• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, obat-obatan, dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, obat-obatan, dan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang mampu menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, obat-obatan, dan pendapatan bagi keluarga, sehingga hutan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sebagai satu kesatuan. Ketergantungan masyarakat terhadap hutan cukup tinggi dengan memanfaatkan sumberdaya hutan berbagai sumberdaya yang ada, mulai dari lahan hutan, hasil hutan kayu, non kayu, jasa lingkungan seperti air. Manfaat hutan bukan hanya dinikmati oleh masyarakat sekitar hutan bahkan masyarakat perkotaanpun dapat merasakan akan keberadaan hutan. Untuk itu pengelolaan hutan harus mempunyai konsep perencanaan yang matang dengan memenuhi tiga aspek penting yaitu ekologi, ekonomi dan sosial sehingga dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi generasi kini maupun yang akan datang.

Kondisi hutan saat ini sedang mengalami penurunan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Hal ini disebabkan karena pengelolaan hutan yang keliru dengan mengeksploitasi hasil hutan yang berlebihan oleh pemegang HPH dengan melihat fungsi hutan semata-mata dari sisi ekonomi tanpa mempertimbangkan sisi ekologi dan sosial sehingga fungsi hutan menurun dan mempengaruhi ekosistem disekitarnya. Nilai ekonomi yang dimiliki sumber daya hutan cukup tinggi sehingga menyebabkan nilai sumberdaya hutan dijadikan sebagai sumber devisa negara sebagai modal dasar dalam pembangunan nasional.

(2)

2 Sejarah dalam pengelolaan hutan konvensional mulai dari Timber extraction menjadi Timber management merupakan suatu upaya dalam

memperbaiki sistem pengelolaan hutan di Indonesia (Simon, 2010). Pengelolaan hutan konvensional belum mengakomodir hak-hak masyarakat dalam pengelolaan hutan terutama masyarakat sekitar hutan. Seiring dengan perkembangan pengelolaan sumberdaya hutan, maka lahirlah paradigma baru dalam pengelolaan hutan yang dikenal dengan konsep kehutanan sosial (Social forestry). Konsep ini sangat memperhatikan aspek sosial dengan memberi ruang bagi masyarakat sekitar hutan dalam mengelola hutan. Keberhasilan dalam pengelolaan hutan saat ini sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam pemecahan masalah-masalah sosial ekonomi masyarakat (Simon, 2008).

Kehidupan komunitas manusia di Indonesia yang sering disebut sebagai masyarakat tradisional, mengedepankan keselarasan dengan alam dalam praktek pemanfaatan sumberdaya hutan dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Melihat berbagai macam kearifan lokal yang ada di masyarakat khususnya kearifan dalam mengelola hutan, pemeritah dalam hal ini Departemen Kehutanan membuat suatu kebijakan mengelola hutan berbasis masyarakat yang lebih dikenal dengan Hutan Kemasyarakatan (HKm). Program ini merupakan salah satu wujud kesungguhan pemerintah dalam paradigma pengelolaan hutan berbasis masyarakat dan menjadikannya sebagai bagian dari kerangka pembangunan kehutanan nasional.

Mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan,

(3)

3 pasal 1 ayat 3 menjelaskan bahwa kegiatan rancangan bangun unit pengelolaan hutan, mencakup kegiatan pengelompokan sumberdaya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari.

Pendayagunaan dan pemanfaatan lahan serta hasil hutan oleh masyarakat suku Sasak (masyarakat Lombok) khususnya masyarakat Lombok Utara dilakukan dengan penuh kearifan berdasarkan aturan-aturan adat atau lebih dikenal dengan awig-awig dengan tujuan untuk menjaga kelestarian ekosistem hutan dan mengatur pemanfaatannya demi kelangsungan hidup masa kini dan akan datang. Budaya seperti ini telah menjadi tradisi yang dilakukan secara turun temurun sampai saat ini.

Suku Sasak merupakan suku asli pulau Lombok yang mendiami sebagian daerah sebelah barat pulau Lombok. Lombok Mirah Sasak Adhi merupakan salah satu kutipan dari kitab Negarakertagama, sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan pemerintahaan kerajaan Majapahit. Kata Lombok dalam bahasa kawi berarti lurus atau jujur, kata Mirah berarti permata, kata Sasak berarti kenyataan, dan kata Adhi artinya yang baik atau yang utama maka arti keseluruhan yaitu kejujuran adalah permata kenyataan yang baik atau utama.

Makna filosofi itulah mungkin yang selalu diidamkan leluhur penghuni tanah Lombok yang tercipta sebagai bentuk kearifan lokal yang harus dijaga dan dilestarikan oleh anak cucunya.

Masyarakat Lombok Utara sebagian besar bermata pencaharian bertani dan peternak, sehingga setiap tahun masyarakat Lombok Utara khususnya

(4)

4 masyarakat adat pinggir hutan melakukan ritual yang dikenal dengan ”Roahan Gawe Gawah”. Dalam bahasa Indonesia ritual ini diartikan sebagai selamatan

hutan yang merupakan suatu wujud dari ucapan terimakasih masyarakat kepada sang pencipta atas kesuburan tanah, keberhasilan pertanian, perkebunan yang diberikanNya. Selain itu Gawe Gawah ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan alam, kelestarian hutan dan memohon agar hujan turun pada waktunya.

Pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan Propinsi NTB dan Lembaga LP3ES NTB (sekarang KONSEPSI) yang didukung oleh FORD FOUNDATION untuk menjadikan HKm Santong sebagai tempat belajar pengembangan pengelolaan hutan yang menekan pada partisispasi masyarakat. Tahun 1998 Program HKm di Kabupaten Lombok Utara pada mulanya dirintis pada areal eks lokasi proyek reboisasi pada tahun 1996/1997 seluas 221 ha dengan jumlah anggota 258 orang. Kemudian tahun 2000 kelompok tani hutan (KTH) HKm Santong membentuk sebuah Koperasi berbadan hukum No.

297/BH/KDK/23.1/V/2000 tanggal 17 Mei 2000 yang dinamakan Koperasi Tani Maju Bersama.

Seiring perkembangan program HKm, pada tahun 2001 terbit Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 31/2001 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan. Issu tentang program HKm menjadi issu sentral bagi masyarakat sekitar hutan sehingga masyarakat Desa Salut, Selengen dan Mumbulsari ikut mengembangkan program HKm dan bergabung di bawah naungan Koperasi Tani Maju Bersama sehingga luasan berkembang menjadi 758 ha dengan jumlah pengelola 870 KK.

(5)

5 Bupati Lombok Utara dalam pidato pada acara Gawe Gawah (syukuran hutan) mengatakan bahwa, kearifan lokal masyarakat adat di Lombok Utara selama ini sangat membantu pelestarian hutan. Salah satu wujud dari kepedulian pemerintah Kabupaten Lombok Utara dalam mendukung masyarakat untuk melestarikan hutan adalah dengan menindaklanjuti Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 447/Menhut-II/2009 tanggal 6 Agustus 2009 tentang Penetapan Areal Kerja HKm Santong seluas 758 hektar dengan menerbitkan izin pengelolaan (IUPHKm) melalui SK No. 297/1195.b/DPPKKP/2011 tanggal 23 September 2011.

1.2. Rumusan Masalah

Kearifan lokal (awig-awig) yang dimiliki oleh suku Sasak (masyarakat Lombok) khususnya masyarakat Lombok Utara merupakan modal sosial masyarakat dalam bentuk suatu kebijakan tradisional ataupun kearifan lokal suatu komunitas tertentu. Pengelolaan HKm Santong yang berada di Kabupaten Lombok Utara merupakan salah satu HKm yang sudah memiliki akses dalam pengelolaan untuk mencapai hutan lestari masyarakat sejahtera.

Awig-awig ini dibuat berdasarkan kesepakatan masyarakat/kelompok tani

HKm Santong sebagai kebijakan dari cara masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada guna memenuhi kebutuhan hidupnya melalui program HKm. Dengan keberadaan atau eksistensinya bertahan sampai sekarang merupakan bukti bahwa sistem pengelolaan hutan kemasyarakatan ini selain memiliki manfaat ekologi dan nilai-nilai sosial, juga mememiliki potensi dan prospek yang baik bila dilihat dari aspek ekonomi untuk dikembangkan ke depan.

(6)

6 Maka dari itu awig-awig jadi penting untuk dikaji dan dipertahankan dalam suatu masyarakat guna menjaga keseimbangan dengan lingkungannya dan sekaligus dapat melestarikan lingkungannya khususnya masyarakat Desa Santong.

Lebih lanjut dijelaskan dalam Peraturan Menteri Kehutanan No.P.37/Menhut-II/2007 didefinisikan bahwa salah satu pemberdayaan masyarakat adalah pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Pemberian akses dimaksudkan dengan memberi ruang kepada masyarakat sekitar hutan untuk mengelola dan memanfaatkan hasil hutan secara arif dan bijaksana. Terkait itu, kelompok tani HKm Santong membutuhkan strategi berbasis awig-awig untuk memanfaatkan hasil hutan kayu dan non kayu serta pemanfaatan jasa lingkungan sehingga tercapainya hutan lestari masyarakat sejahtera. Melihat kondisisi tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini diharapkan dapat menjawab antara lain :

1. Bagaimana pengelolaan HKm Santong yang berbasis awig-awig di Kabupaten Lombok Utara?

2. Sejauh mana akses masyarakat dalam memanfaatkan hasil hutan kayu pada HKm Santong?

3. Bagaimana strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan HKm Santong berbasis awig-awig dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan?

(7)

7 1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin yang dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui dan menganalisis bentuk pengelolaan HKm Santong yang berbasis awig-awig di Kabupaten Lombok Utara.

2. Mengetahui akses masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan kayu pada HKm Santong yang berbasis awig-awig di Kabupaten Lombok Utara.

3. Merumuskan strategi pengelolaan HKm yang berbasis awig-awig dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang berminat maupun terkait dengan kajian kearifan lokal dalam pengelolaan hutan melalui program HKm, khususnya kepada:

1. Bagi akademis; penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi atau khasanah ilmu kehutanan dalam pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat.

2. Bagi pemerintah; sebagai masukan dalam pengambil kebijakan sehubungan dengan program Hutan Kemasyarakatan dan sebagai salah satu referensi untuk perencanaan pembangunan kehutanan kedepan.

3. Bagi masyarakat; memberikan pemahaman kepada masyarakat akan arti sebuah kearifan lokal dalam menjalankan organisasi khususnya dalam pengelolaan sumberdaya hutan.

(8)

8 1.5. Kerangka Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat digambarkan kerangka penelitian sebagai berikut :

Gambar 1.1 Kerangka Penelitian

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah kegiatan intrakurikuler yang wajib diikuti oleh mahasiswa Program Kependidikan Universitas Negeri Semarang sebagai pelatihan

Berdasarkan Hasil Penetapan Pemenang Nomor : 469 /Pokja ULP/APBK/BMCK/AGR/2016 tanggal 21 Mei 2016, Pokja ULP Kabupaten Aceh Tenggara Dinas Bina Marga dan Cipta Karya berdasarkan

Berdasarkan hasil analisis data dan simulasi kerja koordinasi proteksi dengan menggunakan software ETAP pada jaringan distribusi di Gardu Induk Majenang 150 kV yang

Adapun hasil penelitian terkait kenerja circuit breaker pada gardu induk Lamhotma adalah bahwa Kinerja Circuit Breaker Pada Sisi 150 kV Gardu Induk Lamhotma dalam

Pada mata kuliah ini mahasiswa belajar tentang prinsip-prinsip dan metode penelitian secara umum dan metode penelitian hukum secara khusus yang akan digunakan

Pengaturan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan pelayanan kesehatan Pemerintah dan swasta dibidang medis yang meliputi pelayanan medis dasar, pelayanan

Untuk penciptaan karya seni lukis kinetik dengan gagasan permasalahan dalam lukisan pemandangan Indonesia maka tujuan penciptaan dapat dibuat sebagai berikut:?. Untuk

Corak dari gaya seni lukis kita masih suatu corak dalam keadaan pseudo-morphose, sebab oleh karena keadaan kultur Barat yang tebal melengket pada kita, kita tidak mempunyai