• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERILAKU KONSUMSI MAHASISWA PRODI EKONOMI ISLAM IAIN BUKITTINGGI MENURUT PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERILAKU KONSUMSI MAHASISWA PRODI EKONOMI ISLAM IAIN BUKITTINGGI MENURUT PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERILAKU KONSUMSI MAHASISWA PRODI EKONOMI ISLAM IAIN BUKITTINGGI MENURUT

PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ekonomi Islam

Oleh :

CICI WULANDARI 3216.262

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) BUKITTINGGI 2020

(2)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Analisis Perilaku Konsumsi Mahasiswa Prodi Ekonomi Islam IAIN Bukittinggi Menurut Perspektif Ekonomi Islam”. Disusun oleh Cici Wulandari, NIM 3216.262. Mahasiswa prodi Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

Penelitian ini dilatar belakangi karena melihat adanya mahasiswa yang masih belum sepenuhnya menerapkan perilaku konsumsi dalam ekonomi Islam. Mahasiswa yang memiliki pemahaman konsumsi Islam, tentu memahami bahwa tuntutan Islam dalam berkonsumsi harus didasari dengan motivasi untuk mencapai maslahah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku konsumsi mahasiswa prodi ekonomi islam IAIN Bukittinggi.

Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah jenis penelitian lapangan ( field resech ), sifat dari jenis penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan wawancara, responden diminta untuk menjawab pertanyaan umum dan menetapkan persepsi, pendapat dan perasaan tentang gagasan atau topik yang dibahas dengan melakukan pendekatan kualitatif. Teknik analisis data adalah reduksi data, penyajian data, penyajian dat (display), penarikan kesimpulan dan verifikasi (consulusion drawing and verification).

Hasil penelitian menunjukan, masih banyaknya mahasiswa prodi ekonomi islam yang berperilaku konsumtif serta gaya hidup dari lingkungan tempat mereka bergaul membuat meraka tidak dapat mengendalikan pola hidup yang tidak terbatas seperti mendahulukan keinginan dari pada kebutuhan, serta tidak adanya pertimbangan dalam pembelian barang-barang yang bersifat keinginan. Perilaku konsumsi mahasiswa prodi ekonomi islam belum sepenuhnya sesuai dengan prinsip konsumsi dalam islam yaitu prinsip keadilan, kemurahan hati, keberhasilan, kesederhanaan dan kemurahan hati bahkan lebih cenderung kepada kemubaziran.

Kata kunci: Perilaku konsumsi, konsumsi dalam Ekonomi Islam

(3)

i DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 7

F. Penjelasan Judul ... 8

G. Kajian Terdahulu ... 9

H. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsumsi ... 11

B. Perilaku Konsumsi ... 13

C. Dasar Hukum perilaku Konsumsi dalam Ekonomi Islam ... 14

D. Konsumsi dalam Perspektif Hadist Nabi ... 17

E. Konsumsi dalam Pandangan Maqasid Syariah ... 19

F. Perilaku Konsumsi dalam Ekonomi Islam ... 23

G. Prinsip – prinsip Konsumsi dalam Islam ... 26

H. Tujuan Konsumsi Islam ... 31

I. Etika Konsumsi dalam Islam ... 32

J.Hubungan Perkembangan Media Pembayaran Terhadap Perilaku Konsumsi ... 37

(4)

ii

K. Konsep Konsumsi Ideal Seorang Mahasiswa Ekonomi islam ... 39

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 42

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

C. Jenis dan Sumber Data ... 42

D. Informan Penelitian ... 43

E. Teknik Pengumpulan Data ... 44

F. Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam ... 48

B. Hasil Penelitian ... 51

C. Tinjauan Ekonomi Islam Terhadapa Perilaku Konsumsi Mahasiswa Prodi Ekonomi Islam IAIN Bukittinggi ... 55

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 63

DAFTARPUSTAKA

(5)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam memandang bahwa bumi dan segala isinya merupakan amanah dari Allah SWT. kepada manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini untuk digunakan bagi kesejahteraan umat manusia. Untuk mencapai tujuan yang suci ini Allah tidak meninggalkan manusia sendirian, tetapi diberikannya petunjuk melalui para Rasul-Nya. Dalam petunjuk ini Allah berikan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik aqidah, akhlak, maupun Islam. Aqidah dan akhlak sifatnya konstan dan tidak mengalami perubahan dengan berbedanya waktu dan tempat. Adapun komponen yang terakhir yakni

“Islam” senantiasa berubah sesuai kebutuhan dan taraf peradaban umat, dimana seorang Rasul diutus-Nya.

Islam mengajarkan agar setiap manusia menyadari bahwa pemilik yang sebenarnya terhadap segala sesuatu yang dilangit maupun dimuka bumi, termasuk harta yang diperoleh oleh setiap manusia bahkan diri manusia itu sendiri adalah Allah SWT. Kepemilikan manusia terhadap harta bendanya hanya bersifat relatif, sebatas hak pakai. Hak pakai in ipun harus sesuai dengan peraturan- Nya. Kelak setiap manusia akan diminta pertanggungjawabannya tentang pemakaian harta benda yang dititipkan oleh Allah itu telah sesuai atau tidak dengan petunjuk dan ketentuan-Nya. Semua

(6)

2

harta benda telah diamanatkan Allah kepada manusia agar dijadikan sarana beribadah kepada-Nya. Konsumsi memiliki urgensi yang sangat besar dalam setiap perekonomian. Karena tiada kehidupan bagi manusia tanpa konsumsi.

Oleh karena itu, kegiatan ekonomi mengarah kepada pemenuhan tuntutan konsumsi bagi manusia. Sebab, mengabaikan konsumsi berarti mengabaikan kehidupan dan juga mengabaikan penegakan manusia terhadap tugasnya dalam kehidupan.1

Kegiatan konsumsi merupakan salah satu kegiatan yang pokok dalam kehidupan makhluk hidup. Dalam hal ini konsumsi yang di maksud tidak hanya berkaitan dengan kebutuhan pokok yaitu makan dan minum tetapi konsumsi yang ada merupakan pemenuhan akan kebutuhan pokok, serta kebutuhan sandang dan papan yang harus dilaksanakan secara terencana dan juga sesuai dengan anggaran yang tersedia. Maka dari itu, kebutuhan bisa disebut juga dengan konsumsi yaitu membutuhkan suatu barang atau jasa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Para pelaku konsumsi atau orang yang melakukan kegiatan konsumsi disebut dengan konsumen. Tujuan dari mengkonsumsi sendiri yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup guna mempertahankan keberlangsungan hidup.2

Konsumsi dalam ekonomi islam dapat diartikan sebagai pemenuhan kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan

1 Novi Indriyani Sitepu, Jurnal Perspektif Ekonomi Darusalam, (Vol. 2 No. 1 Maret 2016), hlm.

91-92

2 Shelia Paradila Kusuma, dkk, Jurnal Pendidikan Ekonomi, ( Vol. 12. No. 1 2019 ), hlm. 55-56

(7)

3

fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat (falah). Menurut Yusuf Qardhawi, dalam melakukan konsumsi, maka konsumsi tersebut harus dilakukan pada barang yang halal dan baik (halalan toyibban) dengan cara berhemat (saving), berinfak (mashlahat) serta menjauhi judi, khamar, gharar dan spekulasi. Ini berarti bahwa prilaku konsumsi yang dilakukan manusia (terutama Muslim) harus menjauhi kemegahan, kemewahan, kemubaziran dan menghindari hutang.3

Konsumsi yang dilakukan oleh seorang Muslim seharusnya mencerminkan hubungan dirinya dengan Allah. Hal tersebut merupakan pembeda antara konsep konsumsi Islam dengan konsep konsumsi ilmu ekonomi lainnya. Islam mengajarkan umatnya untuk berkonsumsi dengan cara menjauhi produk-produk yang haram, tidak kikir, dan tidak tamak. Hal tersebut dijelaskan oleh Allah dalam Q.S. Al A’raf ayat 31 :

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) masjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al A’raf:31).

3 Arlinda Nidia Corina, dkk, Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan, ( Vol. 6 No. 2 Februari 2019 ), hlm. 319-320

(8)

4

Fenomena yang terjadi kini sangat bertolak belakang dengan bagaimana. seharusnya seorang muslim berkonsumsi. Informasi gaya hidup dan tren yang sangat mudah untuk diakses menjadikan konsumen muda kini memiliki penafsiran bahwa trend dan gaya hidup di media massa tersebut harus diikuti karena menyangkut penerimaan mereka di lingkungan tempat mereka bergaul. Namun dengan seiring perkembangan zaman, pola konsumsi yang berkembang saat ini telah berubah dari kegiatan memenuhi kebutuhan menjadi suatu gaya hidup. Banyak mahasiswa yang membeli produk atas dasar keinginannya bukan dari kegunaan barang itu sendiri. Hal ini mengakibatkan pada perubahan pembelian suatu produk yang tidak berdasarkan skala prioritas kebutuhan dan kemampuan uang yang dimiliki.

Mahasiswa adalah elemen masyarakat yang diharapkan dapat berpikir kritis terhadap apa yang terjadi dengan lingkungan sekitarnya. Mahasiswa yang memiliki pemahaman konsumsi Islam, tentu memahami bahwa tuntunan Islam dalam berkonsumsi harus didasari dengan motivasi untuk mencapai maslahah bukan untuk maksimalisasi utilitas. Sebagai akademisi, mahasiswa berkewajiban untuk mengaplikasikan teori yang didapat dari proses perkuliahan untuk diterapkan dalam kehidupan, bukan malah sebaliknya dalam hal ini mahasiswa ekonomi Islam memiliki kewajiban untuk

(9)

5

menerapkan ilmu ekonomi Islam, terutama teori konsumsi Islam untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.4

Berdasarkan penelusuran data dilapangan diketahui bahwa mahasiswa menghabiskan waktu untuk berkumpul bersama teman-temannya, sehingga cenderung mengalami perubahan penampilan serta perubahan perilaku konsumsi. Perubahan inilah yang terlihat pada mahasiswa jurusan Ekonomi Islam IAIN Bukittinggi, yang cenderung merubah gaya hidup, kebiasaan, dan tatanan kehidupan dengan melihat hal-hal baru yang ada di sekitar mereka.

Dengan demikian dalam lingkungan kampus IAIN Bukittinggi khususnya jurusan Ekonomi Islam, bahwa masih banyak mahasiswi yang mengeluarkan uangnya untuk mementingkan keinginan dari pada kebutuhan atau keperluan untuk kuliah. Sedangkan kebutuhan tahsiniyat tidak akan diperhatikan jika dengan memenuhinya dapat menggangu kebutuhan hajiyat.

Demikian pula halnya dengan kebutuhan hajiyat tidak akan dipenuhi apabila dengan memenuhinya berdampak buruk atau mengganggu kebutuhan dlaruriyat.5 Peneliti telah melakukan wawancara pada beberapa mahasisa IAIN Bukittinggi khususnya jurusan Ekonomi Islam. Didapatkan seorang informan Yurima Annisa Putri, mahasiswa Ekonomi Islam semester delapan, salah satu mahasiswa yang tinggal bersama orang tuanya. Uang saku yang ia terima setiap bulannya Rp800.000, dalam sebulan ia menghabiskan uangnya

4 Zulfikar Alkautsar, Jurnal JESTT, ( Vol. 1. No. 10 Oktober 2014 ), hlm. 737-738

5 Sahnan Rangkuti, Jurnal Bisnis Net, Vol. 1 No. 2 Juli – Desember 2018, hlm. 81

(10)

6

untuk membeli kebutuhan seperti makan, dan jajan. Selain itu, ia juga memenuhi keinginannya membeli bedak, pakaian, dan jilbab. Perilaku konsumsinya cenderung mementingkan keinginannya dari pada kebutuhan.

Berawal dari latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mendalam mengenai perilaku komsumsi yang di khususkan pada analisis perilaku komsumsi mahasiswa prodi ekonomi islam IAIN Bukittinggi menurut perspektif ekonomi islam. Penulis ingin menuangkan dalam sebuah bentuk karya ilmiah dengan judul “ Analisis Perilaku Konsumsi Mahasiswa Prodi Ekonomi Islam IAIN Bukittinggi Menurut Perspektif Ekonomi Islam ”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut:

1. Perilaku komsumsi mahasiswa prodi ekonomi islam yang cenderung komsumtif

2. Dalam membelanjakan uang sakunya masih banyak dari mahasiswa yang mendahulukan keinginan dari pada kebutuhan

3. Dari segi penampilan banyaknya mahasiswa yang membeli barang hanya untuk mengikuti tren

C. Batasan Masalah

Berdasarkan pada rumusan masalah diatas agar penelitian ini jelas maka penelitian ini dibatasi pada hal-hal yang terkait dengan analisis perilaku

(11)

7

komsumsi mahasiswa prodi Ekonomi Islam IAIN Bukittinggi menurut perspektif Ekonomi Islam.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perilaku konsumsi mahahasiswa prodi Ekonomi Islam ?

2. Bagaimana pandangan Ekonomi Islam terhadap perilaku konsumsi yang dilakukan mahasiswa Prodi Ekonomi Islam ?

E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin diapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana analisis perilaku komsumsi mahasiswa prodi Ekonomi Islam IAIN Bukittinggi menurut perspektif Ekonomi Islam.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini diantaranya:

a. Manfaat Akademis

Sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN Bukittinggi.

b. Secara Praktis

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan pedoman bagi mahasiswa bagaimana perilaku komsumsi menurut perspektif ekonomi islam.

(12)

8 c. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi Jurusan Ekonomi Islam tentang analisis perilaku komsumsi menurut perspektif ekonomi islam.

F. Penjelasan Judul

Analisis : Penguraian suatu pokok atas berbagai bagianya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antara bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan paham arti keseluruhan6

Perilaku : yaitu tanggapan atau reaksi individu yang terwuju dalam gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan.7 Komsumsi : adalah setiap kegiatan memanfaatkan, menghabiskan

kegunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam upaya menjaga kelangsungan hidup.8

Ekonomi Islam : Ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas di dalam kerangka syariah islam.9

6 Sigit Winarno, Sujana Esmaya, Kamus Besar Ekonomi, Cet 1, Bandung: Pustaka Grafika, 2003, Hal. 26

7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm 671

8 Sukarno Wibowo & Dedi Supriadi, Ekonomi Mikro Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm 225

9 Rivai Veithzal, Andi Buchari, Islamic Economics, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, Hal 1

(13)

9 G. Kajian Terdahulu

Sebelum penulis melakukan penelitian maka terlebih dahulu hal yang penulis lakukan yaitu mengamati dan mencermati hasil penelitian terdahulu yang lebih relevan yaitu:

1. Pengaruh Etika Bisnis Islami Terhadap Perilaku Konsumsi Berbusana Muslim ( Studi Mahasiswa Jurusan Ekonomi Islam UIN Alauddin Makassar ). Judul ini diteliti oleh A.Ummi Mahmuda Asban Nim:

10200113139, UIN Alauudin Makassar. Pembahasan dalam penelitian ini adalah apakah etika bisnis islam berpengaruh terhadap perilaku konsumsi berbusana muslim mahasiswa jurusan ekonomi islam UIN Alauddin Makassar, dan dalam penelitian ini beliau bertujuan mengetahui pengaruh etika terhadap perilaku konsumsi berbusana muslim.

2. Analisis Perilaku Konsumen Muslim dalam Belanja Fhasion di Online Shop ( Studi kasus Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Walisongo Semarang Angkatan 2014-2018 ). Judul ini diteliti oleh Asep Saefuloh Nim: 122411065, UIN Walisongo Semarang. Pembahasan dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku konsumsi mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis islam UIN walisongo Semarang angkatan 2014-2018 terhadap penggunaan online shop dalam prinsip konsumsi islam.

3. Perilaku Konsumsi Masyarakat dalam Pembelian Sepeda Motor Perspektif Ekonomi Islam ( Studi kasus di Desa Kori Kecamatan Sawoo Kaupaten Ponorogo ). Judul ini diteliti oleh Khusniati Rofiah. M.S.I Nip:

(14)

10

197401102000032001, IAIN Ponogoro. Pembahasan dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku masyarakat dalam pembelian sepeda motor menurut ekonomi islam, bagaimana perilaku konsumsi masyarakat dalam pembelian sepeda motor tersebut.

H. Sistemtika Penulisan

Untuk mempermudah dalam penulis proposal ini, agar lebih jelas peneliti membentuk sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I : Terdiri dari pendahuluan, yang meliputi latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan ruang lingkup penelitian.

BAB II : Terdiri dari kerangka teori yang digunakan penulis dalam penulisan ini, yang terdiri dari kajian teori, perilaku komsumsi menurut perspektif ekonomi islam.

BAB III : Terdiri darimetode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini, data dan sumber data.

BAB VI : Membahas tentang analisis perilaku komsumsi mahasiswa prodi ekonomi islam menurut perspektif ekonomi islam.

BAB V : Merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

(15)

11 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsumsi

Menurut keynes dalam maulita, tingkat konsumsi dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin tinggi tingkat konsumsinya. Samuelson, menyebutkan salah satu tujuan ekonomi adalah untuk menjelaskan dasar-dasar perilaku konsumen. Pendalaman tentang hukum permintaan dan mengetahui bahwa orang cenderung membeli lebih banyak barang, apabila harga barang itu rendah, begitu sebaliknya.

Dasar pemikirannya tentang perilaku konsumen bahwa orang cenderung memilih barang dan jasa yang nilai kegunaannya paling tinggi. Konsumen akan memilih barang kebutuhan pokok untuk dikonsumsikan, dengan mempertimbangkan nilai guna dari barang tersebut. Keterbatasan anggaran pendapatan yang diterima oleh masyarakat menyebabkan masyarakat harus menunda untuk mengkonsumsi barang-barang yang mempunyai nilai guna tinggi.

Nurhadi, konsumsi adalah kegiatan manusia menggunakan atau memakai barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan. Mutu dan jumlah barang atau jasa dapat mencerminkan kemakmuran konsumen tersebut. Semakin tinggi mutu dan semakin banyak jumlah barang atau jasa yang dikonsumsi, berarti semakin tinggi pula tingkat kemakmuran konsumen yang bersangkutan

(16)

12

sebaliknya semakin rendah mutu kualitas dan jumlah barang atau jasa yang dikonsumsi, berarti semakin rendah pula tingkat kemakmuran konsumen yang bersangkutan. Masih menurut Nurhadi tujuan konsumsi adalah untuk mencapai kepuasan maksimum dari kombinasi barang atau jasa yang digunakan. Teori Konsumsi menurut pusat pengkajian dan pengembangan, ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang memberikan maslahah/kebaikan dunia dan akhirat bagi konsumen itu sendiri.10

Konsumsi dalam arti ekonomi adalah semua penggunaan barang dan jasa yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan tujuan manusia mengkonsumsi adalah agar memperoleh kepuasan setinggi-tingginya dan mencapai tingkat kemakmuran dalam arti terpenuhinya berbagai macam keperluan baik kebutuhan pokok, sekunder, barang mewah, maupun kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.

Konsumsi dalam pengertian umum berarti memakai barang-barang hasil produksi. Menurut istilah ekonomi, konsumsi berarti kegiatan menggunakan, memakai, atau menghasilkan barang dengan maksud memenuhi kebutuhan.

Faktor yang sangat menentukan terhadap besar kecilnya jumlah pengeluaran untuk konsumsi adalah pendapatan, Semakin besar pendapatan semakin besar pula pengeluaran. Dalam menjelaskan konsumsi, kita mengasumsikan bahwa konsumen cenderung untuk memilih barang dan jasa yang memberikan

10 Sri Wahyuni, Jurnal Akuntabel, ( Vol. 10 No. 1 Maret 2013 ), hlm. 75 - 76

(17)

13

maslahah maksimum. Hal ini sesuai dengan rasionalitas Islami bahwa setiap pelaku ekonomi ingin meningkatkan maslahah yang diperolehnya. Demikian pula dalam hal perilaku konsumsi, seorang konsumen akan mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan konsumsinya. Konsumen merasakan adanya manfaat suatu kegiatan konsumsi ketika mendapatkan pemenuhan kebutuhan fisik, psikis dan material.

Di sisi lain berkah akan diperolehnya ketika ia mengonsumsi barang atau jasa yang dihalalkan oleh syari‟at Islam. Prinsip ekonomi dalam Islam yang disyariatkan adalah agar tidak hidup bermewah-mewah, tidak berusaha pada kerja-kerja yang dilarang, membayar zakat menjauhi riba, menjauhi israf dan tabzir merupakan rangkuman dari akidah, akhlak dan syariat Islam yang menjadi rujukan dalam pengembangan sistem ekonomi Islam. Nilai-nilai moral tidak hanya bertumpu pada aktifitas individu tapi juga pada interaksi secara kolektif, bahkan keterkaitan antara individu dan kolektif tidak bisa didikotomikan. Dan prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam yaitu: “prinsip ketauhidan, prinsip khilafah, prinsip keadilan”.11

B. Perilaku komsumsi

Perilaku konsumsi adalah bagian dari tindakan konsumsi. Perilaku yaitu tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan. Perilaku didasari oleh berbagai faktor baik dalam diri pribadi secara internal maupun dari faktor luar. Perilaku yang bersumber dari

11 Aulia Rahman dkk, Jurnal LAA MAIYSIR, ( Vol. 5 No. 1 Januari 2018 ), hlm. 21

(18)

14

dalam diri sendiri adalah perilaku yang memang sudah ada sejak lahir dan semakin terbentuk dengan adanya pembentukan karakter/sifat yang ditanamkan oleh lingkungan terdekat seperti keluarga. Perilaku yang dipengaruhi oleh faktor eksternal adalah perilaku yang terbentuk karna adanya pengaruh dari luar seperti lingkungan sosial dan masyarakat. Perilaku seseorang yang baik salah satunya terbentuk karena memang mendapatkan arahan dan pelajaran dari faktor luar.

Konsumsi adalah menghabiskan atau menggunakan suatu nilai barang atau jasa. Menurut ilmu ekonomi, konsumsi adalah setiap kegiatan memanfatkan, menghabiskan kegunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam upaya menjaga kelangsungan hidup. Jadi dalam hal ini bukan hanya sekedar mementingkan kesenangan, kepuasan semata melainkan menkonsumsi suatu barang/jasa karna memang barang tersebut sudah sewajarnya untuk dipenuhi. Perilaku konsumsi adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.

Dengan kata lain adalah bisa dikatakan dengan cara melakukan suatu tindakan konsumsi.12

C. Dasar Hukum Perilaku Konsumsi dalam Ekonomi Islam

Konsep prilaku konsumsi dalam ekonomi Islam tidak boleh boros dan mengkonsumsi suatu barang/jasa secara berlebih-lebihan dan adanya batasan-

12 Suharyono, Jurnal Al – intaj, ( Vol. 4 No. 2 September 2018 ), hlm. 309 - 310

(19)

15

batasan dalam konsumsi, karena konsumsi dalam ekonomi Islam harus memperhatikan tujuan dari ekonomi Islam itu sendiri yaitu mencari Maslahah untuk mencapai falah, seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an mengenai konsumsi dibawah ini:

Al Qur’an surat Al-Maidah (Ayat: 87-88)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang Telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah Telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”

Adapun maksud dari ayat di atas bahwa di dunia ini Allah SWT sudah menyediakan segala bentuk kebutuhan untuk manusia, terutama dalam hal konsumsi. Bahwa dalam konsumsi ada hal-hal yang diperbolehkan dan dilarang. Konsumsi dalam Islam ialah konsumsi dengan jalan yang benar, baik, transparan, dan bermanfaat baik bagi dirinya maupun orang lain. Dan dilarang mengkonsumsi sesuatu secara boros, mubazir, dan berlebihan-lebihan sehingga yang kita konsumsi tersebut tidak mempunya manfaat bagi diri kita

(20)

16

maupun orang lain, karna sesunggunya Allah tidak menyukai orang-orang yang seperti itu dan melampaui batas.

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Q.S: Al-Araf (Ayat: 31)

Maksud dari ayat diatas maksudnya ialah dalam hal konsumsi Allah SWT memperbolehkan setiap manusia mengkonsumsi sesuatu yang indah ataupun bagus, seperti memakan makanan yang enak, mengenakan pakaian mewah dan indah, tetapi yang dilarang dalam Islam ialah mengkonsumsi sesuatu yang berlebih-lebihan, boros, dan tidak bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Prilaku ishraf dan tabzirpun sangat dilarang dalam Islam, seperti yang tergambar dalam firman Allah swt dibawah ini:

”Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Q.S. Al-Israa: 27)

(21)

17

Ayat di atas menjelaskan jika kita mengkonsumsi sesuatu barang/jasa dengan boros, maka akan mendekatkan pada hal yang tidak pernah puas dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, dan hal tersebut tidak sukai oleh Allah SWT. Berdasarkan ayat Al-Qur’an di atas dapat dijelaskan bahwa yang dikonsumsi itu adalah barang atau jasa yang halal, bermanfaat, baik, dan tidak berlebih-lebihan (secukupya). Tujuan mengkonsumsi dalam Islam adalah untuk memaksimalkan Maslahah (Kebaikan) bukan memaksimalkan Kepuasan (Maximum utility).13

D. Konsumsi dalam Perspektif Hadist Nabi

Kebutuhan akan konsumsi semakin lama semakin berkembang sejalan dengan pola dan gaya hidup manusia. Semakin maju peradaban manusia, semakin tinggi pula pada kebutuhannya pada barang-barang yang akan dikonsumsi dengan beragam jenis. Rasullullah tidak menisbakan adanya kemungkinan hal tersebut, sembari menyatakan bahwa keinginan manusia akan barang dan jasa tidak ada batasnya dan karenanya manusia sendiri yang harus membatasinya. Karena hal tersebut, dalam hal konsumsi, Rasulullah selalu hati-hati dan membatasi diri sesuai dengan kebutuhan dan tidak memperturutkan keinginan atau hawa nafsu. Ia tidak akan makan kecuali jika sudah lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Dalam memenuhi kebutuhannya, Rasulullah tidak rakus dan melarang sikap rakus. Dalam mengkonsumsi sesuatu, rasulullah tidak pernah mencela barang yang tidak

13 Anwar Liling, Jurnal Balanca, ( Vol 1 No. 1 Januari-Juni 2019), hlm. 72-75

(22)

18

disukainya, karena bagaimanapun barang-barang itu adalah karunia Allah yang harus disyukuri terlepas dari kondisinyaapakah disukai atau tidak.

Barang-barang yang boleh dikonsumsi adalah barang yang halal saja, dan di larang mengkonsumsi barang-barang yang di haramkan. Rasulullah juga mengajarkan kepada umat Islam agar memperhatikan etika dalam berkonsumsi. Menurutnya, ketika seseorang makan hendaklah ia makan dengan tangan kanannya dan jangan makan dengan tangan kirinya..14

Ada tiga nilai dasar yang menjadi fondasi bagi perilaku konsumsi masyarakay muslim:

1. Keyakinan akan adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat, prinsip ini mengarahkan seorang konsumen untuk mengutamakan konsumsi untuk akhirat daripada dunia. Mengutamakan konsumsi untuk ibadah daripada konsumsi duniawi. Konsumsi untuk ibadah merupakan future consumption (karena terdapat balasan surga di akherat), sedangkan konsumsi duniawi adalah present consumption.

2. Konsep sukses dalam kehidupan seorang muslim diukur dengan moral agama Islam, dan bukan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki.

Semakin tinggi moralitas semakin tinggi pula kesuksesan yang dicapai. Kebajikan, kebenaran dan ketaqwaan kepada Allah merupakan kunci moralitas Islam. Kebajikan dan kebenaran dapat

14 Idri, Hadis Ekonomi, Ekonomi, ( Jakarta: Kencana, 2015 ), hlm. 99-100.

(23)

19

dicapai dengan prilaku yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan dan menjauhkan diri dari kejahatan.

3. Kedudukan harta merupakan anugrah Allah dan bukan sesuatu yang dengan sendirinya bersifat buruk (sehingga harus dijauhi secara berlebihan). Harta merupakan alat untuk mencapai tujuan hidup, jika diusahakan dan dimanfaatkan dengan benar.(QS. Al- Baqarah: .265) 15

“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya Karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran Tinggi yang disiram oleh hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika hujan lebat tidak menyiraminya, Maka hujan gerimis (pun memadai). dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat”

E. Konsumsi dalam Pandangan Maqashid Syariah

Menurut Imam al-Ghazali tujuan syariah adalah untuk mempromosikan kesejahteraan umat manusia, yang terletak dalam menjaga iman (din), diri manusia (nafs), kecerdasan (‘aql), keturunan (nasl), dan kekayaan (mal)14

15 Nurul Huda, Jurnal Ekonomi Yarsi, ( Vol. 3 No. 3 Desember 2006 ), hlm. 67

(24)

20

Substansi maqasid syariah adalah kemaslahatan. Kemaslahatan dalam taklif Tuhan dapat berwujud dua bentuk, yaitu: pertama, dalam bentuk hakiki, yakni manfaat langsung dalam arti kausitas, kedua, dalam bentuk majazi, yakni bentuk yang membawa kemashlahatan.

Makna maslahah adalah ‘kepentingan umum’. Maslahah kadang-kadang mengandung makna yang sama dengan maqasid, dan para ahli telah menggunakan kedua istilah ini hampir secara bergantian. Teori Maqasid syariah dalam wilayah ekonomi Islam dapat ditemukan secara langsung dalam landasan etika. Para pelaku ekonomi tidak hanya dituntut untuk dapat menguasai sumber- sumber ekonomi yang strategis tetapi juga memanfaatkannya untuk kepentingan umat dengan mengacu pada kemaslahatan dharuriyah, hajiyyah, dan tahsiniyyah.

a. Dharuriyah (Primer)

Kebutuhan dharuriyah atau primer ialah kemaslahatan yang menjadi dasar tegaknya kehidupan asasi manusia baik yang berkaitan dengan agama maupun dunia. Jika dia luput dari kehidupan asasi manusia maka mengakibatkan rusaknya tatanan kehidupan manusia tersebut. Maslahah dharuriyah ini merupakan dasar asasi untuk terjaminnya kelangsungan hidup

manusia. Jika manusia rusak maka akan muncul fitnah dan ancaman besar.

Dalam memnuhi kebutuhan primer yang paling utama yang harus diperhatikan adalah kemaslahatan, akan tetapi apabila dalam keadaan darurat yang mengancam nyawa diperbolehkan memakan makanan yang haram, tapi hanya pada keadaan darurat saja. Apabila tidak dalam keadaan darurat yang

(25)

21

mengacam nyawa seseorang memakan makanan haram dilarang dalam Islam.

Pemenuhan kebutuhan primer tetap harus dalam kapasitas yang seimbang (al- tawazun), tidak boleh berlebih-lebihan (al-israf), dan juga bakhil (al-bukhl).

Dalam Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan keimanan.

Peranan keimanan menjadi tolak ukur penting karena keimanan membicarakan pandangan dunia yang cenderung mempengaruhi kepribadian manusia. Keimanan sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi baik dalam bentuk kepuasan material maupun spiritual Dalam rangka mewujudkan kemaslahatan di dunia dan di akhirat berdasarkan penelitian para ahli ushul Fiqh, ada lima unsur pokok yaitu agama, jiwa, akal, keturunan serta harta. Penerepan kelima unsur ini berfungsi sebagai Al-Qawaid kulliyat yang berhubungan dengan solat, larangan mengkonsumsi yang memabukkan, larangan melakukan transaksi bisnis terlarang. Lima maslahah dasar tersebut dapat dijelaskan, antara lain:

1) memelihara agama, maksutnya tidak menyekutukan Allah dalam segala hal, baik itu dalam kegiatan ekonomi terutama dalam konsumsi, dengan menjaga makanan yang dikonsumsi membuktikan bahwa seorang muslim juga menjaga agamanya.

2) memelihara jiwa, menjaga jiwa dengan pemeliharaan yang tidak terbatas, memlihra untuk kemaslahatan jiwa, sehingga seorang muslim dengan mengkonsumsi makanan yang halal dan baik akan menjaga jiwanya.

(26)

22

3) memelihara akal, dalam mengkosumsi manusia juga harus memelihara akal, karena akal adalah nikmat Allah yang tak terhingga, hanya manusia yang diberikan akal, apabila manusia tidak menggunakan akalnya maka akan sama saja derajat manusia dengan hewan, begitu pula dengan mengkonsumsi manusia harus menggunakan akal sehatnya.

4) menjaga keturunan, keturunan merupakan harta yang pokok dalam kehidupan, sehingga dengan perilaku konsumen yang sesuai syariat Islam manusia akan ikut serta dalam menjaga keturunannya.

5) memelihara harta, harta merupakan kemaslahatan dunia, sehingga dalam mencari kebutuhan hidup haruslah harta yang halal. Dari kelima maslahah ini, sudah jelas bahwasanya konsumen muslim harus berhati-hati dalam mengkonsumsi, baik itu, makanan, pakaian atau yang lainnya, konsumen muslim harus memperhatikan kemaslahatan dari apa yang dikonsumsinya, melihat halal atau haram sesuatu yang di konsumsi. Konsumen harus mengkonsumsi makanan halal (halal food), dengan memperhatikan sertifikat halal yang ada pada produk tersebut.

Akan tetapi, dalam Islam juga melarang mengkonsumsi makanan secara berlebihan karena banyak mudharat akibat makan yang berlebihan, baik itu dari penyakit rohani maupun jasmani.

(27)

23 b. Hajjiyat (sekunder)

Kebutuhan hajiyat adalah kebutuhan sekunder atau kebutuhan setelah kebutuhan dharuriyat. Apabila kebutuhan hajiyat tidak terpenuhi tidak akan mengancam keselamatan kehidupan umat manusia, namun manusia tersebut akan mengalami kesulitan dalam melakukan suatu kegiatan. Kebutuhan ini untuk menghilangkan kesulitan, kesusahan, kesempitan dan ihtiyath (berhati- hati).

c. Tahsiniyat (tersier)

Kebutuhan tahsiniyat (tersier) atau kamaliyat (pelengkap) adalah tingkat kebutuhan yang apabila tidak terpenuhi tidak mengancam eksistensi salah satu dari kelima pokok diatas serta tidak pula menimbulkan kesulitan untuk manusia. Maslahah dalam jenis ini ialah sifatnya untuk memelihara kebagusan dan kebaikan budi pekerti serta keindahan saja. Sekiranya kemaslahatan tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan tidaklah menimbulkan kesulitan dan kegoncangan serta rusaknya tatanan kehidupan manusia.16

F. Perilaku konsumsi dalam Ekonomi Islam

Dalam Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan keimanan.

Peranan keimanan menjadi tolak ukur penting karena keimanan memberikan cara pandang dunia yang cenderung mempengaruhi kepribadian manusia.

Keimanan sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas dan konsumsi, baik

16 Annisa Masruri Zaimsyah dkk, Jurnal Studi Keislaman, ( Vol 5 No. 1 Juni 2019 ), hlm. 30-32

(28)

24

dalam bentuk kepuasan materil maupun spiritual. Dalam Islam juga sudah sangat jelas dijelaskan tentang aturan dalam melakukan segala perbuatan, baik buruk, halal haram yang termaksud dalam Alqu’an, Hadis dan ijma ulama.

Nilai dasar yang menjadi fondasi bagi perilaku konsumsi masyarakat muslim adalah keyakinan terhadap adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat, kebajikan,kebenaran dan ketakwaan kepada Allah SWT merupakan kunci moralitas Islam. Kebajikan dan kebenaran dapat dicapai dengan perilaku yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan dan menjauhkan diri dari kejahatan, harta merupakan alat untuk mencapai tuuan hidup jika diusahakan dan dimanfaatkan dengan benar.

Perilaku konsumsi orang yang beriman akan berbeda dalam mengkonsumsi barang/jasa jika di bandingkan dengan orang yang lebih rendah tingkat keimanan dan kepatutannya kepada Allah SWT. Orang yang mempunyai keimanan dan patuh terhadap aturan-aturan yang telah di gariskan didalam Al-Qur’an dan hadits mengetahui batasan-batasan mana hal yang diperbolehkan dan mana yang tidak boleh untuk di laksanakan. Jika kebutuhannya sudah dirasa cukup maka konsep berbagi kepada sesama akan ikut serta dilaksanakan. Melhat lingkungan sekitar yang masih banyak masyarakat yang mengalami kekurangan atas kebutuhan dan memberikan bantuan dan bimbingan agar kedepannya bisa memenuhi kebutuhannnya secara mandiri. Dengan kata lain tidak mengoptimalkan kebutuhan dan keinginan pribadi. Berbagai kegiatan ekonomi berjalan dalam rangka

(29)

25

mencapai satu tujuan, yakni menciptakan kesejahteraan menyeluruh, penuh ketegangan dan kesederhanaan, namun tetap produktif dan inofatif bagi setiap individu muslim maupun non muslim.

Allah telah menetapkan batasan-batasan terhadap perilaku manusia sehingga menguntungkan individu tanpa mengorbankan hak-hak individu lainnya, sebagaimana yang ditetapkan dalam hukum Allah (syari’ah). Islam mengajarkan tentang batasan-batasan manusia dalam mengkonsumsi suatu produk barang atau jasa, baik yang dijelaskan dalam Al-Qur’an maupun hadis.

Kesejahteraan konsumen akan meningkat jika ia banyak mengkonsumsi barang yang bermanfaat, halal, dan mengurangi barang yang buruk atau haram. Islam melarang untuk menghalalkan apa yang sudah ditetapkan haram dan memgharamkan apa-apa yang sudah menjadi halal.

Dalam Al-Qur’an disebutkan (Qs. Al- Ma’idah :87-88)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengharamkan apaapa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”12

(30)

26

Ayat tersebut Al Qur’an mendorong manusia sebagai pengguna untuk menggunakan barang-barang yang baik dan bermanfaat serta melarang adanya tindakan yang mengacu dalam hal perilaku boros dan pengeluaran terhadap pengeluaran yang tidak penting dan tidak bermanfaat.

Sesungguhnya kuantitas konsumsi yang terpuji dalam kondisi yang wajar adalah sederhana. Maksudnya, berada diantara boros dan pelit. Artinya dalam hal pengeluaran kebutuhan juga yang mendatangkan

Manfaat kita tidak boleh pelit. Islam menganjurkan pola konsumsi dan penggunaan harta secara wajar dan berimbang yaitu pola konsumsi yang terletak diantara kekikiran dan pemborosan atau dengan kata lain tidak mementingkan kesenagan semata. Jika mempunyai kemampuan untuk mengkonsumsi suatu barang/jasa maka itu diperbolehkan dengan standar aturan syariat yang ada. tidak kikir dalam artian meskipun memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan tapi tidak mau memenuhinya dan terkesan menyiksa diri.17

G. Prinsip – prinsip Konsumsi dalam Islam

Manusia hidup dengan segenap potensi alamiah. Termasuk adanya kebutuhan yang ada pada setiap manusia. Kebutuhan adalah keinginan manusia baik yang berupa barang atau jasa yang dapat memberikan kepuasan bagi jasmani atau rohani untuk kelangsungan hidup manusia. Kebutuhan inilah yang mendorong manusia bertindak termasuk melakukan berbagai

17 Suharyono, Jurnal Al – intaj, ( Vol. 4 No. 2 September 2018 ), hlm. 312 - 315

(31)

27

aktivitas dalam kehidupan termasuk aktivitas ekonomi. Ada beberapa prinsip dalam berkonsumsi bagi seorang muslim yang membedakannya dengan perilaku konsumsi non muslim (konvensional) yaitu:18

1. Prinsip keadilan

Prinsip ini mengandung arti mengenai mencari rizki yang halal dan tidak dilarang hukum. Firman Allah dalam QS : Al-Baqarah : 173

“Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Baqarah: 173)

Prinsip keadilan artinya sesuatu yang dikonsumsi itu didapatkan secara halal dan tidak bertentangan dengan hukum Islam.

Karena itu, berkonsumsi tidak boleh menimbulkan kezaliman, berada dalam koridor aturan atau hukum Islam, serta menjunjung tinggi kepantasan atau kebaikan. Sebagai khalifah di muka bumi, manusia dituntut memelihara dan menjalankan hukum Allah dan berusaha agar

18 Rahmat Ilyas, Jurnal At – Tawassuth, ( Vol. 1 No. 1, 2016 ) hlm. 154

(32)

28

pemakaian segala sumber daya diarahkan untuk kesejahteraan manusia, supaya semua mendapat manfaat secara adil baik, yang dimaksud dengan adil dalam hal konsumsi adalah tidak menzalimi dan tidak pula dizalimi.19

2. Prinsip kebersihan

Prinsip kebersihan disini adalah bebas dari segala sesuatu yang tidak diberkahi atau tidak di ridhai Allah. Makna bersih ataupun suci, dalam aktifitas ekonomi tidak saja bersih secara fisik, tetapi juga non fisik yang berupa kesucian jiwa dan harta manusia sehingga terbebas dari segala bentuk kotoran rohani.

3. Prinsip kesederhanaan

Prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makan dan minuman yang tidak berlebihan Firman Allah dalam QS : Al-A‟raaf :31

“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-

19Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm 18.

(33)

29

lebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan."

(QS-. Al A’raf: 31)

Dalam menafkahkan sebagian hartanya, manusia dilarang untuk membelanjakannya secara boros. Prinsip kesederhanaan ini mengatur manusia agar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak terlalu berlebihan.20 Prinsip ini mengatur prilaku manusia mengenai makanan dan minuman adalah sikap tidak berlebihlebihan, yang berarti janganlah makan secara berlebih. Pada kenyataan bahwa kurang makan dapat mempengaruhi pembangunan jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi secara berlebih-lebihan tentu akan ada pengaruhnya pada perut. Praktik memantangkan jenis makanan tertentu dengan tegas tidak dibolehkan dalam Islam.21

4. Prinsip kemurahan hati

Dengan mentaati perintah syariat Islam tidak ada bahaya maupun dosa ketika kita memakan dan meminum makanan halal yang disediakan Allah SWT. Firman Allah dalam QS : Al-Maidah : 96

20 Idri, Hadis Ekonomi, Ekonomi, ( Jakarta: Kencana, 2015 ), hlm. 122

21 Abdul Hamid, Jurnal Visioner & Strategi, ( Vol. 6 No. 2 September 2018 ), hlm. 22

(34)

30

“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan”(QS Al-Maidah 96)

Seorang muslim yang mempunyai harta berkewajiban untuk memberikan sebagian dari hartanya kepada masyarakat yang berkekurangan dan untuk kepentingan umum. Perintah wajib membelanjakan uang tercantum setelah anjuran beriman kepada Allah dan Nabi-Nya. Ini merupakan pertanda jelasnya perintah membelanjakan uang, bukan sekedar anjuran yang boleh dikerjakan atau ditinggalkan.22

5. Prinsip moralitas

Allah memberikan makanan dan minuman untuk berkelangsungan hidup umat manusia agar dapat meningkatkan nilai - nilai moral dan spiritual. seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepadanya setelah makan.23

Konsep moralitas dalam mengkonsumsi barang atau jasa dalam Islam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara seseorang yang hanya berburu kepuasan, kenikmatan dan kebahagiaan

22Yusuf al-Qaradawi, ,Norma dan Etika Ekonomi Islam, ( Jakarta : Gema Insani Press, 1997), hlm. 139

23 Nurul Huda, Jurnal Ekonomi Yarsi, Vol. 3 No. 3 Desember 2006 ), hlm. 69

(35)

31

semata tanpa mengindahkan aturan-aturan Islam dengan seseorang yang menerapkan nilai-nilai moral Islam dalam kaitannya dengan konsumsi barang dan jasa.24

H. Tujuan komsumsi Islam

Tujuan konsumsi dalam Islam bukan hanya kepuasan di dunia tapi juga kesejahteraan akhirat. Mencukupi kebutuhan dan bukan memenuhi kepuasan/keinginan.25 Dalam ekonomi islam tujuan konsumsi untuk beribadah kepada Allah tuhan yang maha esa, selain untuk meningkatkan stamina seperti makan, minum dan tidur, juga dalam memenuhi kebutuhan lainnya didasari dengan kemaslahatan orang banyak diatas kemaslahatan diri sendiri, seorang muslim akan mempertimbangkan maslahah daripada utilitas (ekonomi islam). Fungsi Utilitas atau kepuasan merupakan penentu apakah barang dan jasa lebih disukai atau tidak dibandingkan dengan barang lain, dengan demikian teori konsumsi sangatlah dipengaruhi oleh fungsi utilitas.26

Kebutuhan itu dapat dikategorikan menjadi tiga hal pokok, yaitu:

1. Kebutuhan Primer (daruriyyah), yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan hidup mati seseorang seperti kebutuhan oksigen, makan dan minum.

2. Kebutuhan sekunder (hajiyyah), yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk mengatasi kesulitan, tetapi tidak sampai mengancam kehidupan

24 Idri, Hadis Ekonomi, Ekonomi, ( Jakarta: Kencana, 2015 ), hlm. 122

25 Aldila Setiana, Jurnal Dinar, ( Vol. 1 No. 2 Januari 2015 ), hlm 8

26 Sri Wahyuni, Jurnal Akuntabel, ( Vol. 10 No. 1 Maret 2013 ), hlm. 77-78

(36)

32

apabila tidak dipenuhi. Misalnya kendaraan untuk menjalankan usaha biar efektif, sarana prasarana pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.

3. Kebutuhan tersier (tahsiniyyah), yaitu kebutuhan yang bersifat aksesoris, pelengkap dan memberi nilai tambah pada pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder. Termasuk dalam kebutuhan tersier adalah perhiasan, parfum, desain rumah yang indah dan bagus dan lain sebagainya.

Dalam memenuhi kebutuhan ketiga tersebut, umat Islam tidak semata-mata memperhatikan aspek terpenuhi salah satu atau semua kebutuhan itu. Ada aspek lain yang tidak kalah penting, yaitu tujuan utama daripada pemenuhan kebutuhan umat Islam adalah sebagai sarana penolong untuk beribadah kepada Allah dengan mematuhi norma-norma ajaran Islam, seperti tidak boros atau berlebihan, tidak kikir, tetap dilakukan dengan sederhana dan hemat.27

I. Etika Konsumsi dalam Islam

Perilaku konsumsi seringkali dipandang sebagai homogenisasi atau heterogenisasi budaya global. Homogenisasi dapat diartikan bahwa budaya lokal akan terkooptasi oleh budaya global atau justru yang terjadi sebaliknya.

Budaya lokal akan semakin menunjukkan eksistensinya di tengah berkembangnya budaya global. Perubahan perilaku konsumsi seringkali dipandang sebagai hal yang negatif, menjadi kambing hitam dalam beberapa

27 Idri, Hadis Ekonomi, Ekonomi, ( Jakarta: Kencana, 2015 ), hlm. 106 - 109

(37)

33

hal termasuk terdegradasinya budaya lokal, budaya bangsa maupun budaya Islam. Sebagaimana dalam ilmu ekonomi konvensional, bahwa motif perilaku konsumsi dikenal dua macam, yaitu motif internal (dari diri manusia) dan motif ekstenal (dari luar diri manusia), demikian juga dalam Islam terdapat apa yang disebut motif internal dan eksternal dalam konsumsi.

1. Motif internal

Adapun motif internal yang dimaksud adalah motif yang tumbuh dalam diri seorang muslim dalam bentuk ingin selalu hidup sehat dan kuat.

2. Motif eksternal

Sedangkan motif eksternal yang dimaksud adalah sebuah motif dari luar diri manusia dalam bentuk ingin memenuhi kebutuhan kenyamanan dari pelakunya dan secara sosiologis ingin mendapatkan penilaian positif (visualitas estetik) dari orang lain atau publik. Motif ini merupakan motif yang secara syar'I termasuk absah dan positif.

Seperti dirasakan dan disaksikan dalam kehidupan seharihari, bahwa hidup sehat dan kuat mutlak harus ditopang oleh perilaku konsumsi, baik perilaku konsumsi yang berkaitan sandang maupun pangan ataupun papan. Bahkan perilaku konsumsi itu telah diatur dalam Islam sedemikian rupa guna mencapai tingkat kesehatan dan kekuatan yang prima. Demikian juga halnya kehidupan yang ditopang oleh fasilitas yang baik atau bagus, akan mendatangkan perilaku hidup

(38)

34

yang baik dan bagus pula, baik perilaku itu bersifat perilaku keagamaan maupun bersifat perilaku keduniaan.28

Hal ini dapat diuraikan dalam tujuan-tujuan konsumsi dalam pandangan Islam sebagai berikut:

1. Tujuan Materil

Adapun tujuan materil dari perilaku konsumsi dalam pandangan Islam dapat dipahami dari ayat dan hadis berikut:

a. Mendatangkan Kesehatan Fisik.

Dalam Q.S. al-A'rāf (7): 31 dipaparkan:

“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan." (QS-. Al A’raf: 31)

b. Menjaga dan Menutup Aurat. Sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. al-A'rāf (7): 26 dan 32:

28 Andi Bahri S, Jurnal Studia Islamika, ( Vol. 11 No. 2 Desember 2014 ), hlm. 361 - 362

(39)

35

Hai anak Adam, Sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa itulah yang paling baik.

yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.(QS- Al A’raf: 26)

“Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?"

Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat." Demikianlah kami menjelaskan ayat- ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui” (QS- Al A’raf:

32)

c. Memberikan Kenyamanan Hidup.

Rasulullah saw. bersabda: Dari Sa’ad bin Abi Waqqash, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: ada tiga hal yang membahagiakan manusia, yaitu isteri yang salehah, rumah yang bagus dan kendaraan yang bagus (H. R. Ahmad).

2. Tujuan Spiritual

Adapun tujuan spiritual dari perilaku konsumsi dalam pandangan Islam antara lain sebagai berikut:

(40)

36

a. Pembentukan jiwa syukur akan karunia Allah. Dalam pandangan seorang konsumen muslim (hamba Allah), setiap perilaku konsumsi sesungguhnya merupakan realisasi rasa syukur kepada Allah. Hal itu karena tiga faktor; pertama, dikaruniakan-Nya kemampuan untuk mencari bahan konsumsi seperti makanan; kedua, dikaruniakan-Nya bahan konsumsi yang melimpah; dan ketiga, energi yang didapat sesudah menkonsumsi berbagai bahan makanan, semata-mata dipergunakan untuk mempertebal rasa kesyukurannya kepada Allah. Bahwa seorang konsumen muslim dalam setiap perilaku konsumsinya harus teresap dalam dirinya nilai-nilai syukur.

b. pembentukan ahli ibadah yang bersyukur. Seorang konsumen muslim yang telah mengonsumsi berbagai barang konsumsi sekaligus mampu merasakannya sebagai nikmat karunia Allah, akan berkontribusi besar dalam mengaksesnya untuk senantiasa menunaikan ibadah dengan berlandaskan atas syukur akan nikmat karunia Allah. Ibadah yang dilakukan berulang-ulang dengan berdasarkan atas rasa syukur akan nikmat karunia Allah, secara otomatis akan membentuk pelakunya menjadi ahli ibadah dengan tingkat kualitas pengamalan ibadah yang paling tinggi nilainya di mata Allah.

Allah mengisyaratkan, bahwa dalam melakukan ibadah-ibadah

(41)

37

kepadanya, hendaknya didasarkan atas rasa syukur akan nikmat karunia-Nya. Hal ini ditegaskan Allah dalam Q.S. al- Baqarah (2):172. 29

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah” (QS- Al Baqarah: 172)

J. Hubungan Perkembangan Media Pembayaran Terhadap Perilaku Konsumsi

Pengeluaran untuk konsumsi merupakan nilai belanja yang dilakukan oleh seseorang untuk membeli berbagai jenis kebutuhannya dalam waktu tertentu. Pengeluaran konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi juga membuat sistem pembayaran mengalami perkembangan dari awalnya menggunakan uang tunai sebagai alat pembayaran hingga menjadi pembayaran non tunai. Perubahan uang sangat pesat mengikuti perkembangan teknologi, baik kertas maupun logam dengan electronic money. E-money

29 Andi Bahri S, Jurnal Studia Islamika, ( Vol. 11 No. 2 Desember 2014 ), hlm. 363-364

Referensi

Dokumen terkait

Strategi pembinaan mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam IAIN Bone dilakukan mulai dari individu mahasiswa itu sendiri, yang mana ketika mereka akan masuk dan bergelut

Makalah ini membahas perilaku ekonomi menurut “Etika Islam”. Teori ekonomi, perilaku manusia berkenaan dengan empat hal: produksi, distribusi, jasa dan konsumsi. Dikaitkan

Strategi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Palangka Raya dalam berwirausaha adalah dengan pengaturan waktu yang baik antara kuliah dan usaha dan juga tidak

Pada dasarnya dalam tataran akademik, mahasiswa Hukum Ekonomi Syari’ah telah memahami prinsip-prinsip bisnis yang digariskan dalam Islam tetapi dalam praktiknya tidak bisa

(wawancara Lusyana Elanda, SE.SY 03 juni 2020 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Batusangkar). Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan bapak Yandra

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 6 alumni jurusan Ekonomi Syari’ah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Metro yang dijadikan sebagai informan, bahwa 4

Hasil dari penelitian ini me nunjukkan perilaku konsumsi mahasiswa muslim Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman memilih dan membeli barang atau jasa dalam memenuhi

Skripsi yang penulis susun dengan judul “Konsumsi Berdasarkan Trend Fashion dalam Perspektif Ekonomi Islam dan Konvensional Penelitian Terhadap Mahasiswi Syari’ah IAIN Ponorogo”