PROPOSAL SKRIPSI
Keefektifan Metode Talking Stick Berbantuan Media Cetak Gambar Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa
Kelas III SD IT Faidlurrahman
Oleh
KHARISMA ARUM HANDAYANI NIM 201833114
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2021
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul
“ Keefektifan Metode Talking Stick Berbantuan Media Cetak Gambar Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas III SD ”
Proposal skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk diajukan untuk skripsi dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Kudus, 16 Oktober 2021
Kharisma Arum H.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Bahasa indonesia adalah bahasa nasional dan resmi diseluruh Indonesia. Bahasa indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi SD/MI dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan sekolah dasar dan menengah, bahwa standar kompetensi mata pelajaran bahasa indonesia kualifikasi kemampuan minimal pesrta didik yang menggambarkan penguasaan, pengetahuan, keterampilan berbahasa dan sikap positif terhadap bahasa dan satra indonesia. Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi bagi seluruh rakyat indonesia. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa indonesia untuk meningkatkan kemampuan peserta didik agar berkomunikasi menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar secara lisan maupun tulis.
Keterampilan berbahasa terdiri atas empat aspek, diantaranya keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Hal ini sejalan dengan pendapat Muchlisoh (2007) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran Bahasa indonesia disekolah adalah berkembangnya keterampilan berbahasa diantaranya keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Menyimak dan berbicara merupakan aspek keterampilan berbahasa ragam lisan. Sedangkan membaca dan menulis keterampilan berbahasa ragam tertulis. Salah satu tujuan mata pelajaran bahasa indonesia adalah keterampilan berbicara.
Tarigan (2008:16) mengemukakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi, artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Sedangkan menurut Mudini dkk (2010:3) mengemukakan bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan pikiran, gagasan dan perasaan. Pendengar menerima pesan melalui rangkaian nada, tekanan dan penjedaan.
Berdasarkan beberapa ahli berpendapat dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan kata-kata untuk menyampaikan gagasan atau pendapatnya kepada pendengar.
Hasil temuan dari Depdiknas (2007:9) menyatakan bahwa banyak permasalahan pelaksanaan proses pembelajaran pada mata pelajaran bahasa indonesia. Permasalahannya guru belum menggunakan pendekatan yang kreatif, model pembelajaran yang bervariasi, lebih banyak menggunakan metode ceramah dan kurang penggunaan media pembelajaran. Hal ini menyebabkan peserta didik kurang aktif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas. Peserta didik juga merasa bosan karena cara penyampaian pembelajaran kurang menarik dan bersifat monoton.
Permasalahan tersebut terjadi pada siswa kelas III SD IT Faidlurrahman. Dari hasil observasi pada tanggal 2 November 2021 bahwa dalam pembelajaran bahasa indonesia materi menyampaikan tanggapan pada siswa kelas III keterampilan berbicara masih rendah. Pernyataan ini berdasarkan data yang telah peneliti peroleh dari wali kelas III. Hasil perolehan nilai keterampilan berbicara pada muatan Bahasa indonesia rendah, banyak yang nilainya kurang memuaskan. Siswa yang mendapat nilai diatas KKM 70 hanya 13 siswa dari 25 siswa. Sedangkan 12 siswa dari 25 siswa memperoleh nilai dibawah KKM.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya keterampilan berbicara di kelas III tersebut. Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru kelas III, siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar mengajar karena metode pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang inovatif, siswa kurang mampu mengorganisasikan perkataan sehingga pembicaraan tidak terstruktur, siswa kurang dalam menggunakan kata baku, merasa minder, gugup, malu dan takut untuk berbicara. Ketakutan yang dimiliki siswa yaitu takut jika melakukan kesalahan yang diungkapkan dan takut mendapatkan marahan dari orang lain seperti guru. Kondisi ini akan mengurangi kualitas tuturan mereka.
Dari data tersebut, maka perlu diadakan perbaikan sehingga keterampilan berbicara menyampaikan tanggapan siswa dapat meningkat.
Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di kelas III tersebut, peneliti memilih solusi melalui metode talking stick berbantuan media gambar untuk meningkatkan keterampilan berbicara dalam materi menyampaikan tanggapan.
Talking stick (tongkat berbicara) adalah salah satu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini melatih siswa untuk berani menyampaikan pendapat. Sejalan dengan pendapat Suprijono (2015, h.128) pembelajaran dengan menggunakan metode talking stick mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat.
Keunggulan metode talking stick adalah menguji kesiapan siswa dalam pembelajaran, melatih siswa memahami materi dengan cepat, memacu agar siswa belajar dengan giat dan berani mengemukakan pendapat (Shoimin, 2014:199). Dalam pembelajaran, siswa terdorong untuk memperhatikan penjelasan dari guru karena siswa harus siap memberikan jawaban apabila mendapatkan tongkat lalu mendapat pertanyaan dari guru tentang materi yang sudah diajarkan.
Pembelajaran bahasa Indonesia dengan model talking stick agar lebih optimal bila ditunjang dengan penggunaan media pembelajaran. Pada penelitian ini, media yang digunakan adalah media gambar. Menurut Arsyad (2002:89) mengemukakan bahwa media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat daya ingat siswa. Media visual juga dapat menumbuhkan minat siswa dan memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata.
Model pembelajaran talking stick adalah model yang efektif digunakan dalam berbagai mata pelajaran. Terdapat penelitian mengenai model talking stick sebelumnya telah dilakukan oleh mahmudin (2020) yang penelitiannya berjudul Efektivitas Metode Talking Stick Dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Peserta Didik Kelas V Mi Al-Irsyad Leteang Desa Tenggelang Kecamatan Luyo Kabupaten Polewali Mandar. Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai hasil belajar matematika yang dicapai oleh peserta didik kelas V Mi Al-Irsyad, pada tes awal (pretest) adalah 49, 73 yang berada pada kategori sedang, setelah diberi perlakuan dengan menggunakan metode talking stick, hasil belajar matematika mengalami peningkatan secara signifikan menjadi 76,45 pada tes akhir (post-test). Dengan demikian metode talking stick efektif digunakan dalam meningkatkan hasil belajar matematika. Namun terdapat perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian ini menggabungkan metode talking stick dengan media gambar.
Berdasarkan penelitian yang telah tertera diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran talking stick sangat bermanfaat bagi manusia. Model pembelajaran talking stick juga dapat membantu manusia dalam berbagai bidang, baik di pendidikan maupun dalam berbagai aktivitas kehidupan, sehingga penelitian dengan judul “Keefektifan Metode Talking Stick Berbantuan Media Cetak Gambar Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas III SD IT Faidlurrahman” layak untuk dilakukan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keefektifan metode pembelajaran talking stick dalam meningkatkan keterampilan berbicara pada peserta didik kelas III ? 2. Apakah ada perbedaan hasil keterampilan berbicara siswa kelas III
antara yang menerapkan metode pembelajaran talking stick dan yang menerapkan metode pembelajaran konvensional ?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui keefektifan metode pembelajaran talking stick dalam meningkatkan keterampilan berbicara pada peserta didik kelas III.
2. Mengetahui ada perbedaan hasil keterampilan berbicara siswa kelas III antara yang menerapkan metode pembelajaran talking stick dan yang menerapkan metode pembelajaran konvensional.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan bisa dimanfaatkan untuk memperkaya khasanah ilmiah terutama yang berkaitan dengan keefektifan metode talking stick untuk meningkatkan keterampilan berbicara.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh:
a. Para guru.
Sebagai masukan untuk meningkatkan kompetensinya agar lebih profesional dan untuk introspeksi diri, apakah terdapat keefektifan metode talking stick untuk meningkatkan keterampilan berbicara terhadap siswa.
b. Siswa
Sebagai masukan untuk lebih meningkatkan hasil belajarnya sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan juga selalu dapat menjalin hubungan timbal balik yang selalu menguntungkan dengan gurunya.
c. Bagi SD IT Faiddlurahman
Hasil penelitian ini dapat dijadikan pijakan atau masukan dalam rangka untuk ‘’Keefektifan Metode Talking Stick Berbantuan Media Cetak Gambar Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas III SD”
E. Ruang Lingkup
1. Ruang lingkup penelitian
Variabel-varabel yang akan dibahas dalam penelitian yang berjudul
“Keefektifan Metode Talking Stick Berbantuan Media Cetak Gambar Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas III SD“
adalah variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Adapun rincian dari variabel-variabel tersebut sebagai berikut:
a. Variabel bebas (independent variable) pada penelitian ini adalah keefektifan metode talking stick (X2) yang terdiri dari :
1. Metode Talking Stick 2. Media cetak gambar
b. Variabel terikat (dependent variable) pada penelitian ini adalah : 1. Keterampilan berbicara.
2. Keterbatasan penelitian
Ruang lingkup penelitian sebagaimana diatas, selanjutnya penelitian membatasinya agar tidak terjadi pelebaran pembahasan, adapun pembatasan penelitian yang dimaksud adalah:
a. Objek Penelitian
Keefektifan Metode Talking Stick b. Subjek Penelitian
Siswa kelas III SDIT Faidlurrahman c. Media Pembelajaran
Media cetak gambar F. Definisi Operasional
1. Keefektifan Metode Talking Stick
Metode pembelajaran talking stick berbantuan media gambar terhadap kemampuan keterampilan berbicara siswa dikatakan efektif jika: (1) terdapat perbedaan rata-rata kemampuan keterampilan berbicara siswa yang diajar menggunakan metode talking stick dengan rata-rata kemampuan keterampilan berbicara siswa yang diajar menggunakan metode pembelajaran konvensional, (2) ketuntasan belajar individual dapat memenuhi kriteria ketuntasan belajar minimal (KKM) > 70 dan ketuntasan belajar > 75%.
2. Media Gambar.
Media gambar menurut sudjana (2007:68) merupakan media visual dalam bentuk grafis. Media grafis didefinisikan sebagai media yang mengkombinasikan fakta dan gagasan secara jelas dan
kuat melalui suatu kombinasi pengungkapan kata-kata dan gambar- gambar.
Media gambar merupakan media pembelajaran berupa media visual dalam bentuk gambar. Dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan media gambar, siswa akan merasa tidak bosan. Media gambar dapat digunakan untuk memperjelas suatu masalah, sehingga bernilai terhadap semua pelajaran disekolah.
3. Keterampilan Berbicara.
Berbicara menurut Burhan Nurgiyantoro (2001:276) merupakan aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa yaitu setelah aktivitas mendengarkan.
Berdasarkan bunyi-bunyi yang didengar itu, kemudian manusia belajar untuk mengucapkan dan akhirnya terampil berbicara.
Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa dalam kehidupan sehari-hari. Berbicara merupakan aktivitas mengeluarkan kata-kata berwujud ungkapan, gagasan, informasi yang mengandung makna secara lisan, sehingga berbicara memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.
Bab II Kajian Pustaka A. Kajian Pustaka
1. Keterampilan Berbicara 2. Pengertian Berbicara
Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya manusia sudah mengenal bahasa berawal dari bahasa yang mereka dengar kemudian manusia belajar mengucap sampai akhirnya mampu berbicara. Hal ini sejalan dengan pendapat nurgiyantoro (2013:399) mengemukakan bahwa berbicara merupakan aktivitas kedua yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari setelah mendengarkan.
Brown dan Yule (Santosa, dkk. 2010:34) berpendapat bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan atau perasaan secara lisan. Dalam komunikasi tentu ada pihak yang berperan sebagai penyampaian pesan dan penerima pesan. Agar komunikasi berjalan dengan baik, maka kedua pihak harus bisa bekerja sama dengan baik. Kerja sama yang baik dapat diciptakan dengan beberapa faktor diantaranya : 1) siapa yang diajak berkomunikasi, 2) situasi, 3) tempat, 4) isi pembicaraan dan 5) media yang digunakan.
Arsjad dan Mukti (Nurbiana, 2008:6) mengemukakan bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif yang melibatkan aspek kebahasaan dan aspek non kebahasaan.
Berdasarkan beberapa ahli berpendapat dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan kemampuan seseorang dalam mengungkapkan atau menyampaikan ide, pikiran, gagasan atau perasaan yang ada dalam diri yang sudah melibatkan orang lain dalam menyampaikan pesan atau informasi tersebut dengan menggunakan kata-kata.
3. Pengertian Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbicara merupakan kemampuan seseorang untuk mengucapkan kata-kata yang menyatakan pendapat atau gagasan kepada seseorang. Menurut tarigan (2015:16) mengemukakan bahwa berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata yang mengekspresikan menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sedangkan menurut yahya (2009:1) keterampilan berbicara merupakan bidang pembelajaran yang sangat penting karena keterampilan berbicara siswa sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam mengemukakan ide- idenya. Dalam lingkungan Pendidikan, siswa dituntut terampil berbicara selama dalam proses kegiatan belajar mengajar. Siswa harus mampu dalam menyampaikan gagasan, menjawab pertanyaan dari guru, dan mengajukan pertanyaan yang baik sehingga siswa yang lain dapat memahami apa yang dimaksud dari pertanyaannya.
Sugiarta (2007:28) mengemukakan bahwa keterampilan berbicara merupakan keterampilan dalam menggunakan bahasa lisan. Untuk mendapatkan keterampilan berbicara yang baik diperlukan suatu proses. Keterampilan berbicara tidak dapat dipisahkan dari pemahaman menyimak. Secara umum, semakin baik pemahaman siswa dalam menyimak maka keterampilan berbicaranya akan lebih baik. Faktor- faktor, kondisi, dan komponen-komponen yang mendasari keefektifan berbicara perlu diperhatikan.
Berdasarkan beberapa ahli berpendapat dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara merupakan kemampuan seseorang mengucapkan bunyi atau kata-kata yang menyampaikan pendapat atau gagasannya kepada seseorang dengan jelas.
Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang sangat mempengaruhi siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, oleh karena itu siswa diharapkan dapat terampil berbicara dengan baik.
4. Indikator Keterampilan Berbicara
Nurbiana (2008:36) menyebutkan indikator keterampilan berbicara yang dapat dijadikan ukuran yaitu dari aspek kebahasaan dan non kebahasaan. Aspek kebahasaan merupakan aspek-aspek yang berkaitan dengan masalah bahasa, yang seharusnya dipenuhi Ketika seseorang menjadi pembicara. Sedangkan aspek non kebahasaan merupakan aspek-aspek yang menentukan keberhasilan seseorang dalam berbicara yang tidak ada kaitannya dengan masalah bahasa.
Aspek kebahasaan terdiri atas : a) ketepatan pengucapan, b) penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, c) pilihan kata (diksi), dan d) ketepatan sasaran pembicaraan.
a. Ketepatan Pengucapan
Seorang pembicara membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan pendengar. Hal ini dikarenakan pola ucapan dan artikulasi tidak selalu sama. Setiap orang memiliki gaya tersendiri dan gaya yang dipakai bisa berubah sesuai pokok isi pembicaraan, perasaan, dan sasaran. Akan tetapi, jika perbedaan dan perubahan itu terlalu berlebihan akan menjadi suatu penyimpangan, keefektifan dalam berbicara kurang.
b. Penempatan tekanan, nada, sendi dan durasi yang sesuai
Kesesuaian tekanan nada, sendi, dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan bisa dikatakan sebagai faktor penentu dalam komunikasi.
Walaupun isi dalam pembicaraan yang dibicarakan kurang menarik tetapi dengan penempatan tekanan, nada, sendi dan durasi yang sesuai akan membuat pembicaraan menjadi menarik. Sebaliknya, isi pembicaraan yang menarik jika disampaikan dengan ekspresi datar dapat menimbulkan kejenuhan, membosankan dan keefektifan dalam berbicara kurang.
c. Pilihan kata (diksi)
Pemilihan kata atau diksi sangat penting dikuasai oleh pembicara. Pemilihan kata yang tepat akan memudahkan pendengar untuk memahami akan isi pembicaraan yang sudah disampaikan. Hal yang penting dalam pemilihan kata atau diksi adalah situasi dan pendengar. Tepat situasi merupakan bagaimana pembicara menyesuaikan pemilihan kata dengan situasi dimana pembicaraan sedang berlansung. Pemilihan kata yang terstruktur dan protokoler diterapkan pada pembicaraan yang bersifat formal. Sedangkan pemilihan kata yang fleksibel lebih cocok untuk pembicaraan bersifat non formal.
d. Ketepatan sasaran pembicaraan
Ketepatan sasaran pembicaraan berkaitan dengan penggunaan kalimat yang efektif dalam berbicara. Ciri kalimat efektif ada empat, diantaranya keutuhan,
perpautan, pemusatan perhatian, dan kehematan. Keutuhan merupakan setiap kata bagian yang padu dari kalimat. Keutuhan kalimat akan rusak karena ketiadaan subjek. Perpautan memiliki makna bahwa pertalian unsur-unsur kalimat saling terkait dalam satu pokok bahasan dan saling mendukung sehingga tidak berdiri sendiri. Pemusatan perhatian memiliki arti topik pembicaraan yang jelas dan tidak melebar kemana-mana. Kehematan memili arti kalimat yang digunakan singkat, padat, dan jelas sudah mewakili atau mencakup topik pembicaraan yang disampaikan.
Sementara itu faktor non kebahasaan terdiri dari : 1) sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku, 2) kesiapan mental, 3) pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara, 4) kesediaan menghargai pendapat orang lain, 5) grak-gerik dan mimic yang tepat, 6) kenyaringan suara, 7) kelancaran dalam berbicara, 8) penalaran dan 9) penguasaan topik pembicaraan.
5. Pengertian Metode Pembelajaran Talking Stick
Model pembelajaran talking stick menurut Shoimin (2014:198) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini menggunakan tongkat. Tongkat dijadikan sebagai giliran untuk berpendapat atau menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pelajaran. Metode pembelajaran talking stick merupakan metode pembelajaran yang melatih keberanian siswa dalam berbicara kepada orang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat hasan fauzu maufur (2009:88) mengemukakan bahwa metode pembelajaran talking stick adalah model pembelajaran yang berguna untuk melatih keberanian siswa dalam menjawab dan berbicara kepada orang lain.
Trianto (2010:121), dalam penerapan model pembelajaran tipe talking stick, guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok dengan anggota yang heterogen.
Kelompok dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban atau minat. Setiap kelompok selanjutnya berdiskusi dan mempelajari materi pelajaran. Model pembelajaran talking stick adalah suatu model pembelajaran kelompok sama seperti Snowball Throwing. Tetapi dalam penerapan metode pembelajaran ini, dengan memanfaatkan tongkat oleh sebab itulah disebut talking stick (tongkat berbicara).
Berdasarkan pendapat dari beberapa para ahli dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran talking stick merupakan model pembelajaran kooperatif dengan
memanfaatkan tongkat. Model pembelajaran ini, melatih siswa untuk berani menyampaikan pendapatnya kepada orang lain.
6. Langkah-Langkah Metode Pembelajaaran Talking Stick
Pelaksanaan model pembelajaran talking stick dalam kegiatan pembelajaran dilakukan melalui beberapa langkah. Shoimin (2014:199) menjelaskan adapun langkah-langkah dalam kegiatan pembelajaran talking stick sebagai berikut :
a. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok.
b. Siswa mendengarkan penjelasan guru mengenai tugas kelompok.
c. Setiap kelompok diberikan tugas kelompok yang berbeda-beda.
d. Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif.
e. Setelah diskusi, juru bicara kelompok menyampaikan hasil pembahasan kelompoknya.
f. Kesimpulan.
g. Evaluasi.
h. Penutup.
Berdasarkan penjelasan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa sintaks model pembelajaran talking stick sebagai berikut :
a. Siswa dibagi menjadi 5 kelompok.
b. Siswa mendengarkan penjelasan guru mengenai tugas kelompok c. Setiap kelompok diberi media gambar dan LKS.
d. Masing-masing kelompok berdiskusi mengerjakan LKS.
e. Setelah diskusi, juru bicara kelompok menyampaikan hasil pembahasan kelompoknya.
f. Siswa kembali ke tempat duduknya masing- masing, kemudian mengerjakan LKS.
g. Talking stick dilakukan dengan cara mengoper tongkat diiringi lagu yang ditentukan oleh guru dengan peraturan siswa yang memegang tongkat saat lagu berhenti harus menjawab pertanyaan.
h. Kesimpulan.
7. Kelebihan dan Kekurangan Metode Talking Stick
Shoimin (2014:199) menyebutkan bahwa kelebihan model talking stick sebagai berikut:
a. Menguji kesiapan siswa dalam pembelajaran b. Melatih siswa memahami materi dengan cepat
c. Memacu agar siswa lebih giat belajar ( belajar dahulu sebelum pelajaran dimulai) d. Siswa berani menyampaikan pendapat.
Shoimin (2014:199) menyebutkan bahwa kekurangan model talking stick sebagai berikut :
a. Membuat siswa senam jantung.
b. Siswa yang tidak siap tidak bisa menjawab dengan benar.
c. Membuat siswa tegang.
d. Ketakutan akan pertanyaan yang akan diberikan oleh guru.
8. Media Gambar
Angkowo (dalam poerwanti, 2015:390) berpendapat bahwa media gambar merupakan media yang mengkombinasikan fakta dan gagasan secara jelas dan kuat melalui kombinasi kata-kata dengan gambar.
Media gambar merupakan media yang tidak diproyeksikan dan paling umum dipakai oleh guru. Media ini dapat dirancang oleh guru sendiri sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Siswa lebih menyukai gambar daripada tulisan, apalagi jika gambar disajikan sesuai dengan persyaratan yang baik, siswa akan semangat dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Media gambar lebih efektif apabila gambar disesuaikan dengan tingkatan anak, baik dalam hal besarnya gambar, detail, warna dan latar belakang yang perlu untuk penafsiran.
Azhar Arsyad (2009:25-27) menyebutkan manfaat praktis pengembangan media gambar dalam proses pembelajaran sebagai berikut:
a. Media gambar dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses pembelajaran.
b. Media gambar dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar.
c. Media gambar dapat mengatasi keterbatasan indra, ruang, dan waktu.
d. Media gambar dapat memberikan kesamaan pengalaman dan persepsi pada siswa.
Syaiful bahri djamarah (2006:213) menyebutkan kelebihan media gambar sebagai berikut :
a. Media gambar merupakan media yang umum dipakai.
b. Media gambar disesuaikan dengan taraf berpikir siswa dari sederhana ke kompleks.
c. Melibatkan siswa untuk mengoperasikan media pembelajaran, sehingga pembelajaran dapat dipahami oleh siswa.
d. Warna dari media yang bervariasi dapat memotivasi siswa dalam belajar.
e. Media gambar mudah didapat dan tahan lama.
Asnawir dan M. basyarudin usman (2002) menyebutkan kelemahan media gambar sebagai berikut :
a. Kelebihan dan penjelasan dari guru dapat menyebabkan timbulnya penafsiran yang berbeda.
b. Penghayatan tentang materi kurang sempurna.
c. Tidak meratanya penggunaan gambar tersebut dan kurang efektif dalam penglihatan karena biasanya siswa yang duduk dibelakang kurang jelas gambarnya.
9. Tema/Muatan
Penelitian ini menggunakan tema 4 kewajiban dan hakku subtema 1 Kewajiban dan Hakku di Rumah pembelajaran 2. Muatan Bahasa Indonesia menyampaikan tanggapan. Pada muatan PPKn Kewajiban dan Hak.
10. Pengertian Tanggapan
Kegiatan berbicara dalam menyampaikan tanggapan sering dilakukan orang dalam kehidupan sehari-hari. Menurut rakhmat (2007:51) mengemukakan bahwa tanggapan merupakan pengalaman tentang obyek, hubungan atau peristiwa yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia, persepsi merupakan tanggapan langsung dari sesuatu.
Umam (2012:67) berpendapat bahwa persepsi dalam kamus merupakan sebagai proses pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus.
Stimulus didapatkan dari proses penginderaan terhadap peristiwa, objek atau hubungan antar gejala yang selanjutnya akan diproses oleh otak. Sedangkan menurut suryabrata (2014:36-37) berpendapat bahwa tanggapan merupan bayangan yang tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatn. Tanggapan tidak hanya menghidupkan kembali apa yang telah diamati dimasa lampau, akan tetapi dapat mengantisipasikan masa yang akan datang.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa tanggapan merupakan reaksi seseorang dalam melihat objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh, kemudian objek atau peristiwa tersebut akan disimpulkan. Dalam menyampaikan tanggapan bisa mengkritik dan memberikan saran pada peristiwa tersebut.
11. Faktor Yang Mempengaruhi Tanggapan
Walgito (2010:101) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berperan dalam persepsi atau tanggapan sebagai berikut :
a. Objek yang dipersepsi atau ditanggapi.
b. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf.
c. Perhatian.
12. Proses Terjadinya Tanggapan
Suryabrata (2014:37-38) menyebutkan beberapa proses terjadinya tanggapan sebagai berikut:
a. Pengamatan.
b. Bayangan pengiring.
c. Bayangan eidentik.
d. Tanggapan.
13. Kewajiban dan Hak
Kewajiban merupakan segala sesuatu yang harus kita kerjakan sebelum mendapakatkan hak. Apabila kewajiban dilanggar akan mendapatkan sanksi.
Sedangkan hak merupakan segala sesuatu yang kita peroleh setelah melaksanakan kewajiban.
Macam-macam kewajiban yang berhubungan dengan pakaian sebagai berikut:
a. Bersyukur memiliki pakaian.
b. Menggunakan pakaian dengan hati-hati.
c. Mencuci pakaian apabila pakaian kotor.
d. Menyetrika pakaian.
Macam-macam hak yang berhubungan dengan pakaian sebagai berikut:
a. Memiliki pakaian untuk bermain dan tidur.
b. Mendapatkan pakaian dari orang tuanya.
c. Memiliki seragam sekolah.
B. Penelitian Relevan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Much Arsyad Fardani (2015) penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan metode role playing berpengaruh dalam meningkatkan motivasi belajar dan keterampilan berbicara siswa sesuai dengan unggah-ungguh basa. Penelitian ini dilaksanakan di kelas III SD Negeri 3 Paduranen.
Peningkatan dalam keterampilan berbicara sesuai dengan unggah-ungguh basa siswa dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas pada prasiklus yaitu 47,27 dengan persentase ketuntasan siswa yang dicapai 22,73% selanjutnya pada siklus I mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata yang dicapai yaitu 71,7 dengan persentase ketuntasan siswa 72,73 % kemudian pada siklus II mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata kelas 79,4 dan persentase ketuntasan siswa 90,91%.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan I Nym. Putra Antara, M.G. Rini Kristiani, I Ngh. Suadnyana (2019) penelitiannya menunjukkan bahwa pengaruh model pembelajaran talking stick terhadap keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri di Gugus IX Kintamani tahun ajaran 2017/2018. Pengumpulan data dilakukan dengan rubrik penilaian keterampilan berbicara. Data yang diperoleh dianlisis menggunakan uji-t (polled varians). Hasil penelitian menunjukkan bahwa thitung
=2,643 sedangkan taraf signifikasi 5% dengan dk = 73 diperoleh nilai ttabel = 2,000 sehingga thitung = 2,463 > ttabel = 2,000. Berdasarkan kriteria pengujian, maka H0 yang berbunyi tidak terdapat pengaruh model pembelajaran talking stick berbantuan rubrik surat kabar terhadap keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri gugus IX Kintamani tahun ajaran 2017/2018 ditolak dan Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran talking stick berbantuan rubrik surat kabar berpengaruh terhadap keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri gugus IX kintamani tahun ajaran 2017/2018.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Novianti Ayu Cahyani, Dadan Djuanda, Ali Sudin (2017) penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan metode vaks (visual, auditory, kinestethic, sugestopedia) untuk meningkatkan keterampilan berbicara pada materi memerankan tokoh drama di kelas V SDN Cikoneng I. Ada 40,91 % siswa yang tuntas pada triwulan I, 72,73% pada triwulan II, 95,24% pada triwulan III. Ada kemajuan dalam proses dan output dengan penerapan VAKS pada materi pembelajaran bermain drama.
C. Kerangka Berpikir
Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang diberikan di sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Pada dasarnya bahasa Indonesia mata pelajaran yang mempelajari keterampilan berbahasa diantaranya menyimak, berbicara, menulis dan mendengarkan. Salah satunya Bahasa Indonesia mempelajari keterampilan berbicara.
Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan keterampilan berbicara merupakan kemampuan seseorang mengucapkan kata-kata untuk menyampaikan pendapat atau gagasannya kepada seseorang dengan jelas.
Banyaknya keterampilan berbahasa yang dipelajari di dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia mengakibatkan minat dan ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia menjadi berkurang. Selain itu, guru juga masih menggunakan model pembelajaran kurang inovatif sehingga siswa tersebut menjadi bosan. Dalam pembelajaran konvensional adalah pembelajarannya masih berpusat guru, belum berpusat siswa. Hal tersebut siswa menjadi bosan dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus melakukan pembelajaran yang variative, seperti pembelajaran dengan menggunakan metode talking stick.
Dalam penelitian ini, metode pembelajaran talking stick akan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Peneliti akan melakukan pretest model pembelajaran konvensional pada kelas IIII b. Sedangkan akan melakukan posttest model pembelajaran talking stick pada kelas III b dengan materi menyampaikan tanggapan untuk melatih keterampilan berbicara.
Berikut ini merupakan kerangka berpikir keefektifan model pembelajaran talking stick disajikan dalam bentuk bagan.
Gambar 2.1 kerangka berpikir D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
Ho: Tidak ada perbedaan hasil keterampilan berbicara mata pelajaran Bahasa Indonesia materi menyampaikan tanggapan pada siswa kelas III antara yang memperoleh pembelajaran menggunakan talking stick dan yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model konvensional.
Pelajaran Bahasa Indonesia Menyampaikan tanggapan
Pretest Posttest
Model Konvensional
Model Talking Stick
Keterampilan Berbicara
Keterampilan Berbicara
Dibandingkan
Ada tidaknya perbedaan hasil keterampilan berbicara siswa mata pelajaran Bahasa Indonesia
materi menyampaikan tanggapan antara yang memperoleh model pembelajaran talking stick dan
yang memperoleh model pembelajaran konvensional
Ha: Ada perbedaan hasil keterampilan berbicara mata pelajaran Bahasa Indonesia materi menyampaikan tanggapan pada siswa kelas III antara yang memperoleh pembelajaran menggunakan talking stick dan yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model konvensional.