• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING BERBANTUAN BONEKA TANGAN TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING BERBANTUAN BONEKA TANGAN TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS V"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING

BERBANTUAN BONEKA TANGAN TERHADAP

KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS V

I Gd Fajar Dian Mahendra

1

, Desak Putu Parmiti

2

, Md Sumantri

3 1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: [email protected]

1

, [email protected]

2

,

[email protected]

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan berbicara antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran sosial tipe role

playing berbantuan media boneka tangan dan kelompok siswa yang dibelajarkan

menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V di SD Gugus I Kecamatan Kubutambahan Tahun Pelajaran 2016/2017. Penelitian ini merupakan quasi

experiment dengan rancangan post test only control group design. Populasi penelitian ini

adalah siswa kelas V di SD Gugus I Kecamatan Kubutambahan yang berjumlah 95 orang. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 8 Kubutambahan dan siswa kelas V SD Negeri 2 Bukti. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan lembar penilaian unjuk kerja. Data yang diperoleh dianalisis dengan statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial. Hasil penelitian menunjukkan, terdapat perbedaan keterampilan berbicara antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran sosial tipe

role playing berbantuan media boneka tangan dan kelompok siswa yang dibelajarkan

menggunakan model pembelajaran konvensional, dengan nilai thitung sebesar 6,75 dan ttab sebesar 2,02. Artinya, thitung lebih besar dari ttab. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran sosial tipe role playing berbantuan media boneka tangan berpengaruh terhadap keterampilan berbicara siswa.

Kata kunci: model pembelajaran role playing, keterampilan berbicara, boneka tangan

Abstract

The purpose of this research was to know the defference between the speaking skill of students that was taught using social learning model of role playing assisted by puppets and those who were taught with convensional learning model at fifth grade Elementary School of Gugus I Kubutambahan sub-district in academic year of 2016/2017. This research was a quasi experimental within a post test only control group design. The total of population in this research was 95 students. The sample of this research were SDN 8 Kubutambahan and SDN 2 Bukti. In collecting the data, the writter used an assessment of performance. The data were analysed using a descriptive statistic and inferencial statistic. The results show that the defference between the speaking skill of students that was taught using social learning model of role playing assisted by puppets and those who were taught with convensional learning model within 6,75 score of t-count and 2,02 score of t-tab. It meant that t-count is bigger than t-tab. Besed on the result of this research it can be concluded that role playing learning model assisted by puppets influence of students’ speaking skills.

(2)

PENDAHULUAN

Sekolah dasar merupakan jenjang pendidikan paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan “pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah”. Ini berarti bahwa sekolah dasar merupakan lembaga pendidikan awal yang harus dilalui siswa sebelum bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Pada jenjang ini terdapat sejumlah mata pelajaran yang wajib dipelajari siswa. Salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari adalah mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Pelajaran Bahasa Indonesia di tingkat sekolah dasar diberikan mulai dari kelas satu sampai kelas enam. Dibia (2008) menyatakan pengajaran Bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah pengajaran keterampilan berbahasa (belajar berkomunikasi) dan belajar sastra (belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya). Oleh karena itu, pelajaran Bahasa Indonesia diberikan dengan tujuan agar anak memiliki kemampuan “berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tertulis” (Dibia, 2008:11). Pendapat tersebut

menekankan bahwa peningkatan

kemampaun anak dalam berkomunikasi secara lisan maupun tulis dapat dicapai melalui pembelajaran Bahasa Indonesia.

Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup empat kerampilan berbahasa, meliputi: keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis (Tarigan, 2015). Ini berarti, dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia terdapat empat keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa. Keterampilan membaca dan menulis merupakan komunikasi satu arah atau disebut juga komunikasi secara tidak langsung. Sedangakan, keterampilan menyimak dan berbicara merupakan komunikasi dua arah atau sering disebut juga sebagai komunikasi langsung (Tarigan, 2015).

Dilihat dari cakupan keterampilan berbahasa, keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan

berbahasa yang sangat penting peranannya dalam meningkatkan keaktifan

dan kemampuan siswa dalam

berkomunikasi. Sebenarnya belajar berbicara merupakan belajar untuk berkomunikasi karena melalui berbicara manusia diajarkan cara berkomunikasi dengan sesamanya. Haryadi dan Zamzani (dalam Sukreni, 2014) juga menyatakan berbicara merupakan tuntutan kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial agar mereka dapat berkomunikasi dengan sesamanya. Pendangan tersebut menyatakan hampir sebagian besar waktu manusia diisi dengan kegiatan berbicara.

Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang harus dikuasai siswa. Setiap mata pelajaran yang ada di sekolah dasar pastinya melibatkan siswa untuk berbicara, mulai dari menyampaikan pendapat, dan berinteraksi dengan guru. Tarigan (2015:1) menyatakan “semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya”. Ini berarti keterampilan berbahasa dapat memengaruhi jalan pikiran seseorang. Dengan menguasai keterampilan berbicara, siswa akan mampu menyampaikan pendapat dan pikirannya sesuai dengan konteks pembicaraan.

Kenyataannya saat ini, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, keterampilan berbicara siswa masih kurang. Banyak dari siswa yang belum mampu menunjukkan keterampilan berbicaranya dengan baik. Anggapan bahwa setiap orang dengan sendirinya dapat berbicara

telah menyebabkan pembinaan

keterampilan berbicara sering diabaikan. Terkait dengan pernyataan tersebut, mutu pendidikan pada jenjang sekolah dasar khususnya keterampilan berbicara sebagai sarana berkomunikasi masih menjadi persoalan ataupun masalah yang dialami siswa. Keterampilan berbicara yang dimiliki oleh setiap siswa bervariasi mulai dari taraf yang baik, sedang, gagap, atau kurang. Ada beberapa siswa akan mudah lupa dengan hal yang ingin dibicarakan jika dihadapkan dengan sejumlah temannya sehingga susah untuk mengeluarkan pembicaraan. Bahkan beberapa siswa yang lain akan merasa gugup jika disuruh untuk

(3)

berbicara karena mereka takut salah dalam berbicara.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 10 Januari 2017 dengan siswa kelas V semester dua di SD Gugus I Kecamatan Kubutambahan, menunjukkan bahwa kemampuan berbicara siswa masih berada pada taraf cukup, gugup, dan kurang. Hal tersebut dapat dilihat selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam proses pembelajaran, khususnya kegiatan berbicara, rata-rata dari empat sekolah yang diobservasi, kebanyakan siswa merasa malu dan gugup ketika diminta bercerita. Selanjutnya, beberapa siswa lainnya seolah-olah tidak fokus dan sering menolah ke segala arah seperti orang yang kebingungan ketika diminta untuk berbicara di depan kelas. Selain itu, masih terdapat banyak siswa yang tersendat-sendat ketika berbicara.

Selain observasi, wawancarapun dilakukan pada tanggal 11 Januari 2017 dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD Gugus I Kecamatan Kubutambahan. Bedasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru Bahasa Indonesia, guru menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran guru menggunakan metode ceramah, metode tanya-jawab, dan metode penugasan dalam mengajar. Model pembelajaran yang digunakan guru ini biasa disebut model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran tradisional berupa penerapan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan yang dilakukan secara terus menerus (Rasana, 2009). Penggunaan model pembelajaran ini dilakukan guru untuk menuntaskan materi yang cukup banyak dalam waktu yang sedikit. Selain itu, guru juga kurang mengetahui berbagai model pembelajaran yang cocok dalam pelajaran keterampilan berbicara sehingga guru belum menggunakan model pembelajaran yang variatif selama proses pembelajaran berlangsung.

Pengimplementasian metode yang sama secara terus-menerus, tanpa adanya pemilihan model pembelajaran yang variatif membuat siswa menjadi pasif dalam proses pembelajaran. Siswa tidak dilibatkan secara langsung dalam proses pembelajaran

melainkan hanya sebagai penerima pesan. Hal tersebut bertolak belakang dengan hal yang seharusnya dilakukan guru selama pembelajaran keterampilan berbicara. Guru seharusnya menciptakan pembelajaran yang aktif yang lebih menuntut siswa untuk turut serta dalam proses pembelajaran sehingga siswa mampu mempraktikkan cara berbicara yang baik dan benar. Selain itu, guru juga jarang memanfaatkan media dalam mengajar karena sedikitnya media yang tersedia di sekolah. Kurangnya pemanfaatan media menyebabkan siswa merasa jenuh selama mengikuti pembelajaran. Pengunaan media yang menarik akan membuat siswa bersemangat dan lebih fokus selama pelajaran berlangsung. Sifat pasif dan jenuh siswa selama mengikuti pembelajaran menyebabkan nilai keterampilan berbicara siswa rendah.

Berdasarkan pencatatan dokumen yang dilakukan tanggal 11 Januari 2017, diketahui rata-rata nilai keterampilan berbicara siswa di SD Gugus I Kecamatan Kubutambahan, yaitu SD Negeri 8 Kubutambahan 67,76; SD Negeri 1 Bukti 67,80; SD Negeri 2 Bukti 68,59; dan SD Negeri 3 Bukti 70,00. Berdasarkan hal tersebut rata-rata nilai keterampilan berbicara siswa kelas V di SD Gugus I Kecamatan Kubutambahan masih berada disekitar KKM yang telah ditetapkan sekolah. Ini berarti, keterampilan berbicara siswa masih perlu ditingkatkan karena siswa cenderung pasif dalam berbicara.

Bedasarkan observasi, wawancara, dan pencatatan dokumen yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa rendahnya keterampilan berbicara siswa kelas V di SD Gugus I Kecamatan Kubutambahan disebabkan oleh dua faktor yaitu: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: perasaan gugup, malu, dan kurang percaya diri dari siswa ketika diminta untuk berbicara. Sedangkan, faktor eksternal meliputi: pemilihan model pembelajaran yang kurang inovatif serta kurangnya penggunaan media pembelajaran selama proses pembelajaran.

Sehubungan dengan hal di atas, maka perlu dilakukan perbaikan pembelajaran dalam keterampilan berbicara siswa kelas V di SD Gugus I Kecamatan

(4)

Kubutambahan. Perbaikan pembelajaran tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran yang membuat siswa aktif serta menggunakan media yang variatif dalam proses pembelajaran (Sadiman, dkk, 2009). Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan permasalahan di atas adalah model pembelajaran sosial tipe role playing.

Role playing merupakan salah satu tipe model pembelajaran sosial (Suprijono, 2016). Dalam Bahasa Indonesia, kata “role

playing” dapat diartikan “bermain peran”.

Selama pelaksanaanya siswa akan memerankan berbagai tokoh yang terdapat dalam cerita dengan penghayatan dengan penuh imajinasi. Dalam role playing, keterampilan berbicara siswa dapat dilihat secara jelas melalui penghayatan peran yang dilakukan pada tahap permainan peran serta tahap diskusi dan berbagi pengalaman selama proses pembelajaran. Penerapan model pembelajaran role playing selama proses pembelajaran akan

menambah keaktifan siswa dan menambah antusias siswa selama mengikuti pelajaran (Shoimin:2014). Hal ini berarti, model pembelajaran role playing dapat membangkitkan gairah dan mengurangi kegugupan siswa dalam berbicara karena dilakukan bersama-sama dengan teman satu kelompok. Selain itu, model pembelajaran role playing juga dapat digunakan untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa dalam berbicara karena dilakukan di depan umum. Oleh karena itu, pembelajaran yang dilakukan dengan model pembelajaran role playing akan mampu meningkatkan keterampilan berbicara siswa.

Penggunaan model pembelajaran

role playing akan lebih optimal dan

menyenangkan apabila dalam

pengimplementasiannya dipadukan dengan penggunaan media boneka tangan. Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (dalam Widowati, 2016:2.583) menyatakan bahwa boneka tangan adalah “boneka yang digerakkan dari bawah oleh seseorang yang tangannya dimasukkan ke bawah pakaian boneka tersebut”. Boneka tangan adalah media yang sangat menyenangkan dalam menunjang keterampilan berbicara siswa. Boneka adalah suatu benda yang pada

umumya disukai oleh anak-anak, sehingga pembelajaran akan berlangsung dengan menyenangkan. Selain itu, guru tidak akan kesulitan dalam mencari media boneka tangan ini karena pembuatan boneka tangan sangat mudah dan sederhana.

Berdasarkan uraian di atas maka dipandang perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang “Pengaruh Model Pembelajaran Sosial Tipe Role Playing Berbantuan Media Boneka Tangan terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas V SD Gugus I Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2016/2017”

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan keterampilan berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunkan model pembelajaran sosial tipe role playing berbantuan media boneka tangan dan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V di SD Gugus I Kecamatan Kubutambahan Tahun Pelajaran 2016/2017.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment) dengan rancangan “Non Equivalent Posttest Only

Control Group Design” (Sugiyonono, 2015).

Rancangan ini menggunakan dua kelompok subjek. Salah satu kelompok diberikan perlakuan, sedangkan kelompok yang lain tidak diberikan perlakuan. Di akhir penelitian, kedua kelompok dikenai pengukuran yang sama. Rancangan eksperimennya ditunjukkan seperti Tabel 1.

(5)

Tabel 1. Rancangan Penelitian Non Equivalent Posttest Only

Control Group Design

Kelas Treatmen Post-test

Eksperimen X1 O1

Kontrol - O2

Dalam setiap penelitian yang akan dilakukan, populasi dan sampel sangatlah diperlukan karena akan dijadikan sebagai subjek dalam penelitian. “Populasi adalah keseluruhan objek dalam suatu penelitian” (Agung, 2014:69). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di SD Gugus I Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng pada tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 4 sekolah dasar yaitu: SD Negeri 8 Kubutambahan, SD Negeri 1 Bukti, SD Negeri 2 Bukti, SD Negeri 3 Bukti. Jumlah seluruh anggota populasi adalah 95 siswa.

Sebelum menentukan sampel yang akan diambil dalam penelitian ini, terlebih dahulu harus dilakukan uji kesetaraan populasi. Dalam menghitung kesetaraan kelompok sampel digunakan rumus Analisis Varians Satu Jalur (ANAVA klasifikasi tunggal). Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisis varian (ANAVA) pada taraf signifikansi 5%, diperoleh nilai Fhit sebesar 1,93 sedangkan

nilai Ftab sebesar 2,68. Dengan demikian,

Fhit < Ftab, sehingga H0 diterima.Jadi dapat

diinterpretasikan bahwa sampel setara. Sampel ialah sebagian dari populasi yang diambil dengan menggnakan teknik tertentu dan dianggap mewakili seluruh populasi (Agung, 2014). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik random

sampling. Sampel yang dirandom dalam

penelitian ini adalah kelas karena dalam eksperimen tidak dimungkinkan untuk mengubah kelas yang ada. Kelas yang akan dirandom merupakan kelas dalam jenjang yang sama. Sampel yang dirandom dalam penelitian ini adalah kelas karena dalam eksperimen tidak dimungkinkan untuk mengubah kelas yang ada. Kelas yang akan dirandom merupakan kelas dalam jenjang yang sama.

Melalui random sampling, ditetapkan kelas V di SD Negeri 8 Kubutambahan

yang berjumlah 21 orang sebagai kelompok eksperimen yang diberi perlakuan berupa model pembelajaran sosial tipe role playing berbantuan media boneka tangan dan kelas V di SD Negeri 2 Bukti yang berjumlah 22 orang sebagai kelompok kontrol yang diberi perlakuan berupa model pembelajaran konvensional.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi (pengamatan). Metode observasi merupakan suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis dengan prosedur berstandar. Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi sebenarnya maupun dalam situasi buatan (Sukardi, 2016).

Teknik observasi yang digunakan pada penelitian ini adalah observasi langsung partisipan. Obeservasi ini digunakan untuk pengumpulan data tentang kebiasaan belajar siswa dalam kelas termasuk untuk menilai keterampilan berbicara siswa. Dalam penelitian ini, penilaian keterampilan berbicara siswa dilakukan saat post-test diberikan.

Pada prinsipnya terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan guru dalam mengevaluasi keterampilan berbicara siswa. Beberapa aspek tersebut, yaitu: pelafalan, intonasi, pemahaman/ekspresi, struktur kalimat, dan kelancaran berbicara (Tarigan, 2015). Kelima aspek tersebut dapat dinilai menggunakan lembar unjuk kerja yang didasarkan pada rubrik penilaian skala rating.

“Skala rating pada umumnya melibatkan penilaian tingkah laku atau performa seseorang yang hendak diteliti” (Sukardi, 2016:151). Dalam penelitian ini digunakan skala rating tipe kategori dengan kategori 1 sampai 5. Bentuk skala kategori 5 adalah skala rating yang paling banyak

(6)

digunakan dalam penelitian pendidikan (Sukardi, 2016). Setiap skala tersebut memiliki makna mulai dari kategori sangat baik, baik, cukup, kurang baik, dan tidak baik.

Setelah instrumen disusun, perlu dilaksanakan pengujian instrumen penelitian. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara empirik mengenai instrumen keterampilan berbicara yang layak digunakan sebagai instrumen penelitian. Pengujian instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan uji pakar. Uji pakar dilakukan karena untuk mengukur instrumen keterampilan berbicara digunakan validitas isi untuk tes pencapaian (achievement test). Validitas isi untuk tes pencapaian (achievement test) yaitu validitas yang ditentukan melalui pertimbangan ahli (Sukardi,2016).

Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian

adalah teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui tinggi rendahnya kualitas dari dua variabel yaitu model pembelajaran role playing

berbantuan media boneka tangan dan pembelajaran konvesional terhadap keterampilan berbicara yang mencakup mengitung rata-rata (mean), median, modus, dan standar deviasi (s). Analisis Statistik inferensial digunakan untuk menguji kebenaran hipotesis penelitian. Dalam penelitian ini uji hipotesis akan dianalisis dengan menggunakan uji-t. Sebelum dilakukan analisis uji-t, terlebih dahulu dilaksanakan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Adapun hasil analisis data statistik deskriptif disajikan pada Tabel 2

Tabel 2. Data Hasil Belajar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Skor Tertinggi 22 20 Skor Terendah 15 11 Rentangan 8 10 Mean 18,57 13,64 Median 19 13 Modus 20 11 Varians 5,26 6,15 Standar Deviasi 2,29 2,48

Berdasarkan tabel 2, diketahui skor rata-rata keterampilan berbicara kelompok eksperimen = 18,57 lebih tinggi dari pada skor rata-rata keterampilan berbicara pada kelompok kontrol = 13,64. Jika skor rata-rata keterampilan berbicara kelompok eksperimen dikonversikan ke dalam skala lima teoretik, maka berada pada kategori tinggi. Sedangkan, jika skor rata-rata keterampilan berbicara kelompok kontrol dikonversikan ke dalam skala lima teoretik, maka berada pada kategori sedang.

Untuk mengetahui perbedaan keterampilan berbicara siswa yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model

pembelajaran sosial tipe role playing berbantuan boneka tangan dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional perlu dilakukan uji hipotesis. Sebelum uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi terhadap sebaran data, yang meliputi uji normalitas dan homogenitas terhadap data keterampilan berbicara siswa.

Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Liliefors, kriteria data berdistribusi normal jika Lhitung < Ltabel.

Pengujian hipotesisnya yaitu H0: sampel

berasal dari data yang berdistribusi normal dan H1: sampel berasal dari data yang tidak

(7)

perhitungan, diperoleh Lhitung hasil post-test

kelompok eksperimen adalah 0,1359 dan Ltab pada taraf signifikansi 5% dan dk = n =

21 adalah 0,1881. Sedangkan, Lhitung hasil post-test kelompok kontrol adalah 0,1481

dan Ltab pada taraf signifikansi 5% dan dk =

n = 22 adalah 0,1840. Hal ini berarti

tab

hit

L

L

sehingga data skor keterampilan

berbicara kelompok eksperimen dan kontrol berdistribusi normal.

Setelah mengetahui hasil uji normalitas, selanjutnya dilakukan uji homogenitas dengan rumus uji-F. Diketahui Fhitung hasil post-test kelompok eksperimen

dan kontrol adalah 1,17. Sedangkan Ftabel

dengan db pembilang = 21, db penyebut =

20 pada taraf signifikansi 5% adalah 2,11. Hal ini berarti, varians data hasil post-test kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen.

Berdasarkan uji prasyarat analisis data, diperoleh bahwa data keterampilan berbicara siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah normal dan homogen. Setelah diperoleh hasil uji prasyarat analisis data, analisis dilanjutkan dengan pengujian hipotesis penelitian (H1) dan hipotesis nol

(H0). Pengujian hipotesis tersebut dilakukan

menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi) menggunakan rumus uji-t polled varians. Adapun hasil analisis untuk uji-t dapat disajikan pada Tabel 3

Tabel 3. Hasil Uji Hipotesis

Kelompok N Mean (x) s 2 Db t hitung t tabel Eksperimen 21 18,57 5,26 41 6,75 2,02 Kontrol 22 13,64 6,15

Berdasarkan hasil penghitungan, dapat diketahui thitung = 6,75 dan ttabel = 2,02 untuk

db = 41 pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan kriteria pengujian, karena thitung

> ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Artinya, terdapat perbedaan keterampilan berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran sosial tipe role playing berbantuan media boneka tangan dan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional pasa siswa kelas V di SD Gugus I Kecamatan Kubutambahan Tahun Pelajaran 2016/2017.

PEMBAHASAN

Hasil analisis data keterampilan berbicara menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran sosial tipe role playing berbantuan media boneka tangan dan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional. Tinjauan ini

didasarkan pada rata-rata skor keterampilan berbicara dan hasil uji-t.

Perbedaan keterampilan berbicara antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran sosial tipe role playing berbantuan media boneka tangan dan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional disebabkan oleh adanya perlakuan pada kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dalam kelas eksperimen mengacu pada sintaks model pembelajaran sosial tipe role

playing berbantuan media boneka tangan.

Perlakuan dalam kegiatan pembelajaran ini tentunya berimbas pada proses penyampaian materi pembelajaran.

Implementasi model pembelajaran

role playing dapat mengubah pembelajaran

yang awalnya berpusat pada guru (teacher

centered) menjadi pembelajaran yang

berpusat pada siswa (students centered). Hal ini disebabkan oleh kegiatan pembelajaran yang mengacu pada sintaks model pembelajaran role playing. Selama proses pembelajaran guru hanya berperan sebagai fasilitator dan mediator, sementara siswa aktif melakukan proses belajar mulai

(8)

dari menemukan solusi permasalahan, bermain peran, diskusi, dan berbagi pengalaman. Temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahendra (2015) yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran role playing, pembelajaran lebih terpusat pada siswa dan dengan bermain peran siswa dapat lebih mudah memahami materi dan bekerjasama dalam kelompok, sehingga siswa mampu memahami materi yang disampaikan oleh guru secara efektif.

Penyampaian materi dalam pembelajaran role playing disajikan dalam bentuk drama yang diperankan oleh siswa. Selama proses pembelajaran, siswa memerankan tokoh yang terdapat dalam naskah drama menggunakan boneka tangan secara langsung di depan teman-temannya, sehingga siswa bisa berlatih berbicara dengan lebih aktif dan bermakna. Selain itu, penggunaan media boneka tangan dalam memainkan peran membuat pembelajaran terasa menyenangkan dan menarik diikuti siswa. Bahkan siswa beberapa kali ingin mengulangi memainkan drama menggunakan boneka tangan. Sadiman, dkk (2009) menyatakan penggunaan media secara tepat dapat mengatasi sifat pasif serta dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar. Dalam hal ini media boneka tangan berguna untuk menimbulkan gairah dan keaktifan siswa dalam belajar berbicara.

Selain bermain peran, keaktifan siswa dalam berbicara juga terlihat secara jelas pada tahap diskusi dan berbagi pengalaman. Dalam kegiatan diskusi dan berbagi pengalaman yang dilakukan, siswa

tampak berlatih menyampaikan

pendapatnya secara lisan dengan lawan bicaranya. Secara tidak langsung siswa belajar berbicara untuk menginformasikan hal yang diketahuinya kepada orang lain. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Wendra (2005) yang menyatakan bahwa salah satu tujuan berbicara adalah untuk menginformasikan. Pendapat tersebut menekankan bahwa komunikasi antara pembicara dengan lawan bicaranya akan berlangsung dengan baik ketika informasi yang diketahui pembicara dapat disampaikan secara jelas dan mudah dipahami oleh lawan bicara.

Selain temuan-temuan tersebut, temuan lain yang merupakan akibat dari penerapan model pembelajaran sosial tipe

role playing berbantuan media boneka

tangan adalah siswa lebih berani untuk berbicara ketika diminta berbicara di depan kelas. Siswa secara antuasias ingin menceritakan pengalamannya memainkan peran kepada teman-temannya. Suprijono (20016) menyatakan bahwa memainkan peran suatu tokoh dapat menjadi sarana bagi siswa untuk mewujudkan perasaan dan tidak kalah penting adalah siswa mampu menyampaikan pendapat dan materi pelajaran secara bervariasi. Hal ini berarti, melalui bermain peran, siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk mengenal perasaannya sendiri dan perasaan orang lain, sehingga siswa menjadi lebih percaya diri dalam belajar berbicara.

Setelah dibelajarkan menggunakan model pembelajaran role playing,

keterampilan berbicara siswa mengalami peningkatan. Hal ini dapat diketahui dari pengucapan kata, kelancaran, dan struktur kalimat yang diucapkan siswa ketika berbicara. Pengucapan kata yang disampaikan siswa dapat didengar secara jelas. Selain itu, ketika diminta untuk berbicara siswa mampu berbicara dengan lancar menggunakan struktur kalimat yang mudah dipahami. Hal ini disebabkan oleh giatnya latihan berbicara yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran. Dalam pembelajaran role playing menggunakan boneka tangan siswa dilatih berbicara secara bertahap mulai dari memainkan peran, diskusi, dan berbagi pengalaman. Tahap tersebut secara terus-menerus diulang selama kegiatan pembelajaran pada setiap pertemuan, sehingga secara bertahap siswa mampu berbicara dengan baik. Temuan ini sesuai dengan pendapat Tarigan (2015) yang menyatakan bahwa diperlukan latihan dan praktik untuk menguasai suatu keterampilan berbahasa. Temuan dalam penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Dharmawan (2014) yang menyatakan bahwa melalui memainkan peran dalam role playing, keterampilan berbicara siswa akan senantiasa terlatih, sehingga secara bertahap keterampilan berbicara siswa mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan

(9)

oleh hasil penelitian yang dilakukan, yang menyatakan bahwa model pembelajaran

role playing memberikan pengaruh positif

dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa daripada pembelajaran konvensional. Pengaruh positif yang ditimbulkan dalam penelitian tersebut adalah siswa lebih berani dan percaya diri berbicara ketika diminta berbicara di depan kelas. Selain itu, siswa merasa lebih senang dan aktif dalam mengikuti pembelajaran role playing sehingga keterampilan berbicara siswa dapat meningkat.

SIMPULAN DAN SARAN

Model pembelajaran yang

digunakan guru dalam proses pembelajaran memegang peranan yang sangat penting

dalam pencapaian peningkatan

keterampilan berbicara siswa. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan berbicara yang signifikan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran sosial tipe role playing berbantuan media boneka tangan dan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional kelas V di SD Gugus I Kecamatan Kubutambahan Tahun Pelajaran 2016/2017. Dengan demikian, model pembelajaran sosial tipe role playing berbantuan media boneka tangan berpengaruh terhadap keterampilan berbicara siswa.

Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah disarankan kepada siswa agar tetap mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan aktif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Saran selanjutnya ditujukan kepada guru pengajar bahasa Indonesia di sekolah dasar

hendaknya menggunakan model

pembelajaran role playing sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Disarankan juga kepada kepala sekolah agar mempertimbangkan model pembelajaran role playing sebagai salah satu model pembelajaran inovatif khususnya dalam meningkatkan keterampilan berbicara

siswa. Selanjutnya disarankan kepada peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran role playing dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia maupun pada mata pelajaran lainnya, penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA

Agung, A A. Gede. 2014. Metodelogi

Penelitian Pendidikan. Malang: Aditya

Media Publising.

Dharmawan, Donnie Weda. 2014. “Pengaruh Model Pembelajaran Role

Playing terhadap Keterampilan

Berbicara Bahasa Indonesia Siswa Kelas V ”. Jurnal Ilmiah PGSD

Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan PGSD, Volume 2, Nomor 1.

Tersedia pada

http://ejournal.undiksha.ac.id/index.ph p/JJPGSD/article/viewFile/3113/2583 (diakses tanggal 25 Januari 2017). Dibia, I Ketut. 2008. Pembelajaran Bahasa

Indonesia (pada Aspek Menyimak).

Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Mahendra, I Nym Krisna. 2014. “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Role

Playing Berbantuan Powerpoint

terhadap Keterampilan Menyimak pada Bahasa Indonesia Siswa Kelas VI”. Jurnal Ilmiah PGSD Universitas

Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD,

Volume 2, Nomor 1. Tersedia pada http://ejournal.undiksha.ac.id/index.ph p/JJPGSD/article/viewFile/2186/1900 (diakses tanggal 3 Mei 2017).

Rasana, I Dewa Putu Raka. 2009.

Model-model Pembelajaran. Singaraja:

Undiksha press.

Sadiman, dkk. 2009. Media Pendidikan:

Pengertian, Pengembangan, dan

Pemanfaatannya. Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada.

Shoimin, Aris. 2014. 68 Model

(10)

Kurikulum 2013. Yogjakarta: Ar-ruzz

Media.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suprijono, Agus. 2016. Model-model

Pembelajaran Emansipatoris.

Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

Sukardi. 2016. Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogjakarta : PT Bumi

Aksara.

Sukreni, Ni Nyoman. 2014. “Pengaruh Model Pembelajaran Role Playing Berbasis Penilaian Kinerja terhadap Keterampilan Berbicara pada Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD”. Jurnal Ilmiah PGSD

Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan PGSD, Volume 2, Nomor 1.

Tersedia pada

http://ejournal.undiksha.ac.id/index.ph p/JJPGSD/article/viewFile/3017/2501 (diakses tanggal 25 Januari 2017) Tarigan, Hendry Guntur. 2015. Berbicara

Sebagai Suatu Keterampilan

Berbahasa. Bandung : CV Angkasa. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20

Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. 2008. Jakarta:

Sinar Grafika Offset.

Wendra, I Wayan. 2005. Keterampilan

Berbicara. Singaraja: Universitas

Pendidikan Ganesha.

Wibawa, Yuda. 2016. “Pengaruh Model

Role Playing Berbasis Permainan

Tradisional Bali terhadap Keterampilan Berbicara pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas

III”. Jurnal Ilmiah PGSD Universitas

Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD.

Vol: 4 No: 1.

Widowati, Diah Ayu. 2016. “Pengaruh Media Boneka Tangan terhadap Keterampilan Menyimak Cerita Kelas

II B SD Negeri Margoyasan ”. Jurnal

Ilmiah PGSD Universitas Negeri Yogjakarta Jurusan PGSD. Edisi 27

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penerapan model percakapan bebas pada mata pelajaran bahasa Arab terhadap keterampilan

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa mata pelajaran

Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran time token dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia

Masalah penelitian ini adalah hasil belajar keterampilan berbicara siswa yang masih rendah dan guru belum menerapkan model role playing dalam kegiatan pembelajaran bahasa

Dapat disimpulkan bahwa metode role playing tanpa dampingan guru mempengaruhi peningkatan keterampilan berbicara siswa kelas XI dalam mata pelajaran Bahasa

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas VI SD Negeri 3 Putatnganten penerapan

Ho: Tidak ada perbedaan hasil keterampilan berbicara mata pelajaran Bahasa Indonesia materi menyampaikan tanggapan pada siswa kelas III antara yang memperoleh pembelajaran

Tujuan penelitian tindakan kelas ini untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri Jakenan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan menerapkan