1
BAB I
A. PENDAHULUAN
A.1. Latar Belakang
Pajak merupakan sumber pendapatan bagi negara, sedangkan bagi perusahaan pajak adalah beban yang akan mengurangi laba bersih. Perbedaan kepentingan dari fiskus yang menginginkan penerimaan pajak yang besar dan kontinyu tentu bertolak belakang dengan kepentingan dari perusahaan yang menginginkan pembayaran pajak seminimal mungkin (Hardika, 2007).
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan sebagai wajib pajak dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung, bersifat memaksa, dan pemungutannya dilakukan berdasarkan undang - undang. Pemerintah menggunakan pajak untuk melaksanakan pembangunan nasional dalam rangka mencapai kesejahteraan umum di berbagai sektor kehidupan (Darmawan dan Sukartha, 2014).
Wajib pajak (WP) di Indonesia dapat dibagi menjadi dua, yaitu wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan. Bagi wajib pajak, pajak merupakan perwujudan pengabdian dan peran untuk berkontribusi dalam peningkatan pembangunan nasional. Fenomena mengenai pemungutan pajak menjadi fenomena penting yang menjadi fokus pemerintah dan harus dikelola dengan baik. Pelaksanaan pemungutan pajak oleh pemerintah, tidaklah selalu mendapat sambutan baik dari perusahaan. Perusahaan berusaha untuk membayar pajak serendah mungkin karena pajak akan mengurangi pendapatan atau laba bersih, sedangkan bagi pemerintah menginginkan pajak setinggi mungkin guna untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan (Darmawan dan Sukartha, 2014).
Terdapat fenomena penghindaran pajak oleh perusahaan yaitu kasus keberatan pajak PT Bank BCA dalam dugaan korupsi pajak dengan tersangka Hadi Poernomo yang sudah terabaikan beberapa tahun. Biasanya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) giat menyelesaikan kasus korupsi, namun kasus tersebut hingga kini masih saja tidak ditemukanya titik akhir. Kasus dugaan korupsi pajak PT Bank BCA yang dilakukan Hadi Poernomo yang menjabat sebagai ketua BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) mengirim nota dinasnya kepada Direktur PPh yang berisi bahwa keberatan pajak PT Bank BCA senilai Rp 5,7 T di terima sepenuhnya. Terlihat kejanggalan dari kasus tersebut, bank-bank yang memiliki kasus yang sama ditolak dalam mengajukan keberatan pajak. Namun untuk PT Bank BCA sendiri mendapat perlakuan khusus oleh ketua BPK bahwa keberatanya diterima sepenuhnya.
KPK juga mencurigai adanya kejanggalan yang dilakukan Hadi Poernomo.
Pasca penelusuran, Hadi Poernomo selaku ketua BPK diduga melakukan
perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang terkait
2
permohonan keberatan pajak PT Bank BCA selaku WP. Hadi Poernomo disangka melanggar pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Ada hal lain, KPK juga sebaiknya menyelidiki klaim PT Bank BCA juga terkait pengalihan aset alasan PT Bank BCA sudah melakukan traksaksi pengalihanya kepada BPPN hal ini terkait dalam skema BLBI-BPPN. Selain itu, KPK harus bisa dan mampu membongkar kasus korupsi pajak PT Bank BCA, dimana indikasinya yang mengarah ke modus pengggelapan pajak (tax evasion) dan penghindaran pajak (tax avoidance). (2017)
Fluktuasi kegiatan perekonomian yang dialami perusahaan kerap tidak mendapatkan toleransi dari pihak fiskus, dikarenakan fiskus menginginkan perolehan pajak yang progresif dan stabil. Pengaruh fluktuasi kegiatan perekonomian tersebut, tentu akan berakibat terhadap pelaporan keuangan perusahaan dan pelaporan pajaknya (Tomi dan Maria, 2011). Penghindaran pajak adalah salah satu cara untuk menghindari pajak secara legal yang tidak melanggar peraturan perpajakan (Igusti Ayu dan Ketut Alit, 2014).
Menurut Marihot Pahala Siahaan (2010) dalam Prakoso (2014). Ada 3 langkah akan dilakukan perusahaan dalam meminimalkan pajak yang dikenakan langkah yaitu :
1. Perusahaan berusaha untuk menghindari pajak baik secara legal maupun ilegal.
2. Mengurangi beban pajak seminimal mungkin baik secara legal maupun ilegal.
3. Apabila kedua langkah sebelumnya tidak dapat dilakukan maka wajib pajak akan membayar pajak tersebut.
Inilah strategi dalam melakukan perencanaan pajak. Tidak sedikit perusahaan yang melakukan perencanaan pajak (tax planning) dengan tujuan untuk meminimalisasi pajak yang harus dibayar oleh perusahaan. Kegiatan ini memunculkan resiko bagi perusahaan antara lain denda dan buruknya reputasi perusahaan dimata publik. Apabila penghindaran pajak melebihi batas atau melanggar hukum dan ketentuan yang berlaku maka aktivitas tersebut dapat tergolong ke dalam penggelapan pajak (tax evasion).
Penggelapan pajak adalah usaha untuk mengurangi hutang pajak yang
bersifat ilegal. Oleh karenanya persoalan penghindaran pajak merupakan
persoalan yang rumit dan unik. Di satu sisi penghindaran pajak
diperbolehkan, tapi di sisi yang lain penghindaran pajak tidak diinginkan
(Budiman & Setiyono, 2012). Hanlon dan Heitzman (2010) dalam Nora dan
Dwi (2014) mendefinisikan penghindaran pajak yaitu pengurangan pajak
eksplisit yang merepresentasikan serangkaian strategi perencanaan pajak
mulai dari manajemen pajak (tax mangement), perencanaan pajak (tax
planning), pajak agresif (tax aggresive), tax evasion dan tax sheltering.
3
Hal ini memunculkan anggapan luasnya literatur terkait dengan efek good corporate governance terkait penghindaran pajak ini terhadap pengambilan keputusan keuangan. Isu mengenai good corporate governance mulai mengemuka, ketika Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan.
Menurut OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) dalam Solihin (2009), corporate governance sendiri merupakan suatu sistem untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.
Mekanisme dalam pengawasan corporate governance ada internal dan external. Mekanisme internal adalah cara untuk pengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal seperti Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), komposisi Dewan Direksi, proporsi Dewan Komisaris dan pertemuan dengan board of director. Sedangkan mekanisme external adalah seperti pengendalian oleh perusahaan, struktur kepemilikan, dan pengendalian pasar. Pada penelitian ini, penerapan corporate governance akan dilihat dari mekanismenya dengan proksi kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, komite audit dan kepemilikan manajerial.
Penerapan corporate governance juga dilatar belakangi oleh masalah struktur kepemilikan. Hal ini karena dengan adanya kepemilikan institusional maka akan ada kontrol yang lebih baik. Kepemilikan institusional berperan penting dalam mengawasi kinerja manajemen yang lebih optimal. Dengan tingginya tingkat kepemilikan institusional maka semakin besar tingkat pengawasan kepada manajerial sehingga mengurangi konflik kepentingan manajemen. Investor institusional dapat mengurangi biaya hutang dengan mengurangi masalah keagenan, sehingga mengurangi peluang terjadinya penghindaran pajak.
Dewan komisaris sendiri terdiri dari komisaris independen dan komisaris non-independen. Komisaris independen merupakan komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi, sedangkan komisaris non-independen merupakan komisaris yang terafiliasi. Pengertian terafiliasi sendiri adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri (KNKG, 2006). Keberadaan dewan komisaris independen diharapkan dapat meningkatkan pengawasaan sehingga dapat mencegah agresifitas pajak perusahaan yang dilakukan oleh manajemen (Wulandari: 2005).
Tanggung jawab komite audit dalam bidang corporate governance
adalah untuk memastikan, bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-
undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika,
melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap benturan kepentingan
dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan. Pada umumnya
komite ini berfungsi untuk memberikan pandangan mengenai masalah -
masalah yang berhubungan dengan kebijakan keuangan dan pengendalian
intern (Mayangsari: 2003). Kebijakan keuangan yang baik akan
4
meningkatkan pertumbuhan laba yang baik bagi perusahaan, ini akan cenderung membuat perusahaan melakukan penekanan terhadap biaya-biaya yang akan dikeluarkan terutama pajak.
Kepemilikan manajerial Herawaty (2008) mengemukakan bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan- kepentingan manajer dengan pemegang saham. Sehingga permasalahan keagenan dapat diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer dianggap sebagai seorang pemilik. Semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka semakin baik kinerja perusahaan. Pemusatan kepentingan dapat dicapai dengan memberikan kepemilikan saham kepada manajer. Jika manajer memiliki saham perusahaan mereka akan memiliki kepentingan yang sama dengan pemilik. Jika kepentingan manajer dan pemilik sejajar dapat mengurangi konflik keagenan. Jika konflik keagenan dapat dikurangi.
manajer termotivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Tetapi tingkat kepemilikan manajerial yang tinggi dapat menimbulkan masalah pertahanan.
Artinya jika kepemilikan manajerial tinggi mereka mempunyai posisi yang kuat untuk mengendalikan perusahaan dan pihak eksternal akan mengalami kesulitan untuk mengendalikan tindakan manajer. Hal ini disebabkan karena manajer mempunyai hak voting yang besar atas kepemilikan manajerial (Siswantaya, 2007).
Penelitian lain terkait pengaruh strategi perpajakan terhadap corporate governance menjelaskan bahwa apabila suatu perusahaan memiliki suatu mekanisme corporate governance yang terstruktur dengan baik maka akan berbanding lurus dengan kepatuhan perusahaan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya (Sartori: 2010). Penelitian yang dilakukan oleh (Dyreng:
2010) hanya mengidentifikasi pengaruh dewan pimpinan perusahaan secara individu terhadap penghindaran pajak, tetapi belum memberikan jawaban tentang individu dengan karakter atau perilaku yang seperti apa yang memiliki pengaruh terhadap tax avoidance perusahaan.
Penelitian ini bermaksud mengintegrasikan beberapa penelitian yang telah ada sebelumnya karena adanya ketidak konsistenan penelitian terdahulu, serta menagalisis kembali pengaruh yang ditimbulkan oleh kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, komite audit dan kepemilikan manajerial.
A.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah yang sudah dijelaskan diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Apakah ada pengaruh kepemilikan institusional, dewan komisaris
independen, komite audit dan kepemilikan manajerial terhadap tax avoidance
pada perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2016 – 2018 ?
5