• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tipologi Tata Kelola Penegakan Sanksi Pelanggaran Peraturan Daerah Di Kabupaten Tabanan dalam perspektif Governance.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tipologi Tata Kelola Penegakan Sanksi Pelanggaran Peraturan Daerah Di Kabupaten Tabanan dalam perspektif Governance."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Kode/Nama Bidang Ilmu : 591/Ilmu Politik

LAPORAN AKHIR

HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA

TIPOLOGI TATA KELOLA PENEGAKAN SANKSI

PELANGGARAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN TABANAN

DALAM PERSPEKTIF GOVERNANCE

Tahun ke Satu dari Rencana Satu Tahun

Surat Perjanjian Penugasan dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian PNBP Tahun Anggaran 2015 Nomor : 246-33/UN14.2/PNL.01.03.00/2015 Tanggal 21 April 2015.

KETUA DAN ANGGOTA TIM

Tedi Erviantono, S.IP, M.Si / NIDN. 0002057608

Ni Nyoman Dewi Pascarani, S.S, M.Si / NIDN. 0010108207

I Dewa Ayu Sugiarica Joni, S.Sos, M.A / NIDN. 0017018502

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

RINGKASAN

Penelitian ini memetakan model pengelolaan penegakan sanksi peraturan daerah yang dilaksanakan oleh aparatur Satuan Polisi Pamong Praja di Kabupaten Tabanan. Selama ini, kondisi penegakan sanksi atas pelanggaran peraturan daerah cenderung tebang pilih dan meniadakan aspek good governance. Temuan beberapa penelitian menunjukkan aspek penegakan peraturan daerah oleh pemangku kepentingan birokrasi cenderung bias dan memiliki indeks di bawah rata-rata nasional 3,41%. Perolehan indeks ini dikontribusikan dari rendahnya kualitas penegakan peraturan daerah secara nasional yang selama ini jauh dari pertimbangan prinsip tata kelola (governance) terutama keadilan dan efisiensi. Pemasalahan inilah yang akan dieksplorasi dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang mengklasfifikasikan tindak penertiban aparat Satuan Polisi Pamong Praja atas pelanggaran peraturan daerah di Kabupaten Tabanan berdasarkan tinjauan parameter governance. Hasil temuan penelitian mengungkapkan bahwa intensitas pelanggaran penegakan Peraturan Daerah di Kabupaten Tabanan yang tertinggi adalah jenis pelanggaran penyelenggaran administrasi kependudukan, yaitu kepemilikan kartu identitas musiman (KIPEM), disusul pelanggaran perjinan usaha. Pada proses pengelolaan pelanggaran ini Badan Kesatuan Polisi Pamongpraja Kabupaten Tabanan menerapkan prinsip governance, khususnya aspek keadilan, akuntabilitas dan transparansi. Pada aspek keadilan tercermin pada penerapan mekanisme penegakan Perda melalui tahapan yang diberlakukan sama atas semua jenis pelanggaran. Aspek akuntabilitas teraktualisasi melalui penanganan pelanggaran Peraturan Daerah secara lintas sektor serta monitoring periodik dengan kepala desa. Pelaksanaan aspek transparansi teraktualisasi pada tindakan pelaporan pertanggungjawaban disertai dokumentasi foto penindakan yang dapat diakses publik.

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Hakikat pembuatan peraturan adalah untuk menciptakan keteraturan atau tertib sosial

di masyarakat. Begitu pula dengan ide dasar peraturan di level daerah yang disebut sebagai

Peraturan Daerah. Peraturan Daerah merupakan muara fungsi legislasi yang dihasilkan

political office, dalam hal ini eksekutif dan legislatif daerah level Pemerintah Provinsi

maupun Pemerintah Kabupaten / Kota.

Setelah Rancangan Peraturan Daerah ditetapkan DPRD bersama Kepala Daerah

menjadi Peraturan Daerah maka implementasinya diberlakukan sesuai obyek regulasi

bersangkutan. Hanya saja, sebagai konsekuensi produk hukum, saat peraturan daerah

diimplementasikan tentu diikuti potensi terjadinya pelanggaran. Mengenai kondisi ini, Zuhro

(2013) mencatat sekitar 5054 produk legislasi berupa Perda sepanjang tahun 2009-2012, 930

diantaranya kontra produktif. Tidak hanya memberikan banyak ruang sanksi akibat pasal

sarat yang beragam interpretasi (multitafsir), melainkan berpotensi pula merusak iklim

investasi di daerah, menyertakan deskriminasi kelompok minoritas berbasis gender maupun

agama termasuk Perda yang berujung pembatalan oleh Pemerintah Pusat. Pada konteks ini

upaya penegakan Perda yang dihasilkan Pemerintah Daerah cenderung abai atau justru

tebang pilih dalam pengenaan sanksinya.

Konsekuensi digulirkannya otonomi daerah memang membawa keleluasaan bagi

Pemerintah Daerah dalam menyusun Peraturan Daerah. Kompas (16 Maret 2014) mencatat

kurun 2001 hingga 2013 saja Pemerintah Daerah di level Provinsi maupun Kabupaten/Kota

telah mampu menyusun 10.285 Perda. Peningkatan secara kuantitatif ini merupakan

konsekuensi pergeseran pendulum kekuasaan sentralistik ke arah sistem desentralistik. Meski

seringkali tidak selalu inheren dengan kebutuhan masyarakat dan lebih banyak

merpresentasikan kepentingan politis, kenaikan kuantitif ini memperlihatkan penyusunan

produk legislasi daerah, -- dalam hal ini Peraturan Daerah--, telah menjadi ukuran efektif

tidaknya kinerja Pemerintah Daerah.

Hakikat digulirkannya kebijakan desentralisasi oleh Pemerintah Pusat adalah agar

terdapatnya ruang bagi para pemangku kepentingan di tingkat daerah untuk berpartisipasi

pada proses pembuatan kebijakan maupun pengawasan atas pelanggarannya secara intensif.

Hanya saja harapan ini tidak senantiasa inheren terwujud dengan realitas tingkat keberhasilan

(4)

kelola pemerintah maupun kapasitas para pemangku kepentingan di setiap daerah. Kajian

Indeks Governance Indonesia (IGI) Tahun 2014 menghasilan temuan aspek penegakan

peraturan daerah oleh pemangku kepentingan birokrasi cenderung bias. Temuan IGI (2014)

ini menggarisbawahi aspek penegakan peraturan daerah memperoleh indeks di bawah

rata-rata nasional 3,41%. Perolehan indeks ini dikontribusikan dari rendahnya kualitas penegakan

peraturan daerah secara nasional yang selama ini masih jauh dari pertimbangan prinsip tata

kelola (governance) terutama aspek keadilan dan efisiensi.

Penegakan implementasi peraturan daerah masih disandarkan pada pengenaan sanksi

atas ragam asumsi yang cenderung multitafsir atas pasal yang ada pada Peraturan Daerah

bersangkutan. Satuan Kerja Perangkat Daerah pada perangkat birokrasi yang menjalankan

tugas pokok dan fungsi penegakan Peraturan Daerah adalah Satuan Polisi Pamong Praja

(Satpol-PP). Satpol PP pada salah satu bidang tugas utamanya melakukan penertiban Perda

bersifat represif non yustisial sehingga pada level organisasi, upaya tugas penegakan Perda

dari perangkat daerah ini bisa dikaji mengenai mekanisme penertiban dan pengaduan publik

atas sanksi implementasi peraturan daerah tertentu. Studi Zuhro (2013) dan IGI (2014)

menegaskan bahwa efektifitas penegakan perda bisa dikaji melalui identifikasi atas

pelembagaan pengaduan masyarakat serta laporan kegiatan razia dan penertiban atas

Peraturan Daerah tertentu oleh organisasi perangkat daerah pada Pemerintah Daerah

bersangkutan.

Hasil yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah menguji kualitas Peraturan

Daerah yang dikaji melalui tipologi pengelolaan sanksi yang dilaksanakan oleh Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol-PP). Derajat kepatuhan obyek atas Peraturan Daerah akan bisa

tercermin dari intensitas atau volume pelanggaran yang terjadi sekaligus model pengelolaan

yang dilaksanakan oleh aparatur terkait, dalam hal ini Satuan Polisi Pamong Praja.

Tinjauan analisa model pengelolaan disandarkan pada konsep governance mengingat

terkait dua aspek penting di dalamnya, terutama aspek keadilan dan transparansi. Studi

Indeks Governance Indonesia (2014) mencatat kurun tahun 2012-2014 sekitar 46% upaya

penegakan perda di Indonesia abai terhadap prinsip keadilan dan transparansi. Mengingat

dalam menjalankan tugasnya Satuan Polisi Pamong Praja cenderung bersifat represif non

yustisial maka kondisi ini memicu terjadinya potensi tindak negatif aparatur birokrasi yang

kontraproduktif bagi berlangsungnya iklim good governance. Hal ini terlebih apabila pada

upaya penegakannya tindakan Satpol PP tanpa disertai dengan Standar Operasional

Procedure (SOP), sosialisasi termasuk perimbangan perangkat birokrasi penegakan Perda

(5)

Alasan pemilihan penelitian pada penegakan Peraturan Daerah di level pemerintah

kabupaten mengingat jenis produk legislasinya lebih beragam di bandingkan pemerintah

provinsi. Hal ini tentunya berangkat dari konsekuensi berjalannya otonomi daerah yang

diletakkan pada wilayah kabupaten/kota. Sedangkan, pilihan lokasi penelitian di Kabupaten

Tabanan dilatarbelakangi alasan kabupaten ini memiliki peraturan daerah yang beragam

termasuk kadar kepatuhan (penyikapan) subyek Perda bersangkutan, seperti Rencana Tata

Ruang Wilayah, Retribusi Ijin Trayek, Pajak Restoran, Ketertiban Umum, atau Kawasan

Tanpa Rokok sehingga tentu memiliki kadar pemahaman berbeda pada obyek peraturan

daerah yang dihasilkannya. Selain itu, kabupaten ini memiliki nilai baik untuk evaluasi

kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah (EKPPD) dalam urusan wajib dan urusan pilihan

yang diterbitkan Kementerian Dalam Negeri diantara Kabupaten/Kota yang ada di provinsi

Bali, dimana salah satu indikatornya adalah efektifitas kepemimpinan daerah (Kepala Daerah

dan DPRD). Berdasarkan atas pertimbangan inilah tentu menarik mengkaji komitmen

penegakan peraturan daerah di Kabupaten Tabanan sehingga akan dihasilkan tipologi atau

model pengelolaannya ditinjau dari perspektif governance.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah tipologi tata kelola penegakan sanksi pelanggaran peraturan daerah

yang dilaksanakan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Tabanan dalam perpektif

governance?

2. Dukungan dan hambatan umum apa sajakah yang mempengaruhi tata kelola

penegakan sanksi pelanggaran Peraturan Daerah di Kabupaten Tabanan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tipologi tata kelola penegakan sanksi pelanggaran peraturan daerah di

Kabupaten Tabanan Tahun 2012-2014;

2. Untuk mengetahui bentuk dukungan dan hambatan aparatur birokrasi Satuan Polisi

Pamong Praja Kabupaten Tabanan dalam upaya penegakan sanksi pelanggaran peraturan

daerah ditinjau dari perspektif governance.

D. Manfaat Penelitian

(6)

1. Hasil penelitian ini diharapkan menambah khasanah pengetahuan baru di bidang

politik, khususnya memberikan kontribusi pada mata kuliah yang diajarkan di

Program Studi Ilmu Politik FISIP Universitas Udayana, yaitu Teori dan Konsep

Governance, Proses Legislasi dan Keterwakilan Politik serta mata kuliah

Desentralisasi dan Otonomi Daerah (Mata Kuliah Wajib Program Studi Ilmu Politik

Semester VI dan IV);

2. Hasil penelitian ini sekaligus dijadikan studi pendukung pengembangan

Laboratorium Program Studi Ilmu Politik yang salah satu visinya diproyeksikan bagi

pengembangan studi kebijakan, legislasi dan governance di Provinsi Bali.

b. Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan rekomendasi bagi Pemerintah Daerah

terkait permodelan / tipologi penegakan sanksi pelanggaran peraturan daerah di level

kabupaten/kota ditinjau dari perspektif governance;

2. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Tabanan terkait tingkat

hambatan dan dorongan dalam tugas penegakan sanksi pelanggaran peraturan daerah

yang dijalankan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Tabanan ditinjau dari

perspektif governance.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian terkait penegakan sanksi peraturan daerah masih terbatas. Kajian ilmiah

mengenai tema ini kebanyakan sebatas bidang kajian administrasi dan hukum. Konteks

kajiannya hanya seputar tugas pokok dan fungsi organisasional aparatur penegak peraturan

daerah sampai kajian substansi atas pasal-pasal yang memuat sanksi atas peraturan daerah itu

sendiri. Tercatat penelitian Andika (2012) dari Prodi Administrasi Negara Universitas

Lampung dengan judul Profesionalitas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) dalam

Penegakan Produk Hukum Daerah (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung). Pada kajiannya

(7)

mengaitkan relasi antar arena dalam governance. Pada penelitian ini, Andika menjelaskan

kinerja Sapol PP dalam penegakan peraturan daerah dipengaruhi visi misi dan tujuan

organisasi.

Penelitian senada dilakukan pula Hasibuan (2013) dari Prodi Ilmu Hukum

Universitas Muslim Nusantara dengan judul Peranan Satpol PP dalam Penegakan Peraturan

Daerah di Kota Medan. Pada kajiannya ini, Arwin menegaskan tentang kedudukan,

pelaksanaan dan faktor penghambat penegakan peraturan daerah. Kedudukan Satuan Polisi

Pamong Praja Kota Medan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui

Sekretariat Daerah. Pelaksanaan penegakan peraturan daerah yang dilakukan Satpol PP

dilakukan dengan cara melakukan kegiatan operasi teknis lapangan serta penyuluhan

masyarakat. Sedangkan hambatannya banyak bersumber pada sisi kelembagaan, sumber

daya manusia, jaringan kerja, serta lingkungan.

Kedua penelitian diatas pendekatannya masih sebatas kajian fungsi organisasional

dan tidak menggambarkan pola relasi dan interaksi sosial politik dalam usaha penegakan

peraturan daerah. Untuk itulah, penelitian ini bersifat baru karena akan lebih mengkaji relasi

interaksi politis penegakan peraturan daerah khususnya dalam aspek tata kelola

(governance). Kebaruan penelitian ini melengkapi dua penelitian sebelumnya, yaitu Zuhro

(2013) dan IGI (2014). Studi Zuhro hanya mendasarkan pada kompilasi perda yang

dihimpun secara nasional oleh Kemendagri tanpa disertai tinjauan lapangan. Sedangkan

penelitian IGI, studinya lebih difokuskan pada pengelolaan penegakan pelanggaran sanksi

Peraturan Daerah di level pemerintah provinsi dimana selain upaya penegakannya tidak

menampilkan interaksi langsung dengan arena governance lainnya, kajiannya juga masih

sebatas wilayah provinsi di luar Bali.

Mengingat kajian penelitian tentang tata kelola penegakan peraturan daerah dari

dimensi politik masih jarang dilakukan, maka penulis menyandarkan kerangka teori maupun

konsep berasal dari studi Rhodes (1996) dan Finer (1970) mengenai governance. Mereka

menekankan aspek politik pada konteks governance lebih mengarah pada pola kekuasaan

yang melaksanakan tata pengaturan baru dalam memerintah. Terdapat otoritas tugas yang

diberikan pada orang-orang tertentu untuk menjalankan perintah. Pada saat menjalankan

perintah inilah pihak yang diberikan otoritas ini menggunakan cara, metode serta sistem

tertentu.

Stoker (1998:24) meletakkan governance dalam kajian teori ilmu politik, dimana tata

kelola governance merujuk pada seperangkat institusi dan aktor yang berasal dari dalam

(8)

terdapat tiga domain utama dalam governance antara lain arena negara (state), swasta

(private sector), dan masyarakat sipil (civil society). Negara pada konteks ini memiliki tugas

penting sebagai political office yang eksistensinya lahir dari pilihan rakyat sekaligus

pengemban amanat rakyat. Arena ini ditempatkan oleh rakyat untuk menjalankan fungsi

pemerintahan di Kabupaten/Kota. Secara spesifik, fungsi fundamentalnya antara lain

pembuat kerangka kebijakan yang menjawab kepentingan publik, penganggaran

kepemimpinan dan pengawasan pembangunan. Di kabupaten/kota arena ini mencakup

eksekutif yang merujuk pada Bupati atau Walikota beserta wakilnya yang memiliki otoritas

selevel dengan badan legislatif (DPRD) dalam membuat kerangka kebijakan serta

penganggaran di tingkat kabupaten/kota. Bedanya, Bupati/Walikota sebagai pemegang

kewenangan eksekutif ditunjukkan oleh kepemimpinanannya di daerah tersebut.

Sedangkan DPRD memiliki hak-hak eksekutif untuk mengawasi proses

pembangunan yang dijalankan oleh eksekutif dan birokrasi. Masih pada arena ini terdapat

pula birokrasi yang merupakan pelaksana kebijakan yang memiliki peran melayani maupun

sebagai jembatan antara pejabat politik dengan masyarakat. Birokrasi mencakup secretariat

daerah dan kantor dinas-dinas (SKPD) di tingkat kabupaten/kota. Fungsi yang memiliki

tipologi atau permodelan governance adalah pelayanan publik, fungsi sebagai pengumpul

pendapatan daerah (revenue collection), fungsi pengaturan ekonomi daerah dan fungsi

penegakan daerah.

Arena masyarakat sipil terdiri dari organisasi, asosiasi, yayasan, forum (formal dan

informal), serikat buruh, asosiasi professional dan lembaga pendidikanmaupun riset yang

bersifat non pemerintah dan non profit. Fungsi utama masyarakat sipil adalah advokasi

kebijakan publik dan fungsi pemberdayaan sebagai fungsi yang paling penting. Masyarakat

ekonomi mencakup entitas bisnis dan asosiasi yang bertujuan mencari keuntungan (profit).

Fungsi utama yang diukur adalah kemampuan mereka dalam melindungi kepentingan bisnis

dan memberdayakan ekonomi lokal melaluai kegiatan ekonomi dan produksi mereka.

(9)

- Pemberdayaan Masyarakat Masyarakat Ekonomi - Perlindungan Kepentingan

Bisnis

- Pemberdayaan Ekonomi Lokal Sumber : UNDP (1997)

Studi IGI (2014) menegaskan tata kelola pemerintahan merupakan proses formulasi,

pelaksanaan dan penegakan kebijakan maupun peraturan, termasuk prioritas pembangunan

melalui interaksi antara eksekutif, legislatif dan birokrasi dengan partisipasi masyarakat

masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi (bisnis). Berggruen dan Gardels (2013) menegaskan

tata kelola lebih merujuk pada kebiasaan budaya, institusi politik dan sistem ekonomi

masyarakat yang bisa berjalan selaras terutama dalam menciptakan kehidupan masyarakat yang

diinginkan. Tata kelola yang baik adalah ketika struktur-struktur ini bertautan secara seimbang

sehingga mampu memproduksi hasil-hasil efektif dan berlanjut pada bingkai kepentingan yang

sama.

Berangkat dari kondisi ini, maka setiap arena tata kelola pemerintahan dapat diukur

berdasarkan sejauh mana fungsi-fungsi utama dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola

pemerintahan yang baik. Beberapa prinsip ini mengacu definisi prinsip yang ditegaskan UNDP

(1996) antara lain :

1. Partisipasi (participation), merupakan tingkat keterlibatan para pemangku kepentingan

(stakeholders) dalam proses pembuatan kebijakan dalam setiap arena dan sub arena;

2. Keadilan (fairness), kondisi dimana kebijakan dan program diberlakukan secara adil kepada

seluruh siapapun (tanpa diskriminatif ) terhadap status, ras, agama maupun jenis kelamin.

3. Akuntabilitas (accountability), kondisi dimana pejabat, lembaga dan organisasi publik di

setiap arena bertanggungjawab atas tindakannya serta responsif terhadap publik

4. Transparansi (transparency), kondisi dimana keputusan yang diambil oleh pejabat publik,

lembaga non pemerintah serta lembaga bisnis di setiap arena dan sub arena terbuka kepada

publik untuk member masukan, memonitor dan mengavulasi serta kondisi dimana informasi

publik tersebut tersedia maupun dapat diakses oleh publik’

5. Efisiensi (efficiency), kondisi dimana kebijakan dan program yang dijalankan telah

menggunakan sumberdaya manusia, keuangan dan waktu secara optimal

6. Efektifitas (effectiveness), kondidi dimana tujuan kebijakan dan hasil program telah dicapai

sesuai dengan tujuan yang diharapkan yaitu merujuk pada mandate konstitusi rakyat cerdas,

(10)

Pada penelitian ini, tentunya domain atau arena yang menjadi kajian adalah Negara

(state) yang mengarah pada peran birokrasi dalam penegakan peraturan daerah sesuai prinsip

keadilan (fairness) dan efisiensi (efficiency). Kajian awal IGI (2014) dan Zuhro (2013) yang

berbasis tata kelola (governance) dalam lembaga birokrasi menyatakan bahwa penelitian ini

akan lebih tepat apabila diarahkan pada pencarian permodelan (tipologi). Tipologi ini diarahkan

pada kasus-kasus penegakan peraturan daerah yang terukur melalui parameter pada prinsip

keadilan dan efisiensi.

Pada prinsip keadilan parameternya antara lain adalah pelembagaan pelayanan

pengaduan masyarakat di KantorSatpol PP, akses terhadap laporan operasi penertiban atas

pelanggaran peraturan daerah serta distribusi frekuensi razia atas berbagai pelanggaran perda

(razia). Sedangkan untuk prinsip efisiensi parameternya antara lain adalah rasio satpol PP per

1000 penduduk, belanja langsung satpol PP per kapita, rasio penertiban perda terhadap satpol PP

dan rasio penertiban perda terhadap total penduduk. Unit birokrasi yang dijadikan fokus

penelitian ini adalah Satuan Polisi Pamong Praja. Sesuai tugas pokok fungsinya, Satpol PP

membantu Kepala Daerah menjalankan penegakan peraturan Daerah dan pembinaan

ketentraman serta ketertiban (Pasal 148 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah).

Peraturan Daerah pada konteks ini merupakan regulasi di tingkat Kabupaten yang dibuat

DPRD Kabupaten dengan persetujuan bersama Bupati serta berlaku bagi masyarakat

bersangkutan. Pilihan lokasi penelitian di Kabupaten Tabanan mengingat di Kabupaten ini

kuantitas Peraturan Daerah yang dihasilkan kurun tahun 2013-2014 beragam. Hal ini tentu

membawa konsukuensi atas ragam tafsir dari subyek peraturan daerah yang ada. Selain itu

pertimbangan perolehan nilai Kabupaten Tabanan yang relatif baik dalam evaluasi kinerja

penyelenggaraan pemerintah daerah (EKPPD) versi Kementerian Dalam Negeri-RI

dibandingkan perolehan kabupaten/kota lain di Provinsi Bali tentu akan menyertakan tipologi /

(11)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian terkait Tipologi Tata Kelola Penegakan Sanksi Pelanggaran Peraturan

Daerah di Kabupaten Tabanan ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode

kualitatif mengikuti prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu berupa

kata-kata tertulis dari perilaku yang diamati (Moleong, 2005:16). Metode pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah dimensi politis untuk mengkaji dan membahas

tipologi tata kelola penegakan sanksi pelanggaran peraturan daerah dalam perspektif

governance, sekaligus permasalahan dan tantangan yang dihadapi di dalamnya.

A. Jenis Data Penelitian

Penelitian ini diarahkan pada penggambaran obyek penelitian secara holistik

(menyeluruh) dengan memanfaatkan dua jenis data, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara mendalam.

Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui sumber pustaka, antara lain

peraturan daerah dan pedoman regulasi daerah lainnya, seperti standar operasional

prosedur (SOP) dan statistik daerah.

Terdapat dua bahan data pada penelitian ini. Pertama, bahan data primer diperoleh dari wawancara terkait tipologi tata kelola penegakan sanksi pelanggaran

peraturan daerah di Kabupaten Tabanan; dan laporan operasi penertiban/penegakan

Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Tahun 2012-2014. Kedua, bahan data sekunder, antara lain: dokumen yang diperoleh di Satpol PP antara lain terkait

dokumen pelembagaan pelayanan pengaduan masyarakat di KantorSatpol PP,

distribusi frekuensi razia atas berbagai pelanggaran perda (razia); rasio satpol PP per

(12)

Angka, pemberitaan media terkait topik penelitian serta sumber data lain yang

relevan.

B. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian, dilakukan dengan beberapa langkah.

Pertama, teknik wawancara mendalam. Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui tanya jawab secara langsung dimana pihak penanya (interviewer) berhadapan

langsung secara fisik dengan pihak yang ditanyai (interviewee). Metode wawancara

yang digunakan pada penelitian ini adalah metode wawancara mendalam (in-depth

interview) dengan berpedoman pada daftar wawancara yang sudah dibuat /

dipersiapkan sebelumnya (interview guide). Penggunaan teknik wawancara ini

dimaksudkan mendapatkan data primer mengenai tipologi tata kelola penegakan

sanksi pelanggaran peraturan daerah di Kabupaten Tabanan.

Pada teknik wawancara ditentukan key informant yang dipilih dan dikontak

berdasarkan kesesuaian dengan topik penelitian. Teknik penentuan informan

dilakukan secara purposive sampling, yaitu mereka yang dipandang memiliki

pengetahuan sesuai dengan topik penelitian (Moleong, 2005:16). Para key informant

yang direncanakan pada penelitian ini adalah para pihak yang terlibat dalam

penegakan sanksi pelanggaran peraturan daerah di Kabupaten Tabanan, seperti

Kepala Kantor Satpol PP Pemerintah Kabupaten Tabanan, Kepala Biro Hukum

Sekretariat Daerah, serta pihak lain yang dianggap berkompeten. Pada proses

wawancara tetap dilakukan verifikasi dan cross check dari data sekunder dengan

keterangan narasumber (key informant).

Kedua, dokumentasi. Teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan dokumen sebagai data pendukung penelitian. Menurut

Surachmat (dalam Moleong, 2005:19) dokumen adalah laporan tertulis dari suatu

peristiwa berisi penjelasan yang ditulis dengan sengaja untuk meneruskan keterangan

mengenai peristiwa itu sendiri. Dokumen penelitian dapat berupa semua jenis

rekaman atau catatan, seperti surat, memo, pidato, buku harian, foto, kliping koran,

hasil penelitian, atau agenda kegiatan. Pada penelitian ini, dokumen yang dibutuhkan

(13)

Kebutuhan dokumen adalah dokumen yang dihasilkan dalam rentang waktu tahun

2012-2014. Pilihan atas rentang waktu ini didasarkan atas pelaporan atas tugas pokok

dan fungsi yang diharapkan sudah terkompilasi pada dokumen di masing-masing unit

kerja pemerintahan daerah. Beberapa dokumen tersebut adalah laporan penegakan

peraturan daerah, SOP serta pemberitaan media massa setempat.

C. Teknik Pengolahan dan Penyajian Data

Setelah data terkumpul, maka selanjutnya adalah tahapan pengolahan dan

analisa data. Pada tahap ini analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik

deskriptif analisis. Pada tahap ini data-data primer yang berupa hasil wawancara

digabungkan dengan data-data sekunder yang berasal dari dokumen pendukung.

Masing-masing data yang diolah harus diverifikasi dan dicross-check satu sama lain

sehingga dalam proses analisis hanya data yang memiliki relevansi kebutuhan

penelitianlah yang akan dipakai. Analisis data menggunakan kerangka teoritik terkait

tipologi tata kelola penegakan sanksi pelanggaran peraturan daerah yang selanjutnya

hasil analisis ini akan disajikan secara kualitatif.

Melalui hasil ini dimaksudkan agar pengukuran terhadap fenomena sosial

tertentu akan memunculkan deskripsi (gambaran) secara sistematis mengenai fakta

tipologi tata kelola penegakan sanksi pelanggaran peraturan daerah di Kabupaten

Tabanan. Analisis terhadap data sekaligus diinterpretasikan dengan proyeksi ke

depan sehingga diharapkan bisa menghasilkan informasi bagi pembentukan

pengetahuan baru atau kebenaran ilmiah yang bisa dipertanggung jawabkan.

D. Alasan Pemilihan Lokasi

Pilihan lokasi penelitian di Kabupaten Tabanan didasarkan atas dua

pertimbangan. Pertama, Peraturan Daerah yang dihasilkan oleh Pemerintah

Kabupaten Tabanan pada kurun tahun 2013-2014 sangat beragam. Hal ini tentu

membawa konsukuensi atas ragam tafsir dari subyek peraturan daerah yang ada.

Kedua, diddasarkan pertimbangan perolehan nilai Kabupaten Tabanan yang relatif

baik dalam evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah (EKPPD) versi

Kementerian Dalam Negeri-RI dibandingkan perolehan kabupaten/kota lain di

Provinsi Bali tentu akan menyertakan tipologi / bentuk permodelan yang bisa

dijadikan contoh ideal atas usaha penegakan peraturan daerah. Latar belakang

(14)

menganalisis tipologi tata kelola penegakan sanksi pelanggaran peraturan daerah

(15)

BAB IV PEMBAHASAN

Badan Kesatuan Polisi Pamongpraja Kabupaten Tabanan menjalankan tugas pokok dan

fungsinya sesuai dengan visi organisasi yang dimilikinya, yaitu terdepan dalam penegakan peraturan

daerah yang aman, nyaman, dan tertib menuju Tabanan serasi. Aktualisasi atas visi ini memiliki

tujuan mewujudkan keamanan, kenyamanan serta ketertiban Tabanan melalui penegakan peraturan

daerah menuju Tabanan yang sejahtera, aman dan berprestasi dengan berlandaskan pada Tri Hita

Karana.

Berlandasakan pada visi inilah, Badan Kesatuan Polisi Pamongpraja Kabupaten Tabanan

merealisasikan visi ini melalui misi yang tertuang pada lima aspek. Aspek tersebut antara lain

mewujudkan tertib hukum di wilayah Kabupaten Tabanan; menumbuhkembangkan kesadaran

masyarakat untuk taat terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah;

melaksanakan penertiban pelanggaran perda dan keputusan kepala daerah yang mengakibatkan

terganggunya kenyamanan dan ketertiban masyarakat; meningkatkan koordinasi dengan instansi

yang terkait dan komponen masyarakat dalam melaksanakan ketertiban umum dan penegakan perda;

serta meningkatkan sumber daya manusia Polisi Pamong Praja dan PPNS dalam upaya peningkatan

pelayanan pada masyarakat

Salah satu aspek dari misi yang dijalankan Badan Kesatuan Polisi Pamongpraja Kabupaten

Tabanan yaitu melaksanakan penertiban pelanggaran peraturan daerah. Pada konteks penegakan

peraturan daerah ini pihak Badan Kesatuan Polisi Pamongpraja Kabupaten Tabanan mendasarkan

pelaksanaan kegiatan pada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mengatur ruang lingkup

penegakan Peraturan Daerah. Ruang lingkup penegakan perda ini mencakup antara lain ; melakukan

pengarahan kepada masyarakat dan badan hukum yang melanggar Perda; melakukan pembinaan dan

atau sosialisasi kepada masyarakat dan badan hukum; melaksanakan upaya preventif non yustisial

baik berupa pemanggilan dan sosialisasi; serta upaya penindakan secara yustisial atau persidangan.

Mekanisme penegakan sanksi terhadap pelanggaran Peraturan Daerah yang dilaksanakan

oleh Badan Kesatuan Polisi Pamongpraja Kabupaten Tabanan dilaksanakan secara khusus oleh

Bagian Penegakan Perundang-undangan atau Tim Yustisi. Bagian ini memiliki tugas melakukan

sosialisasi atas penegakan Perda dengan memanggil tokoh masyarakat, agama, adat, dengan

(16)

Daerah sudah disahkan menjadi Peraturan Daerah. Sosialisasi ini dilaksanakan sebanyak satu kali

pada setiap kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Tabanan.

Pada kasus penegakan atas Peraturan Daerah yang menyertakan pelanggaran, pihak Badan

Kesatuan Polisi Pamongpraja Kabupaten Tabanan menyertakan upaya pemanggilan oleh pihak

penyidik melalui tiga tahapan. Tahap pertama, mengadakan pendekatan kepada pelanggar dengan

cara mendatangi pelanggar sekaligus melakukan pendataan. Pemanggilan pelanggar melalui surat

resmi dan di panggil ke PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil). Apabila terdapat pemanggilan atas

pelanggar yang menyertakan alat bukti pelanggaran maka persidangan atas kasusnya dilaksanakan

di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan dibuatkan Berita Acara Perkara (BAP). Tahap

kedua, melalui penegakan preventif non yustisial yaitu melalui teguran lisan serta turun langsung ke

masyarakat. Tahap ketiga, melalui penindakan yustisial atau pendekatan persuasif termasuk

menyertakan upaya pemanggilan.

Mekanisme penegakan ini berlaku bagi semua jenis pelanggaran Peraturan Daerah. Hal ini

mencerminkan porsi atas aspek keadilan sesuai prinsip governance. Selain itu Badan Kesatuan

Polisi Pamongpraja Kabupaten Tabanan juga menjalankan aspek akuntabilitas. Hal ini seperti

pelaksanaan penyidikan atas pelangaran Peraturan Daerah ini dijadwalkan setiap Hari Senin dan

Kamis yang bertempat di Kantor Badan Kesatuan Polisi Pamongpraja Kabupaten Tabanan bagian

PPNS. Selain itu, ketercakupan pelaksanaan aspek akuntabilitas juga tercermin pada upaya pelibatan

lintas sektor, dimana Tim Yustisi PPNS Badan Kesatuan Polisi Pamongpraja Kabupaten Tabanan

bekerjasama dengan instansi terkait dalam pengelolaan kasus pelanggaran Peraturan Daerah. Terkait

dengan pelanggaran perijinan usaha, dagang dan kegiatan lain, pihak Badan Kesatuan Polisi

Pamongpraja Kabupaten Tabanan berkoordinasi dengan Dinas Perijinan. Terkait dengan lingkungan

hidup pihak Badan Kesatuan Polisi Pamongpraja Kabupaten Tabanan bekerjasama dengan Dinas

Lingkungan Hidup. Terkait dengan penertiban gelandangan dan pengemis, Badan Kesatuan Polisi

Pamongpraja Kabupaten Tabanan bekerjasama dengan Dinas Sosial. Terkait temuan yang berpotensi

melanggar hukum, maka Badan Kesatuan Polisi Pamongpraja Kabupaten Tabanan melakukan

koordinasi dengan Polres Tabanan.

Untuk menjamin pelaksanaan akuntabilitas dalam kinerjanya, Badan Kesatuan Polisi

Pamongpraja Kabupaten Tabanan juga melaksanakan monitoring secara periodik. Hanya saja

kegiatan ini menyesuaikan klasifikasi bentuk pelanggarannya. Pelaksanaan monitoring pihak Badan

Kesatuan Polisi Pamongpraja Kabupaten Tabanan bekerjasama dengan Kepala Desa terkait. Kepala

Desa juga diberikan kewajiban untuk memberikan laporan tertulis setiap bulan sekali atas keadaan

(17)

Tabanan. Laporan ini di serahkan langsung oleh para kepala desa ke Bagian Pengaduan dan

kemudian ditindaklanjuti ke Bagian Operasional Badan Kesatuan Polisi Pamongpraja Kabupaten

Tabanan. Laporan yang telah diterima oleh Bagian Operasional ditindaklanjuti dengan memberikan

peringatan kepada pihak pelanggar sebanyak tiga kali. Apabila tidak terdapat respon maka kasus ini

diajukan ke tim PPNS dan akan diberikan penindakan. Pelaporan atas pelanggaran Peraturan Daerah

ini diwujudkan dalam bentuk Laporan Pertanggung Jawaban yang disertai dengan dokumentasi foto

untuk menjamin aspek transparansi atas penindakan yang dilaksanakan oleh Badan Kesatuan Polisi

Pamongpraja Kabupaten Tabanan.

Kendala yang dihadapi dalam upaya penegakan Peraturan Daerah yang dijalankan Badan

Kesatuan Polisi Pamongpraja Kabupaten Tabanan lebih banyak diakibatkan perilaku warga yang

bersifat menentang kebijakan Perda tertentu hingga pengabaian atas pemanggilan. Atas kondisi ini

dilakukan penindakan apabila pada proses pemanggilan sebanyak tiga kali dengan pemberian

rentang waktu. Pemangilan pertama diberikan batasan waktu selama tujuh hari. Pemanggilan kedua

diberikan batasan selama empat belas hari. Pemanggilan ketiga diberikan batasan selama tiga puluh

hari. Apabila tidak terdapat tanggapan pihak bersangkutan, maka terdapat pemanggilan paksa hingga

didatangi langsung ke tempat kejadian perkara. Penindakan atas hal ini seringkali terjadi pada

pelanggaran sektor perijinan pendirian pembangunan (IMB) serta penertiban atas pedagang kaki

lima (PKL).

Selama rentang waktu lima bulan, pelanggaran tertinggi atas Peraturan Daerah yang ada di

wilayah Kabupaten Tabanan terjadi pada bulan Februari. Jenis pelanggaran yang dilakukan terkait

Kependudukan terutama terkait penegakan atas Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan No. 5 Tahun

2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. Atas penindakan ini, Badan Kesatuan

Polisi Pamongpraja Kabupaten Tabanan menjaring sebanyak 363 warga yang meliputi pelanggaran

warga tanpa Kartu Penduduk Musiman (Kipem), warga tanpa KTP, serta warga yang Kipemnya

sudah tidak berlaku. Tindakan atas pelanggaran Peraturan Daerah ini dilakukan dengan pembinaan

(18)

serta layanan pembuatan Kipem ditempat. Pemetaan atas jenis pelanggaran Peraturan Daerah yang

berpotensi sering terjadi di Kabupaten Tabanan digambarkan sebagi berikut :

Intensitas pelanggaran Peraturan Daerah terkait kependudukan sangat tinggi terutama terkait

kepemilikan Kartu Identitas Musiman (Kipem) bagi penduduk pendatang. Untuk jenis pelanggaran

terhadap kegiatan usaha tertinggi lainnya meliputi bangunan rumah, rumah usaha toko (ruko), tanah

kapling serta perumahan. Sedangkan untuk pelanggaran terkait ijin usaha, meliputi ijin usaha

kepariwisataan, usaha peternakan, pertambangan Galian C, pelanggaran kawasan jalur hijau, serta

pendirian usaha Café. Total selama lima bulan, pihak Badan Kesatuan Polisi Pamongpraja

Kabupaten Tabanan menertibkan 47 pelaku pelanggaran atas ijin usaha.

Pada upaya penegakan atas pelanggaran Peraturan Daerah yang ada di Kabupaten Tabanan

ini, perangkat pelaksana dari Badan Kesatuan Polisi Pamongpraja Kabupaten Tabanan senantiasa

membawa Buku Saku Kumpulan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan. Buku saku ini berisi

kumpulan himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan tentang Ketertiban Umum,

Pemberantasan Pelacuran, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Penanggulangan HIV AIDS,

Pembangunan dan Pengoperasian Menara Telekomunikasi, Kepariwisataan, Surat Ijin Tempat

Usaha, Surat Ijin Usaha Perdagangan, Ijin Usaha Industri, Tanda Daftar Gudang dan Tanda Daftar

Perusahaan, Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangg,

Bangunan Gedung, Kawasasan Jalur Hijau, Perijinan Bidang Kesehatan, Kawasan Tanpa Rokok,

Retribusi Ijin Gangguan dan Retribusi Tempat Penjualan Minuman Bealkohol. Pada Peraturan

Daerah yang terjabar dalam buku saku ini memuat bentuk sanksi dari administratif hingga ke pidana.

Tentunya dengan panduan ini bisa memudahkan aparat pelaksana untuk menentukan tindakan

Februari Maret April Mei Juni

(19)

tertepat dalam melaksanakan penegakan atas pelanggaran Peraturan Daerah yang ada di wilayah

Kabupaten Tabanan.

BAB V PENUTUP

Intensitas pelanggaran penegakan Peraturan Daerah di Kabupaten Tabanan yang tertinggi

adalah jenis pelanggaran penyelenggaran administrasi kependudukan, yaitu terkait kepemilikan

kartu identitas musiman (KIPEM). Pada proses pengelolaan pelanggaran ini Badan Kesatuan Polisi

Pamongpraja Kabupaten Tabanan menerapkan prinsip governance, khususnya aspek keadilan,

akuntabilitas dan transparansi. Pada aspek keadilan tercermin pada penerapan mekanisme

penegakan perda melalui tiga tahapan yang diberlakukan sama atas semua jenis pelanggaran. Aspek

akuntabilitas teraktualisasi melalui upaya penanganan pelanggaran Peraturan Daerah secara lintas

sektor serta monitoring secara periodik dengan kepala desa.

Pelaksanaan aspek transparansi teraktualisasi pada tindakan pelaporan pertanggungjawaban

yang dibuat oleh Badan Kesatuan Polisi Pamongpraja Kabupaten Tabanan disertai dengan

dokumentasi foto serta bisa diakses oleh publik. Tentunya kondisi terbaik yang didealkan dalam

penyusunan Peraturan Daerah adalah kepatuhan warga atas Peraturan Daerah bersangkutan. Perlu

sosialisasi intensif atas bentuk sanksi dari setiap peraturan daerah yang ada selain juga terpublikasi

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Peramalan gelombang dihitung dengan metode hindcasting gelombang berdasarkan data angin selama 10 tahun dari stasiun BMG Winangun Stasiun Tondano untuk mendapatkan tinggi dan

Dari Grafik.diatas diperoleh bahwa bobot giblet ayam broiler yang diberikan ekstrak pegagan berkisaran antara 58.6 sampai 93.08 dengan rataan bobot giblet

Namun, dikarenakan hasil analisis dengan rumus PV 2 yang menyatakan bahwa penyediaan fasilitas tersebut sudah tepat, maka pada kedua lokasi pengamatan disediakan fasilitas

Pada umumnya hubungan diplomatik ataupun kerjasama antar negara didasari oleh adanya kepentingan yang menguntungkan pribadi atau adanya unsur kebutuhan, namun dalam aksi

Materuna Nyoman menjadi penting untuk didalami mengingat bentuk tradisi kebudayaan ini merupakan bagian dari proses pendidikan pembentukan karakter yang dilalui

Tanah tersusun oleh bahan padatan, air dan udara."ahan padatan ini meliputi bahan mineral berukuran pasir, debu, dan liat, serta bahan organik."ahan organik

Dari beberapa uraian diatas penulis ingin meneliti beberapa pertemuan antara pasangan Spanyol Carolina Marin dan Cina Li Xuerui dengan cara menganalisis

Setelah semua teori dari beberapa referensi terkumpul, peneliti mulai membuat sebuah angket yang memuat beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan yang