• Tidak ada hasil yang ditemukan

146 rizma dwi hastining

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "146 rizma dwi hastining"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Suhu Pemanasan Pasir Besi Abu Vulkanik Gunung Kelud

Terhadap Suseptibilitas Magnetik dan Morfologi Mineral Magnetik

RIZMADWIHASTINING1), SITIZULAIKAH2,*), SUJITO2), BURHANINDRIAWAN3) Mahasiswa Jurusan Fisika Universitas Negeri Malang. Jl. Semarang 5 Malang

1)E-mail: rzmdwi@gmail.com 2)E-mail: sities2000@yahoo.com

3)E-mail: soejito@gmail.com 4)E-mail: burhan@um.ac.id

*)PENULISKORESPONDEN TELP: 085784790828

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu pemanasan pasir besi abu vulkanik terhadap suseptibilitas magnetik. Sampel yang digunakan adalah abu vulkanik letusan Gunung Kelud dengan variasi suhu pemanasan 0oC, 500oC dan 1000oC. Uji suseptibilitas magnetik dilakukan untuk mengetahui nilai suseptibilitas magnetik baik lowdanhigh frequency

sehingga didapatkan nilai Percentage Frequency Dependent Susceptibility ( %). Uji morfologi mineral magnetik yang terkandung pada abu vulkanik dilakukan dengan SEM-EDAX. Hasil penelitian menunjukkan nilai suseptibilitas magnetik abu vulkanik pada suhu 0oC memiliki nilai 376 (×10-6m3kg-1), 361 (×10-6m3kg-1) dan 4,1% dengan ukuran bulir yang kecil dan permukaan yang halus. Pada suhu pemanasan 500oC memiliki nilai 296 (×10-6m3kg-1) 291 (×10-6m3kg-1) dan 1,88% dengan ukuran bulir lebih besar dari suhu 0oC dan permukaan yang sedikit kasar dan berongga. Pada suhu pemanasan 1000oC memiliki nilai 39,8 (×10-6m3kg-1) 38,4 (×10-6m3kg-1) dan 3,46% dengan ukuran bulir yang besar dan permukaan yang kasar dengan rongga lebih besar. Ukuran bulir mineral magnetik abu vulkanik Gunung Kelud termasuk jenis multidomain dan terdapat sedikit superparamagnetik.

Kata Kunci: Suhu pemanasan, Abu vulkanik, morfologi mineral magnetik, suseptibilitas magnetik.

PENDAHULUAN

Abu Vulkanik merupakan sisa leburan dari dalam gunung yang terdiri dari batu batu yang hancur, mineral dan kaca vulkanik yang dikeluarkan saat letusan gunung berapi (Krisnadwi, 2014). Keberadaan mineral magnetik alami terbentuk melalui proses

alam yang terkandung dalam tiap jenis bahan (Huliselan et al, 2007). Kandungan

mineral magnetik dalam abu vulkanik adalah senyawa oksida antara lain Silika dioksida (SiO2) 54,56%, Aluminium Oksida (Al2O3) 18,37%, Ferri Oksida (Fe2O3) 18,59% dan Kalsium Oksida (CaO) 8,33% sedangkan logam berat yang ada berupa Kadmium

(Cd), Tembaga (Cu), Arsen (Ar) dan Plumbum (Pb) (Sudaryo et al, 2009 dan Maspary,

2010).

(2)

METODE PENELITIAN

Sampel yang digunakan yaitu sampel abu vulkanik dari Letusan Gunung Kelud. Sampel abu vulkanik dari letusan gunung kelud diekstrak dengan menggunakan magnet batang permanen untuk diambil Fe3O4. Sampel hasil dari ekstraksi tersebut dilakukan furnace (Pemanasan) variasi suhu mulai dari 0oC, 500oC, dan 1000oC dengan

sampel yang berbeda. Sampel yang telah di furnace dilakukan pengukuran

menggunakan Bartington MS2B untuk mengetahui nilai suseptibilitas magnetik dengan menggunakan frekuensi rendah ( ) dan frekuensi tinggi ( ) Masing sampel yang

sudah di furnace juga dikarakterisasi menggunakan uji SEM (Scanning Electron

Microscopy). untuk mengetahui morfologi, ukuran bulir dan jenis mineral magnetik abu vulkanik.

HASIL DAN PEMBAHASAN Suseptibilitas Magnetik

Hasil pengukuran suseptibilitas magnetik pada sampel abu vulkanik Gunung Kelud dengan berbagai variasi suhu diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Suseptibilitas Magnetik dan Nilai Frekuensi Dependent Abu Vulkanik Letusan Gunung Kelud

Secara keseluruhan hasil nilai suseptibilitas magnetik untuk frekuensi rendah maupun tinggi memiliki nilai berbeda di setiap suhu pemanasan. Hal ini menunjukkan bahwa jika dilakukan pemanasan sampel di atas Suhu Curie akan mengakibatkan penurunan nilai suseptibilitas yang besar (Trilismanaet al, 2015).

Korelasi nilai suseptibilitas ( ) dan suhupemanasan

(3)

Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian sama dengan teori klasik yaitu hubungan antara nilai suseptibilitas dengan suhu dimana nilai suseptibilitas magnetik

berbanding terbalik dengan suhu, semakin besar suhu pemanasan,maka semakin kecil

nilai suseptibilitasnya.

Korelasi nilai frekuensi dependen ( ) dan suhu pemanasan

Kuatnya dominasi ukuran bulir-bulir magnetik yang cukup besar terlihat juga pada

hasil perhitungan nilai suseptibilitas magnetik bergantung (Tanaumaet al, 2011).

Gambar 2. Grafik Hubungan antara frekuensi dependent ( ) dengan suhu pemanasan

Gambar 2. menunjukkan bahwa sampel pada suhu 0oC, 500oC dan 1000oC memiliki

nilai dibawah 10% atau rentang nilai antara 2-10 %. Rentang antara (2-10)%

merupakan campuran antara bulir superparamagnetik dengan non superparamagnetik atau bulir superparamagnetik yang terkandung didalam sampel tersebut berukuran

kurang dari 0.005µm, bisa dikatakan bahwa nilai mempengaruhi konsentrasi bulir

superparamagnetik yang ada pada sampel (Dearing, 1999).

Korelasi Bulir Magnetik dan Suhu Pemanasan Berdasarkan SEM-EDAX (Scanning Electron Microscopy- Energy Dispersive Analysis X-Ray).

Uji SEM pada sampel abu vulkanik dengan tiga variasi suhu, yaitu suhu 0 oC, suhu

pemanasan 500 oC, dan suhu pemanasan 1000 oC dihasilkan ukuran bulir sebagai

berikut,

0 1 2 3 4 5

0 500 1000 1500

fd

(%

)

Suhu Pemanasan (oC)

NO. Ukuran Bulir (µm)

1 88,40

2 174,10

3 74,69

4 83,46

(4)

Gambar 3. Ukuran Bulir Mineral Magnetik

Analisis Morfologi Menggunakan SEM-EDAX (Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive Analysis X-Ray) .

Morfologi dari sampel abu vulkanik ditentukan menggunakan SEM-EDAX. Pengujian SEM-EDAX dilakukan pada tiga sampel dengan tiga variasi suhu, yaitu suhu

0oC, suhu pemanasan 500oC, dan suhu pemanasan 1000oC

Gambar 4. menunjukkan bahwa dengan perbesaran 200x bulir magnetik memiliki ukuran yang sangat kecil dan permukaan kristal yang halus. Dilihat dari nilai

suseptibilitas yang dihasilkan, sampel pada suhu 0 oC tergolong jenis mineral maghemite.

Gambar 5. menunjukkan bahwa dengan perbesaran 200x bulir magnetik memiliki

ukuran yang lebih besar dari suhu 0 oC. Pada suhu 500 oC permukaan kristal sedikit

lebih kasar dibandingkan pada suhu 0 oC dan mulai berongga. Dilihat dari nilai suseptibilitas yang dihasilkan, sampel pada suhu 500 oC tergolong jenis mineral Titanohaematite.

Gambar 6. menunjukkan bahwa dengan perbesaran 200x bulir magnetik memiliki

ukuran lebih besar dibandingkan morfologi pada suhu 0 oC dan 500oC. Pada suhu 1000

oC juga menghasilkan permukaan yang kasar dan tidak beraturan dengan rongga yang

NO. Ukuran Bulir (µm)

1 163,50

2 33,23

3 81,75

4 114,98

5 146,26

NO. Ukuran Bulir (µm)

1 155,9

2 235,7

3 121,3

4 92,30

(5)

Secara keseluruhan sampel yang dipanaskan dengan suhu yang berbeda memiliki ukuran bulir, morfologi dan mineral yang berbeda. Kontribusi mineral magnetik dalam suatu bahan berbanding lurus dengan suseptibilitas bahan (Schoen, 1996 dan Tarling, 1993, dalam Bijaksana et al, 2010). Semakin tinggi temperatur semakin acak orientasi dipole magnetiknya, gerakan acak ini akan mempengaruhi bulir mineral magnetik (Zemansky

et al, 1986 dalam Rozi et al, 2015). Semakin kecil ukuran bulir mineral magnetik mengakibatkan rendahnya nilai suseptibilitas magnetik, hal ini karena ukuran bulir

magnetik berpengaruh terhadap sifat magnetiknya (Mayangsariet al, 2015).

Gambar 4. Morfologi Mineral Magnetik Pada Suhu Pemanasan 0oC

Gambar 5. Morfologi Mineral Magnetik Pada Suhu Pemanasan 500oC

Gambar 6. Morfologi Mineral Magnetik

Element Wt% At%

OK 18.91 44.43

AlK 00.85 01.18

SiK 00.59 00.80

FeK 79.64 53.60

Matrix Correction ZAF

Element Wt% At%

OK 07.91 22.82

AlK 00.72 01.23

SiK 00.45 00.75

CrK 01.50 01.33

FeK 89.41 73.87

Matrix Correction ZAF

Element Wt% At%

OK 27.31 47.36

MgK 16.41 18.73

AlK 02.02 02.08

CrK 03.30 01.76

FeK 41.29 20.52

(6)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada suhu 0 oC didapatkan nilai 376 (×10-6m3kg-1). Sedangkan memiliki

nilai 361 (×10-6m3kg-1) dan 4,1%. Pada suhu pemanasan 500 oC memiliki nilai

296 (×10-6m3kg-1) dengan 291 (×10-6m3kg-1) dan 1,88%. Sedangkan pada

suhu pemanasan 1000 oC memiliki nilai 3,98 (×10-6m3kg-1) dengan

3,84 (×10-6m3kg-1) dan 3,46%.

2. Semakin besar suhu pemanasan maka ukuran bulir mineral magnetic yang dihasilkan semakin besar dengan nilai suseptibilitas magnetic semakin kecil, hal ini dikarenakan ukuran bulir magnetik berpengaruh terhadap sifat magnetiknya.

DAFTAR RUJUKAN

Dearing, John. 1999. Environmental Magnetic Susceptibility, Using the Bartington MS2

System. British Library Cataloguing in Publication Data, ISBN 0 9523409 0 9.

Huliselan, E.K & Satria, B. 2007. Identifikasi Mineral Magnetik pada Lindi (Leachate). Jurnal Geofisika, vol. 2.

Krisnadwi. 2014. Semua Tentang Abu Vulkanik. (Online), (http://bisakimia.com/

2014/02/21/semua-tentang-abu-vulkanik/), diakses 28 Agustus 2015.

Maspary. 2010. Efek abu vulkanik terhadap pertumbuhan tanaman, (Online), (http:// paryos ml/ efek abu vulkanik), diakses pada tanggal 20 Mei 2016

Mayangsari, S., Siti Z., Era B.P. 2015. Identifikasi Mineral Magnetik Pada Sedimen Mangrove Wonorejo, Surabaya. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Fisika, Universitas Negeri Malang.

Rahmadani, F.W. 2013: Penentuan Jenis Mineral Magnetik Guano dari Gua Solek dan

Gua Rantai Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten Lima Puluh Kota Menggunakan Metode Isothermal Remanent Magnetization (IRM). Padang: Pillar of Physics.

Rozi, F & Budiman, A. 2015. Pengaruh Variasi Temperatur Terhadap Bentuk Bulir Mineral Magnetik Pasir Besi.Padang: Jurnal Fisika Unand

Sari, T.A. 2014. Identifikasi Mineral Magnetik pada Gua Bau-Bau Kalimantan Timur

Menggunakan Scanning Electron Microscope(SEM).Padang: Jurnal Geofisika.

Sudaryo dan Sutjipto. 2009.Identifikasi dan Penentuan Logam Pada Tanah Vulkanik di

Daerah Cangkringan Kabupaten Sleman Dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron Cepat. Jurnal Seminar Nasional Vol :715- 721.

Suryani, Anih. 2014. Dampak Negatif Abu Vulkanik Terhadap Lingkungan dan

Kesehatan.(Online),(http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_singkat/Info%20Sin g-kat-VI-4-II-P3DI-Februari-2014-67.pdf), diakses 03 September 2015.

Tanauma, A & Ferdy. 2011. Potensi Sumberdaya Alam Pasir Besi Pantai Arakan Kabupaten Minahasa Selatan. Manado: Jurnal Ilmiah Sains.

Gambar

Tabel 1.Nilai Suseptibilitas Magnetik dan Nilai Frekuensi DependentAbu Vulkanik Letusan Gunung Kelud
Gambar 2. menunjukkan bahwa sampel pada suhu 0onilaimerupakan campuran antara bulir superparamagnetik dengan non superparamagnetikatau bulir superparamagnetik yang terkandung didalam sampel tersebut berukurankurang dari 0.005µm, bisa dikatakan bahwa nilaiC
Gambar 3. Ukuran Bulir Mineral
Gambar 6. Morfologi Mineral Magnetik

Referensi

Dokumen terkait

Perawat harus mampu memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga dalam hal pencegahan penyakit, pemulihan dari penyakit, menyusun program Health

Pembangunan/peningkata n pencahayaan kota pada jalan lingkungan 3,977,214,614 Anggaran untuk se Jakarta Pusat 3 PEMASANGAN LAMPU BARU KARENA LINGKUNGAN GELAP DAN BUTUH

Maserasi adalah proses pengambilan zat aktif dari daun sirih merah dengan cara merendam serbuk daun sirih merah kedalam pelarut (etanol 70 %) selama 5 hari dengan

127 pemantauan atau evaluasi internal secara berkesinambungan terhadap capaian kinerja (SS/IKU) Perwakilan, masih adanya distrust dari pejabat struktural terhadap

Kategori Publikasi Jurnal Ilmiah Jurnal Ilmiah Internasional Bereputasi/Internasional (beri √ pada kategori yang tepat) Jurnal Ilmiah Nasional Terakreditasi.. Jurnal Ilmiah

Setelah melakukan penelitian, hasil menunjukkan bahwa IG-Score berpengaruh negatif terhadap pengungkapan CSR, IAH berpengaruh positif, Dewan Komisaris Independen tidak

Merujuk pada UU tentang Ketentuan Umum Perpajakan yang menyebutkan bahwa Badan sebagai subjek pajak, yaitu sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan

Pada kelompok ini mahasiswa diperbolehkan membuat perangkat lunak database yang bersifat dinamis dari segi penyimpanan data, sehingga mahasiswa tersebut diharuskan