• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANGGA SATRIA PERKASA FDK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANGGA SATRIA PERKASA FDK"

Copied!
213
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

ANGGA SATRIA PERKASA NIM: 1112051100045

KONSENTRASI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, April 2017

(3)
(4)
(5)

i

MAJALAH TEMPO 2016-2017

Akhir 2016 hingga awal 2017, merupakan periode isu Pilkada Jakarta. Berbagai permasalahan bermunculan terkait isu Pilkada Jakarta. Mulai dari persiapan partai politik untuk mengusung calon pasangan, adanya dua skenario pilkada yaitu melalui jalur independen dan partai politik, hingga siapa di balik pencalonan pasangan untuk menuju DKI 1. Dengan berbagai permasalahan tersebut Calon Gubernur DKI Jakarta menjadi sorotan di berbagai media nasional maupun internasional, tak terkecuali majalah mingguan Tempo yang kerap menampilkan ilustrasi sampul majalah dengan nyentrik bahkan menyindir dengan khasnya. Seorang calon gubernur layaknya terlihat gagah karena memiliki kekuasaan tertinggi di daerah, namun pada beberapa sampul majalah Tempo sosok Calon Gubernur DKI Jakarta digambarkan tidak seperti seorang calon pemimpin daerah seperti selayaknya.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti melakukan penelitian menggunakan kajian semiotika Charles Sanders Pierce. Pada hasil temuan, terdapat tujuh ilustrasi sampul majalah yang menampilkan sosok Calon Gubernur DKI Jakarta dengan berbagai macam tema yang diangkat. Gambaran bagaimana representasi Calon Gubernur DKI Jakarta sebagai calon pemimpin daerah dalam sampul dan isi pemberitaannya. Peneliti merumuskan pertanyaan yakni: bagaimana representasi calon gubernur DKI Jakarta pada ilustrasi sampul majalah Tempo tahun 2016-2017 ?

Melihat konteks penelitian, tinjauan teoritis yang digunakan adalah semiotika menurut Charles Sanders Pierce, yaitu dengan teori segitiga maknanya atau triangle meaning. Peirce melihat makna atas sign atau tanda (ikon, indeks, dan simbol), object, dan interpretant. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili tanda tersebut. Ikon merupakan tanda yang dirancang untuk merepresentasikan sumber acuan melalui simulasi atau persamaan (artinya, sumber acuan dapat dilihat, didengar, dan seterusnya dalam ikon). Indeks merupakan tanda yang dirancang untuk mengindikasikan sumber acuan atau saling menghubungkan sumber acuan, sedangkan simbol merupakan tanda yang dirancang untuk menjadikan sumber acuan melalui kesepakatan atau persetujuan.

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis semiotik yang bersifat kualitatif model deskriptif. Data yang didapatkan adalah ilustrasi sampul majalah Tempo selama akhir 2016 sampai awal 2017 yang menampilkan Calon Gubernur DKI Jakarta. Juga ditambah dengan observasi buku dan dokumentasi.

Setelah melihat tujuh ilustrasi sampul majalah yang diteliti, maka kesimpulannya, Calon Gubernur DKI Jakarta pada ilustrasi sampul Majalah Tempo adalah sebagai calon pemimpin yang berusaha keras demi mendapatkan hati warga Jakarta agar menang dalam Pilkada Jakarta. Hal ini terlihat dari setiap edisi majalah Tempo yang menampilkan sosok Calon Gubernur DKI Jakarta dengan berbagai macam perihal usaha keras sebagai calon gubernur.

(6)

ii

Alhamdulilahirobbil’alamin, puja dan puji syukur peneliti panjatkan hanya

kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat, dan karunia yang begitu banyak sehingga dengan ridho-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan banyak pencerahan kepada umatnya, dari zaman penuh ilmu seperti yang kita rasakan sekarang.

Alhamdulilah peneliti telah menyelesaikan skrispsi sebagai tugas akhir pendidikan Strata Satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti menyadari tanpa bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, penelitian skripsi ini tidak akan selesai, untuk itu pada kesempatan kali ini peneliti ingin menyampaikan kata terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. H. Arief Subhan, M.A., Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Suparto, M.Ed Ph.D., M.A, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Dra. Hj. Roudhonah, M.Ag., serta wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Dr. Suhaimi, M.Si.

(7)

iii

dan pencerahan yang telah Bapak berikan selama mengerjakan skripsi.

4. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang namanya tidak dapat penulis sebukan satu persatu. Terima kasih atas ilmu dan dedikasi yang diberikan kepada peneliti.

5. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memudahkan penulis untuk mendapatkan berbagai refrensi dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Yang paling spesial teruntuk kedua orang tua peneliti, Ibunda Jumira, dan Ayahanda Sutarno, S.Pd, serta Kakak Priyo Supriadi, S.IP dan Elly Febriani, yang dengan penuh kasih sayang selalu memberikan dukungan dan semangat, yang takhenti-hentinya memberikan doa yang tulus ikhlas dalam setiap waktu sehingga akhirnya skripsi ini selesai.

(8)

iv

keberkahan.

9. Orang paling dekat peneliti, Lilis Suryaningsih, yang selalu memberi semangat dan kasih sayangnya sehingga skripsi ini selesai, terima kasih. 10.Teman-teman Jurnalistik A dan B angkatan 2012, terimakasih waktu yang

telah kita habiskan bersama, semoga bermanfaat dan sukses masing-masing. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, mendukung, mendoakan dan meluangkan waktu untuk berbagi informasi dalam menyusun skripsi ini, sehingga skripsi ini selesai dengan baik. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan budi baik mereka dengan balasan yang setimpal.

Peneliti menyadari bahwa dalam skripsi masih banyak kekurangan. Karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat peneliti harapkan sehingga skripsi ini menjadi jalan penerang bagi peneliti dan bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Ciputat, April 2017

(9)

viii

Tabel 2.2 51

Tabel 3 ... 67

Tabel 4.1... 73

Tabel 4.2... 75

Tabel 4.3... 77

Tabel 4.4... 78

Tabel 4.5... 81

Tabel 4.6... 82

Tabel 4.7... 84

Tabel 4.8... 85

Tabel 4.9... 88

Tabel 4.10 ... 90

Tabel 4.11 ... 92

Tabel 4.12 ... 92

Tabel 4.13 ... 95

Tabel 4.14 ... 97

Tabel 4.15 ... 98

Tabel 4.16 ... 99

Tabel 4.17 ... 102

Tabel 4.18 ... 104

Tabel 4.19 ... 106

Tabel 4.20 ... 106

Tabel 4.21 ... 109

Tabel 4.22 ... 111

Tabel 4.23 ... 113

Tabel 4.24 ... 113

Tabel 4.25 ... 116

Tabel 4.26 ... 117

Tabel 4.27 ... 119

Tabel 4.28 ... 119

(10)

vii

(11)

v

ABSTRAK……… i

KATA PENGANTAR………. ii

DAFTAR ISI……… v

DAFTAR GAMBAR……… vii

DAFTAR TABEL……… viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….. 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah………. 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 6

D. Kerangka Teori……… 7

E. Tinjauan Pustaka………. 17

F. Metodelogi Penelitian………. 18

G. Sistematika Penulisan………. 21

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pemaknaan Dalam Sampul Majalah……… 22

1. Majalah……….. 22

2. Sampul Majalah………. 25

B. Sampul Sebagai Representasi Isu………. 30

C. Teori Semiotika……… 35

1. Semiotika……… 35

2. Semiotika Visual……… 37

3. Semiotika Charles Sanders Peirce……….. 46

D. Ideologi Media……….. 55

BAB III REALITAS OBJEKTIF DAN PROFIL MAJALAH TEMPO A. Profil Majalah Tempo……… 60

(12)

vi

1. Sampul Majalah Tempo 1……… 71

2. Sampul Majalah Tempo 2……… 79

3. Sampul Majalah Tempo 3……… 86

4. Sampul Majalah Tempo 4……… 93

5. Sampul Majalah Tempo 5……… 100

6. Sampul Majalah Tempo 6……… 107

7. Sampul Majalah Tempo 7……… 114

C. Interpretasi Sampul Majalah Tempo……….. 120

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………... 128 B. Saran……… 129

(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyebaran informasi identik dengan teknologi komunikasi. Pembahasan tentang teknologi komunikasi berkaitan dengan alat-alat yang digunakan untuk menyebarkan informasi tersebut ke khalayak luas, dan alat-alat tersebut lah yang kerap kita sebut sebagai media komunikasi massa.

Majalah adalah media komunikasi yang menyajikan informasi secara dalam, tajam, dan memiliki nilai aktualitas yang lebih lama dibandingkan dengan surat kabar dan tabloid, serta menampilkan gambar/foto yang lebih banyak.1

Majalah adalah sebuah media publikasi yang diterbitkan secara berkala. Sebuah majalah berisi berbagai artikel, gambar, cerita pendek, opini, ilustrasi, dan kanal lainnya. Karena lengkapnya informasi yang diberikan, majalah seringkali dijadikan bahan rujukan oleh para pembaca. Majalah menjadi salah satu media yang menyediakan nilai-nilai informasi sekaligus hiburan, yang juga memiliki segmentasi secara khusus.

Meski tak seaktual surat kabar yang terbit setiap hari, majalah yang terbit setiap minggu, dwi mingguan atau bahkan bulanan memiliki strategi dan gaya penyajian tersendiri agar majalah tetap menarik untuk dibaca. Majalah berita merupakan salah satu contoh dari majalah mingguan, yang memiliki segmentasi

1

(14)

masyarakat umum. Siapapun bisa membaca dan menikmati majalah berita karena sifatnya yang mengikuti berita-berita umum yang aktual.

Ada banyak majalah berita yang dikenal di pasaran Indonesia, seperti majalah Gatra, Tempo, dan Sindo. Di dalam sebuah majalah, terkandung banyak elemen grafis seperti foto, tipografi, warna, ilustrasi, dan elemen lain. Dalam sampul majalah, ilustrasi dan foto merupakan materi yang umum digunakan. Ilustrasi dan foto pada sampul majalah harus mampu mewakili isi dari tema tertentu yang diangkat pada edisi yang akan terbit atau sesuai dengan ideologi dari majalah. Ilustrasi dan foto digunakan untuk membantu mengkomunikasikan pesan dari sebuah judul dengan cepat kepada para pembaca atau khalayak. Dalam sampul majalah, tersimpan gambaran pesan yang tidak terbaca oleh setiap pembaca, namun menjadi kesimpulan mengenai edisi yang sedang terbit.

Sampul majalah harus terlihat menarik agar masyarakat tertarik untuk membeli dan membacanya. Sampul majalah menjadi salah satu faktor apakah suatu majalah akan laku atau tidak di pasaran. Sebelum membeli, orang akan melihat dan memperhatikan terlebih dahulu sampul majalahnya. Salah satu majalah di Indonesia yang menggunakan pendekatan ilustrasi pada sampulnya adalah Majalah Tempo. Selain itu Majalah Tempo merupakan salah satu majalah berita terbesar di Indonesia dengan jumlah oplah 110.000 – 180.000 eksemplar setiap terbit. Majalah Tempo merupakan majalah berita mingguan yang terbit setiap seminggu sekali.

(15)

isu Pilkada pada sampul Majalah Tempo beberapa cukup menyindir elit politik yang terlibat dalam isu ini.

Majalah Tempo dengan gaya dan khasnya yang tersendiri menggambarkan ketiga calon gubernur DKI Jakarta yaitu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Anies Rasyid Baswedan (Anies), dan Agus Harimurti Yudhoyono (Agus) dengan ilustrasi desain yang menarik. Seperti yang diilustrasikan pada sampul Majalah Tempo edisi 17-23 Oktober 2016, ketiga calon gubernur DKI Jakarta menggunakan pakaian koboi, lengkap dengan senjata di samping saku celana mereka masing-masing. Hal ini menarik untuk dianalisis karena representasi seorang calon pemimpin yang berbeda dari biasanya. Dalam suatu pengertian pemimpin, Pemimpin adalah seorang pribadi yang meiliki superioritas tertentu, sehingga dia memiliki kewibawaan dan kekuasaan untuk menggerakan orang lain melakukan usaha bersama guna mencapai satu sasaran tertentu. Jadi pemimpin itu harus memiliki satu atau beberapa kelebihan, sehingga dia mendapat pengakuan dan respek dari para pengikutnya, serta dipatuhi perintahnya.2

Tiga calon gubernur DKI Jakarta yaitu Ahok, Anies, dan Agus juga digambarkan seperti sosok calon pemimpin yang penuh kecemasan dan berharap. Ilustrasi ketiganya terdapat pada sampul Majalah Tempo edisi 26 September-2 Oktober 2016. Ketiganya digambarkan seperti calon pemimpin daerah yang tidak memiliki kewibawaan dan kekuasaan. Padahal dalam Islam, pemimpin sama halnya dengan imam, khilafah atau kepala daerah adalah seseorang yang

2

(16)

22

A. Pemaknaan Dalam Sampul Majalah 1. Majalah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) majalah adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, pandangan tentang topik aktual yang patut diketahui pembaca, dan menurut waktu penerbitannya dibedakan atas majalah bulanan, tengah bulanan, mingguan, dan sebagainya, dan menurut penyusunan isinya dibedakan atas majalah berita, wanita, remaja, olahraga, sastra, ilmu pengetahuan tertentu, dan sebagainya.

Majalah yaitu media komunikasi yang menyajikan informasi (fakta dan peristiwa) secara lebih medalam dan memiliki nilai aktualitas yang lebih lama. Majalah dapat diterbitkan secara mingguan dwi mingguan, bulanan, bahkan dwi/triwulanan. Majalah terdiri atas: majalah umum (untuk semua golongan masyarakat) dan majalah khusus (untuk bidang profesi/golongan/kalangan tertentu). Majalah dapat menjalani fungsi memberi informasi, menghibur, atau mendidik. Halaman muka (cover) dan foto dalam majalah diupayakan sebagai daya tarik.1

Sedangkan menurut Marcel Danesi dalam Pengantar memahami semiotika media, sebuah majalah adalah sekumpulan artikel atau kisah yang diterbitkan secara berkala. Di dalam sebagian besar majalah terdapat ilustrasi. Mereka menampilkan

1

(17)

berbagai informasi, opini, dan hiburan konsumsi massa. Sebagai contoh, majalah akan meliput pelbagai peristiwa dan mode mutakhir, membahas masalah luar negeri, atau membahas cara memperbaiki alat-alat rumah tangga atau menyiapkan makanan. Beberapa majalah hanya bertujuan untuk menghibur para pembacanya dengan kisah fiksi, puisi, fotografi, kartun, atau artikel tentang siaran televisi atau bintang-bintang film; yang lain memberikan informasi dan panduan „profesional’ kepada orang-orang yang bekerja di bidang-bidang tertentu (dari mekanik mobil sampai praktik kedokteran).2

Menurut ensiklopedia pers Indonesia majalah adalah penerbitan berkala yang menggunakan kertas bersampul, memuat bermacam-macam tulisan yang dihiasi ilustrasi maupun foto-foto. Dari segi isi dibagi dalam dua jenis yakni majalah umum, yaitu majalah yang memuat karangan pengetahuan umum, karangan-karangan yang menghibur, gambar-gambar, olahraga, film, seni, dll. Majalah khusus, yaitu majalah yang hanya memuat karangan-karangan mengenai bidang-bidang khusus, seperti majalah wanita, majalah keluarga, majalah humor, majalah kecantikan, politik, kebudayaan, cerpen, dll.3

Majalah adalah media yang paling sederhana organisasinya, relatif lebih mudah mengelolanya, dan tidak membutuhkan modal yang banyak. Ini karena majalah terbit secara berkala dibandingkan dengan surat kabar yang harus terbit

2

Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media , (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h.89-90.

3

(18)

setiap harinya. Sehingga, dari segi jumlah, orang yang terlihat dalam dalam penyajian informasi di surat kabar jauh lebih banyak dibandingkan dengan majalah.

Bila dilihat dari segi kategorisasinya, majalah terbagi menjadi majalah umum (untuk semua golongan masyarakat) dan majalah khusus (untuk bidang profesi/golongan/kalangan tertentu). Sebenarnya, tipe majalah ditentukan oleh sasaran khalayak yang hendak dituju, artinya redaksi sudah menentukan sebelumnya siapa yang akan menjadi sasaran pembacanya, seperti majalah untuk anak, majalah untuk remaja pria, majalah untuk gadis, majalah untuk wanita pekerja, majalah untuk ibu dan anak, majalah untuk pria dewasa, majalah untuk fashion, majalah untuk masak, dan masih banyak lagi.

Meskipun sama-sama sebagai media cetak, majalah tetap dapat dibedakan dengan surat kabar, karena majalah memiliki karakteristik tersendiri, yaitu4:

1. Penyajian lebih dalam.

Frekuensi terbit majalah pada umumnya adalah mingguan selebihnya dwi mingguan, bahkan bulanan (satu kali sebulan). Majalah berita biasanya terbit mingguan, sehingga para reporternya mempunyai waktu cukup lama untuk memahami dan mempelajari suatu peristiwa. Mereka juga mempunyai waktu yang leluasa untuk melakukan analisis terhadap peristiwa tersebut, sehingga penyajian berita dan informasinya dapat dibahas secara lebih mendalam.

2. Nilai aktualitas lebih lama.

Apabila nilai aktualitas surat kabar hanya berumur satu hari, maka nilai aktualitas majalah bisa satu minggu. Sebagai contoh, kita akan

4

(19)

menganggap usang surat kabar kemarin atau dua hari yang lalu bila kita baca saat ini. Akan tetapi kita tidak pernah menganggap usang majalah yang terbit dua atau tiga hari yang lalu. Sebagaimana kita alami bersama, bahwa dalam membaca majalah kita tidak pernah tuntas sekaligus. Pada hari pertama kita hanya membaca topik yang kita senangi atau relevan dengan profesi kita, hari esok dan seterusnya kita membaca topik lain sebagai referensi. Dengan demikian, majalah mingguan baru tuntas kita baca dalam tempo tiga atau empat hari.

3. Gambar atau foto lebih banyak.

Jumlah halaman majalah lebih banyak, sehingga selain penyajian beritanya yang mendalam majalah juga dapat menampilkan gambar atau foto yang lengkap dengan ukuran besar dan kadang-kadang berwarna, serta kualitas kertas yang digunakan pun lebih baik. Foto-foto yang ditampilkan majalah memiliki daya tarik tersendiri apabila foto tersebut sifatnya eksklusif. 4. Di samping foto, cover atau sampul majalah juga merupakan daya tarik

tersendiri.

Sampul majalah adalah ibarat pakaian dan aksesori pada manusia. Sampul majalah biasanya menggunakan kertas yang bagus dengan gambar dan warna yang menarik pula. Menarik tidaknya sampul majalah sangat bergantung pada tipe majalahnya serta konsistensi keajengan majalah tersebut dalam menampilkan ciri khasnya.

2. Sampul Majalah

(20)

Karena orang tidak membaca seluruh isinya pada saat membeli, maka peranan cover sering dianggap menampilkan citra dan karakter perusahaan bersangkutan.5

Sampul majalah adalah sampul halaman depan yang membuat identitas perusahaan dan menghinpun isi pemberitaan verbal dan visual yang berkaitan dengan materi pemberitaan agar menarik pembaca. Unsur- unsur yang harus ada pada sebuah sampul majalah adalah ukuran dasar dari majalah tersebut (ukuran saku atau ukuran tabloid), logo, fotografi, warna dasar, keterangan mengenai jadwal penerbitan, pencamtuman harga, headline (judul artikel dan sub judul artikel). Unsur-unsur ini memiliki fungsi praktis dan fungsi komunikasi yang mewakili konsep yang diberikan perusahaan majalah untuk selanjutnya diterbitkan.

Pengertian sampul menurut Dja’far H.Assegaf sebagai sampul “lembaran

kertas paling luar depan belakang pada buku yang lebih tebal dari kertas isinya”.6

Sedangkan sampul sebagai kulit dijelaskan Assegaf sebagai “Lapisan depan atau

belakang dari suatu majalah yang lazimnya memuat judul majalah dan berisikan gambar yang menarik”.7

5

Yohanna Amanda, Citra Perempuan dalam Sampul Majalah Popular Pada No.310 Edisi November 2013, Jurnal Online Mahasiswa Bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNRI, Vol 2-No.1 Februari 2015, h.3-4.

6

Dja’far H. Assegaf, Jurnalistik Masa Kini, Pengantar Kepraktekan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), h. 127

7Dja’far H. Assegaf,

(21)

Kemudian Onong Uchjana mendefinisikan sampul sebagai “lembaran bagian luar dari majalah atau buku dimana tertera nama atau judul dan media yang yang bersangkutan”.8

Sampul dibuat untuk membantu calon konsumen dalam hal pemahaman pesan yang ingin disampaikan oleh seorang penulis tentang apa yang ada didalamnya. Melalui gambar ilustrasi pada sampul, seorang penulis dapat menuangkan ide dan kreatifitasnya sebagai salah satu kesatuan dari karya sastra yang dihasilkan, selain itu ada misi tertentu yang ingin disampaikan oleh seseorang kepada khalayak umum. Gambar secara visual pada sampul mampu mengomunikasikan pesan dengan cepat dan berkesan, sebuah gambar ilustrasi yang tepat pemilihanya maka bisa memiliki nilai yang sama dengan ribuan kata. Visualisasi adalah cara atau sarana yang tepat untuk membuat sesuatu yang abstrak menjadi lebih jelas, penampilan secara visual selalu mampu menarik emosi pembacanya.

Menurut Ellen McCracken dalam buku Turning It On, A Reader in Women and media. Ia menyebutkan bahwa kebanyakan sampul mencoba untuk membentuk representasi pembaca yang ideal, yang ingin disasar oleh pemasang iklan. Selain itu yang sering juga dilakukan adalah sebuah ikon yang berfungsi sebagai penanda, ataupun konotasi lain pada sebuah kasus tertentu. Tanpa terkecuali, teks verbal pada sampul yang terdiri dari nama majalah dalam huruf yang besar dan rangkaian topik

8

(22)

utama didesain untuk menarik pembaca dengan tulisan tertentu yang ada di dalam majalah.9

McCracken juga menjelaskan tentang fungsi dari sampul majalah yaitu membaca apa yang dibangun majalah tersebut dengan meletakkan definisi awal melalui judul majalah, berita utama, dan foto atau ilustrasi. Kalimat, penekan, warna, gambar visual, gambaran tersembunyi dari karya yang dinikmati sampai pada posisi pada isi sebuah majalah. Pembaca tidak hanya melihat sebuah isi majalah dari sampulnya, tapi model interpretasi yang diberikan adalah bagian dari simbol yang ada pada sampul yang mempunyai pengaruh yang kuat. Sampul adalah hal yang paling penting dalam beriklan di dunia majalah, dan lalu melalui perannya sebagai identitas gaya, sistem semiotik, dan kerangka. Hubungan saling mempengaruhi dari fotografi, kata verbal, dan teks yang berwarna dalam tiap sampul majalah menciptakan nilai yang dimuat dalam pengertian kebudayaan tetapi bermaksud untuk menarik pengiklan dan meningkatkan penjualan. Sampul majalah menjalankan peran sebagai pengenal aliran, sistem tanda, dan kerangka untuk meraih hasil. Setiap peran yang dimainkan sangat dekat hubungannya dengan struktur komersial dari industri majalah dan akan menjadi berbeda dengan tujuan majalah lain yaitu melakukan perubahan.10

9

Helen Baehr & Ann Gray, Turning It On A Reader in Women & Media, (New York: St. Martin Press Inc, 1996), h.98, dikutip dari Athifa Rahmah, Perbandingan Makna Korupsi pada Ilustrasi Sampul Antara Majalah Gatra dan Tempo Tahun 2013, skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, h.13, Oktober 2013.

10

(23)

Salah satu ciri khas dari majalah berita adalah desain sampulnya atau halaman 1. Berbeda dengan koran siswa, yang biasanya menampilkan tiga atau lebih berita di halaman 1, majalah berita menampilkan satu berita utama atau satu fokus utama. Ukuran publikasi, yang biasanya berukuran tabloid atau 8.5 x 11 inci, menyebabkan fokus harus seperti itu, sebab jika dimuati tiga atau empat berita, maka halaman itu akan tampak penuh dan padat. Sampulnya mungkin berupa foto atau gambar lainnya. Sampul juga sering dilengkapi dengan teaser headline tentang berita lain yang ada di dalam publikasi. Sering kali berita sampul (cover story) diletakkan di halaman tengah atau dalam beberapa halaman liputan khusus yang tidak berada di halaman awal. Pengenalan dan pengembangan berita sampul dan fokus berita sebagai feature berita adalah dua ciri terpenting yang membedakan majalah berita dengan media berita lainnya.

Dengan hanya judul majalah dan headline teaser disampulnya, desainer bisa menata banyak ruang kosong di sampul itu secara lebih kreatif. Desainer bisa menggunakan foto atau karya seni dengan satu headline, atau kombinasi lainnya. Pastikan semua unsur yang ada di sampul adalah bagus dan menarik. Bagaimanapun, sampul memberi kesan pertama bagi pembaca.

(24)

membutuhkan caption, yangbisa dimuat di halaman 1 atau di dalam halaman sampul. Berita berawal di sampul dapat diteruskan di tengah halaman dalam atau bagian lain dari majalah itu. Banyak majalah berita membagi ruang sampul menjadi ruang foto atau headline teaser atau rujukan (yang menunjukan isi di dalam majalah).

Headline ringkas ini harus menarik dan mengesankan atau mengejutkan, sehingga memicu pembaca untuk melongok ke isi beritanya. Karya seni, foto kecil dan grafik dapat dipakai bersama dengan headline untuk menambah daya tarik.11

Sebagai sarana komunikasi, ilustrasi gambar baik itu karikatur maupun fotografi menyimpan makna yang lebih mendalam dibandingkan tulisan. Ilustrasi merupakan pesan non-verbal yang mampu menjelaskan dan memberikan penekanan tertentu pada isi pesan. Ilustrasi gambar lebih mudah diingat daripada kata-kata sehingga cepat diterima khalayak. Media gambar atau visual mampu mengkomunikasikan pesan dengan cepat dan berkesan. Sebuah gambar mampu menjelaskan ribuan kata.12

B. Sampul Sebagai Representasi Isu

Representasi merupakan bentuk dari bagaimana pencitraan diri, kelompok, organisasi dan lembaga. Representasi sebuah tanda untuk sesuatu atau seseorang,

11

Tom E. Rolnicki, C. Dow Tate, Sherri A. Taylor, Pengantar Dasar Jurnalisme (Scholastic Journalism) (Jakarta: Kencana, 2008), h. 301-302.

12

(25)

sebuah tanda yang tidak sama dengan realitas yang dipresentasikan tapi dihubungkan dengan, dan mendasarkan diri pada realitas yang mejadi referensinya.13

Representasi menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok menggambarkan suatu tanda dan diartikan menurut pemahamannya. Setiap tanda memiliki arti dan pemahaman yang berbeda karena setiap orang atau kelompok memili sudut pandang pemahaman yang tidak sama.

Representasi merupakan cara media menampilkan seseorang, kelompok atau gagasan atau pendapat tertentu. Menurut Eriyanto Ada dua hal yang berkaitan dengan representasi, yaitu apakah seseorang atau kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan sebagaimana mestinya, apa adanya ataukah diburukkan. Penggambaran yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu. Hanya citra buruk saja yang ditampilkan sementara citra atau sisi yang baik luput dari penampilan.14

Bagaimana representasi tersebut ditampilkan, dengan kata, kalimat, eksentuasi dan bantuan foto macam apa seseorang atau kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan dalam program. Eriyanto lebih lanjut menambahkan bahwa persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana realitas atau obyek ditampilkan.15

13

Ratna Noviani, Jalan Tengah Memahami Iklan (Antara Realitas, Representasi, dan Simulasi). (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), h, 23.

14

Asmara Yudha Wijayadi, Representasi Maskulinitas Pada Iklan Rokok Dalam Media Cetak, Journal UNAIR, Vol. 1 - No. 2, Februari 2012, h.5.

15

(26)

Representasi dikatakan sebagai konsep pemaknaan yang digunakan dalam proses sosial melalui beberapa tanda yang digunakan seperti dialog, tulisan, karikatur, gambar, foto, atau video.

Menurut Chris Barker, representasi adalah tentang bagaimana dunia dikonstruksi dan disajikan secara sosial kepada dan oleh diri kita. Sedangkan representasi cultural adalah makna yang memiliki sifat material, mereka tetanam dalam bunyi-bunyi, tulisan-tulisan, benda-benda, gambaran-gambaran, buku- buku, majalah-majalah dan program televisi.16

Dalam representasi akan selalu ada pemaknaan dan pandangan baru dari konsep representasi yang telah ada karena makna sendiri tidak pernah tetap, selalu ada dalam proses negosisasi dan disesuaikan dengan situasi yang baru.

Dari defini tersebut dapat disimpulkan bahwa representasi merupakan cara kita mengeksplorasi makna dibalik tanda. Tanda yang ada didalamnya sangat mungkin mengandung sejumlah perbedaan makna, tergantung khalayak yang menginterpretasikannya.

Menurut Stuart Hall ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang „sesuatu „ yang ada di kepala kita masing-masing (peta

konseptual), representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua, „bahasa’ yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam „bahasa’ yang lazim, supaya

kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda

16

(27)

dari simbol-simbol tertentu. Media sebagai suatu teks banyak menebarkan bentuk-bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk Pada bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan.

John Fiske Merumuskan tiga proses yang terjadi dalam representasi melalui tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Tiga Proses Dalam Representasi17

PERTAMA REALITAS

Dalam bahasa tulis, seperti dokumen wawancara transkrip dan sebagainya. Dalam televisi seperti perilaku, make up, pakaian, ucapan, gerak-gerik dan sebagainya.

KEDUA REPRESENTASI

Elemen tadi ditandakan secara teknis. Dalam bahasa tulis seperti kata, proposisi, kalimat, foto, caption, grafik, dan sebagainya.

Dalam TV seperti kamera, musik, tata cahaya, dan lain-lain. Elemen-elemen tersebut di transmisikan ke dalam kode representasional yang memasukkan diantaranya bagaimana objek digambarkan (karakter, narasi setting, dialog, dan lain lain)

KETIGA IDEOLOGI

Semua elemen diorganisasikan dalam koheransi dan kode ideologi, seperti individualisme, liberalisme, sosialisme, patriarki, ras, kelas, materialisme, dan sebagainya.

Pertama, realitas, dalam proses ini peristiwa atau ide dikonstruksi sebagai realitas oleh media dalam bentuk bahasa gambar ini umumnya berhubungan dengan

17

(28)

aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan, ekspresi dan lain-lain. Di sini realitas selalu siap ditandakan

Kedua, representasi, dalam proses ini realitas digambarkan dalam perangkat-perangkat teknis seperti bahasa tulis, gambar, grafik, animasi, dan lainlain. Ketiga, tahap ideologis, dalam proses ini peristiwa-peristiwa dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi sosial atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat.

Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep representasi sendiri bisa berubah-ubah, selalu ada pemaknaan baru. Representasi berubah-ubah akibat makna yang juga berubah-ubah. Setiap waktu terjadi proses negoisasi dalam pemaknaan.

(29)

Representasi merupakan proses sosial tentang keterwakilan, produk proses sosial kehidupan yang berhubungan dengan perwujudan. Sebagai fokus kajian, representasi adalah uraian tentang bagaimana keterwakilan suatu budaya masyarakat lewat simbol-simbol yang diproduksi dalam proses komunikasi dan makna-makna dibangun lewat proses tersebut.

Dari beberapa definisi representasi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa representasi merupakan bentuk dari pencitraan diri, kelompok, organisasi dan lembaga. Bagaimana penggambaran diri, kelompok, organisasi dan lembaga kepada masyarakat umum, baik itu penggambaran diri dari sisi baik maupun dari sisi yang buruk. Sehingga menjadi kajian yang mendalam ketika membahas representasi dalam penyampaian makna di balik simbol.

C. Teori Semiotika 1. Semiotika

Secara etimologis semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti penafsir tanda atau tanda di mana sesuatu dikenal. Semiotika ialah ilmu tentang tanda atau studi tentang bagaimana sistem penandaan berfungsi. Semiotika ialah cabang ilmu dari filsafat yang mempelajari “tanda” dan biasa disebut filsafat penanda.

Semiotika adalah teori dan analisis berbagai tanda dan pemaknaan. Menurut Umberto Eco, tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.18

18

(30)

Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Charles Sanders Peirce (1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913).19 Menurut Charles Sanders Peirce semiotika adalah tidak lain daripada sebuah nama lain bagi logika, yakni “doktrin formal tentang tanda-tanda”.Bagi Peirce semiotika adalah suatu cabang dari ilmu filsafat. Sedangkan menurut Ferdinand de Saussure semiologi adalah sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat, menurutnya semiologi adalah bagian dari disiplin ilmu psikologi sosial. Baik istilah semiotika maupun semiologi dapat digunakan untuk merujuk kepada ilmu tentang tanda-tanda tanpa adanya perbedaan pengertian yang terlalu tajam.20

Semiotika berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda sifatnya amat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut. Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda tersebut berada.21

Menurut Saussure, tanda adalah kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Di mana ada tanda, di sana ada sistem. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yang ditangkap oleh indra manusia yang disebut signifier, bidang penanda atau bentuk. Aspek lainnya disebut signified,bidang petanda atau konsep atau makna.22

Penanda terletak pada tingkatan ungkapan (level of expression) dan mempunyai wujud atau merupakan bagian fisik seperti bunyi, huruf, kata, gambar, warna, objek, dan sebagainya. Sedangkan petanda terletak pada level of content

19

Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), h. 11.

20

Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problem Ikonisitias (Yogyakarya: Jalasutra, 2011), h. 3.

21

Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2006), h.262.

22

(31)

(tingkatan isi atau gagasan) dari apa yang diungkapkan melalui tingkatan ungkapan. Hubungan antara kedua unsur melahirkan makna. Tanda akan selalu mengacu pada (mewakili) sesuatu hal (benda) yang lain. Ini disebut referent.23

Alex Sobur, Msi dalam bukunya “Analisis Isi Teks Media” menjelaskan bahwa Semiotika sebagai suatu kajian yang menitikberatkan objek penelitiannya pada tanda yang pada awalnya dimaknai dengan suatu hal yang menunduk atau merujuk pada benda lain. Sebagaimana juga bila kita melihat rambu lalu lintas berupa lampu merah yang diartikan sebagai tanda bahwa kendaraan harus berhenti, sedangkan bila lampu berwarna hijau berarti kendaraan diperbolehkan berjalan.24

2. Semiotika Visual

Dilihat dari sudut pandang semiotik, desain komunikasi visual adalah sebuah sistem semiotik khusus, dengan perbendaharaan tanda (vocabulary) dan sintaks (syntag) yang khas, yang berbeda dengan sistem semiotika seni. Di dalam sistem, semiotika komunikasi visual melekat fungsi komunikasi, yaitu fungsi tanda dalam menyampaikan pesan dari sebuah pengirim pesan kepada para penerima tanda berdasarkan aturan atau kode-kode tertentu.

Semiotika visual pada dasarnya merupakan salah sebuah bidang studi semiotika yang secara khusus menaruh minat pada penyelidikan terhadap segala jenis makna yang disampaikan melalui sarana indra lihatan (visual senses)25

23

Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, h. 12-13.

24

Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 70.

25

(32)

Sementara itu, pesan yang diungkapkan dalam karya desain komunikasi visual disosialisasikan kepada khalayak melalui tanda. Secara garis besar, tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan visual. Tanda verbal adalah aspek bahasa, tema, dan pengertian yang didapatkan. Sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara menggambarkannya, apakah secara ikonis, indeksial, atau simbolis, dan bagaimana cara mengungkapkan idiom estektiknya. Tanda-tanda yang telah dilihat dan dibaca dari dua aspek secara terpisah, kemudian diklasifikasikan dan dicari hubungan antara satu dengan yang lain.26

Semiotika komunikasi visual diperlukan untuk mengkaji tanda verbal (judul, subjudul, teks) dan tanda visual ilustrasi, logo, typografi, dan tata visual. Dengan komunikasi visual dengan pendekatan teori semiotika. Diharapkan analisis semiotika visual mampu menjadi salah satu pendekatan untuk memperoleh makna yang terkandung dibalik tanda verbal dan tanda visual karya desai komunikasi visual termasuk dalam sampul.27

Desain komunikasi visual adalah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi dan ungkapan daya kreatif, yang diaplikasikan dalam pelbagai media komunikasi visual dengan mengelola elemen desain grafis yang terdiri atas gambar (ilustrasi), huruf, dan tipografi, warna, komposisi, dan layout. Semua itu dilakukan guna menyampaikan pesan secara visual, audio, dan/atau audio visual kepada target sasaran yang dituju.

26

Sambo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), h. 9

27

(33)

1. Tipografi

Tipografi dalam konteks komunikasi visual, mencangkup pemilihan bentuk huruf, besar huruf, cara, dan teknik penyusunan huruf menjadi kata atau kalimat yang sesuai dengan karakter pesan (sosial atau komersial) yang ingin disampaikan.28

Huruf dan tipografi dalam perkembangannya menjadi ujungtombak guna menyampaikan pesan verbal dan pesan visual kepada seseorang, sekumpulan orang bahkan masyarakat luas yang dijadikan tujuan akhir proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan atau target sasaran.

Tipografi dalam hal ini adalah seni memilih dan menata huruf untuk pelbagai kepentingan menyampaikan informasi berbentuk sosial ataupun komersial. Dewasa ini, perkembangan tipografi banyak dipengaruhi oleh kemajuan teknologi digital. Huruf yang telah disusun secara tipografis merupakan elemen dasar dalam bentuk sebuah tampilan desain komunikasi visual. Hal ini diyakini dapat memberikan inspirasi untuk membuat suatu komposisi yang menarik. Sedangkan bentuk-bentuk tipografi itu sendiri dapat dipergunakan secara terpisah atau dapat pula dikomposisikan dengan materi lain seperti ilustrasi han drawing ataupun image.

Danton Sihombing mengelompokan keluarga huruf berdasarkan latar belakang sejarahnya:

28

(34)

1. Old style, jenis huruf ini meliputi: Bembo, Caslon, Galliard, Garamand. 2. Transitional, jenis huruf meliputi: Barkerville, Perpetua, Time News,

Roman

3. Modern, jenis huruf ini meliputi: Bodoni

4. Egyptian, atau Slab Serif, jenis huruf ini meliputi: Bookman, Serifa

5. Sans Serif, jenis huruf ini meliputi: Franklin Ghotic, Futura, Gill Sans, Optima.29

Sejatinya masing-masing huruf harus menjadikan rangkaian huruf (kata atau kalimat) tidak sekedar dibaca atau dimengerti maknanya.tetapi lebih dari itu, seorang desainer komunikasi visual harus piawai menampilkan tipografi yang enak dipandang mata dan lebih melancarkan pembaca dalam memahami media komunikasi visual.

Dengan demikian, keberadaan tipografi dalam rancangan karya desain komunikasi visual sangat penting, sebab perencanaan dan pemilihan tipografi yang tepat baik ukuran, warna, maupun bentuk diyakini mampu menguatkan isi pesan verbal desain komunikasi visual tersebut.

Ada beberapa faktor yang memengaruhi mudah atau tidaknya ketersampaian sebuah pesan verbal yang terkandung dalam karya desain komunikasi visual, diantaranya: pertama, latar belakang yakni warna dasar dan tekstur yang digunakan. Teks menjadi unsur pertama dari sebuah pesan verbal akan terlihat jelas manakala perbedaan warna huruf dan latarnya cukup kontras.

Kedua, besar huruf yang dugunakan. Ukuran ukuran standart teksk adalah antara 6 sampai 10 poin. Tergantuk luas ruangan yang tersedia dan banyak sedikitnya

29

(35)

teks yang akan ditampilkan, juga menyesuaikan keluarga huruf yang akan ditampilkan.

Selain itu, keluarga huruf terdiri dari kembangan yang berakar dari struktur bentuk dasar (reguler) sebuah alfabet dan setiap perubahan huruf masi memiliki kesinambungan bentuk. Perbedaan tampilan yang pokok dalam keluarga huruf dibagi menjadi tiga bentuk pengembangan: (1) kelompok berat terdiri atas ligt, reguler, dan bold. (2) kelompok proporsi condesed, reguler, extended. (3) kelompok kemiringan yaitu italic. Ketiga, spasi antarhuruf, kata, maupun jarak antar baris kalimat. Keempat, faktor-faktor sibjektif seperti jarak baca maupun kualitas penerangan ketika membaca.30

2. Komposisi Warna

Kerja dari desainer sebuah gambar visual tidak terlepas dari artistik, desain, warna, serta tema dari gambar yang ingin dibuat. Berikut pemaknaan yang akan dideskripsikan:

1. Merah

Melambangkan kesan energi, kekuatan, hasrat, erotisme, keberanian simbol dari api, pencapaian tujuan, darah, resiko, ketenaran, cinta, perjuangan, perhatian, perang, bahaya, kecepatan, panas, kekerasan. Warna ini dapat menyampaikan kecendrungan untuk menampilkan gambar dan teks secara lebih besar dan dekat. Warna merah dapat mengganggu apabila digunakan pada ukuran besar. Merah cocok untuk tema yang menunjukan keberanian seseorang. Energi misal mobil, kendaraan bermotor, olahraga, dan permainan.

30

(36)

2. Putih

Menunjukan kedamaian, permohonan maaf, pencapaian diri, spiritualitas, kedewaan, keperawanan atau kesucian, kesederhanaan, kesempurnaan, kebersihan, cahaya, takbersalah, keamanan, persatuan. Warna putih sangat bagus untuk menampilkan atau menekankan arna lain serta memberi kesan kesederhanaan atau kebersihan.

3. Hitam

Melambangkan perlindungan, pengusiran, sesuatu yang negatif, mengikat, kekuatan, formalitas, misteri, kekayaan, ketakutan, kejahatan, ketidak bahagiaan, perasaan yang dalam, kesedihan, kemarahan, sesuatu yang melanggar, harga dirin anti kemapanan. Sangat tepat untuk menambahkan kesan misteri. Latar belakang warna hitam dapat menampilkan perspektif dan kedalaman. Sangat bagus untuk menampilkan karya seni atau fotografi karna membantu penekanan pada warna lain.

4. Biru

Memberikan kesan komunikasi, peruntungan yang baik, kebijakan, perlindungan, inspirasi spiritual, tenang, kelembutan, dinamis, air, laut, kreatifitas, cinta, kedamaian, kepercayaan, kepandaian, kepatuhan, panutan, kekuatan dari alam, kesedihan, kesadaran, pesan, ide, idealisme, persahabatan dan harmoni, kasih sayang, warna ini memberi kesan tenang dan menekankan keinginan. Biru tidak meminta mata untuk memperhatikan. Objek dan gambar biru pada dasarnya dapat menciptakan perasaan yang dingin dan tenang.warna biru juga dapat menampilkan kekuatan teknologi, kebersihan, udara air dan kedalaman laut.

5. Hijau

(37)

6. Kuning

Merujuk pada matahari, ingatan, imajinasi logis, energi sosial, kerjasama, kebahagiaan, kegembiraan, kehangatan, tekanan mental, pemahaman, kebijaksanaan, penghianatan, kecemburuan, penipuan, kelemahan, penakut, aksi, idealisme, optimisme, imajinasi, harapan, musim panas, filosofi, ketidakpastian, resah, dan curiga. Warna kuning merangsang aktifitas mental dan menarik perhatian, sangat efektif digunakan pada blogsite yang menekankan pada perasaan bahagia dan kekanakan.

7. Merah Muda

Warna merah muda menunjukan simbol kasih sayang dan cinta persahabatan, feminin, kepercayaan, niat baik, pengobatan emosi, damai, perasaan yang halus, perasaan yang manis dan indah

8. Ungu

Menunjukan pengaruh, pandangan ketiga, kekuatan spiritual, pengetahuan yang tersembunyi, aspirasi yang tinggi, kebangsawanan, upacara, misteri pencerahan, telepati, empati, arogan, intuisi, kepercayaan, yang dalam, ambisi, megic, keajaiban, dan harga diri.

9. Orange

Menunjukan kehangatan, antusiame, persahabatan, pencapaian bisnis, karir, kesuksesan, kesehatan pikiran, keadilan, daya tahan, kegembiraan, gerak cepat, sesuatu yang tumbuh, ketertarikan, indenpendensi. Pada blog dapat meningkatkan aktifitas mental, disamping itu, warna orange memberi kesan yang kuat pada elemen yang dianggap penting.

10.Coklat

(38)

11.Abu-abu

Mencerminkan keamanan, kepandaian, tenang, dan serius, kesederhanaan, kedewasaan, konservatif, praktis, kesedihan, bosan, profesional, kualitas, diam, tenang.

12.Emas

Mencerminkan prestis (kedudukan) kesehatan, keamanan, kegembiraan, kebijakan, arti, tujuan, pencarian kedalam hati, kekuatan mistis, ilmu pengetahuan, perasaan kagum, konsentrasi.31

Agar pesan dapat menarik perhatian calon konsumen, maka karya desain komunikasi visual harus menawarkan eksklusivisme, keistimewaan, dan kekhususan yang kemudian dapat memberikan akibat ketertarikan berupa ketertarikan calon konsumen untuk membeli. Contohnya adalah sampul majalah. Sampul majalah harus dibuat semenarik mungkin agar calon pembaca tertarik untuk membeli majalah tersebut, karena biasanya sebelum membeli biasalan calon pembaca melihat terlebih dahulu sampulnya, apakah menarik atau tidak. Strategi ini dilakukan karena produk desain komunikasi visual yang salah satunya sampul majalan hanya sebagai “alat

pembius” bagi produsen untuk menarik perhatian konsumen.32

3. Karikatur

Karikatur adalah bagian dari kartun opini, tetapi kemudian menjadi salah kaprah. Karikatur yang sudah diberi beban pesan, kritik dan sebagainya berarti telah menjadi kartun opini. Dengan kata lain, kartun yang membawa pesan kritik sosial,

31

Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung: Rosdakarya, 2005), h.44

32

(39)

yang muncul disetiap penerbitan media massa political cartoon atau editorial cartoon, yakni versi lain dari editorial atau tajuk rencana dalam versi gambar humor.33

Menurut Sudarta, kartun adalah semua gambar humor, termaksud karikatur itu sendiri sedangkan karikatur adalah deformasi berlebihan atas wajah seseorang, biasanya orang terkenal, dengan mempercantiknya dengan penggambaran ciri khas lahiriahnya untuk tujuan mengejek.34

Kartun Opini atau kartun editorial dalam media pers harus sejalan dengan kebijakan media dan konteks di masyarakat. Redaksi menganggap penting kartun opininya karena sebagai cermin kualitas media. Sudut pandang redaksi dan bagian yang peka ada misi yang diemban, yaitu dalam jurnalistik, media, dan humor.

Alex sobur mengatakan bahwa sebagian kartun opini setidaknya adalah empat hal teknis yang harus diingat. Pertama, harus informatif dan komunikatif; Kedua harus situasional dengan pengungkapan yang hangat; Ketiga cukup memuat kandungan humor; Keempat harus mempunyai gambar yang baik.35

Media memakai tanda-tanda visual berupa gambar yang dituangkan dalam bentuk kartun. Sebuah gambar memiliki makna tertentu seperti halnya teks tulisan. Terlebih gambar tersebut ditambah humor dengan bobot cerita yang menarik.

Jika dikaitkan dengan karikatur pada sampul Majalah Tempo dan Sindo dalam penelitian ini. Maka yang dimaksud kartun disini adalah kartun opini atau kartun

33

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Rosdakarya, 2003), h. 138-139.

34

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Rosdakarya, 2003),,h. 138.

35

(40)

editorial yang isi kartunnya biasanya mengangkat situasi politik, sosial, dan sebagainya. Kartun dibuat dengan lelucon dan sarat dengan kritik tajam terhadap prilaku serta kebijakan tokoh. Sifat kartun yang harus informatif, komunikatif, situasional dengan mengungkapkan yang hangat, memuat humor dan memiliki gambar yang baik, sehingga memberikan keuntungan dalam penyampaian kritik dengan sasaran pembaca. Kartunis harus mampu menyampaikan pesan dengan sedikit rangkaian kata kepada pembaca, agar kritik tersebut dapat dipahami pembaca dan pesan dapat tersampaikan. Tugas kartunis adalah mengangkat masalah secara unik agar pembaca dapat mengungkap sisi lain dalam memandang suatu masalah dengan ciri khasnya tertentu. Namun, pembaca tentu dapat menafsirkan sendiri suatu masalah yang diangkat dan tidak sesuai dengan pandangan kartunis.

3. Semiotika Charles Sanders Peirce

Menurut Charles Sanders Pierce semiotika adalah tidak lain daripada sebuah nama lain bagi logika, yakni “doktrin formal tentang tanda-tanda”. Bagi Pierce semiotika adalah suatu cabang dari ilmu filsafat. Sedangkan menurut Ferdinand de Saussure semiologi adalah sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat, menurutnya semiologi adalah bagian dari disiplin ilmu psikologi sosial. Baik istilah semiotika maupun semiologi dapat digunakan untuk merujuk kepada ilmu tentang tanda-tanda tanpa adanya perbedaan pengertian yang terlalu tajam.12

(41)

mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggambungkan kembali ke semua komponen dalam struktur tunggal. Semiotik ingin membongkar bahasa secara keseluruhan seperti ahli fisika membongkar suatu zat dan kemudian menyediakan model teoritis untuk menunjukan bagaimana semuanya bertemu di dalam sebuah struktur.36

Menurut Charles Sanders Pierce, semiotika berangkat dari tiga elemen utama tersebut, yang disebut Pierce sebagai teori segitiga makna atau triangle meaning.

a. Tanda

Adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat diungkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuau yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri.acuan tanda ini disebut objek.

b. Acuan Tanda (Objek)

Adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.

c. Pengguna Tanda (Interpretant)

Konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.

Yang dikupas teori segitiga, maka adalah persoalan makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi.

36

(42)

Hubungan antara tanda, objek, dan interpretant digambarkan Peirce pada gambar.37

Gambar 2.1

Hubungan tanda, objek, dan interpretan (Triangle of Meaning)38 Sign

Interpretant Object

Teori segitiga makna (triangle meaning) Pierce yang terdiri atas sign (tanda), object (objek), dan interpretan (interpretant). Menurut Pierce, salahsatu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili tanda tersebut. Yang dikupas teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi.39

Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something in

some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Pierce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu

37

Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, cet. 2, h.263.

38

Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, cet. 2, h.263.

39

(43)

terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretan. Atas dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada padatanda; misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia.

(44)

Berdasarkan interpretant, tanda (sign, representamen) dibagi atas rheme, dicent atau dicisign dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata, atau mata dimasuki insekta, atau baru bangun, atau ingin tidur. Dicent sign atau dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya jika pada suatu jalan sering tejadi kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa di situ sering terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.40

Peirce melihat subjek sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses signifikasi. Meodel triadik Peirce (representamen + objek + interpretan = tanda) memperlihatkan peran besar subjek dalam proses transformasi bahasa. Tanda dalam pandangan Peirce selalu berada di dalam proses perubahan tanpa henti, yang disebut proses semiosis tak terbatas (unlimited semiosis), yaitu proses penciptaan rangkaian interpretan yang tanpa akhir.41

Pada tahap pertama, semiosis melibatkan hubungan antara tanda dengan objek. Tahap ini untuk mengetahui bagaimana representasi sebuah objek melalui tanda. Selanjutnya pada tahap kedua, terjadi hubungan antara tanda dengan interpretan pada subjek. Representasi objek melalui tanda (dalam tahap satu) kemudian menimbulkan pemaknaan atau pemahaman di benak subjek, sehingga menimbulkan beberapa interpretasi. Dan terakhir, terjadi hubungan tanda dengan

40

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2009), h.41-42.

41

(45)

pemahaman. Pada tahap ini, beberapa interpretasi yang dilakukan oleh subjek ditampilkan sesuai dengan konteks, sehingga sebuah interpretasi kemudian muncul sesuai dengan situasi maupun keadaan di mana tanda tersebut berada.42

[image:45.612.113.521.198.657.2]

Model triadik Peirce ini memperlihatkan tiga elemen utama pembentuk tanda, yaitu representamen (sesuatu yang merepresentaikan sesuatu yang lain), objek (sesuatu yang direpresentasikan) dan interpretan (interpretasi seseorang tentang tanda). Model triadik ini diuraikan elemen-elemennya secara lebih detail sebagai berikut.43

Tabel 2.2

Tiga Trikotomi Model Semiotik Peirce

Trikotomi Representamen Objek Interpretan Kategori

Firstness Qualisign Ikon Rheme

Otonom atau berdiri - Proper sign - Kopi - Class name

Sendiri - Tanda - Tiruan - Proper

potensial - Keserupaan Name - Kepertamaan - Kesamaan - Masih

- Apa adanya Terisolasi

- Kualitas Dari

Konteks

Secondness Sinsign Indeks Dicent

Dihubungkan - Token - Penunjukan Tanda dengan realitas - Pengalaman - Kausal eksistensi

- Prilaku aktual

- Perbandingan

Thirdness Legisign Simbol Argument

Dihubungkan - Tipe - Konvensi Gabungan dengan aturan, - Memori - Kesepakata dan dua konvensi, ata kode - Sintesis N premis

- Mediasi - Komunikasi

42

Indah Prastika, Analisis Semiotika Kritik Sosial Dalam Ka rtun Bung Sentil di Harian

Umum Media Indonesia Edisi “Disapu Banjir”, skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Jakarta, 2013, h18.

43

(46)

Kategori-kategori dan pembedaan-pembedaan trikotomis yang dibuat oleh Peirce mengenai tanda mau tidak mau merupakan pintu masuk yang terelakan bagi hampir setiap teori tanda yang muncul lebih kemudian dan menjadi sumber bagi salahsatu tradisi utama didalam semiotika. Peirce mengembangkan seluruh klasifikasinya itu berdasarkan tiga kategori universal berikut:

a.

Kepertamaan (firstness) adalah mode berada (mode of being) sebagaimana adanya, positif, dan tidak mengacu pada sesuatu yang lain. Ia adalah kategori dari perasaan yang tak-terefleksikan (unreflected feeling), semata-mata potensial, bebas, dan langsung; kualitas yang tak-terbedakan (undifferentiated quality) dan tak-tergantung.44

Dilihat dari sudut pandang representamen, Peirce membedakan tanda-tanda menjadi qualisign, sinsign dan legisign. Pembedaan ini berdasarkan hakikat tanda itu sendiri, entah sebagai sekedar kualitas, sebagai suatu eksistensi aktual, atau sebagai kaidah umum. Pertama, qualisign, tanda yang berkaitan dengan kualitas, walaupun pada dasarnya tanda tersebut belum dapat menjadi tanda sebelum memwujud (embodied). Tanda ini biasanya berdisi sendiri dalam artian belum dikaitkan dengan tanda lainnya. Contohnya hawa panas yang kita rasakan saat berada di dalam ruangan ketika siang hari bolong, merupakan qualisign sejauh ia hanya “terasa”, tidak atau belum direpresentasikan dengan apa pun. Kedua, sinsign, adalah suatu hal yang ada secara aktual yang berupa tanda tunggal. Ia

hanya dapat menjadi tanda melalui kualitas-kualitasnya sehingga melibatkan sebuah atau beberapa qualisign. Sinsign pada umumnya merupakan perwujudan

44

(47)

dari qualisign. Hawa panas yang dirasakan tadi apabila dikatakan dengan kata “panas”, maka kata tersebut adalah sinsign. Sambil mengucapkan kata “panas”,

secara spontan, tangan kita mungkin mengibaskan tangan untuk merepresentaikan hawa panas yang kita rasakan. Maka gerakan tangan itulah yang kemudian menjadi sinsign. Ketiga, legisign adalah suatu hukum atau kaidah yang merupakan tanda. Setiap tanda konvensional kebahasaan adalah legisign. Misalnya ungkapan „suatu hari yang cerah’ adalah legisign karena hanya

dapat tersusun berkat adanya tatabahasa, khususnya kaidah stuktur frase, di dalam bahasa Indonesia yang mengharuskan kata benda (nomina) diletakkan mendahului kata sifat (adjekif) (N=Adj).45

b. Kekeduaan (secondness) mencakup relasi pertama dengan yang kedua. Ia merupakan kategori perbandingan (comparison), faktisitas (facticity), tindakan, realitas, dan pengalaman dalam ruang dan waktu.46 Dipandang dari sisi hubungan representamen dengan objeknya, yakni hubungan “menggantikan” atau the “standing for” relation, tanda-tanda diklasifikasikan oleh Peirce menjadi ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol). Pertama ikon adalah tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya. Dapat pula dikatakan, ikon adalah tanda yang memiliki ciri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkan. Misalnya, foto Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah ikon Sultan. Peta Yogyakarta adalah ikon dari wilayah Yogyakarta yang digambarkan dalam

45

Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problema Ikonisitas, h.77-78.

46

(48)

peta tersebut. Cap jempol Sultan adalah ikon dari ibu jari Sultan. Kedua indeks merupakan tanda yang memiliki hubungan sebab-akibat dengan apa yang diwakilinya atau disebut juga tanda sebagai bukti. Contohnya asap dan api, asap menunjukan adanya api. Jejak telapak kaki di tanah merupakan tanda indeks orang yang melewati tempat itu. Tanda tangan (signature) adalah indeks dari keberadaan seseorang yang menorehkan tanda tangan itu. Ketiga, simbol merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan, atau perjanjian yang disepakati bersama. Simbol baru dapat dipahami jika seseorang sudah mengerti apa yang telah disepakati sebelumnya. Contohnya: Garuda Pancasila bagi Indonesia adalah burung yang memiliki perlambang yang kaya makna. Namun bagi orang yang memiliki latar budaya berbeda, seperti orang eskimo, misalnya Garuda Pancasila hanya dipandang sebagai burung biasa.47

c. Keketigaan (thirdness) menghantar yang kedua kedalam hubungannya dengan yang ketiga. Ia adalah kategori mediasi, kebiasaan (habit), ingatan, kontinuitas, sintesis, komunikasi (semiosis), representasi, dan tanda-tanda.48 Pembagian terakhir yakni menurut hakikat interpretannya, Pierce membedakan tanda-tanda mejadi rema (rheme), tanda disen (dicent sign atau dicisign), dan argumen (argument). Pertama, rema adalah suatu tanda kemungkinan kualitatif, yakni tanda apa pun yang tidak betul dan tidak salah. Sebuah huruf atau fonem yang berdiri sendiri adalah rema, bahkan nyaris semua kata tunggal dari kelas kata apa pun, entah kata kerja, kata benda, kata

47

Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), h.16-17.

48

(49)

sifat, dan lain sebagainya adalah rema pula, kecuali kata ya dan tidak atau benar atau salah. Tanda berupa rema biasanya memunculkan beragam pilihan makna, misalnya seseorang bermata merah bisa menandakan dia sakit mata, baru bangun tidur, atau akibat menangis. Kedua, tanda disen atau dicisign adalah tanda eksistensi aktual, suatu tanda faktual (a sign of fact), yang biasanya berupa ungkapan yang dapat dipercaya, disangkal, atau dibuktikan kebenarannya. Jadi tanda ini telah berupa pernyataan atau sesuatu sudah nyata maknanya. Misalnya seperti pernyataan “Tom adalah seekor kucing”. Dari

pernyataan tersebut mungkin saja salah, namun juga bisa benar jika dikaitkan dengan sebuah film kartun anak-anak. Ketiga, argumen adalah tanda hukum atau kaidah yang didasari oleh prinsip yang mengarah kepada kesimpulan tertentun yang cenderung benar. Apabila tanda disen cuma menegaskan eksistensi sebuah objek, maka argumen mampu membuktikan kebenarannya. Contoh yang paling jelas dari sebuah argumen bisa dibaca pada silogisme: Semua kucing bermusuhan dengan tikus. Tom adalah seekor kucing. Maka, Tom kucing bermusuhan dengan Jerry tikus.49

D. Ideologi Media

Secara umum dapat dikatakan bahwa ideologi memiliki dua pengertian yang berbeda. Pengertian dalam tataran positif menyatakan bahwa ideologi dipersepsikan sebagai realitas pandangan dunia (world view, welltanschaung) yang menyatakan nilai sistem kelompok atau komunitas sosial tertentu untuk melegitimasikan

49

(50)

kepentingannya. Sementara pengertian dalam tataran negatif menyatakan bahwa ideologi dipersepsikan sebagai realitas kesadaran palsu. Dalam arti bahwa ideologi merupakan sarana manipulatif dan deceptive pemahaman manusia terhadap realitas sosial.50

Ada sejumlah definisi terkait ideologi. Raymond Williams menemukan tiga penggunaan utama. Pertama, suatu sistem keyakinan yang menandai kelompok atau kelas tertentu.Kedua, ideologi merupakan suatu sistem keyakinan ilusioner-gagasan palsu- yang bisa dikontraskan dengan pengetahuan sejati atau pengetahuan ilmiah. Ketiga, ideologi seringkali digunakan untuk sebuah proses umum produksi makan dan gagasan.51

Ideologi merupakan sarana yang digunakan untuk ide-ide kelas yang berkuasa sehingga bisa diterima oleh keseluruhan masyarakat sebagai sesuatu yang alami dan wajar.52

Menurut Antonio Gramsci,mengenai hegemoni media masa adalah alat yang digunakan elit berkuasa untuk “melestarikan kekuasaan, kekayaan, dan status mereka

(dengan mempopulerkan) falsafah, kebudayaan dan moralitas mereka sendiri.53 Di satu pihak media masa merupakan sebuah medium penyampai informasi dan di pihak lain media masa dapat pula dijadikan sebagai alat penyebar luasan ideologi golongan tertentu. Oleh karena itu, media massa seringkali memiliki kepentingan tertentu.

50

Karl Manheim, Ideologi and Utopia An introduction to the sociologi of knowledge,(London, Rouledge, 1979),h. 24.

51

Raymond William dalam Haroni Kerelawanan dalam Televisi Indonesia . Jakarta:FISIP UI, 2009.

52

John Fiske, Cultural and Communication Stidiest, Sebuah Pengantar paling Komprehensif, Jalan Sutera,h. 239.

53

(51)

Kekuatan yang bermain di dalam dan di luar media diyakini memiliki pengaruh terhadap proses komunikasi yang dilakukan media masa tersebut. Dalam beberapa kasus, pemberitaan media melibatkan dominasi kelompok-kelompok dominan. Sebagai medium penyampaian pesan, media memang tidak bisa bersifat netral.Begitu pula pesan-pesan yang terkandung di dalamnya juga tidak bisa dikatakan bebas nilai karena pesan-pesan tersebut mengandung makna-makna tertentu dan seringkali mengandung pesan yang sarat dengan muatan ideologis.

Teori-teori klasik ideologi diantaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujauan untuk memproduksi dan melegitimasi dominasi mereka.54 Pengaruh media masa yang begitu besar terhadap masyarakat membuat media masa dijadikan alat oleh kelompok-kelompok tertentu dalam mengomunikasikan ideologi-ideologi demi kepentingan mereka.

Shoemaker dan Reese melihat ideologi sebagai salah satu faktor yang dapat memengaruhi isi media.Ideologi diartikan sebagai suatu mekanisme simbolok yang berperan sebagai kekuatan pengikat dalam masyarakat.Tingkat ideologi menekankan pada kepentingan siapakah seluruh rutinitas dan organisasi media itu bekerja.55

Hal ini tidak lepas dari unsur nilai, kepentingan dan kekuatan atau kekuasaan apa yang ada dalam media tersebut. Kekuasaan tersebut berusaha dijalankan dan disebarkan melalui media sehingga media tidak lagi bersifat netral. Media bukanlah

54

Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis teks Media,h. 13.

55

(52)

ranah netral dimana berbagai kepentingan dan pemaknaan dari berbagai kelompok akan mendapat perlakuan yang sama dan seimbang.56

Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa media seringkali dijadikan alat oleh kelompok pemegang kekuasaan dan kekuatan dalam masyarakat. Nilai yang dianggap penting bagi pemegang kekuasaan disebarkan melalui media, sehingga isi media mencerminkan apa yang diinginkan oleh pemilik kekuasaan tersebut.

Ideologi bekerja melalui bahasa dan bahasa adalah medium tindakan sosial.57 Dalam media massa, aspek-aspek ideologi dapat dilihat dari bagaiman mereka menyampaikan pesan kepada khalayaknya. Dalam hal ini pesan-pesan disampaikan melalui simbol-simbol baik verbal maupun non verbal. Simbol-simbol itu dapat mewakili ide, perasaan, pikiran serta ideologi.Ideologi secara verbal dapat diamati dengan melihat pilihan bahasa dan struktur bahasa yang dipakai.

Ketika masyarakat digiring oleh pemahaman tentang sesuatu, maka sesungguhnya itu adalah sebuah ideologi yang ditentukan oleh berbagai pengaruh yang seringkali sangat halus. Media sangat penting karena mereka langsung menampilkan sebuah cara untuk memandang realita. Meskipun media menggambarkan ideologi secara eksplisit dan langsung, suara-suara menentang akan selalu ada sebagai bagian dari perjuangan dialektis antara kelompok-kelompok masyarakat.

56

Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana,h. 55.

57

(53)

Media tetap saja didominasi oleh ideologi penguasa dan oleh sebab itu mereka menghadapi suara-suara yang menentang dari dalam kerangka ideologi yang dominan, yang memberikan pengaruh pada pendefinisian kelompok-kelompok sebagai “batas”. Ironi dari mediaadalah bahwa mereka menampilkan ilusi

keberimbangan dan obyektivitas. Sementara dalam kenyataannya mereka merupkan instrumen yang jelas dari tatanan yang dominan.

(54)

dipercaya dalam melayani, mengatur, dan memfasiltasi masyarakat (ummat) dalam segala urusan kenegaraan.3

Di akhir 2016 hingga awal 2017, berbagai isu Pilkada bermunculan, mulai dari persiapan partai politik untuk mengusung calon pasangan, adanya dua skenario pilkada yaitu melalui jalur independen dan partai politik, hingga siapa di balik pencalonan pasangan untuk menuju DKI 1.

Masa pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta untuk mengikuti Pilkada 2017 telah ditutup pada Jumat, 23 September 2016. Di luar ekspektasi publik, ternyata terdapat tiga pasang cagub dan wagub yang m

Gambar

Tabel 2.2 Tiga Trikotomi Model Semiotik Peirce
Tabel 1 Realitas, Representasi, dan Ideologi
Gambar 4.1 Sampul Majalah Tempo Edisi 19-25 September 2016………….
Tabel 1 Realitas, Representasi, dan Ideologi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini masih terdapat kekurangan yaitu pengembangan sistem, dimana dalam penelitian ini program aplikasi dibuat masih bersifat Stand alone sehingga untuk pengerjaan

Hasil penjumlahan dua buah bilangan bulat positif adalah bilangan bulat positif, begitu pula penjumlahan dua buah bilangan bulat negatif menghasilkan bilangan bulat negatif

Apabila fenomena itu terjadi, taruhannya sering kali sangat berat dan tentu menghabiskan dana yang besar dengan hasil yang tidak dapat ditebak.. Kisah

Peneliti melihat sebuah fenomena yang menarik ketika target pembaca, baik perempuan maupun laki laki, diberikan kebebasan serta kesempatan yang sama untuk mengekspresikan

Guna mengoptimalkan pemanfaatan andesit sebagai bahan bangunan dan menentukan metode eksplorasi yang akan dikerjakan maka penelitian ini membahas mengenai karakteristik

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis nilai FIM pasien cedera servikal yang dirawat dengan manajemen konservatif dan korelasi nilai FIM dengan umur, jenis kelamin, jenis

Sektor swasta yang mulai tumbuh dan berkembang ini mayoritas adalah sekolah swasta sehingga masyarakat desa lenteng Timur sebagian besar bekerja sebagai guru di

1) Expert Priceber Communication. 2) Petugas PR dianggap sebagai orang yang ahli. Dia menasehati pimpinan perusahaan/organisasi. Hubungan mereka diibaratkan seperti