• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakter Lanskap Kota

Karakter merupakan sifat dan ciri khas yang dimiliki oleh suatu kelompok, baik orang maupun benda. Karakter lanskap merupakan suatu area yang mempunyai keharmonisan atau kesatuan nyata di antara semua elemen lanskap, dijelaskan lebih lanjut bahwa semakin lengkap dan jelas kesatuan elemen lanskap tersebut, maka karakter lanskap yang ditimbulkan akan lebih kuat (Simonds dan Starke, 2006).

Menurut Eckbo (1964), bangunan dalam sebuah kota mempunyai peran penting dalam membentuk karakter lanskap kota. Bangunan pada wilayah perkotaan dapat terlihat sesuai secara visual maupun fungsional jika diletakkan secara seimbang dengan mengkombinasikannya dengan elemen tanaman.  

Bangunan merupakan tempat yang dapat memberikan perlindungan bagi manusia untuk dapat bertahan hidup. Oleh karenanya, bangunan merupakan unsur pertama yang dibangun di kota setelah air dan makanan tersedia. Bangunan sesungguhnya merupakan unsur perkotaan yang paling jelas terlihat, dipandang pada saat kapanpun dan dari tempat manapun dalam sebuah kota (Branch, 1995).

Kepadatan perkotaan tergantung pada tiga kondisi, yakni persentase luas tanah yang tertutup oleh bangunan tanpa adanya ruang terbuka, ketinggian bangunan, dan banyaknya ruang terbuka yang permanen di seluruh wilayah kota.

Karakteristik daerah pusat kota yang ditunjukkan dengan kepadatan bangunan yang relatif tinggi merupakan konsekuensi dari lokasinya yang mudah dijangkau dari semua bagian kota, adanya tuntunan kegiatan bisnis dan pemerintahan untuk saling berdekatan satu sama lain, dan sering pula pemerintah kota setempat yang menetapkan kebijakan tentang konsentrasi kepadatan di pusat kota untuk menjaga investasi yang telah ditanamkan selama ini. Kepadatan perkotaan menunjukkan sebaran konsentrasi bangunan dan kegiatan yang produktif hingga melebihi kemampuan jaringan transportasi yang ada dan menimbulkan kemacetan lalu lintas (Branch, 1995).

Hakim (2006) menyatakan bahwa karakteristik lingkungan jalan di dalam kota merupakan kawasan yang telah terbangun dengan rapi dan teratur dengan

(2)

ruang-ruang terbuka yang terbatas, penuh aktivitas, adanya trotoar, dan fasilitas utilitas jalan. Material lanskap yang terdapat pada kawasan kota terdiri dari perkerasan beton, aspal, batu bata, dan pohon-pohon di beberapa tempat.

Kota

Kota adalah suatu kawasan yang memiliki keanekaragaman dan kompleksitas yang tinggi dibandingkan dengan kawasan lainnya. Dengan demikian pembangunan kawasan perkotaan cenderung terfokus pada pemenuhan kepentingan hidup manusia. Kota memiliki unsur dan komponen yang membentuknya, mulai dari unsur fisik seperti adanya bangunan, perumahan dan prasarana umum, sampai dengan komponen sosial, ekonomi dan politik yang mengarahkan aktivitas suatu kota (Branch, 1995).

Kawasan perkotaan merupakan bentuk lanskap buatan manusia akibat aktifitas manusia dalam mengelola lingkungan untuk kepentingan hidupnya (Simonds and Starke, 2006). Hal ini dapat dilihat dari adanya pembangunan kawasan perdagangan (Central Business Distric, CBD), perkantoran, pemukiman serta fasilitas rekreasi. Pembangunan yang diimbangi dengan penataan lingkungan yang estetis akan dapat memperindah kawasan perkantoran sekaligus membentuk kota yang bersih dan sehat. Konsep keindahan kota merupakan image terhadap kota itu sendiri. Image tersebut bergantung pada bentuk fisik kota yang diklasifikasikan berdasarkan lima elemen, yaitu jalur kota (jalan, jalur pejalan kaki, trotoar, kanal), pembatas (dinding-dinding atau pagar, gunung, pantai), pembagi kota (batas wilayah, garis pantai), penunjuk atau orientasi, dan landmarks (bangunan-bangunan, gedung, pertokoan, tugu).

Menurut Branch (1995), unsur fisik kota yang mendukung kualitas estetika kota (daya tarik perkotaan) adalah kebersihan kota (kota yang bersih dan dirawat dengan baik akan lebih menarik dinikmati); tidak terlihatnya papan-papan reklame yang melebihi ukuran (sebagian besar papan reklame merupakan unsur yang tidak menarik karena mengganggu unsur-unsur visual yang lain dan menyembunyikan bahkan mengalihkan perhatian terhadap bangunan-bangunan yang membentuk lingkungan sebagai tempat tinggal); bangunan (bangunan yang dirancang dengan baik secara individual dan secara kolektif sesuai dengan lingkungannya, maka

(3)

bangunan tersebut jelas akan mendukung keindahan perkotaan); ruang terbuka (dalam hal ini berkaitan dengan vegetasi) yang menciptakan lahan yang seolah- olah dibatasi oleh dinding dan hadir di tengah-tengah kelompok bangunan besar yang menghalangi sebagian besar pandangan ke angkasa; dan perancangan perkotaan yang mengupayakan peningkatan kualitas kota dengan penerapan prinsip-prinsip perancangan terhadap unsur fisik yang ada.

Perancangan kota berkaitan dengan tanggapan inderawi manusia terhadap lingkungan fisik kota, yaitu penampilan visual, kualitas estetika, dan karakter spasial. Pada skala kawasan, perancangan kota meliputi situasi dan perkembangan lingkungan suatu bangunan atau sekumpulan gedung, suatu taman atau plaza, boulevard atau jalur pejalan kaki, tiang lampu atau pemberhentian bus, dan elemen fisik lingkungan lain yang sering berhubungan dengan penghuninya. Pada skala kota, perancangan kota berkaitan dengan elemen visual utama yang meliputi: tanda (landmarks), pemusatan (nodes), kawasan (districts), jalur (paths), dan tepian (edges) (Branch, 1995).

Lanskap Jalan

Lanskap kehidupan manusia mencakup dua hal yaitu tempat dan jalan.

Jalan sebagai jalur pergerakan orang dan kendaraan, sedangkan tempat sebagai pusat aktivitas. Lebih jauh lagi dikemukakan bahwa jalan didesain sebagai jalur pergerakan dan penghubung yang merupakan suatu kesatuan, seharusnya bersifat lengkap, aman, efisien, berfungsi baik sebagai jalur sirkulasi dan memberikan pengalaman yang menyenangkan dari satu titik ke titik lain melalui lanskap jalan (Simonds dan Starke, 2006).

Berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 Pasal 1 Ayat 4 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2006 Pasal 1 Ayat 3 tentang Jalan, keduanya menyatakan bahwa jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (Dinas Bina Marga, 2004 dan Dinas Bina Marga, 2006).

(4)

Lanskap jalan mempunyai fungsi untuk mendukung penggunaan secara terus menerus, membimbing, mengatur irama pergerakan, mengatur waktu istirahat, mendefinisikan penggunaan lahan, memberikan pengaruh, mempersatukan, membentuk karakter lingkungan, membangun karakter spasial, dan membangun visual. Desain suatu jalan yang ditujukan untuk memberikan kenyamanan, keindahan, dan keamanan bagi pengguna jalan tidak terlepas dari penggunaan elemen-elemen lanskap, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap jalan (street furniture) yang tata letak, susunan, dan penggunaannya disesuaikan dengan kondisi atau lingkungan sekitar jalan (Booth, 1988).

Peraturan Daerah Kota Bogor No.6 Tahun 2005 Pasal 1 Ayat 10 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyatakan bahwa perlengkapan jalan adalah segala sesuatu yang berada di jalan yang berfungsi mengatur, mengendalikan dan mengamankan lalu lintas, terdiri dari rambu-rambu, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali dan pengaman pemakai jalan, alat pengawas dan pengaman jalan, serta fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas (Dinas Perhubungan, 2005).

Sebuah lanskap jalan harus bermanfaat dan secara kualitas menyenangkan bagi pengguna jalan jika mempunyai keharmonisan dan kesatuan dengan topografi serta mampu memenuhi seluruh kebutuhan fungsi secara fisik dan visual. Konsep dasar sebuah lanskap jalan adalah memberikan keamanan, kenyamanan, identitas, dan keselamatan bagi pengguna jalan serta dapat mengeliminasi pengaruh negatif yang ditimbulkan (Simonds dan Starke, 2006).

Berdasarkan jenis peruntukkannya, jalan dibagi menjadi sirkulasi pejalan kaki, sirkulasi sepeda, dan sirkulasi kendaraan. Harris dan Dines (1988) menyatakan bahwa sirkulasi kendaraan di jalan raya (Gambar 1) mengakomodasikan tiga tujuan utama, yakni: (a) memberikan akses atau jalan masuk ke suatu lahan atau bangunan, (b) menciptakan hubungan antar tata guna lahan yang ada, dan (c) memberikan suatu pergerakan bagi orang atau barang.

Menurut Laurie (1986), sirkulasi merupakan penghubung antartempat dan fasilitas yang berbeda-beda, sebenarnya dapat membatasi dan memisahkan daerah-daerah serta memberi bentuk pada daerah-daerah tersebut. Pada perancangan pertamanan, pergerakan pejalan kaki adalah penting, dimana

(5)

seseorang beralih dari suatu tempat ke tempat lainnya serta dibawah kondisi bagaimana yang diinginkan (jalur yang lurus atau berkelok-kelok). Peralihan atau perbelokan jalur langsung untuk melindungi sebuah daerah tertentu. Terlepas dari sirkulasi yang diarahkan di sekitar daerah-daerah yang terpakai, jalur-jalur sirkulasi dapat diubah semata-mata untuk alasan estetika ataupun memberikan suatu pengalaman lain. Jika fungsi sirkulasi untuk tujuan pergerakan yang perlahan-lahan, berjalan-jalan santai ataupun suatu perhentian seperti yang terdapat pada taman-taman, maka jalur sirkulasi tersebut dapat dibuat secara tidak langsung dengan lebar jalan yang bervariasi.

(a) (b) (c)

Gambar 1. Sirkulasi Kendaraan di Jalan Raya, (a) memberikan akses/jalan masuk ke suatu lahan atau bangunan, (b) menciptakan hubungan antar tata guna lahan yang ada, dan (c) memberikan suatu pergerakan bagi orang atau barang

Sirkulasi, baik untuk kendaraan bermotor ataupun pejalan kaki, karena mencakup pergerakan manusia, jelas erat kaitannya dengan perubahan dan rangkaian pengalaman inderawi serta lingkungan yang dirasakan di sepanjang jalur tersebut. Oleh karena itu, penting mengenali berbagai kemungkinan rancangan dalam sirkulasi untuk memperoleh pengalaman berurutan yang dapat dikembangkan sedemikian rupa meskipun jalur yang direncanakan lurus. Hal ini dapat belajar lebih banyak dari rancangan pertamanan abad 18 dimana rancangan sebuah jalur pejalan kaki dapat melibatkan konsep-konsep seperti tempat dan identitas, pembatasan, keanekaragaman, dan misteri (Laurie, 1986).

(6)

Jalan Persimpangan

Jalan dan persimpangan (intersection) merupakan jalur dan bagian jalan yang sering menyebabkan kecelakaan. Antara dua kendaraan yang saling melintas (crossing) berpotensi terjadi konflik yang menyebabkan munculnya titik kecelakaan (Simonds dan Starke, 2006). Lebih lanjut dijelaskan, dalam mengatasi permasalahan jalan terutama di daerah persimpangan ada dua pendekatan yang dapat dilakukan, yakni: pendekatan melalui pengemudi dan melalui badan jalan.

Pendekatan melalui pengemudi yang dikemukakan Harris dan Dines (1988) menjelaskan bahwa pengemudi merupakan unsur utama dalam sistem transportasi sehingga harus diperhatikan dan diperhitungkan batas kemampuan dan kebiasaan perilaku manusia dalam desain sistem sirkulasi kendaraan.

Keragaman kemampuan dan kebiasaan tersebut dipengarui oleh umur, jarak pandang, keahlian dan respon pengemudi, tingkat kecemasan, konsentrasi, dan jenis kelamin akan mempengarui sikap pengemudi.

Berbeda dengan pendapat Simonds dan Starke (2006) menyatakan pendekatan melalui pengemudi dapat dilakukan dengan cara:

1. mengenal jalan melalui simbol-simbol (rambu-rambu lalu lintas), 2. menyediakan akses yang aman,

3. mengembangkan peralihan yang menyenangkan,

4. mengetahui kondisi tempat dengan mengetahui visualisasi tempat topografinya, perlindungan, pemandangan, dan pandangan yang lebih baik,

5. memperhatikan kontur, 6. aman, dan

7. konsisten.

Daerah persimpangan (intersection) yang tidak menggunakan pengontrol atau tanda lalu lintas, pengemudi yang mendekati daerah ini harus mengenali bahaya yang mungkin ada dalam waktu yang cukup lama, sehingga hal ini mengharuskan mengurangi kecepatan kendaraan (Harris dan Dines, 1988).

Menurut Simonds dan Starke (2006), Pendekatan melalui badan jalan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni:

1. menciptakan struktur fisik jalan yang baik dari segi tekstur jalan, warna yang tidak silau, dan ada batas yang jelas dengan pinggir jalan,

(7)

2. menghadirkan bentukan-bentukan tertentu (road point) yang memberikan identitas jalan pada tempat tersebut,

3. memberikan suatu transisi yang nyaman,

4. memaksimalkan nilai lanskap yang dimiliki daerah tersebut, sehingga jalan dibangun untuk menunjang dan memberikan display terbaik dan pemandangan yang harmonis,

5. jalan yang baik adalah jalan yang memberikan kenyamanan, kepuasan, dan menyenangkan pengemudi atau pengguna jalan.

Jalur Hijau Jalan

Peraturan Daerah Kota Bogor No. 8 Tahun 2006 Pasal 1 Ayat 1 tentang Ketertiban Umum menyatakan bahwa jalur hijau adalah setiap jalur tanah yang terbuka tanpa bangunan yang diperuntukan untuk pelestarian lingkungan sebagai salah satu sarana dan pengadaan taman kota (Dinas Pertamanan, 2006).

Jalur hijau jalan merupakan bagian jalan yang disediakan untuk penanaman pohon dan tanaman lain. Tanaman tepi jalan berfungsi untuk membedakan area melalui kualitas lanskap yang unik, melapis jalur lalu lintas dan memperkuat jajaran path, memberikan penekanan pada node, sebagai peneduh dan daya tarik, screen atau menutupi pemandangan yang tidak diinginkan, menghilangkan silau, serta mengurangi polusi udara dan kebisingan. Tanaman tepi jalan memisahkan berbagai aktivitas yang berlangsung di jalan umum dengan jalan pemukiman. Pemilihan jenis tanaman ditentukan oleh kondisi iklim habitat dan areal dimana tanaman tersebut akan diletakkan dengan mempertimbangkan ketentuan geometri jalan dan fungsi tanaman (Simonds dan Starke, 2006).

De Chiara dan Koppelman (1982) menyatakan bahwa tanaman merupakan salah satu elemen soft material lanskap yang digunakan untuk membangun suatu karya desain lanskap bersamaan dengan elemen lanskap lainnya. Oleh karena itu, perlu diperhatikan faktor utama yang diperhatikan dalam penanaman di kawasan perkotaan, antara lain sesuai dengan rencana dan rancangan yang telah dibuat, dapat tumbuh dan berkembang baik di lingkungan tumbuhnya yang baru, dapat diterima oleh pemakai (users) di kawasan ini, serta pengelolaan dan pemeliharaannya relatif mudah (managable) dan murah.

(8)

Dinas Pertamanan (2005) menetapkan persyaratan spesifik dalam pemilihan tanaman yang akan digunakan di kawasan perkotaan, yaitu sebagai berikut:

1. secara umum, tanaman disenangi dan tidak membahayakan warga kota;

2. mampu tumbuh, hidup dan berkembang pada lingkungan kota yang marginal (defisit air, suhu tinggi, lahan terbuka luas, udara tercemar, lahan tidak subur, strukturnya sudah rusak, dan lainnya);

3. tahan terhadap gangguan fisik dari hama dan penyakit tanaman serta gangguan manusia (vandalisme) serta pemangkasan;

4. prioritas vegetasi endemik yang dikaitkan dengan fungsi biofisik dan sosial;

5. mampu tumbuh pada berbagai kondisi tanah dan juga berpengaruh positif terhadap tubuh tanah;

6. mempunyai sistem perakaran yang dalam, serta tidak mudah tumbang oleh angin tetapi perakaran jangan merusak saluran utilitas (gas, air, telepon), dan bangunan lain;

7. mempunyai tajuk lebar, selalu hijau dan berbunga, tidak menggugurkan daun dan cabang, tumbuh relatif cepat, batang dan cabang harus kuat dan elastis sehingga tidak mudah roboh, serta tidak memiliki buah besar dan keras;

8. menghasilkan oksigen dalam jumlah yang relatif besar dan mampu meminimalkan kadar polutan atau pencemar lingkungan;

9. keanekaragaman hayati dan dapat menjadi tempat hidup (habitat), sarang, pakan atau tempat istirahat satwa liar terutama burung-burung;

10. merupakan jenis yang dapat berasosiasi dengan komponen lainnya;

11. mudah untuk mendapatkan stok tanaman atau benihnya;

12. mudah dalam pemeliharaan dan pengelolaannya.

Dalam sebuah desain lanskap, tanaman mempunyai berbagai macam fungsi. Selain memberikan fungsi ekologis, tanaman juga berfungsi sebagai pereduksi kebisingan, pengontrol radiasi matahari, fungsi arsitektural, fungsi teknik, dan sebagai ruang terbuka hijau (De Chiara dan Koppelman, 1982).

Tanaman yang ada di sekitar jalan raya mampu mengurangi tingkat kebisingan di udara. Carpenter et al. (1975) menjelaskan tanaman yang efektif mereduksi kebisingan adalah tanaman yang mempunyai daun lebat sepanjang

(9)

tahun dengan pola daun menyebar hingga ke permukaan tanah (Gambar 2).

Gelombang bunyi yang menyebar di udara akan berkurang setelah diserap oleh udara dan objek lainnya, termasuk oleh tanaman. Tanaman yang digunakan mempunyai beberapa kriteria yang ditanam secara rapat, sejajar, dan berurutan;

berukuran tinggi; mempunyai ketebalan dan kelenturan daun; tajuk masif dan rindang; dan tanaman terkonsentrasi di sekitar sumber kebisingan sehingga fungsinya dalam menyerap kebisingan menjadi lebih efektif.

Gambar 2. Fungsi Tanaman sebagai Pereduksi Kebisingan di Jalan Raya (Sumber: Carpenter et al., 1975)

Fungsi tanaman sebagai pengontrol radiasi matahari atau lebih umum disebut sebagai tanaman peneduh mempunyai kriteria tanaman dengan tajuk masif, tajuk berbentuk memayung, rindang, tanaman yang hijau sepanjang tahun (evergreen), cabang dan batang kuat sehingga tidak mudah tumbang (Carpenter et al., 1975).

(10)

Gambar 3. Fungsi Tanaman sebagai Pengontrol Radiasi Matahari (Sumber: Carpenter et al., 1975)

Berdasarkan De Chiara dan Koppelman (1982), fungsi arsitektural penggunaan tanaman di sepanjang jalan bertujuan untuk membingkai jalan, pengarah dan pembatas pandangan, menciptakan batas-batas jalan, memisahkan antara struktur jalan dan bangunan yang ada, sebagai aksen untuk melembutkan kesan kaku yang ditimbulkan oleh bangunan atau elemen hard material lainnya, dan memperkuat kualitas arsitektural jalan (Gambar 4). Menurut Haris dan Dines (1988), tanaman berperan dalam mengisi ruang yang membatasi antara jalan dengan bagian lain yang ditempatkan mengikuti alur jalan yang ada sehingga tanaman sebagai pengaman (pagar) alami pada jalan.

Menurut Carpenter et al. (1975), fungsi teknik tanaman dalam desain jalan mempunyai beberapa fungsi apabila tanaman tertata dengan baik sesuai dengan desain jalan yang ada, diantaranya berpengaruh pada pengatur tata air dan konservasi tanah sehingga tidak menyebabkan longsor atau erosi tanah,

(11)

pengontrol suhu di kawasan sekitar jalan (pengontrol polusi), dan pembatas (screen) view yang kurang estetis.

Gambar 4. Fungsi Arsitektural Tanaman pada Jalan (Sumber: Carpenter et al., 1975)

Fungsi tanaman sebagai ruang terbuka hijau dalam kota berperan dalam menyangga lingkungan kota (fungsi ekologis) sehingga memberikan kualitas lingkungan dan visual yang baik dan estetis (Simonds, 2006). Menurut Dinas Pertamanan (2005), pada kawasan perkotaan, RTH dan taman-taman kota sebagian besar diisi oleh tanaman, maka penataan jenis dan pola penanaman harus sesuai dengan lokasi taman berada dan fungsi taman yang merupakan bagian dari kota dan RTH kota. Hal ini harus dipahami, diperhatikan, dan diperhitungkan karena akan menentukan efisiensi penggunaan lahan, fungsi-fungsi arsitektural, estetika, dan ekologis atau fungsi lingkungan suatu kota.

(12)

Desain Lanskap Jalan

Desain lanskap jalan penting dalam mempertimbangkan semua fungsi dan keterkaitannya, dimana pergerakan kendaraan diakomodasikan secara aman dengan akses yang menyenangkan, jalur pejalan kaki dan ruang terbuka hijau di depan bangunan tertata rapi dan dilengkapi dengan semua kenyamanan yang dapat memberikan banyak kesenangan pada kehidupan kota. Desain lanskap jalan yang berhasil terlihat dari adanya variasi bentuk, ukuran, tekstur, dan warna serta mempertimbangkan view sekitarnya dengan membuka pemandangan yang indah dan menutupi pemandangan yang tidak diinginkan (Simonds dan Starke, 2006).

Menurut Booth (1988), desain lanskap jalan ditujukan untuk membentuk suatu jalan agar memiliki fungsi, membangun karakter spasial dan membangun visual. Desain lanskap jalan memecahkan masalah-masalah kemonotonan pada jalan, pemandangan yang memberikan efek mengganggu, memberikan kenyamanan bagi pengguna jalan yang tidak terlepas dari penggunaan elemen lanskap.

Ada beberapa aspek detail yang menarik dalam desain lanskap jalan dan jalan raya. Salah satunya adalah detail turap (dinding penahan), selokan, jalur pedestrian, penampang jalan yang diaspal, hydrant, lampu, bak sampah, bangku, kotak pos, dan kotak kebakaran. Desain visual jalan dari sisi-sisi (kanan dan kiri) jalan harus disesuaikan dengan tingkat kelajuan jalan tersebut dirancang. Secara visual kebutuhan desain sekitar jalan adalah:

1. Visual teminal pada interval tidak beraturan yang layak dengan dua arah, yang dicapai dengan menyesuaikan jarak vertikal atau horisontal

2. Membangun pembatas pada samping kanan kiri jalan, pohon-pohon, atau ruang terbuka yang sesuai dengan skala lebar jalan

3. Mengurangi dan mengatur jarak bangunan yang berhadapan dengan jalan (Eckbo, 1964).

Simulasi Komputer

Kegiatan simulasi merupakan suatu kegiatan kuantitatif yang menggambarkan sebuah sistem dengan mengembangkan sebuah model dari sistem tersebut dan melakukan sederetan uji coba untuk memperkirakan perilaku

(13)

sistem pada kurun waktu tertentu (Susanto, 2009). Dijelaskan lebih lanjut oleh Susanto (2009) bahwa simulasi menghasilkan cara untuk mengevaluasi solusi, bukan menghasilkan cara untuk memecahkan masalah. Jadi sebelumnya perlu diketahui dulu solusi atau pendekatan solusi yang akan diuji. Simulasi tersebut merupakan satu-satunya cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah jika sistem nyata sulit diamati secara langsung.

Menurut Kusuma (2009), program Google Sketchup merupakan program permodelan 3D yang dirancang untuk kegiatan pada bidang arsitektur, sipil, pembuatan film, pengembang games, dan profesi-profesi terkait lainnya. Program Google Sketchup ini mempunyai kemampuan dalam memuat fitur untuk penempatan model pada Google Earth dan didesain lebih intuitif, fleksibel, dan mudah digunakan dibanding dengan program 3D CAD lainya.

Penelitian yang dilaksanakan pada Jalan Lingkar Kebun Raya Bogor ini menggunakan metode simulasi dengan program Google Sketchup. Desain kondisi hasil rekomendasi desain yang diusulkan akan disimulasikan dengan program tersebut sehingga memperoleh desain alternatif yang sesuai dengan kondisi setiap pertigaan yang ada.

 

Gambar

Gambar 2. Fungsi Tanaman sebagai Pereduksi Kebisingan di Jalan Raya                             (Sumber: Carpenter et al., 1975)
Gambar 3. Fungsi Tanaman sebagai Pengontrol Radiasi Matahari                                  (Sumber: Carpenter et al., 1975)
Gambar 4. Fungsi Arsitektural Tanaman pada Jalan                                             (Sumber: Carpenter et al., 1975)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pemberian nilai kriteria skor untuk domain teknik penangkapan ikan terhadap pengelolaan ikan tuna pada keenam indikator penilaian yaitu; metode penangkapan

Saat jalan-jalan ke sebuah toko buku, tak aneh jika kita menemukan buku-buku tentang pidato, bahkan beberapa judul buku terkesan sangatlah ekstrem, seperti buku

,FQFNJNQJOBO LFQBMB NBESBTBI NFSVQBLBO TBMBI TBUV GBLUPS ZBOH EBQBU NFOEPSPOH TFLPMBI VOUVL EBQBU NFXVKVELBO WJTJ NJTJ UVKVBO EBO TBTBSBO TFLPMBIOZB NFMBMVJ QSPHSBNQSPHSBN

penyebabnya terbawa di permukaan, di dalam atau bersama benih; sehingga akan terlihat gejala penyakitnya dan benih nyata terserang

Jika dalam suatu transaksi penjual tidak dapat mengestimasi berapakah jumlah penjualan yang mungkin akan terjadi dan penjual juga tidak bisa mengestimasi berapakah biaya yang

- PALING SEDIKIT 40% DARI JUMLAH KESELURUHAN SAHAM YANG DISETOR DICATATKAN DI BURSA EFEK DI INDONESIA, TIDAK TERMASUK SAHAM YANG DIBELI KEMBALI ATAU TREASURY STOCK DENGAN

SASARAN SUMBER DANA Penilaian Readiness Criteria (isi tahun pada kolom yang tersedia). KET Dana Sharing

Semua materi yang dilaksanakan telah disesuaikan dengan kebutuhan seorang calon pemulia terhadap pemahaman analisis statistik dan rancangan percobaan yang digunakan