4
JRECJournal of Electrical and Electronics Vol 1. No.2
KATA PENGANTAR
Pembaca yang terhormat,
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Jurnal Ilmiah yang berjudul JREC untuk edisi Mei 2013 volume 1 number 2. Pada JREC ini terdapat beberapa artikel yang membahas hasil penelitian dan kajian dari bidang elektronika, kendali dan telekomunikasi. Kami menghimbau kepada pembaca yang berasal dari universitas atau lembaga diluar UNISMA untuk turut menyumbangkan artikel serta hasil penelitian ke jurnal JREC pada edisi-edisi yang akan datang.
Selamat membaca, Redaksi
[email protected]
ANALISIS OPTIMASI MENARA SELULER
5
JRECJournal of Electrical and Electronics Vol 1. No.2
DI KOTA BEKASI
Studi Kasus Wilayah Kecamatan Rawalumbu
Abdul Hafid Paronda Seta Samsiana
Program Studi Teknik ElektroFakultas Teknik Universitas Islam “45” (UNISMA) Jl. Cut Meutia No. 83 Bekasi, Indonesia Telp. 021-88344436, 021-8802015 Ext. 124
E-mail : [email protected] [email protected]
ABSTRAK
Pertambahan jumlah pengguna telekomunikasi bergerak seluler yang semakin tinggi berimplikasi pada kian banyaknya menara seluler di berbagai wilayah. Upaya setiap operator untuk meningkatkan kualitas layanan BTS (Base Transceiver Station) mensyaratkan penempatan antenna secara strategis sesuai karakteristik sinyal dan propagasi telekomunikasi. Kecenderungan pe rlombaan operator untuk mengamankan daerah layanan dan pelanggan mereka berakibat pada munculnya fenomena ’hutan menara’ di wilayah yang bersangkutan. Pada gilirannya, optimasi menara seluler merupakan solusi yang dibutuhkan.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model optimasi menara seluler yang berkaitan dengan jumlah menara , radius layanan komunikasi, dan banyaknya operator yang dapat memfungsikan sebuah menara bersama secara efektif. Penelitian ini akan dilakukan dengan mendata jumlah dan sebaran pengguna di sekitar menara , mengukur kualitas sinyal komunikasi melalui survei lapangan dan eksperimentasi. Hasil yang diperoleh akan menjadi pengayaan dalam kajian dan pengembangan aplikasi teknik telekomunikasi seluler pada umumnya. Namun secara khusus diharapkan sebagai rujukan aktual bagi para operator telekomunikasi seluler dan pemerintah daerah (kota dan kabupaten) untuk menopang pengembangan bisnis telekomunikasi dan penataan pembangunan wilayah secara terpadu dan sinergis.
Kata Kunci : Optimasi menara, Penataan menara seluler bersama, Telekomunikasi bergerak.
6
JRECJournal of Electrical and Electronics Vol 1. No.2
PENDAHULUAN Latar Belakang
Perkembangan bisnis telekomunikasi seluler berdampak pada realitas planologis berupa sebaran menara (tower) yang makin banyak di setiap kota. Hal ini perlu direspons dengan upaya regulasi sistemik yang mengakomodasi pertimbangan multidimensi dan multidisiplin ilmu untuk mengawal proses penetapan kebijakan (policy making process) oleh pihak eksekutif dengan melibatkan pihak legislatif. Peran ilmu teknik telekomunikasi yang strategis pada posisi tedepan dalam analisis dan perancangan infrastruktur tidak berarti harus mengabaikan disiplin ilmu yang lain. Oleh karena itu dibutuhkan integrasi sejumlah aspek dan bidang terkait untuk mendukung sebuah rancang bangun dan penataan yang menyeluruh.
Teknologi telekomunikasi telah berkembang sangat pesat, baik karena keberhasilan riset ilmu pengetahuan dan penerapan sistem yang cukup sukses dan berkelanjutan, maupun karena kebutuhan pemanfaatan telekomunikasi yang kian bertambah secara signifikan. Sistem komunikasi bergerak seluler (mobile cellular communication system) merupakan tolok ukur yang riil, di mana jumlah penggunanya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat secara berkala. Angka teledensitas (jumlah pengguna telepon seluler setiap 100 jiwa penduduk) beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan itu (13% : 2004, 29% : 2006, 50% : 2008, 60,18% : 2009).
Mobilitas kegiatan manusia seiring dengan perkembangan teknologi telekomunikasi. Bahkan, dalam beberapa bidang kegiatan tertentu, fasilitas teknologi telekomunikasi dilibatkan sebagai pilar utama pendukung manajemen dan sistem kelembagaan. Misalnya: pemanfaatan e-mail, sms (short message service), dan internet dalam dunia perbankan ; rancang bangun aplikasi perangkat lunak yang dilakukan oleh content provider/developer untuk pengembangan usaha (marketing,
advertising, dan Sistem Informasi Manajemen – SIM, e – commerce , dsb).
Salah satu dampak tak terhindarkan dari kecenderungan tersebut adalah tantangan bagi operator sistem dan teknologi telekomunikasi bergerak seluler untuk meningkatkan pelayanan, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
Pemilihan perangkat dan pengembangan sistem ditekankan pada orientasi peningkatan kepuasan pengguna dan daya tahan serta keandalan sistem yang makin tangguh. Untuk menanggulangi peningkatan jumlah pengguna, maka operator sistem dan teknologi telekomunikasi seluler harus menambah sel (satuan area layanan) yang berarti juga harus menambah jumlah menara BTS (Base Transceiver System), dengan asumsi bahwa setiap menara BTS digunakan oleh hanya satu operator.
Profit oriented business (usaha berorientasi keuntungan) sudah barang tentu akan menggunakan segenap fasilitas untuk meraih keuntungan yang seoptimal mungkin.
Dalam kaitan ini, operator telekomunikasi seluler akan membangun sebanyak mungkin menara pada wilayah yang teridentifikasi sebagai lokasi pengguna terpadat.
Konsekuensinya, di berbagai kota, kabupaten atau daerah ditemukan jumlah menara seluler yang sangat banyak dan relatif terkonsentrasi pada titik tertentu, sementara sangat jarang atau bahkan tidak ada pada titik atau bagian wilayah lainnya. Fenomena hutan menara di beberapa kota di Indonesia merupakan implikasi dari kecenderungan ini, yang karena itu kemudian direspon dengan kebijakan penggunaan menara seluler bersama (Peraturan Bersama Menteri dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor : 18 Tahun 2009, Nomor : 07/PRT/M/2009, Nomor : 19/PER/M/KOMINFO/03/2009 dan Nomor : 3/P/2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi).
7
JRECJournal of Electrical and Electronics Vol 1. No.2
Hal ini dimaksudkan agar pemberian ruang tumbuh kembang bagi kemajuan teknologi telekomunikasi dan tingginya animo masyarakat untuk memanfaatkannya tidak melahirkan efek samping (side effect) tak terkendali dalam pengelolaan tata ruang wilayah. Diharapkan bahwa keindahan kota tetap terpelihara dengan baik (estetika planologis) walaupun pada saat yang bersamaan pembangunan menara seluler tidak dapat dihindari, dan bahkan harus bertambah. Terkait dengan beberapa pertimbangan tersebut, maka optimasi pemanfaatan menara seluler bersama perlu dilakukan.
Ruang Lingkup
Penelitian yang akan dilakukan meliputi menara seluler yang berada pada wilayah kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi.
Menara yang berada di sekitar pengguna terpadat akan dipilih sebagai obyek penelitian.
Masalah Penelitian
Permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut :
a. Berapa jumlah menara efektif yang dibutuhkan pada wilayah obyek/target penelitian.
b. Berapa jumlah pengguna efektif yang dapat dilayani oleh menara seluler bersama.
Batasan Masalah
Penelitian akan dibatasi hanya pada 1 – 3 menara seluler yang memenuhi syarat dengan penekanan utama pada kualitas layanan komunikasi ( QoS: Quality of Services dan GOS : Grade of Service) Menara yang dijadikan obyek penelitian diasumsikan memenuhi segenap kelayakan teknis operasional dalam teknik telekomunikasi seluler.
TINJAUAN PUSTAKA
Keberadaan menara telekomunikasi di kota Bekasi terkait dengan beberapa hal, yakni : penggunaan lahan untuk pembangunan , jumlah dan fungsi, legalitas , serta kebutuhan. Jumlah menara eksisting paling banyak terdapat di Kecamatan Bekasi Timur, sementara kecamatan dengan jumlah menara paling sedikit adalah Medan Satria;
meskipun termasuk wilayah dengan kepadatan penduduk kelompok ketiga.
Rincian jumlah menara telekomunikasi di Kota Bekasi sampai dengan 1 Oktober 2010 ditunjukkan dalam tabel berikut (Paronda, 2011):
Tabel 1.
Jumlah Menara Eksisiting di Kota Bekasi Per Kecamatan Sampai Oktober 2010 No Kecamatan Jumlah
1 Bekasi Barat 45
2 Bekasi Timur 47
3 Bekasi Selatan 30
4 Bekasi Utara 22
5 Mustikajaya 31
6 Jati Asih 29
7 Rawa Lumbu 32
8 Bantar Gebang 22 9 Jati Sampurna 16
10 Pondok Gede 20
11 Pondok Melati 21 12 Medan Satria 11
Jumlah 326
Dari tabel di atas, terlihat bahwa jumlah menara di Kecamatan Bekasi Timur yang memiliki luas wilayah 1.349 Ha. sudah mencapai 47 buah. Sedangkan Kecamatan Medan Satria yang memiliki luas wilayah 1.471 Ha, memiliki menara sebanyak 11 buah.
Dengan jumlah penyebaran menara per kecamatan yang ada saat ini, tampak adanya inefisiensi penggunaan menara. Hal ini terutama disebabkan karena kenyataan bahwa menara yang banyak tersebut dimiliki oleh beberapa operator, padahal jika menara
8
JRECJournal of Electrical and Electronics Vol 1. No.2
tersebut digunakan bersama, maka sangat mungkin dilakukan pengurangan jumlah menara.
Di samping aspek teknis, pembatasan jumlah menara memang juga terkait dengan peraturan lain, seperti adanya beberapa zona terlarang untuk dibanguni menara. Di antara zona yang terlarang dibanguni menara telekomunikasi di antaranya adalah area cagar alam, pemakaman, taman kota, dan sebagainya.
1. Analisis Optimasi Menara
Menara dibutuhkan untuk menempatkan antena seluler yang berfungsi memancarkan atau menrima sinyal komunikasi pada BTS.
Posisinya pada pusat sel (cell site) yang berkenaan dengan bentuk, ukuran dan wilayah cakupan (coverage area) tertentu.
Dengan demikian, pelaksanaan pekerjaan konstruksi menara merupakan aktivitas akhir dari penetapan sel dalam sebuah sistem komunikasi seluler.
Dengan pendekatan yang menyeluruh, sebuah studi kelayakan perlu dilakukan sebelumnya untuk mengawali kegiatan perancangan wilayah layanan telekomunikasi. Penetapan wilayah layanan secara global (bagian1) dikaitkan hasil survey trafik telekomunikasi yang besarnya ditentukan oleh kuantitas user (pengguna) pada wilayah yang ditetapkan. Ada 2(dua) kegiatan utama yang harus dilakukan, yakni perencanaan penentuan cell (cell planning) dan radio survey.
Yang pertama berhubungan dengan kondisi fisik wilayah yang dibagi – bagi menjadi wilayah cakupan (coverage area) pelayanan sinyal komunikasi sesuai parameter komunikasi tertentu (daya pancar, luas dan bentuk sel, jenis wilayah: pusat kota – urban, sub urban atau pedesaan, dll). Sementara yang kedua bekenaan dengan jalur lintasan sinyal komunikasi yang harus dilalui ketika komunikasi timbal balik tejadi antar BTS atau antara BTS dan pengguna bergerak (mobile station). Dalam hal ini, analisis redaman lintaan (path loss), karakteristik jalur
komunikasi langsung – LOS (Line Of Sight), penguatan (gain) antenna dll, harus dilakukan.
Dalam radio survey diukur kuat medan (level) sinyal yang dipancarkan pada daerah tertentu yang ditetapkan. Hal ini merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pemilihan pusat sel atau penentuan posisi BTS dalam komunikasi seluler [1,4,5]. Radio survey dibutuhkan sebagai bantuan perancangan dan juga sebagai sarana pemeliharaan. Sebagai bantuan perancangan, kegiatan ini membantu menentukan cakupan potensial dari BTS yang diinginkan, sedangkan sebagai sarana pemeliharaan akan menguatkan kesinambungan kepuasan pengguna yang berada dalam cakupan layanan BTS tersebut.
Dalam kegiatan ini biasa digunakan penerima yang ditempatkan pada sebuah kendaraan untuk mengukur kuat medan. Terkadang, alur lintasan balik juga diukur (dari stasiun/pengguna bergerak ke BTS). Kedua pengukuran tersebut dilakukan secara matematis, di mana besaran yang terukur berupa variabel statistik.
Radio Survey adalah proses pengukuran level sinyal penerimaan di dalam service area suatu sitem selular dengan tujuan :
1. Mengukur kuat medan sinyal penerimaan di setiap titik yang akan menjadi service are dari sistem mobile selular,
2. Menentukan coverage area atau daerah cakupan sebuah BTS termasuk daerah-daerah yang tidak dapat menerima sinyal (daerah blank spot)
3. Memberikan informasi akurat kepada pelanggan mengenai peta sinyal penerimaan sistem selular (Boucher, 1995).
Dengan melakukan radio survey maka akan diketahui data penting mengenai sinyal komunikasi yang sangat dibutuhkan untuk menentukan cakupan sel site. Juga sekaligus menjadi bahan evaluasi apakah hasil rancangan yang dilakukan pada periode tertentu sebelumnya masih memenuhi syarat.
Ada 3(tiga) faktor yang bekerja bersama – sama menghasilkan kuat medan
9
JRECJournal of Electrical and Electronics Vol 1. No.2
yang terukur, yakni : free path loss (free space), log normal fading dan Rayleigh (multipath) fading. Free path loss terjadi dalam komunikasi seluler di mana antara antenna BTS dan Mobile Station tidak terdapat penghalang sama sekali (unobstructed), seperti pada gambar 1. Ini dapat dinyatakan dengan rumus matematis berikut :
PL = 20 log (42. d . f ) dB
PL = 32,5 + 20 log d + 20 log f dB ………. (1) Di mana :
PL = rugi / redaman lintasan dalam dB d = jarak dalam kilometer (km) f = frekuensi dalam MegaHertz (MHz).
Gambar 1. Rugi Lintasan Bebas
Apabila di antara antena BTS dan stasiun atau pengguna bergerak terdapat penghalang, maka akan terjadi layangan (fading) sinyal yang mengakibatkan terjadinya rugi lintasan yang kurva matematisnya merupakan distribusi normal. Karena itu, ia disebut log normal fading, dengan kuat medan yang diukur secara logaritmik. Kondisi ini ditunjukkan pada gambar 2. Sedangkan manakala pengguna atau stasiun bergerak menerima sinyal dari BTS disertai dengan interfernsi dari beberapa sinyal lainnya, maka kondisinya disebut multipath (Rayleigh) fading. Seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.
Dalam Rekomendasi dan Laporan CCIR tahun 1982 , Volume V, Report 567-2, efek kumulatif dari ketiga jenis lintasan tersebut dinyatakan dengan persamaan brikut :
PL=69,55+26,16 log f – 13,82 log h1 – a(h2) +(44,9 – 6,55 log h1) log d ……..(2)
di mana :
f = frekuensi dalam MHz
d = jarak dalam km
h1 = Tinggi antena BTS dalam meter (m)
\h2 = tinggi antena penerima – MS (m)
a(h2) = (1,1 log f – 0,7)h2 – (1,56 log f – 0,8) : koreksi tinggi antena penerima MS.
Diasumsikan sekitar 15 % wilayah yang dimaksud ditempati oleh bangunan (daerah urban
Gambar 2. Log normal fading
Gambar 3. Multipath fading Penentuan Radius Coverage BTS
Untuk menentukan radius coverage dipakai persamaan Okumura – Hata. Model ini merupakan salah satu model yang terkenal dan paling banyak digunakan untuk melakukan prediksi sinyal di daerah urban.
Model ini sangat cocok bila diterapkan pada daerah urban dan suburban.
Persamaan model Okumura Hatta adalah :
(3) dimana :
f = frekuensi (MHz) hb = tinggi antena BTS (m)
hm = tinggi antena mobile station (m) RKM = jarak antara MS dan BTS (km)
C1 = 69,55 untuk 400 <=f <=1500 (MHz) ; 46,30 untuk 1500 <=f<=2000 (MHz)
1 0
JREC
Journal of Electrical and Electronics Vol 1. No.2
C2 = 26,16 untuk 400 <=f <=1500 (MHz) ; 33,90 untuk 1500 <=f< =2000 (MHza(hm) = (1,1 log f – 0,7)hm – (1,56 log f – 0,8) Untuk LH = LM , maka :
Daerah Urban
….……. (4)
Daerah Sub Urban
……… (5) Daeah Rural
.……..(6)
dengan
Setelah radio survey selesai dilaksanakan, maka persyaratan perancangan sel dapat dipenuhi. Pusat sel (cell site), daerah layanan beserta cakupan BTS dapat ditentukan.
Dengan memasukkan data jumlah pengguna dengan kapasitas trafik yang dibutuhkan, frekuensi pembawa (carrier) yang digunakan serta tingi antenna berdasarkan kategori pengwilayahan sesuai kepadatan penduduk, maka ukuran dan jumlah sel (jumlah BTS) dapat dihitung.
Namun demikian, disain konstruksi menara merupakan pekerjaan penting yang juga mendukung stabilitas keberadaan BTS dengan perangkat antenanya. Oleh karena itu, perancangan pembangunan atau pelaksanaan pekerjaan konstruksi menara harus disesuaikan dengan tujuan pemanfaatannya sebagai tempat pemasangan perangkat BTS
dengan segenap fungsi telekomunikasinya, terutama berkenaan dengan kualifikasi, spesifikasi dan karakteristik konstruksi. Hanya saja, perancangan tekniknya merupakan pekerjaan tersendiri yang tidak perlu dimasukkan pada bagian ini.
2. Analisis Kebutuhan Menara
Dalam analisis optimasi menara disimpulkan bahwa jumlah BTS atau menara komunikasi sama dengan jumlah sel, karena setiap sel membutuhkan sebuah menara. Oleh karena itu jumlah menara yang dibutuhkan dapat diketahui dengan menghitung banyaknya sel yang tersebar dalam seluruh bagian wilayah dengan luasan yang sudah ditetapkan.
Untuk melakukannya, diperlukan data sebagai berikut:
1. Traffic Demand, yakni angka yang menunjukkan besarnya lalu lintas (trafik) pembicaraan yang dibutuhkan dalam suatu wilayah secara keseluruhan (total) serta besarnya trafik dalam setiap sel yang diinginkan. Misalkan : ATotal dan ASel
yang satuannya dinyatakan dalam Erlang (E).
2. Jumlah pengguna (user) komunikasi seluler
3. Luas wilyah yang ditetapkan
METODELOGI PENELITIAN
Dalam kaitan ini penelitian akan dilakukan dengan mengacu pada 2(dua) aspek pendekatan sebagai berikut :
1. Melakukan survey jumlah pelanggan (local dan roaming)
Hasilnya akan dijadikan bahan analisis untuk mengetahui korelasi antara jumlah pelanggan, kepadatan trafik, dan ukuran sel yang dibutuhkan . Hal ini bersesuaian dengan metode Cell Planning.
Sebagai contoh, sebuah wilayah yang akan dirancang sebagai area layanan komunikasi seluler memiliki data sebagai berikut:
1 1
JREC
Journal of Electrical and Electronics Vol 1. No.2
Jumlah pengguna = 395.025 orang, Trafik rata – rata tiap pengguna = 11 mE, Trafik per sel = 62,95 E , Luas wilayah = 21,35 km2
Dari data di atas, jumlah, luas dan jari – jari sel dapat dihitung dengan urutan sbb [1,4]:
Trafik Total ;
AT = 395.025 x 11. 10-3 = 4345,275 E Jumlah Sel = Trafik total dibagi dengan trafik per sel
∑ Sel = 4345,275: 62,95 = 69,027 = 70 Luas Sel = Luas wilayah : Jumlah Sel = 21,35 : 70 = 0,305 km2
2. Mengukur jarak komunikasi efektif yang dapat dijangkau oleh antenna pada menara dengan ketinggian tertentu.
Kegiatan ini dapat dikaitkan dengan metode Okumura – Hatta ( penerapan variasi ketinggian antenna berdasarkan intensitas pengguna dalam cakupan layanan – coverage area BTS)
Dengan model Okumura – Hatta, yakni persamaan (3 ) atau persamaan (4) yang sebenarnya tidak berbeda dengan peramaan (2), dilakukan perhitungan yang diperuntukkan bagi wilayah metropolitan atau urban. Dalam hal ini tinggi antena ditentukan berdasarkan hasil survei lapangan, yakni: 30, 42, 60 dan 72 (dalam satuan meter) berturut – turut untuk daerah : pusat kota (metropolitan atau CBD: Center Business Density), urban (perkotaan), suburban (pinggiran kota) dan rural (pedesaan).
Misalnya untuk daerah urban, dengan data spesifikasi perangkat komunikasi radio sebagai berikut (kondisi ideal):
LM = 94 dB, f=900 MHz, hb=42 m , hm=1,5 m
a(hm) = (1,1 log f – 0,7)hm – (1,56 log f – 0,8)
= (1,1 log 900 – 0,7) 1,5 – (1,56 log 900 – 0,8) = 0,02
Jari – jari sel :
C1 = 69,55 untuk 400 <=f <=1500 (MHz) C2 = 26,16 untuk 400 <=f <=1500 (MHz) Atau
= 0,132 km.= 132 m Jumlah sel (S) = Luas wilayah (LW) / Luas sel (LS), yang dinyatakan sbb:
……… (7) Dengan pendekatan kategori sel berdasarkan besarnya radius, di wilayah sekitar Jabodetabek operator telekomunikasi seluler umumnya menerapkan sel mini (picocell) dengan ketentuan radius lebih kecil atau sama dengan 3 km , dengan jarak aman interferensi antar BTS minimal 200 meter (juga tetap disesuaikan dengan karakteristik perangkat komunikasi radio). Untuk Kota Bekasi (Luas wilayah: 21.049 ha = 210,49 km2), dengan teledensitas telepon seluler = 60 % (Depkominfo, 2009), dan jenis area : Urban dan Suburban, diperoleh hasil sebagai berikut
Tabel 2.
Perhitungan Jumlah Menara Seluler Untuk Kota Bekasi
N O
KECAMAT AN
Luas (km2)
Jumlah Sel / Menara R = R = R=15
1 2
JREC
Journal of Electrical and Electronics Vol 1. No.2
132 m
100 0 m
00 m
1 Pondok Gede
16,2
9 326 7 3
2 Jati sampurna
14,4
9 290 6 3
3 Jati Asih 22,0
0 440 9 4
4 Bantar Gebang
17,0
4 341 7 3
5 Bekasi Timur
13,4
9 270 6 3
6 Rawa Lumbu
15,6
7 314 7 3
7 Bekasi Selatan
14,9
6 300 6 3
8 Bekasi Barat
18,8
9 378 8 4
9 Medan Satria
14,7
1 295 6 3
10 Bekasi Utara
19,6
5 393 8 4
11 Mustika Jaya
24,7
4 495 10 5
12 Pondok Melati
18,5
7 372 8 4
Kota Bekasi
210, 49
421
4 88 42 Angka pada tabel 2 di atas akan dijadikan sebagai acuan komparatif dalam menganalisis optimasi jumlah menara seluler di Kota Bekasi. Selanjutnya akan dianalisis optimasi pemanfaatan menara seluler bersama dengan memilih sebuah menara bersama yang sudah difungsikan.
Studi literatur yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan pendalaman materi tentang perda dan pendirian menara seluler di kota bekasi. Observasi langsung ke lokasi untuk mengetahui jumlah faktual menara seluler yang akan dianalisis. Sebagai suatu pilihan studi kasus, Kecamatan Rawalumbu – yang terdiri atas 4(empat) kelurahan dijadikan sebagai target observasi.
Dengan pendekatan analisis optimasi lahan, kebutuhan menara seluler di Kota Bekasi sudah dihitung dan tertuang dalam salah satu acuan (tinjauan pustaka) penelitian ini (Paronda, 2011), seperti pada tabel 2.
Sebagai suatu penyegaran pra – analisis, perlu dicantumkan kembali data tersebut di sini.
Pada bulan Oktober 2010, ternyata di wilayah Kota Bekasi telah berdiri sebanyak 326 (tiga ratus dua puluh enam) buah menara seluler dengan luas wilayah hanya 210,49 km2. Termasuk di dalamnya, di kecamatan Rawalumbu terdapat sebanyak 32 (tiga puluh dua) buah, dengan luas wilayah sebesar 15,67 km2. Bilangan yang menunjukkan jumlah menara seluler tersebut diperoleh sebagai hasil observasi lpangan yang dilakukan oleh Bidang Tata Ruang, Dinas P2B Kota Bekasi (yang kini telah bermetamorfosis menjadi Dinas Tata Kota).
Pengolahan Data
Data jumlah menara seluler yang diperoleh pada penelitian ini adalah sbb:
Tabel 3
Jumlah Menara – Antena Seluler, Distako, 2009 – 2013 (Juni 2013)
Tah un
20 09
201 0
201 1
20 12
20 13
KET (Juni 2013) Juml
ah 72 61 21 46 7 207 Sumber : Distako Kota Bekasi (Juni 2013)
Tabel 4
Jumlah BTS, Dishub,2009 – 2012
No Kecamatan
Jum lah
Ketinggian Menara 1 Bekasi Barat 7 36,20,42 m
1 3
JREC
Journal of Electrical and Electronics Vol 1. No.2
2 Bekasi Timur
16 32,36,40,42,48 m
3 Bekasi Selatan 20 9,12,45, 26 m 4 Bekasi Utara 16 31,42,52 m 5 Mustikajaya 19 30,42,60 m 6 Jati Asih 24 32,42 m 7 Rawa Lumbu
18 30,31,36,42,45 m
8 Bantar Gebang 16 6,42,72 m 9 Jati Sampurna 23 36,42,52 m 10 Pondok Gede 17 30,35,15,42 m 11 Pondok Melati 2 42 m
12 Medan Satria 9 30,36 m
Jumlah 187
Sumber : Dishub Kota Bekasi (Juni 2013).
Tabel 5
Jumlah BTS Kec. Rawalumbu (Observasi Juni 2013)
N o
Kelura han
Luas (ha)
RW (No.
urt) RT (No.
urt) To we r
K e t 1 Pengas
inan
272,
47 8
01 07 3 02 01 1 02 1 18 04 1 05 1 28 02 1 2
Bojong Rawal umbu
581, 92
1 5 01 02 1
07 2 02 03 1 06 2 08 1 03 07 1 04 01 1 04 1 06 1
05 03 3 06 01 1 3
Sepanj ang Jaya
295, 24
1 2 RS.
Hsn - 1
02 03 1 04 1 03 02 2 03 2 04 2 05 02 1 03 1 04 1 4
Bojong Mente ng
370, 18
1 3 02 03 1 03 01 1
02 1
07 1 05 01 1 02 1 03 3 07 05 2 37 08 2 151
9,81
4 8 Sumber : Observasi Lapangan, Tim Peneliti (Mei 2013)
Atau dengan penyederhanaan, tabel 5 di atas diubah sebagai berikut :
Tabel 6
Sebaran Menara BTS di Kec. Rawalumbu – per Kelurahan (obs Mei 2013)
1 4
JREC
Journal of Electrical and Electronics Vol 1. No.2
KELURAHAN LUAS (km2)
JUMLAH TOWER
KERAP ATAN Pengasinan 272.47 8 0.0294 Bojong Rawa
Lumbu
581.92
15 0.0258 Sepanjang Jaya 295.24 12 0.0406 Bojong
Menteng
370.18
13 0.0351 TOTAL 1,519.8
1 48 0.0316
Analisis Data
Data yang terkumpul sebagaimana di atas memberikan informasi sebagai berikut:
a. Data yang terdokumentasi pada kedua instansi atau SKPD sumber ternyata berbeda. Hingga tahun 2012, di Distako sudah terbukukan 200 buah menara antenna (tower BTS), sementara di Dishub baru 187 buah (perhatikan tabel 3 dan tabel 4), yang berarti terdapat selisih 13 buah. Perbedaan yang demikian pun ditemukan pada SKPD yang sama, tetapi dengan metode pencatatan yang berbeda ( antara pencatatan sesuai observasi dan pencatatan sesuai permohonan).
Dalam hal ini adalah Distako (yang sebelumnya adalah Dinas P2B) Kota Bekasi. Bidang Tata Ruang mencatat hasil observasi sebanyak 326 buah (pada tahun 2010), sedangkan pada tahun yang sama, Bidang PGL membukukan hanya 133 buah menara seluler (lihat tabel 2 dan tabel 3).
b. Analisis optimasi dengan pendekatan luas atau ukuran jejari sel, maka hasil yang diperoleh pada penelitian sebelumnya (Paronda, 2011)
tetap perlu dipertahankan. Hal ini dimaksudkan bahwa dengan persamaan Okumura – Hatta dan dengan memilih ukuran sel mini (picosel), maka radius 1000m cukup signifikan, yang dengan demikian begitu maka untuk wilayah kecamatan Rawalumbu cukup 3(tiga) buah menara seluler. Sementara itu, hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa telah terjadi penambahan sebanyak 16(enam belas) buah menara seluler di wilayah kecamatan Rawalumbu selama 3 tahun terakhir, sehingga kini berjumlah 48 (empat puluh delapan) buah.
c. Fenomena kontradiktif untuk sebuah upaya optimasi sangat terlihat di wilayah kecamatan Rawalumbu, bukan semata –
mata dengan adanya
pertambahan menara seluler sebanyak 16 buah. Namun yang sangat penting diperhatikan adalah sebarannya pada tingkat wilayah RW(Rukan Warga) dan RT (Rukun Tetangga). Di antara 4(empat) kelurahan yang merupakan cakupan ruang lingkup wilayah kecamatan Rawalumbu, terdapat 2(dua) RW yang sangat mencolok jumlah menara selulernya, yakni RW.03 Kelurahan Sepanjang Jaya yang telah dibanguni sebanyak 6(enam) buah dan RW.05 Kelurahan Bojong Menteng sebanyak 5(lima) buah (perhatikan tabel 5 dan tabel 6).
d. Melanjutkan poin c di atas, lebih menakjubkan lagi bahwa ada 3(tiga) RT yang masing – masing terdapat pada 3 RW yang berbeda, telah dibanguni 3(tiga)
1 5
JREC
Journal of Electrical and Electronics Vol 1. No.2
buah menara seluler, yaitu:
RT.07/ RW.01 Kelurahan Pengasinan, RT.03/RW.05 Kelurahan Bojong Rawalumbu, dan RT.03/RW.05 Kelurahan
Bojong Menteng. Ini
menunjukkan bahwa beberapa titik koordinat tertentu di wilayah tersebut diperebutkan oleh operator telekomunikasi seluler untuk dibanguni menara BTS.
e. Dengan luas wilayah sebesar 15,67 km2 (urutan ke-8 terluas dari 12 kecamatan dalam wilayah Kota Bekasi), di wilayah kecamatan Rawalumbu telah dibangun 32 buah menara seluler (terbanyak ke-3) dengan intensitas (kerapatan) sebaran menara rata – rata sebesar 2.04 buah/km2 (terpadat ke-3).
f. Dengan sudah terbangunnya 48 buah menara seluler di wilayah Kecamatan Rawalumbu per Mei 2013, maka kerapatan sebaran jumlah menara tiap kilometer persegi mencapai angka 0,03.
Bahkan ada yang telah dibanguni 3 buah dalam satu wilayah RT yang sama (lihat butir d).
g. Angka pasti untuk kebutuhan jumlah menara seluler dengan pendekatan perencanaan dan perancangan sel (cell planning) belum bisa dihitung karena ketersediaan data belum terpenuhi, juga untuk pemanfaatan menara seluler bersama. Namun secara kalkulasi matematis dapat dipahami sebagai berikut. Pertama, menetapkan (asumsi) kepadatan trafik sel (untuk sebuah sel), yang dapat dipilih dalam kisaran yang efektif untuk kelayakan sebuah sel. Kedua, kepadatan trafik per
orang (user) , yang dapat diperhitungkan melalu rata – rata kumulatif penggunaan (khususnya penerimaan) telepon seluler secara efektif dalam sehari.
Ketiga, menghitung jumlah user komunikasi seluler di wilayah kecamatan Rawalumbu, yang dapat dilakukan dengan melakukan sampling pada sejumlah titik konsentrasi user yang representatif. Dari sini diketahui beberapa parameter, yakni antara lain : jumlah sel yang dibutuhkan (sekaligus mewakili jumlah menara seluler), ukuran sel (termasuk panjang jejari), serta peta dasar perancangan sel (yang dapat direalisasikan).
h. Dengan mempertimbangkan segenap aspek perancangan, maka jumlah maksimal menara seluler untuk wilayah kecamatan Rawalumbu adalah 3(tiga) buah ukuran jejari 1,5 km). Dengan modifikasi ukuran sel, bahkan bisa menjadi hanya 1(satu) buah, yakni jika dipilih jejari sel sekitar 2,5 km – 3 km. Namun, jika ada faktor tertentu yang sangat signifikan sehingga dibutuhkan pemecahan sel (cell splitting), maka ukuran sel dapat diperkecil (misalnya karena kepadatan pengguna – user yang sangat tinggi) menjadi 1 km, sehingga jumlah sel menjadi 7(tujuh) buah (jumlah sel terbesar dengan ukuran radius efektif terkecil untuk wilayah kecamatan Rawalumbu).
i. Minimalisasi jumlah sel atau menara seluler juga dapat dilakukan dengan pemanfaatan menara seluler bersama, yang selain mengurangi kerapatan sebaran menara di suatu wilayah,
1 6
JREC
Journal of Electrical and Electronics Vol 1. No.2
juga bahkan sangat memudahkan penyuksesan panggilan lintas operator dengan mekanisme hard hand over – salah satu penyebab kegagalan penyambungan komunikasi seluler yang sangat dihindari.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Setelah mengolah dan menganalisis data yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut :
a. Dalam pemanfaatan jaringan komunikasi seluler dengan ukuran sel mini (picocel) dibutuhkan maksimal 7 buah menara seluler untuk wilayah kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi, jika digunakan sel yang berjejari 1 km.
Kuantitas menara seluler tersebut akan menurun seiring dengan meningkatnya nilai bilangan jejari yang dipilih, yakni 3 buah untuk jejari 1,5 km dan hanya 1 buah untuk jejari antara 2,5 km – 3 km.
b. Pemanfaatan menara seluler bersama otomatis akan mengurangi jumlah menara seluler yang dibutuhkan, sehingga akan menurunkan tingkat kerapatan sebaran menara seluler per luas wilayah, yang secara tidak langsung akan mendukung penataan wilayah kota yang berorientasi kerapihan dan keindahan (estetika planologis).
c. Peningkatan jumlah bangunan menara seluler yang sangat signifikan pertumbuhannya merupakan indikator peningkatan teledensitas telekomunikasi yang sangat penting dianalisis untuk perancangan kebutuhan menara seluler bersama.
d. Pencatatan dan
pendokumentasian menara seluler di Kota Bekasi belum memenuhi standar untuk acuan (referensi) penelitian, terutama karena keragaman kepentingan dan manfaat yang menjadi target mereka sebagai bagian dari stakeholder komunikasi seluler.
Saran
Untuk menikmati layanan komunikasi seluler yang makin berkualitas di masa yang akan datang, maka berkenaan dengan hasil penelitian ini disarankan beberapa hal sebagai berikut :
a. Dibutuhkan peralatan dan fasilitas lapangan untuk pelaksanaan radio survey sehingga diperoleh kemudahan untuk menentukan kepadatan trafik sel secara langsung dan akurat.
b. Waktu dan biaya penelitian perlu dirancang lebih memadai agar dimungkinkan terlaksananya kegiatan sampling yang memudahkan akumulasi data penelitian yang dibutuhkan.
c. Forum pengguna (user) komunikasi seluler dan asosiasi operator telekomunikasi seluler sangat dibutuhkan kontribusinya, baik untuk memberikan masukan untuk monitoring dan evaluasi keberadaan operasional dan layanan para operator komunikasi seluler, maupun dalam memelihara interkasi dan komunikasi yang baik antara operator telekomunikasi seluler dengan pemerintah setempat.
Implikasi positif yang diharapkan dari hal ini adalah terciptanya kemudahan untuk mengakses data untuk penelitian, pengembangan dan penerapan
1 7
JREC
Journal of Electrical and Electronics Vol 1. No.2
(litbangrap) teknologi telekomunikasi di setiap wilayah atau kabupaten/kota.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Boucher, Neil J., ”The Cellular Radio Handbook – A Reference for Cellular System Operation”, Quantum Publishing, USA, 1995, 3rd ed.
[2] Calhoun, George, ”Digital Cellular Radio”, Artech House Inc,London, 1988,9th ed.
[3] Freeman, Roger L., ”Telecommunication Transmission Handbook”, John Wiley &
Sons Inc,New York, 1991, 3rd ed.
[4] Lee, William C.y., ”Mobile Cellular Telecommunictions – Analog and Digital System”, Mc.Graw Hill,Inc.,New York,1995,2nd ed.
[5] Lee, William C.Y., ”Mobile Communication Design Fundamental”, John Wiley &
Sons,Inc, New York, 1993,2nd ed.
[6] Mehrotra, Asha, ”Cellular Radio Performance Engineering”,Artech House Inc, London, 1994, 2nd ed.
[7] Paronda, Abdul Hafid, “Handover dalam Komunikasi Bergerak Seluler” dalam
“Resultan” – Jurnal berkala , Fakultas Teknik UNISMA, Bekasi,Vol.X No.1,Maret 2010.
[8] Pasaribu, Parlin , “Evolusi Teknologi Telekomunikasi”,Ilmu Komputer.Com, Nov.2008
[9] Roden, Martin S., ”Digital Communication System Design”,Prentice Hall International Inc,USA, 1988,1st ed.
[10] Shibuya, Shigekazu & Ishizuka, Haruo, ”A Basic Atlas of Radio wave Propagation”, John Wiley & Sons Inc, Toronto, 1987, 1st ed.
*11+………, ”Sensus Penduduk Kota Bekasi 2010”, BPS Kota Bekasi, 2010.
[12]……...., ”Peta Perkembangan Permukiman Kota Bekasi”, Dinas Tata Ruang Kota Bekasi, 2009.