• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL ILMIAH SIMANTEK ISSN Vol. 4 No. 3 Agustus 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL ILMIAH SIMANTEK ISSN Vol. 4 No. 3 Agustus 2020"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

124

TINJAUAN YURIDIS PEMBELIAN BARANG MELALUI TOKO ONLINE DENGAN E - COMMERCE YANG TIDAK SESUAI DENGAN PESANAN

1MHD YUDA MULYAWAN SIMATUPANG, 2MEISSY, 3PINONDANG, 4ESTER PASARIBU, 5PERI GUSTIRANDA 1,2,3,4,5UNIVERSITAS DARMA AGUNG MEDAN

1[email protected], 2[email protected], 3[email protected], 4[email protected], 5[email protected]

ABSTRACT

Formulated legal issues regarding the factors that lead to the purchase of goods through an online store with e-commerce and not on-demand and how the police role in the criminal act of buying and selling online. The method used is normative juridical, which is reviewing regulations of the ITE LAW and the criminal CODE. Article 28 paragraph (1) of the ITE LAW on the arrangement concerning the dissemination of a lying and misleading news that harms consumers. At the same time in article 45 paragraph (1) ITE LAW number 11 year 2008 about fraud or ITE crimes. The role of police in criminal investigation of online buying and selling fraud is done similarly to other conventional criminal acts where the investigation refers to the criminal CODE.

Keywords : Online Business, Law Enforcement, Criminal Offence Fraud

PENDAHULUAN

Pernah terjadi kasus penipuan seseorang membeli jam tanggan merk Bidden Watch pada Zalora, dengan harga di bawah harga Toko. Setelah mentransfer uang ke pemilik Toko maka barang dikirim sesuai alamat yang diberikan pembeli. Sesampainya di rumah barang tidak sesuai dengan yang dibayangkan. Dalam waktu 2 jam kondisi jam masih baik namun pada mau dihidupkan untuk di charge tidak bisa, dan kenyataan jam tersebut mati total. Karena masih ada service dan masih original packaging maka saya kirim bukti screenshoot video ke help @zalora.co.id. lalu customer zalora membalas chat pembeli dan menunggu konfirmasi ke seller. Karena ingin full refund approval dan info barangnya akan di pick up atau harus dikirim, sebagai customer product issue kompaln di media sosial. Msih banyak terjadi kasus penipuan online mulai dari perbedaan kualitas barang dari yang dipajang dengan yang dikirim barang yang diterima berbeda barang merk ternyata palsu, ada beberapa tips agar tidak tertipu barang palsu, yaitu :

1. Cek nama toko dan tampilan website 2. Mengetahui produk yang akan dibeli 3. Harga terlalu murah

4. Sering membaca testimony dari pembeli

Banyak akun media sosial tempat penjual memasarkan daganganya seperti BukaLapak.com, Zalora.com, MatahariMall, Shopee, Lazada, Facebook, Instgram, yang semuanya ini diminati oleh pembeli. Ketika internet telah menjadi kebutuhan bagi sebagian masyarakat, proses jual beli melalui internet sudah tidak asing lagi. Karena internet bukan hanya konsumsi golongan tertentu saja seperti bertahun-tahun yang lalu. Tetapi sudah merambah kemasyarakat golongan menengah kebawah. Dimana proses jual beli online atau bisnis online yang disebut e-commerce atau electronic commerce pada dasarnya bagian dari electronic business. Transaksi electronic (e-commerce) merupakan suatu kontak transaksi perdangan antara penjual dan pembeli dengan media internet, dimana untuk pemesanan, pengiriman sampai bagaimana sistem pembayaran dikomunikasikan melalui internet. Keberadaan e-commerce merupakan alternatif yang menjanjikan untuk diterapkan pada saat ini karena e-commerce memberikan banyak kemudahan bagi kedua belah pihak yaitu pihak dan pihak pembeli di dalam melakukan perdagangan sekalipun para pihak berada di dua kota yang berbeda. Pada saat kedua belah pihak mencapai kesepakatan, kemudian diikuti dengan prosespembayaran, yang melibatkan dua bank perantara dari

(2)

125

masing-masing pihak yaitu acquiring merchan tbank dan issuing customer bank. Prosedurnya E-customer memerintahkan kepada issuing customer bankuntuk dan atas nama E-customer melakukan sejumlah pembayaran. Setelah proses pembayaran selesi diikuti proses pengiriman barang sesuai kesepakatan pada saat penyerahan dan spesfikasi barang. Biasanya disinilah barang tidak sesuai dengan perjanjian kesepakatan, sehingga konsumen merasa dirugikan. Beberapa kasus konsumen menerima kerugian karena dalam menyerahkan barangnya, tidak ada aturan bahkan dalam Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen melarang menawarkan barang yang mencantumkan klausul baku pada setiap dokumen apabila menyatakan perial pembuktian atas hilangnya atau rusaknya barang yang dibeli oleh konsumen.

Khususnya perlindungan terhadap konsumen karena banyak kasus kerugian yang dialami oleh konsumen, misalnya mengenai barang yang tidak sesuai dengan informasi yang dia terima atau tidak dikirimmya barang yang sudah dilakukan pembayaran oleh pembeliatau dengan kata lain sering terjadinya wanprestasi dari pihak penjual.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Pembelian Barang Melalui Toko Online Dengan E - Commerce Yang Tidak Sesuai Dengan Pesanan

Dalam transaksi jual beli antara penjual dengan pembeli selalu mengikatkan diri dengan perjanjian. Dalam Pasal 1313 KUHPdt bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang lebih mnegikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Kekuatan perjanjian pada dasarnya mengikat bagi para pihak yang membuat isi dan bentuk perjanjian bahkan disini diminta kata sepakat dalam bertranskasi. Transaksi dalam perdagangan saat ini terdapat 2 (dua) cara yaitu transaksi perdagangan secara konvensional yang merujuk kepada nilaidan tata cara yang tradisional dan transaksi perdagangan secara modernyang saat ini dikenal dengan electronic commerce atau transaksi elektronikyang bersifat kontemporer. Pasal 1 angka 2 UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 menyebutkan bahwa,

”Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya”.

Proses transaksi jual beli secara elektronikadalah transaksi jual beli yang dilakukan seseorang terhadap seseorang yang lain dengan media internet dalamwaktu yang tidak ada batas kapanpun juga dimanapundan dilakukan dengan cara tidakperlunya face to face antara para pihak, mereka hanya mengandalkan rasa kepercayaan antara para pihak. Namun, kegiatan bisnis perdagangan ini tetap sah jika masing-masing pihak telah sepakat tanpa diperlukannya pertemuan.

Setelah proses pembayaran selesai kemudian diikuti dengan proses pemenuhan prestasi oleh pihak merchant berupa pengiriman barang sesuai dengan kesepakatan mengenai saat penyerahan dan spesifikasi barang. Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak konsumen dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak-hak-hak tersebut. Kunci pokok perlindungan hukum bagi konsumen adalah bahwa konsumen dan pelaku usaha saling membutuhkan. Produksi tidak ada artinya kalau tidak ada yang mengkonsumsinya dan atau mempergunakannya dan produk yang dikonsumsi secara aman dan memuaskan, pada gilirannya akan merupakan promosi gratis bagi pelaku usaha. Perlindungan hukum pada jual beli secara transaksi elektronikmenjadi perhatian penting khususnya perlindungan terhadap konsumen karena banyak kasus kerugian yang dialami oleh konsumen, misalnya mengenai barang yang tidak sesuai dengan informasi yang dia terima atau tidak dikirimmya barang yang sudah dilakukan pembayaran oleh pembeliatau dengan kata lain sering terjadinya wanprestasi dari pihak penjual. Wanprestasi yang sering dilakukan oleh pihak pelaku usaha adalah banyak pihak pelaku usaha mengkesampingkan hak-hak konsumen. Hak-hak konsumen diatur dalam Pasal 4 UUPK yang menyatakan bahwa :

a Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dankondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi danjaminan barang dan/atau jasa; d hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

(3)

126

h hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atautidak sebagaimana mestinya.

Hak konsumen di atas ada beberapa hak yang sering dikesampingkan oleh pelaku usaha seperti hak untuk mendapatkan informasi secara lengkap mengenai barang yang dipesan dan hak untuk mendapatkan ganti kerugian terhadap barang yang dipesan baik barang itu rusak, cacat atau barang tidak diterima oleh konsumen. Biasanya pihak pelaku usaha dapat mengkesampingkan hak-hak konsumen dengan mencantumkan klausula baku. Pencantuman klausula baku diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UUPk yang menyatakan bahwa,”Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila :

1. .Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha

2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsunguntuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli secara angsuran;

5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen;

6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;

7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan dan / atau pengubahan lanjutan yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

8. Menyatakan bahwa Konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Pelaku usaha juga dilarang mencantumnkan pklausul baku yang sulit dibaca dan maksudnya sulit dimengerti. Dalam perjanjian jual beli transaksi elektronik klausula baku dapat dijumpai dalam term and condition di mana pelaku usaha mencantumkannya di tempat pihak konsumen tidak dapat terlihat. Dalam hal ini maka klausula baku itu batal demi hukum. Artinya, klausula itu dianggap tidak pernah ada. Namun, dalam beberapa kasus konsumen menerima kerugian yang dialaminya karena klausula baku yang dicantumkan oleh pihka pelaku usaha.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam menyelesaikan penelitian ini, menggunakan jenis penelitian yuridis normatif. Pengertian penelitian yuridis normatif ini terdiri dari kata “yuridis” yang berarti hukum dilihat sebagai norma karena dalam membahas permasalahan penelitian ini menggunakan bahan-bahan hukum (baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis atau baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder). Sumber data penelitian ini berasal dari data kepustakaan. Sedangkan jenis data yang akan digunakan di dalam penelitian ini meliputi dataprimer dan data sekunder, yaitu :

1. Data Primer Data primer adalah data diperoleh langsung dari hasil studi dan penelitian kepustakaan yang tentunya berkaitan dengan pokok penelitian bagaimana proses penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana penipuan bisnis online.

a. Bahan hukum primer. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat mengikat berupa peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini digunakan bahan hukum sebagai berikut :

a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. b. Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP).

(4)

127

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor - Faktor Yang Mendorong Timbulnya Tindak Pidana Penipuan Dalam Bisnis Online

Meski penipuan jual beli online sudah sebagian terkuak, namun penindakan oknum terhadap tindakan tersebut banyak yang belum sampai ke ranah hukum. Ini disebabkan para korban penipuan online enggan melaporkan kepada penegak hukum, sedangkan pasal penipuan merupakan delik aduan. Pihak penyidik kepolisian untuk menentukan kapan harus menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan harus menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Namun, pada praktiknya pihak kepolisian dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur-unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, polisi dapat menggunakan kedua pasal tersebut. Banyak faktor yang menyebabkan penipuan melalui bisnis online, secara spesifik setiap negara memiliki faktor pendorong dan faktor penarik yang menyebabkan maraknya kasus penipuan melalui bisnis online di Indonesia :

1. Faktor Pendorong

a. Belum adanya sertifikasi menyeluruh teradap setiap jual beli secara online.

b. daerah dimana ada kemiskinan, pengangguran, tuna wisa dan konflik kekerasan dengan senjata. Daerah-daerah ini menimbulkan desakan rakyat untuk berusaha dengan segala cara termasuk penipuan.

c. Para pedagang yang memanfaatkan kelemahan jual beli secara online.

d. Keluarga yang tidak dapat mengatasi kehidupan ekonominya akan mencari cara lain untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan hidupnya

e. Ekonomi: kemiskinan, kurangnya kesempatan untuk mendapatkan perkerjaan yang layak.

f. Sosial: kewajiban sosial untuk membantu dan menolong keuangan keluarga, keinginan untuk mandiri secara finansial, keinginan untuk sejajar dengan tetangga atau teman sebaya yang berhasil.

g. Kultur: konsumerisme atau materialistik, keinginan untuk mendapat uang dengan mudah. h. Personal atau pribadi: sifat pribadi yang suka menipu demi keperluan pribadinya. 2. Faktor Penarik

a. Efisiensi: kebutuhan kota-kota akan kemudahan bertransaksi dan berbisnis.

b. Sosial atau kultur: kebutuhan akan pelayanan-pelayanan jual-beli yang mudah dan cepat.

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penipuan melalui bisnis online adalah menyangkut persoalan yurisdiksi atau kompetensi pengadilan yang akan menangani sengketa yang lahir akibat transaksi online sebagaimana berikut :

1. Adanya fakta bahwa transaksi-transaksi bisnis yang diadakan melalui teknologi informasi ini belum begitu diproteksi (dilindungi) keamanannya. Untuk menangani hal ini memang para ahli sedang terus berupaya untuk menemukan teknik-teknik atau metode-metode yang dapat mengamankan dan memproteksi transaksi dan data yang dikirm melalui teknologi informasi ini.

2. Adanya fakta bahwa perkembangan teknologi informasi melebihi atau jauh melompat ke depan, sedangkan pengaturan hukumnya jalan di tempat. Sehubungan dengan kondisi tersebut dewasa ini berbagai lembaga atau organisasi internasional tengah berupaya mencari dan merumuskan aturan-aturan hukum yang diharapkan dapat memberi landasan hukum bagi transaksi bisnis yang dituangkan dalam kontrak melalui teknologi informasi.

Meningkatnya pengguna internet di Indonesia, tidak hanya di gunakan sebagai peluang bisnis, tapi juga sebagai ladang penipuan, apalagi kalau bukan penipuan jual beli online. Sebenarnya penipuan dalam transaksi di internet, tidak hanya menimbulkan kerugian pada si pembeli, tapi juga bisa menimpa si penjual. Namun dari kasus yang ada, pihak pembeli merupakan korban yang paling banyak dalam penipuan jual beli online. oleh karena itu butuh ketelitian dan kewaspadaan dalam melakukan transaksi bisnis di online atau internet.

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penipuan Dalam Transaksi Bisnis Online

Pembuktian perkara tindak pidana penipuan dalam transaksi bisnis online di internet mengacu pada ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dimana dapat disimpulkan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum

(5)

128

yang sah dalam hal ini alat bukti yang sah adalah informasi menyesatkan dalam transaksi pada internet. Sanksi terhadap pelaku tindak pidana penipuan dengan membuat informasi palsu sesuai pada Pasal 35 dan sanksi pidana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi : “ Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).”

UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan. Selama ini, tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), dengan rumusan pasal sebagai berikut :

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan: “Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”

I. Untuk Pembeli

- Memilih website yang terkenal atau jelas kebenarannya seperti Amazone, Lazada, dan sebagainya sehingga mengetahui produk dan identitas penjual.

- Melihat dan memastikan gambar, dan harga sesuai dengan realitanya. Apakah ukuran sesuai dengan bentuk badan si pembeli.

- Memastikan cara pembayaran menggunakan COD atau melakukan transaksi lewat credit atau cash.

- Website yang diinginkan untuk dijadikan membeli barang perlu dimonitor setiap bulannya memastikan apakah perubahan data, identitas dan jika iya, maka perlu dihindari.

- Ada kepuasaan pembeli lewat testimony si penjual. Perlu juga di check apakah palsu atau benarnya testimony tersebut.

- Ada wadah melaporkan kecurangan atau hal yang aneh dalam jual beli tersebut. II. Untuk Penjual

a. jika ada buyer yang mengatakan, “Saya minta cepat barang di antar hari ini dengan jumlah xxxx.. Tak jarang ini hanya untuk mendapatkan barang tanpa melakukan pembayaran.

b. Modus lainnya, “Saya udah transfer tolong kirim cepat” dan ternyata transferan tidak pernah dilakukan. Namun, cara ini cenderung bisa dihindari karena sebagian besar pemilik toko online sudah menggunakan SMS atau internet banking sehingga bisa melakukan pengecekan langsung.

c. Hindari transaksi Sabtu dan Minggu, karena pada hari tersebut mutasi rekening internet banking ikut libur.

d. Jika anda menerima pembayaran COD (Cash on Delivery), maka sebaiknya bawa teman untuk mengurangi tingkat penipuan (dihipnotis, di culik, diperas dll) dan lakukan di tempat yang ramai.

Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran Kemanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentrama, yang menganung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. Setiap korban penipuan online melapor ke polisi atau mengadu ke aplikasi Satgas e-Commerce yang akan diluncurkan Direktorat Tindak Pidana Siber. Satgas akan menyasar pelaku-pelaku bisnis online yang banyak melakukan penipuan. penyelidikan ke kejahatan penipuan berbasis siber, skimming, kejahatan ekonomi digital.

(6)

129

Kasus 1

Cybersquatting adalah mendaftar, menjual atau menggunakan nama domain dengan maksud mengambil keuntungan dari

merek dagang atau nama orang lain. Umumnya mengacu pada praktek membeli nama domain yang menggunakan nama-nama bisnis yang sudah ada atau nama-nama orang orang terkenal dengan maksud untuk menjual nama-nama untuk keuntungan bagi bisnis mereka . Contoh kasus cybersquatting, Carlos Slim, orang terkaya di dunia itu pun kurang sigap dalam mengelola brandingnya di internet, sampai domainnya diserobot orang lain. Beruntung kasusnya bisa digolongkan cybersquat sehingga domain carlosslim.com bisa diambil alih. Modusnya memperdagangkan popularitas perusahaan dan keyword Carlos Slim dengan cara menjual iklan Google kepada para pesaingnya. Penyelesaian kasus ini adalah dengan menggunakan prosedur Anticybersquatting Consumer Protection Act (ACPA), memberi hak untuk pemilik merek dagang untuk menuntut sebuah cybersquatter di pengadilan federal dan mentransfer nama domain kembali ke pemilik merek dagang.

Kasus 2

Polisi Metro Jaya melakukan penggerebekan dengan dugaan penipuan berbasis siber yang dilakukan WNA di tiga tempat di Indonesia, yakni Jakarta, Surabaya, dan Kuta. Dari penggerebekan itu, diketahui mayoritas pelaku berasal dari Cina. Petugas kepolisian membawa para tersangka saat rilis sindikat kejahatan //cyber fraud// (penipuan melalui media daring) di kawasan perumahan Graha Famili Blok N1, Surabaya, Jawa Timur. Tim Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Mabes Polri bekerja sama dengan Kepolisian Cina mengamankan 93 tersangka terdiri dari 81 warga negara asing (WNA) asal Cina dan 12 WNA dari Taiwan yang selanjutnya akan segera dideportasi ke negara masing-masing.

Kasus 3

Misalnya kerugian hanya Rp 100 sampai Rp 200 ribu, laporkan saja (ke kantor polisi) atau laporkan ke aplikasi. Kalau kerugian Rp 100 ribu tapi ternyata yang ditipu ribuan orang, kita terima laporan dengan nama terlapornya sama. Keamanan dalam negeri adalah keadaan yang ditandai dengan terjadinya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Kepentngan umum adlah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri.

Contoh 1. Korban penipuan online. Seperti Jamaludin

"Nama Rek Endang Safitrinomor Rek 330601010053535sudah Menitupu Saya Dari Online Bbm Dia Mengku Agen Karpet Karakter Dangan Menawarkan Harga Promosi 650rb Menjadi 350rb Nomor Hp Pelaku 082380555625 Setelah Transaksi Transfer Dan Saya Kirim Bukti Transfer Dia Langsung Hilang Dari Kontak Bbm Saya.. Dia Mengku Kerja Di Toko Karpet Daerah Rs. Fatmawati Jakarta"

(7)

130 Gambar 2. penipuan Berkedok MLM

Gambar 3. Trick Menjaring Korban Bisnis

Gambar. 3 di atas coba anda perhatikan trick penipuanya yang di untungkan adalah golongan atas jelas sudah mereka di bayar agar tambah investnya dan agar kerja keras untuk merkrut anggota baru, dan kita bisa lihat yang di rugikan adalah golongan orang yang notabenya adalah masyarakat yang tidak paham dan kurang dari segi pendidikan yang mudah di bodohi. Agar terhindar dengan MLM abal2 alias penipuan, MLM yang benar harus ada :

1. Perusahaan. cek surat izinnya dan harus ada SIUPL.

2. Mempunyai produk, baik jasa maupun produk fisik, tentunya produk yang bermanfaat. surat izin terkait, misal

BPOM, Halal MUI dll.

3. Marketing Plan, sistem bagi hasil yang jelas dan transparan.

4. Support sistem, sekolah bisnisnya.

(8)

131 Gambar 4. Toko Online Penipuan

Gambar. 4 di atas, adalah toko sepeda online penipuan. Sepedashoponline.tk adalah toko online PENIPUAN / TIDAK TERPERCAYA.

Setelah PoliceOnline.info (Polisi Bisnis Online Indonesia) melihat & menyelidiki sepedashoponline.tk kami menyatakan bahwa toko online ini 100% PENIPUAN. Sudah banyak yg jadi korban penipuan, selain pada toko online tersebut, pelaku juga melakukan penipuan lewat facebook & BBM. sepedashoponline.tk adalah Toko online sepeda penipu, penjual online

sepeda & perlengkapannya yg tidak dapat dipercaya.

Informasi Toko Online PENIPU:

Judul: Sepeda Shop Online

Alamat: - www.sepedashoponline.tk - www.sepedashop-online.blogspot.co.id - www.dunia-sepeda.tk HP / WA: 088242042991 082338408484 081343860505 082321888523 PIN BBM: 594D23D2 2869DC61 Facebook: www.facebook.com/muhammad.arfa.3511

No Rekening: 080601003307502 a.n RUDI WARDHANA (BRI)

9000002946573 a.n MUHAMMAD ARFA

Status: 100% Toko Online PENIPUAN (cek!)

Alasan Dinyatakannya PENIPUAN:

 Sudah banyak laporan PENIPUAN.

 Harga lebih murah dibandingkan toko lainnya, dipotong diskon & gratis ongkir pula.

 Gratis ongkir tidak masuk akal karna sepeda beratnya dari 7-30 kg, belum lg masuk hitungan volume.

 Gaya bahasa sangat mencurigakan.

 Foto-foto diambil dari google, tidak punya foto sendiri.

(9)

132

Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU ITE. Jadi, dari rumusan-rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378 KUHP tersebut dapat kita ketahui bahwa keduanya mengatur hal yang berbeda. Pasal 378 KUHP mengatur penipuan (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 378 KUHP lihat dalam bagian sebelumnya/Bab II C), sementara Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur mengenai berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Begitupun kedua tindak pidana tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Tapi, rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan adanya unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain” sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan. Pada akhirnya, dibutuhkan kejelian pihak penyidik kepolisian untuk menentukan kapan harus menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan harus menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Namun, pada praktiknya pihak kepolisian dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, polisi dapat menggunakan kedua pasal tersebut.

Pengertian tersebut sebagaimana yang dimuat atau dirumuskan dalam Pasal 378 KUHP:

"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun."

Dalam hal tindak pidana penipuan yang terdapat pada Pasal 378 KUHP mengandung unsur- unsur sebagai berikut : 1. Barangsiapa dengan maksud menguntungkan dirinya atau orang lain,

2. Melawan hukum,

3. Dengan memakai nama palsu atau martabat palsu atau dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan, 4. Menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang tertentu kepadanya.

Tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam Pasal 378 KUHP di atas, terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :

a. Unsur Subjektif : Dengan maksud (met het oogmerk) untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.

b. Unsur-unsur objektif : 1. Barang siapa

2. Menggerakkan orang lain Atau orang lain tersebut : a. menyerahkan sesuatu benda

b. mengadakan suatu perikatan utang c. meniadakan suatu piutang. 3. Dengan memakai

a. sebuah nama palsu b. suatu sifat palsu c. tipu muslihat

d. rangkaian kata-kata bohong.

Untuk dapat membuktikan seseorang melakukan penipuan hakim harus melakukan pemeriksaan yakni apakah benar terdakwa telah :

a. Terbukti memenuhi unsur kesengajaan (Opzet)

b. Terbukti memenuhi semua unsur tindak pidana penipuan. (B.1) Barang siapa

(10)

133

Kata ini menunjukkan orang jadi apabila ia memenuhi semua unsur tindak pidana pencurian yang diatur dalam pasal 378 KUHP, maka ia dapat disebut pelaku atau dader dari tindak pidana pencurian.

(B.2) menggerakkan orang lain (iemand bewegein)

Bewegein selain diartikan menggerakkan, sebagian ahli juga menggunakan istilah membujuk atau menggerakkan hati.

KUHP tidak memberikan keterangan jelas istilah bewegen tersebut. Menggerakkan disini didefinisikan sebagai perbuatan mempengaruhi atau menanamkan pengaruh pada orang lain, objeknya kehendak seseorang. Yang jelas dengan cara tidak benar karena kalau dengan cara benar bagaimana mungkin orang lain (korban) terpengaruh.

(B.3) Sarana-Sarana Penipuan (Oplichtingsmiddelen)

Sarana penipuan disini diantara salah satunya harus dipakai atau perbuatan tersebut dapat dikatakan penipuan. Seperti dengan menggunakan nama palsu yang bukan nama aslinya atau nama aslinya sendiri tapi belum diketahui masyarakat umum, adapula memakai sifat-sifat yang palsu, dengan tipu muslihat dan juga kata-kata bohong.

Terdapat perbedaan antara tipu muslihat dan rangkaian kebohongan, kalau tipu muslihat itu berupa membohongi tanpa kata-kata sedangkan rangkaian kebohongan itu dengan kata-kata bohong atau tidak benar, akan tetapi dalam praktek kedua cara ini dipergunakan bersama-sama dan secara gabungan.

Kejahatan penipuan ini tergolong dalam delicta commisionis, yang intinya melanggar larangan undang-undang pasal 378 tentang penipuan dan juga merupakan delik aduan sebagaimana dikemukakan oleh menteri kehakiman Belanda moderman yang memiliki dua alasan, asusila dan materiil selain itu juga dikatakan sebagai vermogens delicten yaitu delik-delik terhadap harta benda, yang disertai dengan bentuk penipuan-penipuan lain.

Unsur-unsur objektif dari tindak pidana penipuan secara rinci adalah sebagai berikut :

Perbuatan menggerakkan (Bewegen). Kata bewegen dapat juga diartikan dengan istilah membujuk atau menggerakkan hati. Dalam KUHP sendiri tidak memberikan keterangan apapun tentang istilah bewegen. Menggerakkan dapat didefinisikan sebagai perbuatan mempengaruhi atau menanamkan pengaruh pada orang lain, karena objek yang dipengaruhi yakni kehendak seseorang. Perbuatan menggerakkan juga merupakan perbuatan yang abstrak, dan akan terlihat bentuknya secara konkrit bila dihubungkan dengan cara melakukannya, dan cara melakukannya inilah sesungguhnya yang lebih berbentuk, yang bisa dilakukan dengan perbuatan-perbuatan yang benar dan dengan perbuatan yang tidak benar. Karena di dalam sebuah penipuan, menggerakkan diartikan dengan cara-cara yang di dalamnya mengandung ketidakbenaran, palsu dan bersifat membohongi atau menipu. Yang digerakkan adalah orang. Pada umumnya orang yang menyerahkan benda, orang yang memberi hutang dan orang yang menghapuskan piutang sebagai korban penipuan adalah orang yang digerakkan itu sendiri. Tetapi hal itu bukan merupakan keharusan, karena dalam rumusan Pasal 378 KUHP tidak sedikitpun menunjukkan bahwa orang yang menyerahkan benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang adalah harus orang yang digerakkan. Orang yang menyerahkan benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang bisa juga oleh selain yang digerakkan, asalkan orang lain atau pihak ketiga menyerahkan benda itu atas perintah atau kehendak orang yang digerakkan. Tujuan perbuatan. Tujuan perbuatan dalam sebuah penipuan dibagi menjadi 2 (dua) unsur, yakni:

a. Menyerahkan benda, dalam hal ini pengertian benda dalam penipuan memiliki arti yang sama dengan

benda dalam pencurian dan penggelapan, yakni sebagai benda yang berwujud dan bergerak. Pada

penipuan benda yang diserahkan dapat terjadi terhadap benda miliknya sendiri asalkan di dalam hal ini

terkandung maksud pelaku untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Pendapat ini didasarkan

pada ketentuan bahwa dalam penipuan menguntungkan diri tidak perlu menjadi kenyataan, karena dalam

hal ini hanya unsur maksudnya saja yang ditujukan untuk menambah kekayaan.

b. Memberi hutang dan menghapuskan piutang, dalam hal ini perkataan hutang tidak sama artinya dengan

hutang piutang, melainkan diartikan sebagai suatu perjanjian atau perikatan. Hoge Raad menyatakan

bahwa yang dimaksud dengan hutang adalah suatu perikatan, misalnya menyetor sejumlah uang

jaminan. Oleh karenanya memberi hutang tidak dapat diartikan sebagai memberi pinjaman uang belaka,

melainkan diberi pengertian yang lebih luas sebagai membuat suatu perikatan hukum yang membawa

akibat timbulnya kewajiban bagi orang lain untuk menyerahkan atau membayar sejumlah uang tertentu.

Demikian juga dengan istilah utang, dalam kalimat menghapuskan piutang mempunyai arti suatu

(11)

134

perikatan. Sedangkan menghapuskan piutang mempunyai pengertian yang lebih luas dari sekedar

membebaskan kewajiban dalam hal membayar hutang atau pinjaman uang belaka, karena

menghapuskan piutang diartikan sebagai menghapuskan segala macam perikatan hukum yang sudah

ada, di mana karenanya menghilangkan kewajiban hukum penipu untuk menyerahkan sejumlah uang

tertentu pada korban atau orang lain.

Terkait dengan upaya penipuan, ada beberapa unsur dari upaya penipuan, yakni :

a. Dengan menggunakan nama palsu (valsche naam), dalam hal ini terdapat 2 (dua) pengertian nama palsu,

antara lain :

Pertama, diartikan sebagai suatu nama bukan namanya sendiri melainkan nama orang lain (misalnya

menggunakan nama seorang teman).

Kedua, diartikan sebagai suatu nama yang tidak diketahui secara pasti pemiliknya atau tidak ada pemiliknya

(misalnya orang yang bernama A menggunakan nama samaran B). Nama B tidak ada pemiliknya atau tidak diketahui secara pasti ada tidaknya orang tersebut. Dalam hal ini kita harus berpegang pada nama yang dikenal oleh masyarakat luas. Misalkan A dikenal di masyarakat dengan nama C, maka A mengenalkan diri dengan nama C itu adalah menggunakan nama palsu. Kemudian bagaimana bila seseorang menggunakan nama orang lain yang sama dengan namanya sendiri, tetapi orang yang dimaksudkan itu berbeda. Misalnya seorang supir bernama A mengenalkan diri sebagai seorang pegawai bank yang juga bernama A, si A yang terakhir benar-benar ada dan diketahuinya sebagai seorang pegawai bank. Di sini tidak menggunakan nama palsu, akan tetapi menggunakan martabat atau kedudukan palsu.

b. Menggunakan martabat atau kedudukan palsu (valsche hoedanigheid), dalam hal ini terdapat beberapa

istilah yang sering digunakan sebagai terjemahan dari perkataan valsche hoedanigheid yakni, keadaan

palsu, martabat palsu, sifat palsu, dan kedudukan palsu. Adapun yang dimaksud dengan kedudukan

palsu itu adalah suatu kedudukan yang disebut atau digunakan seseorang, kedudukan mana

menciptakan atau memiliki hak-hak tertentu, padahal sesungguhnya ia tidak mempunyai hak tertentu itu.

Jadi kedudukan palsu ini jauh lebih luas pengertiannya daripada sekedar mengaku mempunyai suatu

jabatan tertentu, seperti dosen, jaksa, kepala, notaris, dan lain sebagainya. Sudah cukup ada kedudukan

palsu misalnya seseorang mengaku seorang pewaris, yang dengan demikian menerima bagian tertentu

dari boedel waris, atau sebagai seorang wali, ayah atau ibu, kuasa, dan lain sebagainya. Hoge Raad

dalam suatu arrest-nya (27-3-1893) menyatakan bahwa perbuatan menggunakan kedudukan palsu

adalah bersikap secara menipu terhadap orang ketiga, misalnya sebagai seorang kuasa, seorang agen,

seorang wali, seorang kurator ataupun yang dimaksud untuk memperoleh kepercayaan sebagai seorang

pedagang atau seorang pejabat.

c. Menggunakan tipu muslihat (listige kunstgreoen) dan rangkaian kebohongan (zamenweefsel van

verdichtsels), dalam hal ini kedua cara menggerakkan orang lain ini sama-sama bersifat menipu atau

isinya tidak benar atau palsu, namun dapat menimbulkan kepercayaan atau kesan bagi orang lain bahwa

semua itu seolah-olah benar adanya. Namun terdapat perbedaan, yakni pada tipu muslihat berupa

perbuatan, sedangkan pada rangkaian kebohongan berupa ucapan atau perkataan. Tipu muslihat

diartikan sebagai suatu perbuatan yang sedemikian rupa dan yang menimbulkan kesan atau kepercayaan

tentang kebenaran perbuatan itu, yang sesungguhnya tidak benar. Karenanya orang bisa menjadi

percaya dan tertarik atau tergerak hatinya. Tergerak hati orang lain itulah yang sebenarnya dituju oleh si

penipu, karena dengan tergerak hatinya atau terpengaruh kehendaknya itu adalah berupa sarana agar si

korban berbuat menyerahkan benda yang dimaksud.

Bisnis secara online memang mempermudah para pelaku penipuan dalam melakukan aksinya, karena mereka tidak bertemu secara langsung dengan pembelinya. Paling banyak ditemui dalam kasus penipuan ini adalah penipuan dengan

(12)

135

menggunakan akun facebook. Penipuan dengan modus penjualan handphone dan elektronik via online marak di FB akhir akhir ini, dengan mengaku barang BM (Black Market) dari Batam serta harga yang jauh lebih murah dari harga pasaran membuat banyak orang tertarik untuk memesan barang yang ditawarkan, rasanya media harus segera memblow-up kasus ini sehingga masyarakat lebih banyak yang mengetahui bahwa ada penipuan berkedok penjualan handhone dan elektronik di FB dan untuk lebih berhati hati dalam bertransaksi online lebih lebih jika harga yang ditawarkan mencurigakan.

Meski penipuan jual beli online sudah sebagian terkuak, namun penindakan oknum terhadap tindakan tersebut banyak yang belum sampai ke ranah hukum. Ini disebabkan para korban penipuan online enggan melaporkan kepada penegak hukum, sedangkan pasal penipuan merupakan delik aduan. Kebanyakan mereka malu menjadi korban, dan saat melapor tidak disertai dengan bukti yang kuat. Penegakan hukum yang berupa penangkapan, pemprosesan dan tuntutan hukum terhadap pelaku kejahatan, sehingga memberi efek jera sebagaimana dimaksud di atas merupakan ranah hukum pidana. Namun hukum pidana tidak sampai pada ranah pembahasan lebih jauh mengenai sebab-sebab pelaku melakukan kejahatan, padahal alasan atau sebab terjadinya kejahatan merupakan suatu kajian penting yang memiliki peran tersendiri dalam rangka penegakan hukum. Oleh karena itu Kriminologi hadir untuk berperan dalam melengkapi hukum pidana terkait dengan proses atau upaya penegakan hukum.

1. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Penipuan Bisnis Online dilakukan sesuai aturan hukum pidana yaitu KUHP karena dalam unsur penipuan dikenakan Pasal 378 KUHP dimana penegak hukumnya dimulai beberapa tahapan. Pasal 378 KUHP untuk ancaman pidananya terlalu ringan maka aparat kepolisian menggunakan pasal 28 ayat 1 dan Pasal 45 ayat 2 UU NO 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sudah mampu menjerat pelaku. Meskipun pasal 28 ayat 1 tidak mengatur khsuus tindak pidana penipuan bisnis online namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik maka dikenakan dengan pasal tersebut.

2. Faktor-Faktor Penghambat Dalam Penegakan Hukum Pidana Terahadap Tindak Pidana Penipuan Bisnis Online, dalam hal ini undang-undang yang ancaman pidananya terlalu ringan dan tidak menimbulkan efek jera sehingga banyak oknum-oknum yang ingin memanfaatka keadaan yang ada tanpa memikirkan yang lain sementara faktor enegak hukum adalah kurangnya anggota atau tim penyiidk yang berkompeten menangani kasus tersebut sehingga proses penyidikan sedikit terkendala.

3. Upaya Penanggulangan Terjadinya Tindak Pidana Penipuan Bisnis Online

Penyelidikan oleh pihak kepolisian, Melakukan penindakan terhadap pelaku kejahatan; dan Melakukan penyidikan terhadap tersangka dan membuat laporan hasil berkas perkara.

SARAN

1. Dibutuhkan kejelian penegak hukum untuk menentukan kapan harus menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan harus menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Namun, pada praktiknya pihak penegak hukum

dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana

penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE.

2. Seharusnya pembeli harus jeli membeli barang dagangan online dan sanksi pidana dikenakan pada uu ite atau kuhp. 3. Seharusnya pemerintah aktif mensosialisasikan lewat Bank Indonesia tentang seluk beluk dan bahaya bisnis berkedok

online. Supaya masyarakat tahu modus penipuan berkedok bisnis online dan tidak menimbulkan banyak korban.

DAFTAR PUSTAKA Buku :

Adolf, Huala, 2007, Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional, PT Refika Aditama, Bandung. Alam, A.S., Amir Ilyas 2010. Pengantar Kriminologi, Makassar: Pustaka Refleksi Books. Anwar, Moch., Hukum Pidana bagian khusus (KUHP buku II), (Alumni, Bandung1980).

(13)

136

Atmasasmita, H. Romli, 2007, Teori dan Kapita Selekta KRIMINOLOGI, Refika Aditama, Bandung. ………1983, Bunga Rampai Hukum Acara Pidana, Cet.-1, Binacipta, Bandung.

Aji Sutrisno, Rio, 2011, Penipuan melalui bisnis online dalam kajian hukum RI, skripsi Fisipol Universitas Indonesia, Depok. Bainbridge, David I., 1993, Komputer dan Hukum (cetakan pertama), Sinar Grafiks, Jakarta.

Barkatullah, Abdul Halim, Teguh Prasetyo, 2005, Bisnis E-Commerce Studi Sistem Keamanan dan Hukum di Indonesia, Yogja: Pustaka Pelajar.

Chazawi, Adami, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Bandung: PT. Alumni. ……….. 2001, Kejahatan Terhadap Pemalsuan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Dikdik M. Arif Mansur & Elisatris Gultom, 2005, Cyber Law (Aspek Hukum Teknologi Informasi), Bandung: Refrika Aditama. Dikoro, Wirjono Prodjo, 2002, Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Rafika Aditama, Bandung.

Edmon Makarim, 2005, Pengantar Hukum Telematika, Rajagrafindo, Jakarta. ………..,, 2003, Kompilasi Hukum Telematika, Rajagrafindo Persada, Jakarta. Hamzah, Andi, 2001, Hukum Acara Pidana Indonesia, Cet. 1, Jakarta: Sinar Grafika. ………., 1996, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sapta Arta Jaya, Jakarta.

……… ..1996, Hukum Pidana yang berkaitan dengan komputer (edisi kedua), Sinar Grafika, Jakarta.

Harahap, M. Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding,

Kasasi, dan Peninjauan Kembali,ed. 2, cet.3, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002).

………, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta, 2000. Krisnawati, et all, 2006, Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, Pena Pundi Aksara, Jakarta. Moeljatno, 1980, Asas-asas Hukum Pidana, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. …………, 1986. Kriminologi. Jakarta: Bina Aksara.

Nawawi, Arief Barda, 2005, Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Perspektif Perbandingan, Citra Aditya Bakti, Bandung. Prakoso. 1987. Hak Asasi Tersangka dan Peranan Psikologi Dalam Konteks KUHP. Jakarta: Bina Aksara.

Prakoso, Djoko, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di dalam Proses Pidana, ed.1, cet.1, (Yogyakarta: Liberty, 1998). Prinst, Darwan, 2002, Hukum Acara Pidana dalam Praktek, cet. 3, Jakarta: Djambatan.

Normies, Adam, 1992, Kamus Bahasa Indonesia, Surabaya: Karya Ilmu. Saherodji, Hari. 1980. Pokok-pokok Kriminologi, Jakarta : Aksara Baru.

(14)

137

Santoso, Topo Santoso, Eva Achjani Zulfa, 2001, Kriminologi, PT Raja Grafindo Persada.

Sasangka, Hari, Lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, (Bandung: Mandar Maju,. 2003). Simanjuntak, Usman, 1994, Teknik Penuntutan dan Upaya Hukum, Bina Cipta, Jakarta.

Saleh, Wantjik, Tindak Pidana Korupsi dan Suap, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983. Subekti, Tjitrosoedibio, 1973, Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita.

Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto.

Soehandi, S.A., 2006, Kamus Populer Kepolisian, Semarang: Koperasi Wira Raharja. Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta.

Susanto, Aris, “Kajian Kriminologi tentang Kejahatan Massa yang dilakukan di Surakarta”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009.

Waluyo, Bambang, Sistem Pembuktian dalam Peradilan Indonesia, Cet.1, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992).

Yansyah, Septa Yopi, 2011, “Kegunaan Kriminologi dalam Penegakan Hukum Pidana”, skripsi, Universitas Lampung.

Artikel Dari Internet :

Bowono, Adi Condro, “Pasal untuk menjerta Pelaku Penipuan”, sebagaimana dimuat dalam situs berikut : http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f0db1bf87ed3/pasal-untuk-menjerat-pelaku-penipuan-dalam-jual-beli-online “Hubungan Kriminologi” sebagaimana dimuat dalam situs: http://ml.scribd.com/doc/66891322/Hubungan-Kriminologi http://lawofpardomuan.blogspot.com/2011/12/hubungan-antara-viktimologi-dengan.html

http://www.legalitas–org/incl–php/buka.php.

Lisa, “Tindak Pidana Penipuan”, sebagaimana dimuat dalam situs: http://makalah-hukum-pidana.blogspot.com/2011/04/tindak-pidana-penipuan.html, 15 April 2011

Lutfi, “Penipuan melalui Bisnis Online”http://lutfi92.wordpress.com/2012/03/26/penipuan-melalui-bisnis-online/

Manage Qolbu, Tindak Pidana terhadap Penipuan”, sebagaimana dimuat dalam situs: http://wwwqolbu27.blogspot.com/2010/06/tindak-pidana-terhadap-penipuan-dan.html

Maraknya Penipuan di Dunia Maya”, sebagaimana dimuat dalam situs:

http://teknologi.kompasiana.com/internet/2012/02/22/maraknya-penipuan-di-dunia-maya-penipuan-bisnis-online/

“Penipuan Jual Beli Online”, sebagaimana dimuat dalam situs berikut ini: http://beritainfoterbaru.blogspot.com/2011/12/penipuan-jual-beli-online-semakin.html. Lihat juga dalam situs http://bacaonlines.blogspot.com/2011/05/karya-tulis-hukum-penipuan-melalui.html

“Pengertian Tindak Pidana” sebagaimana yang dimuat dalam situs: http://www.forumkami.net/pendidikan/214589-pengertian-tindak-pidana.html#ixzz22XdPekh9

Tips Terhindar Penipuan Jual Beli Online”, sebagaimana dimuat dalam http://www.berita-ane.com/2011/02/tips-terhindar-penipuan-jual-beli.html

(15)

138

“Unsur Objektif Penipuan”, http://www.tanyahukum.com/pidana/171/unsur-objektif-penipuan/

Wisnu, “Kriminologi”, sebagaimana dimuat dalam situs berikut: wisnu.blog.uns.ac.id/2009/07/28/kriminologi

Wisnubroto, Ali, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Komputer, Universitas Widyatam.

Peraturan Perundang – Undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Gambar

Gambar 1. Penipuan Berkedok Marketing Plan
Gambar 3. Trick Menjaring Korban Bisnis

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan (1) Sanksi terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan dengan pemberatan yang diatur dalam pasal 339 Kitab Undang-undang Hukum

Pelaku tindak pidana korupsi secara ideal seharusnya dipidana secara maksimal sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Bagaimana Penerapan Pidana dan Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pengedaran Uang Palsu,

Secara umum penipuan itu telah diatur sebagai tindak pidana oleh pasal 378 KUHP yang berbunyi: “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan dirinya diri sendiri

Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan dengan menggunakan identitas palsu sebagai polisi dilakukan dengan terpenuhi syarat-syarat dalam

Penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari hukum pidana positif Indonesia diatur dalam Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 1 Undang-Undang

Informan dalam penelitian ini berjumlah 6 (enam) orang yang terdiri dari petugas yang terlibat dalam manajemen pengelolaan limbah medis padat infeksius di Rumah

Adapun undang-undang yang mengatur sanksi pidana tambahan tindak pidana korupsi diatur pada pasal 18 ayat 1 huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang