• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TERNAK ITIK DI DESA BONTO BAJI KECAMATAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KELAYAKAN USAHA TERNAK ITIK DI DESA BONTO BAJI KECAMATAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TERNAK ITIK DI DESA BONTO BAJI KECAMATAN KAJANG

KABUPATEN BULUKUMBA

ST. NURDIANA 105961126216

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

(2)

ii ANALISIS KELAYAKAN USAHA TERNAK ITIK

DI DESA BONTO BAJI KECAMATAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

ST. NURDIANA 105961126216

PROPOSAL

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :Analisis Kelayakan Usaha Ternak Itik di Desa Bonto Baji Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Makassar, 03 November 2020

ST. NURDIANA 105961126216

(6)

vi ABSTRAK

ST. NURDIANA 105961126216 Analisis Kelayakan Usaha Ternak Itik di Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. dibimbing oleh Nurdin dan Sahlan

Penelitian memiliki tujuan untuk mengetahui: yang pertama bagaimana pendapatan usaha ternak itik di Desa Bonto Baji Kecamatan kajang Kabupaten Bulukumba. Kedua, bagaimana kelayakan usaha terna itik di Desa Bonto Baji Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilaksanakan dengan cara sampling jenuh atau sensus yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif dengan analisis pendapatan, analisis R/C (Revenue Cost Ratio), analisis B/C (Benevit Cost Ratio) dan analisis BEP (Break Event Point).

Hasil penelitian ini menunjukkan pendapatan total usaha ternak itik di Desa Bonto Baji Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba Rp. 15.467.292/per periode 1 bulan. Dari hasil uji kelayakan usaha ternak itik menunjukkan bahwa nilai R/C Ratio sebesar 2,23, Benevit Cost Ratio atau B/C 1,23, BEP Produksi sebesar 766,78 butir, dan BEP harga Rp. 1.346 sehingga usaha ternak itik di Desa Bonto Baji Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba layak untuk diusahakan karena memberikan keuntungan kepada peternak itik.

Kata Kunci : Pendapatan, Kelayakan Usaha Ternak itik

(7)

vii ABSTRACT

ST. NURDIANA, 105961126216, Feasibility Analysis of Duck Farming in Bonto Baji Village, Kajang, Bulukumba, supervised by Nurdin and Sahlan

The purposes of this study were (1) to find out the income of the duck farming in Bonto Baji Village, Kajang, Bulukumba, and (2) to determine the feasibility of the duck farming in Bonto Baji Village, Kajang, Bulukumba.

The employed sampling technique was saturated sampling or census. This technique is employed when all members of the population are used as samples.

The applied data analysis was descriptive quantitative analysis consisting of income analysis, R/C (Revenue Cost Ratio) analysis, B/C (Benefit-Cost Ratio) analysis, and BEP (Break-Even Point) analysis.

The results of this study indicated that the total income of duck farming in Bonto Baji Village, Kajang, Bulukumba was 15,467,292 IDR/month. From the results of the feasibility test of duck farming, it indicated that the value of R/C Ratio was 2.23, the value of B/C Ratio was 1.23, the BEP production was 766.78 items, and the BEP price was 1,346 IDR. Therefore, the duck farming in Bonto Baji Village, Kajang, Bulukumba is considered „feasible‟ to operate because it provides benefits to duck breeders.

Keywords: Income, the Feasibility of Duck Farming

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alaamiin, Puji syukur kita kepada Allah S.W.T.

yang senantiasa memberi berbagai karunia dan nikmat yang tak terhingga kepada seluruh makhluknya terutama manusia. Demikian pula salam dan shalawat senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhamad S.A.W. panutan kita semua sampai akhir zaman.

Penulis dapat menyelesaikan kewajiban akademik Penelitian dengan menyususn skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Ternak Itik di Desa Bonto Baji Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba” merupakan salah satu persyaratan akademik dalam lingkungan Universitas Muhammadiyah Makassar terkhusus pada Prodi Agribisnis yang berorientasi pada penerapan sekaligus sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelas sarjana S1.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulismenyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Ir. Nurdin, M.M. selaku pembimbing utama dan Bapak Sahlan, S.P., M.Si. selaku pembimbing pendamping yang senangtiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis sehingga skripsi dapat diselesaikan.

2. Bapak Dr. H. Burhanuddin, S.Pi., M.P. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar

(9)

ix 3. Ibu Dr. Sri Mardiyati, S.P., M.P. selaku ketua Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Kedua orangtua ayahanda Darwis dan ibunda Nuraeni dan keempat saudara kandung saya yang tercinta dan segenap keluarga dan juga teman-teman yang senangtiasa memberikan bantuan dan motivasi baik moril maupun material sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Seluruh Dosen Program Studi Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali segudang ilmu selama kurang lebih empat tahun lamanya kepada penulis.

6. Kepada Pihak Pemerintah Kecamatan Kajang khususnya kepada Bapak kepala Desa Bonto Baji beserta jajarannya yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Daerah tersebut.

7. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi dari awal hingga akhir yang penulis tidak bisa sebut satu persatu.

Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini, semoga karya tulis ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan. Semoga berkah dari ALLAH SWT senangtiasa tercurah kepada kita semuanya, Aamiin.

Makassar, Maret 2020

St. Nurdiana

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PENGESAHAN KOMISI PENGUJI ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Landasan Teori ... 7

2.2 Penelitian Terdahulu... 18

2.3 Kerangka Pemikiran ... 22

III. METODE PENELITIAN ... 25

(11)

xi

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

3.2 Teknik Penentuan Sampel ... 25

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 26

3.4 Teknik Analisis Data ... 27

3.5 Definisi Operasional ... 31

IV. GAMBARAN UMUM ... 33

4.1 Keadaan Geografis ... 33

4.1.1 Batas Wilayah Kabupaten Bulukumba ... 36

4.1.2 Topografi ... 36

4.1.3 Ketinggian ... 37

4.1.4 Klimatologi ... 38

4.1.5 Jenis Tanah ... 38

4.2 Keadaan Demografi ... 38

4.3 Keadaan Pertanian ... 44

4.4 Keadaan Peternak ... 46

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

5.1 Karakteristik Peternak Responden ... 48

5.1.1 Karakteristik Peternak Berdasarkan Umur... 48

5.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 50

5.1.3 Karakteristik Responde Berdasarkan Pengalaman Beternak ... 51

5.2 Analisis Pendapatan Peternak Itik ... 52

5.3 Analsis Kelayakan Usaha Ternak Itik ... 54

5.3.1 Analisis Kelayakan R/C Ratio ... 54

(12)

xii

5.3.2 Analisis Kelayakan B/C Ratio ... 55

5.3.3 Analisis Kelayakan Break Event Point (BEP) ... 56

VI. PENUTUP... 58

6.1 Kesimpulan ... 58

6.2 Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Data Produksi Telur Itik Lima Tahun Terakhir Provinsi Sulawesi Selatan ... 2 2. Data Produksi Telur Itik Lima Tahun Terakhir Kabupaten Bulukumba ... 2 3. Penelitian Terdahulu ... 34 4. Luas Wilayah Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba35 5. Luas Wilayah Menurut Penggunaan ... 35 6. Orbitasi dan Jarak Tempuh ... 39 7. Jumlah Penduduk Seluruhnya di Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang,

Kabupaten Bulukumba ... 40 8. Jumlah Penduduk dan KK per Dusun ... 41 9. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ... 43 10. Penyediaan Prasarana Pendidikan yang Tersedia di Desa Bonto Baji,

Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba ... 49 11. Tingkat Umur Peternak Itik di Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang,

Kabupaten Bulukumba 2020 ... 50 12. Tingkat Pendidikan Peternak Responden di Desa Bonto Baji, Kecamatan

Kajang, Kabupaten Bulukumba ... 52 13. Pegalaman Peternak Responden di Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang,

Kabupaten Bulukumba ... 53 14. Rata-Rata Pendapatan Peternak Itik Di Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang,

Kabupaten Bulukumba. ... 54 15. Hasil Analisis Kelayakan R/C Ratio Usaha Ternak Itik di Desa Bonto Baji,

Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba ... 55 16. Hasil Analisis Kelayakan B/C Ratio Usaha Ternak Itik di Desa Bonto Baji,

Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. ... 56

(14)

xiv 17. Hasil Analisis BEP Usaha Ternak Itik di Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. ... 56

(15)

xv DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Kerangka Pemikiran ... 22

2. Peta Lokasi Penelitian ... 69

3. Prosess Wawancara dengan Responden... 91

4. Prosess Wawancara dengan Responden... 92

5. Prosess Wawancara dengan Responden... 93

6. Prosess Wawancara dengan Responden... 94

7. Surat Permohonan Izin Penelitian LP3M ... 95

8. Surat Penelitian dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemerintah Kabupaten Bulukumba ... 96

(16)

xvi DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

1. Kuisioner Penelitian ... 65 2. Peta Lokasi Penelitian ... 69 3. Identitas petani responden Usaha Ternak Itik di Desa Bonto Baji, Kecamatan

Kajang, Kabupaten Bulukumba ... 70 4. Rekapitulasi Biaya Itik (ekor) Usaha Ternak Itik di Desa Bonto Baji

Kecamatan Kajang ... 71 5. Rekapitulasi Biaya Pakan Usaha Ternak Itik Di Desa Bonto, Baji Kecamatan

Kajang, Kabupaten Bulukumba ... 72 6. Total Biaya Vaksin Ternak Itik Di Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang,

Kabupaten Bulukumba ... 73 7. Rekapitulasi Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga Usaha Ternak Itik Desa

Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba ... 74 8. Rekapitulasi Biaya Variabel Usaha Ternak Itik di Desa Bonto Baji,

Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba ... 75 9. Rekapitulasi Biaya Penyusutan Alat (Tempat Minum) Usaha Ternak Itik Desa Bonto Baji Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba ... 76 10. Rekapitulasi Biaya Penyusutan Alat (Tempat Pakan) Usaha Ternak Itik Desa

Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba ... 77 11. Rekapitulasi Biaya Penyusutan Alat (Toren Air) Usaha Ternak Itik Desa

Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba ... 78 12. Rekapitulasi Biaya Penyusutan Alat (Ember Plastik) Usaha Ternak Itik Desa

Bonto Baji, Kecamatan Kajan, Kabupaten Bulukumba ... 79 13. Rekapitulasi Biaya Penyusutan Alat (Mesin cuci Kandang) Usaha Ternak Itik

Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba ... 80 14. Rekapitulasi Biaya Penyusutan Alat (Timbangan) Usaha Ternak Itik Desa

Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba ... 81 15. Rekapitulasi Biaya Penyusutan Alat (Terpal) Usaha Ternak Itik Desa Bonto

Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba ... 82 16. Rekapitulasi Biaya Penyusutan Alat (Cangkul) Usaha Ternak Itik Desa Bonto

Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten, Bulukumba ... 83

(17)

xvii 17. Rekapitulasi Biaya Penyusutan Alat (Ram) Usaha Ternak Itik Desa Bonto

Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba ... 84 18. Rekapitulasi Biaya Penyusutan Alat (Lap Tangan) Usaha Ternak Itik Desa

Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba ... 85 19. Rekapitulasi Biaya Penyusutan Alat (Rak Telur) Usaha Ternak Itik Desa

Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba ... 86 20. Rekapitulasi Biaya Tetap Usaha Ternak Itik di Desa Bonto Baji, Kecamatan

Kajang, Kabupaten Bulukumba ... 87 21. Rekapitulasi Produksi Telur (10 Responden) Itik di Desa Bonto Baji,

Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba ... 88 22. Rekapitulasi Produksi, Harga, Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usaha

Ternak Itik di Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba 89 23. Rekapitulasi Analisis Kelayakan R/C, B/C Ratio, dan BEP Pada Usaha

Ternak Itik di Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba 90

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peternakan memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara, di Indonesia. Sektor peternakan merupakan salah satu sumber pangan bagi masyarakat yang penting dalam penyediaan pangan bergizi karena fungsi dan manfaatnya bagi peternak merupakan penghasil protein hewani yang kini sangat penting bagi masyarakat dan seterusnya.

Protein hewani mengandung banyak asam amino yang tidak diserap oleh makanan nabati sehingga protein hewani dibutuhkan untuk masyarakat selain protein nabati. Peran penting lainnya di sektor peternakan adalah kontribusi pendapatan asli daerah (PDP). Sektor peternakan seperti daging, susu dan telur merupakan sumber pangan yang baik bagi masyarakat (Saragih, 2000).

Unggas merupakan salah satu komoditas unggas peliharaan yang perannya sangat penting bagi pembangunan negara, peternak dapat memenuhi kebutuhan protein hewani dan dapat berkontribusi dalam menyediakan kebutuhan pangan yang baik bagi masyarakat. Pada tahun 2017, populasi itik nasional meningkat 4,82% dari jumlah itik 49,709% yang jumlahnya besar dibandingkan dengan 2016 (Kementerian Pertanian, 2017).

(19)

2 Tabel 1. Data Produksi Telur Itik Lima Tahun Terakhir Provinsi Sulawesi Selatan

Provinsi Produksi Telur Itik/Itik Manila menurut Provinsi (Ton)

SULAWESI SELATAN

2019 2018 2017 2016 2015

59 433.11 54 980.08 47 156.69 34 399.06 29 998.45 Sumber Data: Badan Pusat Statistik

Berdasarkan data diatas jumlah produksi telur itik provinsi Sulawesi Selatan pada kurun waktu lima tahun terakhir mengalami peningkatan yakni pada tahun 2019 dengan jumlah 59.433.11 itu menunjukkan bahwa telur itik sangat di minati oleh masyarakat atau konsumen.

Tabel 2. Data Produksi Telur Itik Lima Tahun Terakhir Kabupaten Bulukumba Kabupaten Produksi Telur Itik/Itik Manila menurut Kabupaten

(Ton) BULUKUMBA

2019 2018 2017 2016 2015

- 385 705 224 947 222 614 231 903 Sumber Data: Badan Pusat Statistik

Berdasarkan data di atas di mana jumlah produksi telur itik berdasarkan Kabupaten Bulukumba kurun waktu lima tahun terakhir mengalami penurunan pada tahun 2016-2017 yakni 222.614 sampai 224.947 ton lebih rendah apabila di bandingkan dengan tahun 2015, kemudian mengalami peningkatan sebanyak 385.705 ton tahun 2018 pada Kabupaten Bulukumba, pada tahun 2019 tidak terdapat data produksi telur itik di BPS (Badan Pusat Statistik).

Salah satu ternak unggas yang mulai berkembang di masyarakat adalah ternak itik meskipun tidak sepopuler ternak ayam. Itik mulai disukai masyarakat untuk di usahakan sehingga usaha ternak itik semakin berkembang. Marzuki (2005), mengemukakan bahwa beternak itik di pedasaan lebih muda di

(20)

3 bandingkan dengan beternak ayam potong dan ayam buras. Ternak itik umumnya dibudidayakan pada kondisi peternakan rakyat di pedesaan (Roessali et al, 2005).

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha pemeliharaan ternak itik di tunjang dengan kualitas bibit yang digunakan, kualitas pakan, pengalaman dalam sistem pemeliharaan ternak itik yang di kaitkan dengan adanya penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam usaha pemeliharaan sehingga usaha yang di jalankan dapat lebih berkembang (Mamarimbing, dkk., 2017).

Usaha peternakan itik bukan hanya sebagai usaha sampingan tetapi sudah memiliki orientasi bisnis yaitu sebagai usaha pokok. Usaha budidaya itik cukup di jadikan sebagai sumber pendapatan keluarga sehingga dalam pengembangan usaha ternak itik penting diketahui analisis kelayakan usahanya. Beberapa cara atau hal yang di temui oleh peternak usaha itik yakni skala usaha belum ekonomis, cenderung pada cara tradisional dan penyaluran serta akses yang masih belum optimal. Dari Noviyanto et al. (2016), mengemukakan bahwa keuntungan ternak itik dipengaruhi oleh banyak sedikitnya ternak itik yang dipelihara oleh peternak itu sendiri. Selain itu, peningkatan produktivitas itik juga ikut dipengaruhi oleh pakan dan pendapatan yang akan diperoleh peternak apabilah harga pakan dan juga bibit lebih tinggi dari produksi maka akan mempengaruhi jumlah produksi para peternak itik.

Dilihat dari kondisi ini, para pelaku usaha ternak itik harus lebih bisa berkembang oleh sebab itu perlu adanya kajian lebih mendalam terhadap usaha ternak itik dilakukan. Dari hal tersebut diharapkan mampu mendorong berbagai aspek dalam pengembangan dan pengetahuan usaha ternak itik lebih jauh dari

(21)

4 kondisi diatas dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara input dan output yang dihasilkan. Pada akhirnya akan berpengaruh pada rendahnya pendapatan yang di peroleh peternak. Selain itu, besar kecilnya pendapatan yang di peroleh oleh masyarakat dari hasil peternakan itik dan seberapa banyak kemampuan input yang dapat dikeluarkan untuk memperoleh output yang lebih banyak dengan adanya penelitian analisis kelayakan usaha ternak itik tersebut para peternak bisa melihat dan mempelajari sejauh mana keuntungan yang bisa mereka dapatkan dalam usaha ternak itik dengan menguji kelayakan usaha yang mereka lakukan.

Usaha ternak itik di Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. Merupakan skala usaha mandiri yang dilakukan oleh para peternak dengan jumlah itik yang dimiliki kurang lebih lima ratus ekor pada setiap peternak. Jumlah ini terbilang cukup rendah dibandingkan dengan peternak lain seperti ternak ayam broiler maupun ayam petelur, sehingga usaha ternak itik yang di kelola masih sangat sederhana dari skala usaha dan hanya pada produksi telur itik di jadikan sebagai penghasilan yang mereka peroleh dan di jual kepada konsumen sebagai nilai atau pendapatan dari usaha tersebut, akan tetapi menyangkut tentang kelayakan usaha itik yang diusahakan oleh peternak di Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. Belum diketahui dengan pasti maka peneliti tertarik untuk memilih judul dengan analisis kelayakan usaha ternak itik di Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba.

Dengan melihat sejauh mana nilai atau produksi yang di hasilkan serta layak atau tidaknya usaha tersebut bukan hanya melihat dari skala usahatani yang primitif

(22)

5 namun dengan skala usaha yang subsistem dengan mengukur kelayakan usaha peternakan itik di desa tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pendapatan usaha ternak Itik di Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba ?

2. Bagaimana kelayakan Usaha Ternak Itik di Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menghitung pendapatan usaha ternak itik di Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba.

2. Untuk menghitung kelayakan usaha ternak itik di Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan kegunaan antara lain:

1. Untuk menambah pengetahuan serta memperluas wawasan peneliti dalam beternak itik,serta salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar

2. Menjadi rekomendasi bagi pemerintah kabupaten Bulukumba untuk melakukan kajian mendalam pada sektor peternakan terutama pada unggas itik, di harapkan mampu mengangkat kapasitas para pelaku usaha ternak itik dalam

(23)

6 rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang muaranya juga akan mendorong pendapatan daerah.

3. Untuk pihak luar yang membutuhkan, di harapkan bisa menjadi bahan informasi dan pustaka/referensi untuk kendala atau masalah yang sama di masa datang.

(24)

7 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Usaha Ternak Itik

Itik atau biasa di kenal dengan bebek adalah salah satu unggas populer di Indonesia. Terdapat dua jenis itik yaitu itik petelur dan itik pedaging, itik di pelihara untuk memanfaatkan daging dan telurnya. Itik memiliki paruh rata dan lebar sehingga makanannya terdiri dari rumput, tumbuhan akuatik, ikan, serangga, amfibi kecil, cacing dan moluska kecil. Dilihat dari daya adaptasinya, itik memiliki ciri khas yang berbeda di setiap daerah di Indonesia. Ternak itik dilakukan secara menyeluruh mulai pemeliharaan, pembuatan telur asin, produksi itik goreng, dan pembuatan itik asap (Dinas Peternakan Jawa Timur, 2015).

Usaha peternakan adalah suatu usaha pembibitan atau budidaya peternakan dalam bentuk perusahaan peternak atau peternakan rakyat yang di selenggarakan secara teratur dan terus-menerus pada suatu tempat dalam jangka waktu tertentu dengan tujuan komersial sebagai usaha sampingan, untuk menghasilkan ternak bibit atau ternak potong, telur, susu serta menggemukkan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan, dan memasarkannya (Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, 2015).

Peternakan sebagai subsektor pertanian merupakan bidang usaha yang sangat penting dalam kehidupan manusia, kegiatan subsektor peternakan dapat menyediakan bahan pangan hewani masyarakat untuk perkembangan dan pertumbuhan. Pembangunan subsektor peternakan harus dilaksanakan secara

(25)

8 bertahap dan berencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Peningkatan produksi ternak dapat meningkatkan penghasilan masyarakat peternak dari waktu ke waktu dengan cara mendorong peternak agar mampu bersaing secara lokal, regional, nasional, internasional (Saragih, 2010).

2.1.2 Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Itik

Kunci keberhasilan usaha produksi ternak itik terletak pada pelaksanaan program tata laksana pemeliharaan itik sampai umur 22 minggu. Kesalahan nutrisi pada masa pertumbuhan ini bisa menyebabkan itik terlambat mencapai kedewasaan kelamin sehingga itik tidak bisa berproduksi pada umur yang diharapkan.

1). Bibit Itik

Sebelum anak itik di tempatkan setelah menetas yaitu pada lingkaran yang terbuat dari tripleks harus dilakukan persiapan sebelumnnya seperti penyemprotan disenfekta dan pengaturan lampu memanas dalam lingkaran tripleks tersebut agar kesehatan anak itik terjamin. Bibit itik yang di pelihara oleh peternak adalah itik yang siap bertelur (bayah), pembelian bibit itik dilakukan apabila telah berumur antara 70 sampai 90 minggu. Sehingga sesuai dengan pendapat Rasyaf (1993) yaitu jika produksi telur yang dihasilkan lebih kecil dari 45% maka perlu adanya perhitungan atau pertimbangan untuk dijual dalam bentuk itik potong atau pedaging.

(26)

9 2). Kandang Itik

Kandang merupakan tempat bebek sekaligus rumah bagi itik yang baik untuk memproduksi telur, siang maupun malam. Untuk sistem kandang itik memiliki banyak syarat antara lain:

a) jumlah itik yang dipelihara harus sesuai dengan luas kandang yang dibuat b) tidak dekat dengan pemukiman warga

c) ada cukup ruang udara untuk itik

d) arah kandang harus diarahkan ke timur untuk memberikan sinar matahari yang cukup bagi bebek

e) penggunaan lantai sebaiknya lebih tinggi dari pada tanah dan struktur tanah sekitarnya harus lebih tebal dan padat harus lebih mudah dibersihkan f) hal yang harus dilakukan dalam kandang adalah tempat untuk -minuman,

tempat makan dan tempat bertelur

g) penyediaan tanah yang harus dalam lingkungan yang sunyi bersumber daya dengan baik dan aman bagi predator

h) Di sekeliling kandang dibuat parit dan jauhkan dari jarak antar kandang yang satu dengan yang lainnya yaitu 1 kali lebar kandang (Feniarti 2010).

Salah satu cara pemeliharaan ternak itik yang biasa digunakan para peternak yakni sistem semi intensif dengan metode kandang terbuka dan menggunakan sistem lantai. Pembuatan kandang seperti ini bertujuan agar mempermudah sirkulasi udara untuk masuk. Selain itu jenis kandang seperti ini tidak memprioritaskan arah kandang karena biasanya jenis kandang dengan semi intensif biasanya terdapat pada bagian belakang rumah kandang dengan metode

(27)

10 seperti ini selaras dengan pendapat Windhayarti (2002) di mana lantai yang digunakan pada kandang jenis semi intensif merupakan jenis kandang yang terbuka yang biasanya terbuat dari anyaman bambu, tanah, hamparan batu-batu dan semen serta pengaturan perbandingan pada bagian dinding yang sengaja tertutup sehingga tidak memiliki cela kosong dengan memperoleh ventilasi serta cahaya sinar matahari yang cukup.

Dalam model sistem kandang pemeliharaan itik terdapat dua metode yaitu semi intensif dan sistem kandang intensif. Sistem pemeliharaan intensif dengan model kandang terkurung di mana model tersebut merupakan kandang model panggung. Menurut Marhijanto (1993), kandang model seperti ini sengaja dibuat jauh dari tanah atau memiliki batasan sehingga manfaat yang lainnya dimana kotoran dari ternak itik tersebut dapat diambil dengan mudah dan dijadikan sebagai pupuk alami.

Kandang yang dibutuhkan oleh itik dewasa sebesar 0,25 m2 atau dengan kata lain (25 cm x 25 cm) sehingga 1 m2 bisa menampung 4 ekor itik sehingga patokan luas kandang berdasarkan jumlah dan umur itik dapat di sesuaikan dengan cara:

a) kapasitas kandang 4-5 ekor/m2 untuk itik lebih besar dari 6 bulan dengan demikian, luas lantai setiap petak dapat menampung 30 ekor itik dewasa cukup 5 m x 3 m untuk menampung 50 ekor itik, perlu dibangun kandang dengan lebar 5 m dan panjang 12 m. Luas kandang tersebut terbagi menjadi 5 petakan.

(28)

11 b) kapasitas kandang 5-10 ekor/m2 untuk Itik dara (2-6 bulan), Luas kandang untuk 30 ekor itik dara umur 2 bulan dibuat dengan ukuran 3 m x 1 m. Ukuran tersebut berangsur-angsur di perluas menjadi 2 m x 3 m pada umur 6 bulan.

c) jumlah daya tampung dengan luas lantai untuk 100 ekor anak itik umur 1 hari – 2 bulan yaitu pada itik umur 1 hari – 1 minggu dengan luas kandang 1 – 1,5 m2 , umur 1-2 minggu luas kandang 2-4 m2, umur 2-4 minggu dengan luas kandang 6-8 m2, umur 4-6 minggu luas kandang 6-8 m2, dan itik dengan umur 6-8 minggu luas kandang 8-10 m2 (Suharno dan Khairil, 2002).

3). Pakan Itik

Untuk ternak itik yang paling penting yaitu pemenuhan pakan setiap harinya harus seimbang dan sesuai yakni sekitar 160 gr/ekor/hari untuk mendapatakan produksi telur itik yang dari pakan tersebut dapat memenuhi kandungan nutrisi (Hilmiati, 2009). Untuk sistem pemeliharaan semi intensif proses pemberian pakannya berbeda dengan sistem pemeliharaan intensif di mana ternak itik dilepas dan di gembalakan di lokasi yang luas dan terbuka seperti di sawah miliki warga yang sedang panen panen dari waktu pagi sampai sore hari.

Pemeliharaan dengan sistem ini dilakukan selain untuk menekan biaya pakan, ternak dapat memperoleh cahaya matahari yang cukup karena dengan bantuan cahaya matahari berpengaruh terhadap produksi telur. Menurut Srigandono (1997), keuntungan beternak itik dengan pengembalaan adalah dapat memanfaatkan alam sekitar dimana terdapat sumber-sumber karbohidrat dan protein yang terbuang sia-sia.

(29)

12 Pakan yang diberikan pada itik dengan sistem pemeliharaan intensif berupa campuran bekatul, nasi aking dan ikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (2002), yang menyatakan bahwa dalam penyususan ransum sebaiknya menggunakan bermacam-macam bahan pakan untuk menghindari terjadinya difesiensi zat-zat makanan tertentu. Pencampuran pakan dilakukan dengan cara manual dan menggunakan tangan.

4). Penyakit

Setiawan (2001), langkah pertama bahwa pertahanan pertama pada itik agar penyakit tidak masuk ke lingkungan kandang yaitu dengan cara pembersihan kandang. Penyakit yang biasanya terjadi pada itik disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi dari keadaan normal oleh mikroorganisme dengan defisiensi nutrisi dan lingkungan yang menguntungkan agar ternak itik tidak mengalami stress akibat lingkungan yang tidak sehat serta antisipasi yang dapat dilakukan oleh peternak itik dengan membersihkan kandang dan daerah sekitar lingkungan kandang selama 1-2 hari sekali.

2.1.3 Teori Produksi 1). Produksi

Produksi merupakan suatu kegiatan yang di kerjakan untuk menambah nilaiguna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan produksi tidak hanya terbatas pada pembuatannya saja tetapi juga penyimpanan, distribusi, pengangkutan, pengeceran, dan pengemasan kembali atau yang lainnya (Miller at al, 2000).

(30)

13 2). Biaya Produksi

Biaya adalah sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang sebagai modal untuk mencapai tujuan tertentu selama masa proses produksi berlangsung.

Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh produsen untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan penunjang lainnya yang dapat digunakan agar produk tertentu yang di rencanakan dapat terwujud dengan baik, biaya produksi di golongkan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap (Taufik, et al, 2013).

Menurut Suratiyah (2008) Biaya adalah nilai yang di keluarkan untuk memperoleh hasil. Menurut kerangka waktunya biaya dapat dibedakan menjadi biaya jangka pendek, dan biaya jangka panjang. Biaya jangka pendek terdiri dari biaya tetap, dan biaya variabel, sedangkan dalam jangka panjang semua biaya dianggap /diperhitungkan sebagai biaya variabel.

3). Biaya Tetap (Fixed Cost, FC)

Biaya tetap merupakan biaya-biaya yang besarnya tidak di pengaruhi oleh volume produksi, biaya yang relatif tetap timbul akibat penggunaan sumber daya tetap dalam proses produksi (Pujawan, 2012).

4). Biaya variabel (Variabel Cost, VC)

Biaya variabel yaitu biaya-biaya yang besarnya bergantung terhadap volume produksi (Pujawan, 2012). Dengan kata lain biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai kebutuhan unit yang akan disewakan dimana besarnya komponen-komponen dalam biaya variabel ini tergantung oleh jumlah unit yang tersewa.

(31)

14 5). Total Biaya

Total biaya adalah keseluruhan biaya yang akan di keluarkan oleh perusahaan atau dengan kata lain biaya biaya total ini merupakan jumlah dari biaya tetap variabel. Biaya tetap yang dibebankan pada setiap unit di sebut biaya total rata-rata (avarage total kost), (Soekartawi, 2006).

Biaya produksi adalah semua pengeluaran ekonomi yang harus di keluarkan untuk memproduksi suatu barang. Berikut rumus untuk menghitung biaya produksi (Soekartawi, 2006). Sedangkan biaya total adalah pengeluaran yang ditanggung perusahaan untuk membeli berbagai macam input atau faktor- faktor yang dibutuhkan untuk keperluan produksinya (Syamsidar, 2012).

Harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa. Harga merupakan komponen yang berpengaruh langsung terhadap laba perusahaan. Suatu barang memiliki permintaan karena barang tersebut berguna, dan mempunyai penawaran karena jumlahnya terbatas (Tjiptono, 2002).

2.1.4 Teori Penerimaan

Penerimaan yaitu banyaknya total suatu produksi yang di kalikan dengan harga total penerimaan yang di formulasikan. Menurut Suratiyah (2006), pendapatan kotor atau penerimaan yaitu keseluruhan pendapatan yang telah diperoleh dari usahatani selama satu periode tertentu dihitung dengan hasil penjualan atau pemakaian kembali penerimaan berwujud tiga hal, diantaranya : 1). Hasil penjualan telur, ternak atau produk yang akan dijual.

(32)

15 2). produk yang dihasilkan dari usaha ternak itik dimanfaatkan dan dijadikan

bahan konsumsi dalam keluarga

3). nilai benda yang di investasikan yang dimiliki petani berubah setiap tahunnya dengan demikian ada perbedaan nilai pada awal tahun dengan akhir tahun perhitungan.

Menurut Rahim, A et al, (2007) menjelaskan bahwa penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pada setiap akhir panen petani akan menghitung berapa hasil bruto yang di perolehnya semuanya dinilai dengan uang. Tetapi tidak semua hasil ini diterima petani, karena harus dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk biaya usahatani seperti bibit, pupuk, obat-obatan, biaya pengolahan tanah, upah penanaman, upah membersihkan rumput, dan biaya panen yang biasanya berupa bagi hasil (in natura). Setelah semua biaya tersebut dikurang barulah petani memperoleh hasil bersih atau keuntungan.

2.1.5 Teori Pendapatan

Pendapatan yaitu selisih antara penerimaan dengan nilai keseluruhan biaya total yang dikeluarkan yakni biaya variabel dan biaya tetap dari suatu bentuk produksi atau dengan kata lain pendapatan yaitu keseluruhan penjualan barang dikurangi harga suatu barang dengan proses produksi yang cukup lama dengan menghasilkan keuntungan bersih dikurangi selama pemeliharaan dan pemasaran (Noviyanti, 2016).

Menurut Hernanto (2011), petani dapat menekan biaya yang dikeluarkan serta di imbangi dengan produksi yang tinggi dan harga yang termasuk dengan

(33)

16 kategori baik sehingga pendapatan dapat diartikan sebagai salah satu bentuk imbalan dalam suatu jasa serta pemanfaatan tenaga kerja dan modal yang harus dimiliki dalam usaha ternak itik sehingga kesejahteraan pada petani akan lebih meningkat apabila pendapatannya juga meningkat.

Pendapatan adalah sejumlah penghasilan yang diperoleh masyarakat atas prestasi kerjanya dalam periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan maupun tahunan (Sukirno, 2006). Rahardja dan Manurung (2011), menjelaskan bahwa pendapatan adalah total penerimaan (uang dan bukan uang) seseorang atau suatu rumah tangga dalam periode tertentu. Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendapatan merupakan penghasilan yang diterima oleh masyarakat berdasarkan kinerjanya.

2.1.6 Risiko Usaha Ternak itik

Memiliki usaha merupakan suatu cara yang berkelanjutan dimana salah satu usaha yang kerap kali menjadi acuan petani yaitu beternak itik, selain dikenal oleh masyarakat juga dapat meningkatkan tingkat populasi serta pertumbuhan produktivitas namun ada beberapa kendala serta risiko yang dihadapi dalam usaha ternak itik sehingga masih terbilang lamban dalam peningkatan usahannya diantaranya sebagai berikut:

1. Untuk kualitas bibit itik masih kurangnya pemahaman para peternak dengan cara breeder (penetas) sehingga pentingnya faktor genetika hasil tetasan yang berdampak luas terhadap dunia perunggasan seperti itik. Sebagai contoh banyaknya jenis itik petelur yang produktivitasnya bertelur yang semakin lama semakin menurun, sehingga penyelesaian masalah tersebut

(34)

17 harus pada peternak yang mempunyai sumber yang dapat dipercaya untuk mendapatkan bibit itik petelur yang berkualitas ataupun untuk itik pedaging.

2. Teknik atau sistem pemeliharaan itik dengan cara tradisional atau ekstensif dan semi intensif dimana belum menemukan kesepakatan dengan standar pemeliharaan yang baku dan jelas, setiap peternak masing-masing memiliki skala usaha itik dengan teknik dan tata cara yang berbeda setiap daerah dari setiap peternak, dan rata-rata memiliki kesamaan dalam hal pemberian pakan dengan jumlah itik dan umur yang tidak sesuai dengan pemeliharaan yang sebenarnya. Diantaranya, pemilihan tempat yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada, sistem perkandangan, ketersediaan air yang cukup, kualitas dan kuantitas pakan yang baik, perencanaan usaha yang layak dalam beternak.

3. Masalah yang lain juga terus menjadi penghadang yakni masalah pakan, dimana apabila pemberian pakan tidak dilakukan dengan tepat dan benar justru akan menimbulkan masalah baru dimana masing-masing daerah peternakan itik dan persoalan pakannya pasti berbeda-beda. Cara untuk mengatasi permasalahan ini yaitu bagaimana peternak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi ternak itik sehingga bahan maupun kandungan nutrisi pada pakan dimulai dengan masa awal pertumbuhan ke masa pertumbuhan itik dan masa untuk itik bertelur sampai pada itik pedaging.

(35)

18 2.2 Penelitian Terdahulu

No Judul Penulis Tahun Hasil

1. Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usaha

Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Moyudan Sleman

Nurjana 2015 Dari hasil penelitian menunjukkan dimana pendapatan ternak ayam Broiler di Kecamatan moyudan dalam satu tahun adalah sebesar Rp.32.574.468, analisis usaha R/C Ratio untuk peternak ayam broiler di Kecamatan Moyudan 1,10, faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha ayam broiler di Kecamatan Moyudan yang berpengaruh signifikan adalah faksin, tenaga kerja, pakan dan harga.

2 Analisis Kelayakan Usaha Burung Puyuh petelur (Coturnix coturnix japanica) di Kelurahan

Sanjaya 2016 Dari hasil penelitian diperoleh analisis kriteria investasi diperoleh nilai Net Present Value (NVP) Rp.

64.518.459, Internat Rate Return (IRR) 18,94% Net Benefit Cost Rasio (NET B/C) 1,2. Dari hasil analisis diatas maka menunjukkan hasil usaha ternak puyuh di

(36)

19 Tebing Tinggi

Okura Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekan Baru

Kelurahan Tebing Tinggi Okura layak untuk diusahakan dan (Pay Back Priod) atau PBP dua tahun tujuh bulan 27 hari. Analisis Usaha Kelayakan ternak puyuh ditinjau dari aspek break event point (BEP) dilihat dari jangka waktu adalah 5 tahun 2 bulan 8 hari, (3) permasalahan yang di hadapi pengusaha ternak puyuh adalah pada saat terjadinya meningkatnya penawaran, meningkat permintaan telur puyuh juga meningkat sehingga menjadi turun, biasanya terjadi pada bulan Ramadhan yang terjadi adalah kecenderungan menurunnya pendapatan.

3 Analisis Kelayakan Usaha Ternak Ayam Broiler yang Diberi Pakan

Rossa 2016 Pada penelitian dimana peningkatan persentase subtitusi amtabis mengakibatkan turunnya rata-rata suatu biaya produksi yang berimplikasi pada meningkatnya nilai dengan rata-rata penjualan

(37)

20 Komersil yang

Subtitusi dengan Amtabis

walaupun tidak melebihi suatu nilai penjualan pada kontrol. Subtitusi amtabis pada level 2% dan 4%

diperoleh B/C Ratio lebih kecil dari 1, Sehingga ransum tersebut tidak layak digunakan dalam usaha ayam broiler. Apabila dibandingkan subtitusi amtabis dengan level 6%

sehingga kembali meningkatkan niali benefit cost ratio B/C Ratio = 1 sehingga ransum dapat dikatakan layak untuk dijalankan dalam usaha ayam broiler.

4 Analisis Pendapatan dan Kelayakan usaha ternak ayam petelur Potoya

Kec.Dolo Kabupaten Sigi.

Nur Aida

2015 Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pendapatan yang diperoleh sebesar Rp.

1.880.725.200 per tahun; (2) kelayakan usaha yang diperoleh dengan nilai sebesar 1,89 > 1. Hal ini membuktikan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan.

(38)

21 Berdasarkan penelitian diatas maka peneliti memberikan gambaran terkait perbedaan dari penelitian yang dilakukan di Desa Bonto Baji Kecamatan kajang Kabupaten Bulukumba yaitu:

1. Peneliti menggunakan beberapa analisis untuk menghitung pendapatan dan kelayakan usaha ternak itik diantaranya analisis R/C Ratio, B/C Ratio, BEP Produksi dan BEP Harga untuk menghitung sejauh mana kelayakan suatu usaha.

2. Untuk menguji kelayakan Usaha Ternak Itik di Desa Bonto Baji Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba maka peneliti menggunakan skala usaha, dibandingkan dengan skala bisnis maupun skala ekonomi karena penelitian tersebut masih bersifat primitif belum masuk pada subsitemnya yang membahas persoalan value of money dan keterkaitannya dengan masyarakat yang ada pada daera tersebut.

(39)

22 2.3 Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pikir Analisis Kelayakan Usaha Ternak Itik di Desa Bonto Baji Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba

Berdasarkan gambar 1, dapat dijelaskan bahwa kerangka pikir digunakan untuk menjelaskan secara rinci bagaimana teoritis hubungan antara variabel yang akan diteliti. Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kerangka berpikir merupakan konseptual tentang bagaimana teori berhubungan

USAHA TERNAK ITIK

Penerimaan Biaya Produksi

Pendapatan

Analisis Kelayakan dengan : R/C RATIO, NET B/C, BEP

Tidak Layak Layak

(40)

23 dengan berbagai faktor yang telah di identifikasi sebagai masalah yang penting (Sugiyono, 2010).

Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Menurut Suratiyah (2008) Biaya adalah nilai yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil. Menurut kerangka waktunya, biaya dapat dibedakan menjadi biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang. Biaya jangka pendek terdiri dari biaya tetap, dan biaya variabel sedangkan dalam jangka panjang semua biaya dianggap atau di perhitungkan sebagai biaya variabel.

Penggunaan sumber daya tetap dalam proses produksi disebut biaya produksi. Sifat utama biaya tetap adalah jumlahnya tidak berubah walaupun jumlah produksi mengalami perubahan (naik atau turun) sedangkan biaya variabel atau (total variabel cost) adalah jumlah biaya produksi yang berubah menurut tinggi rendahnya jumlah output yang akan dihasilkan. Semakin besar output atau barang yang dihasilkan maka akan besar pula biaya variabel yang akan dikeluarkan.

Harga adalah suatu nilai yang bisa disampaikan dengan uang atau barang lain untuk manfaat yang diperoleh dari suatu barang atau jasa bagi seseorang atau kelompok pada waktu tertentu dan tempat tertentu. Harga yang digunakan dalam perhitungan adalah harga pasar istilah harga digunakan untuk memberikan nilai finansial pada suatu produk barang atau jasa.

Dimana penerimaan merupakan banyaknya total produksi dikalikan dengan harga total penerimaan di formulasikan. Perhitungan periode pada masa

(41)

24 produksi maka perhitungannya menggunakan hasil penjualan dihitung dengan pemakaian kembali dan beberapa penerimaan yang di peroleh dengan wujud hasil penjualan seperti tanaman, ikan, ternak maupun produk yang lain yang akan dijual.

Pendapatan usaha ternak dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total sehingga salah satu wujud dalam, sehingga penggunaan tenaga kerja dan jasa serta modal yang dimiliki oleh pelaku usahatani.

Sedangkan analisis kelayakan usaha dilihat dari aspek dimana biaya produksi dan pendapatan akan dijadikan dasar untuk mengukur kelayakan suatu usaha karena untuk kedua aspek tersebut yang saling berkaitan dalam menjalankan suatu usaha, karena untuk peternakan itik sendiri dalam satu tahun memerlukan tiga bulan masa pembibitan dalam kelayakan usaha peternakan itik peneliti menggunakan R/C Ratio untuk di ketahui uji kelayakan dari usaha tersebut.

(42)

25 III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Bonto Baji Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba dalam di mulai bulan Mei sampai Juni 2020. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja dengan pertimbangan bahwa desa tersebut merupakan salah satu daerah yang memiliki usaha ternak itik dengan jenis Itik Mojosari yang di usahakan, selain memiliki telur yang unggul diantara itik yang lain jenis Itik Mojosari sendiri merupakan jenis itik satu-satunya yang dipelihara oleh masyarakat yang ada di desa tersebut.

3.2 Teknik Penentuan Sampel

Metode penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh (sensus). Sampling jenuh atau sensus adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Istilah sampling jenuh adalah sensus (Sugiono & D, 2008:78). Populasi dalam penelitian ini keseluruhan petani peternak yang beternak itik di Desa Bonto Baji Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba yaitu sebanyak 10 peternak itik petelur. Dengan pertimbangan bahwa peternak yang memelihara ternak itik petelur selama 1 periode dalam 30 hari yang dilakukan secara intensif dengan jenis itik lokal atau Mojosari.

(43)

26 3.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis Data dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder:

3.3.1. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sampel yang diambil melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang sudah dipersiapkan. Sumber data primer dari penelitian ini adalah peternak itik yang mengusahakan usaha ternak dengan sistem intensif.

3.3.2. Data sekunder yaitu data yang di dapatkan atau yang dikumpulkan dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya diperoleh dari gambar atau laporan serta dokumen peneliti yang terdahulu.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yang di lakukan dengan menngunakan cara yaitu:

3.4.1 Observasi

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dengan cara melakukan penelitian atau pengamatan secara langsung pada suatu daerah penelitian sehingga memperoleh beberapa gambar maupun suatu objek yang akan diteliti.

3.4.2 Wawancara

Teknik ini menggunakan metode pendekatan secara langsung dengan berinteraksi dan melakukan tanya jawab kepada responden untuk mendapatkan suatu informasi dengan rujukan pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya seperti kuisioner.

(44)

27 3.4.3 Dokumentasi

Merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu yang berbentuk tulisan, gambar atau karya seseorang atau lembaga. Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari dokumen dan rekaman. Dalam arti luas dokumentasi bahwa setiap proses pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber apapun, baik itu yang bersifat tulisan, lisan atau gambar (foto) dan karya monumental.

3.5 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data yaitu deskriptif kuantitatif adalah dengan menganalisa data serta mendeskripsikan atau menggambarkan fakta atau data yang ada dilapangan kemudian ditabulasi dan dipindahkan kedalam bentuk tabel dengan kebutuhan analisis dan menggunakan rumus sebagai berikut:

3.5.1 Analisis Tujuan Pertama

Metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama yaitu besarnya pendapatan usaha ternak itik dapat dirumuskan (Soekartawi,2003).

Keterangan:

Π = pendapatan yang diperoleh (Rp)

TR = total revenue/penerimaan yang diperoleh (Rp) TC = Total cost/biaya yang dikeluarkan (Rp)

Π = TR-TC

(45)

28 3.5.2 Analisis Tujuan Kedua

a. Analisis Revenue Cost Ratio (R/C)

Metode yang digunakan untuk menjawab analisis tujuan kedua yaitu kelayakan usaha dengan Revenue/Cost Ratio merupakan perbandingan antar total penerimaan perbandingan antara penerimaan dan biaya dimana penerimaan dengan total biaya dapat dirumuskan (Soekartawi, 2006) antaranya:

Keterangan:

R/C Ratio = Perbandingan antara penerimaan dan biaya TR = Total penerimaan/Total revenue (Rp) TC = Biaya total cost (Rp)

Keputusan :

Jika R/C Ratio > 1, maka usaha yang dijalankan tersebut mengalami keuntungan atau layak untuk dikembangkan.

Jika R/C < Ratio 1, maka usaha tersebut tidak layak untuk dikembangkan Jika R/C Ratio = 1, maka usaha tersebut berada pada titik impas.

b. Analisis Benevit Cost Ratio (B/C)

Pada analisis Benevit Cost Ratio (B/C) yaitu menghitung antara perbandingan nilai selisih biaya manfaat yang positif dan negatif. Nilai perbandingan antara penerimaan yang ingin diketahui dalam analisis Benevit Cost Ratio yaitu perolehan keuntungan sebagai akibat dari bagian investasi. Apabila nilai B/C Ratio lebih besar dari satu, usaha tersebut menguntungkan dan layak

Revenue Cost Ratio (R/C) = 𝑻𝑹𝑻𝑪

(46)

29 untuk dikerjakan, dan apabilalebih kecil dari satu mka usaha tersebut tidak layak dikerjakan atau dilanjutkan (Yacob, 2003).

Dimana :

B/C : Benefit Cost Ratio TI : Total Pendapatan (Rp) TC : Total Biaya (Rp) Keputusan :

B/C > 1, Usaha tersebut layak dikembangkan

B/C < 1, Maka usaha tersebut tidak layak dikembangkan B/C = 1, Maka usaha tersebut dapat dikatakan impas.

c. Analisis Break Event Point (BEP)

Break Event Point (BEP) adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar beberapa variabel didalam kegiatan perusahaan, seperti luas produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan serta pendapatan yang diterima. Pendapatan perusahaan merupakan penerimaan karena kegiatan perusahaan sedangkan biaya operasinya merupakan pengeluaran yang juga karena kegiatan perusahaan. Biaya operasi ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu biaya tetap, biaya variabel dan biaya semi variabel.

(Sumber : Bambang Riyanto 2011)

B/C Ratio = 𝑻𝑪𝑻𝑰

(47)

30 Break Event Point (BEP) merupakan keadaan yang menggambarkan suatu perusahaan yang tidak memperoleh laba tetapi juga tidak menderita kerugian, (Menurut Wicaksono, 2007).

Rumus analisis untuk mencari Break Event Point (BEP)

Keterangan :

TC : Total Biaya TFC : Total Biaya Tetap P : Harga Jual per unit TVC : Biaya Variabel per unit TR : Total Penerimaan Y : Produksi.

Sedangkan menurut Suratiyah (2001), BEP atas dasar harga dapat dihitung dengan rumus :

Keterangan:

TC : Biaya Total (total cost) Q : Produksi Total

BEP Produksi (Butir)

=

𝑻𝑭𝑪

𝑷−(𝑻𝑽𝑪)𝒀

BEP Harga = 𝑻𝑪𝑸

(48)

31 3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah seperangkat petunjuk yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan mengukur suatu konsep untuk menguji kesempurnaan, (Sugiyono, 2014). Untuk memudahkan dalam pengambilan data dan menyamakan persepsi dalam penelitian ini, maka disusun definisi operasional sebagai berikut : 1. Peternak itik adalah setiap orang yang berusaha ternak itik mandiri di Desa

Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba.

2. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan oleh peternak di Desa Bonto Baji Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba yang tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi, yang terdiri atas biaya penyusustan kandang dan penyusutan peralatan yang dinyatakan dalam rupiah/Tahun.

3. Biaya Variabel adalah biaya yang telah dikeluarkan oleh peternak itik di Desa Bonto Baji Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba yang besar kecilnya dipengaruhi oleh jumlah produksi seperti bibit, pakan, vitamin/obat, dan tenaga kerja yang dinyatakan dalam rupiah(Rp).

4. Pendapatan ternak itik diperoleh dari pendapatan telur dan itik Desa Bonto Baji Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba yaitu hasil kali antara produksi telur itik yang dihasilkan dengan harga jual telur itik yang diterima oleh peternak dari aktivitasnya, dari penjualan hasil produksi telur itik ke konsumen atau pelanggan dengan satuan (Rp).

5. untuk mengukur kelayakan suatu usaha ternak itik di Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. maka peneliti menggunakan

(49)

32 uji kelayakan R/C Ratio dalam usaha ternak itik di Desa Bonto Baji Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba.

(50)

33 IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Keadaan Geografis

Kabupaten Bulukumba memiliki luas wilayah 115.458 km2 dan jumlah penduduk 418.326 jiwa (berdasarkan data BPS Kabupaten Bulukumba tahun 2019). Kabupaten Bulukumba memiliki 10 kecamatan 27 kelurahan 109 desa dan satu kawasan di tingkat kedua di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.

Ibu kota kabupaten ini terletak di kota Bulukumba sehingga secara wilayah Kabupaten Bulukumba berada pada kondisi empat dimensi, yakni dataran tinggi pada kaki gunung Bawakaraeng – Lompobattang, dataran rendah pada pantai dan laut lepas. Kabupaten Bulukumba terletak di ujung bagian selatan ibu kota provinsi Sulawesi Selatan, terkenal dengan industri perahu pinisi yang banyak memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah. Daerah ini cukup luas sehingga jarak tempuh dari kota Makassar sekitar 153 km (berdasarkan data BPS Kabupaten Bulukumba 2019).

4.1.1 Batas Wilayah

Secara geografis Kabupaten Bulukumba terletak pada koordinat antara 5o 20” sampai 5o 40” Lintang Selatan dan 119o 50” sampai 120o 28” Bujur Timur.

Batas-batas wilayahnya adalah :

1) Sebelah Utara : Kabupaten Sinjai

2) Sebelah Selatan : Kabupaten Kepulauan Selayar 3) Sebelah Timur : Teluk Bone

4) Sebelah Barat : Kabupaten Bantaeng.

(51)

34 Kabupaten Bulukumba terdiri dari 109 desa salah satunya Desa Bonto Baji merupakan desa yang terletak di Kecamatan Kajang yang dahulunya termasuk dalam wilayah Desa Tambangan Kecamatan Kajang yang dimekarkan menjadi 3 (tiga) desa, Desa Bonto Baji mempunyai luas wilayah 8,5 km2 dan berbatasan dengan Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba, rata-rata batas wilayah Desa Bonto Baji yaitu :

a). Sebelah Barat : Desa Batu Lohe Kecamatan Bulukumpa b). Sebelah Selatan : Desa Sangkala

c). Sebelah Timur : Desa Tambangan

d). Sebelah Utara : Desa Tanah Towa dan Desa Malleleng

Tabel 3. Luas wilayah Desa Bonto Baji Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba

No Uraian Luas

1 2 3 4 5 6 7 8

Dusun Tandor Dusun Bonto Didi Dusun Barugaya Dusun Pannololo Dusun Menteng Dusun Saukang Dusun Balo-balo Dusun Lembang Kahu

± 0,8 km2

± 1,0 km2

± 1,0 km2

± 1,2 km2

± 1,0 km2

± 1,2 km2

± 1,0 km2

± 0,8 km2 Sumber : Data profil Desa Bonto Baji dalam angka, 2017

Luas wilayah Desa Bonto Baji dari 8 Dusun pada tabel diatas yakni rata- rata luas wilayahnya yakni 0,8 km2 sampai 1,2 km2 menunjukkan bahwa cakupan luas wilayah desa tersebut mampu menampung sekitar 3000 lebih penduduk

(52)

35 Tabel 4. Luas Wilayah Menurut Penggunaan

No Uraian Luas

1 2 3 4 5 6 7 8

Perumahan dan pekarangan (permukiman) Sawah Sederhana/ tadah hujan

Perkebunan rakyat

Pertanian tanah kering/ladang dan tegalan Danau/ cekdam/ sungai

Tambak/ kolam

Tempat rekreasi/ olahraga/ permandian Jalan raya (Negara/ Provinsi/ Kabupaten

± 0,8 km2

± 0,5 km2

± 2,8 km2

± 5,2 km2

± 0,2 km2 - - - Sumber : Data profil Desa Bonto Baji dalam angka, 2017

Luas lahan diatas yakni totalan penggunaan jarak antara yang satu dengan lainnya masing-masing memiliki jarak atau luas lahan yang berbeda-beda, dimana pertanian tanah kering/ ladang dan tegalan memiliki luas pertama dengan 5,2 km2 dan yang paling terendah yakni 0,2 km2 yaitu Danau/cekdam/ dan sungai.

Tabel 5. Orbitasi dan Jarak Tempuh

No Uraian Jumlah

1 2 3 4 5 6

Jarak ke Ibu Kota Provinsi Jarak ke Ibu Kota Kabupaten Jarak ke Ibu Kota

Kecamatan

Waktu tempuh ke Ibu Kota Provinsi

204 km 50 km 13 km 5 jam 1 jam

1 jam 25 menit Sumber : Data profil Desa Bonto Baji dalam angka, 2017

(53)

36 4.1.2 Topografi

Pada daerah perbukitan yang terdapat di Kabupaten Bulukumba terbentang mulai dari Barat ke Utara dengan ketinggian 100 – 500 m diatas permukaan laut meliputi bagian dari Kecamatan Kindang, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Rilau Ale. Sedangkan daerah bagian dataran rendah dengan ketinggian antara 0 sampai dengan 25 m diatas permukaan laut meliputi tujuh kecamatan pesisir, yaitu: Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Ujungbulu, Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungloe, Kecamatan Bonto bahari, Kecamatan Kajang, dan Kecamatan Herlang. Daerah bergelombang dengan ketinggian antara 25 sampai dengan 100 m dari permukaan laut, meliputi bagian dari Kecamatan Gantarang, Kecamatan Kindang, Kecamatan Bonto Bahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang, Kecamatan Herlang, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Rilau Ale.

(berdasarkan data BPS Kabupaten Bulukumba 2019).

4.1.3 Ketinggian

Pada wilayah ini lebih di dominasi oleh keadaan topografi dataran rendah hingga bergelombang, untuk satuan luas dataran rendah sampai bergelombang dan satuan dataran tinggi hampir berimbang, yaitu jika dataran rendah sampai bergelombang mencapai sekitar antara 50,28% maka dataran tinggi mencapai dengan 49,72%.

(54)

37 4.1.4 Klimatologi

Sesuai dengan analisis Smith-Ferguson (tipe iklim diukur menurut bulan basah dan bulan kering) maka klasifikasi iklim di Kabupaten Bulukumba termasuk iklim lembab atau agak basah. Maka rata-rata suhu pada Kabupaten Bulukumba berkisar antara 23,82 oC - 27,68 oC dengan kisaran ini sangat sesuai untuk pertanian tanaman pangan serta tanaman perkebunan.

Pada sektor timur termasuk musim gadu yakni antara bulan oktober dengan bulan maret sehingga dikatakan musim rendengan masuk mulai bulan april sampai dengan september dan terdapat delapan buah stasiun dengan penakar hujan yang tersebar beberapa kecamatan yakni stasiun Herlang, stasiun Bulo- Bulo, stasiun Bettu, stasiun Batukaropa, stasiun Kongkong, stasiun Kajang, stasiun Bontonyeleng, dan stasiun Bonto Bahari. Dengan daerah dengan curah hujan tertinggi yang terdapat pada wilayah Barart Laut dengan Timur dibandingkan dengan daerah bagian Tengah memiliki curah hujan sedang dan pada bagian selatan memiliki curah hujan cukup rendah, (BPS Kabupaten Bulukumba, 2019).

Curah hujan di Kabupaten Bulukumba sebagai berikut:

1) Curah hujan antara 800-100 mm pertahun, meliputi sebagian Gantarang, sebagianUjung Loe, dan sebagian Bontotiro.

2) Curah Hujan antara 1500-2000 mm pertahun, meliputi Kecamatan Gantarang, sebagaian Rilau Ale, sebagian Ujung Loe, sebagian Kindang, sebagian Bulukumba, sebagian Bontotiro, sebagian Herlang dan Kecamatan Kajang.

(55)

38 3) Curah hujan diatas 2000 mm pertahun meliputi Kecamatan Kindang,

Kecamatan Rilau Ale, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Herlang.

4.1.5 Jenis Tanah

Tanah di Kabupaten Bulukumba didominasi jenis tanah latosol dan mediteran. Secara spesifik terdiri atas tanah alluvial hidromorf cokelat kelabu dengan bahan induk endapan liat pasir terdapat dipesisir pantai dan sebagian di daratan bagian utara. Sedangkan tanah mediteran dan regosol terdapat pada daerah-daerah bergelombang sampai berbukit di wilayah bagian barat.

4.1.6 Hidrologi

Sungai di kabupaten Bulukumba ada 32 aliran yang terdiri dari sungai besar dan sungai kecil. Sungai-sungai ini mencapai panjang 603,50 km dan yang terpanjang adalah sungai Sangkala yakni 65,30 km, sedangkan yang terpendek adalah sungai Biroro yakni 1,50 km. Sungai-sungai ini mampu mengairi lahan sawah seluas 23.365 Ha. (berdasarkan data BPS Kabupaten Bulukumba 2019).

4.2 Keadaan Demografis

Kabupaten Bulukumba terdiri dari 109 desa, salah satunya Desa Bonto Baji merupakan yaitu desa yang terletak di Kecamatan Kajang yang dahulunya termasuk dalam wilayah Desa Tambangan Kecamatan Kajang yang dimekarkan menjadi 3 (tiga) desa, dari hasil pemekaran tersebut maka struktur penduduk di Desa Bonto Baji yaitu :

(56)

39 Tabel 6. Jumlah Penduduk Seluruhnya di Desa Bonto Baji, Kecamatan Kajang,

Kabupaten Bulukumba.

No Uraian Nilai

1 2

Laki-laki Perempuan

1.504 1.602

3 Jumlah KK 1.415

Sumber : Data profil Desa Bonto Baji dalam angka, 2020

Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang ada di Desa Bonto Baji Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba berdasarkan jenis kelamin yaiu berjumlah 3.106 jiwa dengan jumlah KK (kartu keluarga) sebanyak 1.415 terdiri dari 1.504 jiwa laki-laki dan 1.602 jenis kelamin perempuan.

Selain itu, masyarakat harus ikut dalam pemerataan sosialnya baik pada lingkungan desa masing-masing dikarenakan jumlah sumber daya manusianya yang banyak mampu untuk memberikan dampak positif dari segi pertanian maupun peternakan. Hal ini setara dengan pandangan sosial masyarakat dimana masyarakat pedesaan secara bersama-sama melakukan urbanisasi ke kota mengharapkan mendapatkan pekerjaan yang layak, dan kehidupan yang lebih baik namun realita yang ada justru sumber daya alam yang melimpah terdapat pada daerah-daerah terpencil yang bias dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berkarya maupun melestarikan suatu budaya daerahnya masing-masing.

(57)

40 Tabel 7. Jumlah Penduduk dan KK per Dusun

No Nama Dusun

Jenis Kelamin Jumlah L+ P

Jumlah KK

Lk Pr

1 2 3 4 5 6 7 8

Dusun Tandor Dusun Bonto Didi Dusun Barugaya Dusun Pannololo Dusun Batu Menteng Dusun Saukang Dusun Balo-balo Dusun Lembang Kahu

201 164 198 228 167 227 185 134

222 174 222 250 170 240 194 130

423 338 420 478 337 467 379 264

181 154 192 210 163 202 173 140

JUMLAH 1.504 1.602 3.106 1.415

Sumber : Data profil Desa Bonto Baji dalam angka, 2020

Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk per KK 1.415 dengan berdasarkan jenis kelamin dimana jenis kelamin laki-laki sebanyak 1.504 dan jenis kelamin perempuan sekitar 1.602 jadi jumlah keseluruhan dari 8 Dusun sebanyak 3.106 orang.

(58)

41 Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

No Interval Kelas (umur) Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

27.

28 29.

30.

31.

32.

33.

34.

17 – 19 20 – 22 23 – 25 26 – 28 29 – 31 32 – 34 35 – 37 38 – 40 41 – 43 44 – 46 47 – 49 50 – 52 53 – 55 56 – 58 59 – 62 63 – 65 66 – 68 69 – 71 72 – 74 75 – 77 78 – 80 81 – 83 84 – 86 87 – 89 90 – 92 93 – 95 96 – 98 99 – 101 102 – 104 105 – 107 108 – 110 111 – 113 114 – 116 117 – 119

82 87 45 47 86 70 66 74 50 97 89 50 119

56 132 100 32 100

12 8 5 2 - - - - - - - - - - - -

76 70 137 100 132 71 102

65 80 79 89 72 86 80 92 70 60 60 90 24 24 30 8 - - - - - - - - - - -

Jummlah 1.409 1.697

Sumber : Data profil Desa Bonto Baji dalam angka, 2020

Gambar

Tabel 2. Data Produksi Telur Itik Lima Tahun Terakhir Kabupaten Bulukumba  Kabupaten  Produksi Telur Itik/Itik Manila menurut Kabupaten
Gambar  1.  Kerangka  Pikir  Analisis  Kelayakan  Usaha  Ternak  Itik  di  Desa    Bonto Baji Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba
Tabel  3.  Luas  wilayah  Desa  Bonto  Baji  Kecamatan  Kajang  Kabupaten  Bulukumba  No  Uraian  Luas  1  2  3  4  5  6  7  8  Dusun Tandor  Dusun Bonto Didi Dusun Barugaya Dusun Pannololo Dusun Menteng Dusun Saukang Dusun Balo-balo  Dusun Lembang Kahu
Tabel 5. Orbitasi dan Jarak Tempuh
+7

Referensi

Dokumen terkait

pengembangan kawasan. 3) Pengembangan sknario, adalah merupakan tahap perumusan hasil analisis dan menjelaskan langkah-langkah utama yang perlu dikembangkan untuk

Menurut Martina (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi diantaranya 1) faktor personal dengan indikator berupa sikap, motivasi, kepercayaan, pengalaman dan pengharapan

Analisis sidik ragam berdasarkan perhitungan metoda Rancangan Acak Lengkap (RAL) dilakukan untuk mengetahui taraf signifikan antar kultivar untuk kadar masing-masing komponen yang

Peraturan keselamatan, kesihatan, dan alam sekitar yang khusus untuk produk yang berkenaan. Bahan Aktif Produk Racun Perosak (Akta Racun Perosak 1974, Jadual Pertama, seperti

Sementara itu, perubahan kebijakan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta dalam rangka pengelolaan sampah terjadi secara paradigmatik, dari paradigma konvensional yang memosisikan

Melalui pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penilaian terhadap aspek isi, penyajian, dan kebahasaan LKS berorientasi pengamatan burung ( birdwatching) yang

Pulau Sempu adalah kawasan cagar alam yang terletak di sebelah selatan Kabupaten Malang. Selain fungsinya sebagai kawasan konservasi ekosistem alami, Pulau Sempu juga menjadi