• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS PROFESI. Oleh dr. Marwan Nasri NIM : Pembimbing : Prof. dr.harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP (K) dr. Nizam Zikri Akbar, Sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS PROFESI. Oleh dr. Marwan Nasri NIM : Pembimbing : Prof. dr.harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP (K) dr. Nizam Zikri Akbar, Sp."

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

EKG POLA STRAIN SEBAGAI PREDIKTOR DISFUNGSI SISTOLIK VENTRIKEL KIRI SUBKLINIS (DSVKS) PADA PENDERITA HIPERTENSI DENGAN FRAKSI EJEKSI VENTRIKEL KIRI (FEVK)

NORMAL DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS PROFESI

Oleh

dr. Marwan Nasri NIM : 127115006

Pembimbing :

Prof. dr.Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP (K) dr. Nizam Zikri Akbar, Sp.JP (K)

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)
(3)

i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

EKG POLA STRAIN SEBAGAI PREDIKTOR

DISFUNGSI SISTOLIK VENTRIKEL KIRI SUBKLINIS (DSVKS) PADA PENDERITA HIPERTENSI DENGAN

FRAKSI EJEKSI VENTRIKEL KIRI (FEVK) NORMAL DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang digunakan sebagai acuan referensi dan telah disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2018

Marwan Nasri

(4)

ii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. dr. Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K) serta dr. Cut Aryfa Andra, M.Ked(Cardio), Sp.JP(K) selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan di saat penulis melakukan penelitian yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Ali Nafiah Nasution, M.Ked (Cardio), Sp.JP (K) serta dr. Yuke Sarastri, M.Ked (Cardio), Sp.JP selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Prof.dr.Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP (K) sebagai pembimbing I penulis dalam penyusunan tesis ini yang telah membimbing, mengkoreksi, dan memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis sehingga tulisan ini dapat diselesaikan.

5. Dr.Nizam Z Akbar, SpJP(K) sebagai pembimbing II penulis dalam penyusunan tesis ini yang telah membimbing, mengkoreksi, dan memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis sehingga tulisan ini dapat diselesaikan.

6. Guru-guru penulis : Prof. dr. T. Bahri Anwar, Sp.JP(K); Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP(K); Prof. dr. Abdullah Afif Siregar, Sp.A(K), Sp.JP(K); Prof. dr. Harris

(5)

iii

Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K); dr.Nora C. Hutajulu Sp.JP(K); (Alm). dr. Maruli T.

Simanjuntak, Sp.JP(K); (Alm) dr. Isfanuddin Nyak Kaoy, Sp.JP(K); DR. dr. Zulfikri Mukhtar, Sp.JP(K); dr. Parlindungan Manik, Sp.JP(K); dr. Refli Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K); dr.Amran Lubis, Sp.JP(K); dr. Zainal Safri, Sp.PD, Sp.JP(K); dr. Andre Pasha Ketaren, Sp.JP(K); dr. Andika Sitepu, Sp.JP(K); dr. Anggia Chairuddin Lubis, M.Ked (Cardio), Sp.JP; dr. Ali Nafiah Nasution, M.Ked (Cardio), Sp.JP(K); dr. Cut Aryfa Andra, M.Ked(Cardio), Sp.JP(K), dr. Hilfan Ade Putra Lubis, M.Ked(Cardio), Sp.JP, dr.

Andi Khairul, Sp.JP, M.Ked (Cardio), dr. Abdul Halim Raynaldo, M.Ked (Cardio), Sp.JP; dr. Yuke Sarastri, M.Ked (Cardio), Sp.JP; dr. T. Bob Haykal, M.Ked (Cardio), Sp.JP, dr. M. Yolandi Sumadio,Sp.JP; dr. Faisal Habib, Sp.JP, dr. T Winda Ardini, M.Ked (Cardio), Sp.JP serta guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan masukan selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh darah.

7. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah.

8. Kepada ayahanda tercinta (Alm) Muhammad Saleh dan Ibunda tercinta Nursimawaty yang sangat penulis hormati dan cintai, yang selalu memberikan dukungan, semangat, nasehat, bimbingan serta doa sehingga penulis dapat menempuh pendidikan sampai sekarang ini dan dapat menyelesaikan penelitian ini.

9. Kepada istri tercinta dr.Novelia Dian T , yang dengan kesabaran dan kasih sayang telah mendukung, memberikan semangat serta doa kepada penulis agar penulis dapat menjalankan pendidikan ini dengan baik dan dapat menyelesaikan penelitian ini.

10. Kepada Ayahanda Mertua, AKBP. Soepriatmono Prawirodiharjo, SH, M.Hum, M.Psi dan Ibunda mertua Siti Sahara yang telah memberikan dukungan, nasihat, semangat serta doa kepada penulis agar penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik

11. Kepada kakak penulis dr.Fitri Handayani,Sp.PK, adik penulis Rabani, ST dan Aina serta seluruh keluarga besar penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan doa, moril dan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

12. Semua subjek penelitian yang telah bersedia berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini.

13. Kepada teman-teman seangkatan dr. Zulfan Effendi, Sp.JP, dr. Theresia Wina Siagian, Sp.JP, dr. Masta Nova Ginting yang telah menjadi teman berbagi suka dan duka selama

(6)

iv

menempuh pendidikan dan membuat pendidikan di kardiologi terasa lebih menyenangkan.

14. Dr.dr.Taufik Ashar, MKM yang telah membantu memberikan masukan serta bimbingan dalam penelitian ini khususnya dalam metode dan analisa statistic penelitian ini.

15. Kepada rekan-rekan PPDS “Tim Registri Hipertensi” dr. Masta Nova Ginting, dr.Mustajir Nurarif, dr.Sheila D Putri, dr. Omar Muktar Siregar, dr.Rian, dr.Duas dan rekan-rekan PPDS stase ekokardiografi dan stase poli yang telah banyak membantu dalam pengumpulan sampel penelitian ini.

16. Kepada perawat ekokardiografi kak Esti Suryani dan kakak-kakak perawat poli yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam pengumpulan sampel penelitian ini

17. Kepada KELAKAR yang menjadikan pendidikan ini menjadi lebih terorganisir dan lebih menyenangkan.

18. Para perawat CVCU, RIC, Kateterisasi, ICU,Ahmad Syafi’i, Husna dan Nanda yang telah membantu dalam rangka pendidikan dan administrasi selama pendidikan di departemen kardiologi ini

Semoga Allah Yang Maha Pengasih membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Akhirnya penulis mengharapkan agar penelitian dan tulisan ini kiranya dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Juni 2018

Marwan Nasri

(7)

v

Abstrak

Latar Belakang: Deteksi dini disfungsi sistolik ventrikel kiri subklinis (DSVKS) merupakan hal yang penting pada penderita hipertensi untuk mencegah terjadinya gagal jantung.

Elektrokardiografi (EKG) secara sederhana dapat memprediksi kondisi struktural jantung penderita hipertensi dan pemeriksaan ekokardiografi. Global longitudinal strain (GLS) merupakan modalitas yang dapat digunakan untuk mendeteksi DSVKS khususnya pada tahap awal penyakit dimana fraksi ejeksi ventrikel kiri (FEVK) masih normal

Metode: Sebanyak 77 pasien hipertensi yang menjalani perawatan rawat jalan di pusat jantung terpadu (PJT) Rumah Sakit Haji Adam Malik dianalisis secara cross-sectional.

Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan EKG untuk menilai ada tidaknya pola strain dan dilakukan pemeriksaan ekokardiografi untuk menilai fungsi dan struktur jantung khususnya global longitudinal strain (GLS) selain parameter lain. GLS>-18 dikatakan abnormal (DSVKS). Pasien akan dibagi kedalam dua kelompok berdasarkan GLS [>-18, DSVKS (+) dan ≤ -18, DSVKS (-)]. Kemudian akan diuji apakah EKG pola strain dapat dijadikan prediktor GLS abnormal dan menilai faktor apa saja yang mempengaruhi DSVKS, nilai p

<0,05 dianggap bermakna secara statistik.

Hasil: Dari 77 subjek, terdapat 35 % (27 orang) dengan GLS <-18 [GLS (+)]. Dari 16 subyek yang memiliki EKG pola stain, terdapat 13 subyek (81,3%) dengan DSVKS (+), sedangkan dari 61 subyek yang tidak memiliki LV strain, hanya 23% dengan DSVKS (+) dengan nilai p<0.001. Pada analisis multivariate, pasien dengan EKG pola strain memiliki peningkatan risiko DSVKS 6.79 kali dibandingkan pasien tanpa EKG pola strain [OR 6.79 (1.12 – 41.02), p=0.03]. Adapun faktor lain yang berkaitan dengan DSVKS yaitu lama hipertensi (p= 0.04), tekanan darah diastole (p=0.02), IVSD (p=0.01), dan kriteria Sokolow-Lyon (p=0.01)

Kesimpulan: EKG pola strain merupakan prediktor independen dari DSVKS. Dalam penelitian ini, ekokardiografi GLS dapat mendeteksi 35% DSVKS pada pasien hipertensi dengan FEVK normal.

Kata kunci: EKG pola strain, DSVKS, GLS

(8)

vi

Abstract

Background: Early detection of subclinical left ventricular systolic dysfunction (DSVKS) is important in the patient with hypertension to prevent heart failure. Electrocardiography (ECG) can simply predict the cardiac abnormality of patients with hypertension and echocardiography examination. Global longitudinal strain (GLS) is a very promising method of echocardiographic examination to identify patients with mild systolic dysfunction that is not reflected in the reduction in left ventricular ejection fraction (LVEF)

Methods: A total of 77 hypertensive patients who underwent outpatient treatment at the Cardiac Centre of Haji Adam Malik Hospital were analyzed cross-sectionally. The patient then performed an ECG examination to assess the presence or absence of a strain pattern ECG and an echocardiography examination to assess cardiac function and structure, especially GLS in addition to other parameters. Patients will be divided into two groups based on GLS [ > -18, DSVKS (+) and ≤-18, DSVKS (-) ]. Then it will be tested whether the strain pattern ECG can be predictor of an DSVKS and assess any factor affecting DSVKS, p

<0.05 is considered statistically significant

Results: Of the 77 subjects, there were 35% (27 people) with abnormal GLS (GLS ≥ -18) . Of the 16 subjects with strain pattern, there were 13 subjects (81.3%) with , while from 61 subjects without strain pattern, only 23% with DSVKS (+) with dengan PR 3.54 CI 95%

(2.11- 5.93) p<0.001. In a multivariate analysis, patients with strain pattern had an increased risk of DSVKS 6.79 times compared with patients without strain pattern [OR 6.79 (1.12 - 41.02), p = 0.03]. Other factors related to DSVKS were lasting hypertension (p = 0.04), diastolic blood pressure (p = 0.02), IVSD (p = 0.01), and Sokolow-Lyon criteria (p = 0.01) Conclusion: Strain pattern ECG is an independent predictor of DSVKS. In this study, GLS echocardiography can detect 35 % DSVKS in hypertensive patients with normal LVEF.

Keyword: Strain pattern ECG, DSVKS, GLS

(9)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pernyataan Orisinalitas ... i

Ucapan Terima Kasih ... ii

Abstrak...v

Abstract ... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Tabel ...x

Daftar Singkatan ... xi

Daftar Lambang ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Hipotesis ...3

1.3. Tujuan Penelitian ...3

1.4. Manfaat Penelitian ...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prevalensi Hipertensi ...5

2.2. Definisi dan Klasifikasi...5

2.3. Pengukuran Tekanan Darah ...6

2.4. Etiologi dan Patofisiologi ...7

2.4.1. Adaptasi fungsi ventrikel kiri pada penderita hipertensi ...9

2.5. Diagnosis...10

2.6. Evaluasi pasien hipertensi ...12

2.6.1. Identifikasi penyebab hipertensi ...12

2.6.2. Identifikasi faktor risiko kardiovaskular total ...13

2.6.3. Identifikasi TOD ...15

2.7. Disfugsi sistolik ventrikel kiri subklinis (DSVKS) ...17

2.8. Pencegahan gagal jantung ...17

2.9. Deteksi kerusakan organ dengan metode non-invasif ...18

2.10. Peran ekokardiografi pada penderita hipertensi ...19

2.10.1. Massa ventrikel kiri...22

2.10.2. Geometri ventrikel kiri ...23

2.10.3. Fungsi sistolik ventrikel kiri ...24

2.11. GLS ...25

2.11.1. Pengukuran GLS ...28

2.12. Peran EKG pada penderita hipertensi ...28

2.12.1. EKG pola strain...29

2.12.2. Hubungan EKG pola strain dengan struktur dan fungsi jantung ...30

2.13. Kerangka Teori ...31

(10)

viii

2.14. Kerangka Konsep ...32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian ...33

3.2. Tempat dan Waktu ...33

3.3. Populasi dan Sampel ...33

3.4. Besar Sampel ...33

3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi 3.5.1. Kriteria Inklusi ...34

3.5.2. Kriteria Ekslusi ...34

3.6. Definisi Operasional ...34

3.7. Identifikasi Variabel...35

3.8 Alur Penelitian ...35

3.8.1. Pemeriksaan Ekokardiografi ...37

3.9. Analisa Data ...37

3.10. Etika Penelitian ...38

3.11. Perkiraan Biaya ...38

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Karekteristik Dasar Penelitian ...39

4.2. Hubungan EKG pola strain dengan DSVKS ...41

4.2.1. Hubungan EKG pola strain dengan LVDM dan LVDMI ...42

4.2.2. Hubungan LVDM dan LVDMI dengan nilai GLS ...42

4.3. Faktor risiko DSVKS pada penderita hipertensi ...43

4.4. Variabilitas inter-observer pada EKG dan ekokardiografi ...44

BAB V PEMBAHASAN ...45

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan ...48

6.2. Keterbatasan penelitian dan saran ...48

DAFTAR PUSTAKA ...49 LAMPIRAN

1. Lembar Kerja Profil Peserta Penelitian 2. Riwayat Hidup Peneliti

3. Persetujuan Komite Etik

(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 Bagan SCORE ... 15

2.2 Perjalanan klinis hipertensi ... 19

2.3 Progresi disfungsi mekanik pada penderita hipertensi ... 20

2.4 Klasifikasi pasien hipertensi sesuai dengan adanya HVK dan ketebalan dinding relatif (relative wall thickness) ... 24

2.5 Novel bagan progresi disfungsi ventrikel kiri pada penderita hipertensi ... 25

2.6 Pencitraan ekokardiografi 2D untuk penilaian GLS. ... 26

2.7 Pengukuran GLS dengan Speckle Tracking Echocardiography ... 28

2.8 Kerangka Teori ... 31

2.9 Kerangka Konsep... 32

3.1 Diagram Alur Penelitian ... 36

4.1 Grafik Scatterplot korelasi LVDM dengan ... 43

4.2 Grafik Scatterplot korelasi LVDMI dengan nilai GLS ... 43

(12)

x

DAFTAR TABEL

2.1 Klasifikasi Hipertensi... 6

2.2 Klasifikasi tekanan darah dewasa ... 6

2.3 Panduan pengukuran tekanan darah di klinik ... 7

2.4 Diagnosis Hipertensi ... 12

2.5 Faktor-faktor selain tekanan darah yang mempengaruhi prognosis; digunakan untuk stratifikasi risiko kardiovaskular total ... 14

2.6 Prosedur untuk mendeteksi adanya kerusakan organ target subklinik ... 16

2.7 Pemeriksaan TOD subklinis di jantung ... 16

2.8 Parameter ekokardiografi (dan nilai cut-off abnormal) untuk kerusakan jantung pada hipertensi arterial ... 21

2.9 Kriteria kesesuaian (appropriate use criteria) untuk pemeriksaan ekokardiografi pada penderita hipertensi ... 22

2.10 Nilai normal LVM 2-DE atau 3-DE1 ... 23

2.11 Deskripsi klasik geometri ventrikel kiri ... 23

4.1 Karekteristik klinis (data klinis dan laboratorium) ... 40

4.2 Parameter EKG kriteria HVK ... 40

4.3 Parameter ekokardiografi pada kelompok studi ... 41

4.4 Hubungan EKG pola strain dengan DSVKS ... 42

4.5 Hubungan EKG pola strain dengan LVDM dan LVDMI ... 42

4.6 Korelasi LVDM/LVDMI dengan nilai GLS ... 43

4.7 Analisa multivariate faktor-faktor yang mempengaruhi DSVKS ... 44

4.8 Uji Variabilitas Inter-Observer (Cohen’s Kappa Coeficient) ... 44

(13)

xi

DAFTAR SINGKATAN

SINGKATAN Nama

ABPM : Ambulatory Blood Pressure Monitoring ACC : American Collage Cardiology

ACE : Angiotensin Converting Enzyme AHA : American Heart Association

DSVKS : Disfungsi Sistolik Ventrikel Kiri Subklinis EAS : European Atherosclerosis Society

EKG : Elektrokardiogram

ESC : European Society Cardiology ESH : European Society Hypertension FEVK : Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri FS : Fractional Shortening GLS : Global Longitudinal Strain HBPM : Home Blood Pressure Monitoring HVK : Hipertrofi Ventrikel Kiri

HFpEF : Heart Failure preserved Ejection Fraction HFrEF : Heart Failure reduced Ejection Fraction ISH : International Society of Hypertension JNC-6 : Joint National Committee-6

JNC-7 : Joint National Committee-7

LVEDP : Left Ventricle End Diastolic Pressure LVDM : Left Ventricle DiastolicMass

LVDMI : Left Ventricle DiastolicMass index TOD : Target Organ Damage

(14)

xii

DAFTAR LAMBANG

n = Besar sampel

Zα = Deviat baku alfa = 1.96 Zβ = Deviat baku beta = 0.842

P2 = proporsi efek pada kelompok tanpa faktor risiko = 0.35 (Bendiab, 2017 ) Q2 = 1-P2

P1 = RR (Resiko Relatif yang dianggap bermakna 1.75) x P2 Q1 = 1-P1

P1-P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna P = proporsi total = (P1+P2)/2

Q = 1-P

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Hipertensi adalah penyakit yang paling umum pada populasi. Hipertensi merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular yang menyebabkan kelebihan tekanan pada ventrikel kiri, yang menghasilkan berbagai perubahan geometrik yang berlanjut pada keadaan disfungsi sistolik dan disfungsi diastolik ventrikel kiri (Cameli, 2013). Prevalensi hipertensi terus meningkat dan menyumbang proporsi terbesar kematian akibat kardiovaskular di seluruh dunia (Mancia, 2013; Fuster, 2010). Meningkatnya prevalensi hipertensi setiap tahun menjadi masalah utama di negara maju dan berkembang. Diperkirakan tahun 2025 persentase penderita hipertesi meningkat sebesar 24% pada negara maju. Sedangkan dinegara berkembang persentase penderita hipertensi meningkat jauh lebih tinggi yaitu berkisar 80%

(Kearny, 2005). Indonesia merupakan contoh negara berkembang dengan prevalensi penderita hipertensi yang tinggi. Rata-rata prevalensi penderita hipertensi diseluruh Indonesia sebesar 25,8 % (Riskesdas, 2008).

Hipertensi berkaitan dengan penurunan usia harapan hidup dan terjadinya kerusakan organ target atau target organ damage (TOD) seperi jantung, ginjal, pembuluh darah dan lainnya. Deteksi awal TOD merupakan langkah preventif untuk mengurangi morbiditas daan mortalitas akibat hipertensi. Kondisi subklinis, yaitu keterlibatan asimtomatik pada organ target merupakan perubahan awal yang memiliki dampak terhadap hasil luaran klinis, sebagai penentu risiko independen kejadian kardiovaskular. Pedoman European Society Hypertension (ESH)/ European Society Cardiology (ESC) merekomendasikan penilaian TOD subklinis pada organ yang berbeda. Selain itu, bukti TOD dapat membantu menentukan strategi farmakologis terapeutik yang sesuai pada pasien hipertensi.

Hipertensi dan gagal jantung berhubungan erat. Sebagian besar pasien dengan gagal jantung memiliki hipertensi sebelumnya, dan uji klinis menunjukkan bahwa kejadian gagal jantung di antara subjek hipertensi adalah antara 1% dan 2% per tahun (Kostis, 1997; Dahlof, 2002). Mengidentifikasi disfungsi sistolik ventrikel kiri subklinis (DSVKS) di antara subjek hipertensi mungkin membantu dalam mengidentifikasi pasien berisiko tinggi mengalami gagal jantung. Selain itu, mengingat prevalensi hipertensi pada populasi cukup tinggi, mengidentifikasi pasien berisiko tinggi untuk mengalami gagal jantung merupakan strategi pencegahan yang ditargetkan (Narayan, 2009).

(16)

Pencitraan kardiovaskular non-invasif semakin banyak digunakan dan terus memberikan kesempatan teknologi baru untuk menilai TOD pada tahap yang semakin dini.

Dalam konteks ini, informasi yang diperoleh dari teknik pencitraan dapat dianggap sebagai pengubah risiko untuk memperbaiki prediksi risiko kardiovaskular dan pengambilan keputusan (Piepoli, 2016). Ekokardiografi adalah alat diagnostik yang baik dalam penentuan risiko kardiovaskular secara keseluruhan dan membantu dalam pemilihan terapi antihipertensi yang tepat (Cuspidi, 2002). Ekokardiografi lebih sensitif untuk mendeteksi kerusakan organ asimtomatik yang dapat digunakan sebagai faktor risiko kardiovaskular (Lee, 2015). Pada tahap awal penyakit pencitraan strain dapat sangat membantu dalam evaluasi diagnostik dan untuk menentukan prognosis. Global longitudinal strain (GLS) merupakan metode pemeriksaan ekokardiografi yang sangat menjanjikan untuk mengidentifikasi pasien dengan disfungsi sistolik ringan yang tidak tercermin dalam pengurangan fraksi ejeksi ventrikel kiri (FEVK) (Smiseth, 2016). Pada pasien hipertensi, fungsi sistolik ventrikel kiri umumnya dianggap normal jika FEVK global dan pemendekan fraksional atau fractional shortening (FS) normal. Namun, FEVK dan FS hanya mencerminkan fungsi kontraktil jantung global dan tidak mempertimbangkan kelainan sistolik regional (Ayoub, 2016). Prognosis pada penyakit jantung berhubungan erat dengan fungsi sistolik yang umumnya diukur sebagai FEKV. Semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa GLS lebih unggul daripada FEVK sebagai ukuran fungsi ventrikel kiri sebagai prediktor mortalitas dan kejadian kardiak.

Karena ekokardiografi adalah studi pencitraan lini pertama yang paling banyak digunakan dalam banyak skenario klinis, kesesuaian atau appropriateness adalah masalah penting dalam mengurangi biaya penggunaan ekokardiografi yang tidak sesuai. Oleh karena itu penggunaan ekokardiografi pada penderita hipertensi direkomendasikan pada penderita dengan sangkaan penyakit jantung struktural, sangkaan penyakit jantung hipertensi, sangkaan gagal jantung, evaluasi penyakit gagal jantung (Lee,2015; Douglas, 2011).

Elektrokardiogram (EKG) adalah metode sederhana, tidak invasif, dengan biaya rendah yang dapat mendeteksi hipertrofi ventrikel kiri (HVK), aritmia ventrikel dan kelainan repolarisasi ventrikel dan memberikan informasi prognostik yang berguna untuk pasien dengan hipertensi. EKG pola strain dari depresi segmen ST dan inversi gelombang T pada sadapan precordial kiri EKG merupakan suatu penanda anatomi adanya HVK (Sokolow, 1949; Deveroux, 1982; Pringle, 1989; Levy, 1990; Okin, 2001; Schillaci, 1995). Beberapa kriteria elektrokardiografi HVK telah dipertimbangkan sebagai modalitas stratifikasi risiko

(17)

kardiovaskular, pola strain merupakan prediktor kejadian luaran klinis buruk yang paling kuat (Schillaci, 2004; Larsen, 2002; Hsieh, 2005; Verdecchia, 1998).

Oleh karena itu penilaian DSVKS dengan pemeriksaan noninvasif merupakan hal yang penting. Hal ini merupakan suatu langkah preventif untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi. EKG secara sederhana dapat memprediksi kondisi struktural jantung penderita hipertensi dan pemeriksaan ekokardiografi merupakan modalitas yang pemeriksaan yang dapat menilai menilai kelainan struktural pada awal penyakit akan tetapi penggunaannya untuk penapisan awal belum dianjurkan. Saat ini belum ada penelitian yang menghubungkan kejadian DSVKS yang dinilai dengan GLS dengan pola EKG strain pada penderita hipertensi.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah: Apakah EKG pola strain di sadapan precordial kiri dapat dijadikan prediktor DSVKS melalui pemeriksaan ekokardiografi GLS pada pasien hipertensi dengan FEVK normal?.

1.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah : EKG pola strain merupakan prediktor DSVKS melalui pemeriksaan ekokardiografi GLS pada pasien hipertensi dengan FEVK normal.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah EKG pola strain di sadapan precordial kiri dapat dijadikan prediktor DSVKS melalui pemeriksaan ekokardiografi GLS pada pasien hipertensi dengan FEVK yang normal.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui prediktor lain DSVKS pada pada penderita hipertensi dengan FEVK yang normal

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Kepentingan Akademik

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan EKG, khususnya EKG dengan pola strain di sadapan precordial kiri sebagai suatu modalitas noninvasif sederhana untuk mengidentifikasi DSVKS pada penderita hipertensi dengan FEVK yang normal .

(18)

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan GLS sebagai modalitas ekokardiografi untuk menilai disfungsi sitolik ventrikel kiri pada penderita hipertensi dengan FEVK normal

1.5.2. Kepentingan Masyarakat

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ilmiah tentang kegunaan EKG dalam memprediksi DSVKS pada penderita hipertensi dengan FEVK yang normal

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai peranan ekokardiografi pada penderita hipertensi khususnya dalam penilaian fungsi sistolik ventrikel kiri

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PREVALENSI HIPERTENSI

Hipertensi merupakan beban kesehatan yang terbesar bagi masyarakat diseluruh dunia. Menurut catatan International Society of Hypetension (ISH) tahun 2014, kenaikan tekanan darah >140/80 mmHg, menyebabkan 9,4 juta kematian selama tahun 2010 diseluruh dunia. Dilaporkan bahwa hipertensi merupakan 50% penyebab kejadian penyakit kardiovaskuler dan stroke, 40% penyebab kematian pada penderita diabetes, dan merupakan risiko utama terjadinya gagal ginjal, keracunan kehamilan dan demensia. Diperkirakan tahun 2025 persentase penderita hipertesi meningkat sebesar 24% pada negara maju. Sedangkan dinegara berkembang persentase penderita hipertensi meningkat jauh lebih tinggi yaitu berkisar 80% (Kearny, 2005). Indonesia merupakan contoh negara berkembang dengan prevalensi penderita hipertensi yang tinggi. Rata-rata prevalensi penderita hipertensi diseluruh Indonesia sebesar 25,8 % (Riskesdas, 2008). Menurut data WHO, dua pertiga penderita hipertensi berada di negara-negara yang ekonominya sedang berkembang. Di Negara-negara ini, penyakit jantung dan stroke sebagai akibat hipertensi terjadi pada penderita dengan usia yang lebih muda. Sebagian besar penderita tidak menyadari bahwa dirinya mengidap hipertensi. Yang tahu bahwa dirinya mengidap hipertensi tidak berobat mempunyai bahkan tidak berobat sama sekali. Biasanya negara-negara ini belum mempunyai program secara nasional untuk mengobati atau mencegah hipertensi (Roesli, 2017).

2.2. DEFINISI DAN KLASIFIKASI

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih. Pedoman yang dikeluarkan oleh ESH tahun 2007 dan 2013 membagi hipertensi dalam 3 derajat ( Tabel 2.1 ). Klasifikasi ini sama seperti Joint National Committee (JNC-6) tahun 1997. JNC-7 telah memperbaharui klasifikasi hipertensi, termasuk menambahkan klasifikasi prehypertension untuk pasien dengan tekanan darah sistolik antara 120 sampai 129 dan/atau tekanan darah diastolik antara 80 samapai 89 mmHg (Tabel 2.2).

Prehypertension tidak dikategorikan sebagai suatu penyakit, tetapi lebih ditujukan kepada individu dengan risiko tinggi untuk menderita hipertensi, sehingga klinisi dan pasien lebih waspada terhadap risiko tersebut dan berusaha untuk mencegah terjadinya hipertensi pada pasien ini terutama dengan melakukan modifikasi gaya hidup (lifestyle modification)

(20)

(Chobanian, 2013). Untuk tujuan praktik klinik, klasifikasi hipertensi dapat di lakukan berdasarkan tingkat tekanan darah saja maupun berdasarkan tingkat risiko kardiovaskular (Erwinanto 2017).

Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi (Mancini, 2013; Erwinanto, 2017)

KATEGORI TD SISTOLIK

(mmHg)

TD DIASTOLIK (mmHg) Optimal

Normal

Normal Tinggi Hipertensi Tingkat 1 Hipertensi Tingkat 2 Hipertensi Tingkat 3 Hipertensi Sistolik Terisolasi

<120 120-139 130-139 140-159 160-179

≥180

≥140

Dan dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau dan

<80 80-84 85-89 90-99 100-109

≥110

<90

Tabel 2.2. Klasifikasi tekanan darah dewasa (usia ≥18) menurut JNC 7 (Chobanian, 2013)

KLASIFIKASI TEKANAN DARAH (TD)

TD SISTOLIK (mmHg)

TD DIASTOLIK (mmHg) Normal

Prehypertension Hipertensi stage 1 Hipertensi stage 2

< 120 120-139 140-159

≥160

Dan <80 Atau 80 – 90 Atau 90 – 99 Atau ≥100

2.3. PENGUKURAN TEKANAN DARAH

Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan di klinik atau diluar klinik. Pengukuran tekanan darah di klinik memang masih merupakan standar baku untuk diagnostik dan manajemen hipertensi. Tetapi pada beberapa kondisi, pengukuran tekanan darah di rumah dianjurkan untuk dilakukan.Mengukur tekanan darah secara benar sangatlah penting untuk mendiagnosis adanya hipertensi dan mengevaluasi respons pengobatan antihipertensi (Turana, 2017).

(21)

Tabel 2.3. Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Klinik Kondisi Pasien

Postur

 Untuk pasien di atas 65 tahun dengan atau tanpa diabetes, atau menerima terapi antihipertensi, sek SD setelah 5 menit berbaring, sesaat setelah posisi berdiri, dan 2 menit setelah posisi berdiri.

 Untuk pengukuran rutin, pasien duduk dengan posisi lengan sejajar dengan jantung dan punggung bersandar pada kursi.

Keadaan

 Tidak mengkonsumsi kafein atau rokok setidaknya 30 menit sebelum pengukuran

 Ruangan tenang Peralatan

Ukuran Manset

 Ukuran manset melingkari setidaknya 80% dari lingkar lengan dan meliputi dua pertiga panjang lengan atsas.

 Manset yang terlalu kecil dapat menyebabkan hasil pengukuran yang lebih tinggi

Manometer

 Dapat menggunakan manometer manual dengan air raksa atau manometer digital yang telah divalidasi dan keakuratannya sudah dikalibrasi secara berkala

 Karena air raksa cenderung berbahaya, manometer digital mulai lebih banyak dimintai

Stestostop

 Dianjurkan menggunakan bagian bell stetostop untuk mengurangi tekanan yang berlebih

Teknik Mengukur Jumlah Pembacaan

 Dalam tiap kunjungan, pemeriksaan di anjurkan dilakukan dua kali dengan selang waktu. Jika perbedaan hasil

>5mmHg, lakukan pengukuran lagi hingga di dapatkan perbedaan lebih kecil.

 Untuk diagnosis, lakukan tiga kali pembacaan dengan selang waktu setidaknya satu minggu.

 Jika didapatkan hasil tinggi pada pengukuran di lengan, lakukan pengukuran pada tungkai, terutama pada pasien kurang dari 30 tahun, untuk menyingkirkan koartasio aorta.

Proses Pengukuran

 Pompa manset hingga 20 mmHG di atas TD sistolik, ditandai dengan tidak terabanya denyut A. RAdialis

 Kempiskan manset dengan kecepatan 3mmHg/detik

 Gunakan (hilangnya) suara korotkoff fase I dan V untuk mengidentifikasi TD sistolik

2.4. Etiologi Dan Patofisiologi

Penyebab hipertensi merupakan interaksi multi-faktorial, termasuk faktor genetik asupan garam berlebih dan tonus simpatis. Hipertensi sistemik merupakan respon terhadap

(22)

stimulus vasokonstriksi. Perubahan struktur dan fisik, serta gangguan fungsi endotel arteri resisten, berperan atas vasokonstriksi arteri. Lebih lanjut, remodeling vaskular terjadi bertahun-tahun setelah onset hipertensi, sehingga mempertahankan resisten vaskular tetap tinggi. Salah satu bentuk hipertensi, yaitu hipertensi curah tinggi (high-output), merupakan akibat dari penurunan resistensi vaskular perifer dan stimululasi kardiak secara bersamaan oleh hiperaktifitas simpatis dan perubahan homeostasis kalsium. Sedangkan bentuk kedua adalah hipertensi curah normal atau rendah, dengan peningkatan resisten vaskular sistemik akibat peningkatan vasoreaktivitas. Bentuk tumpang tindih lain adalah peningkatan reabsorpsi garam dan air oleh ginjal, sehingga meningkatkan volume darah di sirkulasi (Lukito, 2017).

Pathogenesis hipertensi bersifat multifaktorial dan kompleks. Banyak faktor yang mengatur tekanan darah agar perfusi jaringan terjamin (Lukito,2017), yaitu:

 Mediator humoral

 Reaktivitas vaskular

 Volume darah sirkulasi

 Kaliber vaskular

 Viskositas darah

 Curah jantung

 Elastisitas pembuluh darah

 Stimulasi neural

Pada perjalanan alamiahnya, hipertensi akan berkembang dari kadangkala hingga akhirnya menetap. Hipertensi persisten, setelah melalui periode panjang, menetap dan awalnya asimtomatik, akan berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dengan timbulnya TOD (aorta, arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan otak). Perkembangan hipertensi berawal dari pra-hipertensi pada individu berusia 10-30 tahun (dengan peningkatan curah jantung), berlanjut menjadi hipertensi dini pada individu berusia 20-40 tahun (saat peningkatan resisten perifer lebih menonjol), kemudian hipertensi menetap pada individu berusia 20-50 tahun, dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada individu berusia 40-60 tahun.

Regulasi tekanan darah normal merupakan proses kompleks. Tekanan darah arterial merupakan produk dari curah jantung dan resistensi vaskular perifer. Curah jantung dipengaruhi oleh asupan garam, fungsi dan hormone mineralokortikoid, sedangkan efek inotropik timbul dari peningkatan volume cairan ekstraseluler dan peningkatan denyut

(23)

jantung serta kontraktilitas. Resistensi vaskular perifer bergantung pada sistem saraf simpatis, faktor humoral dan autoregulasi lokal. Sistem saraf simpatis bekerja melalui efek vaskonstriktor alfa atau vasodilator beta. Faktor humoral dipengaruhi oleh berbagai mediator vasokonstriktor (seperti angiotensin dan katekolamin) atau mediator vasodilator (seperti prostaglandin dan kinin). Viskositas darah, kecepatan dan tegangan geser (shear stress) dinding vaskular, kecepatan aliran darah (komponen rerata dan pulasasi) memiliki hubungan dengan regulasi tekanan darah pada vaskular dan fungsi endotel. Volume darah sirkulasi diatur dengan pengendalian air dan garam di dalam ginjal, suatu fenomena yang berperan penting pada individu sensitif garam. Autoregulasi tekanan darah terjadi melalui pengaturan kontraksi dan ekspansi volume intravaskular oleh ginjal, juga melalui kiriman dari cairan transkapiler. Melalui mekanisma tekanan natriuresis, keseimbangan garam dan air tercapai dengan tekanan sistemik tinggi. Interaksi antara curah jantung dan resistensi perifer ter- autoregulasi untuk mempertahankan suatu tingkat tekanan darah seseorang. Vasoreaktivitas pembuluh darah merupakan fenomena penting dalam mediasi perubahan tekanan darah, dapat dipengaruhi oleh aktivitas faktor vasoaktif reaktivitas sel otot dan perubahan struktur dan kaliber dinding pembuluh darah, terekspresi sebagai rasio lumen: dinding. Endotel vaskular merupakan organ vital, tempat sintesis berbagai vasodilator dan vasokontriktor, mengakibatkan pertumbuhan dan remodeling dinding pembuluh darah dan regulasi hemodinamik tekanan darah. Berbagai hormone, vasoaktif humoral dan peptide pengatur dan pertumbuhan dihasilkan di dalam endotel vaskular. Mediator-mediator termasuk angiotensin II, bradikinin, endotelin, nitric-oxide, dan beberapa faktor pertumbuhan. Endotelin merupakan vasokonstriktor kuat dan faktor pertumbuhan yang berperan penting pada pathogenesis hipertensi. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor hasil sintesis dari angiotensin I dengan bantuan angiotensin-converting enzyme (ACE). Nitric-oxide merupakan vasodilator kuat yang memengaruhi autoregulasi local dan fungsi organ penting lain (Lukito, 2017).

2.4.1. Adaptasi fungsi ventrikel kiri pada penderita hipertensi

Perubahan kompleks yang terjadi di jantung selama remodeling ventrikel kiri menyebabkan perubahan ukuran dan geometri ventrikel kiri, namun proses remodeling ventrikel kiri juga menyebabkan perubahan kontraksi dan relaksasi, volume dari komponen miosit dan non miosit miokardium, sifat miosit (sarcomere, misalnya titin), dan matriks ekstraselular (keseimbangan kolagen tipe I dan III, dan fraksi kolagen). Fungsi diastolik dipengaruhi oleh perubahan fungsi sistolik ventrikel kiri dan geometri, relaksasi miokard

(24)

yang tertunda, peningkatan kekakuan pada sarcomere dan matriks ekstraselular, dan perubahan sifat miokard.

Secara progresif, HVK merupakan respon terhadap peningkatan ofterload yang berlangsung lama dan juga respon terhadap proses penuaan. Pada tahap awal, terjadi disfungsi sistolik yang asimtomatik, dimana miokardium ventrikel kiri menjadi lebih kaku, dan proses pengisian ventrikel saat fase diastolik menjadi terganggu sebagai hasil dari fibrosis ventikel. Pada tahap lanjut saat respon normal hipertrofi ventrikel mencapai batas akhir, miokardium ventrikel dan berdilatasi dan kehilangan kemampuan kontraktilitas sehingga berlanjut menjadi gagal jantung. Dalam merespon peningkatan kekakuan ventrikel, pembesaran atrium kiri dan aktivitas ejeksi atrium diperlukan untuk mempertahankan fase pengisian diatolik.

Faktor primer yang menyebabkan HVK adalah kelebihan tekanan (pressure overload) dan kelebihan volume (volume overlood), tetapi faktor non-hemodinamik juga berkontribusi termasuk variasi mekanisme humoral dan pelepasan growth factor (ketekolamin, angitensin II, endothelin) ke dalam sirkulasi yang berpengaruh pada tonus vaskular dan miokardium.

Pertimbangan klinis lain yang mempengaruhi proses HVK meliputi derajat penyakit hipertensi, faktor demografi (umur, jenis kelamin, ras), adanya penyakit penyerta (obesitas, diabetes, asterosklerosis, penyakit jantung koroner), dan ketepatan terapi farmakologi (Mumpuni, 2017).

HVK merupakan awal morbiditas kardiovaskular yang tidak tergantung faktor risiko, yang berhubungan dengan gangguan hemodinamik mikrosirkulasi koroner, peningkatan predisposisi kejadian aritmia jantung, kematian mendadak, disfungsi atau distolik, gagal jantung, dan angina pektroris. HVK berhubungan dengan peningkatan kekakuan dinding dan gangguan perfusi oksigen miokardium, disfungsi endotel dan arteri koroner, penambahan aliran darah koroner dan aliran cadangan, serta angina pectoris dengan atau tanpa penyakit oklusi arterosklerosis epicardial arteri koroner. Indeks gagal jantung klinis, baik yang berhubungan dengan disfungsi diastolik ventrikel kiri atau disfungsi sistolik ventrikel menetap, akan meningkat sesuai jumlah faktor risiko kardiovaskular yang diderita individu tersebut.

2.5. DIAGNOSIS

Seorang yang tekanan darah sistoliknya terukur ≥140 mmHg atau tekanan diastoliknya ≥90 mmHg dengan satu kali pemeriksaan di klinik perlu dipastikan akurasi pengukurannya dengan mengukur ulang 1-2 menit kemudian. Nilai rerata tekanan darah

(25)

dipakai sebagai penentu. Nilai rerata ≥180/110 mmHg memastikan diagnosis karena terapi obat harus diberikan segera. Mereka yang pada kunjungan pertama mempunyai tekanan darah sistolik <180 mmHg atau diastolik <110 mmHg perlu konfirmasi dengan melakukan pengukuran ulang dengan cara yang sama pada kunjungan kedua. Nilai tekanan darah

≥160/100 mmHg pada kunjungan kedua memastikan diagnosis hipertensi. Rekomendasi ini didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar studi hipertensi yang memperlihatkan keberhasilan terapi mempunyai kriteria inklusi berupa tekanan darah rerata ≥160/100 mmHg yang didapat dari pengukuran pada 2 kunjungan yang berurutan. Bagi mereka yang pada kunjungan kedua mempunyai tekanan darah sistolik <160 mmHg atau diastolik <100 mmHg (140-159/90-99 mmHg) dianjurkan untuk dilakukan konfirmasi nilai tekanan darah dengan pengukuran di luar kinik baik dengan pengukuran HBPM atau ABPM. Pengukuran tekanan darah di rumah atau pengukuran ambulatory perlu ditekankan mengingat tekanan darah disekitar nilai ambang 140/90 mmHg dapat disebabkan oleh lingkungan pemeriksaan yang tidak nyaman sehingga tidak menunjukan tekanan regular yang sebenarnya jika tekanan darah yang diukur di luar klinik tidak sesuai dengan definisi hipertensi. Selain itu, seorang dengan tekanan darah 140-159/90-99 mmHg tidak perlu segera ditegakkan diagnosis hipertensinya mengingat bukti klinik keberhasilan terapi tidak memadai untuk definisi membuat rekomendasi pemberian terapi segera. Tingkat tekanan darah yang digunakan sebagai definisi hipertensi berdasarkan pengukuran diluar klinik seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini. Seorang yang tekanan darahnya terukur mendekati nilai ambang hipertensi (140-157/90-99 mmHg) di klinik tetapi tidak memenuhi definisi hipertensi ketika tekanan darahnya diukur diluar klinik disebut mempunyai White – coat hypertension (Erwinanto, 2017).

Diagnosis hipertensi seperti yang diterangkan di atas diperuntukan bagi mereka yang tekanan darahnya terukur ≥140/90 mmHg saat kunjungan klinik. Sebaliknya diagnosis hipertensi juga dapat diperuntukan bagi seseorang dengan tekanan darah <140/90 mmHg saat kunjungan klinik tetapi terekam lebih tinggi dan memenuhi kriteria diagnosis hipertensi saat diukur diluar klinik. Keadaan ini dikenal sebagai hipertensi tersamar (masked hypertension).

(26)

KATEGORI TD SISTOLIK (mmHg)

TD DIASTOLIK (mmHg)

TD di klinik ≥140 Dan / atau ≥90

HBPM ≥135 Dan / atau ≥85

ABPM

 Daytime (or awake)

 Night time (or asleep)

 24 hours

≥135

≥120

≥130

Dan / atau Dan / atau Dan / atau

≥85

≥70

≥80 Tabel 2.4 Diagnosis hipertensi (Erwinanto, 2017)

2.6. EVALUASI PASIEN HIPERTENSI

Sebelum memulai terapi, pasien hipertensi harus dilakukan anamnese dan pemeriksaan fisik dengan seksama. Tes laboratorium yang direkomendasikan termasuk EKG 12-sadapan, urinalisa, kadar gula darah dan hematokrit, kalium serum, kreatinin, dan profil lipoprotein (HDL dan LDL) dan trigliserida.

Evaluasi pasien hipertensi yang rutin dilakukan adalah (Kaplan, 2012; Mancia, 2007;

Atkins, 2011) :

1. Identifikasi penyebab hipertensi sekunder 2. Identifikasi faktor risiko kardiovaskular total

3. Identifikasi kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskular

2.6.1. Identifikasi Penyebab Hipertensi

Walaupun sebagian besar pasien hipertensi adalah hipertensi primer (essensial) yang penyebabnya tidak diketahui dengan pasti , penyebab struktural ataupun hormonal dapat ditemukan pada sebagian kecil pasien dengan hipertensi sekunder. Mengidentifikasi faktor penyebab tersebut sangat penting karena terapi yang diberikan berbeda dengan hipertensi primer, tergantung kepada penyebabnya. Dengan diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat, hipertensi sekunder biasanya dapat disembuhkan (Mancia, 2013; Kaplan, 2012).Oleh karena itu seluruh pasien hipertensi sebaiknya menjalani pemeriksaan sederhana untuk mencari penyebab hipertensi. Pemeriksaan tersebut dapat berupa anamnese, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium rutin.

(27)

Prosedur diagnostik tambahan yang spesifik perlu dilakukan untuk menemukan penyebab hipertensi sekunder, terutama pada pasien-pasien (Lee, 1993; Kaplan, 2012;

Atkins, 2011) :

1. Dicurigai adanya hipertensi sekunder berdasarkan usia, anamnesa, pemeriksaan fisik, keparahan hipertensi atau temuan pada pemeriksaan laboratorium awal.

2. Respon penurunan tekanan darah tidak adekuat terhadap obat-obatan.

3. Tekanan darah kembali tinggi tanpa sebab yang jelas setelah sebelumnya terkontrol.

4. Onset hipertensi yang tiba-tiba.

2.6.2. Identifikasi faktor risiko kardiovaskular total

Pada awalnya, panduan-panduan penatalaksanaan hipertensi berfokus pada nilai tekanan darah sebagai sebagai satu-satunya variabel untuk menentukan saat memulai pengobatan dan jenis pengobatan yang diberikan. Pada tahun 1994, European Society of Hypertension (ESH), European Society of Cardiology(ESC), dan European Atherosclerosis Society (EAS) merekomendasikan bahwa pencegahan penyakit jantung koroner berhubungan dengan kuantifikasi dari semua risiko kardiovaskular (total/global Cardiovaskular Risk).

Rekomendasi ini kemudian diintegrasikan pada panduan penatalaksanaan hipertensi oleh ESH/ESC tahun 2003 dan 2007, sehingga penatalaksanaan hipertensi tidak lagi mengacu pada nilai tekanan darah saja, namun berkaitan dengan semua faktor risiko kardiovaskular lain. Konsep ini berdasarkan fakta bahwa hanya sebagian kecil penderita hipertensi yang tidak memiliki faktor risiko kardovaskular yang lain. Terlebih lagi, tekanan darah dan faktor risiko lain apabila terdapat bersamaan dapat berpotensiasi satu sama lain, menghasilkan risiko kardiovaskular yang lebih besar dibandingkan penjumlahan masing-masing risiko tersebut pada individu yang terpisah (Mancia, 2013). Sebagai contoh, pada individu dengan risiko tinggi, strategi penatalaksanaan antihipertensi (Inisiasi dan intensitas penatalaksanaan, penggunaan kombinasi obat, dll ) berbeda dengan individu dengan risiko rendah. Ada bukti yang menyatakan bahwa individu risiko tinggi, kontrol tekanan darah lebih sulit dan memerlukan kombinasi obat-obat antihipertensi dan kombinasi obat lain seperti obat penurun lemak (lipid-lowering) (Mancia, 2013)

(28)

Faktor Risiko Kerusakan organ target subklinis

 Umur (laki-laki >55 thn; wanita >65 thn)

 Merokok

 Dislipidemia

- kolesterol total > 190 mg/dl atau - kolesterol LDL > 115 mg/dl atau - kolesterol HDL : laki-laki < 40 mg/dl;

wanita < 46 mg/dl - trigliserida > 150 mg/dl

 Kadar gula puasa (102-125 mg/dl)

 Test toleransi glukosa abnormal

 Obesitas abdominal (lingkar pinggang

>102 cm laki-laki; > 88 cm wanita)

 Riwayat keluarga penyakit jantung premature ( laki-laki <55 thn; wanita < 65 thn)

 Tekanan nadi (pada orang tua) ≥60 mmHg

 EKG : gambaran HVK

 Echocardiographic : HVK (LVM index : laki- laki>115 g/m2 , wanita>95 g/m2)

 Penebalan dinding karotis (IMT>0,9 mm) atau terdapat plak

 Carotid-femoral pulse wave velocity

>12m/detik

 Ankle/brachial BP index < 0,9

 CKD dengan eGFR rendah 30-60 ml/min/1,73m2 atau

 mikroalbuminuria 30-300 mg/24 jam atau rasio albumin-kreatinin 30-300 mg/g ; 3,4-34

mg/mol)

Diabetes Mellitus Penyakit Kardiovaskuler atau Penyakit Ginjal

 Kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dl pada 2 kali pemeriksaan ulangan

 HbA1c>7% dan/atau

 Kadar glukosa 2 jam pp > 198 mg/dl

 Penyakit serebrovaskuler : stroke iskemik, perdarahan serebral, transient ischaemic attack

 Penyakit jantung : infark miokard, angina, revaskularisasi koroner dengan PCI atau CABG

 Gagal jantung

 Penyakit ginjal kronis dengan eGFR<30 ml/min/1,73m2(BSA); Proteinuria (>300mg/24 jam)

 Penyakit arteri perifer simtomatik

 Retinopati lanjut : perdarahan atau eksudat, Papiledema

Tabel 2.5 Faktor-faktor selain tekanan darah yang mempengaruhi prognosis;

digunakan untuk stratifikasi risiko kardiovaskular total (Mancia, 2013)

Penilaian risiko kardiovaskular sistematis dianjurkan pada individu dengan peningkatan risiko kardiovaskular. Total estimasi risiko kardiovaskular, menggunakan sistem estimasi risiko seperti SCORE, adalah direkomendasikan untuk orang dewasa> 40 tahun, kecuali mereka secara otomatis dikategorikan sebagai berisiko tinggi atau sangat berisiko tinggi berdasarkan penyakit kardiovaskular yang terdokumentasi, DM (> 40 tahun), penyakit

(29)

ginjal atau faktor risiko tunggal yang sangat tinggi. Pedoman tatalaksana dislipidemia PERKI menganjurkan pemakaian chart untuk negara dengan risiko tinggi (Erwinanto, 2013) (Gambar 1).

Gambar 2.1. Bagan SCORE (untuk digunakan di negara-negara Eropa yang berisiko tinggi)

2.6.3. Identifikasi TOD

Pada hipertensi, deteksi kerusakan jantung sangat penting untuk stratifikasi risiko (Mancia, 2007). Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor

(30)

angiotensin II, stress oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain- lain (Atkins, 2011).

Penentuan kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskular sebaiknya rutin dilakukan karena merupakan salah satu pedoman dalam menentukan stratifikasi risiko penderita hipertensi. Namun dalam prakteknya informasi mengenai kerusakan organ target jarang didapatkan sehingga dapat terjadi kesalahan dalam menentukan tingkat risiko pasien.

Sebagai contoh, tanpa pemeriksaan ultrasonografi ventrikel kiri atau tebal tunika intima karotis, lebih dari 50% pasien hipertensi akan dikelompokkan ke dalam risiko rendah atau sedang. Sedangkan dengan adanya kerusakan pada jantung atau pembuluh seharusnya kelompok ini masuk dalam kelompok risiko yang lebih tinggi (Mancia, 2007).

Terdapat empat penanda kerusakan organ target subklinis yang dapat menjadi panduan dalam praktek kilinis sehari-hari, yaitu : mikroalbuminuria, hipertrofi ventrikel kiri, peningkatan pulse wave velocity (PWV), dan plak karotid. Pemeriksaan terhadap penanda tersebut sebaiknya dilakukan pada semua penderita hipertensi (Mancia, 2013).

Tabel 2.6. Prosedur untuk mendeteksi adanya kerusakan organ target subklinik (Mancia, 2007)

Jantung Elektrokardiografi (Hipertrofi ventrikel kiri, strain, iskemik dan aritmia) Ekokardiografi (Geometri ventrikel kiri (hipertrofi konsentris), fungsi diastolik) Pembuluh

darah

Ultrasonografi arteri karotis (Penebalan dinding karotis atau terdapat plak), Carotid-femoral pulse wave velocity , Ankle/brachial BP index

Ginjal Peningkatan kadar kreatinin, eGFR, klirens kreatinin, protein urine, mikroalbuminuria, rasio albumin-kreatinin

Retina Funduskopi (Hemorhagik, eksudat, papiledema ) Otak CT scan atau MRI

Tabel 2.7. Pemeriksaan TOD subklinis di jantung (Mancia, 2013)

(31)

2.7. DISFUNGSI SISTOLIK VENTRIKEL KIRI SUBKLINIS (DSVKS)

DSVKS merupakan kondisi asimptomatik dari disfungsi sistolik ventrikel kiri (Ayoub, 2016; Park, 2017). Deteksi dini disfungsi sistolik ventrikel kiri (DSVK) pada pasien hipertensi merupakan tindakan preventif yang dapat dilakukan dan hasilnya dapat menjadi pertimbangan klinis untuk penatalaksanaan yang lebih agresif yang ditujukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular; Oleh karena itu, harus dipertimbangkan dalam penilaian risiko kardiovaskular global (Cuspidi, 2006).

Studi pada subjek dengan DSVK mengikuti infark miokard dengan atau tanpa gagal jantung mengamanatkan penggunaan penghambat reseptor beta-adrenergik dan penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE) atau penghambat reseptor angiotensin untuk menghambat progresivitas remodeling ventrikel kiri yang merugikan dan memperbaiki hasil luaran klinis (Hunt, 2009). Ada juga bukti dari penelitian RCT SOVLVD-Prevention bahwa ACE inhibitor dapat mengurangi titik akhir gabungan kematian atau rawat inap pada pasien gagal jantung dengan DSVK tanpa gejala selama 3 tahun masa tindak lanjut (The SOLVD investigators, 1992).

2.8. PENCEGAHAN GAGAL JANTUNG

Untuk mengatasi permasalahan gagal jantung, beberapa penelitian terakhir beralih ke pencegahan penyakit. Strategi untuk penyaringan atau screening prekursor gagal jantung seperti disfungsi sistolik ventrikel kiri asimtomatik telah dievaluasi, termasuk skor klinis, elektrokardiogram 12 sadapan, dan peptida natriuretik (Atherton, 2010).

Berdasarkan klasifikasi gagal jantung yang diajukan oleh American College of Cardiology dan American Heart Association, prevalensi penyakit jantung struktural tanpa gejala (stadium B) adalah 2,8 kali lipat lebih umum daripada gagal jantung simtomatik (tahap C dan D) pada sampel penduduk berbasis masyarakat umur ≥ 45 tahun (Ammar, 2007).

Penderita hipertensi asimtomatik dengan kelainan struktural digolongkan ke dalam gagal jantung stadium B (Ammar, 2007). Hal inilah yang mendasari insidensi kasus gagal jantung di masa depan. Sekitar 2% sampai 8% orang dewasa memiliki DSVK, setengahnya tidak memiliki riwayat gagal jantung sebelumnya atau saat ini. Pada kelompok berisiko tinggi seperti pasien dengan penyakit vaskular atau diabetes mellitus, kemungkinan memiliki DSVK hingga 20% (Kelly, 1999). Suatu studi kohort telah menunjukkan peningkatan risiko 3 sampai 8 kali lipat perkembangan kejadian gagal jantung pada individu dengan DSVKS (Weng, 2003). Dalam studi kohort Framingham, individu dengan DSVKS memiliki risiko kematian 60% lebih tinggi (Weng, 2003). Sebagian besar kematian ini disebabkan oleh

(32)

penyakit vaskular (40% penyakit arteri koroner, 21% penyakit vaskular lainnya), dengan 43%

kematian penyakit arteri koroner mendadak. Hal ini menjadi penting karena 56% individu dengan DSVKS tanpa gejala yang meninggal tidak mengalami gagal jantung sebelumnya.

Hal ini menunjukkan bahwa menunggu seseorang mengalami gagal jantung simtomatik mungkin merupakan kesempatan yang terlewatkan untuk melakukan intervensi dan berpotensi menghindari kematian dini. Oleh karen a itu deteksi dini adanya TOD khususnya jantung menjadi sangat penting dalam mencegah terjadinya gagal jantung pada penderita hipertensi.

2.9. DETEKSI KERUSAKAN JANTUNG

EKG 12 sadapan sebaiknya dilakukan sebagai bagian dari penilaian rutin pada pasien hipertensi. EKG memiliki peran penting dalam penilaian penyakit jantung hipertensi, iskemik, abnormalitas irama dan HVK. Dalam menilai aritmia yang seringkali tidak menetap (paroxysmal) dapat dilakukan pemeriksaan EKG Holter selama 24 jam. Fiibrilasi atrium (FA) adalah aritmia yang paling sering terjadi dan salah satu penyebab umum dari komplikasi kardiovaskular. Deteksi dini fibrilasi atrium membantu dalam pencegahan stroke dengan pemberian terapi anti koagulan bila diindikasikan. Pemeriksaan ekokardiografi memiliki sensitifitas yang lebih tinggi dalam mendiagnosis HVK dibandingkan dengan EKG.

ekokardiografi berguna dalam mengevaluasi fungsi dan struktur jantung pada penyakit jantung hipertensi. Oleh karena itu, penilaian dengan ekokardiografi sangat penting dalam skrining penyulit dan tatalaksana optimal pada pasien hipertensi (Widyantoro, 2017).

2.9.1. Identifikasi TOD dengan metode non-invasif

Hipertensi menyumbang jumlah kematian akibat kardiovaskular terbanyak di seluruh dunia, dan stratifikasi risiko pada pasien hipertensi sangat penting untuk mengelola pengobatan dan mencegah kejadian buruk (Perrone-Filardi, 2017).

Identifikasi TOD melalui penggunaan pencitraan kardiovaskular pada pasien hipertensi dimulai dengan evaluasi awal yang mencakup 12 lead EKG, fungsi ginjal dan penilaian protein urin, dan ekokardiografi transtorakal. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi lanjutan, termasuk semua komponen lain dari sistem kardiovaskular (Perrone-Filardi, 2017).

Keterlibatan asimtomatik dari organ yang berbeda yang terkena dampak hipertensi merupakan faktor penentu independen risiko kardiovaskular dan identifikasi kerusakan organ target (TOD) dianjurkan untuk mengklasifikasi lebih lanjut risiko pasien.

(33)

FAKTOR RISIKO HIPERTENSI - Riwayat Keluarga HIPERTENSI

- 2 Tipe Diabetes Mellitus : - Kebiasaan Merokok

- Kebiasaan Makan - Obesitas

- Gaya Hidup Tidak Teratur

HIPERTENSI yang tidak komplikasi

Penyakit Hipertensi Asimtomatik

Penyakit Simptomatik Hipertensi

Penyakit Hipertensi Stadium Akhir

Gambar 2.2. Perjalanan klinis hipertensi

Pencitraan kardiovaskular non-invasif semakin banyak digunakan dan terus menyediakan teknologi baru untuk evaluasi TOD pada tahap awal (Perrone-Filardi, 2017).

2.10. Peranan ekokardiografi pada penderita hipertensi

Ekokardiografi merupakan teknik pencitraan pertama dan paling banyak digunakan untuk menilai TOD pada tingkat jantung (Perrone-Filardi, 2017). Meskipun pemeriksaan

HVK

disfungsi diastolik disfungsi sistolik Penebalan dinding karotid

Gangguan fungsi ginjal Penyakit mikrovaskular serebral

Retinopati hipertensif Penyakit arteri koroner Gagal jantungc

Penyakit arteri perifer Penyakit ginjal kronisd Penyakit serebrovaskulare Retinopati lanjut

(34)

ekokardiografi biasanya direkomendasikan sebagai modalitas lini kedua dalam evaluasi pasien hipertensi, ini adalah salah satu modalitas pencitraan yang paling umum digunakan dan memberikan gambaran perubahan patofisiologi yang terjadi dan implikasi klinis pada pasien hipertensi. Ini dapat mendeteksi perubahan anatomis dan fungsional dengan mudah secara real-time, cepat, dan dapat dihasilkan. Ekokardiografi lebih sensitif untuk mendeteksi kerusakan organ asimtomatik yang dapat digunakan sebagai faktor risiko kardiovaskular.

Jadi, penting dalam pengelolaan klinis pada pasien hipertensi tertentu (Lee,2015; Piepoli, 2016). Pada penderita hipertensi, ekokardiografi juga dapat menilai perubahan struktur dan fungsi jantung khususnya ventrikel kiri pada setiap tahapnya sampai terjadinya gagal jantung (Omar, 2016)

Evaluasi pasien dengan hipertensi menggunakan ekokardiografi harus menilai hal – hal berikut : (1) hipertrofi ventrikel kiri dan masa jantung; (2) fungsi vertrikel kiri; (3) dimensi dan volume atrium kanan serta fungsinya; (4) aorta thorakalis; (5) kondisi katup – katup jantung (Widyantoro, 2017)

Gambar 2.3 Progresi disfungsi mekanik pada penderita hipertensi (Omar, 2016)

(35)

Tabel 2.8. Parameter ekokardiografi (dan nilai cut-off abnormal) untuk kerusakan jantung pada hipertensi arterial. Tabel A merupakan rekomendasi nilai cut-off untuk parameter pemeriksaan ekokardiografi pada penderita hipertensi (Mancini, 2013).

Tabel B merupakan rekomendasi nilai cut-off untuk parameter pemeriksaan ekokardiografi pada penderita hipertensi (Perrone-Filardi, 2017)

Karena ekokardiografi adalah studi pencitraan lini pertama yang paling umum dan umum dalam banyak skenario klinis penyakit kardiovaskular , kesesuaian atau appropriateness adalah masalah penting dalam mengurangi biaya penggunaan ekokardiografi yang tidak sesuai (Douglas, 2011; Lee, 2015). Penggunaan ekokardiografi sebagai evaluasi awal terhadap dugaan penyakit jantung hipertensi adalah appropriate atau tepat (skor appropriateness 8). Selain itu, ekokardiografi juga digolongkan tepat pada pasien dengan hasil tes sebelumnya yang berkaitan dengan penyakit jantung atau kelainan struktural (skor appropriateness 9). Evaluasi awal pada pasien yang dicurigai adanya gagal jantung (HF), sistolik atau diastolik, berdasarkan gejala, tanda, atau hasil tes abnormal adalah tepat (skor appropriateness 9). Evaluasi ulang pada pasien gagal jantung yang mengalami perubahan status klinis tanpa perubahan yang jelas dalam pengobatan atau diet adalah tepat (skor appropriateness 8). Namun, evaluasi rutin hipertensi sistemik tanpa gejala atau tanda penyakit jantung hipertensi tidak tepat atau inappropriate (skor appropriateness 3). Evaluasi ekokardiografi awal fungsi ventrikel tanpa gejala atau tanda penyakit kardiovaskular adalah tidak tepat(skor appropriateness 2). Hal ini juga tidak tepat untuk evaluasi fungsi ventrikel kiri dengan evaluasi fungsi ventrikel sebelumnya yang menunjukkan fungsi normal pada pasien yang tidak mengalami perubahan status klinis atau pemeriksaan jantung (skor appropriateness 1). Namun, evaluasi ulang pada penderita penyakit jantung hipertensi

(36)

sebelumnya tanpa perubahan status klinis atau pemeriksaan jantung tidak tepat (skor penggunaan yang sesuai 4) (Douglas, 2011).

Tabel 2.9. Kriteria kesesuaian (appropriate use criteria) untuk pemeriksaan ekokardiografi pada penderita hipertensi (Douglas, 2011)

2.10.1. Massa ventrikel kiri

Evaluasi hipertrofi ventrikel kiri (HVK) dengan mengukur massa dan geometri adalah peran utama dari ekokardiografi pada pasien hipertensi. Identifikasi kerusakan organ jantung pada hipertensi secara tradisional mengacu pada identifikasi HVK dan geometri konsentris, yang keduanya disebabkan oleh peningkatan tekanan ventrikel kiri karena kelebihan tekanan kronis dan merupakan independen peningkatan risiko kardiovaskular (Mancia, 2013; Levy, 1990; Koren, 1991). Meskipun ada beberapa pendapat kontroversial (Schillaci, 1994), ekokardiografi pada umumnya dianggap lebih akurat daripada elektrokardiogram dalam mendiagnosis HVK (Reichek, 1981; Woythaler, 1983). Penebalan dinding ventrikel kiri meningkat sebagai respon pressure overload kronik untuk menormalkan tegangan dinding ventrikel kiri menurut hukum Laplacce. Hipertrofi konsentrik ventrikel kiri adalah hasil adaptasi proses kompensasi pada pasien hipertensi sistemik tetapi dapat juga dikatakan meladaptif karena menyebabkan peningkatan 2-4 kali kejadian kardiovaskular pada individu dengan peningkatan LVM.

Karakteristik HVK adalah peningkatan perubahan myofibril dalam diameter sirkumferensial (hipertrofi konsentrik), dimensi panjang (hipertrofi eksentrik), atau keduanya.

Hipertrofi konsentris terjadi lebih umum pada penderita hipertensi atau stenosis aorta dan cenderung berhubungan dengan kondisi volume akhir diastolik ventrikel kiri (left ventricular end diastolik volume/LVEDV) yang normal atau meningkat. Ketika hipertensi berhubungan dengan peningkatan preload, perubahan struktur mungkin lebih eksentrik pada penderita obesitas atau insufiensi ginjal kronik. Pada hipertensi yang tidak terkontrol progresifitas dari HVK menuju gagal jantung berhubungan dengan hipertrofi eksentrik atau konsentrik,

(37)

iskemik miokard, peningkatan fibrosis dan kekakuan ventrikel, apoptosis, dan gagal jantung sistolik. Namun, pada pasien yang secara efektif mendapat terapi hipertensi, hipertrofi konsentrik bermanifestasi sebagai disfungsi diastolik dan disfungsi sistolik (Mumpuni, 2017).

Tabel 2.10. Nilai normal LVM 2-DE atau 3-DE1

2.10.2. Geometri ventrikel kiri

Deskripsi geometri LV, dengan menggunakan minimal empat kategori: geometri normal, remodeling konsentris, dan hipertrofi konsentris dan eksentrik, harus menjadi komponen standar dari laporan ekokardiografi (Marwick, 2015).

Tabel 2.11. Deskripsi klasik geometri ventrikel kiri

(38)

Gambar 2.4. Klasifikasi pasien hipertensi sesuai dengan adanya HVK dan ketebalan dinding relatif (relative wall thickness) (Marwick dkk, 2015)

2.10.3. Fungsi Sistolik Ventrikel Kiri

Penilaian fungsi ventrikel kiri memberikan informasi tambahan untuk penilaian LVM pada subjek hipertensi dan harus menjadi komponen dari laporan ekokardiografi pada semua pasien hipertensi. FEVK tetap merupakan ukuran fungsi LV global yang paling banyak dilaporkan. Strain longitudinal global telah menunjukkan nilai prognostik pada pasien dengan EF yang mendekati normal, dimana informasi prognostik dari EF kurang bermanfaat (Marwick,2015; Lee,2015). Pengukuran fungsi ventrikel kiri global adalah indikasi paling umum untuk ekokardiografi (Cheitlin, 2003), dan disfungsi ventrikel kiri diketahui sebagai penanda prognostik yang kuat dari hasil buruk (Quin˜ones, 2000), yang paling sering dinilai dengan perhitungan FEVK oleh biplan Simpson atau skor gerak dinding. Metode ini, bagaimanapun, sangat bergantung pada kualitas gambar, orientasi gambar, dan pengalaman pembaca. Kemajuan terbaru dalam ekokardiografi dan ukuran deformasi miokard telah memungkinkan klinisi untuk mengevaluasi fungsi ventrikel kiri dengan menggunakan teknik yang tidak terhambat oleh keterbatasan ini. Akan tetapi FEVK yang dinilai baik dengan teicholz maupun biplan simpson kurang sensitif untuk mengidentifikasi kerusakan kontraktilitas miokard secara akurat terutama pada penderita DSVKS, yang pertama-tama mempengaruhi lapisan subendokard dan komponen longitudinal. (Schiller, 2003). Sebuah penelitian pada hewan oleh Donal dkk secara jelas menunjukkan bahwa kinetika dinding

(39)

longitudinal lebih rentan terhadap peningkatan WS dibandingkan circumferencial (Donal, 2009).

Gambar 2.5. Novel bagan progresi disfungsi ventrikel kiri pada penderita hipertensi (Galderesi, 2016).

2.11. GLS

Strain miokard adalah prinsip kuantifikasi fungsi ventrikel kiri yang sekarang banyak dilakukan dengan speckle-tracking echocardiography. Parameter strain terevaluasi yang terbaik adalah global longitudinal strain (GLS) yang lebih sensitif daripada FEVK sebagai pengukuran fungsi sistolik, dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi DSVKS pada penderita hipertensi (Perrone-Fillardi, 2017; Omar, 2016; Ayoub, 2016; Smiseth, 2016).

Dalam ekokardiografi, istilah 'strain' digunakan untuk menggambarkan pemendekan lokal, penebalan dan pemanjangan miokardium sebagai ukuran, fungsi ventrikel kiri regional (Smiseth, 2016). Pada tahap awal penyakit, pencitraan strain dapat sangat membantu dalam evaluasi diagnostik dan untuk menentukan prognosis. Pada sejumlah gangguan jantung, kemampuan GLS untuk memprediksi hasil kardiovaskular mungkin lebih baik dibandingkan dengan FEVK (Kalam, 2014). Pada pasien hipertensi khususnya dengan hipertrofi ventrikel, FEVK umumnya normal atau supranormal.

Anatomi miokard terdiri dari serat subendokard tersusun longitudinal dengan arah oblique, sedangkan serat dinding tengah tersusun secara circumferencial (melingkar). Ini menyebabkan distribusi wall stress (WS) yang tidak seragam, dengan penurunan nilai dari endo ke epikardium. Jadi, sesuai dengan hukum Laplace yang mengatur ruang tiga dimensi,

Gambar

Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi (Mancini, 2013; Erwinanto, 2017)
Tabel 2.3. Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Klinik  Kondisi Pasien
Tabel  2.5  Faktor-faktor  selain  tekanan  darah  yang  mempengaruhi  prognosis;
Gambar  2.1.  Bagan  SCORE  (untuk  digunakan  di  negara-negara  Eropa  yang  berisiko  tinggi)
+7

Referensi

Dokumen terkait