• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SALIMPAUNG SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SALIMPAUNG SKRIPSI"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN

KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SALIMPAUNG

SKRIPSI

Ditulis sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

IAIN Batusangkar

Oleh:

LIZA ROZALINDA NIM: 14 105 033

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

BATUSANGKAR

2019

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

LIZA ROZALINDA, NIM: 14 105 033, Judul Skripsi “Penerapan Model Pembelajaran Quantum Teaching terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas VIII SMPN 1 Salimpaung”. Jurusan Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

Berdasarkan hasil observasi di SMPN 1 Salimpaung, didapatkan informasi bahwa dalam mata pelajaran matematika siswa masih banyak memperoleh nilai rendah. Hal ini disebabkan karena kemampuan komunikasi matematika siswa masih rendah, cara siswa menyampaikan ide matematika masih kaku. Dibuktikan dengan adanya beberapa jawaban siswa yang kurang tepat dalam memecahkan solusi karena tidak mampu menduga konsep dengan benar, komunikasi inilah yang menjadikan siswa tidak mampu menyimpulkan maksud dan tujuan materi yang disampaikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis yang menggunakan model pembelajaran quantum teaching lebih baik dari kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional pada siswa kelas VIII di SMPN 1 Salimpaung.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 1 Salimpaung tahun ajaran 2019/2020. Pengambilan sampel dalam penelitian ini diambil secara simple random sampling terpilih kelas VIII.1 sebagai kelas eksperimen dan VIII.2 sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan komunikasi matematis. Teknik analisis data menggunakan uji-t.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh uji hipotesis kemampuan komunikasi matematis thitung = 1.7080 dengan tα = 1.645, maka H0 ditolak, sehingga H1 diterima. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan model pembelajaran quantum teaching lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Quantum Teaching, Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa.

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, Wr. Wb

Alhamdulillahirobbil ’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Quantum Teaching terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa di SMPN 1 Salimpaung“. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Tadris Matematika Institut Agama Islam Negeri Batusangkar.

Peneliti telah banyak mendapat bantuan, dorongan, petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, izinkan peneliti mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Ika Metiza Maris, M.Si selaku dosen Penasehat Akademik (PA) dan pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing peneliti menyelesaikan skripsi ini.

2. Ummul Huda, M.Pd selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing peneliti selama menyelesaikan skripsi ini.

3. Lely Kurnia, S.Pd, M.Si selaku penguji I sekaligus ketua jurusan Tadris Matematika IAIN Batusangkar yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Nola Nari, S.Si, M.Pd selaku penguji II yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Amral, M.Si selaku validator instrumen penelitian yang telah memberikan saran dan arahan.

6. Vivi Ramdhani, M.Si selaku validator instrumen penelitian yang telah

memberikan saran dan arahan.

(7)

iii

7. Dr. H. Kasmuri Selamat, M.A selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Batusangkar.

8. Dr. Sirajul Munir, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Batusangkar.

9. Bapak/Ibu staf pengajar Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Batusangkar.

10. Doni Chandra, S.Pd selaku kepala SMP Negeri 1 Salimpaung yang telah memberi izin peneliti untuk melaksanakan penelitian di SMPN 1 Salimpaung.

11. Rahmi Aisyah, S.Pd selaku guru mata pelajaran matematika di SMP Negeri 1 Salimpaung.

12. Seluruh siswa/i SMP Negeri 1 Salimpaung terutama kelas VIII yang telah membantu menjadi responden dalam penelitian ini.

13. Rekan-rekan mahasiswa jurusan Tadris Matematika angkatan 2014.

14. Semua pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

Doa dan harapan mudah-mudahan Allah SWT membalas semua kerendahan hati, bantuan, motivasi dan bimbingan yang diberikan dengan pahala dan pengampunan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para membaca nantinya. Diharapkan kritik dan saran dari pembaca, demi kesempurnaan skripsi ini.

Batusangkar, Oktober 2019 Peneliti,

LIZA ROZALINDA NIM. 14 105 033

(8)

iv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PERSETUJUAN PEMBIMBING PENGESAHAN TIM PENGUJI BIODATA

HALAMAN PERSEMBAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

G. Definisi Operasional... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 11

1. Pembelajaran Matematika ... 15

2. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 22

3. Model Quantum Teaching ... 22

4. Hubungan Model Pembelajaran Quantum Teaching dengan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 28

5. Pembelajaran Konvensional ... 30

B. Kajian Penelitian yang Relevan ... 32

C. Kerangka Berpikir ... 3

(9)

v

D. Hipotesis Penelitian ... 34

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 35

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

C. Rancangan Penelitian ... 35

D. Populasi dan Sampel ... 36

E. Variabel dan Data Penelitian ... 41

F. Prosedur Penelitian ... 41

G. Pengembangan Instrumen ... 46

H. Teknik Pengumpulan Data ... 54

I. Teknik Analisis Data ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 58

B. Analisis Data ... 60

C. Pembahasan ... 62

D. Kendala dan Solusi ... 73

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 75 DAFTAR KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN

(10)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Lembar Jawaban Siswa ... 5

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir ... 31

Gambar 4.1 Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Mtematis Siswa Kelas Sampel ... 57

Gambar 4.2 Siswa Diskusi Kelompok Membahas LKK ... 60

Gambar 4.3 Siswa Berdiskusi Kelompok ... 61

Gambar 4.4 Mempresentasikan Hasil Diskusi... 62

Gambar 4.5 Jawaban Siswa ZT Kelas Eksperimen ... 65

Gambar 4.6 Jawaban Siswa FR Kelas Kontrol ... 66

Gambar 4.7 Jawaban Siswa MR Kelas Eksperimen ... 67

Gambar 4.8 Jawaban siswa AA kelas Kontrol ... 68

Gambar 4.9 Jawaban Siswa ZDH Kelas Eksperimen ... 70

Gambar 4.10 Jawaban Siswa R Kelas Kontrol ... 71

(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Persentase Nilai Ujian Semester Ganjil ... 6

Tabel 2.1 Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 17

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian... 30

Tabel 3.2 Rancangan Penelitian ... 31

Tabel 3.3 Jumlah Siswa Kelas VIII SMPN 1 Salimpaung ... 31

Tabel 3.4 Hasil Uji Normalitas Populasi ... 33

Tabel 3.5 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata... 35

Tabel 3.6 Hasil Validasi RPP... 37

Tabel 3.7 Langkah Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 38

Tabel 3.8 Hasil Validitas Tes ... 42

Tabel 3.9 Kriteria Validitas Tes ... 43

Tabel 3.10 Hasil Validias Butir Soal Uji Coba ... 44

Tabel 3.11 Kriteria Reabilitas Tes ... 45

Tabel 3.12 Hasil Daya Pembeda Soal Setelah Uji Coba ... 46

Tabel 3.13 Kriteria Indek Kesukaran Soal ... 47

Tabel 3.14 Hasil Indeks Kesukaran Soal Uji Coba ... 47

Tabel 3.15 Klasifikasi Soal Uji Coba ... 48

Tabel 3.16 Uji Normalitas Kelas Sampel ... 49

Tabel 3.17 Uji Homogenitas Kelas Sampel ... 50

Tabel 4.1 Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Sampel ... 54

Tabel 4.2 Hasil Uji Hipotesi Kelas Sampel ... 56

(12)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Nilai Ujian Semester Kelas VIII SMPN 1

Salimpauang ... 72

Lampiran II Uji Normalitas Kelas Populasi ... 73

Lampiran III Uji Homogenitas Kelas Populasi ... 77

Lampiran IV Uji Kesamaan Rata-Rata Populasi ... 79

Lampiran V Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 82

Lampiran VI Lembar Validitias Soal Tes ... 85

Lampiran VII Soal Uji Coba Tes Kemampuan komunikasi ... 91

Lampiran VIII Kunci Jawaban ... 93

Lampiran IX Nilai Uji Coba ... 97

Lampiran X Perhitungan Validitas ... 98

Lampiran XI Perhitungan Reliabilitas ... 100

Lampiran XII Perhitungan Indeks Pembeda ... 101

Lampiran XIII Perhitungan Indeks Kesukaran ... 102

Lampiran XIV Klasifikasi Soal ... 104

Lampiran XV Lembar Validasi RPP ... 105

Lampiran XVI RPP ... 111

Lampiran XVII Soal Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis 119 Lampiran XVIII Kunci Jawaban Soal Tes Akhir ... 120

Lampiran XIX Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 124

Lampiran XX Uji Normalitas Kelas Sampel ... 126

Lampiran XXI Uji Kesamaan Dua Variansi ... 130

Lampiran XXII Uji Hipotesis Sampel ... 131

Lampiran XXIII Surat Permohonan Penelitian ... 133

Lampiran XXIII Surat Izin Melaksanakan Penelitian ... 134

Lampiran XXIV Surat Keterangan Penelitian ... 135

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempunyai peran yang sangat signifikan dalam kehidupan manusia. Pendidikan identik dengan upaya manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan, baik ilmu ekonomi, sosial, budaya, politik dan sebagainya. Dengan ilmu yang diperoleh melalui pendidikan seseorang bisa berpikir secara logis sesuai dengan ide-ide dan gagasan- gagasannya. Pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermamfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga negara/masyarakat, dengan melihat isi (materi), strategi kegiatan, dan teknik penilaian yang sesuai.

Pendidikan merupakan interaksi guru dengan siswa dan interaksi siswa dengan siswa. Interaksi pendidikan tidak hanya terjadi di sekolah, tetapi juga terjadi di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Tanpa interaksi, pendidikan tidak dapat terlaksana. Manusia membutuhkan pendidikan untuk mewujudkan diri yang memiliki mental, fisik, emosional, sosial dan etika yang lebih baik.

Matematika adalah ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi dalam tiga bidang, aljabar, analisis dan geometri (Suherman, 2001:16). Matematika merupakan disiplin ilmu yang memiliki peranan sangat penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyak ilmu matematika digunakan, baik dalam lingkungan sekolah maupun non sekolah. Oleh karena itu, matematika menjadi suatu mata pelajaran yang harus dipelajari di setiap satuan pendidikan. Matematika memang sering digambarkan sebagai pelajaran yang sulit, membosankan, bahkan menakutkan. Karena anggapan tersebut maka siswa semakin tidak

(14)

menyukai pelajaran matematika. Hal ini dapat berimbas pada hasil belajar siswa.

Dalam Peraturan Menteri Nomor 22 tahun 2006 disebutkan tujuan pembelajaran matematika agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika diatas, salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa yaitu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Komunikasi dimaknai sebagai suatu proses penyampaian pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan melalui media tertentu untuk tujuan tertentu. Dalam komunikasi tersebut pesan yang akan disampaikan bisa berupa pengungkapan pikiran, pendapat, keinginan, penyampaian informasi tentang suatu peristiwa yang membutuhkan bahasa sebagai medianya (Sanjaya, 2010: 205). Jadi, dapat dikatakan bahwa komunikasi matematis adalah pengungkapan pikiran atau gagasan-gagasan matematis dengan menggunakan bahasa matematis.

Komunikasi matematis (mathematical communication) merupakan salah satu dari lima kemampuan dasar yang harus dimiliki siswa dalam belajar matematika yang ditetapkan dalam National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000) yaitu: kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan penalaran (reasoning), kemampuan

(15)

3

komunikasi (communication), kemampuan membuat koneksi (connection), dan kemampuan representasi (representation) (Syarifah, 2017: 6). Jadi komunikasi matematis merupakan salah satu komponen dari kemampuan dasar yang harus dimiliki siswa dalam belajar matematika.

Kemampuan mengemukakan ide matematika merupakan bagian penting dari standar kemampuan komunikasi matematika yang perlu dimiliki siswa. Meskipun banyak yang mengacu pada komunikasi dalam bentuk lisan, beberapa pembahasan juga mengacu pada kebutuhan siswa untuk berkomunikasi melalui tulisan. Fiona menyatakan bahwa:

“Jika siswa diminta untuk berbagi ide secara lisan kita terbatas untuk melihat berapa banyak siswa yang berpartisipasi dan mendengarkan secara efektif. Sedangkan jika mereka diminta untuk menjelaskan pemahaman dalam bentuk tertulis, guru dan siswa dapat melihat dari berbagai sudut pandang yang lebih besar”.

(Mustika, 2010: 3).

Selain itu, dengan mengekspresikan diri secara tertulis dapat mendorong siswa untuk merefleksikan pekerjaan yang telah dilakukan dan mengklarifikasi ide-ide mereka sendiri. Peressini dan Basset berpendapat bahwa tanpa komunikasi dalam matematika guru akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan proses dan aplikasi matematika. Pendapat lain disampaikan oleh Guerreiro menyebutkan bahwa komunikasi matematis merupakan alat bantu dalam transmisi pengetahuan matematika atau sebagai pondasi dalam membangun pengetahuan matematika (Mufarrihah, 2016: 568). Ini berarti, komunikasi dalam matematika dapat menolong guru memahami kemampuan siswa dalam membangun dan menerapkan pemahamanya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari. Jadi, jelaslah bahwa komunikasi matematis merupakan kemampuan yang penting dikembangkan dalam pembelajaran matematika.

Melihat pentingnya kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika, maka peneliti melakukan observasi pada tanggal 9 April 2019 di SMPN 1 Salimpaung. Berdasarkan pengamatan peneliti saat pembelajaran matematika di kelas VIII.3 SMPN 1

(16)

Salimpaung. Pembelajaran dimulai dengan penjelasan materi terlebih dahulu oleh guru disertai contoh soal, kemudian guru melakukan tanya jawab dengan siswa mengenai materi yang telah dijelaskan, dan diakhiri dengan guru memberikan latihan. Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa terlihat ketika guru meminta siswa membaca materi yang ada pada bukunya, kemudian guru meminta siswa menyampaikan apa yang mereka baca. Namun siswa tidak mampu menyampaikan materi tersebut dengan bahasanya sendiri, siswa cenderung hanya membaca apa yang tertulis pada bukunya. Ketika guru bertanya apakah sudah paham, sebagian besar siswa menjawab sudah. Namun saat siswa diminta untuk membuat kesimpulan dari pelajaran yang sudah dipelajari, siswa tidak mampu untuk menyimpulkanya. Hal ini dikarenakan siswa tidak banyak terlibat dalam proses pembelajaran dan hanya menerima informasi yang disampaikan searah oleh guru, serta guru belum sepenuhnya untuk mengajak siswa aktif dalam mengemukakan ide-ide matematikanya.

Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa juga terlihat ketika siswa mengerjakan soal dibuku latihannya mengenai balok. Dari 21 orang siswa hanya beberapa orang siswa saja yang menjawab soal tersebut, namun kebanyakan siswa tidak mampu memahami maksud soal dan siswa juga mengalami kekeliruan dalam mengubah kalimat soal ke dalam bentuk matematika. Seperti pada salah satu soal aplikasi tentang balok berikut ini” pak Budi akan membuat etalase toko dari kaca yang berbentuk balok berukuran panjang 100 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 70 cm. Jika harga parameter persegi kaca Rp 50.000,00. Berapakah biaya yang dibutuhkan pak Budi untuk membuat etalase tersebut”.

(17)

5

Gambar 1.1 Lembar Jawaban Siswa A dan B

Berdasarkan gambar 1.1, siswa A dan B tidak mampu dalam menggunakan istilah atau notasi matematika dengan benar, seharusnya siswa membuat diketahui (p = 100 cm = 1 m, L = 40 cm = 0,4 m, t = 70 cm = 0,7 m, harga kaca Rp. 50.000,00) ditanya (biaya yang dibutuhkan untuk membuat etalase?) jawab dan membuat kesimpulan dari jawaban.

Hal ini menandakan siswa A dan B belum memenuhi indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu belum mampu dalam menggunakan istilah atau notasi matematika sesuai fungsinya yang menunjukkan siswa belum mampu dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi. Siswa A dan B juga belum mampu dalam memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika dalam bentuk tertulis. Siswa yang belum memenuhi indikator kemampuan komunikasi matematis seperti siswa A dan B sebanyak 12 orang dari 23 orang siswa.

Berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan dari ibu Rahmi Aisyah selaku guru matematika di SMPN 1 Salimpaung diperoleh informasi bahwa sebagian besar siswa lebih suka diberitahu jawaban dari soal yang diberikan guru tanpa mau mencoba belajar sendiri dan berdiskusi atau melakukan komunikasi dengan peserta didik lainnya mengenai soal tersebut. Sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam

(18)

memberikan penjelasan secara tepat, jelas, dan logis atas sejumlah soal atau masalah yang dihadapinya, selalu merasa asing untuk berbicara tentang matematika, dan mengalami kesulitan dalam mengungkapkan alasan atas setiap jawabannya. Pada akhir pembelajaran sebagian besar siswa belum mampu membuat kesimpulan terhadap apa yang telah dipelajari. Kemampuan sebagian besar siswa dalam menyelesaikan soal- soal yang mengarah pada komunikasi matematika masih rendah, hal ini ditandai dengan siswa belum mampu untuk memberikan argumentasi yang benar dan jelas tentang soal-soal yang mereka jawab. Beberapa permasalahan di atas mengindikasikan bahwa rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa.

Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa menyebabkan hasil belajar matematika siswa menjadi rendah. Siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis yang tinggi memiliki pengaruh positif terhadap keaktifan siswa di kelas dan mampu meningkatkan hasil belajar siswa, begitupun sebaliknya (Anggaraeni, 2014: 75). Hal ini terlihat dari persentasi ketuntasan hasil ujian semester ganjil siswa berikut:

Tabel 1.1 Persentase Nilai Ujian Semester Ganjil Siswa Kelas VIII SMP N 1 Salimpaung Tahun Pelajaran 2018/2019

No Kelas Jumlah Siswa

Persentase Ketuntasan Siswa Tuntas Persentase

(%)

Tidak Tuntas

Persentase (%)

1 VIII1 20 8 40 12 60

2 VIII 2 21 8 38,10 13 61,90

3 VIII 3 20 6 30 14 70

(Sumber : Guru mata pelajaran matematika SMP N 1 Salimpaung)

Nilai ujian di atas menginformasikan bahwa, pembelajaran matematika masih belum dikuasai oleh siswa. Terbukti dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan SMP N 1 Salimpaung yaitu 70. Sebanyak 41 siswa memperoleh nilai di bawah KKM.

Mengingat pentingnya kemampuan komunikasi matematis yang harus dimiliki oleh siswa maka guru sebagai tenaga pengajar harus dapat

(19)

7

meningkatkan kualitas mengajar kepada peserta didik, dengan menerapkan berbagai model dan pendekatan yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Siswa yang belajar dalam pembelajaran matematika harus berperan secara aktif membentuk pengetahuan atau pengertian matematika (Uno, 2009: 128). Jadi bukan hanya menerima secara pasif dari guru. Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya kegiatan pembelajaran sebagai pendorong siswa untuk aktif berpatisipasi. Aktifnya siswa dalam kegiatan pembelajaran diharapkan hasil pembelajaran dan retensi siswa dapat meningkat dan kegiatan pembelajaran lebih bermakna.

Untuk itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang bisa membuat siswa lebih aktif dan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, agar belajar matematika lebih bermakna dan bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Salah satu model pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif dan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah model quantum teaching.

Menurut DePorter (2010: 34) Quantum Teaching bersandar pada konsep

“Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkanlah Dunia Mereka ke Dunia Kita” berarti bahwa sangat penting bagi seorang guru untuk dapat memasuki dunia siswa sebagai langkah pertama untuk mendapatkan hal mengajar, sehingga siswa dapat mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan dalam memahami suatu konsep matematika.

Model ini merupakan salah satu cara dalam mengembangakan kemampuan komunikasi matematis siswa. Quantum teaching menekankan agar siswa mengetahui dan memahami bentuk nyata dari pembelajaran yang berlangsung dengan bantuan aktivitas yang diberikan oleh guru. Hal tersebut membuat siswa memahami mengekspresikan ide- ide matematika secara tertulis, menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika melalui tulisan. Adanya hal tersebut kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dikembangkan. Tujuan pokok dari quantum teaching menurut Sa’ud (2011: 30) menyebutkan model quantum

(20)

teaching terdiri atas enam tahap yang disingkat dengan TANDUR yaitu tumbuhkan, alami, namai, demonstrasi, ulangi dan rayakan.

Menurut Desyana dalam (Syahrudhy, 2010: 133) model Quantum Teaching mempunyai beberapa kelebihan yaitu model Quantum Teaching ini menjadikan guru dan siswa lebih kreatif sehingga meningkatkan rasa percaya diri dan minat belajar siswa, mengembangkan pola pikir siswa dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, melatih rasa tanggung jawab dan disiplin siswa serta melatih keberanian siswa, dan pelaksanaan pembelajaran didalam kelas tidak menjenuhkan dengan kelebihan yang dimiliki oleh model Quantum Teaching ini siswa mampu mengekspresikan ide-ide matematika secara tertulis dan mudah dipahami.

Berdasarkan masalah yang dipaparkan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Quantum Teaching terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas VIIISMPN 1 Salimpaung.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis mengidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran yang digunakan masih konvensional 2. Siswa tidak terlibat aktif dalam pembelajaran

3. Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa 4. Hasil belajar siswa masih rendah.

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini efisien, jelas, dan terarah, maka peneliti membatasi masalah pada kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII SMPN 1 Salimpaung.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran

(21)

9

Quantum Teaching lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional?”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, tujuan peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi guru

Sebagai masukan bagi guru untuk dapat mempergunakan salah satu model dalm pembelajaran yaitu dengan menggunakan model pembelajaran quantum teaching.

2. Bagi siswa

Sebagai daya penggerak bagi siswa untuk lebih meningkatkan dan mengembangkan cara belajaranya, guna memperoleh hasil belajar yang lebih baik.

3. Bagi peneliti

Sebagai pengetahuan dan wawasan sebagai calon guru matematika nantinya, agar dapat menerapkan pembelajaran dengan model pembelajaran quantum teaching pada materi dan sekolah manapun.

G. Defenisi Operasional

1. Model Pembelajaran Quantum Teaching

Model pembelajaran quantum teaching adalah suatu model pembelajaran yang dapat menciptakan suasana belajar yang meriah dan menyenangkan bagi siswa, yang membuat siswa berperan aktif dalam proses belajar.

Model pembelajaran quantum teaching tediri dari enam tahapan yang disingkat dengan TANDUR yaitu:

(22)

a) Tumbuhkan: Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa

b) Alami: siswa mengalami sendiri dalam belajar memperoleh pengetahuan dengan praktek langsung.

c) Namai: menyediakan kata kunci dan mengajarkan konsep kepada siswa

d) Demonstrasikan: memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukan kemampuan dalam bentuk aktivitas belajar

e) Ulangi: memberikan latihan kepada siswa

f) Rayakan: memberikan penghargaan kepada siswa 2. Kemampuan Komunikasi Matematis

Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam hal menjelaskan suatu algoritma, memecahkan masalah, mengkonstruksi, menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafis, kata-kata, kalimat, persamaan, dan tabel serta kemampuan siswa memberikan dugaan tentang gambar-gambar geometri. Indikator dari kemampuan komunikasi matematis yaitu:

a. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis secara tertulis.

b. Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika dalam bentuk tertulis.

c. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.

3. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran terpusat pada guru, guru berperan sebagai pemindah informasi kepada siswa dan siswa sebagai pendengar yang bersifat pasif selama proses pembelajaran berlangsung. Pembelajaran konvesional mengakibatkan siswa menjadi pasif atau kurang mengembangkan kemampuan- kemampuan yang mereka miliki. Pembelajaran konvesional yang diutamakan adalah hasil bukan proses.

(23)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Pembelajaran Matematika

Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan prilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Di sisi lain, Highard mengatakan belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah. Belajar bukanlah sekedar menambah ilmu pengetahuan tapi belajar adalah proses mental yang mengkibatkan terjadinya perubahan prilaku. Dengan demikian ada beberapa kriteria dalam belajar yaitu:

a. Belajar bukan hanya sekedar menghafal atau mengembangkan kemampuan intelektual, akan tetapi mengembangkan setiap aspek, baik kemampun kognitif, sikap, emosi, kebiasaan, dan lain sebagainya.

b. Belajar bukan hanya sebagai hasil, akan tetapi juga sebagai proses.

c. Belajar dapat mengembangkan dua sisi yang sama pentingnya yaitu sisi hasil dan sisi proses. Oleh karena itu, keberhasilan tidak hanya diukur dari sejauh mana siswa dapat mengusai pelajaran, akan tetapi bagaimana proses penguasaan itu terjadi.

d. Belajar adalah proses pemecahan masalah.

e. Belajar bukan menghafal informasi, akan tetapi proses berpikir untuk memecahkan suatu masalah.

Ada beberapa definisi menurut para ahli mengenai belajar, antara lain:

a. Dalam buku Educational Psichology, H.C Withering, menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,kepribadian atau suatu pengertian.

b. James O.Whittaker mengemukakan belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman

c. Abdillah, belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu.

(24)

Jika kita simpulkan dari sejumlah pandangan dan definisi (Wragg), kita menemukan beberapa ciri-ciri belajar yaitu: “Pertama, belajar menunjukkan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja. Kedua, belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya. Ketiga, hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan prilaku akibat interaksi dengan lingkungan, sehingga seseorang dapat memecahkan berbagai masalah.

“Belajar tidak dapat dipisahkan dari sebuah pembelajaran.

Sebab, pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakuk an oleh peserta didik atau murid.

Pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu Pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Kedua, dalam pembelajran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka kontruksi sendiri.

Oleh karena itu, belajar dan pembelajaran adalah suatu proses interaksi atau komunikasi dua arah antara pendidik dengan peserta didik. Interaksi ini tidak hanya sekedar memberi dan menerima ilmu pengetahuan saja, tetapi juga melibatkan proses mental dan sikap peserta didik serta membentuk pola berpikir peserta didik untuk memperoleh pengetahuan.

(25)

13

Pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadikan kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan. Komunikasi yang tidak baik dapat menciptakan perubahan sikap dan pola pikir yang tidak baik pula, untuk itu para guru diharapkan mampu mengayomi, membimbing dan memberikan contoh yang baik kepada siswa (Suherman, 2001: 7-9).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses belajar yang terjadi dengan menekankan interaksi antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa sehingga terjadi perubahan baik itu dari sikap dan pola pikir siswa. Hakikat pembelajaran matematika dapat dipahami dari pengertian matematika itu sendiri. Namun matematika mempunyai banyak defenisi yang telah disampaikan oleh para ahli, sesuai dengan sudut pandang masing-masing para ahli tersebut. Berikut beberapa definisi matematika:

a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematis.

b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logis dan berhubungan dengan bilangan.

d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.

e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur yang logis.

f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat (Imamuddin, 2009: 1).

(26)

Pembelajaran matematika adalah upaya membantu siswa untuk mengkontruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses interaksi sehingga konsep dan prinsip itu di bentuk kembali. Juga disebutkan bahwa pembelajaran matematika merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun penalaran suatu pengertian-pengertian tertentu.

Matematika diajarkan kepada siswa mulai dari Taman Kanak- kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi, hal ini karena pelajaran ini memiliki peranan penting. Matematika sekolah memegang peranan penting, diantaranya:

a. Para pelajar memerlukan matematika untuk memenuhi kebutuhan praktis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya dapat berhitung, dapat menghitung isi dan berat, dapat mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menafsirkan data, dapat menggunakan kalkulator dan komputer.

b. Sebagai warga negara yang layak, yang sejajar dengan warga negara lain tentunya harus memiliki pengetahuan minimum. Pengetahuan umum minimumnya itu diantaranya adalah matematika.

c. Bagi mereka yang tidak melanjutkan studi, supaya mereka dapat berdagang dan berbelanja, dapat berkomunikasi malalui tulisan/gambar seperti membaca grafik dan persentase, dapat membuat catatan-catatan dengan angka, dan lain-lain.

d. Supaya matematika tidak punah

e. Karakteristik matematika yang bersifat hirarkis, menjadikan matematika itu diperlukan untuk matematika itu sendiri (Suherman, 2001: 55).

Tujuan pengajaran matematika di SMP menurut Garis-garis Besar Program dan Pengajaran (GBPP) matematika adalah agar :

a. Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialih gunakan melalui kegiatan matematika.

b. Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan menengah.

c. Siswa memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

d. Siswa memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat dan disiplin serta mengahrgai kegunaan matematika (Suherman, 2001: 57).

(27)

15

Setiap tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran matematika pada dasarnya merupakan sasaran yang ingin dicapai sebagai hasil dari proses pembelajaran matematika tersebut. Karena sasaran tujuan pembelajaran matematika tersebut dianggap tercapai bila siswanya telah memiliki sejumlah pengetahuan dan kemampuan di bidang matematika yang dipelajarinya. Proses pembelajaran matematika dalam penelitian ini diharapkan dapat berjalan lancar dan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching

2. Kemampuan Komunikasi Matematis

a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

Pada saat sebuah konsep informasi matematika diberikan oleh seorang guru kepada siswa ataupun siswa mendapatkannya sendiri melalui bacaan, maka saat itu sedang terjadi transformasi informasi dari komunikator kepada komunikan. Respon yang diberikan komunikan merupakan interpretasi komunikan tentang informasi tadi. Kualitas interpretasi dan respon seringkali menjadi masalah istimewa dalam matematika. Hal ini sebagai salah satu akibat dari karakteristik matematika itu sendiri yang sarat dengan istilah dan simbol. Karena itu, kemampuan komunikasi dalam matematika menjadi tuntunan khusus. Kemampuan berkomunikasi dalam matematika merupakan kemampuan yang menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk berkomunikasi dalam bentuk : merefleksikan benda benda nyata, gambar, ide, atau grafik;

membuat model situasi atau persoalan menggunakan oral, tertulis, konkrit, grafik dan aljabar; menggunakan keahlian membaca, menulis dan menelaah untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide, simbol, istilah, serta informasi matematika;

merespon suatu pernyataan/persoalan dalam bentuk argumen yang meyakinkan (Fauzan, 2010: 26).

(28)

Komunikasi dimaknai sebagai suatu proses penyampaian pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan melalui media tertentu untuk tujuan tertentu. Pesan yang akan disampaikan dalam komunikasi tersebut bisa berupa pengungkapan pikiran, pendapat, keinginan, penyampaian informasi tentang suatu peristiwa yang membutuhkan bahasa sebagai medianya (Sanjaya, 2010: 205).

Komunikasi sangat penting dimiliki oleh siswa untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap kegunaan matematika itu sendiri. Karena sangat jarang siswa dituntut untuk menyediakan penjelasan dalam pelajaran matematika, sehingga sangat asing bagi mereka untuk berbicara tentang matematika (Roesdiana, 2016:

172).

Lim menyatakan bahwa komunikasi dalam matematika akan membentuk kemampuan siswa dalam menginterprestasikan masalah tertentu kedalam model matematika dan sebaliknya.

Pendapat lain disampaikan De Lange yang menyatakan bahwa komunikasi matematis adalah kemampuan untuk mengekspresikan pemikiran dalam berbagai cara baik secara lisan, tulisan maupun visual. Jadi, dapat dikatakan bahwa komunikasi matematis adalah pengungkapan pikiran atau gagasan-gagasan matematis dengan menggunakan bahasa matematis.

Komunikasi matematis (mathematical communication) merupakan salah satu dari lima kemampuan dasar yang harus dimiliki siswa dalam belajar matematika yang ditetapkan dalam National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000) yaitu: kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan penalaran (reasoning), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan membuat koneksi (connection), dan kemampuan representasi (representation) (Syarifah, 2017: 5). Jadi komunikasi matematis merupakan salah satu komponen dari

(29)

17

kemampuan dasar yang harus dimiliki siswa dalam belajar matematika.

Berdasarkan lima standar proses NCTM tersebut standar komunikasi lebih ditekankan pada pentingnya dapat berbicara, menulis, menggambarkan, dan menjelaskan konsep-konsep matematika. Manfaat dari belajar berkomunikasi dalam matematika adalah dapat membantu perkembangan interaksi dan pengungkapan ide-ide di dalam kelas karena siswa belajar dalam suasana yang aktif. Hal tersebut dapat terwujud karena cara terbaik untuk berhubungan dengan suatu ide adalah mencoba menyampaikan ide tersebut kepada orang lain.

Kemampuan mengemukakan ide matematika merupakan bagian penting dari standar kemampuan komunikasi matematis yang perlu dimiliki siswa. Meskipun banyak yang mengacu pada komunikasi dalam bentuk lisan, beberapa pembahasan juga mengacu pada kebutuhan siswa untuk berkomunikasi melalui tulisan. Fiona menyatakan bahwa:

“Jika siswa diminta untuk berbagi ide secara lisan kita terbatas untuk melihat berapa banyak siswa yang berpartisipasi dan mendengarkan secara efektif. Sedangkan jika mereka diminta untuk menjelaskan pemahaman dalam bentuk tertulis, guru dan siswa dapat melihat dari berbagai sudut pandang yang lebih besar”. (Mustika, 2010: 3).

Kemampuan komunikasi tertulis dapat berupa kemampuan penggunaan kata-kata, gambar, tabel, dan sebagainya yang menggambarkan proses berpikir siswa. Komunikasi tertulis juga dapat berupa uraian pemecahan masalah atau pembuktian matematika yang menggambarkan kemampuan siswa dalam mengorganisasi berbagai konsep untuk menyelesaikan masalah.

Kemampuan komunikasi matematis tertulis adalah kemampuan siswa dalam hal menjelaskan suatu algoritma, memecahkan masalah, mengkonstruksi, menjelaskan sajian fenomena dunia

(30)

nyata secara grafis, kata-kata, kalimat, persamaan, dan tabel serta kemampuan siswa memberikan dugaan tentang gambar-gambar geometri (Syarifah, 2017: 5).

Kemampuan komunikasi dapat ditingkatkan melalui lima aspek dalam kegiatan komunikasi matematis, yaitu:

1) Representasi (representing), diartikan sebagai bentuk baru dari hasil translasi suatu masalah atau idea, atau translasi suatu diagram dan model fisik ke dalam simbol atau kata-kata. Ada beberapa bentuk representasi matematika yang dapat digunakan dalam menyelesaikan soal matematika, antara lain melalui:

grafik/gambar (drawing), persamaan aljabar (math expression), dan dengan kata-kata (written texts).

2) Mendengar (listening), dalam proses diskusi aspek mendengar salah satu aspek yang sangat penting, karena kemampuan siswa dalam memberikan pendapat sangat terkait dengan kemampuan mendengarkan topik-topik utama yang didiskusikan.

3) Membaca (reading), kemampuan membaca merupakan kemampuan yang kompleks, karena di dalamnya terkait aspek mengingat, memahami, membandingkan, menemukan, menganalisis, mengorganisasikan, dan akhirnya menerapkan apa yang terkandung dalam bacaan.

4) Diskusi (discussing), merupakan sarana bagi seseorang untuk dapat mengungkapkan dan merefleksikan pikirannya berkaitan dengan materi yang diajarkan.

5) Menulis (writing), kegiatan yang dilakukan dengan sadar bagi seseorang untuk dapat mengungkapkan dan merefleksikan pikiran. Menulis dipandang sebagai proses berpikir keras yang dituangkan di atas kertas. Menulis adalah alat yang bermanfaat dari berpikir karena siswa memperoleh pengalaman matematika sebagai suatu aktivitas yang kreatif (Qohar, 2013).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis tertulis adalah kemampuan siswa dalam hal menjelaskan suatu algoritma, memecahkan masalah, mengkonstruksi, menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafis, kata-kata, kalimat, persamaan, dan tabel serta kemampuan siswa memberikan dugaan tentang gambar-gambar geometri. Kemampuan komunikasi matematis merupakan sarana sekaligus target dari pembelajaran matematika di sekolah. Di

(31)

19

samping itu, kemampuan komunikasi matematis dapat mengarahkan siswa untuk mampu menyatakan, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan dan bekerjasama sehingga dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang matematika.

b. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis

Indikator komunikasi matematis menurut The National Council of teacher of Mathematics (NCTM) dalam pembelajaran matematika sebagai berikut:

1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual.

2) Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya.

3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.

Berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematis atau komunikasi dalam matematika ini, Sumarmo memberikan indikator-indikator yang lebih rinci, yaitu:

1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide-idematematika.

2) Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan dan tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.

3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematik.

4) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.

5) Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.

6) Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dangeneralisasi.

(32)

7) Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari (Syaban, 2009).

Komunikasi dalam matematika mencakup dua hal yaitu komunikasi tertulis dan komunikasi lisan. Komunikasi tertulis dapat berupa penggunaan kata-kata, gambar, tabel, dan sebagainya yang menggambarkan proses berpikir siswa. Komunikasi tertulis juga dapat berupa uraian pemecahan masalah atau pembuktian matematika. Indikator kemampuan komunikasi tertulis yaitu:

1) Kemampuan merepresentasikan ide-ide matematis ke dalam model matematika atau tulisan.

2) Kemampuan menggambarkan ide-ide matematis secara visual.

3) Kemampuan menggunakan lambang, notasi, dan persamaan matematika secara lengkap dan benar. (Syarifah, 2017: 7).

Untuk menilai kemampuan komunikasi matematis tertulis, diperlukan indikator komunikasi matematis tertulis yang bertujuan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, Indikator komunikasi matematis untuk penelitian ini mengacu kepada indikator dari NCTM (2000) namun diuraikan menjadi lebih sederhana tanpa mengurangi poin–poin penting dalam indikator kemampuan komunikasi matematis tertulis. Adapun indikator kemampuan komunikasi matematis yang di gunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui tulisan.

2) Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika dalam bentuk tertulis.

3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.

Menurut (Fauzan, 2010: 51) adapun rubrik penskoran kemampuan komunikasi matematis yang telah dimodifikasi sesuai kebutuhan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

(33)

21

Tabel 2.1 Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Indikator yang dinilai Reaksi terhadap masalah Skor Kemampuan

mengekspresikan ide- ide matematis melalui tulisan.

Jawaban benar, mampu mengekspresikan ide-ide matematis melalui tulisan.

4

Jawaban benar, sesuai dengan kriteria tetapi ada sedikit jawaban yang salah.

3

Jawaban benar tetapi tidak sesuai dengan sebagian besar kriteria.

2

Jawaban ada tetapi sama sekali tidak sesuai dengan kriteria.

1

Jawaban tidak ada. 0

Skor maksimal indikator 1 4

Kemampuan memahami,

menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide- ide matematis secara tertulis.

Jawaban benar, mampu memahami,

menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis secara tertulis.

4

Jawaban benar, sesuai dengan kriteria tetapi ada sedikit jawaban yang salah.

3

Jawaban benar tetapi tidak sesuai dengan sebagian besar kriteria.

2

Jawaban ada tetapi sama sekali tidak sesuai dengan kriteria.

1

Jawaban tidak ada. 0

Skor maksimal indikator 2 4

Kemampuan dalam menggunakan istilah- istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide- ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.

Jawaban benar, mampu menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan- hubungan dengan model-model situasi.

4

Jawaban benar, sesuai dengan kriteria tetapi ada sedikit jawaban yang salah.

3

Jawaban benar tetapi tidak sesuai dengan sebagian besar

2

(34)

kriteria.

Jawaban ada tetapi sama sekali tidak sesuai dengan kriteria.

1

Tidak ada jawaban . 0

Skor maksimal indikator 3 4

3. Model Quantum Teaching

a. Pengertian Model Quantum Teaching

Kata quantum memiliki arti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Dengan demikian quantum teaching adalah orkestrasi bermacam- macam interaksi (mencakup unsur- unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa) yang ada di sekitar momen belajar. Inetraksi- interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan dan bagi orang lain (Riyanto, 2010: 200).

Penelitian yang dilakukan oleh Jeannette Vos-Groenendal 1991, disertasi doktoral (DePorter, 2005:19) menunjukkan bahwa Super Camps: 68% meningkatkan motivasi, 73% meningkatkan nilai belajar, 81% memperbesar keyakinan diri, 84% meningkatkan kehormatan diri, 96% mempertahankan sikap positif terhadap Super Camps, dan 98% melanjutkan memanfaatkan keterampilan.

Pembelajaran berakar dari upaya Georgi Lozanov yang bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai suggestology.

Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar. Pembelajaran mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Dengan pengetahuan NLP para pendidik mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan positif.

Pembelajaran ini dipraktekkan di ruang-ruang kelas dalam bentuk pengajaran.

(35)

23

Quantum teaching adalah pengubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya dan quantum teaching juga menyertakan segala kaitan interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Quantum teaching ini terfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar (De Porter, 2010: 32).

Menurut De Porter, pembelajaran quantum merupakan cara baru yang memudahkan proses belajar, yang memadukan unsur seni dan pencapaian terarah untuk segala mata pelajaran.

Pembelajaran quantum teaching adalah pengubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya, yang menyertakan segala kaitan, interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar serta berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas interaksi yang mendirikan landasan dalam kerangka untuk belajar (Wena, 2011: 160-161).

Model pembelajaran quantum teaching dibagi atas dua kategori yaitu konteks dan isi (DePorter & Nourie, 2001 dalam Wena 2009:163).Konteks meliputi lingkungan, suasana, landasan, dan rancangan. Sedangkan isi mencakup masalah penyajian dan fasilitasi (mempermudah proses pembelajaran). Dalam konteks guru dituntut harus mampu mengubah:

1. Suasana yang memberdayakan untuk kegiatan PBM.

2. Landasan yang kukuh untuk kegiatan PBM.

3. Lingkungan yang mendukung PBM.

4. Rancangan pembelajaran yang dinamis.

Sedangkan dalam isi guru dituntut untuk mampu menerapkan keterampilan penyampaian isi pembelajaran dan strategi yang dibutuhkan siswa untuk bertanggung jawab atas apa yang dipelajarinya.

Menurut De Porter (2014: 34), quantum teaching bersandar pada konsep “ bawalah dunia mereka (siswa) ke dalam dunia kita

(36)

(guru), dan antarkan dunia kita (guru) ke dunia mereka (siswa)”, maksudnya bawalah dunia kita yaitu sebelum mengawali pembelajaran guru harus menjembatani dunia siswa dengan materi yang akan di ajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan sehari- hari yang masih relevan dapat digunakan untuk menyampaikan materi agar sejalan dengan alam pikiran dan perasaan siswa. Bila kondisi tesebut telah dilalui maka antarkan dunia kita ke dunia mereka yaitu menyimpulkan materi, konsep, prinsip dan latihan yang akan dipelajari tersebut kepada siswa. Hal ini merupakan bagian dari menciptkan suasana terbuka dan efektif.

Jadi dari beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa model quantum teaching adalah suatu model pembelajaran yang memadukan unsur seni yang dapat menciptkana suasana belajar yang meriah dan menyenangkan bagi siswa, yang membuat siswa berperan aktif dalam proses belajar.

b. Prinsip- Prinsip Model Quantum Teaching

Pelaksanaan pembelajarannya, menurut De Porter (2004:

50) quantum memiliki lima prinsip atau kebenaran tetap, prinsip- prinsip ini mempengaruhi seluruh aspek quantum teaching.

Prinsip- prinsip tersebut adalah:

1. Segalanya berbicara

Hal ini mengandung arti baik lingkungan kelas atau sekolah sampai bahasa tubuh guru dari lembar kerja atau kertas kerja yang dibagikan kepada siswa sampai rencana pelaksanaan pembelajran semuanya mencerminkan pembelajaran.

2. Segalanya bertujuan

Semua yang terjadi dalam proses pembelajaran mempunyai tujuan.

(37)

25

3. Pengalaman sebelum pemberian nama

Proses belajar yang paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari.

4. Aksi setiap usaha

Mengakui usaha siswa untuk memperoleh kecakapan dan kepercayaan diri adalah yang penting dalam membangun keberhasilan siswa. Belajar menanggung resiko. Belajar berarti keluar dari kenyamanan. Pada saat siswa mengambil langkah ini, mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan dri mereka. De Porter (2014: 61) bahwa pujian atau penghargaan kepada seseorang atas karyanya memunculakn suatu energi yang membangkitkan emosi positif.

5. Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan

Perayaan adalah sarapan para juara. Perayaan yaitu memberikan reward kepada siswa. Langkah ini perlu untuk diterpkan agar keinginan murid untuk belajar akan tumbuh dan berkembang dengan cepat. Meskipun ini bukan merupakan sesuatu yang harus dilakukan, namun paling tidak dengan memberikan semacam hadiah atau penghargaan atas prestasi yang di peroleh akan semakin memacu minat siswa dalam belajar. Ini tentua akan membantu siswa dalam proses belajar karena siswa akan merasa dihargai dengan diberikannya pengganti atas prestasi yang diperolehnya.

c. Kerangka Rancangan/ Tahapan Quantum Teaching

Menurut De Porter (2010: 39) pada dasarnya dalam pelaksanaan komponen rancanagan pembelajaran quantum, dikenal dengan singkatan “TANDUR” yang merupakan kepanjangan dari:

Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasi, Ulangi dan Rayakan.

Kerangka unsur- unsur tersebut membentuk basis struktural

(38)

keseluruhan yang melandasi quantum. Penjelasan dari masing- masing kata di atas adalah sebagai berikut:

1. Tumbuhkan, tumbuhkan berarti sertakan diri mereka, pikat dan puaskan dengan AMBAK (Apakah Manfaat BagiKu). Pada tahap ini, guru hendaknya menyampaikan tujuan pembelajaran dan manfaat yang akan diperoleh setelah mempelajari materi atau mengingatkan materi penunjang yang sebelumnya sudah diperoleh siswa.

2. Alami, siswa mengalami sendiri dalam belajar memperoleh pengetahuan dengan praktek langsung dalam menyelesaikan masalah. Siswa berdiskusi, mengerti dan memahami pelajaran.

Ciptakan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua siswa. Jangan menggunakan istilah yang asing dan sulit untuk dimengerti.

3. Namai, namai yang dimaksud adalah tahap untuk menyediakan kata kunci dan mengajarkan konsep, keterampilan berpikir, dan belajar yang menjadi pesan belajar. Dengan melakukan praktek secara langsung maka siawa benar-benar bisa mencari rumus, menghitung dan memperoleh informasi baru (nama) yaitu dengan pengalaman yang dialami sehingga membuat pengetahuan yang diperoleh siswa menjadi berarti.

4. Demonstrasikan, Maksudnya pada tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan bahwa mereka tahu. Siswa membutuhkan kesempatan yang sama untuk berlatih dan menunjukan apa yang mereka ketahui kemampuan dalam bentuk aktivitas belajar.

5. Ulangi, memberikan kepada siswa pengulangan dengan memberikan latihan bahwa mereka benar-benar tahu tentang apa yang mereka pelajari.

6. Rayakan, rayakan berarti berikan penghargaan atas prestasi yang positif. Memberikan pengakuan atas upaya atau usaha yang

(39)

27

dilakukan siswa baik berupa pujian maupun hadiah, tepuk tangan, ataupun bentuk lainnya untuk memotivasi siswa agar belajar lebih giat lagi.

Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan para pakar tersebut, maka yang dimaksud dengan model quantum teaching pada penelitian ini adalah suatu model pembelajaran yang menyenangkan dengan memadukan unsur seni, menata lingkungan kelas sehingga tercipta suasana belajar menyenangkan dan kondusif. Adapun langkah-langkah dalam penerapan model quantum teaching yaitu (1) menumbuhkan minat belajar siswa untuk mengikuti pembelajaran (tumbuhkan); (2) memfasilitasi siswa untuk mendapatkan pengalaman belajar dengan percobaan (alami); (3) membimbing siswa untuk menarik kesimpulan berdasarkan informasi, fakta atau rumus yang ditemukan (namai); (4) memberi kesempatan kepada siswa untuk memaparkan hasil percobaan yang telah dilakukan (demonstrasi); (5) mengarahkan siswa untuk mengulangi pengetahuan yang telah dimiliki ke dalam suatu persoalan supaya memperkuat koneksi saraf dalam pemahaman konsep (ulangi); dan (6) memberikan perayaan sebagai feedback positif terhadap usaha siswa selama proses pembelajaran (rayakan).

d. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Quantum Teaching

Setiap model pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kelemahannya masing-masing, tanpa kecuali model pembelajaran Quantum Teaching . kelebihan dari model pembelajaran Quantum Teaching adalah sebagai berikut:

1) Model Quantum Teaching ini menjadikan guru dan siswa lebih kreatif sehingga meningkatkan rasa percaya diri dan minat belajar siswa.

(40)

2) Mengembangkan pola pikir siswa dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas.

3) Melatih rasa tanggung jawab dan disiplin siswa serta melatih keberanian siswa.

4) Pelaksanaan pembelajaran didalam kelas tidak menjenuhkan Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran Quantum Teaching adalah sebagai berikut:

1) Memerlukan persiapan yang matang bagi guru dan lingkungan yang mendukung. Untuk menimalisirnya adalah guru harus berusaha keras dalam mempersiapkan pembelajaran

2) Memerlukan sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang proses pembelajaran.

3) Membutuhkan waktu yang lumayan lama dalam mempersiapkan perangkat pembelajaran. untuk meminimalisirnya adalah rencanakan proses pembelajaran dengan baik, agar tujuan pembelajaran bisa tercapai dan waktu yang disediakan bisa di maksimalkan.

4) Kurang dapat mengontrol siswa, untuk meminimalisirnya guru harus bersikap tegas untuk menciptakan suasana yang kondusif dalam melaksanakan proses pembelajaran (dalam Trianto, 2010).

4. Hubungan Model Pembelajaran Quantum Teaching dengan Kemampuan Komunikasi Matematis

Model quantum teaching merupakan pengubahan belajar yang meriah dan menyenangkan dengan segala nuansanya, juga menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar dengan memahami karakteristik siswa.

Dalam asas dan prinsp model quantum teaching, guru harus mampu menyesuaikan diri terhadap warna dan sikap dasar siswa. Dengan demikian ikatan, emosi, empati antara guru dan siswa terjalin dengan baik dan memunculkan keberhasilan proses untuk memaksimalkan

(41)

29

kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini terjadi karena tahap- tahap pembelajaran pada model quantum teaching ini memudahkan siswa untuk memahami serta memperdalam pemahamannya tentang suatu konsep.

Menurut Wena (2011:160), Quantum Teaching merupakan cara baru proses belajar, yang memadukan unsur seni dan pencapaian terarah, melalui proses diskusi yang sistematis, sehingga sisiwa dapat memperdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan dalam memahami suatu konsep matematika. Penerapan strategi Quantum Teaching dilakukan dengan berpedoman pada kerangka pembelajarannya yang dikenal dengan sebutan TANDUR yang merupakan singkatan dari Tumbuhkan (tumbuhkan minat siswa untuk belajar), Alami (ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua siswa), Namai (tuntun siswa untuk dapat menemukan konsep atau rumusan dari pengalaman belajar yang mereka lakukan), Demonstrasikan (beri kesempatan siswa untuk menunjukkan bahwa mereka mengerti dan paham akan materi yang telah dipelajarai), Ulangi (Tumbuhkan rasa “aku tahu bahwa aku tahu ini” pada siswa dengan cara meminta siswa membuat kesimpulan atau tes kecil di akhir pembelajaran), Rayakan (apresiasi usaha, ketekunan dan kesuksesan siswa dalam proses pembelajaran).

Menurut Kusumawati Elli (2016) model pembelajaran quantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban. Setiap siswa memiliki gaya belajarnya masing-masing dan dalam model pembelajaran quantum memanfaatkan gaya belajar masing-masing siswa, yakni gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Sehingga pembelajaran bisa berjalan secara efektif dan efisien dengan tetap mempertahankan minat belajar, karena belajar dapat berlangsung secara terfokus tetapi santai. Berdasarkan paparan tersebut dapat diketahui bahwa model pembelajaran quantum adalah model pembelajaran yang menyenangkan serta menyertakan segala

(42)

dinamika yang menunjang keberhasilan pembelajaran itu sendiri dan segala keterkaitan, perbedaan, interaksi serta aspek-aspek yang dapat memaksimalkan momentum untuk belajar.

Dengan menggunakan model pembelajaran ini, siswa memiliki kesempatan untuk berinteraksi, berkerja sama, memodelkan, memberikan identitas, menguatkan dan mendefinisikan serta mengemukakan gagasannya mengenai materi relasi dan fungsi.

Dengan demikian diharapkan terjadi peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa khususnya pada materi relasi dan fungsi.

Hal ini sesuai dengan karakteristik dan TANDUR sebagai kerangka perencanaan pada pembelajaran quantum. Bobby De Porter, mengembangkan langkah-langkah pembelajaran pada model pembelajaran quantum melalui istilah TANDUR, yaitu Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan (Sugiyanto, 2010).

Dalam pembelajaran quantum teaching keterampilan belajar dapat membantu siswa mencapai tujuan belajar dengan efisien dan cepat, dengan tetap mempertahankan minat belajar, karena belajar dapat berlangsung secara terfokus tetapi santai.

5. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran matematika konvesional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru matematika di sekolah. Dalam kamus besar bahasa Indonesia edisi ketiga (2005: 529) “konvesional”

diartikan tradisional. Sedangkan tradisional diartikan sebagai sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma- norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun menurun (dalam Sudi Priyambodo, 2016: 12).

Metode mengajar yang termasuk dalam metode konvesional adalah metode ceramah. Menurut Roestiyah (1998: 140) “Untuk menggunakna teknik ceramah secara murni itu sukar, maka dalam pelaksanaannya perlu menaruh perrhatian untuk mengkombinasikan

(43)

31

dengan teknik-teknik penyajian yang lain, sehingga proses belajar mengajar yang dilaksanakan dapat berlangsung dengan intensif”

(dalam Sudi Priyambodo, 2016: 12).

Pembelajaran ini adalah salah satu pembelajaran yang berpusat pada guru. Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk menggambarkan ciri-ciri pembelajaran konvesional sebagai berikut:

a. Siswa adalah penerima informasi secara pasif.

b. Siswa belajar secara individual.

c. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.

d. Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural, rumus diterangkan sampai paham, kemudian dilatihkan.

e. Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal), tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran.

f. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.

g. Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa.

h. Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas.

Ciri-ciri pembelajaran konvesional di atas, juga memberi gambaran bahwa pembelajaran konvesional ini cenderung memfokuskan siswa kepada belajar mendengar, membuat latihan, mempersiapkan ujian harian atau semester dan naik kelas. Pada pembelajaran konvesional mengakibatkan siswa menjadi pasif atau kurang mengembangkan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki. Pembelajaran konvesional yang diutamakan adalah hasil bukan proses.

Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru, guru berperan sebagai pemindah informasi kepada siswa dan siswa sebagai pendengar yang bersifat pasif selama proses pembelajaran berlangsung.

Gambar

Gambar 1.1 Lembar Jawaban Siswa A dan B
Tabel  1.1  Persentase  Nilai  Ujian  Semester  Ganjil  Siswa  Kelas  VIII  SMP N  1 Salimpaung Tahun Pelajaran 2018/2019
Tabel  2.1  Rubrik  Penskoran  Tes  Kemampuan  Komunikasi  Matematis
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penentuan kelas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada kegiatan inti guru menyampaikan materi secara sistematis dan menjelaskankan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran quantum teaching. Kemudian guru membagi

Penerapan strategi Quantum Teaching dilakukan dengan berpedoman pada kerangka pembelajarannya yang dikenal dengan sebutan TANDUR yang merupakan singkatan

Penerapan strategi Quantum Teaching dilakukan dengan berpedoman pada kerangka pembelajarannya yang dikenal dengan sebutan TANDUR yang merupakan singkatan

Penerapan Model Pembelajaran Quantum Teaching Melalui Media Video Pembelajaran Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar IPA Pokok Bahasan Daur Hidup Hewan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model pembelajaran Quantum Teaching guna meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada

Menurut DePorter (2010) terdapat enam fase dari model pembelajaran Quantum Teaching yang kemudian dikenal dengan istilah TANDUR dengan rincian sebagai berikut: (1)

Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Rata-rata kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis sebelum diterapkannya model pembelajaran Quantum Learning pada

Fatimah| Penerapan Model Pembelajaran Quantum Teaching untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI SMK N 1 Nisam 38 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING UNTUK