• Tidak ada hasil yang ditemukan

IR PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN. Babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki laju pertumbuhan dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IR PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN. Babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki laju pertumbuhan dan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki laju pertumbuhan dan perkembangan yang cepat serta mampu mengubah pakan secara efisien (Pasaribu, 2015). Laju pertumbuhan dan perkembangan yang cepat merupakan keuntungan bagi para peternak babi. Populasi babi yang ada di Jawa Timur saat ini berjumlah 62.470 ekor (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, 2018). Kabupaten Jember yang termasuk dalam wilayah Jawa Timur memiliki jumlah populasi babi sebanyak 519 ekor (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, 2018). Menurut Widisuputri dkk. (2020) babi memiliki potensi untuk menularkan penyakit parasit gastrointestinal zoonotik yang disebabkan oleh protozoa dan cacing. Hal ini nantinya akan berdampak pada kesejahteraan hewan terutama babi, para peternak dan juga masyarakat disekitar. Penyakit parasit pencernaan pada babi khususnya yang ada di Kabupaten Jember belum pernah diketahui sebelumya dan tidak ada data yang menunjukkan kasus penyakit tersebut.

Penyakit parasit pencernaan pada ternak dapat merugikan secara ekonomis dan berdampak pada kesehatan peternak ataupun masyarakat yang mengonsumsi daging yang berasal dari hewan tersebut. Penyakit parasit pencernaan dapat mempengaruhi produktivitas, menyebabkan penurunan berat badan, anoreksia, lemah, penurunan daya produksi bahkan pada infeksi berat dapat menyebabkan gangguan pencernaan hingga pertumbuhan yang terhambat (Tolistiawaty dkk., 2016). Infeksi parasit pencernaan akan menimbulkan lemahnya kekebalan tubuh, sehingga ternak lebih rentan terhadap infeksi penyakit patogen lain dan akhirnya

(2)

akan menyebabkan kerugian ekonomi (Garedaghi et al., 2011).

Parasit saluran pencernaan dapat menyebabkan masalah kesehatan pada manusia. Schuster and Ramirez-Avila (2008) menyebutkan bahwa beberapa spesies protozoa parasit yang ditemukan pada babi bersifat zoonosis dan merugikan manusia. Menurut Suryawan dkk (2014) salah satu penyakit zoonosis yang biasa terjadi adalah infeksi Entamoeba spp. yang dapat mengakibatkan diare pada manusia. Menurut Schar et al. (2014), ada lima parasit gastrointestinal pada babi yang dapat berpotensi zoonosis yaitu Ascaris sp., Trichuris sp., Capillaria spp ., Balantidium coli dan Entamoeba sp. Infeksi parasit Toxoplasma gondii dan Balantidium coli pada babi juga menjadi salah satu perhatian sebagai penyakit zoonosis (Zajac and Conboy, 2006). Selain itu, Wang et al.

(2014), menyatakan bahwa Blastocystis sp. pada babi juga berpotensi zoonosis.

Penyakit zoonosis tersebut dapat menular melalui kontak langsung, melalui makanan atau secara tidak langsung melalui vektor (Ismail et al., 2010). Selain itu penularan penyakit zoonosis juga dapat ditentukan oleh faktor lingkungan dan sistem pemeliharaan babi yang ada (Suryawan dkk., 2014).

Penelitian parasit pencernaan babi sebelumnya di Ghana ditemukan beberapa macam parasit seperti Coccidia spp., Strongyle spp., Ascaris suum dan Trichuris suis (Atawalna et al., 2015). Penelitian parasit di Kalimantan Timur didapatkan Fasciolopsis busky, Echinococcus granulosus, Ascaris suum, Trichuris suis dan Ancylostoma duodenale (Pali dan Hariani, 2019). Penelitian parasit di Bali ditemukan adanya parasit Eimeria sp., Entamoeba sp., dan Balantidium sp. (Yasa et al., 2010). Penelitian parasit di Valencia, Spanyol memiliki angka prevalensi

(3)

Blastocystis sp. yang cukup tinggi pada pemeriksaan sampelnya. Selain Blastocystis sp. pada pemeriksaan sampel tersebut juga ditemukan parasit lain diantaranya Giardia sp., Cryptosporidium sp., Entamoeba polecki, Balantidium coli dan Iodamoeba butschlii (Navarro et al., 2008).

Menurut Tolistiawaty dkk. (2016) pada umumnya infeksi parasit pencernaan menyerang ternak muda yang dipelihara dengan kurang baik. Faktor jenis kelamin juga dapat mempengaruhi infeksi parasit pada babi dan dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan prevalensi babi jantan lebih tinggi daripada babi betina (Suryani dkk., 2018 ; Pali dan Hariani, 2019). Selain itu faktor ras juga dapat mempengaruhi infeksi parasit pencernaan pada babi seperti penelitian yang dilakukan Suryani dkk., (2018) didapatkan prevalensi babi campuran paling tinggi dibanding babi ras dan babi lokal.

Faktor lingkungan terutama musim, keadaan geografis, dan tata laksana peternakan dapat dijadikan sebagai faktor infeksi parasit pencernaan. Kabupaten Jember merupakan salah satu wilayah Indonesia bagian timur yang beriklim tropis dengan angka temperatur berkisar 23⁰C - 31⁰C. Iklim tropis merupakan iklim yang cocok untuk berkembangnya beberapa agen penyakit seperti virus, bakteri atau parasit lainnya dan vektor seperti serangga atau rodensia (Sintorini, 2007).

Peternakan babi di Kabupaten Jember termasuk dalam peternakan rakyat dimana ternak babi dipelihara dan dikandangkan dibelakang rumah warga. Hal ini memungkinkan adanya limbah ternak yang dapat mencemari lingkungan warga disekitar pemukiman dan dapat mengakibatkan masalah kesehatan.

(4)

Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang prevalensi parasit saluran pencernaan pada babi, khususnya di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Data yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan mampu dijadikan sebagai tindak lanjut dalam menangani masalah penyakit parasit pencernaan pada babi dan mampu mengendalikan kerugian yang ditimbulkan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang disebutkan diatas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu:

1) Apa saja parasit saluran pencernaan yang ditemukan pada babi di Kabupaten Jember, Jawa Timur?

2) Berapakah prevalensi dan derajat infeksi parasit saluran pencernaan pada babi di Kabupaten Jember, Jawa Timur?

3) Apakah umur dan jenis kelamin dapat berpengaruh terhadap tingkat prevalensi infeksi parasit saluran pencernaan pada babi di Kabupaten Jember, Jawa Timur?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk:

1) Mengetahui apa saja parasit saluran pencernaan yang ditemukan pada babi di Kabupaten Jember, Jawa Timur.

2) Mengetahui prevalensi dan derajat infeksi parasit saluran pencernaan yang ditemukan pada babi di Kabupaten Jember, Jawa Timur.

(5)

3) Mengetahui pengaruh umur, dan jenis kelamin terhadap tingkat prevalensi infeksi parasit saluran pencernaan pada babi di Kabupaten Jember, Jawa Timur.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1) Memberikan informasi ilmiah yang berkaitan dengan prevalensi dan kejadian infeksi cacing pada peternakan babi di Kabupaten Jember, Jawa Timur.

2) Memberi masukan bagi pihak pemerintah Kabupaten Jember khususnya Dinas Pertanian Sub Peternakan mengenai sistem pemeliharaan ternak babi pada babi.

3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mempermudah pengendalian terhadap parasit saluran pencernaan pada babi.

1.5 Landasan Teori

Babi tergolong dalam ternak monogastrik dan dilihat dari pola makannya, babi termasuk golongan hewan omnivora (Muslihin, 2014). Babi memiliki kemampuan dalam mengubah bahan makanan secara efisien apabila ditunjang dengan kualitas ransum yang dikonsumsinya. Babi memiliki daya pertumbuhan dan perkembangan yang cepat serta bersifat prolific yaitu banyak anak dalam satu kelahiran yaitu berkisar antara 6 – 12 ekor dan dalam setahun bisa dua kali melahirkan (Pasaribu, 2015).

(6)

Parasit adalah organisme yang kebutuhan makannya baik dalam seluruh daur hidupnya atau sebagian dari daur hidupnya bergantung pada organisme lain (Budianto, 2014). Parasit pencernaan merupakan salah satu kendala utama untuk produksi babi (Oluwafemi, 2008). Tiga kelompok utama parasit yang mempengaruhi saluran intestinal babi adalah Nematoda, Trematoda dan Protozoa pencernaan (Joaching and Dulma, 2002). Parasit pada babi yang ditemukan di daerah Lombok Barat antara lain protozoa spesies Balantidium sp. sedangkan beberapa helmin gastrointestinal parasit adalah Ascaris suum, Metastrongylus sp., Trycostrongylus sp., dan Taenia sp. (Muslihin, 2014). Penelitian di Bali ditemukan beberapa protozoa antara lain Amoeba sp., Balantidium sp. dan Eimeria sp (Agustina dkk, 2016). Parasit yang ditemukan di Uganda antara lain Strongyles sp., Metastrongylus spp., Ascaris suum, Strongyloides ransomi, dan Trichuris suis (Roesel et al., 2016).

Infeksi parasit berdasarkan epidemiologi parasit dipengaruhi oleh 3 faktor utama, antara lain faktor : parasit (terutama cara penyebaran atau siklus hidup,viabilitas atau daya tahan hidup, patogenisitas dan imunogenisitas), faktor hospes (terutama spesies, umur, ras, jenis kelamin, status imunitas dan status gizi), serta faktor lingkungan (terutama musim, keadaan geografis, tata laksana peternakan) (Soulsby, 1982; Urquhart et al., 1985; Roberts and John, 2005).

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat prevalensi infeksi parasit saluran pencernaan babi adalah faktor umur (Roesel et al., 2016). Babi muda, terutama anak babi dan penyapih, biasanya paling mudah terinfeksi parasit dan menunjukkan gejala-gejala klinis, sedangkan babi yang usia tua lebih dari lima

(7)

bulan memiliki kekebalan serta gejala-gejala klinis jarang muncul. Berdasarkan hasil penelitian milik Dahoklory (2012) prevalensi infeksi pada babi umur kurang dari tujuh bulan (22,2%) lebih tinggi dibandingkan babi umur lebih dari tujuh bulan (6,7%). Menurut Tomass et al. (2013) terdapat hasil signifikan antara kategori umur yang berbeda dan prevalensi parasit, dimana mayoritas infeksi terjadi pada babi dengan usia mulai dari 5-12 bulan. Menurut Kumsa and Kifle (2014) prevalensi parasit pencernaan pada babi muda lebih tinggi daripada babi dewasa untuk semua jenis parasit yang terdeteksi.

Faktor perbedaan jenis kelamin menurut Nur-E-Azam et al. (2015) dalam hasil penelitiannya menunjukkan prevalensi pada babi betina lebih tinggi daripada babi jantan untuk semua jenis parasit yang terdeteksi. Penelitian Suryani dkk.

(2018) menunjukkan prevalensi infeksi parasit pada babi jantan (35,71%) lebih tinggi dibanding babi betina (16,67%). Menurut Pali dan Hariani (2019) menunjukkan prevalensi parasit pencernaan babi jantan lebih tinggi daripada babi betina untuk semua jenis parasit yang terdeteksi. Menurut Sowemimo et al.

(2012) prevalensi parasit pencernaan secara signifikan lebih tinggi pada babi jantan (45,0%) dari pada perempuan (30,4%).

Setiap spesies babi memiliki kepekaan yang berbeda-beda terhadap infeksi cacing (Tizard, 1988). Faktor perbedaan ras terhadap infeksi parasit pencernaan pada babi dibuktikan dari hasil penelitian Suryani, dkk (2018) yang mengamati perbedaan infeksi antara babi ras, babi campuran dan babi lokal, didapatkan hasil prevalensi babi campuran (35,29%) paling tinggi dibanding babi ras (18,98%) dan babi lokal (25%). Sedangkan hasil penelitian Putra, dkk (2019) pada babi lokal

(8)

dan babi Landrace menunjukkan prevalensi babi lokal (8,3%) lebih tinggi daripada babi Landrace (7,04%).

Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi perbedaan tingkat prevalensi di dalam setiap penelitian antara lain faktor sistem pemeliharaan, perbedaan kondisi iklim, sistem manajemen, keturunan, kekebalan inang, perbedaan wilayah, sistem perkandangan dan perawatan ternak babi yang berbeda (Obonyo et al., 2012).

Ternak babi yang dipelihara pada kandang tradisional dengan lantai tanah akan sangat rentan terinfeksi penyakit parasit, baik dari golongan protozoa maupun helmin (Muslihin, 2014).

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana peran Desa/Kelurahan, peran petugas puskesmas, ketersediaan sarana, pembinaan kader posyandu, pelatihan kader posyandu, alignment, capability, trust,

Apa saja faktor yang mempengaruhi perilaku pencegahan penularan pada pasien tuberkulosis paru dan apa saja jenis perilaku pencegahan penularan pada

Camberland-Li dan kawan-kawan (2003, dalam Barros, dkk., 2015) mengungkapkan bahwa regulasi emosi orang tua yang kurang baik dapat mempengaruhi kompetensi dan

Tunarungu pada dasarnya merupakan salah satu atau beberapa alat pendengaran yang rusak sehingga tidak berfungsi, maka getaran udara tidak dapat diteruskan dan diubah menjadi

Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah persepsi konsep diri independent dan saling tergantung yang dimiliki mahasiswa FEB UNAIR akan mempengaruhi sikap

Secara fisiologis penyembuhan luka pasca pencabutan gigi sama seperti penyembuhan luka pada kulit yang akan melalui empat tahapan, antara lain hemostasis,

Dukungan keluarga memiliki hubungan yang erat dengan kepatuhan minum obat pasien tuberkulosis paru sehingga berdampak juga dengan kesembuhan dan kejadian penyakit

Maka pemberian pupuk organik cair dari limbah kulit buah pisang terhadap tanaman sawi (Brassica juncea L.) akan berpengaruh baik bagi pertumbuhannya karena mengandung