• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA RINOSINUSITIS KRONIK DI POLIKLINIK THT-KL RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA RINOSINUSITIS KRONIK DI POLIKLINIK THT-KL RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

132 Teuku Husni dan Amallia Pradista

Abstrak. Rinosinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Rinosinusitis ini dipermudah oleh adanya faktor-faktor predisposisi baik lokal maupun sistemik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis kronik. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan metode cross sectional. Subjek penelitian terdiri atas 33 orang pasien poliklinik THT-KL RSUD dr. Zainoel Abidin yang telah didiagnosis menderita rinosinusitis kronik dan dilakukan pemeriksaan oleh dokter ahli selanjutnya dilihat faktor predisposisi yang diderita pasien. Data dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil analisa data didapatkan dari 33 orang sampel, penderita perempuan sebanyak 19 orang (57,6%) dan laki-laki 14 orang (42,4%) dengan rentang usia 15-74 tahun. Dari 33 kasus rinosinusitis kronik didapatkan 21 orang menderita konka hipertrofi (61,76%), 5 orang menderita polip nasi (14,7%), 7 orang menderita deviasi septum (23,5%), 19 orang menderita rinitis alergi (57,6%).

Jadi, dapat disimpulkan, pada penelitian ini, konka hipertrofi merupakan faktor predisposisi terbanyak pada penderita rinosinusitis kronik. (JKS 2012; 3: 132-137)

Kata kunci : Rinosinusitis kronik, sinusitis, faktor predisposisi

Abstract. Rhinosinusitis defined as mucosal inflammation of paranasal sinus. Predisposing factors either local or systemic can make easier to head for rhinosinusitis. Objective in this research was to know distribution of predisposing factor in chronic rhinosinusitis. This research employed a descriptive design with cross sectional methode. 33 patients in Ear Nose Throat (ENT) clinic in dr. Zainoel Abidin General Hospital were the subjects in this research. All subjects had the chronic rhinosinusitis diagnosis from specialist. To all subjects, were performed anamnesis and anterior rhinoscopy to see the predisposing factors in subject. The result were recorded and data were analyzed. Based on the result of descriptive analysis, we recorded that from 33 cases, 19 cases were woman (57,6%) and 14 cases were man (42,4%) with age between 15-74 years old. There were 21 cases hypertrophy turbinates (61,76%), 5 cases nasal polyp (14,7%), 7 cases septum deviation (23,5%), 19 cases alergic rhinitis (57,6%). It can be concluded that on this research, hypertrophy turbinates was the most predisposing factor in chronic rhinosinusitis. (JKS 2012; 3: 132-137)

Key words : Chronic rhinosinusitis, sinusitis, predisposing factor

Pendahuluan

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari- hari bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.1

Rinosinusitis kronik diderita sekitar 15%

dari seluruh populasi. Sebanyak 36 juta penduduk Amerika setiap tahunnya dilaporkan menderita rinosinusitis kronik.2 Jumlah kunjungan ke dokter dan biaya yang dihabiskan tiap tahunnya untuk rinosinusitis1 kronik juga terus meningkat

Teuku Husni adalah Dosen Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, Amallia Pradistha adalah Mahasiswa Fakultas Kedokteran Univerisitas Syiah Kuala Banda Aceh

dari 50 juta dolar Amerika menjadi 200 juta dolar Amerika dari tahun 1989 hingga 1992.3

Data dari sub bagian Rinologi THT FKUI RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo menunjukkan angka kejadian sinusitis tinggi yaitu 248 pasien (50%) dari 496 pasien rawat jalan yang datang pada tahun 1996.5 Di Rumah Sakit Umum Pusat dr.

Kariadi Semarang, selama 1 tahun (Januari 2000 – Desember 2000) didapatkan 20.500 kunjungan.5 Berdasarkan data yang diperoleh dari ruang rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tahun 2008, jumlah sinusitis kronik dengan jumlah kasus baru 55 orang, dan jumlah kunjungan 69 kali.

Sedangkan penyakit hidung dan sinus lainnya dengan jumlah kasus baru 608

(2)

JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 12 Nomor 3 Desember 2012

133 orang dan jumlah kunjungan 775 kali. Data

pada Tahun 2009, jumlah sinusitis kronik kasus baru sebanyak 74 orang dengan jumlah kunjungan 112 kali. Penyakit hidung dan sinus lainnya jumlah kasus baru 606 orang dengan jumlah kunjungan 1.020 kali.1

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi dalam rinosinusitis antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis, terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip nasi, kelainan anatomi seperti septum deviasi atau konka hipertrofi, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindrom Kartagener, keadaaan ini lama-kelamaan menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.1

Konka hipertrofi atau rinitis hipertrofi dapat menyebabkan sumbatan hidung, terutama konka hipertrofi dengan grade II dan III dapat menyebabkan obstruksi nasal yang berat.7 Hal ini merupakan faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis kronik.1 Polip nasi ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan yang terjadi akibat inflamasi mukosa.7 Sel eosinofilik yang terdapat pada kebanyakan polip hidung merupakan toksik untuk membran silia pada mukosa hidung, sehingga menyebabkan penurunan aliran mukus dan keadaan yang stasis dapat berkembang menjadi rinosinusitis.8,9

Septum deviasi ialah septum nasi tidak lurus sempurna di tengah. Hal ini dapat menyumbat ostium sinus sehingga merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis.10 Gangguan aliran udara pada area posterior (septum deviasi tipe III-VI) lebih berpengaruh terhadap terjadinya penyakit sino-nasal dibandingkan obstruksi pada area nasal valve (tipe I dan II).10

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta

dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi pajanan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.11 Mukosa hidung merupakan lanjutan dari mukosa sinus paranasal sehingga kongesti pada ostium sinus dapat menyebabkan sinusitis yang tidak dapat terjadi tanpa rinitis, oleh karena itu, terminologi sinusitis lebih tepat digantikan dengan rinosinusitis.12

Berdasarkan hal di atas, maka penelitian untuk mengetahui distribusi faktor predisposisi rinosinusitis kronik di poliklinik THT-KL RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh perlu dilakukan.

Metode Penelitian

Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional.13 Tujuan dari penggunaan penelitian deskriptif cross sectional ini adalah untuk mengetahui untuk mengetahui distribusi faktor predisposisi rinosinusitis kronik di poliklinik THT-KL RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang didiagnosis menderita rinosinusitis kronik di poliklinik THT-KL RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, dengan kriteria berusia ≥ 15 tahun, tidak menderita tumor maupun kelainan sinonasal lainnya, dan bersedia menjadi sampel. Pengambilan data dilakukan dalam rentang waktu Oktober 2010 sampai dengan Desember 2010 dengan teknik pengambilan data accidental sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan mengambil kasus yang tersedia.13

Alat/Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk memeriksa pasien, yaitu lampu kepala, spekulum hidung, spatel lidah. Bahan yang dibutuhkan yaitu

(3)

134 kapas, alkohol 70% dan bahan

vasokonstriktor (kapas Efedrin). Instrumen lainnya berupa alat tulis dan format pengumpulan data untuk mendata hasil anamnesis dan pemeriksaan rinoskopi anterior oleh dokter ahli

Analisis Data

Analisis statistik yang dipilih adalah analisis univariat untuk melihat distribusi konka hipertrofi, septum deviasi, polip nasi, rinitis alergi pada pasien rinosinusitis kronik.13 Data yang diperoleh diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.

Hasil Penelitian

Deskripsi Pasien

Berdasarkan data pada tabel 1 dapat diketahui bahwa ditinjau dari umur pasien dalam penelitian ini distribusi pasien rinosinusitis kronik pada kelompok umur 15-24 tahun yaitu berjumlah 11 orang (33,3%), pasien umur antara 25-34 tahun berjumlah 7 orang (21,21%), kelompok umur 35-44 tahun berjumlah 5 orang (15,2%), kelompok umur 45-54 tahun berjumlah 8 orang (24,24%), kelompok umur 55-64 tahun berjumlah 1 orang (3%) dan kelompok umur 65-74 tahun berjumlah 1 orang (3%). Bila ditinjau dari jenis kelamin pasien (tabel 2) diketahui bahwa jumlah pasien laki-laki sebanyak 14 orang (42,4%) dan jumlah pasien yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 19 orang (57,6%).

Tabel 1 Distribusi umur pada penderita rinosinusitis kronik

Kelompok umur

(tahun) Frekuensi Persentase

15-24 11 33,3%

25-34 7 21,21%

35-44 5 15,2%

45-54 8 24,24%

55-64 1 3%

65-74 1 3%

Jumlah 33 100%

Tabel 2 Distribusi jenis kelamin penderita rinosinusitis kronik

Jenis

Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Perempuan 19 57,6%

Laki-laki 14 42,4%

Jumlah 33 100%

Distribusi faktor predisposisi pada penderita rinosinusitis kronik

Pada penelitian ini, didapatkan 33 orang responden. Pada responden yang diperiksa, masing-masing responden dapat memiliki lebih dari satu faktor predisposisi yang menyertai, sehingga didapatkan distribusi faktor predisposisi pada pasien rinosinusitis kronik seperti yang dapat dilihat pada tabel 3.

Pada penelitian ini, dari 33 orang penderita rinosinusitis kronik yang diteliti 21 orang (61,8%) menderita konka hipertrofi, 5 orang (14,7%) menderita polip nasi, 7 orang (23,5%) menderita deviasi septum, 18 orang (57,6%) menderita rinitis alergi (tabel 3).

Tabel 3 Tabel distribusi faktor predisposisi pada penderita rinosinusitis kronik

Faktor predisposisi Frekuensi Persentase

Konka hipertrofi 21 61,8%

Polip nasi 5 14,7%

Septum deviasi 7 23,5%

Rinitis alergi 19 57,6%

Pembahasan

Penelitian ini dilakukan Oktober 2010 sampai dengan Desember 2010 di poliklinik THT-KL RSUD dr. Zainoel Abidin dan

didapatkan 33 pasien rinosinusitis kronik yang terdiri dari 14 pasien laki-laki dan 19 pasien perempuan, dengan rentang umur pasien 15-74 tahun. Peneliti memilih

(4)

JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 12 Nomor 3 Desember 2012

135 kriteria umur diatas atau sama dengan 15

tahun, karena diharapkan sinus paranasal telah mencapai besar maksimal sesuai dengan fisiologi perkembangan sinus paranasal.

Pada penelitian ini didapatkan rinosinusitis kronik lebih banyak terjadi pada rentang umur 15-24 tahun (33,3%) dan paling jarang terjadi pada umur lebih dari 55 tahun (3%). Hasil ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian Nasution, yang mendapatkan penderita terbanyak rinosinusitis kronik adalah kelompok umur 37-46 tahun (33,3%).14 Cora mendapatkan kelompok umur terbanyak penderita sinusitis maksila kronis pada yaitu pada kelompok umur 25-34 tahun, sebanyak 14 orang (34,15%).15 Berdasarkan beberapa data di atas terlihat bahwa rinosinusitis kronik lebih banyak mengenai dewasa muda. Perbedaan umur oleh masing-masing peneliti lebih didasari oleh pengelompokan umur yang berbeda- beda pada masing-masing peneliti.14

Pada penelitian ini didapatkan bahwa rinosinusitis kronik lebih banyak terjadi pada perempuan (57,6%) dibandingkan pada laki-laki (42,4%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution mendapatkan penderita perempuan sebanyak 18 penderita (60%) dan laki-laki sebanyak 12 penderita (40%).14 Munir mendapatkan hasil yang serupa, dari 35 sampel rinosinusitis kronik yang diambil, didapatkan bahwa rinosinusitis kronik lebih banyak terjadi pada perempuan (57%) dibandingkan pada laki-laki (43%).16

Pada penelitian ini didapatkan dari 33 orang penderita rinosinusitis kronik yang diteliti, 21 orang (61,8%) menderita konka hipertrofi. Primartono mendapatkan dari 31 orang penderita sinusitis maksilaris kronik, 5 orang menderita konka hipertrofi (16%), walaupun penderita konka hipertrofi mempunyai resiko 3,56 kali lebih sering untuk menderita sinusitis maksilaris kronik.5 Munir melaporkan dalam penelitiannya, dari sebanyak 35 sampel yang diteliti, 8,6%

persen diantaranya mengalami konka hipertrofi.17 Berdasarkan teori, disebutkan bahwa konka hipertrofi merupakan suatu

keadaan yang dapat diakibatkan oleh banyak faktor antara lain adalah infeksi hidung berulang, iritasi kronis mukosa hidung karena rokok dan bahan-bahan iritan industri.17 Penggunaan tetes hidung yang berkepanjangan, rinitis alergi, dan rinitis vasomotor juga dapat menyebabkan penyakit ini.16

Pada penelitian ini didapatkan dari 33 orang penderita rinosinusitis kronik yang diteliti, didapatkan 5 orang (14,7%) menderita polip nasi. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian oleh Yasa, bahwa polip nasi terdapat pada 4 orang (16,7%) dari 24 orang sampel penelitiannya.18 Berdasarkan kepustakaan, inflamasi sinonasal dapat menyebabkan peningkatan ukuran dan jumlah polip nasi, sehingga terjadi sumbatan hidung dan penyempitan ostium sinus yang memicu terjadinya sinusitis.19

Pada penelitian ini didapatkan dari 33 orang penderita rinosinusitis kronik yang diteliti, 7 orang (23,5%) menderita septum deviasi.

Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian oleh Yasa yang mendapatkan bahwa septum deviasi terdapat pada 5 orang (20,8%) dari 24 orang sampel penelitiannya.18 Munir dalam penelitiannya melaporkan dari sebanyak 35 sampel yang diteliti, didapatkan 24,3% (17 orang) diantaranya mengalami septum deviasi.17 Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa septum deviasi dapat menimbulkan bowing asimetri yang menekan konka media ke lateral menyebabkan penyempitan meatus media.20

Pada penelitian ini didapatkan dari 33 orang penderita rinosinusitis kronik yang diteliti, 18 orang (57,6%) menderita rinitis alergi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gutman dkk21 pada tahun 2001 yang diperoleh hasil dari 48 orang pasien rinosinusitis kronik dan akut rekuren, didapatkan 57,4% memiliki tes alergi yang positif. Primartono mendapatkan dari 31 orang penderita sinusitis maksilaris kronik, 16 orang menderita rinitis alergi (51,6%).5 Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pada penderita rinitis

(5)

136 alergi akan terjadi reaksi inflamasi fase

lambat yang menyebabkan sumbatan hidung berlangsung lama. Inflamasi yang terjadi juga akan menyebabkan mukosa infundibulum etmoid dan resesus frontal yang berhadapan akan saling berdekatan sehingga ventilasi terganggu. Retensi mukus yang terjadi merupakan kondisi yang ideal untuk tumbuhnya kuman-kuman patogen yang dapat menyebabkan rinosinusitis.15

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pasien rinosinusitis kronik yang dirawat di poliklinik THT-KL RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dan pembahasannya, dapat disimpulkan bahwa :

1. Pada penelitian ini didapatkan dari 33 orang penderita rinosinusitis kronik yang diteliti, 21 orang (61,8%) menderita konka hipertrofi.

2. Pada penelitian ini didapatkan dari 33 orang penderita rinosinusitis kronik yang diteliti, 7 orang (23,5%) menderita septum deviasi.

3. Pada penelitian ini didapatkan dari 33 orang penderita rinosinusitis kronik yang diteliti, 5 orang (14,7%) menderita polip nasi.

4. Pada penelitian ini didapatkan dari 33 orang penderita rinosinusitis kronik yang diteliti, 19 orang (57,6%) menderita rinitis alergi.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut : 1. Diperlukan penelitian lebih lanjut

dengan jumlah sampel lebih banyak dan dikombinasikan dengan pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan alergi.

2. Pada penatalaksanaan kasus rinosinusitis kronik perlu dilakukan penatalaksanaan ataupun koreksi terhadap faktor predisposisi yang terdapat pada pasien untuk menghindari terjadinya rinosinusitis yang berulang.

Daftar Pustaka

1. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinusitis, Dalam : Soepardi E, Iskandar N, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6.

Jakarta : BP FK UI. 2007a. 150-153.

2. Pynnonen MA, Mukerji SS, Kim HM, Adams ME, Terrel JE. Nasal Saline for Chronic Sinonasal Symptoms. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2007. 133 : 1115-1120.

3. Momeni AK. Roberts CC. Chew FS.

Imaging of Chronic and Exotic Sinonasal Disease : Review. AJR. 2007. 189 : 35-45.

4. Farhat. Peran Infeksi Gigi Rahang Atas Pada Kejadian Sinusitis Maksila di RSUP H. Adam Malik Medan. Majalah Kedokteran Nusantara. 2006. 40 (1) : 21-28.

5. Primartono. Hubungan Faktor-Faktor Predisposisi Dengan Sinusitis Maksilaris Kronik. Tesis. Fakultas Kedokteran UNDIP, SMF Kesehatan THT-KL RS. Dr.

Kariadi Semarang. 2003.

6. Zilliotto KN, Santos MFCD, Monteiro VG, Pradella-Hallinan M, Moreira GA, Pereira LD, Weckx LLM, Fujita RR, Pizzaro GU. Auditory Processing Assessment in Children With Obstructive Sleep Apnea Syndrome. Brazillian Journal Of Otorhinolaryngology. 2006. 72 (3) : 321-327.

7. Mangunkusumo E, Wardani SR. Polip Hidung, Dalam : Soepardi E, Iskandar N, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher.

Edisi ke-6. Jakarta : BP FK UI. 2007 : 123-125.

8. Naclerio RM, Gungor A. Etiologi Factor in Inflammatory Sinus Disease. Dalam : Kennedy DW, Bolger WE, Zinreich SJ.

Diseases of The Sinuses Diagnosis and Management. London : B.C. Decker Inc.

Hamilton. 2001: 47-55.

9. Nizar NW, Mangunkusumo E. Kelainan Septum. Dalam : Soepardi E, Iskandar N, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6. Jakarta : BP FK UI. 2007 : 126.

10. Rao JJ, Vinay-Kumar EC, Babu KR, Chowdary VS, Singh J, Rangamani SV.

Classification of Nasal Septal Deviations–

Relation to Sinonasal Pathology. Indian Journal of Otolaryngology and Head and Neck Surgery. 2005. 57 : 199-201.

(6)

JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 12 Nomor 3 Desember 2012

137 11. Irawati N, Kasakeyen E, Rusmono N.

Rinitis Alergi. Dalam : Soepardi E, Iskandar N, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6. Jakarta : BP FK UI. 2007 : 128.

12. Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA) 2008 Update. Executive Summary of The Workshop Report. Allergy. 2008.

63 : 8-160.

13. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. 2005.

138-144.

14. Nasution MTA. Frekuensi Penderita Rinosinusitis Kronis Yang Disebabkan Infeksi Jamur di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Tesis.

Fakultas Kedokteran USU, Program Pendidikan Dokter Spesialis Bidang THT- KL. 2007.

15. Cora Z. Korelasi Tes Cungkit Kulit Dengan Kejadian Sinusitis Maksila Kronis di Bagian THT FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2001. 2003.

16. Munir D. The Clinical Features of Ostiomeatal Complex in Chronic

Maxillary Sinusitis by Nasoendoscopic Examination. Majalah Kedokteran Nusantara. 2006b. 39 (1) : 12-15.

17. Munir D. Variasi Anatomi pada Rinosinusitis Kronis di RS H. Adam Malik Medan. Majalah Kedokteran Nusantara.

2006c. 39 (3) : 225-229.

18. Yasa YF. Perbedaan Waktu Transportasi Mukosilisar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Maksila Kronis Dengan Kavum Nasi Normal. Tesis. Fakultas Kedokteran USU, Program Pendidikan Dokter Spesialis Bidang THT-KL. 2008.

19. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD.

Head And Neck Surgery– Otolaryngology 4th Ed. Philadelphia : Lippincott Wiliams

& Wilkins. 2006 : 312-408.

20. Zinreich J, Imaging of Inflammatory Sinus Disease. Dalam : The Otolaryngologic Clinics of North America : Inflammatory Diseases of The Sinuses. Ed. Philadelphia : Rice DH, Saunder. 1993.

21. Gutman M, Torres A, Keen KJ, Houser SM. 2004. Prevalence of Allergy in Patients With Chronic Rhinosinusitis.

Otolaryngol Head and Neck Surg. 2004 : 130 : 545.

Gambar

Tabel 1  Distribusi  umur  pada  penderita  rinosinusitis kronik

Referensi

Dokumen terkait

kebutuhan pada ibu nifas dengan perdarahan karena retensio

Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan RPP yang telah dibuat oleh guru kelas VI. Pada akhir siklus 1 siswa mengerjakan soal evaluasi untuk mengetahui hasil belajar setelah

peran para Ilmuwan muslim dinasti Bani Umayyah dalam membangun kebudayaan/ peradaban Islam • Mengasosiasi. -

Nilai-nilai juang yang patut kita teladani dari para tokoh perumus dasar negara adalah..... Saling

Program dan Jenis Kegiatan Hasil yang diharapkan Waktu Pelaksana an Pelaksa na Sumbe r Dana penyelenggaraan Prakerin 2.3 Pencarian obyek. 2.4   Rapat   pembentukan

Dengan menggunakan baterai Li-Po 1000 mAh saat pengujian dilapangan selama 12 jam dengan kondisi terjadi kebakaran, perhitungan dengan persamaan 1 energi yang terpakai

Pendapat yang demikian mengartikan bahwa media pengajaran adalah sebagai alat bantu mengajar, yakni menunjang penggunaan metode mengajar yang dipergunakan guru. Melalui

Suryabrata (1983: 92) mengemukakan bahwa tujuan penelitian kuasi eksperimen adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan dugaan atau perkiraan, yang dapat diperoleh dengan