hal ini dapat merusak struktur di bawah lapisan korneum dan menyebabkan penuaan dini. Ini cenderung menyebabkan penurunan kualitas kulit dan dapat menekan beberapa fungsi imunologi. Respon yang terjadi didalam sel karena induksi UVA lebih disebabkan karena proses oksidasi yang diinisiasi dengan endogen photosensitisasi. Setelah paparan UVA, singlet oksigen, H2O2 dan radikal hidroksil dibentuk. Hal ini dapat merusak protein selular, lipid, dan

(36)

perusakan pada pembuluh darah dermal. Sinar UVA dapat menyebabkan perusakan struktural DNA, mengganggu sistem imun, dan menyebabkan kanker (Svobodova et al., 2003; Edlich et al, 2004).

Radiasi UVB disebut sebagai ”burning ray”. Sinar UVB termasuk bagian yang minor tapi merupakan konstituen aktif sinar matahari. Sinar UVB dapat menyebabkan inflamasi pada kulit dan eritema. Sinar UVB lebih genotoxic dibanding UVA. Sinar UVB cenderung bekerja lebih banyak pada lapisan epidermal sel basal pada kulit. Ini menginduksi secara langsung maupun tidak langsung pada efek biologi, termasuk pembentukan pyrimidine fotoproduk, isomerisasi trans-cis urocanic acid, induksi aktifitas ornithine dekarboksilase, stimulasi sintesis DNA, pembentukan radikal bebas pada kulit, photoaging, dan photocarcinogenesis. Sinar UVB signifikan menurunkan daya antioksidan pada kulit, mengurangi kemampuan kulit untuk melindungi dirinya terhadap terbentuknya radikal bebas karena radiasi sinar ultraviolet. Hal ini memiliki kemampuan untuk menginduksi kanker kulit (squamous dan basal sel karsinoma) karena kerusakan DNA. Hal ini juga dipengaruhi oleh penurunan pertahanan sistem imun kulit (Svobodova et al, 2003).

Sinar UVC sangat berbahaya, walaupun hanya dengan paparan singkat. Ini secara ekstrim merusak kulit. Untungnya, radiasi UVC dari matahari diabsorbsi sempurna oleh molekul oksigen dan ozon pada atmosphere dan tidak ada yang mencapai bumi (Svobodova et al, 2003).

(37)

stratum korneum. Eritema diinduksi oleh vasodilatasi, peningkatan aliran darah, dan edema. Inflamasi terjadi pada lapisan bawah papillary dermis, dan diperantarai oleh histamin, serotonin, dan kinin. Prostaglandin (disintesis oleh enzim mikrosomal) bertanggungjawab pada pembentukan eritema, dan peningkatan eicosanoids ditemukan pada jaringan manusia yang teradiasi. Sunburn merupakan efek singkat dari kerusakan epidermis sementara. Secara histologi, sunburn dihubungkan dengan vasodilatasi pembuluh kapiler di papillary dermis, diskeratosis keratinosit (sunburn cells), perivenular edema, dan adanya dermal neutrofil (Edlich et al, 2004).

3. Efek positif radiasi sinar ultraviolet

Radiasi sinar UV juga memiliki efek positif bagi manusia. Efek positif dari radiasi UV adalah membantu dalam pembentukan vitamin D, mempengaruhi fungsi reproduksi (tanpa sinar matahari, melatonin tidak akan disekresikan dari kelenjar pineal, sehingga fungsi organ sex berkurang) (Edlich et al, 2004).

D. Inflamasi 1. Definisi

(38)

kerusakan jaringan. Inflamasi berasal dari bahasa latin yaitu inflamare yang artinya burn (Spector, 1980).

2. Penyebab

Inflamasi terjadi karena rangsangan, seperti infeksi, tekanan fisik, dan tekanan kimia yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Kerusakan ini menginisiasi aktivasi dari faktor transkripsi yang mengkontrol ekspresi dari beberapa mediator kimia (eicosanoids, oksidan biologi, sitokine, faktor adhesi, dan digestive enzyme). Beberapa oksidan biologi yaitu anion superoksid (.O2-), hidrogen peroksid

(H2O2), nitric oksid (.NO), peroksinitrit (.OONO-), asam hipochlorous (HOCl),

peroxidase-generated oxidants seperti radikal hidroksil (.OH), dan singlet oksigen (.O2 ). Oksidan ini secara luas dihasilkan oleh sel fagosit seperti neutrofil dan

makrofage, digestive enzymes dan eicosanoids. Oksidan biologi ini akan merusak jaringan (Craig dan Robert, 2003).

Gambar 3. Patogenesis dan gejala suatu peradangan (Mutschler, 1986)

Noksius

Pembebasan bahan mediator

(39)

3. Gejala

Gejala reaksi radang yang dapat diamati adalah pemerahan (rubor), panas meningkat (calor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (fungsio laesa). Gejala tersebut merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, gangguan keluarnya plasma darah (eksudasi) ke ruangan ekstrasel akibat meningkatnya ketebalan kapiler dan perangsangan resptor nyeri (Mutschler, 1986).

4. Mekanisme

Mekanisme terjadinya inflamasi pada jaringan diawali dengan proses inisiasi yaitu peristiwa terjadinya perusakan jaringan secara fisik atau oleh substansi dari luar. Setelah itu, pembuluh arteri akan mengalami kontraksi singkat kemudian diikuti dilatasi yang lama menyebabkan aliran darah meningkat dan darah masuk ke dalam kapiler darah yang inaktif. Leukosit mengalami marginasi membentuk lapisan di dinding dalam sel endothelial. Pada waktu yang sama terjadi peningkatan permeabilitas kapiler darah sehingga cairan plasma, protein (albumin, globulin, dan fibrinogen), dan leukosit keluar kejaringan menyebabkan edema. Protein kemudian dibawa oleh kelenjar limpatik menuju ke jaringan yang rusak. Pada jaringan yang tersebut terjadi chemoattraction dari sel inflamasi, dan aktifasi sel inflamasi untuk melepaskan mediator inflamasi (Craig dan Robert, 2003; Spector, 1980).

(40)

permeabilitas kapiler. Histamin akan berperanan sangat penting pada awal terjadinya inflamasi, setelah itu diikuti dengan munculnya kinin kemudian diperkuat dengan adanya prostaglandin (Spector, 1980).

Gambar 4. Jalur sintesis asam arakidonat (Craig dan Robert, 2003)

Eicosanoid atau asam arakidonat terdapat pada membran fosfolipid dan disintesis ketika terjadi stimulasi seluler. Asam arakidonat berikatan pada membran dengan phosphatidylcoline oleh enzim phospholipase A2. Asam arakidonat kemudian

(41)

faktor utama dalam inflamasi kronis. Produk akhir dari prostaglandin bersifat spesifik pada jaringan, contohnya platelet memproduksi thromboxane A2 (TxA2); sel

pembuluh endothelial memproduksi prostasiklin (PGI2), sel mast memproduksi

prostaglandin D2 (PGD2); dan vasculature, saluran gastrointestinal, tulang, dan

jaringan lain memproduksi prostaglandin E2 (PGE2) (Craig dan Robert, 2003).

E. Sunscreen

1. Pengertian sunscreen

Berdasarkan mekanisme aksinya, sunscreen dapat dibedakan menjadi 2, yaitu chemical sunscreen dan physical blockers. Chemical sunscreen secara umum merupakan senyawa aromatik yang terikat pada gugus karbonil. Senyawa kimia ini mengabsorbsi intensitas tinggi sinar ultraviolet dengan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi, contohnya adalah oksibenzon, sinamate. Senyawa sunscreen yang termasuk dalam physical blockers merefleksikan radiasi UV, contohnya adalah TiO2

dan ZnO (Barel et al, 2001). Produk sunscreen seharusnya dapat efektif dalam mencegah sunburn, ageing, dan juga memproteksi terhadap photo-immunosuppression (Verheugen, 2006).

2. Sun Protection Factor (SPF)

(42)

dosis UVR yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 MED pada kulit yang telah diproteksi setelah aplikasi 2 mg/cm2 produk sunscreen dibanding dosis sinar UV untuk memproduksi satu MED pada kulit yang tidak diproteksi. Sunscreen dengan broad-spectrum atau spektrum luas mampu melindungi kulit dari UV A dan UV B (Barel et al, 2001).

3. Pengujian SPF

Eritema merupakan metode yang secara rutin digunakan untuk mendapatkan efek inflamasi karena radiasi UV pada kulit manusia dan MED adalah basis untuk determinasi SPF. Namun, penilaian eritema secara luas diakui sulit. Edema pada mencit tipe Skh hairless strain biasa digunakan sebagai model untuk eritema pada manusia. Radiasi UV yang digunakan untuk minimal edema respon sama dengan MED pada manusia dengan skin type II / III. Evaluasi eritema bersifat semiquantitatif sehingga menjadi kurang akurat daripada pengukuran edema (Fourtanier et al, 2000). Metode pengukuran SPF mengacu pada metode COLIPA, 1994 (Anonim, 2006) sebagai metode internasional, yang pada metode tersebut penentuan SPF dideterminasi menggunakan 10 volunter manusia.

Tabel IV. Pengelompokan daya proteksi sunscreen berdasarkan nilai SPF berdasarkan FDA

Sunburn protection Sun protection factor

Minimal 2-12

Moderate 12-30

High >30

(43)

F. Kulit

Kulit memiliki beberapa fungsi, yaitu melindungi tubuh terhadap luka, perlindungan terhadap mikroorganisme patogen, mempertahankan suhu tubuh dengan pertolongan sirkulasi darah, mengatur keseimbangan cairan melalui sirkulasi kelenjar, alat indera melalui persarafan sensorik. Lapisan kulit terdiri dari 3 lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan subkutis (Syaifuddin, 1997).

Gambar 5. Struktur kulit ( Washington, Washington, dan Wilson, 2001)

(44)

menghasilkan pigmen; sel Langerhans, sel fagositik berperan dalam pengambilan dan pengolahan antigen; dan sel Merkel, sel neuoroendokrin yang fungsinya belum diketahui (Sander, 2003).

Dermis terdiri dari jaringan ikat longgar dan pembuluh–pembuluh darah halus, dan memiliki folikel rambut (Sander, 2003). Dermis terdiri dari 2 lapisan, yaitu:

a. bagian atas, pars papilaris (stratum papilar)

b. bagian bawah, retikularis (stratum retikularis) (Syaifuddin, 1997).

Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak. Selain itu, jaringan subkutis juga terdapat serabut-serabut jaringan ikat dermis (Syaifudin, 1997).

G. Gel

Menurut definisinya, gel merupakan bentuk sediaan semisolid yang mengandung larutan bahan aktif tunggal maupun campuran dengan pembawa senyawa hidrofilik dan hidrofobik. Gel juga dirumuskan sebagai sistem dispersi yang minimal terdiri dari dua fase yaitu sebuah fase padat dan sebuah fase cair (gel liofil) atau terdiri dari sebuah fase padat dan fase berbentuk gas (gel kserofil) (Voigt, 1994).

(45)

antara molekul pelarut dan jaringan polimer menyebabkan gerak molekul berkurang sehingga meningkatkan viskositanya (Barel et al., 2001).

Setelah aplikasi, hidrogel akan memberikan efek mendinginkan karena evaporasi dari pelarut, mudah diaplikasikan dan melembabkan kulit (Barel et al., 2001). Keuntungan lain dari bentuk sediaan ini adalah setelah kering meninggalkan lapisan tipis (film) tembus pandang elastis dengan daya lekat tinggi, yang tidak menyumbat pori kulit, pernafasan tidak dipengaruhi dan dapat dengan mudah dicuci dengan air (Voigt, 1994).

H. Krim

Krim (cremores) adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Krim ada dua tipe, yaitu krim tipe minyak dalam air (M/A) dan tipe air dalam minyak (A/M). Krim yang dapat dicuci dengan air (M/A) ditujukan terutama untuk penggunaan kosmetik dan estetika (Syamsuni, 2005).

(46)

(air), memiliki efek mendinginkan karena evaporasi dari fase eksternal (Barel et al., 2001).

I. Landasan Teori

Teh hijau mengandung 30-40% polifenol dengan kandungan terbesar adalah golongan katekin (Syah, 2006). Polifenol tidak hanya dapat mengabsorbsi sinar ultraviolet tetapi juga memiliki sifat antioksidan yang akan menangkap radikal bebas yang berasal dari radiasi UV sehingga dapat meminimalkan efek buruk sinar UV, salah satu efek buruk tersebut adalah reaksi inflamasi. Polifenol dapat mengabsorbsi sinar UV karena adanya gugus aromatik yang berikatan dengan gugus karbonil (Bowen, 1998). Mekanisme absorbsi dari polifenol teh hijau dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Resonansi elektron pada (-)-epigalocathecin gallate (EGCG) ketika terjadi absorbsi radiasi UV

(47)

air dan radikal baru yang distabilisasi oleh efek resonansi inti aromatik sehingga bersifat tidak reaktif (Middleton Jr., Kandaswami, C., dan Theoharis, C.T., 2000). Mekanisme penangkapan radikal bebas oleh polifenol teh dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Mekanisme penangkapan radikal bebas oleh gugus cathecol (Middleton

et al, 2000).

(48)

5,874, yang didapatkan secara in vitro dengan metode Petro (Prasetyo, 2008; Wijayanti, 2008).

Akan tetapi, adanya perbedaan fisikokimia formulasi dari sediaan dapat menyebabkan perbedaan pelepasan zat aktif yang pada akhirnya dapat mempengaruhi efikasinya (Shargel dan Yu, 1985). Gel merupakan matriks 3 dimensi hasil ikatan dari polimer (gelling agent) dengan solvent sehingga terjadi pembatasan gerak senyawa yang terjebak didalam matriks 3 dimensi. Oleh karena itu, gel sering digunakan dalam sediaan farmasetis dalam pemberian efek pelepasan obat secara lepas lambat (Barel et al., 2001). Krim merupakan bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Syamsuni, 2005). Krim merupakan bentuk sediaan yang sering digunakan dalam sediaan kosmetik karena mudah dipalikasikan di kulit sehingga meningkatkan penerimaan pasien (Barel et al., 2001). Namun, penelitian mengenai profil pelepasan zat aktif dari sediaan krim belum dilakukan.

J. Hipotesis

(49)

28 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental. Objek uji dalam penelitian ini adalah bentuk sediaan sunscreen fraksi polifenol teh hijau, yaitu berbentuk gel dan krim, yang formulasinya didapatkan dari penelitian sebelumnya.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis bentuk sediaan sunscreen fraksi polifenol teh hijau, yaitu berbentuk gel dan krim.

2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah nilai SPF sediaan sunscreen dan skinfold thickness.

3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi fisologis mencit BALB/c.

4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi patologis mencit BALB/c dan gerak mencit dalam kotak perlakuan.

C. Definisi Operasional

(50)

lipat skinfold thickness awal) akibat 1 kali paparan UV, yang diukur 24 jam setelah radiasi.

2. Skinfold thickness merupakan ketebalan lipatan kulit mencit pada bagian punggung yang diukur pasca paparan UV.

3. Peningkatan skinfold thickness adalah skinfold thickness akhir dikurangi skinfold thickness awal.

4. Dosis UVR adalah lama waktu pemaparan radiasi sinar ultraviolet.

5. Lampu Simulasi UV adalah lampu UVA, Black Light, Unfiltered Lamp, Sankyo, dengan panjang gelombang 365 nm yang digunakan untuk mensimulasi radiasi sinar ultraviolet yang dipasang dengan jarak 15 cm dengan nilai 115-116 lux. Lampu simulasi UV telah dikalibrasi di Laboratorium Analisa Pusat, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

6. Sun Protection Factor atau SPF adalah perbandingan antara MED dari kulit yang diproteksi dengan sediaan dan 1 MED dari kulit yang tidak diproteksi dengan sediaan (Fourtanier et all, 2000).

7. Krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau adalah bentuk sediaan sunscreen yang berupa emulsi antara fase minyak dan fase air dengan tipe M/A yang mengandung fraksi polifenol teh hijau 18,1 mg % setara dengan polifenol 0,022 % b/b terhitung ekuivalen terhadap kuersetin.

(51)

9. Gel sunscreen fraksi polifenol teh hijau adalah bentuk sediaan sunscreen yang berupa hidrogel yang mengandung fraksi polifenol teh hijau 18,1 mg % setara dengan polifenol 0,022 % b/b terhitung ekuivalen terhadap kuersetin.

10. Basis gel sunscreen fraksi polifenol teh hijau adalah pembawa (vehicle) yang berupa hidrogel yang tidak mengandung fraksi polifenol teh hijau.

D. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat

a. Sumber radiasi ultraviolet / lampu simulasi UV

Lampu simulasi UV (lampu TL UVA, Black Light, Unfiltered Lamp, Sankyo) untuk radiasi dengan panjang gelombang 365 nm yang digunakan untuk mensimulasi radiasi sinar ultraviolet dipasang dengan jarak 15 cm dengan nilai 115-116 lux. Lampu simulasi UV (lampu TL UVA, Black Light, Unfiltered Lamp, Sankyo) telah dikalibrasi di Laboratorium Analisa Pusat, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. b. Timbangan elektrik,

c. Electronic digital caliper (dengan ketelitian 0,02 mm) d. Gloved fingers

2. Bahan

a. Gel sunscreen fraksi polifenol teh hijau

(52)

setara dengan polifenol 0,022 % b/b terhitung ekuivalen terhadap kuersetin.

Formula gel sunscreen tersusun dari :

Tabel V. Komposisi penyusun gel sunscreen fraksi polifenol teh hijau (Wijayanti, 2008)

Komposisi Jumlah %

Fraksi polifenol teh hijau 0,022 % b/b

CMC 4,3 g 4,33%

Propilen glikol 10 g 10,07%

Etanol 11,7 g 11,78%

Aquadest 72,5 g 73,01%

Metil paraben 0,3 g 0,30%

Asam sitrat 0,5 g 0,50

Total 99,3 100%

b. Krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau

Krim sunscreen didapatkan dari hasil penelitian sebelumnya (Prasetya, 2008), mengandung fraksi polifenol teh hijau 18,1 mg % setara dengan polifenol 0,022 % b/b terhitung ekuivalen terhadap kuersetin.

(53)

Tabel VI. Komposisi penyusun krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau (Prasetya,

c. Binatang percobaan

Mencit jantan strain Balb/c dengan umur 8-10 minggu yang diperoleh dari Laboratorium Pusat Penelitian Terpadu (LPPT) UGM, dan dimasukkan ke dalam kandang, selanjutnya dijaga pada suhu ruangan. Mencit diberi pakan pellet dan diberi air ad libitum.

d. Depilatories (krim penghilang bulu).

E. Jalan Penelitian 1. Praperlakuan mencit

(54)

dengan tissue untuk menghilangkan krim depilatories. Setelah bersih, oleskan krim pencegah pertumbuhan rambut, diamkan selama 1 hari. Sebelum digunakan untuk uji, kulit mencit dibersihkan kembali dengan menggunakan kain basah kemudian diukur skinfold thickness.

2. Optimasi penentuan nilai 1 MED (edema)

Dua belas mencit dikelompokkan menjadi 4 kelompok. Masing-masing kelompok diukur ketebalan kulit (skinfold thickness) awal pada bagian punggung sebelum diradiasi dengan menggunakan electronic digital caliper. Setelah itu masing-masing kelompok mencit diradiasi dengan menggunakan lampu UV selama 5, 10, 15, dan 20 menit. Dua puluh empat jam kemudian, peningkatan ketebalan kulit mencit diukur. 1 MED adalah waktu paparan yang diperlukan untuk membuat ketebalan kulit mencit menjadi mendekati 1,5-2 kali lipat sebelum dipapar sinar UV

Gambar 8. Skema metode optimasi penentuan 1 MED

12 mencit hasil praperlakuan

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Radiasi UV 5

(55)

3. Optimasi Puncak Inflamasi

Lima ekor mencit diukur skinfold thickness awal pada bagian punggung sebelum diradiasi menggunakan electronic digital caliper. Setelah itu, mencit diradiasi dengan menggunakan lampu simulasi UV selama 1 MED sebanyak 3 kali dengan selang waktu 24 jam. Perubahan skinfold thickness mencit diukur pada waktu 24, 48, dan 72 jam setelah radiasi.

Gambar 9. Skema metode optimasi puncak inflamasi

5 ekor mencit hasil praperlakuan

Diradiasi selama 1 MED

Ukur peningkatan skinfold thickness 1 24 jam

24 jam

Ukur peningkatan skinfold thickness 2

24 jam

Diradiasi selama 1 MED

Diradiasi selama 1 MED

(56)

4. Pengukuran Sun Protection Factor (SPF) Secara In Vivo

Pengukuran SPF menggunakan 35 hewan uji mencit Balb/c yang telah dipreparasi sebelumnya. Diukur skinfold thickness awal dengan menggunakan electronic digital caliper. Mencit didistribusikan menjadi 7 kelompok. Skema metode pengukuran SPF dapat dilihat pada gambar 8. Sun Protection Factor adalah MED kelompok dengan sediaan dan diradiasi UV dibagi dengan MED kelompok tanpa sediaan dan diradiasi UV (Fourtanier et al, 2000).

Gambar 10. Skema metode pengukuran SPF sediaan secara in vivo (Fourtanier et al,

2000).

5. Pengukuran efikasi terhadap inflammation associated edema

Penghitungan efikasi terhadap inflammation associated edema menggunakan 25 hewan uji mencit Balb/c yang telah dipreparasi sebelumnya

45 mencit hasil praperlakuan

Kontrol 1 Kelmpk. 1 Kelmpk. 2 Kelmpk. 3

Ukur peningkatan skinfold thickness 24 jam setelah radiasi

(57)

kemudian didistribusikan dalam 5 kelompok. Skema metode pengukuran efikasi terhadap inflammation associated edema dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 10. Skema metode pengukuran efikasi terhadap inflammation associated edema (Widyarini et al, 2001)

25 mencit hasil praperlakuan

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5

Tanpa

Jumlah aplikasi = 0,2 gram, 15 menit sebelum radiasi

Diradiasi selama 1 MED

Ukur peningkatan skinfold thickness 1 24 jam

24 jam

Ukur peningkatan skinfold thickness 2

24 jam

Diradiasi selama 1 MED

Diradiasi selama 1 MED

(58)

F. Analisis Data

Data yang diperoleh adalah nilai skinfold thickness. Data skinfold thickness tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan nilai MED. Nilai MED digunakan untuk mendapatkan nilai SPF secara in vivo yang dihitung dengan rumus:

SPF =

Nilai MED yang digunakan untuk “MED dengan sediaan” dipilih dari hasil radiasi selama n X 1 MED dengan peningkatan skinfold thickness yang berbeda tidak bermakna dengan peningkatan skinfold thickness pada hewan uji yang diradiasi lampu UV selama 1 MED dan tanpa proteksi sediaan. Untuk mengetahui perbedaan bermakna atau tidak bermakna digunakan uji statistik berupa one tailed - independent sample t test. Peningkatan skinfold thickness dapat dirumuskan sebagai berikut:

Nilai skinfold thickness juga digunakan dalam pengukuran proteksi terhadap inflammation associated edema. Hasil yang didapatkan dalam pengukuran ini ditampilkan dalam bentuk grafik yang menggambarkan perubahan skinfold thickness dimana sumbu Y adalah skinfold thickness (mm) dan sumbu X adalah perlakuan yang diberikan pada hewan uji sebelum dan setelah radiasi UV. Hasil kemudian diuji secara statistik menggunakan ANOVA untuk mengetahui adanya perbedaan bermakna

(59)

atau tidak bermakna antara kelompok perlakuan. Perbedaan diuji dengan menggunakan Post hoc berupa LSD.

(60)

39 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

(61)

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan efikasi antara gel dan krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau sehingga dapat diketahui pengaruh bentuk sediaan maupun formulasi terhadap efikasi sunscreen. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti melakukan berbagai langkah penelitian yang dapat dilihat pada gambar 11 berikut ini.

Gambar 11. Skema langkah penelitian

A. Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan sebagai orientasi untuk mempersiapkan hal-hal yang diperlukan dalam pengambilan data pada saat uji efikasi sediaan sunscreen. Uji

A. Uji Pendahuluan

1. Optimasi Penentuan Nilai 1 MED

2. Optimasi Puncak Inflamasi

B. Uji Efikasi Sediaan Sunscreen

2. Efek Proteksi Gel dan Krim Sunscreen Fraksi Polifenol Teh Hijau Terhadap Inflammation Associated Edema

C. Pengaruh Bentuk Sediaan Terhadap Nilai SPF Secara In Vivo dan Proteksi Terhadap Inflammation Associated Edema

(62)

pendahuluan yang dilakukan meliputi : penetapan 1 MED yang berfungsi dalam penetapan waktu/dosis radiasi pada penentuan SPF secara in vivo dan efek proteksi terhadap inflammation associated edema, serta penetapan puncak inflamasi yang akan digunakan pada pengujian efek proteksi terhadap inflammation associated edema.

1. Optimasi Penentuan Nilai 1 MED

Eritema merupakan metode yang sangat rutin digunakan untuk menentukan efikasi sunscreen dan MED merupakan basis yang digunakan untuk menghitung SPF (Fourtanier et al, 2000). Telah dipercaya bahwa penentuan eritema pada hewan uji sangat sulit dilakukan. Edema pada Skh hairless strain sering digunakan sebagai model untuk eritema pada manusia. Dosis UVR yang digunakan untuk menimbulkan edema pada Skh hairless strain sama dengan MED pada kulit manusia type II/III. Evaluasi eritema bersifat semikuantitatif yang menyebabkan kurang akurat dibanding pengukuran dengan edema (Fourtanier et al., 2000). Oleh karena adanya dasar teori demikian, maka dalam penelitian ini menggunakan edema untuk mengukur MED. Edema dihitung sebagai skinfold thickness sebagai parameter dari inflamation associated edema akibat paparan UV.

(63)

skinfold thickness). Dalam penelitian ini, penetapan 1 MED ditetapkan dengan memilih perubahan skinfold thickness 1,5-2 kali lipat skinfold thickness awal karena perubahan skinfold thickness dapat diamati secara visual. Pengukuran 1 MED dilakukan pada hewan uji yang tidak diberi aplikasi sediaan sunscreen.

(64)

0,85

tebal awal tebal akhir

Gambar 12. Perubahan skinfold thickness yang diukur 24 jam setelah radiasi UV.

Hasil ini didapatkan dari radiasi UV pada hewan uji tanpa aplikasi topikal selama 5, 10, 15, dan 20 menit. Dari ke-4 seri waktu tersebut, paparan UV selama 20 menit memberikan rata-rata

skinfold thickness akhir paling besar dan mendekati 2 kali lipat skinfold thickness awal.

Dari gambar 12 di atas diketahui bahwa pada dosis radiasi 20 menit terjadi perubahan skinfold thickness 1,5-2 kali lipat skinfold thickness awal, yaitu dari skinfold thickness awal sebesar 0,68±0,02 mm menjadi 1,23±0,35 mm (perubahan skinfold thickness adalah sekitar 1,8 kali lipat). Oleh karena itu ditentukan waktu paparan selama 20 menit sebagai 1 MED.

2. Penetapan Puncak Inflamasi

(65)

disekitarnya (Svobodova et al., 2003). Oleh karena itu, untuk mendapatkan pembentukan inflamasi yang maksimal, pengamatan perubahan skinfold thickness dilakukan selama 72 jam dengan 3 kali radiasi. Dengan didapatkannya puncak terbentuknya inflamasi, maka ketepatan pengamatan pun juga akan meningkat. Penetapan ini dilakukan pada hewan uji kontrol (tanpa diberi aplikasi sunscreen, diradiasi UV selama 1 MED selama 3 hari berturut-turut). Hasil penetapan puncak inflamasi dapat terlihat dari gambar 13 berikut ini :

1,13 1,08

Gambar 13. Perubahan skinfold thickness pada kontrol pasca paparan UV

(66)

Penelitian ini menggunakan sumber radiasi berupa lampu UVA. Secara teoritis, sinar UVA dapat menyebabkan hiperplasia dan inflamasi karena UVA dapat menyebabkan pembentukan ROS yang dapat merusak membran lipid (Svobodova,A., Walterova, D., Vostalova, J., 2006). Namun efek UVA dalam memproduksi inflamasi lebih rendah dibanding UVB, bahkan dengan meningkatnya jumlah UVA dapat menurunkan efek inflamasi yang dihasilkan dari radiasi UVB (Reeve, Domanski, Slater, 2006). Dengan demikian, penggunaan sumber radiasi berupa lampu UVA menyebabkan pembentukan inflamasi menjadi kurang optimal. Hal inilah yang kemungkinan menyebabkan pembentukan inflamasi pada hari 1 sampai dengan hari 3 terjadi perubahan skinfold thickness yang berbeda namun tidak bermakna secara statistik.

B. Uji Efikasi Sediaan Sunscreen

(67)

terbentuknya inflamasi dapat digunakan sebagai penanda biologis terjadinya resiko fotokarsinogenesis (Widyarini et al, 2001).

1. Penetapan nilai SPF gel dan krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau secara

in vivo

Sun Protection Factor (SPF) merupakan ukuran nilai efikasi sediaan sunscreen. Tujuan dari penentuan nilai SPF ini adalah untuk menentukan lama proteksi sediaan sunscreen ketika diaplikasikan di kulit. Nilai SPF secara in vivo diukur dengan rumus sebagai berikut:

SPF =

Untuk pengujian SPF secara in vivo ini, nilai ”MED dengan sunscreen” dipilih dari peningkatan skinfold thickness (skinfold thickness akhir-skinfold thickness awal) karena radiasi UV selama n X 1 MED pada hewan uji dengan aplikasi sediaan sunscreen yang nilainya berbeda tidak bermakna (p>0,05) dengan peningkatan skinfold thickness pada hewan uji dengan perlakuan 1 MED tanpa aplikasi sediaan sunscreen. Dalam pengujian nilai SPF sediaan sunscreen digunakan 6 kelompok hewan uji dengan jumlah 5 ekor untuk tiap kelompok.

(68)

diketahui bahwa perubahan peningkatan skinfold thickness antara hewan yang diberi aplikasi sediaan sunscreen dan tanpa diberi sediaan sunscreen berbeda tidak bermakna (p>0,05), dalam arti lain sediaan krim dan gel sunscreen polifenol teh hijau dapat memberikan proteksi terhadap radiasi UV selama 180 menit pemaparan. Waktu pemaparan kemudian dinaikkan lagi menjadi 10 MED (200 menit penyinaran radiasi UV), 15 MED (300 menit penyinaran radiasi UV), dan 20 MED (400 menit penyinaran radiasi UV).

0,52

kontrol krim 10 krim 15 krim 20

p

Gambar 14. Peningkatan skinfold thickness (skinfold thickness akhir-skinfold thickness awal) pada pengujian SPF krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau.

(69)

0,67

kontrol gel 10 gel 15 gel 20

p

Gambar 15. Peningkatan skinfold thickness (skinfold thickness akhir-skinfold thickness awal) pada pengujian SPF gel sunscreen fraksi polifenol teh hijau.

Gel sunscreen polifenol teh hijau juga dapat memberikan proteksi terhadap radiasi UV. Dengan adanya aplikasi Gel sunscreen pada kulit mencit, maka waktu yang dibutuhkan untuk menimbulkan peningkatan skinfold thickness yang berbeda tidak bermakna dengan 1 MED (tanpa aplikasi) adalah 20 X 1 MED. Oleh karena itu, dengan penghitungan SPF, maka SPF gel sunscreen polifenol teh hijau adalah 20. Jadi, nilai SPF secara in vivo dari sediaan krim dan gel adalah sama, yaitu SPF 20.

Berdasarkan standar yang dikeluarkan oleh FDA, gel dan krim fraksi polifenol teh hijau dengan nilai SPF 20 termasuk dalam golongan sunscreen dengan daya proteksi menengah (Edlich et al, 2004).

(70)

radiasi dihentikan sampai 20 MED. Penentuan SPF pada penelitian ini menjadi kurang valid karena sumber radiasi UV yang digunakan tidak sesuai untuk uji penentuan nilai SPF sediaan sunscreen. Pengujian SPF menurut COLIPA merekomendasikan penggunaan sumber radiasi berupa xenon arc lamp (lampu UVB) yang difilter menggunakan dichroic UV filter (Anonim, 2006). Sinar UVA bertanggungjawab pada pembentukan inflamasi tetapi sifat inflamatogennya hanya kecil (Svobodova et al, 2006; Reeve et al, 2006). Hal ini menyebabkan pembentukan inflamasi menjadi kurang optimal.

2. Efek proteksi gel dan krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau terhadap

inflammation associated edema

(71)

pada kulit mencit 15 menit sebelum radiasi UV dengan harapan agar sediaan sunscreen dapat berfungsi lebih efektif dalam memberikan proteksi terhadap radiasi UV.

Efek proteksi terhadap inflamation associated edema diukur dengan parameter perubahan skinfold thickness akibat radiasi UV. Terbentuknya edema yang ditandai dengan perubahan skinfold thickness merupakan bagian yang penting karena merupakan variabel tergantung yang akan diamati.

Penentuan nilai skinfold thickness didapatkan dari rata-rata skinfold thickness pada 3 bagian middorsal punggung mencit. Sediaan sunscreen dikatakan memiliki efek proteksi terhadap inflammation associated edema jika didapatkan perubahan skinfold thickness yang lebih kecil secara bermakna dibandingkan kontrol.

0,5

Kontrol basis krim Krim

ski

tebal awal tebal akhir

Gambar 16. Grafik pengaruh basis krim dan krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau terhadap perubahan skinfold thickness pasca paparan UV. Keterangan : kontrol

adalah kelompok hewan uji yang tidak diberi aplikasi sunscreen dan diradiasi selama 1 MED selama 3 hari berturut-turut; basis krim adalah kelompok hewan uji yang diberi aplikasi basis

krim 0,2 g dan diradiasi selama 1 MED selama 3 hari berturut-turut; krim adalah kelompok hewan uji yang diberi aplikasi krim sunscreen polifenol teh hijau 0,2 g dan diradiasi selama 1

(72)

Pada gambar 16, dapat dilihat bahwa perubahan skinfold thickness setelah radiasi UV pada basis krim (1,07±0,27 mm) lebih rendah dibanding pada kontrol (1,27±0,22 mm) dan pada aplikasi krim (1,39±0,19 mm). Namun, dengan pengujian secara statistik (ANOVA) didapatkan bahwa rata-rata perubahan skinfold thickness antara krim sunscreen, basis krim sunscreen, dan kontrol berbeda tidak bermakna (p>0,05) yang menandakan bahwa basis krim maupun krim sunscreen fraksi polifenol teh hijau tidak memberikan proteksi terhadap inflammation associated edema.

Kontrol Basis Gel gel

ski

tebal awal tebal akhir

Gambar 17. Grafik pengaruh basis gel dan gel sunscreen fraksi polifenol teh hijau terhadap skinfold thickness pasca paparan UV. Keterangan : kontrol adalah kelompok

hewan uji yang tidak diberi aplikasi sunscreen dan diradiasi selama 1 MED selama 3 hari berturut-turut; basis gel adalah kelompok hewan uji yang diberi aplikasi basis gel 0,2 g dan diradiasi selama 1 MED selama 3 hari berturut-turut; gel adalah kelompok hewan uji yang diberi aplikasi gel sunscreen polifenol teh hijau 0,2 g dan diradiasi selama 1 MED selama 3 hari

berturut-turut

(73)

dengan aplikasi gel, skinfold thickness pada basis gel lebih tinggi disbanding dengan aplikasi gel (1,11±0,11 mm). Namun, berdasarkan pengujian dengan menggunakan ANOVA didapatkan bahwa terdapat perbedaan tidak bermakna (p>0,05) antara kelompok kontrol, gel sunscreen, dan basis gel sunscreen yang menandakan basis gel dan gel sunscreen fraksi polifenol teh hijau tidak memberikan proteksi terhadap inflammation associated edema.

(74)

C. Pengaruh Bentuk Sediaan Terhadap Nilai SPF Secara In Vivo, Proteksi Terhadap Inflammation Associated Edema, dan perubahan skinfold thickness

Sunscreen merupakan sediaan topikal yang digunakan untuk mengabsorbsi atau merefleksikan sinar UV (Barel, 2001). Namun, mekanisme suatu sun protection tidak hanya melalui absorbsi dan refleksi sinar UV. Cara lain adalah dengan cara menangkap radikal bebas atau berikatan dengan fotoreseptor sehingga dapat mencegah inflamasi dan immunosupression (Widyarini et al, 2001). Radikal bebas ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang akhirnya akan menimbulkan inflamasi. Salah satu senyawa alam yang dapat mengabsorbsi UV dan memiliki aktivitas antioksidan adalah polifenol, salah satunya adalah polifenol yang terkandung dalam teh hijau. Kandungan utama polifenol teh hijau adalah golongan katekin. Golongan katekin yang paling dikenal masyarakat dan dapat dikatakan sebagai ciri khas atau komponen aktif dari teh hijau adalah epigalokatekin galat (EGCG).

Gambar 18. Scanning absorbansi fraksi polifenolteh hijau

(75)

melindungi kulit terhadap UVB dan UVC. Kemampuan mengabsorbsi ini disebabkan karena adanya gugus aromatik yang berikatan dengan gugus karbonil (Syah, 2006). Gugus aromatik ini akan mengabsorbsi radiasi UV sehingga terjadi resonansi elektron pada gugus aromatiknya. Kemudian, molekul akan dengan cepat kembali dari keadaan tereksitasi (tidak stabil) kekeadaan ground state yang lebih stabil, mekanisme absorbsi dapat dilihat pada gambar 6 (Bowen, 1998).

Selain dapat mengabsorbsi pada range sinar UV, fraksi polifenol teh hijau, terutama EGCG, sangat terkenal dengan sifat antioksidannya (Syah, 2006). Sifat antioksidan sangat dipengaruhi oleh adanya gugus hidroksi fenolik karena gugus ini akan menangkap radikal bebas dan akan distabilkan oleh efek resonansi inti aromatik. Mekanisme penangkapan radikal bebas dapat dilihat pada gambar 7. Sinar UV dapat menghasilkan radikal bebas. Dengan adanya fraksi polifenol teh hijau, diharapkan fraksi polifenol tersebut dapat mengikat radikal bebas yang ada dipermukaan kulit sehingga perusakan fosfolipid dapat terhambat dan pada akhirnya pembentukan inflamasi juga terhambat.

(76)

Tabel VII. Pengaruh bentuk sediaan terhadap nilai SPF, inflammation associated edema,dan perubahan skinfold thickness pasca paparan UV

SPF Inflammation associated edema

Perubahan skinfold thickness (mm) Krim 20 Tidak memberikan efek 1,39 ± 0,19

Gel 20 Tidak memberikan efek 1,11 ± 0,11

Pada tabel VIII , dapat diketahui bahwa kedua bentuk sediaan ini memiliki nilai SPF secara in vivo yang sama (SPF 20), keduanya tidak memberikan proteksi terhadap inflammation associated edema namun terdapat perubahan skinfold thickness yang berbeda bermakna (p<0,05), data dapat dilihat pada lampiran 8. Perbedaan bermakna disimpulkan dari analisis statistik menggunakan t test. Perbedaan bermakna terjadi karena nilai t hitung (2,793) lebih besar dibanding nilai t tabel (2,306). Dalam hal ini, gel memiliki perubahan skinfold thickness yang lebih rendah dibanding krim.

Secara teoritis, gel merupakan matriks 3 dimensi antara polimer dan solvent sehingga dapat membatasi gerak senyawa yang terjebak. Oleh karena itu, gel digunakan dalam sediaan farmasetis jika diinginkan efek lepas lambat. Dengan adanya sifat-sifat tersebut, gel sunscreen fraksi polifenol teh hijau dapat menjaga fraksi polifenol teh hijau tetap berada dipermukaan kulit sehingga dapat berfungsi mengabsorbsi radiasi UV dan menangkap radikal bebas di permukaan kulit.

(77)

kosmetik memiliki fungsi yang khusus. Formulasi bentuk sediaan memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah memberikan efek secara langsung (misalnya adalah sebagai pembersih, efek hydration, perlindungan, dekorasi, dan care), menghantarkan zat aktif, dan membawa zat aktif ke target. Suatu formulasi bentuk sediaan sangat mungkin memberikan efek pada suatu sediaan disebabkan karena adanya zat kimia yang menyusunnya (Barel et al., 2001). Berdasarkan penelitian inipun, perbedaan bentuk sediaan memberikan pengaruh terhadap perubahan skinfold thickness pasca radiasi UV.

Formulasi gel terdiri dari 3 komponen yang memiliki fungsi sebagai penetration enhancer sedangkan krim memiliki lebih sedikit penetration enhancer. Contoh penetration enhancer pada sediaan gel sunscreen adalah air, etanol, dan propilenglikol. Penetration enhancer merupakan senyawa kimia yang dapat meningkatkan absorbsi perkutan pada sediaan topical (Ghafourian, Zandasrar, Hamishekar, dan Nokodchi, 2004). Kerja dari penetration enhancer ini adalah dengan cara membasahi stratum korneum yang bersifat occlusive, menyebabkan peningkatan penetrasi dermal. Cara lain adalah mengubah integritas stratum korneum dengan berinteraksi dengan membrane lipids (Wotton, Møllgaard, Hadgraft, dan Hoelgaard, 1985).

Gambar

Tabel I. Komposisi kandungan kimia pucuk daun teh (%berat kering)
Tabel II. Sifat fisik dan kimia katekin (Syah, 2006)
Gambar 3. Patogenesis dan gejala suatu peradangan (Mutschler, 1986)
Gambar 4. Jalur sintesis asam arakidonat (Craig dan Robert, 2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam mengukur pH suatu larutan dapat dilakukan dengan berbagai cara Dalam mengukur pH suatu larutan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan menggunakan kertas lakmus,

Keperluan yang paling biasa untuk bahan anodik SOFC adalah kekonduksian elektrik yang sangat baik, aktiviti elektrokimia yang baik untuk mengoksidakan fuel,

Rekam medis tidak hanya sekeda rmempunyai pengertian sebagai kegiatan pencatatan saja, akan tetapi mempunyai pengertian sebagai suatu system penyelenggaraan rekam medis

Sistem ini disusun, dirancang dan dibuat untuk keperluan intern hotel dan mempermudah dalam menyampaikan informasi serta promosi kepada masyarakat luas tentang

Atas dasar sudut pandang apakah (perspektif sifat pemikiran, corak pemikiran, objek.. pemikiran, atau perspektif-perspektif lainnya) sehingga pemikiran Islam Faisal Ismail

ISOLASI DAN KARAKTERISASI JAMUR ENDOFIT AKAR Rhizophora stylosa DARI HUTAN MANGROVE WANATIRTA KULON PROGO DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERINYA TERHADAP Staphylococcus aureus DAN

Kepala sekolah professional tidak saja dituntut untuk melaksanakan berbagai tugasnya di sekolah, tetapi ia juga harus mampu menjalin kerjasama dengan

[r]