• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Double Leg Speed Hop merupakan bagian latihan dari plyometric

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Double Leg Speed Hop merupakan bagian latihan dari plyometric"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

13

TINJAUAN PUSTAKA

A. Double Leg Speed Hop 1. Definisi

Double Leg Speed Hop merupakan bagian latihan dari plyometric dengan level moderate. Latihan ini tidak menggunakan alat dalam prakteknya dan sangat mendukung untuk olahraga seperti figure skating, sepakbola, inline skating, speed skating, berenang serta olahraga yang membutuhkan lintasan maupun lapangan seperti lari (sprint) (Chu dan Myer, 2013).

Latihan Double Leg Speed Hop adalah latihan untuk membangun kecepatan serta kekuatan pada kaki dan mengembangkan daya ledak otot tungkai juga otot-otot pinggul. Khususnya melibatkan otot-otot gluteals, hamstring, quadriceps dan gastrocnemius (Furqon dan Doewes, 2002).

2. Fisiologi

Dalam banyak penelitian yang dilakukan oleh beberapa penulis yang terdapat dalam buku Chu dan Myer (2013) fisiologi plyometric

double leg speed hop disebutkan bahwa dapat meningkatkan efektivitas stretch-shortening cycle (SSC), jadi dengan kata lain plyometric singel leg speed hop juga disebut dengan stretch-shortening cycle (SSC), yang mana proses ini meningkatkan kemapuan otot tendon untuk menghasilkan kekuatan maksimal otot dalam waktu singkat. Ada dua faktor penting yang sering disebutkan dalam fisiologis plyometric double leg speed hop, diantaranya:

(2)

a) Komponen dalam elastisitas otot, yang meliputi tendon dan karakteristik persilangan jembatan dari aktin dan miosin yang membentuk serat otot.

b) Sensor-sensor di dalam proprioseptor spindel otot yang memainkan peran pengaturan ulang kontraksi otot dan menyampaikan masukan sensorik yang berhubungan dengan otot yang cepat melakukan relaksasi otot untuk aktivasi refleks peregangan.

Elastisitas otot merupakan faktor penting dalam memahami bagaimana SSC dapat menghasilkan lebih banyak kekuatan daripada tindakan konsentrik sederhana. Otot-otot dapat secara singkat menyimpan ketegangan yang dikembangkan dengan peregangan yang cepat sehingga mereka memiliki semacam energi elastis potensial. Hal ini dapat dianalogikan dengan, mekanisme karet gelang setiap kali anda meregangkannya, karet gelang memiliki potensi untuk cepat kembali ke panjang aslinya (Chu dan Myer, 2013).

Refleks peregangan adalah mekanisme lain yang merupakan bagian integral dari siklus pemendekan peregangan. Contoh umum refleks peregangan adalah cedera lutut ketika tendon paha depan dipukul dengan palu karet. Pukulan dengan palu karet menyebabkan tendon paha depan meregang. Peregangan itu dirasakan oleh otot paha depan, yang berkontraksi sebagai respons (Chu dan Myer, 2013).

Peregangan, atau myotatic, refleks merespon pada tingkat di mana otot direntangkan dan merupakan salah satu refleks tercepat dalam tubuh manusia. Alasan untuk ini adalah koneksi langsung dari reseptor sensorik di otot ke sel di sumsum tulang belakang dan kembali ke serat otot yang

(3)

bertanggung jawab untuk tindakan. Refleks lain lebih lambat daripada refleks peregangan karena mereka harus ditularkan melalui beberapa saluran (interneuron dan ke sistem saraf pusat) sebelum reaksi timbul.

Karena penundaan minimal dalam refleks peregangan, otot mengalami tindakan lebih cepat selama SSC. dibandingkan dengan metode tindakan lain, respons yang terjadi terhadap peregangan otot akan terlambat untuk digunakan bagi seorang atlet dalam melompat, berlari, atau melempar (Chu dan Myer, 2013).

Selain waktu respon, kekuatan respon juga menjadi pertimbangan ketika menentukan bagaimana plyometrics double leg speed hop berhubungan dengan kinerja olahraga. Meskipun waktu respon dari refleks peregangan tetap hampir sama bahkan setelah pelatihan, pelatihan akan mengubah kekuatan respon dalam hal tindakan otot. Saat otot direntangkan atau diperpanjang, potensi kekuatan konsentrik yang lebih besar setelah peregangan dapat meningkat secara bertahap dengan peningkatan kecepatan peregangan otot. Kontraksi yang dihasilkan dari otot yang membentang dengan cepat adalah gerakan yang lebih kuat untuk mengatasi inersia dari suatu objek, apakah itu adalah berat badan individu itu sendiri (seperti dalam berlari atau melompat) atau objek eksternal (misalnya, tembakan, kantong pemblokiran, seorang lawan (Chu dan Myer, 2013).

3. Indikasi

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi plyometric double leg speed hop. Menurut Marwanto (2007), beberapa hal yang memengaruhi plyometric double leg speed hop antara lain :

(4)

a) Kekuatan (strength) b) Daya Ledak

c) Panjang Tungkai d) Panjang Otot 4. Kontra indikasi

Menurut Davis et al.,(2015) mengatakan bahwa kontraindikasi untuk program latihan plyometric double leg speed hop berdasarkan atas:

a) Tidak adanya nyeri, b) Peradangan,

c) Sprain akut atau subakut,

d) Strain akut atau subakut unstabil sendi,

e) Keterbatasan jaringan lunak akibat pasca operasi.

5. Teknik Latihan

Latihan Double leg Speed Hop terlaksana karena adanya gerak pada pinggul, tungkai dan kaki. Otot-otot pinggul dan tungkai melakukan gerakan ekstensi, sedangkan otot-otot kaki lebih dominan pada gerakan fleksi. Sehingga teknik latihan harus sesuai dengan gerakan yang menjadi tujuan akhir latihan yaitu untuk meningkatkan latihan yaitu untuk meningkatkan kualitas gerak yang mendukung gerak fleksidan ekstensi dari otot-otot yang terlibat dalam gerakan Double Leg Speed Hop. Teknik latihan yang digunakan untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai harus sesuai pada otot-otot yang terkait dalam gerakan tersebut yaitu otot-otot yang terlibat dalam gerakan Double Leg Speed Hop. Menurut Nossek (1982) menyatakan bahwa “untuk meningkatkan power dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kekuatan, meningkatkan kecepatan

(5)

kontraksi, atau meningkatkan keduanya yaitu meningkatkan kekuatan dan kecepatan kontraksi”.

Gambar 2.1 Double Leg Speed Hop ( Radclife & Farentinos, 1985 )

Teknik latihan pada Double leg speed Hop dimulai dengan berdiri dengan kedua kaki yang rileks, kaki direnggangkan selebar bahu dengan lutut sedikit ditekuk serta lengan berada di samping kanan dan kiri.

Setelah aba-aba “ya”, melakukan lompatan kedepan dengan countermovement cepat dengan kedua kai ditekuk ke atas seperti aksi bersepeda hingga posisi kaki dibawah pantat karena adanya gerak pada pinggul, tungkai dan kaki. Otot-otot pinggul dan tungkai melakukan gerakan ekstensi untuk ketinggian vertical, sedangkan otot-otot kaki lebih dominan pada gerakan fleksi untuk menghindari rintangan. Pertrahankan postur dan posisi tegak dengan lengan setiap pendaratan menggunkan kedua kaki. Lalu eksekusi kembali secepat mungkin hingga akhir.

Latihan ini dilakukan sepanjang 10-25 m dengan sepuluh loncatan yang berjarak masing-masing 1 meter. Latihan ini dilakukan 3-5 set dengan jumlah pengulangan 10-17 kali dan waktu istirahat kira-kira 2 menit diantara set serta dilakuakan dalam 3 kali seminggu (Maulidin et al,2016).

(6)

6. Dosis latihan Double Leg Speed Hop

Menurut Moeloek dan Tjokronegoro (1984) pemberian dosis latihan harus direncanakan, disusun dan diprogram dengan baik sehingga tujuan yang direncakan dapat dicapai. Dalam pembuatan program latihan untuk latihan plyometric antar lain intesitas latihan, repetisi dan set serta untuk meningkatkan power pada otot tungkai diantaranya:

Tabel 2.1 Dosis Latihan Double Leg Speed Hop (Moeloek dan Tjokronegoro, 1984)

Minggu Komposisi Keterangan

1 Jarak lintasan : 10 Meter Pengulangan :10 Kali Repitisi : 3 Set

Diantara set memeberikan recovery/istirahat selama 2 menit

2 Jarak lintasan : 10 Meter Pengulangan :12 Kali Repitisi : 3 Set

Diantara set memeberikan recovery/istirahat selama 2 menit

3 Jarak lintasan : 10 Meter Pengulangan :14 Kali Repitisi : 3 Set

Diantara set memeberikan recovery/istirahat selama 2 menit

4 Jarak lintasan : 10 Meter Pengulangan :17 Kali Repitisi : 3 Set

Diantara set memeberikan recovery/istirahat selama 2 menit

5 Jarak lintasan : 10 Meter Pengulangan :10 Kali Repitisi : 3 Set

Diantara set memeberikan recovery/istirahat selama 2 Menit

6 Jarak lintasan : 10 Meter Pengulangan :12 Kali Repitisi : 3 Set

Diantara set memeberikan recovery/istirahat selama 2 menit

7 Jarak lintasan : 10 Meter Pengulangan :14 Kali Repitisi : 3 Set

Diantara set memeberikan recovery/istirahat selama 2 menit

8 Jarak lintasan : 10 Meter Pengulangan :17 Kali Repitisi : 3 Set

Diantara set memeberikan recovery/istirahat selama 2 menit

7. Definisi Tinggi Lompatan

Tinggi lompatan didefinisikan sebagai seberapa tinggi seseorang dapat melompat pada posisi melayang di udara. Tinggi lompatan saling bebanding lurus dengan daya ledak otot, dimana semakin baik daya ledak

(7)

otot maka tinggi lompatan akan semakin tinggi oleh karena itu, pengukuran daya ledak otot bias dilakukan dengan mengukur tinggi lompatan dengan metode vertical jump test (Bahtiar, 2006)

B. Melompat Vertikal (Vertical Jump) 1. Definisi

Melompat vertikal adalah keterampilan motorik yang tampil di beberapa olahraga saat melakukan gerakan seperti menyerang dan menghalangi bola voli, rebound dalam bola basket, antara lain (Gheller et al., 2014). Menurut Ostijic (2010) melompat vertikal adalah suatu kemampuan untuk naik ke atas melawan gravitasi dengan menggunakan kemampuan otot.

Pada melompat vertikal terdiri dari beberapa fase yaitu:

countermovement, propulsion, flight, dan landing. Mekanisme dari gerak melompat vertikal diawali dengan gerakan countermovement merupakan awal gerakan dimana pada fase ini diawali dengan berdiri tegak lalu melakukan fleksi hip, knee, dan ankle joint, propulsion merupakan lanjutan dari gerakan countermovement dimana gerakan ini diawali dengan fleksi hip, knee dan ankle joint menuju gerakan take off, flight fase ini diawali gerakan take off menuju landing, landing terdiri dari gerakan landing untuk menuju end of movement (Grimshaw, 2007).

Otot adalah salah satu komponen pendukung dalam melakukan melompat vertikal yang dapat menghasilkan gerakan serta kekuatan.

Kemampuan melompat vertikal adalah produk kekuatan otot dan kecepatan otot, untuk menghasilkan daya ledak tubuh bagian bawah dari

(8)

seorang pemain menjadi faktor penting untuk mencapai tinggi maksimum lompatan vertikal (Harmandeep et al, 2015).

2. Faktor Yang Mempengaruhi Vertical Jump

Faktor yang sangat menetukan dalam pencapaian jarak dalam jangkauan atau tingginya kemampuan yang dapat dicapai oleh seseorang dalam melakukan

Vertical Jump. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

a) Propiosepsi diartikan sebagai keseluruhan kesadaran dari posisi tubuh (Cael, 2007).

b) Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau grup otot menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun statis (Kisner et al, 2000).

c) Stabilisasi adalah kemampuan seseorang untuk mengandalkan posisi dan gerakan pada tubuh. Power adalah kemampuan otot berkontraksi yang berhubungan dengan kekuatan dan kecepatan yang biasa disebut daya ledak (Kisner, 2007).

d) Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk mempertahakan posisi saat diam maupun gerak dalam aktifitas fungsional (Aggarwal et al, 2010).

3. Alat Ukur Menggunakan Vertical jump test

Vertical jump test dikenal juga dengan nama sargent test. Tinggi lompatan vertikal diukur sebelum dan sesudah latihan (Cahaya et al, 2013). Menurut Mackenzie (2007), cara mengukur tinggi lompatan vertical sebagai berikut :

(9)

a) Atlet warming up selama 10 menit.

b) Atlet ujung jari nya di beri kapur.

c) Atlet berdiri sisi ke dinding, menjaga kedua kaki yang tersisa di tanah, mencapai setinggi mungkin dengan satu tangan dan menandai dinding dengan ujung jari (M1).

d) Atlet dari posisi statis dengan awalan jongkok rendah melompat setinggi mungkin dan menandai dinding dengan kapur pada jari-jarinya (M2).

e) Asisten atau pengukur mencatat jarak antara M1 dan M2.

f) Atlet mengulangi tes 3 kali.

g) Asisten menghitung rata-rata dari jarak yang dicatat dan menggunakan nilai ini untuk menilai atlet

Gambar 2.2 Vertical Jump Test (Cahaya et al, 2015)

(10)

Setelah didapatkan ketinggian lompatan, maka kita dapat menjadikannya sebagai indikator kekuatan kaki atau daya ledak otot tungkai kita dengan mencocokan tinggi lompatan dengan tabel di bawah ini.

Table 2.2 Penilaian Melompat Vertikal (Briggs, 2013).

Skor Pria Wanita

Excellent >70 >60

Very Good 61-70 51-60

Above Average 51-60 41-50

Average 41-50 31-40

Below Average 31-40 21-30

Poor 21-30 11-20

Very Poor <21 <11

C. Anatomi dan Biomekanik 1. Anatomi

Origo dan Insersio

Tabel 2.3 Origo dan Insersio (Djauhari, 2013) No

.

Nama Otot Origo Insersio Fungsi 1. M.Gluteus

Maximus Permukaan gluteal ilium, fascia lumbar, sacrum, ligament

sacrotuberous

Tuberositas gluteal dan tractus iliotibialis

Ekstensi femur artikulasi koksae, abduksi, adduksi, dan eksorotasi femur serta menahan rangka pada saat duduk 2. M. Gluteus

Minimus

Permukaan gluteal ilium

Trochanter mayor femur

abduksi dan endorotasi kedua otot saat menarik pelvis pada tulang kaki 3. M. Biceps Linea aspera

femur, tuberositas

Permukaan lateral

fleksi kruris pada

(11)

femoris ischiadicum, membagi tendon sama besar dengan semitendinosus dan semimembranosus

caput fibula artikulasio genu eksorotasi dan ekstensi antikulasio genu 4. M.

Semitendinos us

Tuberosistas ischiadicum, membagi tendon sama besar dengan semitendinosus dan biceps femoris

Permukaan medial dari superior tibia melalui tendon pesanserinu s

Fleksi kruris artikulasio genu, endorotasi dan ekstensi artikulasio koksae

5. M.

Semimembra nosus

Tuberositas ischiadium, membagi tendon sama besar dengan semitendinosus dan biceps femoris

Permukaan posterior medial condylus tibia

Fleksi dan endoro tasi artikulasio genu, ekstensi artikulasio koksae 6. M.

Gastrocnemi us

Caput medial &

lateral permukaan postererior

condylus femoralis

Permukaan posterior calcaneus membentuk tendon Achilles

plantar flexi pedis, flexi cruris serta cenderung untuk supinasi pedis. 7. M. Iliacus Fossa Illiaca Trochanter

minor os femur

Fleksi, endorotasi artikulasio koksae; dan fleksi kolumna vertebralis lumbalis 8. M. Psoas

Major

Processus

transverses T12-L5

Trochanter minor os femur

Eksorotasi pada waktu M. Gluteus berkontraksi 9. M. Psoas

Minor

Permukaan lateral T12 dan L1 vertebrae dan antara discus intervertebralis

Pectineal line dan iliopubic

Fungsinya mengangkat dan memutar kalkaneus ke bagian luar

(12)

10. M. Rectus Femoris

Spina iliaca anterior inferior dan bagian superior lekukan

acetabulum

Tuberositas tibia

meregangka n M. rektus femoris pada artikulasio koksae 11. M. Vastus

Medialis

Linea

intertrochanterica dan bangian medial linea aspera

Tendon patella dan tuberositas tibia

Extensi cruris;

m.rectus femoris juga untuk flexi femur

12. M. Vastus Lateralis

Trochanter major dan permukaan lateral atas linea aspera

Tuberositas tibia

Extensi cruris;

m.rectus femoris juga untuk flexi femur

13. M. Vastus Intermedius

2/3 atas bagian anterior dan permukaan lateral os femur

Tuberositas tibialis

Extensi cruris;

m.rectus femoris juga untuk flexi femur

14. Tensor Fascia Latae

Spina illiaca anterior superior

Condylus lateral tibia

ekstensi fasia lata membantu fleksi dan adduksi femur juga membantu ekstensi kruris

15. M. Sartorius Spina illiaca anterior superior

Permukaan antero medial atas os tibia tepat di pes anserinus

Fleksi abduksi dan endorotasi femur, menekuk dan memutar artikulasio genu

(13)

16. M. Rectus Abdominus

Pubis Costa

cartilage ribs 5-7, procesus xiphoid sternum

Berfungsi untuk menekuk tubuh

17. M. External Obliques

Ribs 5-12 Tuberculum pubiculum, linea alba, crista iliaca

Untuk memutar dan menekuk tubuh 18. M. quadratus

lumborum

crista iliaca, ligament illiolumbale

dari ribs terakhir dan procesus transversus dari

vertebrae lumbal

Menurunkan rusuk

(ekspirasi) fleksi lateral columna vertebralis

19. M. Popliteus condylus lateral posterior proksimal shaft tibia

Fleksi kruris dan endorotasi pada artikulasio genu 20. M. Gracilis ½ bawah symphisis

pubis dan ½ atas arcus pubis

permukaan medial dari superior tibia melalui tendon pes anserinus

Adduksi femur,fleksi artikulasio genu, dan endorotasi femur 21. M. Tibialis

Anterior

condylus lateral dan lateral proksimal shaft tibia

basis

metatarsal 1 dan medial cuneiform

Fleksi dorsal dan supinasi kaki.

22. M. Tibialis Posterior

membrane interosseae yang berada di antara tibia dan fibula

navicular dan sebagian besar tarsal dan

metatarsal

Plantar fleksi dan supinasi kaki

23. M. Peroneus Longus

interosseous membrane, posterior

permukaan tibia, dan 2/3 permukaan superior medial

basis

metatarsal 1

Pronasi (abductie dan eversi) dan plahtarflexi pedis

(14)

fibula

2. Biomekanik Lompatan

Lompat menurut Mutohir dan Gursil (2004) adalah “melompat termasuk tugas dimana badan terdorong dari permukaan tanah bersama satu kaki atau dua kaki setinggi- tingginya”. Sedangkan menurut Suhardjo (Larope, 1988) dalam buku penjas mengemukakan bahwa prinsipdasar dalam gerakan lompatan adalah kekuatan kecepatan bertumpu, pada saat bertumpu lutut dalam keadaan agak di tekuk dan diakhiri dengan luruskan.

Melompat membutuhkan saat melayang dan mendarat dengan kedua kaki. Sedangkan menurut Djumidar (2004) “lmpat adalah suatu gerakan mengangkat tubuh dari satu titik ke titik yang lebih jauh atau tinggi dengan anc ang-ancang, lari cepat atau lambat dengan menumpu satu kaki dengan mendarat dua kaki atau anggota tubuh lainya dengan keseimbangan lainya.

a) Awalan

Awalan adalah gerakan permulaan sebelum melakukan tolakan. Kosasih (1985) awalan harus dilakukan dengan secepat cepatnya serta jangan merubah langkah pada saat akan melompat.

Ancang-ancang atau awalan yang dilakukan oleh pelompat harus secepat mungkin, karena dua pertiga prestasi lompatan tergantung pada ancang-ancang dan sepertiga pada lompatan, oleh karena itu berbagai tahap tehnik lompatan sangat dipengaruhi unsur kecepatan sprint dan kondisi sipelompat itu sendiri.

(15)

b) Tumpuan/Tolakan

Tumpuan atau tolakan adalah gerakan pada papan tolakan dengan kaki yang terkuat yaitu meneruskan kecepatan horisontal ke kekuatan vertikal secara cepat seperti yang dikatakan oleh Aip Syarifuddin (1992) bahwa tolakan adalah perubahan atau perpindahan gerakan dari gerakan horisontal ke gerakan vertikal yang dilakukan secara cepat. Tumpuan dapat dilakukan dengan baik dengan kaki kiri ataupun kaki kanan, tergantung kaki mana yang lebih dominan.

Setelah kaki depan menumpu secara tepat pada tolakan segera diikuti kaki yang lain ke arah depan atas dengan dibantu oleh ayunan lengan searah dengan tolakan. Mengenai tolakan, Soedarminto dan Soeparman (1993) mengemukakan sebagai berikut : untuk membantu tolakan ke atas, lengan harus diayun ke atas dan kaki yang melangkah diayunkan setinggi mungkin (prinsipnya adalah bahwa momentum dari bagian dipindahkan kepada keseluruhan) oleh karena itu kaki tumpu harus sedikit ditekuk.

c) Melayang di udara

Menurut Syarifuddin (1992) sikap gerakan badan di udara sangat erat hubungannya dengan kecepatan awalan dan kekuatan tolakan, karena pada waktu melompat lepas badan si pelompat akan dipengaruhi oleh suatu kekuatan yaitu gaya gravitasi. Untuk itu, kecepatan lari awalan dan kekuatan pada waktu menolak harus dilakukan oleh si pelompat untuk mengetahui daya tarik bumi tersebut. Dengan demikian jelas bahwa kecepatan dan kekuatan

(16)

tolakan sangat besar pengaruhnya terhadap hasil tolakan. Tetapi dengan mengadakan suatu perbaikan bentuk dan cara-cara melompat maka akan dapat memperbaiki hasil lompatan. Sasmita (1992) berpendapat bahwa pada waktu naik, badan harus dapat ditahan dalam keadaan sikap tubuh untuk menjaga keseimbangan dan untuk memungkinkan pendaratan lebih sempurna. Kalaupun mengadakan gerak yang lain harus dijaga agar gerak selama melayang itu tidak menimbulkan perlambatan. Pada lompatan waktu melayang di udara berprinsip pada tiga hal sebagai berikut: 1) bergerak kedepan semakin cepat semakin baik; 2) menolak secara tepat dan kuat; 3) adapun gerakan dilakukan selama melayang tidak akan menambah kecepatan gerak selama melayang dan hanya berperan untuk menjaga keseimbangan saja. Engkos Kosasih (1985) mengatakan bahwa sikap badan di udara adalah badan harus diusahakan melayang selama mungkin di udara serta dalam keadaan seimbang dan yang paling penting pada saat melayang ini adalah melawan rotasi putaran yang timbul akibat dari tolakan. Selain itu juga untuk mendapatkan posisi mendarat yang paling ekonomis dan efisien.

d) Sikap mendarat

Syarifuddin (1992) mengatakan bahwa sikap mendarat pada lompatan baik untuk lompat gaya jongkok, gaya menggantung maupun gaya berjalan di udara adalah sama yaitu pada waktu akan mendarat kedua kaki di bawah ke depan lurus dengan jalan mengangkat paha ke atas, badan dibungkukkan ke depan, kedua tangan ke depan, kemudian mendarat pada kedua tumit terlebih

(17)

dahulu dan mengeper, dengan kedua lutut dibengkokkan (ditekuk), berat badan dibawa ke depan supaya tidak jatuh ke belakang, kepala ditundukkan, kedua tangan ke depan.

3. Biomekanik Double Leg Speed Hop

Pada latihan Double Leg Speed Hop pada fase melalui melompat terjadi kontraksi isotonic konsentrik rectus femoris, eksentrik hamstring dan konsentrik gastrocnemius. Kontraksi ini akan bertambah sampai gerakan melompat dilakukan dengan gerak stretch reflex untuk mengirim implus neuromuscular ke spinal cord agar mampu melakukan lompatan dengan baik. Kemudian saat gerakan melompat dilakukan, terjadi kontraksi isotonic eksentrik rectus femoris, konsentrik hamstring dan eksentrik gastrocnemius, dan pada akhir fase take off gerak otot rectus femoris dan gastrocnemius mengirim energi mekanik secara luas mulai bagian proksimal sendi sampai pada bagian distal. Sedangkan otot hamstring mengirim beberapa energi mekanik untuk kembalinya dari gerak hip. Energi elastis di dalam tendon dan otot-otot ditingkatkan dengan suatu peregangan yang cepat (seperti gerak otot saat fase eksentrik), lalu dengan singkat disimpan. Jika gerak otot saat fase kesentrik mengikuti dengan segera, maka energy yang tersimpan itu akan dibebaskan atau dilepaskan, mendukung produksi kekuatan secara total (Markovic, 2016).

D. Sepak Bola

1. Definisi Sepak Bola

Menurut Sucipto et all.,(2000) dalam sukadiyanto (2012) Sepakbola adalah cabang olahraga yang menggunakan bola yang terbuat

(18)

dari bahan kulit dan dimainkan onleh dua tim yang masing-masing beranggotakan 11 (sebelas) orang pemain inti dan sebagian pemain cadangan. Memasuki abad ke-21, olahraga ini telah dimainkan oleh lebih dari 250 juta orang di 200 negara, yang menjadikannya olahraga paling popular di dunia. Sepak bola bertujuan untuk mencetak gol sebanyak- banyaknya dengan menggunakan bola ke gawang lawan.

Sepak bola dimainkan di lapangan yang luas, lebih dari 90 menit tanpa waktu istirahat teratur. Pemian dapat menempuh 8 sampai 12 km selama pertandingan, terdiri dari 24 persen berjalan, 36 persen jogging, 20 persen mengejar, 11 persen berlari, 7 persen bergerak mundur, dan 2 persen bergerak selagi dalam kepemilikan bola (Reilly 1996 dalam Willdarson, 2014).

Tujuan sepak bola modern sekarang adlah bagaimana cara memasukan bola ke dalam gawang lawan sebanyak-banyaknya dengan mengandalkan kemampuan dan kerja sama tim yang kompak, sehingga dalam permainan sepakbola penguasaan teknik, kondisi fisik, pengembangan taktik dan memiliki kematangan juara sangat penting (Anam, 2013).

Menurut willardson (2014), mengatakan bahwa sepak bola sangat bergantung pada banyak kualitas atletik yang berbeda. Kecepatan, kelincahan, daya ledak, fleksibilitas, kekuatan, dan kapasitas aerobic adalah semua komponen yang harus dilatih untuk meningkatkan kualitas permainan. Teknik dalam sepakbola menurut Anam (2013), merupakan kemampuan untuk melaksanakan gerakan-gerakan secara tepat, cermat, dan harmonis.

(19)

2. Komponen-komponen Kondisi Fisik a) Daya Tahan (Endurance).

Daya tahan adalah kemampun untuk bekerja atau berlatih dalam waktu yang lama, dan setelah berlatih dalam jangka waktu lama tidak mengalami kelelahan yang berlebihan (Mas, 2000).

Permainan sepak bola merupakan salah satu permainan yang membutuhkan daya tahan dalam jangka waktu yang cukup lama.

Daya tahan penting dalam permainan sepak bola sebab dalam jangka waktu 90 menit bahkan lebih, seorang pemain melakukan kegiatan fisik yang terus menerus dengan berbagai bentuk gerakan seperti berlari, melompat, meluncur (sliding), body charge dan sebagainya yang jelas memerlukan daya tahan yang tinggi.

b) Kekuatan (Strenght).

Kekuatan adalah kemampuan untuk membangkitkan ketegangan otot terhadap suatu keadaan (Mas, 2000). Kekuatan memegang peranan yang penting, karena kekuatan adalah daya penggerak setiap aktivitas dan merupakan persyaratan untuk meningkatkan prestasi.

Dalam permainan sepak bola, kekuatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kemampuan perma ian seseorang dalam bermain.

Karena dengan kekuatan seorang pemain akan dapat merebut atau melindungi bola dengan baik (selain ditunjang dengan faktor teknik bermain yang baik). Dengan memiliki kekuatan yang baik dalam sepak bola, pemain dapat melakukan tendangan keras dalam usaha untuk mengumpan daerah kepada teman maupun untuk mencetak gol.

(20)

c) Keseimbangan (Balance).

Keseimbangan adalah kemampuan mempertahankan sikap tubuh yang pada saat melakukan gerakan tergantung pada kemampuan integrasi antara kerja indera penglihatan, kanalis semisis kuralis pada telinga dan reseptor pada otot. Diperlukan tidak hanya pada olah raga tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari (Moeloek, 1984).

Keseimbangan ini penting dalam kehidupan maupun olah raga untuk itu penting dimana tanpa keseimbangan orang tidak dapat melakukan aktivitas dengan baik. Seorang pemain sepak bola apabila memiliki keseimbangan yang baik, maka pemain itu akan dapat mempertahankan tubuhnya pada waktu menguasai bola. Apabila keseimbangannya baik maka pemain tersebut tidak akan mudah jatuh dalam perebutan bola maupun dalam melakukan body contact terhadap pemain lawan.

d) Kelenturan (Fleksibility).

Kelenturan adalah efektivitas seseorang dalam menyesuaikan diri untuk segala aktivitas dengan pengukuran tubuh yang luas. Hal ini akan sangat mudah ditandai dengan tingkat fleksibilitas persendian pada seluruh permukaan tubuh (Sajoto, 1995).

Gerak yang paling penting dalam kehidupan sehari-hari adalah fleksi batang tubuh tetapi kelentukan yang baik pada tempat tersebut belum tentu di tempat lain pula demikian (Moeloek, 1984). Dengan demikian kelentukan berarti bahwa tubuh dapat melakukan gerakan secara bebas. Tubuh yang baik harus memiliki kelentukan yang baik pula.

Hal ini dapat dicapai dengan latihan jasmani terutama untuk

(21)

penguluran dan kelentukan. Faktor yang mempengaruhi kelentukan adalah usia dan aktifitas fisik pada usia lanjut kelentukan berkurang akibat menurunnya aktifitas otot sebagai akibat berkurang latihan (aktifitas fisik). Sepak bola memerlukan unsur fleksibility, ini dimaksudkan agar pemain dapat mengolah bola, melakukan gerak tipu, sliding tackle serta mengubah arah dalam berlari.

e) Koordinasi (Coordination).

Koordinasi adalah suatu kemampuan biomotorik yang sangat kompleks (Harsono, 1988). Menurut Bompa (1990) koordinasi erat kaitannya dengan kecepatan, kekuatan, daya tahan, dan kelentukan, bentuk latihan koordinasi harus dirancang dan disesuaikan dengan unsur-unsur kecepatan, kekuatan, daya tahan, dan kelentukan.

Koordinasi adalah kemampuan seseorang mengintegrasikan bermacam-macam gerak yang berada berada ke dalam pola garakan tunggal secara efektif (Sajoto, 1995). Koordinasi menyatakan hubungan harmonis berbagai faktor yang terjadi pada suatu gerakan (Moeloek, 1984). Jadi apabila seseorang itu mempunyai koordinasi yang baik maka ia akan dapat melaksanakan tugas dengan mudah secara efektif. Dalam sepak bola, koordinasi digunakan pemain agar dapat melakukan gerakan teknik dalam sepak bola secara

berkesinambungan, misalnya berlari dengan melakukan dribble yang dilanjutkan melakukan shooting kearah gawang dan sebagainya.

3. Teknik Dasar Dengan Bola

Nusufi (2012), mengatakan tentang dasar dengan bola yaitu semua gerakan yang dilakuakan menggunakan bola, yang terdiri dari:

(22)

a) Menyundul (Heading)

Menyundul bola pada dasarnya adalah memainkan bola dengan kepala. Tujuan menyundul bola adalah untuk mengumpan, mencetak gol, dan untuk mematahkan serangan lawan atau membuang bola (Nusufi 2012).

b) Menggiring bola (Dribling)

Pada dasarnya menggiring bola adalah salah satu usaha menendang bola dengan teknik terputus-putus atau pelan dalam menggiring bola bagian kaki yang digunakan sama dengan kaki yang digunakan untuk menendang bola. Menggiring bola bertujuan untuk mendekati jarak kesasaran, melewati lawan, dan menghambat waktu dalam permainan tersebut.

c) Mengumpan Bola (Passing)

Mengumpan dan menerima bola adalah salah satu teknik yang terpenting Dalam permainan sepakbola. Siapa yang tidak bias passing maka ia tidak bisa bermain sepakbola dengan baik. Karena mengumpan lebih efisien daripada menggiring. Kemampuan mengumpan yang baik lebih efisien Dallam mencetak gol.

d) Kicking (menendang)

Menedang bola merupakan salah satu usaha untuk memindahkan bola dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kaki atau bagian kaki. Menendang bola dapat dilakukan dalam kedaan bola diam, menggelinding, maupun melayang di udara (Anam 2013).

(23)

e) Lemparan ke dalam (throw-in)

Menurut Tony Sucipto, dkk (2000) lemparan ke dalam merupakan satu-satunya teknik dalam permainan sepakbola yang dimainkan dengan tangan dan dimulai dari bagian luar lapangan. Sedangkan menurut Menurut Komarudin (2011) cara melakukan lemparan ke dalam sebagai berikut:

(1) Melakukan lemparan harus menggunakan kedua tangan untuk memegang bola.

(2) Kaki siku tangan menghadap ke dalam.

(3) Kedua ibu jari saling bertemu.

(4) Kedua kaki sejajar atau depan belakang dengan keduanya menapak pada tanah dan berada di luar garis samping saat akan melakukan maupun selama melakukan lemparan.

(5) Mata tetap dalam keadaan terbuka, dengan arah tubuh searah dengan sasaran yang akan dituju.

f) Menjaga gawang (goal keeping)

Menjaga gawang merupakan pertahanan yang paling akhir dalam permainan sepakbola. Teknik menjaga gawang meliputi: menangkap bola, melempar bola, menendang bola.untuk menangkap bola dapat dibedakan berdasarkan arah datangnya bola, ada yang datangnya bola masih dalam jangkauan penjaga gawang (tidak meloncat) dan ada yang diluar jangkauan penjaga gawang (harus dengan meloncat).

(24)

E. Sepak Bola Anak Usia 12-13 Tahun

1. Klasifikasi Kelompok Umur Dalam Sepakbola Indonesia

Dalam kurikulum PSSI menyatakan fase/tahapan pengembangan pembelajaran sepakbola dibagi atas 4 fase. Fase pertama pada usia 6-9 tahun yang dinamakan fase kegembiraan sepakbola. Fase yang kedua yaitu fase pengembangan skill sepakbola pada usia 10-13 tahun. Fase ketiga dinamakan fase pengembangan permainan sepakbola pada usia 14-17 tahun. Dan yang terakhir fase penampilan pada usia 18 tahun keatas (senior) (Topskor.id).

Selain durasi latihan, adapun pembagian porsi latihan dan pertandingan (uji tanding atau kompetisi) harus disesuaikan dengan usia.

Pembagian usia menurut teori LTAD (long term athlete development) dibagi berdasarkan tahap pembinaan meliputi dua tahap yaitu:

a) Tahap dasar (Fundamental stage) 6-10 tahun difungsikan untuk melatih kemampuan dasar motoric seperti berlari, melompat, menangkap dan tidak dianjurkan untuk diikut sertakan dalam kompetisi atau turnamen. Selain itu pada tahap pertama atlet diperkenalkan dengan aturan dan etika dalam sepakbola.

b) Tahap latihan untuk berlatih (Training to train) 10-14 tahun difokuskan pada latihan fisik dan teknik sepertipembagian porsi dalam latihan dengan pertandingan 75:25. Disamping itu, pertandingan yang dilakukan tidak ditekankan pada kemenangan yang harus dicapai tetapi lebih terhadap penerapan skill dalam pertandingan untuk membangun kepercayaan diri atlet. Oleh karena itu perlunya penambahan durasi latihan di setiap minggunya dan pembagian porsi

(25)

dalam latihan dengan pertandingan berdasarkan usia dapat di implementasikan oleh para pelatih untuk membentuk pemain propesional di usia 18 tahun.

2. Fase Pengembangan Sepakbola

Dalam fase pengembangan skill yaitu pada usia 10-13 tahun merupakan usia emas untuk belajar sepakbola atau yang sering disebut golden age of leraning. Dalam fase ini sangat penting diterapkan untuk pembelajaran sepakbola, karena di usia ini akan cepat diserap oleh pemain. Fase ini sangat efektif untuk pemain belajar skill aksi-aksi sepakbola baru. Dalam arti skill aksi-aksi disini untuk memaksimalkan fungsional yang ada (Bola.com, 2016).

3. Konsep Latihan Sepakbola Usia 12-13 Tahun

PSSI (Perstuan Sepakbola Seluruh Indonesia) mejabarkan fokus yang akan diterapkan dalam pembelajaran setiap fasenya. Dalam fase pengembangan skill pada usia 10-13 tahun akan difokuskan pada skill aksi-aksi sepakbola dalam menyerang, transisi dan bertahan. Dalam banyak aksi-aksi sepakbola pssi fokus pada 4 skill, yaitu : Strike tha ball (passing, shooting, heading), Dribbling, First touch, 1 vs 1. Serta juga menyempurnakan gerak mototric, kelincahan dan koordinasi. Semua yang dijabarkan merupakan sebuah teknik dasar dalam sepakbola usia dini (Bola.com, 2016).

(26)

F. ASIFA (Aji Santoso International Football Academy) 1. Definisi Akademi Sepakbola

Menurut Bachtiar et al., (2013) akademi sepakbola merupakan tempat atau wadah yang memfasilitasi dalam pengembangan, pembinaan yang terus berkesinambungan dan terpadu terhadap pembinaan pemain sepakbola dari usia dini hingga tahap pemain senior yang siap berkompetisi, serta mencanangkang program kompetensi belajar dalam kelompok-kelompok umur yang ditentukan.

2. Sejarah ASIFA

ASIFA (Aji Santoso International Football Academy) berdiri pada tahun 2013 dikota Malang. ASIFA yang mana pertama berdiri di Malang sebagai SSB bertaraf internasional. Aji Santoso sebagai founder dan sekaligus direktur teknik (RRI.co.id, 2017) Walaupun SSB ini masih tergolong baru berdiri 3 tahun, tetapi sudah banyak melahirkan pemain- pemain sepakbola yang profesional. Hal ini terbukti dengan adanya beberapa pemain dari jebolan ASIFA yang berlaga di level tertinggi kompetisi liga Indonesia seperti, Sadil Ramdani dan Boby Irawan yang kini membela tim Persela Lamongan serta Muhammad Rafli yang bermain di Arema FC (RRI.co.id, 2017).

Gambar

Gambar 2.1 Double Leg Speed Hop ( Radclife &amp; Farentinos, 1985 )
Tabel 2.1 Dosis Latihan Double Leg Speed Hop  (Moeloek dan Tjokronegoro, 1984)
Gambar 2.2 Vertical Jump Test (Cahaya et al, 2015)
Table 2.2 Penilaian Melompat Vertikal (Briggs, 2013).

Referensi

Dokumen terkait

Metode penelitian: Penelitian ini berjenis komparatif eksperimental dengan pendekatan quasi eksperimental , untuk mengetahui pengaruh latihan double leg speed hop dan

Metode penelitian:Penelitian ini berjenis komparatif eksperimental dengan pendekatan quasi eksperimental, untuk mengetahui pengaruh latihan double leg speed hop dan contract

Boby Marindra. Pengaruh Latihan Double Leg Box Bound dan Latihan Double Leg Speed Hop Terhadap Kecepatan Renang Gaya Dada 100 Meter Pada Mahasiswa Pembinaan Prestasi

Sedangkan kelompok II (latihan double leg speed hop ) hasil uji beda nilai vertical jump test menggunakan uji wilcoxon pada pre – post test diperoleh hasil p = 0,05 (p

Begitu juga dalam penelitian ini latihan Double Leg Speed Hop dan Squat Jump adalah sesuatu latihan untuk meningkatakan daya ledak otot tungkai pemain bola, daya

Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) Apakah ada pengaruh latihan double leg speed hop terhadap hasil menendang jauh pada klub sepakbola Buana Putra Kuwu

Tujuan dari uji pertama bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan Double leg speed hop dan contract relax stretching terhadap vertical jump pada taekwondoin, uji analisa data

PENGARUH LATIHAN DOUBLE LEG BOX BOUND DAN DOUBLE LEG SPEED HOP TERHADAP KECEPATAN RENANG GAYA DADA 100 METER PADA MAHASISWA PEMBINAAN PRESTASI RENANG POK FKIP UNS TAHUN 2015 Boby