8 BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Pengertian Manajemen
Menurut Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2012 : 36) manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan- kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.
Sedangkan, menurut Griffin (2008:7) manajemen adalah suatu rangkaian aktivitas (termasuk perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya organisasi (manusia, finansial, fisik, dan informasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Dari pengertian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa manajemen adalah proses pengkoordinasian sekelompok orang dengan arahan-arahan untuk mencapai tujuan perusahaan, secara efektif dan efisien. Perusahaan yang memiliki manajamen yang baik adalah perusahaan yang menjalankan fungsi efektif dan efisien. Efisien berarti menggunakan berbagai sumber daya secara bijaksana dan dengan cara yang hemat biaya, sehingga produk atau jasa yang dihasilkan berkualitas tinggi namun dengan biaya yang
9 2.1.1 Fungsi Manajemen
Menurut Robbins dan Coulter (2007) fungsi manajemen terdiri dari:
1. Merencanakan
Fungsi manajemen yang mencakup proses mendefinisikan sasaran, menetapkan strategi untuk mencapai sasaran itu, dan menyusun rencana untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan sejumlah kegiatan.
2. Mengorganisasi
Fungsi manajemen yang mencakup proses menentukan tugas apa yang harus melakukan, bagaimana cara mengelompokkan tugas-tugas itu, siapa harus melapor ke siapa, dan dimana keputusan harus dibuat.
3. Memimpin
Fungsi manajemen yang mencakup memotivasi bawahan, mempengaruhi individu atau tim sewaktu mereka bekerja, memiliki saluran komunikasi yang paling efektif, dan memecahkan dengan berbagai cara masalah perilaku karyawan.
4. Mengendalikan
Fungsi manajemen yang mencakup memantau kinerja aktual, membandingkan aktual dengan standar, dan membuat koreksinya, jika perlu.
10 mengelola, mengatur, dan memanfaatkan pegawai sehingga dapat berfungsi secara produktif untuk tercapainya tujuan perusahaan. Sumber daya manusia di perusahaan perlu dikelola secara professional agar terwujud keseimbangan antara kebutuhan pegawai dengan tuntutan dan kemampuan organisasi perusahaan. Keseimbangan tersebut merupakan kunci utama perusahaan agar dapat berkembang secara produktif dan wajar. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah bagian dari fungsi manajemen. Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari manajemen yang lebih fokus kepada peranan pengaturan manusia dalam mewujudkan tujuan organisasi atau perusahaan.
Beberapa definisi tentang manajemen sumber daya manusia yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah:
Menurut Fisher et.al (2005:5) :
“Human Resources Management (HRM) involves all management decisions and practices that directly affect or influence the people, or human resources who work for the organization”.
(Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktek manajemen yang berdampak langsung atau berpengaruh ke semua orang, atau sumber daya manusia yang bekerja bagi organisasi).
11 to carry out the people or human resource aspects of management position, including recruiting, screening, training, rewarding, and appraising.
(Manajemen sumber daya manusia sebagai kebijakan dan latihan untuk memenuhi kebutuhan karyawan atau aspek-aspek yang terdapat dalam sumber daya manusia seperti posisi manajemen, pengadaan karyawan atau rekrutmen, penyaringan, pelatihan, kompensasi, dan penilaian prestasi kerja karyawan).
Menurut James AF Stoner dalam T. Hani Handoko (2006:4) :
“Proses penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi“
Berdasarkan definisi diatas sangatlah jelas bahwa manajemen sumber daya manusia pada intinya adalah bagaimana mengelola sumber daya manusia dan bukan pada sumber daya lainnya.Pengelolaan tersebut mempunyai maksud agar tujuan individu maupun tujuan organisasi dapat tercapai.
12 2.3 Insentif
2.3.1 Pengertian Insentif
Insentif sebagai sarana motivasi yang mendorong para karyawan untuk bekerja dengan kemampuan yang optimal, yang dimaksudkan sebagai pendapatan ekstra di luar gaji atau upah yang telah ditentukan.Untuk m emperoleh pengertian yang lebih jelas tentang insentif, di bawah ini ada beberapa ahli manajemen mengemukakan pengertian mengenai insentif.
1. Edi sutrisno (2009) menyatakan bahwa “insentif adalah kompensasi yang diberikan kepada pegawai tertentu, karena keberhasilan prestasinya”.
2. Harianja (2009) menyatakan bahwa “insentif diartikan sebagai bentuk pembayaran langsung yang didasarkan atau dikaitkan langsung dengan kinerja dan gain sharing yang juga dikaitkan dengan kinerja dan diartikan sebagai pembagian keuntungan bagi pegawai akibat peningkatan produktivitas atau penghematan biaya”.
3. Menurut Denim (2005:34), insentif dapat diartikan sebagai berikut :
“Imbalan organisasi atas prestasi individu atau kelompok kerja, sehingga insentif organisasi merupakan perolehan atau produk kerja yang mereka lakukan”
Jadi menurut pendapat – pendapat para ahli di atas dapat penulis disimpulkan, bahwa insentif adalah dorongan pada seseorang agar mau bekerja dengan baik dan agar lebih dapat mencapai tingkat kinerja yang
13 menciptakan gairah kerja dan motivasinya, sebab walaupun motivasi sudah terbentuk apabila tidak disertai dengan gairah kerjanya maka tetap saja pegawai tersebut tidak akan bisa bekerja sesuai yang diharapkan. Pada prinsipnya pemberian insentif menguntungkan kedua belah pihak.
Perusahaan mengharapkan adanya kekuatan atau semangat yang timbul dalam diri penerima insentif yang mendorong mereka untuk bekerja dengan lebih baik dalam arti lebih produktif agar tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan/instansi dapat terpenuhi sedangkan bagi pegawai sebagai salah satu alat pemuas kebutuhannya.
2.3.2 Jenis - Jenis Insentif
Jenis – jenis insentif dalam suatu perusahaan atau instansi, harus dituangkan secara jelas sehingga dapat diketahui oleh pegawai dan oleh perusahaan tersebut dapat dijadikan kontribusi yang baik untuk dapat menambah gairah kerja bagi pegawai yang bersangkutan. Menurut ahli manajemen sember daya manusia, Herman Sofyandi (2008) yaitu : sistem insentif tingkat individual dan sistem insentif tingkat kelompok
14 kerja pegawai berdasarkan hasil pekerjaan pegawai yang dinyatakan dalam jumlah unit produksi.
2. Bonus
Bonus adalah insentif yang diberikan kepada pegawai yang mampu bekerja sedemikian rupa sehingga tingkat produksi yang baku terlampaui.
3. Komisi
Komisi adalah bonus yang diterima karena berhasil melaksanakan tugas dan sering diterapkan oleh tenaga – tenaga penjualan.
4. Insentif bagi eksekutif
Insentif bagi eksekutif ini adalah insentif yang diberikan kepada pegawai khususnya manager atau pegawai yang memiliki kedudukan yang tinggi dalam suatu perusahaan, misalnya untuk membayar cicilan rumah, kendaraan bermotor, atau biaya pendidikan anak.
5. Kurva “kematangan”
Adalah insentif yang yang diberikan kepada tenaga kerja yang karena masa kerja dan golongan pangkat serta gaji tidak bisa mencapai pangkat dan penghasilan yang lebih tinggi lagi misalnya,
15 dalam bentuk penelitian ilmiah atau dalam bentuk beban mengajar yang lebih besar dan sebagainya.
B. Insentif tingkat kelompok yaitu :
Rencana insentif kelompok adalah kenyataan bahwa dalam banyak organisasi, kinerja bukan karena keberhasilan individual melainkan karena keberhasilan kelompok kerja yang mampu bekerja sebagai suatu tim.
2.3.3 Faktor- faktor insentif
Menurut Suwatno dan Donni (2011 : 236 - 237) faktor - faktor yang mempengaruhi besarnya insentif mencakup dua hal, yaitu:
1. Jabatan atau kedudukan
Seseorang yang menduduki jabatan atau kedudukan lebih tinggi di dalam suatu perusahaan otomatis tanggung jawab dan ruang lingkup kerjanya lebih besar atau sangat berpengaruh bagi roda kegiatan atau usaha suatu perusahaan itu, maka perusahaan dalam memberikan insentif harus melihatseberapa besar tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh seorang karyawan yaitu apabila jabatan atau kedudukan karyawan lebih besar atau lebih tinggi maka perusahaan tersebut dalam memberikaan insentif lebih besar dari karyawan yang lainnya.
16 2. Prestasi kerja
Karyawan yang mempunyai prestasi kerja yang baik atau menonjol akan diberikan insentif yang lebih baik dan lebih besar daripada karyawan yang memiliki prestasi kerja yang kurang atau tidak menonjol. Oleh sebab itu, maka karyawan yang prestasi kerjanya kurang atau tidak menonjol akan lebih giat dan bersemangat dalam melakukan suatu pekerjaan agar organisasi dapat memberikan insentif yang lebih besar dan lebih baik.
2.3.4 Sistem Pelaksanaan Pemberian Insentif
Pedoman penyusunan rencana insentif oleh Gary Dessler (2005) dalam bukunya dapat juga dijadikan bahan acuan, antara lain:
a. Pastikan bahwa usaha dan imbalan langsung terkait. Insentif dapat memotivasi pegawai jika mereka melihat adanya kaitan antara upaya yang mereka lakukan dengan pendapatan yang disediakan, oleh karena itu program insentif hendaklah menyediakan ganjaran kepada pegawai dalam proporsi yang sesuai dengan peningkatan kinerja mereka. Pegawai harus berpandangan bahwa mereka dapat melakukan tugas yang diperlukan sehingga standar yang ditetapkan dapat tercapai.
b. Rencana yang dapat dipahami dan mudah di kalkulasi oleh karyawan Para karyawan diharapkan dapat mudah menghitung pendapatan yang bakal diterima dalam berbagai level upaya
17 dengan melihat kaitan antara upaya dengan pendapatan. Oleh karena itu program tersebut sebaiknya dapat dimengerti dan mudah di kalkulasi.
c. Tetapkanlah standar yang efektif. Standar yang mendasari pemberian insentif ini sebaiknya efektif, di mana standar dipandang sebagai hal yang wajar oleh pegawai. Standar sebaiknya ditetapkan cukup masuk akal, sehingga dalam upaya mencapainya terdapat kesempatan berhasil 50-50 dan tujuan yang akan dicapai hendaknya spesifik, artinya tujuan secara terperinci dan dapat diukur karena hak ini dipandang lebih efektif.
d. Jaminlah standar anda. Dewasa ini, para pegawai sering curiga bahwa upaya yang melampaui standar akan mengakibatkan makin tingginya standar untuk melindungi kepentingan jangka panjang, maka mereka tidak berprestasi di atas standar sehingga mengakibatkan program insentif gagal. Oleh karena itu penting bagi pihak manajemen untuk memandang standar sebagai suatu kontrak dengan pegawai anda begitu rencana itu operasional.
e. Jaminlah suatu tarif pokok per jam. Pihak perusahaan disarankan untuk menjamin adanya upah pokok bagi pegawai, baik dalam per jam, hari, bulan dan sebagainya agar mereka tahu bahwa apapun yang terjadi mereka akan memperoleh suatu upah minimum yang terjamin.
18 Suatu insentif yang diinginkan dapat berjalan dengan efektif maka harus memenuhi kondisi-kondisi sebagai berikut:
a. Pekerjaan-pekerjaan individu mestilah tidak begitu tergantung terhadap pekerjaan lainnya.
b. Basis yang kompetitif dan memadai terhadap gaji dan tunjangan- tunjangan dasar pada puncak di mana insentif dapat menghasilkan pendapatan variabel.
c. Dampak signifikan individu atau kelompok atas kinerja hasil-hasil yang penting.
d. Hasil-hasil yang dapat diukur.
e. Standar produksi terhadap mana program insentif didasarkan haruslah disusun dan dipelihara secara cermat.
f. Begitu standar produksi selesai disusun, standar tersebut haruslah dikaitkan terhadap tingkat gaji.
g. Rentang waktu yang masuk akal.
h. Komitmen manajemen terhadap program-program adalah vital bagi kesuksesannya.
i. Iklim organisasional yang sehat dan positif di mana perjuangan terhadap keunggulan individu dan kelompok didorong.
2.3.5 Indikator-Indikator Pemberian Insentif
Beberapa cara perhitungan atau pertimbangan dasar penyusunan insentif menurut Gary Dessler (dalam Denim, 2005) antara lain sebagai berikut:
19 a. Kinerja
Sistem insentif dengan cara ini langsung mengkaitkan besarnya insentif dengan kinerja yang telah ditunjukkan oleh pegawai yang bersangkutan. Besarnya insentif tergantung pada banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu kerja pegawai. Insentif diberikan apabila kinerja karyawan melewati standard kinerja yang ditetapkan perusahaan. Cara ini dapat diterapkan apabila hasil kerja diukur secara kuantitatif, memang dapat dikatakan bahwa dengan cara ini dapat mendorong karyawan yang kurang produktif menjadi lebih produktif dalam bekerjanya. Hal ini sangat menguntungkan bagi karyawan yang dapat bekerja cepat dan berkemampuan tinggi, dan sebaliknya sangat tidak favourable bagi karyawan yang bekerja lamban atau yang sudah berusia agak lanjut.
b. Lama Kerja
Besarnya insentif ditentukan atas dasar lamanya karyawan melaksanakan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Cara perhitungannya dapat menggunakan per jam, per hari, per minggu ataupun per bulan.
c. Senioritas
Sistem insentif ini didasarkan pada masa kerja atau senioritas karyawan yang bersangkutan dalam suatu perusahaan. Dasar
20 pemikirannya adalah karyawan senior, menunjukkan adanya kesetiaan yang tinggi dari karyawan yang bersangkutan pada organisasi di mana mereka bekerja. Semakin senior seorang karyawan, semakin tinggi loyalitasnya pada perusahaan, dan semakin mantap dan tenangnya dalam perusahaan. Kelemahan yang menonjol dari cara ini adalah belum tentu mereka yang senior ini memiliki kemampuan yang tinggi atau menonjol, sehingga mungkin sekali karyawan muda (junior) yang menonjol kemampuannya akan dipimpin oleh karyawan senior, tetapi tidak menonjol kemampuannya. Mereka menjadi pimpinan bukan karena kemampuannya tetapi karena masa kerjanya. Dalam situasi demikian dapat timbul di mana para karyawan junior yang energik dan mampu tersebut keluar dari perusahaan.
d. Kebutuhan
Cara ini menunjukkan bahwa insentif pada karyawan didasarkan pada tingkat urgensi kebutuhan hidup yang layak dari pegawai. Hal ini berarti insentif yang diberikan adalah wajar apabila dapat dipergunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan pokok, tidak berlebihan namun tidak berkekurangan. Hal seperti ini memungkinkan karyawan untuk dapat bertahan dalam perusahaan.
21 e. Keadilan dan Kelayakan
Dalam sistem insentif bukanlah harus sama rata tanpa pandang bulu, tetapi harus terkait pada adanya hubungan antara pengorbanan (input) dengan (output), makin tinggi pengorbanan semakin tinggi insentif yang diharapkan, sehingga oleh karenanya yang harus dinilai adalah pengorbanannya yang diperlukan oleh suatu jabatan. Input dari suatu jabatan ditunjukkan oleh spesifikasi yang harus dipenuhi oleh orang yang memangku jabatan tersebut. Oleh karena itu semakin tinggi pula output yang diharapkan. Output ini ditunjukkan oleh insentif yang diterima para pegawai yang bersangkutan, di mana di dalamnya terkandung rasa keadilan yang sangat diperhatikan sekali oleh setiap pegawai penerima insentif tersebut. Disamping masalah keadilan dalam pemberian insentif tersebut perlu pula diperhatikan masalah kelayakan. Layak pengertiannya membandingkan besarnya insentif dengan perusahaan lain yang bergerak dalam bidang usaha sejenis.
Apabila insentif didalam perusahaan yang bersangkutan lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lain, maka perusahaan akan mendapat kendala yakni berupa menurunnya kinerja pegawai yang dapat diketahui dari berbagai bentuk akibat ketidakpuasan karyawan mengenai insentif tersebut.
22 f. Evaluasi Jabatan
Evaluasi jabatan adalah suatu usaha untuk menentukan dan membandingkan nilai suatu jabatan tertentu dengan nilai jabatan- jabatan lain dalam suatu organisasi. Ini berarti pula penentuan nilai relatif atau harga dari suatu jabatan guna menyusun rangking dalam penentuan insentif.
2.4 Lingkungan Kerja
2.4.1 Pengertian Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja merupakan keadaan sekitar tempat kerja baik secara fisik maupun non fisik yang dapat memberikan kesan menyenangkan, mengamankan, menentramkan. Kondisi lingkungan kerja yang baik akan membuat pegawai merasa nyaman dalam bekerja. Kesan yang nyaman akan lingkungan kerja di mana karyawan tersebut bekerja akan mengurangi rasa kejenuhan dan kebosanan dalam bekerja.
Kenyamanan tersebut tentunya akan berdampak pada peningkatan kinerja pegawai. Sebaliknya, ketidaknyamanan dari lingkungan kerja yang dialami oleh pegawai bisa berakibat fatal yaitu menurunnya kinerja dari pegawai itu sendiri. Lingkungan kerja secara umum merupakan lingkungan dimana pekerja melaksanakan tugas pekerjaannya, dan terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan kerja fisik meliputi:
pengelolaan gedung atau tata ruang kerja, penerangan, temperature, kebersihan, kebisingan suara, kerindangan halaman, warna dinding,
23 kelengkapan kerja atau fasilitas kerja, keamanan dan kenyamanan, dan lain sebagainya yang dapat dilihat secara fisik. Sedangkan lingkungan kerja non fisik adalah meliputi: suasana kerja, hubungan dengan sesama karyawan, hubungan dengan pemimpin, organisasi karyawan (koperasi) dan pelayanan kepada masyarakat.
Beberapa ahli mendefinisikan lingkungan kerja antara lain sebagai berikut :
Menurut Sutrisno (2009:118) mengatakan bahwa :
“Lingkungan kerja merupakan tempat bekerja, fasilitas yang mendukung dalam bekerja serta hubungan kerja dalam perusahaan itu sendiri.
Menurut Nitisemito dalam (Sariyati,2007 :66) mengatakan bahwa :
“Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada dilingkungan pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan”.
Menurut Mangkunegara (2006) lingkungan kerja meliputi uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi, hubungan kerja yang harmonis, iklim kerja yang dinamis, peluang karir, dan fasilitas kerja yang memadai.
Menurut Ratnawati (dikutip dari Arikunto 2006), adapun indikator dari lingkungan kerja adalah sebagai berikut
1. Penerangan cahaya 2. Suhu udara
3. Suara bising
24 4. Keamanan kerja
5. Hubungan karyawan
2.4.2 Jenis Lingkungan Kerja
Menurut Nitisemito (2006) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua yaitu :
1. Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik adalah faktor yang berpengaruh untuk meningkatkan kinerja karyawan. Faktor-faktor lingkungan kerja fisik yang baik dan nyaman bagi pegawai dapat menjamin karyawan bekerja dengan bersemangat sehingga berpengaruh terhadap kinerja karyawan maka diperlukan perhatian khusus mengenai lingkungan kerja fisik. Menurut Nitisemito (2006:108) untuk meningkatkan aktivitas perusahaan, maka perusahaan harus memperhatikan faktor lingkungan kerja fisiknya seperti udara, suara, cahaya, dan warna.
Menurut Husnan (2008) untuk mendapatkan suasana kerja yang baik perlu memperhatikan berbagai faktor penunjang dalam lingkungan kerja fisik, yaitu pengelolaan gedung atau pengaturan ruang kerja, penerangan, kebisingan suara, warna dinding, perlengkapan kerja atau fasilitas kerja dan kebersihan.
25 2. Lingkungan Kerja Non Fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan pemimpin, hubungan dengan sesama rekan kerja dan pelayanan kepada masyarakat (Sutrisno, 2009).
2.4.3 Faktor - faktor Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : perlengkapan kantor, dan tata ruang kantor merupakan faktor yang mempengaruhi lingkungan fisik kantor pada umumnya. Lingkungan dimana para pegawai melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari - hari yang menyenangkan, enak dan nyaman akan membuat pegawai betah tinggal dikantor, sehingga tugas dan pekerjaannya dapat mencapai hasil yang baik.
Faktor - faktor lingkungan kerja menurut Frasser (dalam Hardino Febriansyah, 2012) adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan kerja fisik. Lingkungan kerja fisik merupakan segala sesuatu dari molekul (faktor - faktor fisik) yang ada di sekitar pekerja yang dianggap perlu dan dapat mempengaruhi dalam pelaksanaan kerja. Lingkungan fisik, meliputi :
1. Fasilitas kerja
Menurut Husnan (2008) Fasilitas kerja yang merupakan bagian dari lingkungan kerja sangat menunjang kegiatan/proses penyelesaian pekerjaan pegawai dalam suatu perusahaan atau
26 organisasi “Fasilitas kerja merupakan suatu bentuk pelayanan organisasi terhadap pegawai agar menunjang kinerja dalam memenuhi kebutuhan pegawai, sehingga dapat meningkatkan produktifitas kerja pegawai”. Alat dan bahan yang tersedia merupakan komponen yang sangat menunjang dalam aktivitas pekerjaan. Peralatan kerja (fasilitas) yang masih layak pakai, misalnya: kendaraan operasional, komputer yang akan memudahkan pekerjaan pegawai, dan ruang sidang.
2. Sirkulasi udara
Sirkulasi udara dalam ruangan kerja sangat diperlukan. Sirkulasi udara yang cukup akan menyebabkan kesegaran fisik dari pegawai, dan sebaliknya, jika sirkulasi udara tidak lancar, terutama jika ruangan penuh dengan pegawai, maka pegawai akan merasakan pengap dan sesak. Akibatnya akan sangat mempengaruhi pekerjaan pegawai.
3. Penerangan
Dalam melaksanakan tugas, pegawai membutuhkan penerangan yang cukup, apalagi bila pekerjaan yang dilakukan tersebut menuntut ketelitian. Penerangan dalam bekerja tidak hanya bersumber pada penerangan listrik, tetapi penerangan sinar matahari juga sangat diperlukan.
27 4. Tingkat kebisingan
Kebisingan dapat mengurangi kesehatan seseorang serta dapat mengganggu konsentrasi dalam bekerja. Dengan terganggunya konsentrasi ini maka pekerjaan yang dilakukan akan menimbulkan kesalahan atau kerusakan, akibatnya akan menimbulkan kerugian.
5. Pewarnaan dinding
Pewarnaan berhubungan dengan kejiwaan seseorang. Warna dapat mempengaruhi semangat dan kegairahan kerja para pegawai dalam melaksanakan tugas - tugas yang dibebankan. Masalah pewarnaan bukan hanya pewarnaan dinding saja tetapi sangat luas termasuk pewarnaan mesin - mesin, pewarnaan peralatan, pewarnaan seragam, juga perlu mendapat perhatian.
6. Kebersihan
Lingkungan kerja yang bersih akan menimbulkan rasa senang, sehingga dapat mempengaruhi seseorang untuk bekerja lebih giat dan lebih berdisiplin. Kebersihan lingkungan bukan hanya berarti kebersihan tempat pegawai bekerja, tetapi jauh lebih luas, misalnya: kebersihan kamar mandi, konstruksi gedung yang memudahkan untuk membersihkannya (seperti: lantai keramik).
7. Tata ruang kerja
Tata ruang kerja merupakan penentuan mengenai kebutuhan - kebutuhan ruang dan tentang penggunaan secara terperinci dari ruang tersebut. Ruang kerja yang longgar dalam arti penempatan
28 orang dalam suatu ruangan tidak menimbulkan perasaan sempit.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam tata ruang kerja, antara lain: perlu memperhatikan jarak terpendek (efisiensi), perlu memperhatikan rangkaian yang sejalan dengan urutan penyelesaian tugas, menggunakan sepenuhnya ruangan yang ada dan dapat diubah atau disusun kembali.
2) Lingkungan kerja non fisik. Lingkungan kerja non fisik merupakan segala sesuatu yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik dengan atasan, rekan kerja dan hubungan masyarakat.
Lingkungan kerja non fisik meliputi : 1. Suasana kekeluargaan
2. Komunikasi yang baik
2.4.4 Manfaat Lingkungan Kerja
Manfaat lingkungan kerja adalah menciptakan gairah kerja, sehinnga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang – orang yang bergairah kerja adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tetap. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standard yang benar dan dalam skala waktu yang ditentukan.
Kinerja akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi (Arep, 2006).
29 2.5 Loyalitas
2.5.1 Pengertian Loyalitas
Dalam penjelasan pasal 4 No.10 tahun 1979, mengenai daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) untuk pegawai negeri seperti yang dikutip oleh Gouzali Saydam (2009:385), “Loyalitas adalah tekad dan kesanggupan mentaati, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang dipatuhi dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan kesanggupan harus dibuktikan dalam sikap dan tingkah laku sehari - hari serta dalam pembuatan tugas”.
Sedangkan menurut Poerwopoespito (2010:53), “Loyalitas adalah menempatkan perusahaan diatas kepentingan pribadi”.
Dari penjelasan diatas umumnya menyatakan bahwa loyalitas kerja merupakan bentuk kesetiaan/pengabdian seseorang terhadap pekerjaannya. Dengan demikian loyalitas kerja merupakan sesuatu yang penting untuk dimiliki oleh seseorang karyawan, dimana mereka dapat berinteraksi dengan lingkungan kerjanya sehingga pekerjaan dilaksanakan dengan baik dan tujuan perusahaan dapat tercapai. Loyalitas perlu ditumbukan dan dipelihara secara terus menerus, loyalitas dapat mencakup loyalitas terhadap pekerjaan, rekan kerja dan loyalitas terhadap perusahaan, dengan demikian akan timbul solodaritas sosial yang tinggi pada akhirnya akan meningkatkan efektifitas perusahaan.
30 2.5.2 Tujuan Loyalitas
Ketidakpedulian perusahaan terhadap kesejahteraan karyawan dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan dan loyalitas karyawan kepada perusahaan. Perusahaan akan kehilangan karyawan - karyawan yang unggul. Menurut Siswanto Sastrohadiwiryo (2008:31) tujuan loyalitas adalah agar karyawan menaati, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati tertulis atau tidak tertulis dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Hal ini dibuktikan dengan sikap dan perilaku serta perbuatan dalam melaksanakan tugas
2.5.3 Ciri - ciri Loyalitas
Penjabaran sikap setia kepada perusaan menurut Poerwopoespito (2010) antara lain adalah :
1. Kejujuran
Kejujuran mempunyai banyak dimensi dan bidang. Dalam konteks sikap setia kepada perusahaan, ketidakjujuran di perusahaan akan merugikan banyak orang, bukan hanya kepada perusahaan,tetapi pemilik, direksi, karyawan, keluarga karyawan, masyarakat, supplier, pedagang asongan, dan lain -lain. Pada akhirnya negarapun dirugikan.
31 2. Mempunyai rasa memiliki perusahaan
Memberikan pengertian agar karyawan mempunyai rasa memiliki perusahaan adalah dengan memahami bahwa perusaan adalah tubuh imajiner, dimana seluruh pribadi yang terlibat di dalamnya merupakan anggota -anggotanya. Karyawan diharapkan lebih mudah menumbuhkan rasa memiliki perusahaan dengan bersama - sama berusaha menjaga divisinya masing -masing. Bentuk konkretnya adalah dengan menjaga dan merawat aset perusahaan seperti merawat aset pribadi.
3. Mengerti kesulitan perusahaan
Hal ini sepertinya sulit dilakukan sebab mengerjakan yang sudah ada dalam job description saja sulit apalagi mengerjakan yang lainnya. Bekerja lebih dari yang diminta perusahaan merupaka konsep yang hebat dan dalam jangka panjang memberikan keuntungan yang besar pada individu karyawan itu sendiri.
Perusahaan bisa saja bangkrut, tetapi manusia yang berkualitas dan kompetitif tidak mungkin bangkrut.
4. Bekerja lebih dari yang diminta perusahaan
Memahami bahwa yang terbaik untuk perusahaan pada hakekatnya terbaik untuk karyawan dan yang terbaik untuk karyawan belum tentu terbaik untuk perusahaan. Tindakan bijak
32 yang dilakukan oleh karyawan dalam memahami dan mengerti kesulitan perusahaan adalah dengan saling bahu membahu untuk membantu pulihnya perusahaan bukan dengan meninggalkannya dan segera pindah ke perusahaan lain
5. Menciptakan suasana yang menyenangkan di perusahaan
Suasana yang tidak kondusif sangat mempengaruhi kinerja karyawan, yang berakibat pada produktivitas. Orang yang paling menentukan suasana di perusahaan adalah pimpinannya. Semakin tinggi jabatan pemimpin tersebut maka semakin berpengaruh dalam menciptakan suasana di perusahaan karena merekalah yang mempunyai kekuasaan dan wewenang yang lebih, serta mempunyai anak buah (bawahan).
6. Menyimpan rapat – rapat rahasia perusahaan
Disadari atau tidak karyawan membocorkan rahasia perusahaan, terungkap ketika sedang mengobrol dengan pihak atau orang lain diluar perusahaan. Rahasia adalah segala data atau informasi dari perusahaan yang dapat digunakan oleh pihak lain, terutama competitor untuk menghantam perusahaan. Biasanya yang disebut rahasia perusahaan adalah:
• Data sales dan tingkat pertumbuhannya;
• Data pangsa pasar dan tingkat pertumbuhannya;
33
• Data produksi dan tingkat pertumbuhannya;
• Informasi waktu dan jenis peluncuran produk baru;
• Informasi rencana ekspansi perusahaan;
• Informasi penelitian dan pengembangan perusahaan;
7. Menjaga dan meningkatkan citra perusahaan
Kewajiban setiap karyawan menjaga citra positif perusahaan.
Logikanya, kalau citra perusahaan positif, maka citra setiap pribadi karyawan yang ada di dalamnya niscaya juga positif.
8. Hemat
Hemat bukan berarti mengeluarkan uang atau potensi tepat sesuai dengan kebutuhan. Penghematan harus dilakukan kapanpun dan dalam kondisi apapun. Tidak perlu menunggu keadaan sulit, tidak perlu menunggu keadaan kritis, apalagi menunggu perusahaan bangkrut.
9. Tidak unjuk rasa
Unjuk rasa hampir tidak ada positifnya, kalaupun ada tidak seimbang dengan harga yang dibayarkan, karena unjuk rasa:
• Hanya menunjukan perasaan atau emosi,
• Memaksakan kehendak diri, kelompok atau golongan sendiri,
34
• Sangat berkompeten untuk berubah menjadi tindakan anarkis dan destruktif,
• Menisbikan kemungkinan dialog,
• Merendahkan martabat orang atau pihak lain,
• Merugikan banyak pihak,
• Tidak menyelesaikan masalah, malah menambah masalah.
10. Tidak apriori terhadap perubahan
Perubahan, pada hakekatnya adalah sebuah hukum alam.
Perubahan tidak dapat dilawan dan tidak ada pilihan kecuali tetap ikut dalam perubahan. Karena melawan perubahan dengan selalu membuat tolak ukur pada kejayaan dan keberhasilan masa lampau sama dengan melawan hukum alam.
2.5.4 Faktor - faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas
Loyalitas karyawan dalam bekerja di perusahaan akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berikut ini Budi Widjaja Soetjipto, yang dikutip Gouzali Saydam (2009:395) mengatakan bahwa:
o Sistem kompensasi yang kurang menjamin ketenaga kerjaan.
o Waktu kerja yang kurang fleksibel.
o Rendahnya motivasi kerja pegawai.
o Struktur yang kurang jelas, sehingga tugas dan tanggung jawab kurang jelas.
35 o Rancangan pekerjaan kurang baik, sehingga dirasa kurang
menantang.
o Rendahnya kualitas manajemen yang terlihat pada kurangnya perhatiaan terhadap kepuasan konsumen.
o Rendahnya kemampuan kerja atasan, yang tidak dapat mendukung berhasilnya kerjasama tim.
o Kurang terbukanya kesempatan untuk mengembangkan karir.
Langkah - langkah yang dapat memperbaiki atau meningkatkan loyalitas karyawan menurut Budi Widjaja Soetjipto (Saydam, 2009 :395), yaitu:
1. Penyempurnaan system kompensasi, sehingga mencerminkan keadilan eksternal.
2. Mengkaji ulang seluruh pekerjaan atau jabatan yang ada di dalam perusahaan dan menyusun uraian pekerjaan yang benar.
3. Indikator - indikator perusahaan perlu memberikan perhatian lebih terhadap kepuasan karyawan.
4. Melibatkan karyawan dalam berbagai pelatihan , sesuai dengan bidang tugasnya masing - masing.
5. Meningkatkan kualitas system penilaian kinerja pegawai.
6. Meningkatkan fleksibilitas waktu kerja sesuai dengankeadaan.
Pembinaan loyalitas menurut Saydam (2009:416 - 417) perlu dilakukan agar sumber daya manusia tersebut:
36 1. Mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap perusahaan.
2. Merasa memiliki terhadap perusahaan.
3. Dapat mencegah terjadinya turnover (berbondong - bondongnya karyawan keluar dari perusahaan).
4. Menjamin kesinambungan kinerja perusahaan.
5. Menjamin tetep terpeliharanya motivasi kerja.
6. Dapat meningkatkan profesionalisme dan produktivitas kerja.
Sumber daya manusia yang memiliki loyalitas yang tinggi akan memiliki tingkat kepedulian yang tinggi pula. Karena pada dasarnya timbul dari dalam diri sendiri. Loyalitas berasal dari kesadaran yang tinggi bahwa antara karyawan dengan perusahaan merupakan dua pihak yang saling membutuhkan. Karyawan membutuhkan perusahaan tempat dia mencari nafkah sumber penghidupan dan pemenuhan kebutuhan sosial lainnya. Di sisi lain perusahaan juga dianggap mempunyai kepentingan pada karyawan, karena dengan karyawan itulah perusahaan akan dapat melakukan produksi dalam rangka mencapai tujuan perusahaan (Saydam,2009).
2.5.5 Indikator – indikator loyalitas
Loyalitas memiliki beberapa unsur menurut Saydam (2009), unsur - unsur loyalitas tersebut adalah sebagai berikut:
37 1. Ketaatan/Kepatuhan
Yaitu kesanggupan seorang pegawai untuk mentaati segala peraturan kedinasan yang berlaku dan mentaati perintah dinas yang diberikan atasan yang berwenang, serta sanggup tidak melanggar larangan yang ditentukan.
Ciri - ciri ketaatan adalah:
§ Mentaati segala peraturan perundang - undangan dan ketentuan yang berlaku.
§ Mentaati perintah kedinasan yang di berikan atasan yang berwenang dengan baik.
§ Selalu mentaati jam kerja yang sudah di tentukan
§ Selalu memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik – baiknya.
2. Tanggung jawab
Yaitu kesanggupan seorang karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan baik, tepat waktu, serta berani mengambil resiko untuk keputusan yang dibuat atau tindakan yang dilakukan.
Ciri - Ciri tanggung jawab tersebut adalah:
§ Dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu.
§ Selalu menyimpan atau memelihara barang – barang dinas dengan sebaik - baiknya.
38
§ Mengutamakan kepentingan dinas dari kepentingan golongan.
§ Tidak pernah berusaha melemparkan kesalahan yang dibuatnya kepada orang lain.
3. Pengabdian
Yaitu sumbangan pemikiran dan tenaga secara ikhlas kepada perusahaan.
4. Kejujuran
Seorang pegawai yang jujur memiliki cirri - ciri sebagai berikut:
§ Selalu melaksanakan tugas dengan penuh keikhlasan tanpa merasa dipaksa.
§ Tidak menyalahgunakan wewenang yang ada padanya.
§ Melaporkan hasil pekerjaan kepada atasan apa adanya.
2.6 Penelitian Terdahulu
1. Penelitian yang dilakukan oleh Darmayasa (2005) dengan judul penelitian “Pengaruh Insentif Terhadap Loyalitas Karyawan CV.
Kecak Denpasar ”. Hasil pengujian hipotesis antara variabel insentif terhadap loyalitas karyawan yaitu thitung berada di daerah penolakan,
39 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya insentif berpengaruh signifikan terhadap loyalitas karyawan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Mangkunegara (2005:117) dengan judul penelitian “Pengaruh Insentif & Lingkungan Kerja Terhadap Loyalitas Kerja Karyawan Bagian Asuransi (Studi Kasus Pada PT.
Jasaraharja Putera)”. Berdasarkan hasil analisis inferensial dengan menggunakan regresi berganda diperoleh hasil bahwa variabel insentif dan lingkungan kerja mempunyai pengaruh secara signifikan bersama-sama terhadap loyalitas kerja karyawan.
2.7 Kerangka Pemikiran
Insentif (X1)
Lingkungan Kerja (X2)
Loyalitas kerja Karyawan (Y)
Gambar 2.1: Kerangka Pikir
40 2.8 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2010).
Hipotesis dalam penelitan skripsi ini adalah “Diduga Insentif dan Lingkungan Kerja Berpengaruh Terhadap Loyalitas Kerja Karyawan pada PT. Standard Chartered Bank”.
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ho1 : Tidak ada pengaruh antara insentif terhadap loyalitas kerja karyawan.
Ha1 : Ada pengaruh antara insentif terhadap loyalitas kerja karyawan.
Ho2 : Tidak ada pengaruh antara lingkungan kerja terhadap loyalitas kerja karyawan.
Ha2 : Ada pengaruh antara lingkungan kerja terhadap loyalitas kerja karyawan.
Ho3 : Tidak ada pengaruh secara simultan antara insentif dan lingkungan kerja terhadap Loyalitas kerja karyawan.
Ha3 : Ada pengaruh secara simultan antara insentif dan lingkungan kerja terhadap Loyalitas kerja karyawan.