• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Kerugian Konsumen Akibat Praktik Klinik Kecantikan (Studi Pada Hiskin Beauty Center Jambi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Kerugian Konsumen Akibat Praktik Klinik Kecantikan (Studi Pada Hiskin Beauty Center Jambi)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 368

Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Kerugian Konsumen Akibat Praktik Klinik Kecantikan (Studi Pada Hiskin Beauty Center Jambi)

Virta Yuli Anisa icaica594@gmail.com

Taufik Yahya

taufikyahya@unja.ac.id

Sasmiar

sasmiar@unja.ac.id

Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Article History:

Submitted : 09 Desember 2021; Accepted: 31 Desember 2021; Published: 31 Desember 2021

Abstract

This study aims: 1) To find out and analyze the form of responsibility of illegal beauty clinic business actors in Jambi City for consumer losses. 2) To find out and analyze dispute resolution for consumer losses arising from illegal beauty clinics in Jambi City. The formulation of the problem studied: 1) What is the form of responsibility of business actors for consumer losses due to illegal beauty clinics in Jambi City? 2) How to resolve disputes over consumer losses arising from illegal beauty clinics in Jambi City?. The research method used is empirical juridical research. The results of the first study that the responsibility for the legal relationship between business actors and consumers at beauty clinics was born from the Consumer Protection Act, in article 19 of the UUPK states that business actors are responsible for providing compensation for damage, pollution, and or consumer losses due to consuming goods or services. services produced or traded, the responsibility of business actors, namely accountability in the form of beauty health care services in accordance with the types of complaints submitted by patients as consumers.

The two settlements between the beauty clinic business actors and consumers are still carrying out non-litigation settlements.

KEYWORDS: Legal Responsibility, Beauty Clinic Business Actor, Consumer Legal Protection.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan:1) Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk tanggungjawab pelaku usaha klinik kecantikan ilegal di Kota Jambi terhadap kerugian konsumen.2) Untuk Volume 2 Nomor 3 Oktober 2021 Halaman 368 - 391

Editorial Office : Faculty of Law, Jambi University, Jalan Lintas Sumatera, Jambi 36122, Indonesia.

zaaken@unja.ac.id

http://online-journal.unja.ac.id/zaaken

ISSN Print : 2721-5318 ISSN Online: 2721-8759

(2)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 369 mengetahui dan menganalisis penyelesaian sengketa atas kerugian konsumen yang timbul akibat klinik kecantikan ilegal di Kota Jambi. Rumusan masalah diteliti:1) Bagaimana bentuk tanggung jawab pelaku usaha terhadap kerugian konsumen akibat klinik kecantikan ilegal di Kota Jambi?; 2)Bagaimana penyelesaian sengketa atas kerugian konsumen yang timbul akibat klinik kecantikan ilegal di Kota Jambi?. Metode penelitian yang digunakan ialah penelitian yuridis empiris. Hasil Penelitian pertama bahwa tanggungjawab hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen pada klinik kecantikan lahir dari adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pada pasal 19 UUPK menyebutkan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang atau jasa yang dihasilkan atau di perdagangkan, pertanggungjawaban pelaku usaha, yakni pertanggungajawaban berbentuk pelayanan perawatan kesehatan kecantikan sesuai dengan jenis keluhan yang disampaikan oleh pasien selaku konsumen. Kedua penyelesaian antara pelaku usaha klinik kecantikan dan konsumen masih melakukan penyelesaian secara non litigasi.

Kata Kunci: Tanggung Jawab Hukum, Pelaku Usaha Klinik Kecantikan, Perlindungan Hukum Konsumen

A. PENDAHULUAN

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mencapai masyarakat yang adil dan rnakmur pemerintah terus meningkatkan dan mengarahkan pembangunan industri, agar sektor industri makin menjadi penggerak ekonomi yang efisien berdaya saing tinggi, mempunyai struktur yang makin kukuh dengan pola produksi yang berkembang dari barang-barang yang mengandalkan pada tenaga kerja yang produktif dan sumber daya alam yang melimpah menjadi barang yang makin bermutu, bernilai tambah yang tinggi dan padat keterampilan.1 Salah satunya adalah pesatnya pertumbuhan klinik kecantikan.

Untuk dapat menghasilkan produk barang yang berdaya saing tinggi, barang yang makin bermutu, dan bernilai tambah tinggi sangat terkait erat dengan masalah tanggungjawab produsen (product liability). Adanya kesadaran dari produsen terhadap tanggungjawab secara hukum (product liability) akan berakibat pada adanya sikap penuh kehati-hatian (precision), baik dalam menjaga kualitas produk, penggunaan bahan, maupun dalam kehati-hatian kerja. Tidak adanya atau

1Rahma Iryanti, Pengembangan Sektor Informal sebagai Alternatif Kesempatan Kerja, UI-Press, Jakarta, 2003, hal. 16.

(3)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 370 kurangnya kesadaran akan tanggung jawabnya sebagai produsen akan berakibat fatal dan menghadapi risiko bagi kelangsungan hidup/kredibilitas usahanya.2

Dibalik pesatnya pertumbuhan klinik kecantikan, ternyata terdapat sisi negatifnya, diantaranya banyak konsumen yang ternyata tidak cocok dengan produk kecantikan yang dikeluarkan oleh klinik kecantikan. Tak heran jika banyak pengguna jasa kecantikan yang justru mengeluhkan produk dan/atau jasa yang diberikan oleh sebuah klinik kecantikan. Diantara keluhan konsumen tersebut biasanya terkait kondisi kulit konsumen yang bertambah buruk. Di dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen jelas disebutkan bahwa pelaku usaha wajib menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.3

Kriteria cantik selalu berubah dari masa ke masa, paling tidak jika dilihat dari sisi estetis. Definisi kecantikan adalah relatif karena pengertian cantik dari waktu ke waktu selalu berubah dan begitu juga pengertian cantik di tiap negara berbeda. Konsep kecantikan seseorang di daerah tertentu boleh jadi berbeda dari konsep kecantikan seseorang di daerah lain.1Kecantikan memiliki kemampuan magnetik luar biasa yang mampu meruntuhkan dunia laki-laki. Pandangan mengenai pentingnya merawat tubuh dalam memenuhi konsep kecantikan terus-menerus digencarkan lewat beberapa media massa dengan citraan-citraan dan realitas-realitas yang semu namun tampak nyata.

Keterpaduan antara tubuh dan kosmetik yang dilekatkan kepada perempuan menghasilkan sebuah tanda baru yaitu kecantikan.4

Namun dalam prakteknya pelaku usaha klinik kecantikan tidak menjamin mutu barang dan/jasa yang berlaku dengan adanya produk yang tidak cocok digunakan oleh konsumen. Sehingga konsumen berada dalam posisi yang lemah, terlebih lagi konsumen kurang memahami tentang hak-haknya sebagai konsumen dan kebanyakan dari mereka enggan mempermasalahkan kerugian yang terjadi dikarenakan banyaknya waktu, tenaga dan biaya yang dikeluarkan lagi untuk mendapatkan hak-haknya sebagai konsumen. Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum perlindungan konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang mengatur sifat yang melindungi kepentingan konsumen.

Perlindungan konsumen dipandang secara materiil maupun formil semakin terasa

2Lukmanul Hakim, “Tanggung jawab Produsen Dalam Perdagangan Bebas”, Jurnal Hukum Dagang Vol. 3 No. 06, 2010, hal. 34.

3Husni Syawali, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal. 33.

4http://digilib.unila.ac.id/11921/16/BAB%20II.pdf., diakses pada tanggal 17 September 2021.

(4)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 371 penting, mengingat ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan penggerak bagi produktifitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkan dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung maupun tidak langsung, maka konsumen akan merasakan dampaknya.

Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas dengan strata yang sangat bervariasi menyebabkan pelaku uasaha melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi produk barang atau jasa dengan cara seefektif mungkin agar dapat mencapai konsumen yang sangat majemuk tersebut. Untuk itu semua cara pendekatan diupayakan sehingga menimbulkan berbagai dampak termasuk keadaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat negatif bahkan tidak terpuji yang berawal dari itikad buruk. Dampak buruk yang lazim terjadi antara lain menyangkut kualitas, atau mutu barang dan jasa, informasi yang tidak jelas bahkan menyesatkan, pemalsuan dan sebagainya.5

Keberadaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 1 Angka 1 merupakan upaya untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Konsumen yang merasa dilanggar hak-haknya oleh pelaku usaha telah mempunyai kepastian hukum untuk menuntut hak-haknya. Adapun hak-hak konsumen adalah sebagai berikut:

(1) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa;

(2) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

(3) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

(4) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

(5) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

5Ibid.,

(5)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 372 (6) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

(7) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

(8) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.6

Dimana lahirnya undang-undang tersebut bertujuan untuk mengatur hak- hak dan kewajiban antara konsumen dengan pelaku usaha, agar menjunjung tinggi rasa aman terhadap konsumen klinik kecantikan, serta menjunjung tinggi rasa tanggung jawab pelaku usaha terhadap produk dan jasa yang ditawarkannya.

Klinik kecantikan selaku pelaku usaha menyadari bahwa mereka harus dapat menjamin hak-hak konsumennya terpenuhi dalam berbagai bidang.

Namun dibalik itikad baik yang dilakukan, tidak menutup kemungkinan terjadinya kerugian-kerugian yang diderita konsumen terkait penggunaan produk dan/atau jasa dari sebuah klinik kecantikan. Ketika mengalami kerugian, konsumen dapat melakukan upaya hukum agar tercapai keadilan bagi dirinya dan klinik kecantikan selaku pelaku usaha wajib untuk bertanggungjawab atas kerugian yang terjadi. Penulis sebagai salah satu konsumen yang terbilang sering melakukan perawatan wajah di klinik kecantikan memiliki ketertarikan terhadap perlindungan konsumen terhadap pelayanan jasa yang terdapat dalam klinik kecantikan tersebut.

Tanggung jawab pembayaran ganti kerugian yang dialami oleh konsumen sebagai akibat penggunaan produk didasarkan pada beberapa ketentuan yaitu berdasarkan wanprestasi. Ganti kerugian yang diperoleh karena adanya wanprestasi merupakan akibat tidak dipenuhinya kewajiban utama atau kewajiban tambahan yang berupa kewajiban atas prestasi utama atau kewajiban jaminan/garansi dalam perjanjian sedangkan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum tidak perlu didahului dengan perjanjian sehingga tuntutan ganti kerugian dapat dilakukan oleh setiap pihak

6Yulia Susantri, “Pencantuman Informasi Pada Label Produk Kosmetik Oleh Pelaku Usaha Dikaitkan Dengan Hak Konsumen”, Jurnal Hukum Vol.2 No.1, 2018, hal. 114-115.

(6)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 373 yang dirugikan, walaupun tidak pernah terdapat hubungan perjanjian antara pelaku usaha dengan konsumen.

Sehubungan dengan kerugian yang dialami oleh seorang konsumen pada Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga telah mengatur bahwa Pelaku usaha wajib bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Permasalahan ini sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, dan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Klinik.7

Menurut Pasal 25 ayat (1) Permenkes Tentang Klinik, untuk mendirikan sebuah klinik, pelaku usaha harus memiliki izin mendirikan dan izin operasional.

Undang-Undang Kesehatan mengatur ketentuan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan kepada masyarakat di mana dalam Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Kesehatan mengatakan bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau. Rumusan dalam Pasal tersebut diperkuat dalam Pasal 106 ayat (1) yang mengatakan bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.8

Fenomena yang berkembang sekarang memandang bahwa masalah kecantikan adalah salah satu kebutuhan pokok yang pada saat tertentu harus dipenuhi baik oleh kaum wanita maupun pria. Keadaan tersebut diperkuat dengan adanya sifat manusia yang mudah meniru kelompok referensi yaitu kelompok sosial yang menjadi ukuran seseorang (bukan anggota kelompok) untuk membentuk kepribadian dan perilaku.9 Perilaku konsumen seperti ini menyebabkan kebutuhan akan kecantikan yang meluas di kalangan masyarakat,

7Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2011, hal. 126.

8Rani Apriani, “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Akibat Praktik Klinik Kecantikan”, Jurnal IUS Vol. VII No.2, 2019, hal. 28.

9Basu Swastha, Manajemen Perusahaan Analisa Perilaku Konsumen, Liberty Edisi Pertama, Yogyakarta, 2012, hal. 63.

(7)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 374 baik di kota-kota besar maupun di kota-kota kecil. Melihat kenyataan tersebut, maka konsekuensi yang kemudian muncul adalah banyak bermunculan klinik jasa kecantikan yang menawarkan berbagai macam perawatan wajah dan badan secara keseluruhan. Perkembangan klinik-klinik jasa kecantikan ini diiringi dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan kecantikan yang semakin beragam.

Namun pada kenyataanya, dibalik tumbuh pesatnya klinik kecantikan terdapat beberapa sisi negatif, diantaranya banyak konsumen yang ternyata tidak cocok dengan jasa dan produk kecantikan yang ditawarkan oleh klinik kecantikan. Hal ini tentunya menjadi suatu kerugian bagi konsumen pengguna klinik kecantikan.

Kerugian yang dialami konsumen biasanya timbul karena kurangnya informasi yang diberikan terkait keadaannya serta efek samping dari tindakan yang dilakukan. Banyak kasus merugikan yang dialami oleh konsumen klinik kecantikan, seperti timbulnya iritasi pada wajah setelah menggunakan produk dari klinik kecantikan, iritasi dapat berupa timbulnya rasa perih dan memerah pada wajah konsumen. Tidak hanya itu, beberapa konsumen klinik kecantikanpun pernah merasa keberatan manakala saat dilakukan pelayanan perawatan terdapat tindakan dokter atau beautician yang kurang memuaskan, seperti beautician terlalu keras menekan wajah konsumen saat melakukan facial wajah, sehingga menimbulkan rasa sakit dan ketidakpuasaan terhadap konsumen. Hal seperti ini dapat terjadi manakala terdapat kondisi dan/atau sesitivitas pasien yang berbeda- beda maupun karena kelalaian dari pihak klinik kecantikan. Tidak heran jika banyak konsumen yang justru mengeluhkan produk dan/atau jasa yang diberikan oleh sebuah klinik kecantikan.

Usaha klinik kecantikan berkembang dikarenakan sekarang telah menjadi suatu kebutuhan bagi wanita untuk mempercantik diri. Jenis usaha klinik ini beragam, bukan hanya klinik kecantikan dan pasar produk perawatan kulit, tetapi Peningkatan tersebut membuat persaingan industri kecantikan menjadi salah satu peluang yang dapat meningkatkan pendapatan. Oleh karena itu, banyak pelaku usaha yang berusaha memenuhi kebutuhan akan kecantikan dengan berbagai macam inovasi. Usaha kecantikan di Indonesia setiap tahunnya semakin bertambah, begitu pula di Kota Jambi. Klinik Kecantikan di Kota Jambi sudah

(8)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 375 berkembang cukup luas dari tahun ke tahun dan menunjukkan pertumbuhan yang meningkat.

Setelah penulis melakukan penelitian dari beberapa kasus yang terjadi, Kota Jambi menjadi salah satu kota yang mengalami perkembangan di bidang bisnis klinik kecantikan. Banyak bermunculan klinik-klinik skin care yang siap memberikan jasa dan pelayanan bagi konsumen untuk mempercantik diri dan memanjakan konsumen dengan menawarkan treatment yang berkualitas dan bermanfaat bagi kulit konsumen. Salah satunya adalah Klinik Kecantikan Hiskin Beauty Center Jambi.

Adapun perbuatan-perbuatan yang termaksud dalam tanggung jawab pelaku usaha akibat praktik klinik kecantikan Hi Skin Beauty Center Jambi atas unsur kesalahannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa setiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain menyebabkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian mengganti kerugian tersebut. Maka konsumen dapat melakukan tuntutan kerugiannya karena memenuhi unsur melawan hukum atas kelalaiannya telah melakukan pelanggaran hak atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam menggunakan produk dan jasa yang disediakan.

Tabel 1

Daftar Jumlah Pasien Hiskin Beauty Center Jambi Tahun 2021

No Bulan Jumlah

1 Juni 337

2 Juli 336

3 Agustus 404

4 September 450

5 Oktober 500

Berdasarkan Tabel 1 diatas meningkatnya jumlah pasien pada Hiskin Beauty Center Jambi dari bulan Juni-Oktober, dari wawancara penulis, dari bulan Juni- Oktober terdapat 2 (dua) laporan atas kerugian konsumen setelah melakukan

Sumber: Hiskin Beauty Center

(9)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 376 pelayanan jasa di Klinik Kecantikan Hiskin Beauty Center Jambi. Tanggung jawab pelaku usaha klinik kecantikan tersebut dalam melakukan ganti rugi masih kurangnya kesadaran dan melakukan penyelesaian secara non litigasi.

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dikemukakan penulis ingin meneliti kasus ini lebih dalam lagi, yang menjadi judul proposal skripsi “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Kerugian Konsumen Akibat Praktik Klinik Kecantikan (Studi Pada Hiskin Beauty Center Jambi)”.

B. METODE PENELITIAN

Artikel ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, yaitu metode penelitian yang ditujukan untuk mengetahui sejauh mana bekerjanya hukum didalam masyarakat atau metode penelitian yang mengkaji mengenai kesenjangan antara das sollen (apa yang seharusnya terjadi) dengan das sein (kenyataan yang sebenarnya). Secara yuridis empiris penelitian ini mempelajari bagaimana Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Kerugian Konsumen Akibat Praktik Klinik Kecantikan (Studi Pada Hiskin Beauty Center Jambi)”.

C. PEMBAHASAN

1. Bentuk Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Kerugian Konsumen Akibat Praktik Klinik Kecantikan Pada Hiskin Beauty Center Jambi

Tanggung jawab pelaku usaha klinik kecantikan Hi Skin Beauty Center Jambi terhadap konsumen yang tidak cocok dengan produk kecantikan di klinik kecantikan Hi Skin Beauty Center Jambi adalah dengan memberikan perawatan dan pemulihan kondisi wajah konsumen. Apabila dikaji berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Sebagaimana tercantum

(10)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 377 dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a menegaskan bahwa pelaku usaha berkewajiban untuk menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau jasa yang berlaku.

Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan. Ketentuan tersebut semestinya ditaati dan dilaksanakan oleh para pelaku usaha. Namun dalam realitasnya banyak pelaku usaha yang kurang atau bahkan tidak memberikan perhatian yang serius terhadap kewajiban maupun larangan tersebut, sehingga berdampak pada timbulnya permasalahan dengan konsumen. Permasalahan yang dihadapi konsumen dalam menkonsumsi barang dan jasa terutama menyangkut mutu dan pelayanan di klinik kecantikan Hi Skin Beauty Center Jambi, secara normatif pelaku usaha klinik kecantikan Hi Skin Beauty Center Jambi bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan kulit konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUPK. Ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, terdapat pada Pasal 19 ayat 1, 2 UUPK. Ketentuan Pasal 19 UUPK kemudian dikembangkan pada Pasal 23 yang menyatakan “pelaku usaha yang menolak dan/atau memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1, 2, 3, dan 4, dapat digugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau mengajukan gugatan ke peradilan di tempat kedudukan konsumen.

Perlindungan hukum sangat penting bagi tenaga kesehatan dan konsumen dalam hubungan pemberian layanan kesehatan. Hal tersebut disebabkan karena adanya benturan kepentingan sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan terhadap pemakai jasa layanan kesehatan dan pemeliharaan kesehatan konsumen. Adapun yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan

(11)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 378 melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Dalam menentukan suatu kesalahan yang dilakukan oleh seseorang haruslah dilihat dari teori perjanjian agar seseorang tersebut telah memenuhi syarat melakukan kesalahan secara hukum perdata, hukum perjanjian sendiri tercantum dalam Buku III KUH Perdata yang terdiri dari 18 Bab dan 631 Pasal, dimulai dari Pasal 1233 sampai dengan 1864 KUH Perdata. Adapun syarat mengenai sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:

a. Adanya kata sepakat

b. Kecakapan untuk membuat perjanjian c. Adanya suatu hal tertentu

d. Adanya sebab yang halal

Konsumen memiliki 4 (empat) kepentingan yakni kepentingan fisik, kepentingan sosial dan lingkungan, kepentingan ekonomi dan kepentingan perlindungan hukum.10 Pertanggungjawaban hukum berkaitan erat dengan ada tidaknya suatu kerugian yang telah diderita oleh suatu pihak sebagai akibat (dalam hubungan konsumen dengan pelaku usaha) dari penggunaan, pemanfaatan, serta pemakaian barang dan/atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha tertentu. Jika berbicara soal pertanggungjawaban hukum, maka kita harus bicara soal ada tidaknya suatu kerugian yang telah diderita oleh suatu pihak sebagai akibat (dalam hal hubungan pelaku usaha dengan konsumen) dari penggunaan, pemanfaatan, serta pemakaian oleh konsumen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha tertentu.

Setiap pelanggaran yang terkait dengan hak dan kewajiban dibutuhkan subyek hukum untuk bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab tersebut dapat dibebankan kepada subyek hukum tersebut dengan kehati-hatian dan analisis yang mendalam. Atas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha maka kepadanya dikenakansanksi-sanksi hukum, baik sanksi administratif, perdata, maupun pidana. Pemberian sanksi ini penting untuk menciptakan iklim berusaha yang sehat. Sanksi merupakan salah satu alat untuk mengembalikan

10 M. Ali Mansyur, Penegekan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen Dalam Perwujudan Perlindungan Konsumen, GentaPress, Yogyakarta, 2007, hal..81.

(12)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 379 keadaan pada keadaan semula manakala telah terjadi pelanggaran sekaligus sebagai alat preventif bagi pelaku usaha sehingga tidak terulang lagi perbuatan yang sama.11

Pertanggungjawaban hukum yang diberikan oleh pelaku usaha berkaitan erat dengan ada tidaknya suatu kerugian yang telah diderita oleh pihak konsumen yang merupakan salah satu pihak sebagai akibat dari penggunaan, pemanfaatan, serta pemakaian barang dan/atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha tertentu.

Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan juga telah mengatur tentang upaya hukum yang dapat ditempuh oleh setiap orang yang menderita kerugian akibat penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan tanpa izin edar. Ketentuan dalam Pasal tersebut menyebutkan bahwa “setiap orang mempunyai hak untuk mendapat ganti rugi apabila sediaan farmasi dan alat kesehatan yang digunakan mengakibatkan terganggunya kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi karena sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan”.

Jika dibandingkan dengan hak dan kewajiban konsumen sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, tampak bahwa hak dan kewajiban produsen bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Artinya, apa yang menjadi hak dari konsumen merupakan kewajiban produsen untuk memenuhinya, dan sebaliknya apa yang menjadi hak produsen adalah kewajiban konsumen. Dari hasil penelitian penulis, terdapat 2 (dua) kasus komplain konsumen di Klinik Kecantikan Hi Skin Jambi.

Kasus Pertama :

Berdasarkan dari data yang didapat dari hasil wawancara penulis dengan konsumen Ibu Kinanti awal nya ia datang dengan keluhan flek hitam, wajah kusam dan banyak bekas jerawat, lalu dokter tersebut menganjurkan skin rejuve yang bertujuan untuk mencerahkan dan mengurangi flek dan bekas hitam akibat jerawat dengan efek sementara muka akan merah, kering dan terkelupas dan akan

11Roni Evi Dongoran, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dari Praktik Klinik Kecantikan Ilegal”, dalam Jurnal Unpad.Vol. 1 No.2, 2018, hal. 57.

(13)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 380 pulih kembali setelah 2 (dua) sampai 3(tiga) hari setelah treatment, pasien tetap ingin mencoba treatment yang dianjurkan oleh dokter. Setelah treatment selesai, wajah pasien merah dan terkelupas akibat dari skin rejuve. Namun, setelah seminggu treatment wajah pasien belum juga membaik, pasien merasa dirugikan dan komplain ke dokter, sehingga dokter memberikan kompensasi kepada pasien adalah penambahan treatment lain yang diberikan secara gratis 1 (satu) kali untuk meredakan merah setelah skin rejuve. Akan tetapi, pemberian tersebut tidak menyelesaikan masalah pada wajah konsumen12.

Kasus Kedua :

Pada kasus kedua penulis wawancarai konsumen dengan Ibu Teisa, ia mengatakan awal mulanya melihat klinik kecantikan di media sosial Instagram lalu ia mengirim pesan melalui whatsapp untuk melakukan janjian dengan dokter.

Datang dengan keluhan ingin menghilangkan rambut-rambut di bagian ketiak dan kakinya. Dokter menyarankan untuk melakukan treatment hair removal. Hair removal adalah treatment menggunakan E-Light Laser, teknik penyinaran yang menciptakan panas yang kemudian meneyerap ke akar rambut, sehingga folikel rambut yang terkena penyinaran akan rontok dalam 2 minggu sampai akhirnya tidak mampu lagi untuk memproduksi rambut baru. Pasien menerima segala efek sementara dari tindakan hair removal. Setelah menyelesaikan treatment, pasien merasakan kurang puas karena setelah treatment hair removal rambut yang tumbuh pada ketiaknya bukan semakin rontok namun tumbuh semakin cepat sehingga dokter melakukan kompensasi dengan memberikan treatement hair removal gratis 1 kali pada kedatangan pasien selanjutnya. Akan tetapi, pemberian tersebut tidak menyelesaikan masalah pada konsumen. 13

Analisis yang penulis simpulkan bahwa kasus pertama dan kedua pelaku usaha klinik kecantikan dalam melakukan kerugian tidak setara dengan nilai kerugian konsumen, pelaku usaha hanya ganti rugi treatment lain yang diberikan gratis 1 (satu) kali dan treatment selanjutnya ditanggung oleh konsumen. Pada kasus pertama dan kedua konsumen tidak sesuai mendapatkan haknya, pada hal dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

12Hasil Wawancara dengan Kinanti selaku Konsumen Tanggal 21 Oktober 2021.

13Hasil Wawancara dengan Teisa selaku Konsumen Tanggal 21 Oktober 2021.

(14)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 381 Perlindungan Konsumen telah dijelaskan Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seharusnya ganti kerugian konsumen.

Dari Kasus pertama dan kedua apabila pelaku usaha klnik kecantikan tidak memberi ganti kerugian setara maka pelaku usaha dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen diatur pada Pasal 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Berdasarkan wawancara dengan Nirlina Qolbi selaku Pemilik klinik kecantikan HiSkin Jambi, Pelaku usaha dengan konsumen melakukan perjanjian tertulis dan lisan, setiap konsumen yang akan melakukan treatment di klinik kecantikan Hiskin, konsumen tersebut akan menandatangani persetujan yang disebut informed concent . Di dalam informed concent telah disebutkan bahwa konsumen menyadari ada beberapa resiko yang mungkin terjadi14:

1. Rasa tidak nyaman, beberapa orang mengalami rasa seperti jepretan karet selama treatment.

2. Kemerahan/bengkak/kebiruan yang sementara treatment kisaran 5-10 menit.

Beberapa orang dapat bertahan lebih lama.

3. Perubahan warna kulit selama proses penyembuhan, ada beberapa kemungkinan yang terjadi. Kulit dapat menjadi lebih cerah atau bahkn lebih gelap dari kulit sekitarnya dan hal ini biasanya sementara. Namun beberapa kasus dapat permanen (jarang terjadi).

4. Luka, hal ini sangat jarang terjadi. Setelah treatment mungkin dapat terjadi rasa perih seperti terbakar atau lepuh. Infeksi -- dapat terjadi jika ada luka, jika terjadi luka yang menyebabkan kemerahan dan bengkak.

5. Skar, sangat jarang terjadi, namun dapat terjadi jika kerusakan kulit. Untuk mencegah hal ini terjadi, harap mengikuti instruksi post-treatment dengan seksama.

14 Hasil Wawancara dengan Nirlina Qolbi selaku Pemilik klinik kecantikan HiSkin Jambi Jambi Tanggal 22 Oktober 2021

(15)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 382 6. Paparan sinar kemata, selama treatment harus menggunakan kacamat

pelindung. Hal ini sangat penting untuk melindungi mata dari kerusakan akibat sinar laser.

7. Konsumen menyadari bahwa genetik,hormon,dan warna rambut dapat mempengaruhi efektivitas treatment atau bahkan tidak memberikan respon sama sekali. Jika saya mengalami hirsuitism, polucystic ovarian syndrome pcost diabetes, hypertyroidism, pertumbuhan rambut berlebih karena keturunan genetik, atau kelainan hormon, saya mungkin membutuhkan treatment ekstra untuk mengurangi pertumbuhan rambut dan treatment lanjutan (maintenance) untuk mencegah rambut tumbuh kembali.

Berdasarkan wawancara dengan dr. Lisa Susanti selaku Penanggung Jawab Klinik Kecantikan Hi Skin Jambi, ia mengatakan tindakan tersebut diberikan dengan melihat bagaimana keluhan itu dapat terjadi, apakah dikarenakan perawatan atau berdasarkan produk-produk yang diberikan oleh dokter dari pihak klinik tidak sesuai atau disebabkan karena kesalahan konsumen itu sendiri. Jika keluhan tersebut memang disebabkan oleh kesalahan tindakan atau berdasarkan produk-produk yang tidak sesuai dengan kesepakatan yang diberikan oleh dokter terhadap pasien (wanprestasi), maka dokter akan melakukan pemulihan kembali terhadap kondisi yang dikeluhkan oleh pasien. Pasien akan diberikan perawatan secara gratis 1 (satu) kali atau dengan potongan harga tertentu dengan disesuaikan pada kondisi pasien tersebut. Tindakan medis tersebut merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dari pihak klinik kecantikan15.

Sebelum memberikan ganti kerugian terhadap keluhan yang diadukan oleh konsumen Klinik Kecantikan Hiskin Beauty Center Jambi, maka harus diketahui terlebih dahulu apakah keluhan tersebut karena kesalahan yang dilakukan oleh pasien atau dari pihak klinik (dokter). Pihak Klinik Kecantikan Hiskin Beauty Center Jambi akan ganti rugi apabila kesalahan tersebut ada pada dokter atau pada pihak klinik itu sendiri. Tanggung jawab tersebut dilihat bagaimana kedudukan dokter itu pada klinik tersebut, berdasarkan Pasal 1367 KUH Perdata, apakah dokter tersebut sebagai pekerja di klinik kecantikan itu atau pemilik (owner) di

15Hasil Wawancara dengan dr. Lisa Susanti selaku Penanggung Jawab Klinik Kecantikan Hi Skin Jambi 22 Oktober 2021.

(16)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 383 klinik kecantikan itu sendiri. Bentuk penggantian kerugian sebagai sebab perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam kedua Pasal di atas (Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUH Perdata) dapat dalam bentuk materil dan immateril, tetapi yang selalu terjadi sebagaimana pengakuan narasumber, bentuk ganti rugi yang diberikan oleh pihak klinik di atas yaitu dalam bentuk immaterial, di mana dengan memberikan gratis 1 (satu) kali perawatan.

Tanggung Jawab pelaku usaha atas produk dan atau jasa yang merugikan konsumen merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen diperlukan kehati- hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggungjawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak yang terkait. Dan kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan yang paling banyak mengalami kerugian yang disebabkan produk dari pelaku usaha itu sendiri.16

Produsen dan Konsumen mempunyai hak dan kewajibannya masing-masing, seperti yang telah disebutkan dalam Bab III Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Menurut analisa yang telah penulis lakukan, pada kasus ini Konsumen telah menjalankan kewajibannya untuk membayar jasa yang telah diberikan oleh Klinik Kecantikan Hiskin Beauty Center Jambi, namun konsumen mengalami kerugian seperti yang telah dijelaskan di atas, dan konsumen tidak mendapat haknya dalam hal ganti rugi, karena ganti rugi yang diberikan oleh Klinik Kecantikan Hiskin Beauty Center Jambi hanya berupa 1 (satu) kali gratis perawatan. Ganti rugi yang diberikan oleh klinik belum menyelesaikan masalah yang diderita konsumen.

Sedangkan Klinik kecantikan telah mendapatkan haknya yaitu menerima pembayaran dari konsumen, namun klinik kecantikan belum menjalankan kewajibannya untuk mengganti kerugian konsumen hingga keadaan kembali seperti semula.

16Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen. Grasindo, Jakarta, 2000, hal. 59.

(17)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 384 2. Penyelesaian Sengketa Atas Kerugian Konsumen Yang Timbul Akibat

Praktik Klinik Kecantikan Pada Hiskin Beauty Center Jambi

Dalam penyelesaian terhadap Konsumen yang merasa dirugikan akibat praktik klinik kecantikan Hiskin Beauty Center Jambi dan kosmetik yang digunakan belum adanya ganti kerugian yang setara. Sehingga konsumen melaporkan ke BPOM, Pihak BPOM melakukan tindakan pengambilan sampel dan pengawasan akibat praktik klinik kecantikan Hiskin Beauty Center Jambi yang mana beberapa pengaduan dari pihak konsumen. Dari laporan konsumen klinik kecantikan hanya memberi ganti rugi perawatan lain 1 (satu) kali gratis, seharusnya pelaku usaha klinik kecantikan harus memberi ganti kerugian perawatan pemulihan lain sampai selesai.

Dari hasil wawancara penulis dengan beberapa konsumen Klinik Kecantikan yang tidak cocok menggunakan produk dari klinik kecantikan Hiskin Beauty Center Jambi, upaya hukum yang dilakukan oleh klinik kecantikan Hiskin Beauty Center Jambi adalah dengan cara musyawarah yaitu datang langsung kepada pihak klinik kecantikan yang bersangkutan untuk dimintai pertanggungjawabannya atau ganti rugi. Apabila konsumen klinik kecantikan Hiskin Beauty Center Jambi dalam hak ganti kerugiannya tidak sesuai dengan aturan maka konsumen dapat melakukan upaya hukum yang dapat ditempuh antara lain litigasi dan non litigasi.

Adapun macam-macam upaya hukum yang dapat ditempuh oleh konsumen jasa kecantikan untuk menuntut ganti rugi akibat kerugian yang terjadi dalam transaksi pada klinik kecantikan dapat dilakukan melalui beberapa cara:

Litigasi (penyelesaian sengketa di peradilan umum) 1.Litigasi

Dasar hukum untuk mengajukan gugatan di pengadilan terdapat dalam Pasal 45 ayat (1) UUPK, yang menyetakan, “setiap konsumen yana dirugikan bisa menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa”.

2. Non Litigasi

(18)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 385 Penyelesaian sengketa konsumen malalui jalur non litigasi (di luar pengadilan) digunakan untuk mengatasi keberlakuan proses pengadilan, dalam Pasal 45 ayat (4) UUPK disebutkan bahwa, “jika telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika upaya itu dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh pihak yang bersengketa”.

Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dapat ditempuh melalui Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Direktorat Perlindungan Konsumen Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai mediatornya. Dan melalui cara negosiasi kepada pelaku usaha. Jika penyelesaian sengketa melalui BPSK, maka salah satu pihak tidak dapat menghentikan perkaranya di tengah jalan, sebelum BPSK menjatuhkan putusan. Artinya, bahwa mereka terikat utuk menempuh proses pemeriksaan sampai saat penjatuhan putusan.

Dalam hal upaya penyelesaian sengketa melalui litigasi pemerintah membentuk suatu badan, yaitu BPSK. Dalam hal penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan. Dalam Pasal 52 huruf a Undang-Undang Perlindungan Konsumen penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK yaitu dengan cara mediasi, arbitrase dan konsiliasi. Pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, ditentukan bahwa sengketa perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian segketa yang berdasarkan pada iktikad baik dengan tidak mendahulukan dalam hal menyelasaikan sengketa secara litigasi di Pengadilan Negeri.

Pada prinsipnya penyeselesaian sengketa yang diselenggarakan di BPSK hanya untuk menentukan besar ganti kerugian yang diterima oleh konsumen yang mengalami kerugian, selain itu untuk mencapai kesepakatan agar hal serupa tidak terulang kembali yang tertuang dalam bentuk jaminan berupa jaminan tertulis.

Ukuran kerugian materi yang diperoleh konsumen sesuai dengan penggunaan barang dan/jasa yang merugikan setelah diproduksi.

Di dalam UUPK menetukan bahwa apabila upaya dalam menyelesaikan sengketa di luar tidak memperoleh kesepakatan antara kedua belah pihak maka

(19)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 386 gugatan melalui pengadilan dapat ditempuh. Adapun beberapa tahap yang dilakukan, antara lain17:

a. Tahap Pengajuan gugatan;

b. Tahap Persidangan;

Tahap Putusan.

Adapun sengketa yang terjadi antara pihak klinik kecantikan Hiskin Beauty Center Jambi dengan konsumen disebut sengketa medik. Sengketa medik adalah sengketa yang tejadi antara konsumen dengan klinik kecantikan. Sengketa medik antara konsumen dengan pihak klinik kecantikan terjadi karena adanya ketidakpuasan dari konsumen, ketidakpuasan itu berasal dari hasil tindakan yang tidak sesuai harapan atau adanya dampak negatif dari hasil jasa pelayanan kecantikan serta kerugian yang dialami konsumen.

Dalam kasus ini, sengketa medik yang terjadi antara klinik dengan kosumen diselesaikan dengan nogosisasi. Negosiasi atau perundingan merupakan suatu proses untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain. Negosiasi merupakan bentuk penyelesaian sengketa oleh para pihak sendiri tanpa bantuan dari pihak lain, dengan cara bermusyawarah atau berunding untuk mencari pemecahan yang dianggap adil oleh para pihak. Tahapan upaya negosisasi yang terjadi antara klinik dengan konsumen adalah :

1. Dokter melihat dan memeriksa bagaimana keluhan itu dapat terjadi, apakah dikarenakan perawatan atau berdasarkan produk-produk yang diberikan oleh dokter dari pihak klinik tidak sesuai atau disebabkan karena kesalahan konsumen itu sendiri.

2. Jika keluhan tersebut memang disebabkan oleh kesalahan tindakan atau berdasarkan produk-produk yang tidak sesuai dengan kesepakatan yang diberikan oleh dokter terhadap pasien (wanprestasi), maka dokter akan melakukan pemulihan kembali terhadap kondisi yang dikeluhkan oleh pasien.

17Ali Mansyur, Irsan Rahman, Penegajjan Hukum Perlindungan Konsumen Sebagai Upaya Peningkatan Mutu Produksi Nasional, jurnal penelitian Universitas Islam Sultan Agung, Volume 11 Nomor 1 Januari-April, 2015, hal. 22.

(20)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 387 3. Pasien akan diberikan 1(satu) kali treatment gratis atau dengan potongan

harga tertentu dengan disesuaikan pada kondisi pasien tersebut. Tindakan medis tersebut merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dari pihak klinik kecantikan.18

Pada penyelesaian seperti ini, kerugian yang dapat dituntut, sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) terdiri dari kerugian karena kerusakan, pencemaran, dan kerugian lain akibat dari mengonsumsi barang dan/atau jasa. Bentuk penggantian kerugian dapat berupa19:

a. Pengembalian uang seharga pembelian barang dan/atau jasa ; b. Penggantian barang dan/atau jasa sejenis atau setara nilainya ; c. Perawatan kesehatan ;

d. Pemberian santunan yang sesuai.

Pilihan bentuk kerugian bergantung pada kerugian yang diderita oleh konsumen, dan disesuaikan dengan hubungan hukum yang ada di antara mereka.

Akan tetapi, tuntutan penggantian kerugian ini bukan atas kerugian yang timbul karena kesalahan konsumen sendiri. Dalam hal ini undang-undang memberi kesempatan kepada pelaku usaha untuk membuktikan bahwa konsumen telah bersalah dalam hal timbulnya kerugian itu. Misalnya, konsumen sakit karena salah memakai produk, yaitu tidak menaati aturan pakai yang tertera dalam kemasan produk itu. Dalam hal seperti ini maka pelaku usaha bebas dari kewajiban membayar ganti kerugian.

Adapun juga menurut penulis, upaya peran pemerintah dalam pertanggungjawaban terhadap pelaku usaha klinik kecantikan perlu dilibatkan, yaitu :

1. Menyangkut bentuk pengawasan perlindungan konsumen secara konkrit dilakukan secara berama-sama oleh pemerintah, masyarakat ataupun LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat) dengan mengadakan penelitian, pengujian atau survey mengenai barang ataupun jasa yang diperkirakan tidak terpenuhinya unsur keamanan, kesehatan,

18Hasil Wawancara dengan dr. Lisa Susanti selaku Penanggung Jawab Klinik Kecantikan HISKIN Jambi Tanggal 22 Oktober 2021.

19Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Bogor, Ghalia Indonesia, 2008, hal.119.

(21)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 388 kenyamanan, ataupun keselamatan yang dialami oleh konsumen dan hasilnya disebarluaskan kepada masyarakat.

2. Membuat lingkungan usaha yang sehat antar pelaku usaha dan konsumen (masyarakat) dilakukan atas koordinasi Menteri dengan Menteri teknis terkait, antara lain dengan menjalankan penelitian mengenai barang ataupun jasa yang mengenai perlindungan konsumen.

3. Membuat Sistem Pengawasan Obat dan Makanan yang sangat berfungsi yang bisa melacak, mencegah ataupun mengawasi produk dengan tujuan menyelamatkan keamanan, keselamatan ataupun kesehatan konsumen baik itu dalam maupun diluar negri.20

D. SIMPULAN

Berdasarkan pada uraian-uraian pada bab pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Bahwa Tanggung Jawab yang diterapkan oleh Klinik Kecantikan Hi Skin Jambi yakni tanggung jawab apabila terdapat kerugian yang diakibatkan oleh produk dan/atau obat-obatan yang dijual, dan tanggung jawab kerugian atas jasa pelayanan yang dilakukan oleh tenaga medis (dokter) atau tenaga pelaksana (beautician), baik berupa wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum. Dalam praktiknya, tanggung jawab dalam 2 (dua) kasus dalam penelitian ini, tidak sesuai dengan kerugian yang diderita oleh konsumen dan tidak sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Bahwa upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh Klinik Kecantikan Hi Skin Jambi terhadap kerugian konsumen pada praktiknya selama ini selalu mengedepankan penyelesaian sengketa melalui jalur nonlitigasi, berupa upaya damai yang menciptakan suatu keadaan musyawarah mufakat. Upaya penyelesaian sengketa secara damai mengalami pro kontra karena beberapa konsumen tidak terima upaya tersebut sebab tidak adanya efek jera kepada pelaku usaha Klinik Kecantikan dan menguntungkan sebelah pihak Pada hal dalam Pasal 47 Undang-

20Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta, Radja Grafindo Persada, 2004, hal. 182.

(22)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 389 Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Jika jalur non litigasi dianggap tidak berhasil maka dapat ditempuh jalur litigasi oleh pihak yang bersengketa.

DAFTAR PUSTAKA

Dokumen Hukum

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Klinik

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa

Buku

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, 2010 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen,

Bogor, Ghalia Indonesia, 2008.

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta, Radja Grafindo Persada, 2004

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta, Radja Grafindo Persada, 2004.

A. Salim HS, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2010.

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008.

Basu Swastha, Manajemen Perusahaan Analisa Perilaku Konsumen, Liberty , Yogyakarta, 2012.

Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, Rajawali Pers, Jakarta, 2005.

(23)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 390 Hans Kelsen, Teori Umum Hukum dan Negara Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif

Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik, BEE Media Indonesia, Jakarta, 2007 HR. Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.

Husni Syawali, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju,Bandung, 2000.

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006.

Makarim, Edmon,Pengantar Hukum Telematika, Rajawali Pers, Jakarta, 2005.

M. Ali Mansyur, Penegekan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen Dalam Perwujudan Perlindungan Konsumen, GentaPress, Yogyakarta, 2007

N.H.T. Siahaan, Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Grafika Mardi Yuana, Bogor, 2005

Peter Mahmud Marzuki,Metode Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta,2006.

Paulus Bambangwiarwan,, Retail Komputerisasi Sistem Informasi Perdagangan, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2016.

Rahma Iryanti, Pengembangan Sektor Informal sebagai Alternatif Kesempatan Kerja, UI-Press, Jakarta, 2003.

Roni Evi Dongoran, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dari Praktik Klinik Kecantikan Ilegal”, dalam Jurnal Unpad.Vol. 1 No.2, 2018

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT. Grasindo,2006.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1984.

Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, 2007.

Subekti, Hukum Perjanjian, PT Inermasa, Jakarta, 2011

Vhmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum perlindungan konsumen, Sinar Grafika, Malang, 2015.

Jurnal

Ali Mansyur, Irsan Rahman, Penegajjan Hukum Perlindungan Konsumen Sebagai Upaya Peningkatan Mutu Produksi Nasional, jurnal penelitian Universitas Islam Sultan Agung, Volume 11 Nomor 1 Januari-April, 2015

(24)

Zaaken: Journal of Civil and Bussiness Law | 391 Carter H. Lumantow, “Tinjauan Yuridis Tanggung Jawab Produsen Terhadap

Produk Cacat dalam Kaitanya dengan Perlindungan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”.

Jurnal Hukum Vol 2, 2013.

Joko Fitra, “Strategi Promosi Penjualan Ritel Tradisional”, Jurnal Fokus Bisnis, Vol.

16 No. 01, 2017.

Lukmanul Hakim, “Tanggung Jawab Produsen Dalam Perdagangan Bebas”, Jurnal Hukum Dagang Vol.3 No. 06, 2010

Olivia, “Definisi Kecantikan”, dalam Lukmanul Hakim, “Tanggungjawab Produsen Dalam Perdagangan Bebas”, Jurnal Hukum Dagang Vol. 3 No. 06, 2010.

Putu Januaryanti Pande, “Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Kosmetik Impor Yang Tidak Terdaftar”, jurnal Magister Hukum Udayana, Volume 6 Nomor 1, 2017.

Rani Apriani, “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Akibat Praktik Klinik Kecantikan”, Jurnal IUS Vol. VII No.2, 2019.

Yulia Susantri, “Pencantuman Informasi Pada Label Produk Kosmetik Oleh Pelaku Usaha Dikaitkan Dengan Hak Konsumen”, Jurnal Hukum Vol.2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kata lain, yang berlaku sejak tahun 1950 sampai saat ini adalah sistem peradilan dan peraturan hukum acara dari zaman kolonial khusus bagi Bangsa Indonesia yang

Pace dan Faules (2000, p. 168) yang mengatakan bahwa Iklim komunikasi organisasi merupakan gabungan dari persepsi-persepsi suatu evaluasi makro mengenai peristiwa

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan hidayah- Nya yang melimpah mendorong kemampuan Penulis untuk dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi)

Dalam hal ini, persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan transformasional dan pemberdayaan psikologis terhadap kinerja karyawan dengan kreativitas

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dekokta benalu teh ( Scurulla atropurpurea ) pada dosis terapi, MATC, dan LC50 terhadap kelengkungan tulang

hand rail dapat dilihat pada Tabel 5 s.d. Jadi biaya pengobatan pekerja akibat kecelakaan yang diakibatkan oleh lantai plat dan hand rail lebih besar daripada biaya

keputusan pembelian pada Batik Tjokro Bakaran Juwana Pati. Untuk menguji secara empiris pengaruh kualitas produk terhadap. keputusan pembelian pada Batik Tjokro Bakaran