• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Hak Atas Tanah di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Hak Atas Tanah di Indonesia"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Hak Atas Tanah di Indonesia 1. Pengertian Tanah

Hubungan antara manusia dengan tanah sangat erat, yaitu tanah sebagai tempat manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya.

Tanah telah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa, serta pendukung suatu Negara, lebih-lebih yang corak agrarisnya berdominasi. Di Negara yang rakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi yang berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah yang sebesar-besarnya bertujuan untuk kemakmuran rakyat.43 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tanah dapat diartikan :

1) Permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali.

2) Keadaan bumi di suatu tempat.

3) Permukaan bumi yang diberi batas.

4) Bahan-bahan dari bumi, bumi sebagai bahan sesuatu (pasir,batu cadas, dll)

Konsepsi tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pasal 4 adalah permukaan bumi yang kewenangan penggunaannya meliputi tubuh bumi, air dan ruang yang ada diatasnya. Dalam pengertian ini tanah meliputi tanah yang sudah ada sesuatu hak yang ada diatasnya maupun yang dilekati sesuatu hak menurut peraturan

43 Adrian Sutedi, 2018, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, cet.9 Sinar Grafika, Jakarta, h. 31

(2)

perundang-undangan yang berlaku. 44

Sedangkan menurut Budi Harsono memberi batasan tentang pengertian tanah berdasarkan apa yang dimaksud dalam pasal 4 UUPA, bahwa dalam hukum tanah, kata tanah dipakai dalam arti yuridis sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh UUPA sebagaimana dalam pasal 4 bahwa hak menguasai dari negara ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah.45

Dengan demikian tanah dalam pengertian yuridis dapat diartikan sebagai permukaan bumi. Menurut pendapat Jhon Salindeho mengemukakan bahwa tanah adalah suatu benda bernilai ekonomis menurut pandangan bangsa Indonesia, ia pula yang sering memberi getaran di dalam kedamaian dan sering pula menimbulkan guncangan dalam masyarakat, lalu ia juga yang sering menimbulkan sendatan dalam pelaksanaan pembangunan. Berdasarkan pengertian tanah yang dikemukakan di atas dapat memberi pemahaman bahwa tanah mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi sehingga menjadi kewajiban setiap orang untuk memelihara dan mempertahankan eksistensi sebagai benda yang bernilai ekonomis karena tanah selain itu bermanfaat pula bagi pelaksanaan pembangunan namun tanah juga sering menimbulkan berbagai macam persoalan bagi manusia sehingga dalam penggunaannya perlu dikendalikan dengan sebaik-baiknya agar

44 Anonim, 2007, Petunjuk teknis Direktorat Survey dan Potensi Tanah, Deputi Survey, Pengukuran dan Pemetaan BPN RI, Jakarta, h. 6

45 Boedi, Harsono,1999, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UU Pokok

(3)

tidak menimbulkan masalah dalam kehidupan masyarakat. 46 2. Hak Atas Tanah menurut UUPA

Tanah menurut UUPA adalah hanya permukaaan bumi saja. Hal ini ditegaskan di dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, adalah sebagai berikut:

“atas dasar hak menguasai Negara, ditentukannya adanya macam- macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum lainnya.”

Dan diperjelas dengan penjelasan umum II ayat (1) UUPA yaitu:

“… ditegaskan bahwa, dikenal hak milik yang dapat dipunyai seseorang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain atas bagiandari bumi Indonesia. Dalam pada itu hanya permukaan bumi sajalah yang disebut sebagai tanah, yang dapat dihaki oleh seseorang. Jadi siapa saja hanya berhak atas permukaan buminya saja, itupun dengan memperhatikan tata ruang dan kelestarian lingkungan hidup yang mendasarkan nkepada prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Perundang-undangan tersendiri.

Jikapun seseorang memiliki hak atas tanah yang merupakan hak milik, hak atas tanah tersebut merupakan hak yang paling sempurna dan terpenuh sifat dan kewenangannya di banding dengan hak-hak lain yang ada dan berlaku sesuai dengan ketentuan Perundangan Agraria di

46 John Salindeho, 1993, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, h.23

(4)

Indonesia, tetap saja apabila ditemukan benda peninggalan bersejarah ataupun barang-barang tambah, dan benda-benda berharga lainnya walaupun itu di dalam tubuh bumi berada tepat di bawah hak.

Hak atas tanah adalah hak yang diberikan kepada seseorang atau badan hukum yang meliputi atas permukaan bumi saja. Sedangkan hak mempergunakannya tanah adalah hak yang diberikan oleh Negara kepada Badan Hukum Indonesia, dan Eksploitasi serta penelitian, untuk mengambil manfaat ekonomi dan manfaat-manfaat lainnya dari alam Indonesia, yang bertujuan untuk kepentingan ekonomi yang pada akhirnya baik langsung ataupun tidak langsung akan mensejahterakan rakyat dan demi terwujudnya kemakmuran secara nasional, yang mewilayahi haknya meliputi tanah, tubuh bumi, dan ruang angkasa.

(Pasal 4 ayat (2) UUPA).47

3. Hak-hak Penguasaan Atas Tanah

Penguasaan secara yuridis dilandasi hak, yang dilindungi hukum dan pada umumnya memberikan kewenangan bagi pemegang hak untuk menguasai tanah secara fisik. Tetapi ada juga penguasaan yuridis walaupun memberikan kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik, tetapi penguasaan tanahnya justru dilakukan oleh pihak lain. Misalnya pada kasus apabila tanah yang dimiliki oleh pemegang hak disewakan kepada pihak lain dan secara otomatis yang menyewa tersebut dapat menguasai secara fisik.

47 Dyara Radhite Oryza Fea, 2018, Panduan Mengurus Tanah dan Perizinannya, Legality

(5)

Di dalam hukum tanah yang berlaku di Indonesia, dikenal pula penguasaan atas tanah secara yuridis yang tidak memberikan kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik.

Misalnya apabila terjadi kredit di Bank dengan pengikatan tanah sebagai jaminannya, kreditor pemegang hak jaminan atas tanah tersebut sebenarnya mempunyai hak penguasaan atas tanah yang dijadikan agunan tersebut secara yuridis, tetapi penguasaan tanahnya secara fisik masih ada pada pemilik tanah. 48

Dalam hukum tanah nasional kita diterapkan hierarki penguasaan atas tanah sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yaitu:

a. Hak bangsa Indonesia

Menurut Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Pokok Agraria, Hak Bangsa Indonesia adalah hak dari Bangsa Indonesia atas seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, yang berada di dalam wilayah Republik Indonesia.

Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-undang Pokok Agraria, pengertian bumi selain permukaan bumi termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air. Permukaan bumi sendiri biasa disebut dengan istilah tanah.

Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Pokok Agraria, hak

48 Ibid, h. 12

(6)

bangsa merupakan hubungan hukum yang bersifat pribadi. Subjek dari hak Bangsa Indonesia adalah seluruh rakyat Indonesia sepanjang bersatu sebagai bangsa Indonesia yaitu generasi-generasi terdahulu, sekarang dan generasi-genarasi yang akan datang. Hal ini meliputi seluruh tanah yang ada di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

Hak bangsa mengandung unsur kepunyaan dan unsur kewenangan untuk mengatur dan memimpin penguasaan dan penggunaan tanah bersama yang dipunyainya. Hak bangsa atas tanah bersama bukanlah hak kepemilikan dalam arti yuridis, maka di dalam hak bangsa ada juga hak milik perseorangan atas tanah dan tugas kewenangan untuk mengatur dilimpahkan kepada negara.49

b. Hak menguasai Negara

Hak menguasai negara bersumber dari pemberian kuasa dari Bangsa Indonesia kepada Negara sebagai Organisasi Kekuasaan Seluruh Rakyat Indonesia (Badan Penguasa) berdasarkan ketentuan dari pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dasar 1945 dan kemudian dijabarkan secara lebih lanjut di dalam pasal 2 UUPA.

Berdasarkan pada ketentuan pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dasar 1945, hubungan antara hukum negara dengan bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan yang terkandung di dalamnya,

(7)

dirumuskan dengan istilah “dikuasai”, yang bukan berarti

“dimiliki”, akan tetapi pengertiannya adalah pemberian wewenang kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia atau sebagai badan penguasa untuk pada tingkat tertinggi. (Pasal 2 ayat 2 UUPA):

1) Mengatur dan menyelenggarakan: peruntukkan penggunaan persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.

2) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

3) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.50

Hak menguasai negara, menurut pasal 2 ayat 3 UUPA mempunyai tujuan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Subjek dari hak menguasai negara adalah negara Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia. Hak ini meliputi semua tanah dalam wilayah republik Indonesia. Baik tanah yang tidak atau belum maupun yang

50 Ibid, h. 16

(8)

sudah dihaki dengan hak-hak perseorangan.51 c. Hak ulayat masyarakat hukum adat

Hak ulayat diatur di dalam pasal 3 jo pasal 5 UUPA. Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. Hak ini meliputi semua tanah yang ada dalam lingkungan wilayah masyarakat hukum yang bersangkutan, baik yang sudah dimiliki seseorang dengan hak perseorangan maupun yang belum. Pemegang hak ulayat adalah masyarakat hukum adat, sedangkan yang menjadi objek hak ulayat adalah semua tanah dalam wilayah masyarakat hukum adat teritorial yang bersangkutan. Hak ulayat mempunyai kekuatan yang berlaku ke dalam dan keluar. Ke dalam berhubungan dengan para warganya. Sedangkan kekuatan yang berlaku keluar dalam hubungannya dengan anggota hukum adatnya, yang disebut “orang luar” atau “orang asing”.52

d. Hak-hak individual (hak-hak perorangan atas tanah)

Hak-hak individual (hak perorangan atas tanah) terdiri atas:

1) Hak atas tanah

a) Hak atas tanah yang primer yaitu hak atas tanah yang bersumber secara langsung dari bangsa, yang diperoleh berdasarkan pemberian hak oleh negara. Terdiri dari hak

51 Ibid, h. 18

(9)

milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.

b) Hak atas tanah sekunder yaitu hak atas tanah yang bersumber dari pemberian hak oleh pemilik tanah berdasarkan perjanjian. Terdiri dari hak guna bangunan, hak pakai, hak gadai, hak sewa, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan lain-lain. (Pasal 37, 41 dan 53 Undang- undang Pokok Agraria).

2) Wakaf (Pasal 49 UUPA)

Tanah wakaf yaitu hak atas tanah yang semula merupakan hak primer (HM, HGB, HGU, HP atau tanah girik) dan kemudian diwakafkan atau diserahkan oleh pemiliknya kepada badan keagamaan ataupun badan sosial lainnya untuk diwakafkan.

3) Hak jaminan atas tanah: hak tanggungan (pasal 23, 33, 39, 51 UUPA dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999).53

4. Macam-macam Hak atas Tanah a. Hak Atas Tanah Bersifat Tetap

Hak atas tanah menurut UUPA diatur dalam Pasal 16 yaitu : 1) Hak milik (HM)

Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atau badan hukum atas tanah dengan

53 Ibid, h. 13

(10)

mengingat fungsi sosial. Berdasarkan Pasal 20 UUPA di sebutkan bahwa sifat-sifat Hak Milik yang membedakan dan hak-hak lainnya.

Hak Milik merupakan hak yang terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak tersebut merupakan hak mutlak, tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat sebagai hak eigendom seperti yang dirumuskan dalam Pasal 571 KUHPerdata. Sifat demikian bertentangan dengan sifat hukum adat dan fungsi sosial dan tiap- tiap hak. Kata-kata “terkuat dan terpenuh” mempunyai maksud untuk membedakan dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan lainnya yaitu untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki, hak rniliklah yang terkuat dan terpenuh.

Dengan demikian maka pengertian terkuat seperti yang dirumuskan dalam Pasal 571 KUHPerdata berlainan dengan yang dirumuskan dalam Pasal 20 UUPA. Hak milik berdasarkan Pasal 20 ayat (1) adalah hak yang turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6. Pasal 6 ayat (2) menyatakan hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hal ini sejalan dengan definisi yang diberikan Boedi Harsono yang mendefinisikan hak milik adalah hak turun dan memberi kewenangan untuk menggunakannya bagi

(11)

segala macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas sepanjang tidak ada larangan khusus untuk itu.54

Turun-temurun artinya hak itu dapat diwariskan berturut- turut berdasarkan derajatnya atau hak itu menjadi tiada atau memohon kembali ketika terjadi perpindahan tangan.55

Sedangkan terkuat artinya: 56

a) Jangka waktu memiliki hak tidak terbatas.

b) Hak yang terdaftar dan adanya tanda bukti hak Sedangkan terpenuh artinya:

a) Hak Milik memberi wewenang kepada yang mempunyai paling luas dibandingkan dengan hak yang lain.

b) Hak Milik merupakan induk dari hak-hak lain.

c) Hak Milik tidak berinduk pada hak-hak yang lain.

d) Dilihat dari peruntukkannya Hak Milik tidak terbatas.

Tentang sifat dari hak milik memang dibedakan dengan hak- hak lain nya, seperti yang disebutkan dalam Pasal 20 UUPA diatas.

Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak mutlak tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat, sifat demikian sangat bertentangan dengan sifat hukum adat dan fungsi sosial dari setiap hak. Kata-kata terkuat dan terpenuhi hanyalah

54 Boedi Harsono, Op. Cit, h 292

55 AP. Parlindungan, 1986, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Alumni, Bandung, h. 65

56 Effendy Perangin, 2005, Hukum Agraria di Indonesia, Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 237

(12)

dimaksudkan untuk membedakan dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan lain-lain, yaitu untuk menunjukkan bahwa diantar hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang, maka hak milik lah yang paling kuat dan terpenuh.57

Adapun yang dapat mempunyai hak milik menurut Pasal 21 UUPA, yaitu:

a) Warga Negara Indonesia; dalam hal ini tidak dibedakan antara warga negara yang asli dengan yang keturunan asing.

b) Badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah;

sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukkan Badan-badan Hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas Tanah, antara lain:

(1) Bank-bank yang didirikan oleh negara.

(2) Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasarkan UndangUndang Nomor 79 Tahun 1963.

(3) Badan-badan Keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria setelah mendengar Menteri Agama.

(4) Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria setelah mendengar Menteri Sosial.

Hak milik dapat hapus karena beberapa alasan, hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 27 UUPA yaitu:

57 G. Kartasapoetra, dkk, 1991, Hukum Tanah, Jaminan bagi Keberhasilan Pendayagunaan

(13)

a) tanahnya jatuh kepada negara

(1) Karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18 untuk kepentingan umum

(2) Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya (3) Karena diterlantarkan

(4) Karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2), b) Tanahnya musnah.

2) Hak Guna Usaha

a) Pengertian dan Dasar Hukum Hak Guna Usaha (HGU)

Hak Guna Usaha atau HGU diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UUPA yang berbunyi: Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalamjangka waktu sebagai mana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Berlainan dengan hak milik, tujuan pengunaan tanah yang dipunyai dengan hak guna usaha itu terbatas, yaitu pada usaha pertanian, perikanan, dan peternakan. Hak guna usaha ini hanya dapat diberikan oleh Negara.58

Berdasarkan Pasal 30 UUPA, hak guna usaha dapat dipunyai oleh:

(1) Warga Negara Indonesia.

58 Effendy Perangin, op. cit, h. 258

(14)

(2) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Sementara itu dalam Pasal 29 ditentukan bahwa jangka waktu hak guna usaha adalah selama 25 Tahun atau 35 Tahun dan atas permohonan pemegang hak dapat diperpanjang paling lama 25 tahun.

b) Hapusnya Hak Guna Usaha (1) Jangka waktu berakhir

(2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi Hak Pakai

(3) Dilepaskan oleh pemegang hak nya sebelum jangka waktunya berakhir

(4) Dicabut untuk Kepentingan Umum (5) Diterlantarkan

(6) Tanahnya Musnah

(7) Ketentuan Dalam Pasal 30 ayat (2) 3) Hak Guna Bangunan

a) Pengertian dan Dasar Hukum Hak Guna Bangunan.

Menurut Pasal 35 ayat (1) UUPA bahwa yang dimaksud dengan Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun

(15)

dan apabila diperlukan dapat diperpanjang lagi selama 20 tahun.

Pasal 37 UUPA menjelaskan tentang terjadinya hak guna bangunan, yang disebabkan oleh:

(1) Mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara;

yaitu karena penetapan Pemerintah

(2) Mengenai tanah Milik yaitu, karena perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh.

Berbeda dengan hak guna usaha, dalam hak guna bangunan penggunaan tanah bukan untuk pertanian, perikanan, atau peternakan melainkan untuk bangunan, oleh karena itu baik tanah negara atau tanah milik seseorang atau badan hukum dapat diberikan dengan hak guna bangunan.59

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 mengatur mengenai kewajiban dari pemegang hak guna bangunan, sebagaimana diatur dalam Pasal 30 yang meliputi:

(1) Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya.

59 Ibid, h. 275

(16)

(2) Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya.

(3) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.

(4) Meyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak guna bangunan kepada negara, pemegang hak pengelolaan / pemegang hak milik sesudah HBG itu hapus.

(5) Menyerahkan sertifikat hak guna bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor.

(6) Pertanahan.

b) Hapusnya Hak Guna Bangunan (1) Jangka waktu telah berakhir

(2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi

(3) Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir

(4) Dicabut untuk kepentingan umum (5) Diterlantarkan

(6) Tanahnya Musnah 4) Hak Pakai

Dalam pasal 41 ayat 1 UUPA, hak pakai merupakan hak untuk menggunakan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai

(17)

langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengelolaan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang.

Hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu, dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun. Sementara itu dalam Pasal 42 UUPA dijelaskan bahwa hak pakai dapat diberikan kepada warga Negara Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia dan badan hukum asing yang memiliki perwakilan di Indonesia.

5) Hak Sewa

Pengertian hak sewa atas tanah adalah hak yang memberi wewenang untuk menggunakan tanah milik pihak lain dengan kewajiban membayar uang sewa pada tiap-tiap waktu tertentu.

Peraturan dasar Hak sewa diatur dalam pasal 44 dan 45 UUPA No 5 Tahun 1960. Dalam hukum adat hak sewa sering disebut dengan

“jual tahunan”.

(18)

Hak sewa atas tanah mempunyai sifat dan ciri-ciri sebagai berkut:

a) Bersifat pribadi, dalam arti tidak dapat dialihkan tanpa izin pemiliknya.

b) Dapat diperjanjikan, hubungan sewa putus bila penyewa meninggal dunia.

c) Tidak terputus bila Hak Milik dialihkan.

d) Tidak dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan.

e) Dapat dilepaskan.

f) Tidak perlu didaftar, cukup dengan perjanjian yang dituangkan diatas akta otentik atau akta bawah tangan.

Yang berhak mendapat hak sewa atas tanah menurut pasal 45 UUPA Nomer 5 Tahun 1960 adalah:

a) Warga negara Indonesia.

b) Oorang asing yang berkedudukan di Indonesia.

c) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

d) Badan hukum asing yang mempunyai perwalikan di Indonesia.

Jangka waktu hak sewa atas tanah tergantung perjanjian, dengan memperhatikan pasal 26 ayat 2 UUPA yaitu: “Setiap jual- beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan

(19)

perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat 2, adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa pihak-pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali”.

Terjadinya hak sewa karena perjanjian dan konversi.

Cara pembayaran uang sewa dapat dilakukan:

a) Satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu.

b) Sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.

c) Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur- unsur pemerasan.

Hapusnya Hak sewa atas tanah karena beberapa hal diantaranya: waktunya berakhir, diberhentikan sebelum waktunya berakhir, dilepas dan dicabut.

6) Hak Membuka Tanah dan Hak Memungut Hasil Hutan

Dalam pasal 46 ayat (1) dan (2) UUPA menyatakan bahwa:

(20)

a) Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warga Negara Indonesia dan diatur dengan peraturan pemerintah.

b) Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.60

Lebih lanjut hak membuka tanah dan memungut hasil hutan di atur dalam Lampiran Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1976, tanggal 13 Januari 1976 Tentang Pedoman Sinkronisasi Pelaksanaan Tugas Keagrariaan, Dengan Bidang Tugas Kehutanan, Pertambangan, Transmigrasi Dan Pekerjaan Umum, mengenai pelaksanaan pemberian hak pengusahaan hutan dan hak pemungutan hasil hutan

b. Hak Atas Tanah Bersifat Sementara

Hak atas tanah yang bersifat sementara diatur dalam pasal 53 UUPA. Hak tersebut dimaksudkan sebagai hak yang bersifat sementara, karena pada suatu ketika hak tersebut akan dihapus. Hal tersebut disebabkan karena hak tersebut bertentangan dengan asas yang terdapat dalam Pasal 10 UUPA yaitu, “seseorang yang mempunyai suatu hak atas tanah pertanian diwajibkan mengerjakan sendiri secara aktif dengan mencegah cara pemerasan, namun sampai saat ini hak tersebut masih belum dihapus.”

(21)

Oleh karena itu yang dimaksud hak atas tanah yang bersifat sementara yaitu:

1) Hak Gadai Tanah / Jual Gadai

Hak gadai adalah menyerahkan tanah dengan pembayaran sejumlah uang dengan ketentuan bahw orang yang menyerahkan tanah mempunyai hak untuk meminta kembali tanahnya tersebut dengan uang yang besarnya sama.

2) Hak Usaha Bagi Hasil

Hak usaha bagi hasil merupakan hak seseorang atau badan hukum untuk menggarap diatas tanah pertanian orang lain dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi antara kedua belah pihak menurut perjanjian yang telah disetujui sebelumnya.

3) Hak Menumpang

Hak menumpang adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang untuk mendirikan dan menempati rumah diatas pekarangan orang lain. Pemegang hak menumpang tidak wajib membayar sesuatu kepada pemilik tanah, hubungan hukum dengan tanah tersebut bersifat sangat lemah, artinya sewaktu- waktu dapat diputuskan oleh yang mempunyai tanah jika yang bersangkutan memerlukan sendiri tanah tersebut. Hak menumpang dilakukan jika hanya terdapat tanah pekarangan dan tidak terhadap tanah pertanian.

(22)

4) Hak Sewa Tanah Pertanian

Hak sewa tanah pertanian adalah menyerahkan tanah pertanian kepada pemilik tanah dengan perjanjian bahwa setelah pihak yang memberi uang menguasai tanah selama waktuj tertentu, tanahnya akan dikembalikan kepada pemiliknya.

5. Tata Cara Peralihan Hak Atas Tanah

Pengalihan hak atas tanah dan / atau bangunan adalah dengan penjualan, tukar menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus. Ada 2 (dua) cara dalam mendapatkan ataupun memperoleh hak milik, yakni

a. Dengan pengalihan, yang meliputi beralih dan dialihkan. Dalam hal ini berarti ada pihak yang kehilangan yaitu pemilik semula dan pihak lain yang mendapatkan suatu hak milik.

b. Terjadinya hak milik sesuai dengan Undang–Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 pada Pasal 22, yaitu:

1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini berarti terjadinya hak milik tesebut, diawali dengan hak seorang warga untuk membuka hutan dalam lingkungan wilayah masyarakat hukum adat dengan persetujuan Kepala Desa. Dengan dibukanya tanah tesebut, belum

(23)

berarti orang tersebut langsung memperoleh hak milik. Hak milik akan dapat tercipta jika orang tersebut memanfaatkan tanah yang telah dibukanya, menanami dan memelihara tanah tersebut secara terus menerus dalam waktu yang sangat lama. Dari sinilah hak milik dapat tercipta, yang sekarang diakui sebagai hak milik menurut UUPA. Terjadinya hak milik dengan cara ini memerlukan waktu yang cukup lama dan tentunya memerlukan penegasan yang berupa pengakuan dari pemerintah.

2) Terjadinya hak milik karena penetapan pemerintah, yaitu yang diberikan oleh pemerintah dengan suatu penetapan menurut cara dan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini berarti pemerintah memberikan hak milik yang baru sama sekali. Pemerintah juga dapat memberikan hak milik berdasarkan perubahan dari suatu hak yang sudah ada.

Misalnya dengan peningkatan dari Hak Guna Usaha menjadi Hak Milik, Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, Hak Pakai menjadi Hak Milik.

Pemindahan hak atas tanah adalah perbuatan hukum untuk memindahkan hak atas tanah kapada pihak lain. Pemindahan dilakukan apabila status hukum pihak yang akan menguasai tanah memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah yang tersedia, dan pemegang hak atas tanah tersebut bersedia untuk memindahkan haknya.

(24)

Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain Pemerintah; Penjualan, tukarmenukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain yang disepakati dengan Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus; Penjualan, tukarmenukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.

Tata cara memperoleh hak atas tanah menurut Hukum Tanah Nasional adalah sebagai berikut:

a. Permohonan dan pemberian hak atas tanah, jika tanah yang diperlukan berstatus Tanah Negara.

b. Pemindahan Hak, jika:

1) Tanah yang diperlukan berstatus tanah hak.

2) Pihak yang memerlukan tanah boleh memiliki hak yang ada.

3) Pemilik bersedia menyerahkan tanah.

c. Pelepasan hak yang dilanjutkan dengan permohonan dan pemberian hak atas tanah, jika:

1) Tanah yang diperlukan berstatus tanah hak atau tanah hak ulayat suatu masyarakat hukum adat.

(25)

2) Pihak yang memerlukan tanah tidak boleh memiliki hak yang sudah ada.

3) Pemilik bersedia menyerahkan tanahnya.

d. Pencabutan hak yang dilanjutkan dengan permohonan dan pemberian hak atas tanah, jika:

1) Tanah yang diperlukan berstatus tanah hak.

2) Pemilik tanah tidak bersedia melepaskan haknya.

3) Tanah tersebut diperuntukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

6. Pendaftaran Tanah

a. Pengertian Pendaftaran Tanah

Pasal 1 butir (1) PP Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan bahwa Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembuktian, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.61

61 Irawan Soerodjo, 2002, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola, Surabaya, h.104.

(26)

b. Tujuan Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dan kepastian hak-hak atas tanah. Dengan diselenggarkannya pendaftaran tanah, maka pihak-pihak yang bersangkutan dengan mudah dapat mengetahui status atau kedudukan hukum daripada tanah tertentu yang dihadapinya, letak, luas dan batas-batasnya, siapa pemiliknya, dan beban-beban apa yang ada di atasnya.62

Menurut Pasal 19 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan PP.

Pendaftaran tanah menurut Pasal 19 ayat (1) UUPA tersebut ditegaskan dalam ayat (2) yaitu bahwa pendaftaran tanah itu meliputi:

1) Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah

2) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut 3) Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai

alat pembuktian yang kuat

Pendaftaran tanah dimaksudkan untuk memperoleh alat pembuktian yang kuat tentang hak atas tanah. Namun dalam perbuatan hukum tertentu pendaftaran tanah berfungsi untuk memenuhi sahnya perbuatan hukum itu. Hal ini tidak terjadi dengan sah menurut hukum. Pendaftaran jual beli atau hibah atau tukar

62 Effendi Parangin,1991, Hukum Agraria di Indonesia, Suatu Telaah Dari Sudut

(27)

menukar, bukan berfungsi untuk sahnya perbuatan itu tetapi sekedar memperoleh alat bukti mengenai sahnya perbuatan itu.63

Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyatakan tujuan pendaftaran, antara lain:

1) Untuk menjamin kepastian hukum serta perlindungan kepada pemegang hak suatu bidang anah, satuan rumah susun dan hak- hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Untuk itu kepada pemegang haknya diberikan sertipikat sebagai surat tanda buktinya.

2) Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk pemerintah, agar dengan mudah memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

3) Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik dan merupakan dasar perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan.

Untuk tercapainya tertib administrasi tersebut setiap bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya wajib didaftar.

63 Ibid. h. 96.

(28)

c. Tata Cara Pendaftaran Tanah

Cara pendaftaran tanah dilakukan dengan dua cara, yaitu:64 1) Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran

tanah yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Pendaftaran tanah secara sistematik diselenggarakan atas prakarsa pemerintah berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN. Dalam hal suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik, pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sporadik.

2) Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/ kelurahan secara individual atau massal. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang berhak atas obyek pendafataran tanah yang bersangkutan dan kuasanya.

Pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration).

Kegiatan pendaftaran yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran

(29)

tanah yang belum terdaftar berdasarkan PP Nomor 10 Tahun 1960 dan PP Nomor 24 Tahun 1997, yang terdiri atas:

1) Pengumpulan dan pengolahan data fisik

2) Pengumpulan dan pengolahan data yuridis serta pembukuan hak-haknya

3) Penerbitan sertifikat

4) Penyajian data fisik dan data yuridis 5) Penyimpanan daftar umum dan dokumen.

Pendaftaran untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran secara sistimatik dan pendaftaran secara sporadik.

Pendaftaran sistimatik dilaksanakan atas prakarsa, biaya dan lokasi ditentukan Badan Pertanaha Nasional (pemerintah), waktu penyelesaian dan pengumuman lebih singkat serta dibentuk panitia.

Pendaftaran secara sporadik dilaksanakan atas prakarsa, biaya dan lokasi ditentukan oleh pemilik tanah yang bersangkutan, waktu penyelesaian dan pengumuman lebih lama serta tidak mempunyai panitia pendaftaran.

Pada saat pengumpulan dan pengolahan data fisik, maka dilakukan kegiatan dan pemetaan yang meliputi:

1) Pembuatan peta dasar pendaftaran, yang digunakan untuk pembuatan peta pendaftaran dalam pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistimatik, serta digunakan untuk memetakan bidang-bidang tanah yang sebelumnya sudah didaftar.

(30)

Penyiapan peta dasar pendaftaran diperlukan agar setiap bidang tanah yang didaftar dijamin letaknya secara pasti, karena dapat direkonstruksi di lapangan setiap saat.

2) Penetapan batas bidang-bidang tanah. Untuk memperoleh data fisik yang diperlukan, bidang-bidang tanah yang akan dipetakan diukur setelah ditetapkan letaknya, batas-batasnya dan menurut keperluannya ditempatkan tanda-tanda batasnya disetiap sudut bidang tanah yang bersangkutan. Dalam penetapan batas tersebut harus melibatkan tetangga yang berbatasan dengan tanah tersebut (deliminasi kontradiktoir).

3) Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran. Bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan batas-batasnya diukur dan selanjutnya dipetakan dalam peta dasar pendaftaran. Apabila belum ada kesepakatan mengenai penetapan batas-batas tersebut, maka dibuatkan berita acara dan dalam gambar diberi catatan bahwa batas-batas tanahnya masih merupakan batas sementara.

4) Pembuatan Daftar Tanah. Bidang-bidang yang sudah dipetakan atau dibukukan nomor pendaftarannya pada peta pendaftaran, dibukukan dalam daftar tanah yang digunakan sebagai sumber informasi lengkap mengenai tanah tersebut.

(31)

5) Pembuatan Surat Ukur. Untuk keperluan pendaftaran haknya, bidang-bidang tanah yang sudah diukur serta dipetakan dalam peta pendaftaran dibuatkan surat ukur.

Setelah kegiatan-kegiatan tersebut, tahap berikutnya adalah dilakukan Pembukuan Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 PP Nomor 24 Tahun 1997 yang selanjutnya penerbitan sertipikat sebagai Surat Bukti Haknya guna kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis. Untuk penyajian data fisik dan data yuridis bagi pihak-pihak yang membutuhkan atau berkepentingan, maka diselenggarakan tata usaha pendaftaran tanah berupa daftar umum, yang terdiri atas peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama.

Menurut Pasal 35 PP Nomor 24 Tahun 1997 daftar umum dan dokumen tersebut selanjutnya disimpan.

R. Hermanses membagi menjadi dua katagori tentang pendaftaran tanah yaitu untuk pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah sebagai apa yang disebut kadaster, sedangkan untuk pendaftaran hak tanah dan pemeiliharaan serta pemberian surat tanda bukti hak dikatagorikan sebagai pendaftaran hak.65 Hak-hak atas tanah yang merupakan obyek dari pada pendaftaran tanah yaitu sebagaimana apa yang diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yaitu:

65 Hermanses.R, Op.Cit, h.2

(32)

1) Obyek pendaftaran tanah meliputi :

a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai

b. Tanah hak pengelolaan c. Tanah wakaf

d. Tanah milik atas satuan rumah sususn e. Hak tanggungan

f. Tanah negara

2) Dalam hal tanah negara sebagai obyek pendaftaran tanah dimaksud dalam pasal 1 huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah negara dalam daftar tanah.

Adapun yang dimaksud dengan tanah negara yaitu tanah yang dikuasai langsung oleh negara artinya tidak ada pihak lain diatas tanah itu, tanah itu disebut juga tanah negara bebas.66 Menurut Undang-Undang Pokok Agraria semua tanah dikawasan Negara Republik Indonesia dikuasai oleh negara. Jika di atas tanah itu tidak ada hak pihak tertentu (orang atau badan hukum), maka tanah itu disebut tanah yang langsung dikuasai negara, kalau diatas tanah itu ada hak pihak tetentu, maka tanah itu disebut tanah hak, yang merupakan obyek dari pada pendaftaran tanah. Sedangkan yang menjadi subyek dari pada pemilikan tanah dan juga subyek

66 Yani Pujiwati dkk, 1999, Pendaftaran Tanah Negara berdasarkon PP24/1997 Tentang

(33)

pendaftaran tanah adalah pemegang hak atas tanah baik perorangan maupun badan hukum. Selain pengertian tanah untuk memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan hak, hak pada hakekatnya adalah suatu kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada seseorang terhadap sesuatu benda maupun orang, sehingga diantaranya menimbulkan hubungan hukum.67

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah disebutkan asas pendaftaran tanah yaitu asas sederhana, aman, terjangkau, mutahir dan terbuka.

1) Asas Sederhana, dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokok maupun prosedurnya mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.

2) Asas Aman, dimaksudkan untuk menunjukan bahwa pendaftaran tanah perlu dilaksanakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah.

3) Asas Terjangkau, dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah, pelayanan yang diberikan harus terjangkau oleh pihak yang membutuhkan.

4) Asas Mutahir, yang dimaksudkan dengan asas mutahir adalah kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan

67 Rusmadi Murad, 1991, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Alumni, Bandung, h.28

(34)

keseimbangan dalam pemeliharaan data, sehingga data yang tersedia harus menunjukkan data yang mutahir, dapat menjangkau apabila ada perubahan-perubahan dikemudian hari, sehingga perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi, asas ini menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus-menerus dan berkesinambungan sehingga data yang ada akan selalu sesuai dengan perkembangan dilapangan.

5) Asas Terbuka, yang dimaksudkan bahwa data yang berada pada Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan kenyataan dan masyarakat secara terbuka dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat. Disamping itu Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria beserta penjelasannya mengenai beberapa ciri-ciri khusus pendaftaran tanah yaitu.

a. Torrens System b. Asas Negatif c. Asas Publisitas d. Asas Spesialitas

e. Rechtcadaster atau Pendaftaran Hak f. Kepastian Hukum

g. Pemastian Lembaga.68

(35)

A.P. Perlindungan mengutip pandangan dari Sir Charles Fortescue Brickdate yang mengatakan ada 6 hal yang harus diperhatikan dalam pendaftaran tanah yaitu:

1) Security, bertolak dari kemantapan sistem sehingga seseorang akan merasa aman atas hak tersebut baik karena membeli tanah tersebut untuk suatu jaminan atas hutang.

2) Simplicy, sederhana sehingga setiap orang dapat mengerti.

3) Accuracy, bahwa terdapat ketelitian dari pada sistem pendaftaran tersebut secara lebih efektif.

4) Expedition, artinya dapat lancar dan segera sehingga menghindari tidak jelas yang bisa berakibat berlarut-larut dalam pendaftaran tersebut.

5) Cheapness, yaitu agar biaya dapat semurah mungkin.

6) Suntability to circumstances, yatu akan tetap berharga baik sekarang maupun kelak dikemudian hari pendaftaran tanah tersebut.

7) Completeness of record :

a. Perekaman tersebut harus lengkap lebih-lebih masih ada tanah yang belum terdaftar.

b. Demikian pula pendaftaran dari setiap tanah tertentu dengan berdasarkan keadaan pada waktu didaftarkan.69

69 Perlindungan. A.P., Op.Cit. h.127

(36)

7. Pejabat yang Berkaitan dengan Pendaftaran Tanah

Berdasarkan Pasal 9 PP Nomor 24 tahun 1997, maka pendaftaran hak diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Adapun tugas-tugas BPN diatur dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 26 tahun 1988, yaitu antara lain mengelola dan mengembangkan administrasi pertanahan, yaitu meliputi :

1) Pengaturan penggunaan, pengurusan dan pemilikan tanah.

2) Pengurusan hak-hak tanah

3) Pengukuran dan Pendaftaran tanah

4) Lain-lain yang berkaitan dengan pertanahan.

Pasal 6 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh PP ini atau perundang- undangan yang bersangkutan ditugaskan kepada pejabat yang terkait dalam pendaftaran tanah. Kegiatan tertentu dalam pelaksanaan pendaftaran tanah ditugaskan kepada pejabat lain yang pemanfaatannya bersifat nasional atau melebihi wilayah kerja Kepala Kantor Pertanahan, misalnya pengukuran titik dasar teknik dan pemetaan fotogrametri. Pejabat yang terkait dalam pendaftaran tanah yaitu:

1) PPAT (PPAT/PPAT Sementara) 2) Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf 3) Pejabat Lelang

4) Panitia Adjudikasi

(37)

B. Perspektif Islam tentang Tanah

Tanah adalah anugerah dari Allah SWT, Tuhan pemilik dan pengatur alam semesta untuk umat manusia. Dengan kata lain, manusia wajib untuk mensyukuri anugerah Tuhan ini dalam bentuk mengelola guna mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Sehubungan dengan hal ini diperlukan peraturan perundang-undangan untuk melindungi kepentingan manusia agar tidak saling berbenturan. Terkait dengan penalaran ini perlu kiranya mencermati, memperhatikan dan melaksanakan petunjuk Allah dalam firman-Nya di bawah ini:

Artinya:

Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, Bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaku yang saleh.70

Tanah yang Allah tegaskan diwariskan kepada hamba-Nya yang saleh dapat dimaknai bahwa tanah harus didayagunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Hal ini hanya mungkin jika tanah dikelola oleh orang-orang yang saleh sehingga dia tidak rakus hanya mementingkan diri sendiri. Agar tidak terjadi benturan kepentingan umat manusia terhadap tanah, maka diperlukan peraturan perundang-undangan yang melindungi hak atas tanah. Sehubungan dengan hal ini pendaftaran hak atas tanah menjadi suatu keharusan untuk menjamin kemaslahatan umat manusia. Hal ini sesuai dengan syari‟at Islam

70 Al-Qur‟an Surah Al-Anbiya Ayat 105

(38)

agar manusia dapat mencapai kebaikan di dunia dan juga mencapai kebaikan di alam akhirat.

Manusia sebagai khalifah bertugas untuk memakmurkan tanah sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT.

Artinya:

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)”.71

Berdasarkan ayat diatas manusia yang diamanahi Allah untuk mengelola tanah adalah hamba Allah yang saleh agar dapat memakmurkan bumi/tanah. Tugas manusia sebagai khalifah untuk memakmurkan bumi adalah bentuk ibadah untuk mencari ridho Allah SWT semata-mata. Sejalan hal ini, maka manusia tidak boleh membuat kerusakan di bumi, merusak alam, mencemari udara karena akibat kerusakan di bumi dapat menyengsarakan kehidupan makhluk di bumi termasuk manusia itu sendiri.

(39)

C. Tinjauan Umum Tentang Hibah 1. Pengertian Hibah

Hibah adalah suatu pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang dilakukan ketika masih hidup dan pelaksanaan pembagiannya biasanya dilakukan pada waktu penghibah masih hidup.

Biasanya pemberian tersebut tidak akan dicela oleh sanak keluarga yang tidak menerima pemberian itu. Oleh karena itu, pada dasarnya seseorang pemilik harta kekayaan berhak dan leluasa untuk memberikan harta bendanya kepada siapapun.72

Hibah menurut Pasal 1666 KUHPerdata adalah suatu persetujuan dengan mana si penghibah, diwaktu hidupnya dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali menyerahkan sesuatu benda guna kepentingan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Hibah harus diadakan antara orang yang masih hidup. Dari rumusan pasal tersebut, terdapat unsur-unsur hibah, yaitu sebagai berikut:

a. Hibah merupakan perjanjian sepihak yang dilakukan dengan cuma- cuma, artinya tidak ada kontra prestasi dari penerimaan hibah (Pasal 1666 KUHPerdata).

b. Dalam hibah selalu disyaratkan bahwa penghibah mempunyai maksud untuk menguntungkan pihak yang diberi hibah.

c. Yang menjadi objek perjanjian hibah adalah segala harta benda milik penghibah, baik benda berwujud maupun tidak berwujud,

72 Maman Suparman, 2017, Hukum Perdata Waris, Sinar Grafika, Jakarta, h.136

(40)

benda tetap maupun benda bergerak, termasuk juga segala piutang penghibah.

d. Hibah tidak dapat ditarik kembali (Pasal 1688 KUHPerdata)

e. Penghibahan harus dilakukan pada waktu penghibah masih hidup (Pasal 1682 KUHPerdata).

f. Pelaksanaan penghibahan dapat juga dilakukan setelah penghibah meninggal dunia.

g. Hibah harus dilakukan dengan akta notaris. (Pasal 1682 KUHPerdata).

Pada prinsipnya hibah itu tidak dapat ditarik kembali (Pasal 1666 KUHPerdata). Namun berdasarkan alasan yang telah ditetapkan oleh undang-undang dan mengingat keadaan tertentu, hibah itu dimungkinkan untuk ditarik kembali oleh si pemberinya.

Penarikan terhadap suatu hibah hanya dimungkinkan berdasarkan alasan yang tercantum dalam Pasal 16688 KUHPerdata. Alasan itu, yaitu sebagai berikut:

a. Apabila syarat-syarat tidak dipenuhi, sedangkan penghibahan telah dilakukan (Pasal 913 KUHPerdata).

b. Apabila si penerima hibah telah dinyatakan bersalah melakukan kejahatan yang bertujuan untuk mengambil nyawa si penghibah.

c. Apabila si penerima hibah menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelah si penerima hibah ini jatuh dalam keadaan miskin atau pailit.

(41)

Dengan terjadinya penarikan hibah maka segala barang yang telah dihibahkan harus segera dikembalikan kepada penghibah dalam keadaan bersih dari beban-beban yang melekat di atas barang tersebut. Misalnya barang yang dihibahkan sedang dijadikan jaminan hak tanggungan atau fidusia, maka harus segera dilunasi oleh penerima hibah sebelum barang tersebut dikembalikan kepada penerima hibah.

Menurut pasal 1689 KUHPerdata bahwa si penghibah dapat menuntut kembali, bebas dari beban hipotek (hak tanggungan) beserta hasilnya dan pendapatan yang diperoleh si penerima hibah atas benda yang dihibahkan.

Adapun menurut pasal 1690 KUHPerdata, pada pokoknya menyebutkan bahwa benda yang dihibahkan dapat tetap pada si penerima hibah, apabila sebelumnya benda-benda hibah tersebut telah didaftarkan lebih dahulu. Apabila penuntutan kembali dilakukan oleh si pemberi hibah dan dikabulkan maka semua perbuatan I penerima hibah dianggap batal.

Tuntutan hukum terhadap si penerima hibah gugur dengan lewatnya waktu satu tahun terhitung mulai hari terjadinya peristiwa yang menjadi alasan tuntutan itu, dapat diketahuinya hal itu oleh si pemberi hibah (Pasal 1682 KUHPerdata). Tuntutan hukum tidak dapat dilakukan oleh ahli waris si penghibah, kecuali apabila oleh si penghibah semua telah diajukan tuntutan, ataupun orang ini telah meninggal dunia di dalam satu tahun setelah terjadinya peristiwa yang dituduhkan.

(42)

Hibah antara suami isteri selama perkawinan tidak diperbolehkan, kecuali mengenai benda-benda bergerak yang bertubuh yang harganya tidak terlampau mahal. Demikian juga hibah tidak boleh dilakukan kepada anak yang belum lahir, kecuali kepentingan anak tersebut menghendaki. Orang yang sama sekali dilarang menerima penghibahan dari penghibah yaitu:

a. Orang yang menjadi wali atau pengampu si penghibah.

b. Dokter yang merawat penghibah ketika sakit.

c. Notaris yang membuat surat-surat milik si penghibah.73 2. Dasar Hukum Hibah

Adapun dalil yang berhubungan tentang masalah hibah tersebut terdapat dalam Al-Qur'an, sebagaimana Firman Allah:74

Artinya:

“bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan

73 Ibid, h. 138

(43)

memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang- orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang- orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa”. (Qs.Al-Baqarah Ayat 177).

Hukum asal hibah adalah mubah atau boleh. Akan tetapi berdasarkan kondisi dan peran si pemberi dan si penerima hibah bisa menjadi wajib, haram dan mubah. Sebagaimana Rasulullah SAW telah bersabda yang diriwayatkan oleh Umar:

ا ُوَع اَض َأَف ,ِللها ِلْيِبَس ِفِ ٍسَرَ ف ىَلَع ُتْلََحَ :َل اَق ُوْنَع ُلله ا َيِضَرَرَمُع ْنَع يِذَّل

ىَّلَص َِّبَِّنلا ُتْلَآَسَف ,ٍصْخُرِب ُوُعْ يِبَي ُوَّنَآ ُتْنَ نَظَف ,ُوَيَِتَْشَآ ْنَآ ُتْدَرَآَف ,ُهَدْنِع َناَك َّن ِإَف ْمُىْرِدِب ُوَك اَطْعَآ ْنِآَو َكِتَقَدَص ِفِ ْدُعَ ت َلاَو ِهَِتَْشَت َلا :َلاَقَ ف َمّلَسَوِهيَلَع ُللها ِتَبِى ِفِ َدِئاَعْلا ِوِئْيَ ق ِفِ ِدِئ اَعْلا اَك ِو

Artinya :

Dari Umar Radhiyallahu Anhu, dia berkata, “Aku pernah memberikan seekor kuda untuk digunakan di jalan Allah, namun orang yang kuberi kuda itu menelantarkannya. Maka aku hendak membelinya dan aku menduga dia akan menjual kuda itu dengan harga yang murah.” Maka aku bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Maka beliau menjawab,“Janganlah engkau membelinya dan jangan engkau tarik kembali sedekahmu, meskipun dia menyerahkannya dengan harga satu dirham, karena orang yang menarik kembali hibahnya seperti orang yang menjilat kembali muntahannya”.75

Hadis lainnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar dan Ibnu Abbas R.a :

َيِطْعُ ي ْنَأ ِلُجَّرلِل ُّلَِيَ َلا َلاَق بِنلا نع ٍس اَّبَع ِنْب اَو َرَمُع ِنْبِا ِنَع ُعِجْرَ ي َُّثُ ًةَّيِطِع

ُهَدَلَو ْيِطْعُ ي اَمْيِف َدِلَوْلا َلاِإ اهْيِف

75 Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam, 2002, Syarah Hadis Pilihan Bukhari Muslim, PT.Darul Falah, Bekasi, h.811

(44)

Artinya :

“Ibnu „Umar dan Ibnu „Abbas r.a. berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

Tidak halal bagi seseorang yang telah memberikan sesuatu pemberian kemudian menariknya kembali, kecuali orang tua yang menarik kembali hibah yang sudah memberikannya.”

: َلاَق َمَّلَسَو ِويَلَع ُللها ىَّلَص ِللها َلْوُسَر َّن َأ : اَمُهْ نَع ُللها َيِضَر ٍس اَّبَع ِنْبِا ْنَع ِوِئْيَ ق ِفِِدِئاَعْل اَك ِوِتَبِى ِفِ ُدِئ اَعْلا

Artinya :

“Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, bahwa Rasulullah SAW.

bersabda, „Orang yang menarik kembali hibahnya seperti orang yang menjilat kembali muntahannya.”76

ةشئاَع ْنَعَو ُلَبْقَ ي ملسو ويلع للها ىلص ِللها ُلوُسَر َنَك : تلاق اهنع للها يضر

َةَّيِدَْلْا ُّيراخُبْلا هاور .اَهْ يَلَع ُبِثُيَو

Artinya :

“Dan diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: “Rasulullah SAW selalu menerima hadiah dan membalasnya.” (HR. Al-Bukhari)77

Hibah juga diatur dalam pasal 1666 KUH Perdata, yakni hibah adalah suat perjanjian dengan mana si Penghibah di waktu hidupnya dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si Penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Undang-undang tidak mengakui lain-lain hibah selain hibah-hibah diantara orang-orang yang masih hidup.

76 Al-Hafizh Ibnu Hajar al-„Asqalani, 2009, Terjemah Bulughul Maram, At-Tibyan, Solo, h.430

(45)

Sebelum lahirnya PP No. 24 Tahun 1997, bagi mereka yang tunduk kepada KUH Perdata surat hibah wasiat harus dibuat dalam bentuk tertulis dari Notaris.78 Surat hibah wasiat yang tidak dibuat oleh Notaris tidak memiliki kekuatan hukum. Mereka yang tunduk pada hukum adat dapat dilakukan di bawah tangan, tetapi proses di Kantor Pertanahan harus dibuat dengan akta PPAT.79 Setelah lahirnya PP No. 24 Tahun 1997, setiap pemberian hibah tanah harus dilakukan dengan akta PPAT.80 Perolehan tanah secara hibah dan hibah wasiat seyogyanya di daftarkan peralihan haknya itu di Kantor Pertanahan setempat, sebagai bentuk pengamanan hibah tanah.

Penghibahan dalam sistem KUH Perdata adalah seperti halnya jual beli atau tukar menukar bersifat obligatoir saja, dalam arti belum memindahkan hak milik, karena hak milik ini baru berpindah dengan dilakukannya levering atau penyerahan secara yuridis, yang cara-caranya seperti dalam melakukan jual beli. Dikatakan bahwa penghibahan, disamping jual beli dan tukar menukar merupakan suatu title bagi pemindahan hak milik. Penghibahan hanyalah dapat mengenai barang- barang yang sudah ada. Jika ia meliputi barang-barang yang baru akan ada dikemudian hari, maka sekedar mengenai itu hibahnya adalah batal.

Berdasarkan ketentuan ini maka jika dihibahkan suatu barang yang sudah ada, bersama-sama dengan suatu barang lain yang baru akan ada

78 Pasal 1005 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

79 Effendi Perangin, 1990, Mencegah Sengketa Tanah, cetakan ke-2, Rajawali, Jakarta, h.46

80 Pasal 37 ayat (1) dan Pasal 39 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

(46)

dikemudian hari, penghibahan yang mengenai barang yang pertama adalah sah, tetapi mengenai barang yang kedua adalah tidak sah.

Sedangkan pengertian peralihan menurut Hukum Perdata Islam adalah pengeluaran harta semasa hidup atas dasar kasih sayang untuk kepentingan seseorang atau untuk kepentingan sesuatu badan sosial, keagamaan, ilmiah, juga kepada seseorang yang berhak menjadi ahli warisnya. Intinya adalah pemberian suatu benda semasa hidup seseorang tanpa mengharapkan imbalan, dasa hukumnya terdapat dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah (2) ayat 177, Surah Ali Imran ayat 38, Pasal 210 sampai 214 Kompilasi Hukum Islam.

Peralihan dalam pengertian Hukum Perdata Islam diatas, merupakan pemberian biasa dan tidak dapat dikategorikan sebagai harta warisan.

Kategori itu tampak bahwa peralihan adalah jenis pemberian yang dilakukan oleh seseorang ketika ia masih hidup, sedangkan warisan baru dapat dilaksanakan bila calon pewaris meninggal dunia.

3. Syarat-syarat Hibah dan Akibat yang ditimbulkan

Pada dasarnya setiap orang dan/atau badan hukum diperbolehkan diberi dan menerima sesuatu sebagai hibah kecuali mereka yang oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap untuk itu (yang cakap melakukan perbuatan hukum). Pemberi hibah adalah pemilik sah barang yang dihibahkan dan pada waktu pemberian itu dilakukan berada dalam keadaan sehat jasmani dan rohaninya.

(47)

Adapun syarat-syarat syahnya pemberian hibah adalah sebagai berikut :

1) Syarat-Syarat Pemberi Hibah

Pada dasarnya setiap orang berhak untuk melakukan penghibahan kecuali orang-orang yang dinyatakan tidak cakap untuk itu, KUHPerdata memberikan syarat-syarat kepada pemberi hibah sebagai berikut:81

a. Pemberi hibah diisyaratkan sudah dewasa yaitu mereka yang telah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah pernah menikah (Pasa 330 KUHPerdata).

b. Hibah itu diberikan saat pemberi hibah masih hidup.

c. Tidak mempunyai hubungan perkawinan sebagai suami istri dengan penerima hibah, dengan kata lain hibah antara suami istri selama perkawinan tidak diperbolehkan. Berdasarkan pasa 1678 ayat (1) KUHPerdata, tetapi KUHPerdata masih memperbolehkan hibah yang dilakukan antara suami istri terhadap benda-benda yang harganya tidak terlalu tinggi sesuai dengan kemampuan ada penjabaran lebih lanjut tentang batasan nilai atau harga benda-benda yang dihibahkan itu. Jadi ukuran harga yang tidak terlalu tinggi itu sangat tergantung kondisi ekonomi serta kedudukan sosial mereka dalam masyarakat.

81 Sayyid Sabiq, sebagaimana dikutip oleh Amir Syarifiddin, 1985,Pelaksanaan HukumWaris dalam Lingkungan Minangkabau, Jakarta, Gunung Agung. h. 159

(48)

2) Syarat-syarat Penerimaan Hibah

Seperti halnya dengan pemberian hibah, pada dasarnya semua orang dapat menerima sesuatu yang dibenarkan kepadanya sebagai hibah, bahkan anak kecil sekalipun dapat menerima sesuatu yang diberikan kepadanya sebagai hibah, tetapi harus diwakili.

Namun dari ketentuan tentang hibah yang ada dalam KUHPerdataa. Syarat-syarat penerima hibah yaitu:

a. Penerima hibah sudah ada pada saat terjadinya penghibahan atau bila ternyata kepentingan si anak yang ada dalam kandungan menghendakinya, maka undang-undang dapat menganggap anak yang ada di dalam kandungan itu sebagai telah dilahirkan (Pasa 2 KUHPerdata).

b. Lembaga-lembaga umum atau lembaga keagamaan juga dapat menerima hibah, asaikan presiden atau penguasa yang ditunjuk olehnya yaitu Menteri Kehakiman, memberikan kekuasaan kepada pengurus, lembaga-lembaga tersebut untuk menerima pemberian itu (Pasa 1680 KUHPerdata).

c. Pemberian hibah bukan bekas wali dari pemberi hibah, tetapi apabila si wati telah mengadakan perhitungan pertanggung jawaban atas perwaliannya, maka bekas wali itu dapat menerima hibah (Pasa 904 KUHPerdata).

d. Penerima hibah bukanlah notaris yang dimana dengan perantaranya dibuat akta umum dari suatu wasiat yang

(49)

dilakukan oleh pemberi hibah dan juga bukan saksi yang menyelesaikan pembuatan akta itu (Pasa 907 KUHPerdata).

Walaupun hibah itu digolongkan pada perjanjian sepihak, namun KUHPerdata memberikan ketentuan hukum sehingga penerima hibah juga dapat dikenakan kewajiban-kewajiban dalam hibah yang diberikan kepadanya.

3) Hak yang timbul dari peristiwa hibah

Hak yang timbul dari peristiwa hibah, yaitu:82

a. Pemberi hibah berhak untuk memakai sejumlah uang dari harta atau benda yang dihibahkannya, asalkan hak ini diperjanjikan dalam penghibahan (Pasa 1671 KUHPerdata).

b. Pemberi hibah berhak untuk mengambil benda yang telah diberikannya jika si penerima hibah dan keturunan- keturunannya meninggal teriebih dahulu dari si penghibah, dengan catatan sudah diperjanjikan terlebih dahulu (Pasal 1672 KUHPerdata).

c. Pemberi hibah dapat menarik kembali pemberiannya, jika penerima hibah tidak mematuhi kewajiban yang ditentukan dalam akta hibah atau hal-hat fain yang dinyatakan dalam KUHPerdata. Apabila penghibahan telah dilakukan dan penerima hibah atau orang lain dengan suatu akta PPAT, diberikan kuasa olehnya untuk menerima hibah, setelah

82 Ibid

(50)

menerima pernyataan (levering) benda yang dihibahkan itu, maka secara yuridis si penerima hibah telah berhak menggunakan benda yang dihibahkan kepadanya sesuai dengan keperluannya. Oleh karena hak milik dari benda- benda yang dihibahkan itu telah beralih dari si pemberi hibah kepada penerima hibah.

4) Kewajiban yang Timbul dari Peristiwa Hibah

Kewajiban yang timbul dari peristiwa hibah, yaitu:

a. Kewajiban pemberi hibah Setelah pemberi hibah menyerahkan harta atau benda yang dihibahkannya kepada penerima hibah atau orang lain yang diberikan kuasa untuk itu, maka sejak itu tidak ada lagi kewajiban-kewajiban apapun yang mengikat pemberi hibah.

b. Kewajiban penerima hibah. Berdasarkan pasal 1666 KUHPerdata penghibahan adalah suatu pemberian cuma- cuma (om nief), namun KUHPerdata memberikan kemungkinan bagi penerima hibah untuk melakukan suatu kewajiban kepada penerima hibah sebagai berikut:83

(5) Penerima hibah berkewajiban untuk melunasi hutang- hutang penghibah atau benda-benda lain, dengan catatan hutang-hutang atau beban-beban yang harus dibayar itu disebutkan dengan tegas di dalam akta hibah. Hutang-

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana di dalam demografi Desa Sukolilo, Masyarakat Desa Sukolilo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati adalah masyarakat yang sebagian besar memeluk agama Islam,

Penyusunan Profil Kesehatan ini mencakup kegiatan yang ada di Dinas Kesehatan, Rumah Sakit Umum Pemerintah maupun swasta dan lintas sektor terkait di Kabupaten

Arsitektur Berkelanjutan diharapkan dapat mewadahi kegiatan yang berkaitan dengan perfilman indie di Kota Bandung, serta ikut dalam mensukseskan visi Kota Bandung

Tabel 5.3 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten Minahasa Menurut Jenis Pendapatan (juta rupiah), 2012-2015. Sumber: Kabupaten Minahasa Dalam Angka

Berdasarkan latar belakang masalah serta masalah-masalah lain yang telah dikenalpasti, penulis ingin membangunkan satu laman web bercirikan Pembelajaran Berbantukan

Petugas Pemeriksa yang berwenang adalah dokter hewan pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri berdasarkan pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan

Leher Burung: didominasi oleh struktur berarah Utara- Barat Laut (Jalur Perlipatan Lengguru, LFB), yang berhenti pada tinggian Kemum pada daerah Kepala Burung.. Tubuh

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa walau- pun kadar albumin urin pada ibu hamil dengan preeklampsia berat lebih tinggi dibanding ibu hamil normotensi namun tidak